Anda di halaman 1dari 83

TUTORIAL SKENARIO A BLOK 16

Disusun oleh : Kelompok VIII


Anggota
Rikka Wijaya

04011281320037

Stefanie Angeline

04011381320005

Muhammad Firroy Friztanda

04011381320007

Dhanty Mukhsina

04011381320009

Naurah Nazhifah

04011381320011

Kms. M. Afif Rahman

04011381320019

Nadya Aviodita

04011381320035

Ratu Rizki Ana

04011381320047

Shafira Amalia

04011381320049

Aditya Wiratama

04121401099

Rafika

04011181320037

Tri Kurniati

04011181320065
Tutor : dr. Sudarto,SpPD

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2015

DAFTAR ISI
Daftar Isi

.................... 2

Kata Pengantar .............................................................................................................. 3


BAB I

BAB II

: Pendahuluan
1.1

Latar Belakang..... 4

1.2

Maksud dan Tujuan.....

: Pembahasan
2.1

Data Tutorial.... 5

2.2

Skenario Kasus ....... 6

2.3

Paparan
I.

Klarifikasi Istilah. ................... 7

II.

Identifikasi Masalah................. 9

III.

Analisis Masalah ................................. 10

IV.

Sintesis Masalah...................... 47

V.

Kerangka Konsep................. 81

BAB III : Penutup


3.1

Kesimpulan ....................................................................................

82

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 83

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami haturkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan laporan tutorial yang berjudul Laporan Tutorial
Skenario A Blok 16 sebagai tugas kompetensi kelompok. Salawat beriring salam selalu
tercurah kepada junjungan kita, nabi besar Muhammad SAW beserta para keluarga, sahabat,
dan pengikut-pengikutnya sampai akhir zaman.
Kami menyadari bahwa laporan tutorial ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu
kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna perbaikan di masa
mendatang.
Dalam penyelesaian laporan tutorial ini, kami banyak mendapat bantuan, bimbingan
dan saran. Pada kesempatan ini, kami ingin menyampaikan syukur, hormat, dan terimakasih
kepada :
1. Allah SWT, yang telah merahmati kami dengan kelancaran diskusi tutorial,
2. dr. Sudarto,SpPD selaku tutor kelompok VIII,
3. teman-teman sejawat FK Unsri,
4. semua pihak yang telah membantu kami.
Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala amal yang diberikan
kepada semua orang yang telah mendukung kami dan semoga laporan tutorial ini bermanfaat
bagi kita dan perkembangan ilmu pengetahuan. Semoga kita selalu dalam lindungan Allah
SWT. Amin.

Palembang, Maret 2015

Kelompok VIII

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

LATAR BELAKANG
Pada laporan tutorial kali ini, laporan membahas blok mengenai Sistem
Respirasi yang berada dalam blok 16 pada semester 4 dari Kurikulum Berbasis
Kompetensi (KBK) Pendidikan Dokter Umum Fakultas Kedokteran Universitas
Sriwijaya Palembang.
Pada kesempatan ini, dilakukan tutorial studi kasus sebagai bahan
pembelajaran untuk menghadapi tutorial yang sebenarnya pada waktu yang akan
datang.

1.2

MAKSUD DAN TUJUAN


Adapun maksud dan tujuan dari materi praktikum tutorial ini, yaitu:
1. Sebagai laporan tugas kelompok tutorial yang merupakan bagian dari sistem
KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang.
2. Dapat menyelesaikan kasus yang diberikan pada skenario dengan metode
analisis dan pembelajaran diskusi kelompok.
3. Tercapainya tujuan dari metode pembelajaran tutorial dan memahami konsep
dari skenario ini.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 DATA TUTORIAL
Tutor

: dr. Sudarto,SpPD

Moderator

: Muhammad Firroy Friztanda

Sekretaris

: Tri Kurniati

Peraturan tutorial

:
1. Alat komunikasi dinonaktifkan atau di-silent.
2. Semua anggota tutorial harus aktif mengeluarkan
pendapat

dengan

mengacungkan

tangan

terlebih

dahulu dan setelah dipersilahkan oleh moderator.


3. Tidak diperkenankan kepada anggota tutorial

untuk

meninggalkan ruangan selama proses tutorial berlangsug


kecuali apabila ingin ke toilet.

2.1 SKENARIO
Skenario A Blok 16 Tahun 2015
Mr. Y, a 40 - year old, sailor, was admitted to hospital with hemaptoe. He complained that
6 hours ago he had a severe bout of coughing with fresh blood of about 2 glasses. He also
said that in the previous month he had productive cough with a lot of phlegm, mild fever,
loss of appetite and rapid loss of body weight (previous weight:70 kg), and shortness of
breath. Since a week ago, he felt symptoms were worsening.
Physical examination:
General appearance: he looked severely sick and pale. Body height: 175 cm, body weight:
55 kg, BP: 100/70 mmHg, HR: 112 x/min, RR: 36 x/min, Temp: 37,6C. There was a
tattoo on the chest and lymphadenopathy of the right neck, and stomatitis. In chest
auscultation there was an increase of vesicular sound at ther right upper lung with
moderate rales.
Additional information
Laboratory
Hb : 8,5 g%, WBC : 6.000/L, ESR 65 mm/hr, Diffcount: 0/3/2/75/15/5, Acid Fast
Bacilli: (-), HIV test (+), CD4 120/L
Radiology
Chest radiograph showed infiltrate at right lower lung

I.

Klarifikasi Istilah
No.

Istilah

Pengertian

1.

Hemoptoe

Batuk darah merupakan ekspetorasi dari


darah atau sputum berdarah yang berasal dari
paru atau trakeobronkial

2.

3.

Severe bout of coughing

Batuk berat yang berkepanjangan

with fresh blood

disertai dengan darah segar.

Phlegm

Mucus kental yang dieksresikan dari saluran


pernafasan dalam jumlah yang abnormal

1 Productive cough

Batuk yang disertai dengan pengeluaran


bahan bahan dari bronkus

4.
5.

Mild Fever

Peningkatan temperature tubuh di atas


normal (tidak lebih dari 38.5C).

6.

Severely Sick and Pale

Keadaan sakit berat yang memerlukan


perawatan icu yang ditandai dengan pucat.

7.

Lymphadenopaty

Pembengkakan pada kelenjar limfa

8.

Stomatitis

Peradangan umum pada mukosa mulut

9.

Vesicular Sound

Suara nafas utama normal yang terdengar


pada sebagian besar paru-paru, bunyinya
terdengar lembut dan bernada rendah, suara
inspirasi lebih panjang dari ekspirasi.

10

Moderate rales

Ronki basah sedang atau suara berisik atau


terputus akibat aliran udara yang melewati
cairan.

11

Acid Fast Bacilli

Bakteri yang kandungan lemaknya sangat


kental sehingga tidak bisa di warnai dengan
pewarnaan biasa.

12

CD4

Jenis sel darah putih atau limfosit yang


merupakan bagian penting dari sistem
kekebalan tubuh.

13

Infiltrate

Gambaran seperti kapas akibat adanya dahak


atau mucus di paru-paru.

II.

Identifikasi Masalah
No.

Masalah

Konsen

1.

Mr. Y, a 40 - year old, sailor, was admitted to

VVVV

hospital with hemaptoe. He complained that 6


hours ago he had a severe bout of coughing with
fresh blood of about 2 glasses.
2.

He also said that in the previous month he had


productive cough with a lot of phlegm, mild fever,
loss of appetite and rapid loss of body weight
(previous weight:70 kg), and shortness of breath.
8

VVV

Since a week ago, he felt symptoms were


3.

worsening.
Physical examination

General appearance: he looked severely sick and


pale. Body height: 175 cm, body weight: 55 kg,
BP: 100/70 mmHg, HR: 112 x/min, RR: 36 x/min,
Temp: 37,6C. There was a tattoo on the chest arm
and lymphadenopathy of the right neck, and
stomatitis. In chest auscultation there was an
increase of vesicular sound at ther right upper lung
with moderate rales.
4.

Additional information

Laboratory
Hb : 8,5 g%, WBC : 6.000/L, ESR 65 mm/hr,
Diffcount: 0/3/2/75/15/5, Acid Fast Bacilli: (-), HIV
test (+), CD4 120/L
Radiology
Chest radiograph showed infiltrate at right lower
lung

III.

Analisis Masalah
1. Mr. Y, a 40 - year old, sailor, was admitted to hospital with hemaptoe. He
complained that 6 hours ago he had a severe bout of coughing with fresh blood
of about 2 glasses.
1. Apa saja anatomi yang terlibat ?
Jawab:
Setiap proses terjadi pada paru akan mengakibatkan hipervaskularisasi dari
cabang cabang arteri bronkialis yang berperan untuk memberikan nutrisi pada
jaringan paru bila terjadi kegagalan arteri pulmonalis dalam melaksanakan
fungsinya untuk pertukaran gas. Terdapatnya aneurisma Rasmussen, akan tetapi
beberpa laporan autopsy membuktikan bahwa terdapatnya hipervaskularisasi

bronkus yang merupakan percabangan dari arteri bronkialis lebih banyak


merupakan asal dari pendarahan pada hemoptoe.
Pecahnya pembuluh dara dinding kavitas tuberkolosis yang dikenal dengan
aneurisma Rasmussen ; pemekaran pembuluh darah ini berasal dari cabang
pembuluh darah bronchial. Pendarahan pada bronkiektasis disebabkan
pemekaran pembuluh darah cabang bronchial. Diduga hal ini terjadi disebabkan
adanya anastomosis pembuluh darah bronchial dna pulmonal. Pecahnya
pembuluh darah pulmonal dapat menimbulkan hemoptoe masif.
2. Bagaimana patofisiologi hemoptoe ?
Jawab :
Terjadinya batuk darah ini dikarenakan ekskavasi dan ulserasi pembuluh darah
pada dinding kavitas.Kavitas yang berdinding tebal dinamakan kaverne.
Keradangan arteri yang terdapat didinding kaverne akan menimbulkan
anuerisma yang disebut aneurisma dari Rasmussen, pada arteri yang berasal dari
cabang arteria pulmonalis. Bila aneurisma ini pecah maka akan menimbulkan
batuk darah.Batuk darah yang massif terjadi bila ada robekan dari aneurisma
Rasmussen pada dinding kavitas atau ada perdarahan yang berasal dari
bronkiektasis atau ulserasi trakeo-bronkial.Keadaan ini dapat menyebabkan
kematian karena penyumbatan saluran pernafaan oleh bekuan darah.

3. Apa saja factor resiko pada kasus ini dan bagaimana pengaruh terhadap batuk
darah ?
Jawab:
Pekerjaan : Pada kasus ini Mr. Y berprofesi sebagai pelaut, dimana
pergaulannya sebagai pelaut membuat Mr. Y lebih rentan terhadap HIV
Jenis kelamin : Pria lebih umum terkena, kecuali pada wanita dewasa muda
yang diakibatkan tekanan psikologis dan kehamilan yang menurunkan resistensi.
Tuberculosis terutamamenyerang laki-laki. TB paru lebih banyak terjadi pada
lakilaki dibandingkan dengan wanita karena laki-laki sebagian besar mempunyai
kebiasaan merokok sehingga memudahkan terjangkitnya TB paru
Umur :Sekitar 75% pasien TB adalah kelompok usia yang paling produktif
secara ekonomis yaitu pada umur 15 50 tahun.
4. Bagaimana interpretasi batuk dengan darah segar sebanyak dua gelas ?
Jawab:

10

Pasien dapat digolongkan sebagai massive hemoptoe dengan ketentuan batuk


darah 200-600 ml atau lebih dalam 24 jam.
5. Apa dampak lanjut/ komplikasi batuk darah ?
Jawab:
1. Terjadinya asfiksia oleh karena terdapatnya bekuan darah dalam saluran
pernapasan.
2. Jumlah darah yang dikeluarkan selama terjadinya hemoptoe dapat
menimbulkan renjatan/syok hipovolemik.
3. Pneumonia Aspirasi, yaitu keadaan masuknya bekuan darah maupun sisa
makanan ke dalam jaringan paru yang sehat bersama inspirasi.
4. Anemia defisiensi besi (Fe)
5. Bahaya utama batuk darah adalah terjadi penyumbatan trakea dan saluran
nafas, sehingga timbul sufokasi yang sering fatal. Penderita tidak nampak
anemis tetapi sianosis, hal ini sering terjadi pada batuk darah masif (6001000 cc/24 jam)
6. Karena saluran nafas tersumbat, maka paru bagiandistal akan kolaps dan
terjadi atelektasis bila perdarahan banyak, terjadi dalam waktu lama.
6. Apa saja klasifikasi batuk darah ?
Jawab:
Berdasarkan penyebabnya dikenal berbagai macam batuk darah :
1.Batuk darah idiopatik atau esensial dimana penyebabnya tidak diketahui.
Angka kejadian batuk darah idiopatik sekitar 15% tergantung fasilitas
penegakan diagnosis. Pria terdapat dua kali lebih banyak daripada wanita,
berumur sekitar 30 tahun, biasanya perdarahan dapat berhenti sendiri sehingga
prognosis baik.
Teori perdarahan ini adalah sebagai berikut :
a.Adanya ulserasi mukosa yang tidak dapat dicapai oleh bronkoskopi.
b.Bronkiektasis yang tidak dapat ditemukan.
c.Infark paru yang minimal.
d.Menstruasi vikariensis.
11

e.Hipertensi pulmonal.
2.Batuk darah sekunder, yang penyebabnya dapat dipastikan. Pada prinsipnya
berasal dari :
a.Saluran napas
Yang sering ialah tuberkulosis, bronkiektasis, tumor paru, pneumonia dan abses
paru. Menurut Bannet, 82 86% batuk darah disebabkan oleh tuberkulosis paru,
karsinoma paru dan bronkiektasis.
b.Sistem kardiovaskuler
Yang sering adalah stenosis mitral, hipertensi. Yang jarang adalah kegagalan
jantung, infark paru, aneurisma aorta.
c.Lain-lain
Disebabkan oleh benda asing, ruda paksa, penyakit darah seperti hemofilia,
hemosiderosis, sindrom Goodpasture, eritematosus lupus sistemik, diatesis
hemoragik dan pengobatan dengan obat-obat antikoagulan.
Berdasarkan jumlah darah yang dikeluarkan maka hemoptisis dapat dibagi
atas :
1.Hemoptisis masif , Bila darah yang dikeluarkan adalah 100-160 cc dalam 24
jam. Kriteria dari jumlah darah yang dikeluarkan selama hemoptoe juga
mempunyai kelemahan oleh karena :
-Jumlah darah yang dikeluarkan bercampur dengan sputum dan kadang-kadang
dengan cairan lambung, sehinga sukar untuk menentukan jumlah darah yang
hilang sesungguhnya.
-Sebagian dari darah tertelan dan dikeluarkan bersama-sama dengan tinja,
sehingga tidak ikut terhitung.
-Sebagian dari darah masuk ke paru-paru akibat aspirasi.
Oleh karena itu suatu nilai kegawatan dari hemoptoe ditentukan oleh apakah
terjadi tanda-tanda hipotensi yang mengarah pada renjatan hipovolemik
12

(hypovolemik shock). Apakah terjadi obstruksi total maupun parsial dari


bronkus yang dapat dinilai dengan adanya iskemik miokardium, baik berupa
gangguan aritmia, gangguan mekanik pada jantung, maupun aliran darah
serebral. Dalam hal kedua ini dilakukan pemantauan terhadap gas darah,
disamping menentukan fungsi-fungsi vital. Oleh karena itu suatu tingkat
kegawatan hemoptoe dapat terjadi dalam dua bentuk, yaitu bentuk akut berupa
asfiksia, sedangkan bentuk yang lain berupa renjatan hipovolemik. Bila terjadi
hemoptoe, maka harus dilakukan penilaian terhadap:
-Warna darah untuk membedakannya dengan hematemesis.
-Lamanya perdarahan.
-Terjadinya mengi (wheezing) untuk menilai besarnya obstruksi.
-Keadaan umum pasien, tekanan darah, nadi, respirasi dan tingkat kesadaran.
Klasifikasi menurut Pusel :
1) +

: batuk dengan perdarahan yang hanya dalam bentuk garis-garis dalam

sputum
2) ++

: batuk dengan perdarahan 1 30 ml

3) +++ : batuk dengan perdarahan 30 150 ml


4) ++++ : batuk dengan perdarahan > 150 ml
Keterangan : Positif satu dan dua dikatakan masih ringan, positif tiga hemoptisis
sedang, positif empat termasuk di dalam kriteria hemoptisis masif.

2. He also said that in the previous month he had productive cough with a lot of
phlegm, mild fever, loss of appetite and rapid loss of body weight (previous
weight:70 kg), and shortness of breath. Since a week ago, he felt symptoms
were worsening.
1. Bagaimana mekanisme dari gejala
- Productive cough with a lot of phlegm
Jawab:
13

Batuk merupakan reflek fisiologis tubuh untuk mengeluarkan benda asing dari
saluran pernafasan (trakea). Batuk produktif adalah batuk yang disertai
pengeluaran bahan-bahan dari bronkus berupa dahak. Dapat disebabkan oleh
infeksi virus (common cold), infeksi bakteri (penumonia, bronkitis, sinusitis,
atau TB), penyakit paru lama (COPD), GERD (asam lambung pada malam
hari), batuk dan pilek, dan merokok.
Pada kasus ini, penderita batuk berdahak disebabkan karena bakteri MTB.
Akibat toksik (tuberculoprotein) dari bacilli pada jaringan paru, nukleus
nekrosis akan terbentuk di pinggir focal centre, menjadi area yang dapat
mengobstruksi jalan nafas dengan pembentukan eksudat, dan akan dikelilingi
oleh berbagai proliferasi sel (jarinagn granulasi) berkumpul dalam bentuk
sputum.
- Mild fever
Jawab:
Kuman TB difagosit oleh neutrofil, makrofag alveolar dan sel PMN
aktivasi sitokin (IL-1, IL-6, TNF-) memicu pembentukan asam arakidonat
terbentuk prostaglandin meningkatkan set point hipotalamus demam.
- Loss of appetite
Jawab:
Infeksi Mycobacterium tuberculosis

Aktifasi makrofag oleh IFN- produksi pirogen endogen


IL -1, IL-4, IL-6, TNF-

Pirogen endogen bersirkulasi sistemik & menembus masuk


hematoencephalic barrier bereaksi terhadap hipotalamus.

Efek sitokin pirogen endogen pada hipotalamus menyebabkan produksi


prostaglandin.
14


Prostaglandin merangsang cerebral cortex ( respon behavioral) nafsu makan
menurun & leptin meningkat menyebabkan stimulasi dari hipotalamus nafsu
makan disupresi.
Selain itu nafsu makan berkurang karena stomatitis, sehingga mengganggu
kenyamanan untuk mengkonsumsi makanan.

- Rapid loss of body weight (previous weight:70 kg)


Jawab:
Penurunan berat badan terjadi karena adanya usaha tubuh untuk memasukkan
oksigen sebanyak mungkin menyebabkan tubuh membutuhkan banyak
energy untuk kontraksi otot pernapasan sehingga kebutuhan energy basal
tubuh meningkat yang juga menyebabkan peningkatan laju lipolisis dan
glikolisis.
Selain itu, terjadi penurunan nafsu makan akibat adanya Cahexin yang
berasal dari Mycobacterium Tuberculosis yang menginvasi paru. Juga
kdisebaban oleh infeksi HIV yang sudah lanjut. produksi IL 6, TNF
menekan pusat makan di hipotalamus menurunkan nafsu makan
penurunan berat badan IMT underweight.

- Shortness of breath
Jawab:
1. Individu terinfeksi HIV immunocompromised terinfeksi mycobacterium
tuberkulosa masuk ke jalan nafas tinggal di alveoli terjadi inflamasi
pengaktifan sel PMN (leukosit dan makrofag) penumpukan eksudat
menekan saluran nafas sesak nafas.
2. Hemoptoe masif penurunan kadar Hb penurunan kadar oksigen di sel
dan jaringan sesak nafas

2. Apa saja klasifikasi sputum ?


Jawab:

15

Tampilan

Penyebab

Kental, transluen, putih keabu-abuan

Pneumonia atipikal, Asma

Seperti jelly buah kismis (merah bata)

Klebsiella pneumonia

Warna karat (warna air buah plum)

Pneumonia pneumokokal

Merah muda, berbusa

Edema paru

Warna ikan salmon/ kuning pucat

Pneumonia stafilokokus

Sputum mukopurulen; kuning, kehijauan,

Pneumonia bakteri, Bronkitis akut/

atau abu-abu kotor

knonik
Anaerob oral (aspirasi), Abses paru,

Purulen dan berbau busuk

Bronkiektasis

3. Apa saja klasifikasi batuk ?


Jawab:
Batuk berdasarkan durasi digolongkan menjadi tiga:
1. Batuk akut
Batuk yang terjadi dan berakhir kurang dari 3 minggu. Penyebab utama
batuk akut adalah infeksi saluran nafas atas, seperti selesma, sinusitis
bakteri akut, pertusis, eksaserbasi akut PPOK, rhinitis alergi, atau rhinitis
karena iritan.Infeksi saluran nafas atas adalah penyebab utama batuk akut.
2. Batuk subakut
Batuk yang terjadi selama 3-8 minggu.Untuk diagnosis batuk jenis ini
direkomendasikan adanya pendekatan klinik berdasarkan terapi empiric dan
uji lab terbatas.Penyebab yang paling umum adalah batuk pasca infeksi,
sinusitis bakteri, atau asma.
Batuk pasca infeksi adalah batuk yang dimulai bersamaan dengan ISPA
yang tidak komplikasi dengan pneumonia dan umumnya dapat sembuh
tanpa pengobatan.
3. Batuk kronis
Batuk yang terjadi lebih dari 8 minggu dapat disebabkan oleh banyak
penyakit yang berbeda, tetapi pada banyak kasus biasanya mengarah pada
satu atau hanya sedikit diagnosis.
Penelitian menunjukkan bahwa pada 95% pasien mengalami batuk kronis
penyebabnya antara lain adalah post nasal drip, sinusitis, asma, penyakit
16

refluks gastroesofageal (GERD), bronchitis kronis karena merokok,


bronkiektasis, atau penggunaan obat golongan ACE I. 5% sisanya
disebabkan oleh kanker paru, sarkoidosis, gagal jantung kanan, dan aspirasi
karena disfungsi faring. Jika tidak ada penyebab fisik lain, batuk kronis juga
bisa disebabkan oleh faktor psikologis.
Berdasarkan tanda klinis, batuk dibedakan menjadi tiga:
1. Batuk berdahak (batuk produktif)
Sebaiknya tidak ditekan, karena penekanan dapat menyebabkan retensi
sputum yang justru membahayakan, dapat menyebabkan obstruksi saluran
nafas atau penyebaran infeksi.
2. Batuk kering (batuk non produktif)
Dalam pengobatannya tidak dimaksudkan untuk mengeluarkan secret atau
gangguan lain dari saluran pernafasan, batuk sebaiknya ditekan, apalagi bila
sangat menganggu.
3. Batuk yang khas

Batuk rejan, batuknya bisa berlangsung 100 hari. Bisa menyebabkan

pita suara radang dan suara parau.


Batuk penyakit TBC, berlangsung berbulan-bulan, kecil-kecil, timbul
sekali-sekali, kadang seperti hanya berdehem. Pada TBC batuk bisa

disertai bercak darah segar.


Batuk karena asma, sehabis serangan asma lendir banyak dihasilkan.

Lendir inilah yang merangsang timbulnya batuk.


Batuk karena penyakit jantung lemah, darah yang terbendung di paruparu, menjadikan paru-paru menjadi basah. Kondisi basah pada paru-

paru ini yang merangsang timbulnya batuk.


Batuk karena kanker paru-paru yang menahun tidak sembuh. Batuknya
tidak tentu. Bila kerusakan paru-paru semakin luas, batuk semakin

tambah.
Batuk karena kemasukan benda asing, pada saat saluran pernafasan
berusaha mengeluarkan benda asing maka akan menimbulkan batuk.

4. Bagaimna hubungan antar gejala ?


Jawab:
Infeksi tuberkulosis meningkatkan

produksi

mucus

sehingga

proses

pembersihan mucus menjadi tergganggu dan terjadi penunpukan secret mucus,


17

sehingga saat mencapai batas, membrane mukosa akan teransang dan akan
mengeluarkan mucus yang tertimbun tadi dengan mekanisme tekanan
intratorakal dan intraabdominal yang tinggi. Infeksi tuberkulosis yang di derita
juga menyebkan turunnya nafsu makan akibat efek sitokin pirogen endogen
pada hypothalamus yang memproduksi prostaglandin dan diperparah dengan
adanya stomatitis. Pirogen endogen ini pun menjadi penyebab dari naiknya suhu
tubuh. Turunnya nafsu makan dan kurangnya oksigen dalam tubuh
menyebabkan kebutuhan energi basal tubuh meningkat yang berakibat pada
penurunan berat badan. Sebagai kompensasi tubuh akan meningkatkan jumlah
nafas sehingga pasien mengalami sesak, hal ini juga diperparah dengan
penyempitan jalan nafas yang dipicu oleh infiltrasi sel PMN dan alveolar
makrofag.
5. Mengapa gejalanya semakin memburuk ?
Jawab:
Dikarenakan TBC yang diderita semakin memburuk akbiat dari sistem
kekebalan tubuh menurun drastis karena disebabkan oleh HIV. Kondisi ini yang
menyebabkan pasien bertambah

parah dan gejala yang

dialami semakin

memburuk dikarenakan progresivitas dari mycobacterium tubercolosis telah


berhasil melakukan invasi lebih lanjut, maka gejala akan dirasakan semakin
hebat.

3. Physical examination
General appearance: he looked severely sick and pale. Body height: 175 cm,
body weight: 55 kg, BP: 100/70 mmHg, HR: 112 x/min, RR: 36 x/min, Temp:
37,6C. There was a tattoo on the chest arm and lymphadenopathy of the
right neck, and stomatitis. In chest auscultation there was an increase of
vesicular sound at ther right upper lung with moderate rales.
1. Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal dari:
a. Severely sick and pale
Jawab:
Hal ini mungkin terjadi karena anemia yang diderita akibat batuk darah,
kompensasi tubuh terhadap berkurangnya darah, sistem imun yang menurun
akibat HIV dan infeksi kuman TB.
18

Pale:
Anemia pada tuberkulosis dapat dikarenakan terjadinya gangguan pada
proses eritropoesis oleh mediator inflamasi, Respon imun yang muncul
karena reaksi infeksi dan inflamasi menyebabkan dilepasnya protein yang
disebut sitokin. Protein ini membantu dalam proses penyembuhan dan
melawan infeksi, tetapi juga dapat mempengaruhi fungsi tubuh yang normal.
Pada anemia penyakit kronik, sitokin mengganggu kemampuan tubuh dalam
mengabsorbsi dan menggunakan Fe.

Interferon-, lipopolisakarida, dan TNF- meningkatkan regulasi DMT1, dan


terjadi kenaikan pemasukan Fe dalam makrofag.Rangsangan proinflamatory
ini menyebabkan retensi Fe pada makrofag dengan menurunkan reaksi
ferropotin, sehingga mengurangi pelepasan Fe dari sel ini.Feroportin adalah
suatu pengirim Fe transmembran, yang berperan dalam absorbsi Fe dari
duodenum menuju sirkulasi.Sitokin anti inflamasi seperti IL-10 juga
menyebabkan anemia melalui stimulasi pengambilalihan Fe oleh makrofag
dan stimulasi translasi dari produksi ferritin.

IL-6 dan lipopolisakarida menstimulasi produksi hepcidin fase akut, yang


menurunkan absorbsi Fe dari duodenum.

Sitokin IL-10 meningkatkan ekspresi reseptor transferrin dan meningkatkan


pemasukan transferin ke dalam monosit. Dengan demikian terganggunya
homeostasis dan terbatasnya kapasitas Fe untuk sel progenitor eritroid
menyebabkan terganggunya proses biosintesis heme.pemendekan masa hidup
eritrosit, gangguan metabolism besi, adanya malabsorbsi dan ketidakcukupan
zat gizi.

b. IMT
Jawab:
IMT = BB/TB2
= 55/(1,75)2
= 17,94 (underweight)
Normal

: 18,5-25

19

Interpretasi : Berat Badan Kurang


Mekanisme : Berat badan kurang terjadi karena Mr. Y mengalami anorexia.
Inflamasi dan ulkus pada saluran pencernaan bagian atas dapat menyebabkan
anoreksia akibat timbulnya nyeri saat menelan. Selain itu, terjadi penurunan
nafsu makan. Juga disebabkan oleh infeksi HIV yang sudah lanjut.
produksi IL 6, TNF menekan pusat makan di hipotalamus
menurunkan nafsu makan penurunan berat badan IMT underweight.
c. BP: 100/70 mmHg
Jawab:
BP: 100/70 mmHg
Normal
: Menurut WHO tekanan sistolik 120-140 mmHg, tekanan
diastoliknya 80-90 mmHg.
Interpretasi : di bawah normal (hipotensi ringan)
Mekanisme : Tejadi eksresi darah yang berlebihan keluar bersama batuk (2
gelas) volume darah berkurang jumlah darah yang dipompa berkurang
penurunan tekanan darah hipotensi.
d. HR: 112 x/min
Jawab:
HR: 112 x/min
Normal

: 60-100x/min)

Interpretasi : Meningkat
Mekanisme :
HR meningkat karena adanya upaya untuk mencukupi kebutuhan oksigen
dan nutrisi pada jaringan.

e. RR: 36 x/min
Jawab:
RR 36x/min
Normalnya 16-24x/min
20

Interpretasi : Takipneu
Mekanisme : Infeksi M. tuberculosis Terbentuk tuberkel Fungsi
parenkim paru , lumen menyempit Mengurangi luas permukaan
membrane pernapasan total, ketebalan membrane pernapasan, kapasitas
pernapasan serta kerja otot pernapasan untuk ventilasi & berkurangnya
kapasitas vital pertukaran O2 dan CO2 terganggu hipoksia sel
mekanisme tubuh untuk mengatasi hipoksia peningkatan frekuensi napas
takipneu.
f. Temp: 37,8C
Jawab:
Temp: 37,8C
Normal

: 36,5oC - 37,2oC

Interpretasi : Demam (subfebris)


Mekanisme :
Respon inflamasi terhadap M.Tuberculosis produksi sitokin (Il-1, IL-6
dan TNF-alfa) pembentukan asam arakhidonat pembentukan PGE 2
peningkatan set point di hipotalamus demam.
g. Tattoo on the chest
Jawab:
Tatto pada dada mr.Y bisa jadi merupakan penyebab utama dalam masuknya
HIV ke dalam tubuh mr.Y. Jarum pada pembuatan tattoo belum bisa
digaransi steril. Bisa saja jarum tersebut tidak diganti ketika sudah mentattoo seseorang yang terinfeksi HIV. Akibatnya kuman HIV yang menempel
pada jarum tersebut masih ada. Mengapa bisa ada? Hampir dipastikan,ketika
mentattoo,akan terjadi pendarahan pada kulit yang ditattoo walaupun
mungkin tidak masif.

h. Lymphadenopathy of the right neck


Jawab:

21

Respon terhadap banyaknya mikroba yang menginvasi paru peningkatan


kerja kelenjar limfe untuk mensekresi system pertahanan seperti limfosit,
monosit dan histiosit terjadi pada kelenjar limfe di daerah yang paling
dekat dengan tempat yang terinvasi jumlah sel-sel radang >> pembesaran
kelenjar limfe leher sebelah kanan.
Bisa juga terjadi akibat infeksi HIV yang menginvasi sel-sel pada kelenjar
limfe , CD4 +, sel dendrite dan makrofag yang bereplikasi secara laten,
sehingga menyebabkan pembesaran kelenjar limfe.
i. Stomatitis
Jawab:
Normal

: (-)

Interpretasi : Peradangan pada mukosa mulut. Salah satu manisfestasi klinik


oral pada penderita HIV/ AIDS
Mekanisme : Pada pasien HIV sistem imun menurun yang menyebabkan
pasien

mudah mengalami infeksi jamur yang khas pada penderita HIV.

Penyebaran kuman TB ke saluran pencernaan dalam hal ini mulut melalui


pembuluh limfe atau darah menyebabkan faringitis spesifik TB.
j. Increase of vesicular sound
Jawab:
Konsolidasi pada alveolar paru jalan keluar masuk udara menyempit
pada saat inspirasi udara melewati ductus alveoli dan alveoli paru yang
mengalami konsolidasi terdengar vesicular sound yang meningkat.

k. Moderate rales
Jawab:
Konsolidasi pada alveolar paru (adanya infiltrat cair produk dari kuman TB)
jalan keluar masuk udara menyempit saat inspirasi, udara melewati
alveoli paru yang mengalami konsolidasi terdengar vesicular sound yang
meningkat disertai rales karena produk berupa cairan.

4. Additional information
22

Laboratory
Hb : 8,5 g%, WBC : 6.000/L, ESR 65 mm/hr, Diffcount: 0/3/2/75/15/5, Acid
Fast Bacilli: (-), HIV test (+), CD4 120/L
Radiology
Chest radiograph showed infiltrate at right lower lung
1. Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal dari :
a. Hb : 8,5 g%
Jawab:
Normal

: 13-16 g%

Interpretasi : Anemia
Mekanisme : Anemia pada tuberkulosis dapat dikarenakan terjadinya
gangguan pada proses eritropoesis oleh mediator inflamasi, Respon imun
yang muncul karena reaksi infeksi dan inflamasi menyebabkan dilepasnya
protein yang disebut sitokin. Protein ini membantu dalam proses
penyembuhan dan melawan infeksi, tetapi juga dapat mempengaruhi fungsi
tubuh yang normal. Pada anemia penyakit kronik, sitokin mengganggu
kemampuan tubuh dalam mengabsorbsi dan menggunakan Fe.

Interferon-, lipopolisakarida, dan TNF- meningkatkan regulasi DMT1, dan


terjadi kenaikan pemasukan Fe dalam makrofag.Rangsangan proinflamatory
ini menyebabkan retensi Fe pada makrofag dengan menurunkan reaksi
ferropotin, sehingga mengurangi pelepasan Fe dari sel ini.Feroportin adalah
suatu pengirim Fe transmembran, yang berperan dalam absorbsi Fe dari
duodenum menuju sirkulasi.Sitokin anti inflamasi seperti IL-10 juga
menyebabkan anemia melalui stimulasi pengambilalihan Fe oleh makrofag
dan stimulasi translasi dari produksi ferritin.

IL-6 dan lipopolisakarida menstimulasi produksi hepcidin fase akut, yang


menurunkan absorbsi Fe dari duodenum.

Sitokin IL-10 meningkatkan ekspresi reseptor transferrin dan meningkatkan


pemasukan transferin ke dalam monosit. Dengan demikian terganggunya
homeostasis dan terbatasnya kapasitas Fe untuk sel progenitor eritroid
menyebabkan terganggunya proses biosintesis heme.pemendekan masa hidup
eritrosit, gangguan metabolism besi, adanya malabsorbsi dan ketidakcukupan
zat gizi.
23

Pada kasus ini, anemia juga disebabkan karena ekspektorasi darah


berlebihan.

b. WBC : 6.000/L
Jawab:
Nilai normal WBC: 5000-10000/ L, pada kasus 6000/ L
Apabila melihat nilai normal, maka orang ini WBC nya normal, tetapi karena
Ia terkena HIV ada kemungkinan bahwa WBC sebenarnya meningkat (tanda
infeksi). Pada penderita HIV, sel limfosit akan diserang dan mengakibatkan
jumlahnya menurun, sehingga jumlah sel darah putih dapat menurun hingga
kurang dari 5000/ L.

c. ESR 65 mm/hr
Jawab:
ESR 65 mm/hr
Normal
: 0-10 mm/hr
Interpretasi : Meningkat
Mekanisme : Adanya infeksi akut dan kronis karena meningkatnya mediator
inflamasi akibat reaksi peradangan. Darah menjadi lebih kental dan ESR pun
meningkat.

d. Diffcount: 0/3/2/75/15/5
Jawab:
Pemeriksaan

Mr. Y

Normal

Interpretasi

Diff Count:
Basofil

0-1

Normal

Eosinofil

1-3

Normal

Netrofil batang

2-6

Normal

Netrofil segmen

75

50-70

Limfosit

15

20-40

Monosit

2-8

Normal

24

Mekanisme :
Pada DC terjadi peningkatan netrofil segmen. Hal ini disebabkan reaksi
imunologis akan merngasang sumsul tulang untuk memproduksi netrofil
termasuk pula limfosit Namun karena HIV menyerang sel limfosit tersebut
akibatnya banyak sel T yg mati. Neutrofilia pada umumnya berhubungan
dengan penyebaran lokal akut seperti pada meningitis tuberkulosis, pecahnya
fokus perkejuan pada bronkhus atau rongga pleura (Lee et al., 1999).Pada
infeksi tuberkulosis yang berat atau tuberkulosis milier, dapat ditemukan
peningkatan jumlah neutrofil dengan pergeseran ke kiri (shift to the left) dan
granula toksik (reaksi leukomoid) (Schlossberg, 1994).
Sedangkan limfosit yang menurun disebabkan karena telah terjadi HIVAIDS
pada fase infeksi berat sehingga kadar Limfosit T

terutama CD4 kan

menurun.

e. Acid Fast Bacilli: (-)


Jawab:
Acid Fast Bacilli: (-)
Mekanisme : Sistem imun yang tidak adekuat menyebabkan gagalnya
proses pengepungan makrofag yang berisi M. tuberculosis oleh sitokinsitokin (IFN-g, dll) menyebabkan M. tuberculosis tidak ditemukan pada
pemeriksaan sputum dan makrofag yang berisi M. tuberculosis akan terus
berkembang melalui limfogen. Semakin meningkatnya imunosupresi yang
dihubungkan dengan HIV maka gambaran klinis TB akan berubah, jumlah
sputum BTA dengan hasil negatif meningkat.
f.

HIV test (+)


Jawab:
HIV test (+)
Normal

: Negatif

Interpretasi dan mekanisme abnormal


g.

CD4 120/L
25

: Ada infeksi HIV.

Jawab:
CD4 120/L
Normal

: 500-1.600/L

Interpretasi : Menurun
Mekanisme : HIV mempunyai reseptor CD4+ yaitu p24, gp120, gp41
menyerang dan berkembang biak di sel CD4+ HIV yang berkembang biak
di sel CD4+ telah matur sel CD4+ lisis infeksi sel CD4+ lainnya
CD4+ kurang.
h.

Infiltrate at right lower lung


Jawab:
Normal

: (-)

Interpretasi

: Lesi aktif dari Mycobacterium Tuberculosis

Mekanisme

: Nekrosis kaseosa akibat tuberkel karena infeksi Tb yang

dikelilingi jaringan fibroblast dan makrofag sehingga membentuk kapsul dan


memberikan gambaran infiltrate.
2. Bagaimana hubungan HIV dan TB ?
Jawab:
HIV merupakan faktor risiko yang paling kuat bagi yang terinfeksi TB menjadi
sakit TB. Infeksi HIV mengakibatkan kerusakan luas system daya tahan tubuh
seluler (cellular immunity), sehingga jika terjadi infeksi penyerta (oportunistic),
seperti tuberkulosis, maka yangbersangkutan akan menjadi sakit parah bahkan
bisa mengakibatkan kematian. Orang dengan HIV mempunyai risiko 10 kali
terinfeksi TB dibandingkan orang tanpa HIV.
3. Apa Sistem pertahanan pada TB ?
Jawab:
Transmisi M.tuberkulosis dilakukan melalui droplet udara yang kemudian
dihirup oleh orang sehat. Sebagian besar bakteri terbuang oleh silia dari epitel
respiratorius, namun terdapat beberapa kuman yang masuk ke dalam alveolus.
Infeksi TB terjadi bila jumlah bakteri mencapai 5 basil. Kuman yang masuk ini
kemudian difagositosis oleh makrofag yang belum teraktivasi secara spesifik.
Fagositosis ini terjadi melalui interaksi dengan molekul permukaan makrofag,
26

seperti reseptor komplemen, reseptor mannosa, reseptor igGFc, dan reseptor


type A scavenger. Setelah fagositosis terjadi dan terbentuk fagosom, dinding
bakteri menghasilkan LAM (glikolipid lipoarabinomannan) yang menghambat
ion Ca2+ intrasel. Hal ini membuat fungsi fusi fagosom-lisosom yang dipicu
oleh Ca2+/calmodulin terhambat dan bakteri dapat bertahan di dalam fagosom
tersebut. Jika bakteri daapt menghentikan maturasi fagosom, bakteri tersebut
dapat memulai replikasi dan melepaskan hasil replikasinya dengan membuat
makrofag ruptur.
Makrofag dapat memfagositosis bakteri secara efektif bila jumlah bakteri yang
masuk ke alveolus sedikit. Namun, ketika jumlah bakteri menjadi banyak, hal
ini menyebabkan makrofag yang memfagositosis bakteri tersebut tidak optimal.
Fungsi yang tidak optimal ini menyebabkan bakteri tersebut dapat bereplikasi
dan menyebabkan infeksi TB lokal. Namun, ketika sistem pertahanan tubuh
mulai bekerja dan mengatasi infeksi tersebut, terjadi pembentukan fokus
parenkim yang terkalsifikasi, yang disebut lesi Ghon. Jika terdapat juga
kalsifikasi pada nodus limfa di hilus, kedua lesi tersebut dinamakan kompleks
Ranke.
Prinsip utama respons imun terhadap bakteri ini melibatkan dua sel, yaitu
makrofag dan sel limfosit T. Bakteri yang difagositosis makrofag kemudian
dihancurkan. Epitop dari hasil penghancuran tersebut berikatan dengan antigen
leukosit dan sel lain, yang mengikat epitop tersebut dengan permukaan
makrofag untuk dipresentasikan dengan sel limfosit T.
Proses awal di mana terjadi replikasi dari M.tuberkulosis dapat menyebabkan
kematian makrofag. Kemoatraktan yang dilepaskan setelah sel tersebut lisis,
seperti komponen komplemen, molekul bakteri, dan sitokin, merekrut makrofag
lain, termasuk sel dendritik. Makrofag yang memiliki antigen mikobakteri
tersebut kemudian bermigrasi ke nodus limfa dan mempresentasikan antigen
mikobakteri tersebut ke sel limfosit T. Pada saat ini, dimulai imunitas humoral
dan imunitas yang dimediasi sel (CMI). Stadium ini biasanya asimptomatik.
Setelah infeksi selama 2 4 minggu, terdapat dua respon terhadap
M.tuberkulosis, yaitu respons CMI yang mengaktivasi makrofag dan respon
kerusakan jaringan. Respons yang pertama merupakan respons di mana terjadi
27

aktivasi makrofag yang dimediasi sel limfosit T. Sedangkan, respons kerusakan


jaringan merupakan akibat dari reaksi hipersensitivitas delayed (DTH) yang
menghancurkan makrofag yang mengandung bakteri multiplikasi namun juga
membuat kerusakan jaringan sekitar. Aktivasi sel T, makrofag, dan sekresi
limfokin dan sitokin dapat menyebabkan kerusakan jaringan. Jika makrofag
tidak bisa membunuh bakteri dan mengandung bakteri tersebut, antigen keluar
dari sel dan menyebabkan migrasi monosit lebih banyak ke tempat lesi, terjadi
peningkatan aktivitas makrofag, pembentukan granuloma yan glebih besar, dan
menghasilkan nekrosis yang lebih luas.

Selain itu, sel limfosit T dapat

menghancurkan makrofag yang mengandung bakteri sehingga terjadi pelepasan


enzim yang menyebabkan nekrosis perkijuan dan kavitas
Imunitas humoral berperan dalam proteksi namun tidak sebanyak peran CMI.
Makrofag alveolar mensekresikan sitokin-sitokin yang berperan dalam
menimbulkan pembentukan granuloma, demam, atau penurunan berat badan.
Selain itu, sitokin ini dapat menarik monosit dan makrofag ke tempat lesi. Peran
utama dari makrofag dan monosit ini yaitu melepaskan nitrit oksida yang
memiliki efek antimikobakteri.1Senyawa ini diaktivasi oleh dua sitokin, yaitu
IFN- yang dihasilkan sel T CD4+ dan TNF- yang dihasilkan makrofag yang
memfagositosis bakteri. Makrofag juga menghasilkan senyawa oksigen reaktif,
yaitu hidrogen peroksida dan radikal hidroksil. Selain itu, terjadi pelepasan
sitokin, seperti TNF- dan IL-1 yang kemudian meregulasi nitrogen reaktif.
Makrofag juga dapat memicu apoptosis yang berfungsi untuk mencegah
pelepasan bakteri yang bermultiplikasi. Makrofag yang distimulasi IFN-
kemudian menghasilkan TNF yang menarik monosit yang akan menjadi sel
epiteloid
Sel limfosit T yang teraktivasi melalui antigen bakteri menyebabkan proliferasi
sel tersebut. Sel T CD4+ mensekresikan limfokin, seperti IL-2 (berperan dalam
menstimulasi pertumbuhan sel T) dan IFN- (mediator aktivasi makrofag dan
penting dalam efek bakterisidal dari makrofag). Aktivasi sel T CD4+ kemudian
berkembang menjadi sel Th1 atau Th2. Adanya diferensiasi sel Th1 bergantung
pada IL-12 yang diproduksi oleh APC yang memiliki komponen bakteri. Sel
Th1 matur ini kemudian mensekresikan IL-2 dan IFN-. Senyawa IFN- ini
menstimulasi pembentukan fagolisosom pada makrofag yang terinfeksi dan
28

menstimulasi ekspresi iNOS (inducible nitric oxide synthase) yang kemudian


menghasilkan NO. Namun, respons terhadap Th1 ini juga menghasilkan
nekrosis perkijuan dan granuoma. Senyawa IFN- juga dapat mengatur produksi
nitrogen reaktif dan mengatur gen yang berperan dalam menimbulkan efek
bakterisidal. Sedangkan, sel Th2 menghasilkan IL-4 IL-5, IL-10, dan IL-13
yang memicu imunitas humoral. Sel T CD8+ berperan dalam respon sitotoksik,
membuat lisis sel yang terinfeksi, dan menghasilkan IFN- dan TNF-.
Aktivitas litik dari sel T CD8+ ini juga diatur oleh sel NK.

4. Apa fungsi perhitungan dif.count pada kasus ini ?


Jawab:
Hasil pemeriksaan ini dapat menggambarkan secara spesifik kejadian dan proses
penyakit dalam tubuh, terutama penyakit infeksi. Pada kasus, Neutrofil segmen
meningkat menunjukan adanya infeksi. Limfosit menurun karena si pasien
pengidap HIV (limfosit T sedikit).

5. Template
1. Bagaimana cara mendiagnosis ?
Jawab:
Diagnosis tuberkulosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan
fisis/jasmani, pemeriksaan bakteriologi, radiologi dan pemeriksaan penunjang
lainnya.
Diagnosis TB Paru
Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau
lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah,
batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan
menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik,demam meriang
lebih dari satu bulan. Gejala-gejala tersebut diatas dapat dijumpai pula pada
penyakit paru selain TB, seperti bronkiektasis, bronkitis kronis, asma, kanker
paru, dan lain-lain.
Mengingat prevalensi TB paru di Indonesia saat ini masih tinggi, maka setiap

29

orang yang datang ke UPK dengan gejala tersebut diatas, dianggap sebagai
seorang tersangka (suspek) pasien TB, dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak
secara mikroskopis langsung pada pasien remaja dan dewasa, serta skoring pada
pasien anak.
Pemeriksaan

dahak

berfungsi

untuk

menegakkan

diagnosis,

menilai

keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan. Pemeriksaan


dahak untuk penegakan diagnosis pada semua suspek TB dilakukan dengan
mengumpulkan 3 spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan
yang berurutan berupa dahak Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS):
S(sewaktu):
Dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang berkunjung pertama kali. Pada
saat pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk mengumpulkan dahak
pagi pada hari kedua.
P(Pagi):
Dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah tidur. Pot
dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di UPK.
S(sewaktu):
Dahak dikumpulkan di UPK pada hari kedua, saat menyerahkan dahak pagi.
Diagnosis TB Paru pada orang remaja dan dewasa ditegakkan dengan
ditemukannya kuman TB (BTA). Pada program TB nasional, penemuan BTA
melalui pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan diagnosis utama.
Pemeriksaan lain seperti foto toraks, biakan dan uji kepekaan dapat digunakan
sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya. Tidak
dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto toraks saja.
Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada TB paru,
sehingga sering terjadi overdiagnosis. Gambaran kelainan radiologik Paru tidak
selalu menunjukkan aktifitas penyakit.
Indikasi Pemeriksaan Foto Toraks
Pada sebagian besar TB paru, diagnosis terutama ditegakkan dengan
pemeriksaan dahak secara mikroskopis dan tidak memerlukan foto toraks.
Namun pada kondisi tertentu pemeriksaan foto toraks perlu dilakukan sesuai
dengan indikasi sebagai berikut:
Hanya 1 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. Pada kasus ini
pemeriksaan foto toraks dada diperlukan untuk mendukung diagnosis TB paru
30

BTA positif.
Ketiga spesimen dahak hasilnya tetap negatif setelah 3 spesimen dahak SPS
pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan
setelah pemberian antibiotika non OAT(non fluoroquinolon).
Pasien tersebut diduga mengalami komplikasi sesak nafas berat yang
memerlukan penanganan khusus (seperti: pneumotorak, pleuritis eksudativa,
efusi perikarditis atau efusi pleural) dan pasien yang mengalami hemoptisis
berat (untuk menyingkirkan bronkiektasis atau aspergiloma).
Diagnosis TB Ekstra Paru
Gejala dan keluhan tergantung organ yang terkena, misalnya kaku kuduk pada
Meningitis TB, nyeri dada pada TB pleura (Pleuritis), pembesaran kelenjar limfe
superfisialis pada limfadenitis TB dan deformitas tulang belakang (gibbus) pada
spondilitis TB dan lain-lainnya.
Diagnosis pasti sering sulit ditegakkan sedangkan diagnosis kerja dapat
ditegakkan berdasarkan gejala klinis TB yang kuat (presumtif) dengan
menyingkirkan kemungkinan penyakit lain. Ketepatan diagnosis bergantung
pada metode pengambilan bahan pemeriksaan dan ketersediaan alat-alat
diagnostik, misalnya uji mikrobiologi, patologi anatomi, serologi, foto toraks,
dan lain-lain.
Uji Tuberkulin
Pada anak, uji tuberkulin merupakan pemeriksaan yang paling bermanfaat
untuk menunjukkan sedang/pernah terinfeksi Mycobacterium tuberculosis dan
sering digunakan dalam Screening TBC. Efektifitas dalam menemukan
infeksi TBC dengan uji tuberkulin adalah lebih dari 90%. Penderita anak umur
kurang dari 1 tahun yang menderita TBC aktif uji tuberkulin positif 100%, umur
12 tahun 92%, 24 tahun 78%, 46 tahun 75%, dan umur 612 tahun 51%.
Dari persentase tersebut dapat dilihat bahwa semakin besar usia anak maka hasil
uji tuberkulin semakin kurang spesifik.
Ada beberapa cara melakukan uji tuberkulin, namun sampai sekarang cara
mantoux lebih sering digunakan. Lokasi penyuntikan uji mantoux umumnya
pada bagian atas lengan bawah kiri bagian depan, disuntikkan intrakutan (ke
dalam kulit).
Penilaian uji tuberkulin dilakukan 4872 jam setelah penyuntikan dan diukur
diameter dari pembengkakan (indurasi) yang terjadi:
31

1. Pembengkakan (Indurasi) : 04mm, uji mantoux negatif.


Arti klinis : tidak ada infeksi Mycobacterium tuberculosis.
2. Pembengkakan (Indurasi) : 59mm, uji mantoux meragukan.
Hal ini bisa karena kesalahan teknik, reaksi silang dengan Mycobacterium
atypikal atau pasca vaksinasi BCG.
3. Pembengkakan (Indurasi) : >= 10mm, uji mantoux positif.
Arti klinis : sedang atau pernah terinfeksi Mycobacterium tuberculosis.

2. Apa Diagnosis Banding pada kasus ini ?


Jawab:
Indikator

Hemoptisis

Kasus

Tb paru

Pneumonia

Bronkietaksi

Karsinoma

(typical)

bronkogenik

32

Demam

Ringan

Ringan

Tinggi

(subfebris) (subfebris)
Sesak napas

Tinggi,

Ringan

berulang

BB, anoreksia

Productive

WBC

Gambaran

Infiltrate

infiltrat

Konsolidasi

Kista-kista

Nodul soliter

Radiologi

pada lobus

biasanya

biasanya pada

kecil seperti

sirkumskripta

kanan atas

pada apeks basis paru

gambaran

atau coin lesion

paru

paru

sarang tawon,

cough
Pembesaran
kelenjar limfe

bronchovascu
lar marking

3. Apa pemeriksaan penunjang yang diperlukan ?


Jawab:

Pemeriksaan Khusus
Dalam perkembangan kini ada beberapa teknik baru yang dapat mendeteksi
kuman TB seperti :
a. BACTEC: dengan metode radiometrik , dimana CO2 yang dihasilkan dari
metabolisme asam lemak M.tuberculosis dideteksi growth indexnya.
b. Polymerase chain reaction (PCR) dengan cara mendeteksi DNA dari
M.tuberculosis, hanya saja masalah teknik dalam pemeriksaan ini adalah
kemungkinan kontaminasi.
c. Pemeriksaan serologi : seperti ELISA, ICT dan Mycodot.

Pemeriksaan Penunjang Lain: Seperti analisa cairan pleura dan histopatologi


jaringan, pemeriksaan darah dimana LED biasanya meningkat, tetapi tidak
dapat digunakan sebagai indikator yang spesifik pada TB. Di Indonesia dengan
33

prevalensi yang tinggi, uji tuberkulin sebagai alat bantu diagnosis penyakit
kurang berarti pada orang dewasa. Uji ini mempunyai makna bila didapatkan
konversi, bula atau kepositifan yang didapat besar sekali.
4. Apa diagnosis pada kasus ?
Jawab:
TB Paru kasus baru BTA (-) dengan batuk darah disertai HIV stadium klinis 3.
5. Apa definisi diagnosis pada kasus ?
Jawab:
Tuberkulosis paru adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh kuman
TB (Mycobacterium Tuberculosis) yang menyerang paru-paru.
HIV atau human immunodeficiency virus adalah suatu virus yang dapat
menyebabkan penyakit AIDS. Virus ini menyerang manusia dan menyerang
sistem kekebalan (imunitas) tubuh, sehingga tubuh menjadi lemah dalam
melawan infeksi.
6. Bagaimana epidemiologi pada kasus?
Jawab:
Terjadinya peningkatan infeksi HIV telah menimbulkan perubahan dalam
epidemiologi tuberkulosis.HIV telah merubah penyakit tuberkulosis dari suatu
penyakit yang endemis menjadi suatu penyakit yang epidemis di seluruh dunia.
World Health Organization (WHO) memperkirakan sekitar sepertiga sampai
setengah dari individu yang terinfeksi virus HIV akan menderita tuberkuosis
yang aktif. Pada tahun 2002 saja, lebih dari 630.000 kasus baru TB dengan HIV
dilaporkan di seluruh dunia dan sekitar 450.000 kematian dinyatakan infeksi
TB/HIV sebagai penyebabnya.
Pada tahun 2000, prevalensi TB/HIV terus meningkat di seluruh dunia. Saat
itu WHO memperkirakan prevalensi infeksi HIV pada orang dewasa dan anakanak sekitar 36,1 juta. Pada saat yang sama sekitar 2 miliar orang mengalami
infeksi laten oleh kuman TB dan sekitar 11,8 juta orang mengalami infeksi
gabungan.
7. Bagaimana etiologi pada kasus?

34

Jawab:

HIV: penggunaan jarum tattoo yang tidak steril dan bergantia sehingga
memperbesar resiko penularan HIV sehingga merusak/melemahkan system

imun tubuh.
TB: Masuknya bakteri bakteri penyebab TB (seperti M. tuberculosis) dari
udara bebas yang teraktivasi karena system imun tubuh melemah atau rusak
sehingga tidak mampu menekan aktivasi bakteri tersebut.

5. Bagaimana faktor resiko pada kasus?


Jawab:
Faktor resiko penyakit TB

Bayi dan anak-anak usia 4 tahun, terutama usia < 2 tahun


Dewasa dan dewasa muda
Pasien dengan infeksi penyertanya HIV
Orang dengan tes kulit konversi 1 2 tahun yang lalu
Orang dengan imunokompromais, terutama kasus keganasan dan
tranplantasi organ, pengobatan imunosupresif, diabetes melitus, gagal
ginjal kronik, silikosis dan malnutrisi.

Factor resiko HIV :

Homoseksual pria dan biseksual


Penyalahgunaan obat intravena
Pasien yang ditransfusi dengan produk darah (hemofilia)
Heteroseksual yang aktif secara seksual.

9. Bagaimana patofisiologi pada kasus?


Jawab:
Virus HIV menempel pada limfosit yang memiliki suatu reseptor protein yang
disebut CD4, yang terdapat di selaput bagian luar.CD 4 adalah sebuah marker
atau penanda yang berada di permukaan sel-sel darah putih manusia, terutama
sel-sel limfosit.Sel-sel yang memiliki reseptor CD4 biasanya disebut sel CD4+
atau limfosit T helper.Limfosit T helper berfungsi mengaktifkan dan mengatur
sel-sel lainnya pada sistem kekebalan (misalnya limfosit B, makrofag dan
limfosit T sitotoksik), yang kesemuanya membantu menghancurkan sel-sel
35

ganas dan organisme asing.Infeksi HIV menyebabkan hancurnya limfosit T


helper, sehingga terjadi kelemahan sistem tubuh dalam melindungi dirinya
terhadap infeksi dan kanker.
Penularan TB Paru terjadi karena kuman mycobacterium tuberculosis.
dibatukkan atau dibersinkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara. Partikel
infeksi ini dapat hidup dalam udara bebas selama kurang lebih 1-2 jam,
tergantung pada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang buruk dan
kelembaban. Suasana lembab dan gelap kuman dapat tahan berhari hari sampai
berbulanbulan. Bila partikel ini terhisap oleh orang sehat maka ia akan
menempel pada jalan nafas atau paruparu.
Partikel dapat masuk ke dalam alveolar, bila ukuran vartikel kurang dari 5
mikrometer. Kuman akan dihadapi terlebih dulu oleh neutropil, kemudian baru
oleh makrofag. Kebanyakan partikel ini akan dibersihkan oleh makrofag keluar
dari cabang trakea bronkhial bersama gerakan sillia dengan sekretnya. Bila
kuman menetap di jaringan paru maka ia akan tumbuh dan berkembang biak
dalam sitoplasma makrofag. Di sini ia dapat terbawa masuk ke organ tubuh
lainnya.
Kuman yang bersarang ke jaringan paru akan berbentuk sarang tuberkulosis
pneumonia kecil dan disebut sarang primer atau efek primer atau sarang ghon
(fokus). Sarang primer ini dapat terjadi pada semua jaringan paru, bila menjalar
sampai ke pleura maka terjadi efusi pleura. Kuman dapat juga masuk ke dalam
saluran gastrointestinal, jaringan limfe, orofaring, dan kulit. Kemudian bakteri
masuk ke dalam vena dan menjalar keseluruh organ, seperti paru, otak, ginjal,
tulang. Bila masuk ke dalam arteri pulmonalis maka terjadi penjalaran keseluruh
bagian paru dan menjadi TB milier.
Sarang primer akan timbul peradangan getah bening menuju hilus (limfangitis
lokal), dan diikuti pembesaran getah bening hilus (limfangitis regional). Sarang
primer limfangitis lokal serta regional menghasilkan komplek primer (range).
Proses sarang paru ini memakan waktu 38 minggu.
Berikut ini menjelaskan skema tentang perjalanan penyakit TB Paru hingga
terbentuknya tuberkel ghon.

36

10. Bagaimana patogenesis pada kasus?


Jawab:
-

HIV : gaya hidup, penggunaan tato infeksi HIV difagosit oleh sel
dendritik (GP-120 pada HIV berikatan dengan C-type leptin, reseptor yang
ada di sel dendritik) dibawa ke KGB regional dipresentasikan ke sel
Th (CD4+) Fase perlekatan ( Protein GP-120 HIV berikatan dengan sel
CD4+) Protein GP-41 HIV memediasi fusi pada membrane sel CD4 +
di dalam sitoplasma sel CD4+, kapsid HIV terbuka sehingga RNA keluar
dan segera diubah menjadi DNA dengan bantuan enzim reverse
transcriptase dari HIV DNA bermigrasi ke nucleus DNA berintegrasi
dengan DNA sel penjamu dengan bantuan enzim integrase terbentuklah
provirus provirus ini memicu transkripsi m-RNA virus setelah itu
translasi, sehingga terbentuk enzim dan protein structural HIV RNA
virus keluar dari provirus untuk bergabung dengan enzim dan protein
37

structural yang sudah terbentuk dengan bantuan enzim protease RNA


virus membentuk membrannya dengan cara mengambil membrane dari
penjamu terbentuklah virion HIV baru menginfeksi CD4+ lainnya
CD4+ yang sudah terinfeksi difagosit oleh CD8+ dan sel NK CD4+
banyak yang lisis imunodefisiensi infeksi oportunistik
-

TB :

Respon pertama :
a. kuman TB difagosit oleh neutrofil, makrofag alveolar dan sel PMN
aktivasi sitokin (IL-1, IL-6, TNF-) memicu pembentukan asam
arakidonat terbentuk prostaglandin meningkatkan set point
hipotalamus demam.
b. Akumulasi makrofag alveolar dibawa ke bronkiolus dibuang melalui
system mukosiliaris yang membentuk mucus batuk berdahak
c. Banyaknya mikroba (TB dan HIV) yang menginfeksi dan juga replikasi
HIV di KGB yang banyak KGB mengeluarkan lebih banyak sel radang
pembesaran KGB.
d. immunodefisiensi reinfeksi TB, reaktivasi lesi primer dorman kuman
dimangsa oleh makrofag alveolar tetapi tidak terbunuh karena terjadinya
imunodefisiensi pada Tuan X sehingga makrofag tidak teraktivasi dan
fungsinya pun menjadi terganggu terjadilah akumulasi makrofag tidak
teraktivasi yang merupakan pengganti tidak terbentuknya granuloma untuk
mengatasi kuman tersebut terjadi konsolidasi ruang untuk masuknya
oksigen berkurang sesak nafas
e. Batuk berdarah : reaksi radang yang berlebihan terjadi lesi pada
pembuluh darah pulmo batuk berdarah

11. Bagaimana gejala klinis pada kasus?


Jawab:
Gejala klinik

38

Gejala klinis tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala lokal
dan gejala sistemik, bila organ yang terkena adalah paru maka gejala lokal
ialah gejala respiratori (gejala lokal sesuai organ yang terlibat)
1) Gejala Respiratorik
-- Batuk > 2 minggu
-- Batuk darah
-- Sesak napas
-- Nyeri dada
Gejala respiratorik ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai
gejala yang cukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang pasien terdiagnosis
pada saat medical check up. Bila bronkus belum terlibat dalam proses
penyakit, maka pasien mungkin tidak ada gejala batuk. Batuk yang pertama
terjadi karena iritasi bronkus, dan selanjutnya batuk diperlukan untuk
membuang dahak ke luar.
2) Gejala Sistemik
-- Demam
-- Gejala sistemik lain adalah malaise, keringat malam, anoreksia dan berat
badan menurun
3) Gejala Tuberkulosis Ekstraparu
Gejala tuberkulosis ekstraparu tergantung dari organ yang terlibat, misalnya
pada limfadenitis tuberkulosis akan terjadi pembesaran yang lambat dan tidak
nyeri dari kelenjar getah bening, pada meningitis tuberkulosis akan terlihat
gejala meningitis, sementara pada pleuritis tuberkulosis terdapat gejala sesak
napas dan kadang nyeri dada pada sisi yang rongga pleuranya terdapat cairan.
Jika disertai dengan HIV, maka manifestasi klinisnya berupa gejala-gejala TB
(gejala-gejala di atas) ditambah dengan:
Penurunan berat badan >10kg (atau >20% dari berat badan) dalam 4 bulan

39

Diare >1 bulan


Nyeri saat menelan (odynophagia)
Perasaan terbakar di kaki (neuropathy)

12. Bagaimana terapi pada kasus?


Jawab:
Promotif
Memberikan penyuluhan dan penjelasan mengenai penularan penyakit, faktorfaktor resiko, dan cara untuk mencegahnya.
Kuratif
Prinsip pengobatan TB paru:

Pengobatan sekurang-kurangnya menggunakan 2 macam OAT. Guna


mencegah terjadinya relaps dan resistensi.

Pengobatan dibagi menjadi 2 fase: Fase awal( efek bakterisidal) dan Fase
lanjutan(efek sterilisasi).

Panduan yang diberikan sebaiknya panduan jangka pendek 6 bulan.

Lakukan uji resistensi pada kasus gagal dan kambuh.

Pemberian dosis berdasarkan berat badan.


Regimen pengobatan berdasarkan kategori WHO

Kategori

Kriteria penderita

Regimen pengobatan

Fase awal

Fase lanjutan

Kasus baru BTA (+)

2 RHZE (RHZS)

6 EH

Kasus baru BTA (-)

2 RHZE (RHZS)

4 RH

2 RHZE (RHZS)*

4 R3H3*

Ro (+) sakit berat


Kasus TBEP berat

40

II

Kasus BTA positif

2 RHZES / 1 RHZE

5 RHE

Kambuh

2 RHZES / 1 RHZE*

5 R3H3E3*

Kasus baru BTA (-)

2 RHZ (E)

6 EH

TBEP ringan

2 RHZ (E)

4 RH

2 RHZ* (E)

4 R3H3*

Gagal
Putus berobat
III

IV

Kasus kronik

Rujuk ke spesialis untuk mendapatkan


obat-obat sekunder

*yang diterapkan di Indonesia


Pada kasus Tn. Y, kategori pengobatan yang diberikan padanya berdasarkan
kriteria WHO adalah kategori 3, di mana kategori ini berisisi batasan pada
kasus baru dengan BTA yang masih negatif (-).
Pengobatan pada koinfeksi TB-HIV harus memperhatikan jumlah limfosit
CD4 dan sesuai dengan rekomendasi yang ada :

Kondisi

Rekomendasi

TB paru CD4 < 50 sel / mm3 atau

TB ekstrapulmonal

tercapai

TB paru CD4 50 200 sel / mm3

atau hitung limfosit total < 1200 sel / mm3

Mulai terapi OAT, jika toleransi OAT

setelah 2 bulan dimulai pengobatan

TB CD4 > 200 sel / mm3 atau

hitung limfosit total > 1200 sel / mm3

Mulai terapi OAT, terapi ARV dimulai


Mulai terapi TB. Jika mungkin monitor
CD4. mulai ARV sesuai indikasi setelah
terapi TB selesai

Pemakaian obat HIV/AIDS misalnya zidovudin akan meningkatkan


kemungkinan terjadinya efek toksik OAT

41

Tidak ada interaksi bermakna antara OAT dengan ARV golongan


nukleosida, kecuali Didanosin (ddI) yang harus diberikan selang 1 jam dengan
OAT karena bersifat sebagai buffer antasida. Interaksi dengan OAT terutama
terjadi

dengan

ARV

golongan

non-nukleotida

dan

inhibitor

protease.Rifampisin jangan diberikan bersama dengan nelfinavir karena


rifampisin dapat menurunkan kadar nelfinavir sampai 82%. Rifampisin dapat
menurunkan kadar nevirapin sampai 37%, tetapi sampai saat ini belum ada
peningkatan dosis nevirapin yang direkomendasikan.

13. Bagaimana pencegahan pada kasus?


Jawab:
Cara mencegah HIV AIDS
1.Menghindari kontak darah dengan penderita HIV.
2.Penggunaan jarum suntik dapat menjadi sumber infeksi HIV. Bersihkan dan
cuci peralatan bedah sebelum menggunakan peralatan seperti pisau cukur,
jarum tato dll.
3.Hindari obat obatan terlarang seperti narkoba
4.Gunakan kondom jika melakukan hubungan seksual. Hal ini sebagai
pencegahan terinfeksinya virus dalam tubuh kita. Jangan menggunakannya
kondom bekas dan pastikan bahwa tidak ada yang rusak di hambatan saat
menggunakannya.
5.Hindari Seks Bebas. Sering berganti-ganti pasangan dapat memungkinkan
anda tertular HIV.
6.Khitan dapat meminimalisir terjangkitnya virus HIV pada tubuh.
Pencegahan penularan TBC
1.Kasus dengan penderita positif harus diobati secara efektif agar tidak
menular terhadap orang lain.
42

2.Bila kontak langsung dengan penderita tuberkulosis sebaiknya lakukan


pemeriksaan tuberkulin dan photo thorak.
3.Pada anakanak lakukan vaksinasi BCG guna mencegah tertularnya penyakit
tuberkulosis paru.
4.Pada penderita tuberkulosis paru positif sebaiknya lakukan isolasi dalam
pengobatan dan perawatannya.
5.Tidak meludah di sembarang tempat, usahakan meludah di tempat yang
terkena sinar matahari atau di tempat sampah.
6.Ketika ada seseorang ingin batuk atau bersin sebaiknya anda menutup mulut
untuk menjaga terjadinya penularan penyakit.
7.Kesehatan badan harus sering dijaga supaya sistem imun senantiasa terjaga
dan kuat.
8.Jangan terlalu sering begadang karena kurang istirahat akan melemahkan
sistem kekebalan tubuh.
9.Jaga jarak aman terhadap penderita penyakit TBC
10.Sering-seringlah berolahraga supaya tubuh kita selalu sehat.
11.Jemur tempat tidur bagi penderita TBC, karena kuman TBC dapat mati
apabila terkena sinar matahari.
14. Bagaimana komplikasi pada kasus?
Jawab:
Komplikasi HIV
a) Pulmonary complications
Pneumonia
Tuberculosis
Mycobacterium avium complex
43

Fungal infection (Cryptococcus)


b) CNS complication
Cryptococcal meningitis
Cerebral toxoplasmosis
Peripheral neuropathy and myelopathy
c) Ocular disease
CMV retinitis
d) Tumors
Caposi sarcoma
Non-Hodgkins lymphoma
e) Oesophageal candidiasis

Komplikasi TB
TB paru yang tidak ditangani dengan baik akan menimbulkan komplikasi.
Komplikasi dini: pleuritis, efusi pleura, empiema, laryngitis, poncets
arthropathy
Komplikasi lanjut: obstruksi jalan nafas: SOFT, kerusakan parenkim berat:
fibrosis paru, kor pulmonal, amiloidosis, karsinoma paru, sindrom gagal
nafas dewasa (ARDS), sering terjadi pada TB milier dan kavitas TB.

15. Bagaimana prognosis pada kasus?


Jawab:
Dubia et malam.
M tuberculosis dan meningkatkan risiko kematian sebesar 2 kali lipat
dibandingkan tanpa tuberkulosis, dan seiring dengan derajat beratnya
imunosupresi yang terjadi.Suseptibilitas terhadap tuberkulosis, baik untuk
terjadinya tuberkulosis primer, reaktivasi ataupun reinfeksi berhubungan
44

dengan pola sitokin yang diproduksi oleh limfosit T, dalam hal ini limfosit T1
melalui produksi interferon yang berperan defensive terhadap mikobakterium.
Pada infeksi HIV, deplesi limfosit inilah yang menyebabkan suseptibilitas
terhadap tuberkulosis meningkat. Di lain pihak, infeksi M tuberculosis itu
sendiri merangsang makrofag memproduksi TNF, IL-1 dan IL-6 yang
menyebabkan peningkatan replikasi virus HIV. Jadi antara infeksi HIV dan
tuberkulosis terjadi interaksi patogenik 2 arah (bidirectional pathogenic
interactions) yang memperburuk prognosis penderita.
16. Bagaimana SKDI pada kasus?
Jawab:
SKDI TB dengan HIV adalah 3A yaitu, mampu membuat diagnosis klinik
berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan-pemeriksaan tambahan yang
diminta oleh dokter misalnya pemeriksaan lab atau x-ray. Dokter dapat
memutuskan dan memberi terapi pendahuluan, serta merujuk ke spesialis yang
relevan (bukan kasus gawat darurat).

IV.

Sintesis Masalah

1. Sistem Respirasi
PENGERTIAN RESPIRASI
Pengertian pernafasan atau respirasi adalah suatu proses mulai dari pengambilan oksigen,
pengeluaran karbohidrat hingga penggunaan energi di dalam tubuh. Menusia dalam
bernapas menghirup oksigen dalam udara bebas dan membuang karbondioksida ke
lingkungan.

45

Respirasi dapat dibedakan atas dua jenis, yaitu :


Respirasi Luar yang merupakan pertukaran antara O2 dan CO2 antara darah dan udara.
Respirasi Dalam yang merupakan pertukaran O2 dan CO2 dari aliran darah ke sel-sel
tubuh.
Dalam mengambil nafas ke dalam tubuh dan membuang napas ke udara dilakukan dengan
dua cara pernapasan, yaitu :
1. Respirasi / Pernapasan Dada

Otot antar tulang rusuk luar berkontraksi atau mengerut

Tulang rusuk terangkat ke atas

Rongga dada membesar yang mengakibatkan tekanan udara dalam dada kecil sehingga
udara masuk ke dalam badan.

2. Respirasi / Pernapasan Perut

Otot difragma pada perut mengalami kontraksi

Diafragma datar

Volume rongga dada menjadi besar yang mengakibatkan tekanan udara pada dada
mengecil sehingga udara pasuk ke paru-paru.
Normalnya manusia butuh kurang lebih 300 liter oksigen perhari. Dalam keadaan tubuh
bekerja berat maka oksigen atau O2 yang diperlukan pun menjadi berlipat-lipat kali dan
bisa sampai 10 hingga 15 kalilipat. Ketika oksigen tembus selaput alveolus, hemoglobin
akan mengikat oksigen yang banyaknya akan disesuaikan dengan besar kecil tekanan
udara.

46

Pada pembuluh darah arteri, tekanan oksigen dapat mencapat 100 mmHg dengan 19 cc
oksigen. Sedangkan pada pembuluh darah vena tekanannya hanya 40 milimeter air raksa
dengan 12 cc oksigen. Oksigen yang kita hasilkan dalam tubuh kurang lebih sebanyak 200
cc di mana setiap liter darah mampu melarutkan 4,3 cc karbondioksida / CO2. CO2 yang
dihasilkan akan keluar dari jaringan menuju paruparu dengan bantuan darah.
Proses Kimiawi Respirasi Pada Tubuh Manusia :

Pembuangan CO2 dari paru-paru : H + HCO3 ---> H2CO3 ---> H2 + CO2

Pengikatan oksigen oleh hemoglobin : Hb + O2 ---> HbO2

Pemisahan oksigen dari hemoglobin ke cairan sel : HbO2 ---> Hb + O2

Pengangkutan karbondioksida di dalam tubuh : CO2 + H2O ---> H2 + CO2


Alat-alat pernapasan berfungsi memasukkan udara yang mengandung oksigen dan
mengeluarkan udara yang mengandung karbon dioksida dan uap air.
Tujuan proses pernapasan yaitu untuk memperoleh energi. Pada peristiwa bernapas terjadi
pelepasan energy.
Sistem Pernapasan pada Manusia terdiri atas:

1. Hidung
2. Faring
3. Trakea
4. Bronkus
5. Bronkiouls
6. paru-paru
Alat alat pernapasan pada manusia
1. Rongga Hidung (Cavum Nasalis)
Udara dari luar akan masuk lewat rongga hidung (cavum nasalis). Rongga hidung berlapis
selaput lendir, di dalamnya terdapat kelenjar minyak (kelenjar sebasea) dan kelenjar
keringat (kelenjar sudorifera). Selaput lendir berfungsi menangkap benda asing yang
masuk lewat saluran pernapasan. Selain itu, terdapat juga rambut pendek dan tebal yang
berfungsi menyaring partikel kotoran yang masuk bersama udara. Juga terdapat konka
yang mempunyai banyak kapiler darah yang berfungsi menghangatkan udara yang
masuk.Di sebelah belakang rongga hidung terhubung dengan nasofaring melalui dua
lubang yang disebut choanae.

47

Pada permukaan rongga hidung terdapat rambut-rambut halus dan selaput lendir yang
berfungsi untuk menyaring udara yang masuk ke dalam rongga hidung.
2. Faring (Tenggorokan)
Udara dari rongga hidung masuk ke faring. Faring merupakan percabangan 2 saluran,
yaitu saluran pernapasan (nasofarings) pada bagian depan dan saluran pencernaan
(orofarings) pada bagian belakang.
Pada bagian belakang faring (posterior) terdapat laring (tekak) tempat terletaknya pita
suara (pita vocalis). Masuknya udara melalui faring akan menyebabkan pita suara bergetar
dan terdengar sebagai suara.
Makan sambil berbicara dapat mengakibatkan makanan masuk ke saluran pernapasan
karena saluran pernapasan pada saat tersebut sedang terbuka. Walaupun demikian, saraf
kita akan mengatur agar peristiwa menelan, bernapas, dan berbicara tidak terjadi
bersamaan sehingga mengakibatkan gangguan kesehatan.
Fungsi utama faring adalah menyediakan saluran bagi udara yang keluar masuk dan juga
sebagi jalan makanan dan minuman yang ditelan, faring juga menyediakan ruang
dengung(resonansi) untuk suara percakapan.

3. Batang Tenggorokan (Trakea)


Tenggorokan berupa pipa yang panjangnya 10 cm, terletak sebagian di leher dan
sebagian di rongga dada (torak). Dinding tenggorokan tipis dan kaku, dikelilingi oleh
cincin tulang rawan, dan pada bagian dalam rongga bersilia. Silia-silia ini berfungsi
menyaring benda-benda asing yang masuk ke saluran pernapasan.
48

Batang tenggorok (trakea) terletak di sebelah depan kerongkongan. Di dalam rongga dada,
batang tenggorok bercabang menjadi dua cabang tenggorok (bronkus). Di dalam paruparu, cabang tenggorok bercabang-cabang lagi menjadi saluran yang sangat kecil disebut
bronkiolus. Ujung bronkiolus berupa gelembung kecil yang disebut gelembung paru-paru
(alveolus).
4. Pangkal Tenggorokan (laring)
Laring merupakan suatu saluran yang dikelilingi oleh tulang rawan. Laring berada diantara
orofaring dan trakea, didepan lariofaring. Salah satu tulang rawan pada laring disebut
epiglotis. Epiglotis terletak di ujung bagian pangkal laring.
Laring diselaputi oleh membrane mukosa yang terdiri dari epitel berlapis pipih yang cukup
tebal sehingga kuat untuk menahan getaran-getaran suara pada laring. Fungsi utama laring
adalah menghasilkan suara dan juga sebagai tempat keluar masuknya udara.
Pangkal tenggorok disusun oleh beberapa tulang rawan yang membentuk jakun. Pangkal
tenggorok dapat ditutup oleh katup pangkal tenggorok (epiglotis). Pada waktu menelan
makanan, katup tersebut menutup pangkal tenggorok dan pada waktu bernapas katu
membuka. Pada pangkal tenggorok terdapat selaput suara yang akan bergetar bila ada
udara dari paru-paru, misalnya pada waktu kita bicara.
5. Cabang Batang Tenggorokan (Bronkus)
Tenggorokan (trakea) bercabang menjadi dua bagian, yaitu bronkus kanan dan bronkus
kiri. Struktur lapisan mukosa bronkus sama dengan trakea, hanya tulang rawan bronkus
bentuknya tidak teratur dan pada bagian bronkus yang lebih besar cincin tulang rawannya
melingkari lumen dengan sempurna. Bronkus bercabang-cabang lagi menjadi bronkiolus.
Batang tenggorokan bercabang menjadi dua bronkus, yaitu bronkus sebelah kiri dan
sebelah kanan. Kedua bronkus menuju paru-paru, bronkus bercabang lagi menjadi
bronkiolus. Bronkus sebelah kanan(bronkus primer) bercabang menjadi tiga bronkus
lobaris (bronkus sekunder), sedangkan bronkus sebelah kiri bercabang menjadi dua
bronkiolus. Cabang-cabang yang paling kecil masuk ke dalam gelembung paru-paru atau
alveolus. Dinding alveolus mengandung kapiler darah, melalui kapiler-kapiler darah dalam
alveolus inilah oksigen dan udara berdifusi ke dalam darah. Fungsi utama bronkus adalah
menyediakan jalan bagi udara yang masuk dan keluar paru-paru.
6. Paru-paru (Pulmo)

49

Paru-paru terletak di dalam rongga dada bagian atas, di bagian samping dibatasi oleh otot
dan rusuk dan di bagian bawah dibatasi oleh diafragma yang berotot kuat. Paru-paru ada
dua bagian yaitu paru-paru kanan (pulmo dekster) yang terdiri atas 3 lobus dan paru-paru
kiri (pulmo sinister) yang terdiri atas 2 lobus. Paru-paru dibungkus oleh dua selaput yang
tipis, disebut pleura. Selaput bagian dalam yang langsung menyelaputi paru-paru disebut
pleura dalam (pleura visceralis) dan selaput yang menyelaputi rongga dada yang
bersebelahan dengan tulang rusuk disebut pleura luar (pleura parietalis). Paru-paru
tersusun oleh bronkiolus, alveolus, jaringan elastik, dan pembuluh darah. Bronkiolus tidak
mempunyai tulang rawan,tetapi ronga bronkus masih bersilia dan dibagian ujungnya
mempunyai epitelium berbentuk kubus bersilia. Setiap bronkiolus terminalis bercabangcabang lagi menjadi bronkiolus respirasi, kemudian menjadi duktus alveolaris.Pada
dinding duktus alveolaris mangandung gelembung-gelembung yang disebut alveolus.

Pertukaran Gas dalam Alveolus


Oksigen yang diperlukan untuk oksidasi diambil dari udara yang kita hirup pada waktu
kita bernapas. Pada waktu bernapas udara masuk melalu saluran pernapasan dan akhirnyan
masuk ke dalam alveolus. Oksigen yang terdapat dalam alveolus berdifusi menembus
dinding sel alveolus. Akhirnya masuk ke dalam pembuluh darah dan diikat oleh
hemoglobin yang terdapat dalam darah menjadi oksihemoglobin. Selanjutnya diedarkan
oleh darah ke seluruh tubuh.
50

Oksigennya dilepaskan ke dalam sel-sel tubuh sehingga oksihemoglobin kembali menjadi


hemoglobin. Karbondioksida yang dihasilkan dari pernapasan diangkut oleh darah melalui
pembuluh darah yang akhirnya sampai pada alveolus Dari alveolus karbon dioksida
dikeluarkan melalui saluran pernapasan pada waktu kita mengeluarkan napas.
Dengan demikian dalam alveolus terjadi pertukaran gas yaitu oksigen masuk dan
karnbondioksida keluar.

A. Fisiologi sistem respirasi

Respirasi dibagi menjadi 2 bagian , yaitu respirasi eksternal dimana proses pertukaran O2
& CO2 ke dan dari paru ke dalam O2 masuk ke dalam darah dan CO2 + H2O masuk ke
paru paru darah. kemudian dikeluarkan dari tubuh dan respirasi internal/respirasi sel
dimana proses pertukaran O2 & peristiwaCO2 di tingkat sel biokimiawi untuk proses
kehidupan.

51

Proses pernafasan terdiri dari 2 bagian, yaitu sebagai berikut :

Ventilasi pulmonal yaitu masuk dan keluarnya aliran udara antara atmosfir dan alveoli
paru yang terjadi melalui proses bernafas (inspirasi dan ekspirasi) sehingga terjadi disfusi
gas (oksigen dan karbondioksida) antara alveoli dan kapiler pulmonal serta ransport O2 &
CO2 melalui darah ke dan dari sel jaringan.

Mekanik pernafasan
Masuk dan keluarnya udara dari atmosfir ke dalam paru-paru dimungkinkan olen peristiwa
mekanik pernafasan yaitu inspirasi dan ekspirasi. Inspirasi (inhalasi) adalah masuknya O2
dari atmosfir & CO2 ke dlm jalan nafas.Dalam inspirasi pernafasan perut, otot difragma
akan berkontraksi dan kubah difragma turun ( posisi diafragma datar ), selanjutnya ruang
otot intercostalis externa menarik dinding dada agak keluar, sehingga volume paru-paru
membesar, tekanan dalam paru-paru akan menurun dan lebih rendah dari lingkungan luar
sehingga udara dari luar akan masuk ke dalam paru-paru. Ekspirasi (exhalasi) adalah
keluarnya CO2 dari paru ke atmosfir melalui jalan nafas. Apabila terjadi pernafasan perut,
otot difragma naik kembali ke posisi semula ( melengkung ) dan muskulus intercotalis
interna relaksasi. Akibatnya tekanan dan ruang didalam dada mengecil sehingga dinding
dada masuk ke dalam udara keluar dari paru-paru karena tekanan paru-paru meningkat.

Transportasi gas pernafasan

a. Ventilasi
Selama inspirasi udara mengalir dari atmosfir ke alveoli.Selama ekspirasi sebaliknya yaitu
udara keluar dari paru-paru.Udara yg masuk ke dalam alveoli mempunyai suhu dan
kelembaban atmosfir. Udara yg dihembuskan jenuh dengan uap air dan mempunyai suhu
sama dengan tubuh.
b. Difusi
Difusi dalam respirasi merupakan proses pertukaran gas antara alveoli dengan darah pada
kapiler paru. Proses difusi terjadi karena perbedaan tekanan, gas berdifusi dari tekanan
tinggi ke tekanan rendah. Salah satu ukuran difusi adalah tekanan parsial.
52

Difusi terjadi melalui membran respirasi yang merupakan dinding alveolus yang sangat
tipis dengan ketebalan rata-rata 0,5 mikron. Di dalamnya terdapat jalinan kapiler yang
sangat banyak dengan diameter 8 angstrom.Dalam paru2 terdapat sekitar 300 juta alveoli
dan bila dibentangkan dindingnya maka luasnya mencapai 70 m2 pada orang dewasa
normal.
Saat difusi terjadi pertukaran gas antara oksigen dan karbondioksida secara simultan. Saat
inspirasi maka oksigen akan masuk ke dalam kapiler paru dan saat ekspirasi
karbondioksida akan dilepaskan kapiler paru ke alveoli untuk dibuang ke atmosfer. Proses
pertukaran gas tersebut terjadi karena perbedaan tekanan parsial oksigen dan
karbondioksida antara alveoli
dan kapiler paru.

53

Volume gas yang berdifusi melalui membran respirasi per menit untuk setiap perbedaan
tekanan sebesar 1 mmHg disebut dengan kapasitas difusi.Kapasitas difusi oksigen dalam
keadaan istirahat sekitar 230 ml/menit.Saat aktivitas meningkat maka kapasitas difusi ini
juga meningkat karena jumlah kapiler aktif meningkat disertai dDilatasi kapiler yang
menyebabkan luas permukaan membran difusi meningkat.Kapasitas difusi karbondioksida
saat istirahat adalah 400-450 ml/menit.Saat bekerja meningkat menjadi 1200-1500
ml/menit.
Difusi dipengaruhi oleh :
1. Ketebalan membran respirasi
2. Koefisien difusi
3. Luas permukaan membran respirasi*
4. Perbedaan tekanan parsial

c. Perfusi pulmonal
Merupakan aliran darah aktual melalui sirkulasi pulmonal dimana O2 diangkut dalam
darah membentuk ikatan (oksi Hb) / Oksihaemoglobin (98,5%) sedangkan dalam eritrosit
bergabung dgn Hb dalam plasma sbg O2 yg larut dlm plasma (1,5%). CO2 dalam darah
ditrasportasikan sebagai bikarbonat, alam eritosit sebagai natrium bikarbonat, dalam
plasma sebagai kalium bikarbonat , dalam larutan bergabung dengan Hb dan protein
plasma. C02 larut dalam plasma sebesar 5 7 % , HbNHCO3 Carbamoni Hb (carbamate)
sebesar 15 20 % , Hb + CO2 HbC0 bikarbonat sebesar 60 80% .
54

Pengukuran volume paru


Fungsi paru, yg mencerminkan mekanisme ventilasi disebut volume paru dan kapasitas
paru. Volume paru dibagi menjadi :

o Volume tidal (TV) yaitu volume udara yang dihirup dan dihembuskan setiap kali bernafas.
o Volume cadangan inspirasi (IRV) , yaitu volume udara maksimal yg dapat dihirup setelah
inhalasi normal.
o Volume Cadangan Ekspirasi (ERV), volume udara maksimal yang dapat dihembuskan
dengan kuat setelah exhalasi normal.
o Volume residual (RV) volume udara yg tersisa dalam paru-paru setelah ekhalasi maksimal.

Kapasitas Paru

o Kapasitas vital (VC), volume udara maksimal dari poin inspirasi maksimal.
o Kapasitas inspirasi (IC) Volume udara maksimal yg dihirup setelah ekspirasi normal.
o Kapasitas residual fungsiunal (FRC), volume udara yang tersisa dalam paru-paru setelah
ekspirasi normal.
o Kapasitas total paru (TLC) volume udara dalam paru setelah inspirasi maksimal.

Pengaturan pernafasan
Sistem kendali memiliki 2 mekanismne saraf yang terpisah yang mengatur pernafasan.
Satu system berperan mengatur pernafasan volunter dan system yang lain berperan
mengatur pernafasan otomatis.

55

1. Pengendalian Oleh saraf Pusat ritminitas di medula oblongata langsung mengatur otot otot
pernafasan. Aktivitas medulla dipengaruhi pusat apneuistik dan pnemotaksis. Kesadaran
bernafas dikontrol oleh korteks serebri. Pusat Respirasi terdapat pada Medullary
Rhythmicity Area yaitu area inspirasi & ekspirasi, mengatur ritme dasar respirasi ,
Pneumotaxic Area terletak di bagian atas pons dan berfungsi untuk membantu koordinasi
transisi antara inspirasi & ekspirasi, mengirim impuls inhibisi ke area inspirasi paru-paru
terlalu mengembang, dan Apneustic Area yang berfungsi membantu koordinasi transisi
antara inspirasi & ekspirasi dan mengirim impuls ekshibisi ke area inspirasi.
2. Pengendalian secara kimia pernafasan dipengaruhi oleh : PaO2, pH, dan PaCO2. Pusat
khemoreseptor : medula, bersepon terhadap perubahan kimia pd CSF akibat perub kimia
dalam darah.Kemoreseptor perifer : pada arkus aortik dan arteri karotis

B. Histopatologi Sistem Respirasi

1. Rongga Hidung
Rongga Hidung terdiri dari dua struktur yaitu vestibulum di luar dan fosa nasalis di dalam
-

Vestibulum
Di dalam vestibulum, epitelnya tidak berlapis tanduk lagi dan beralih menjadi epitel
respirasi. Epitel respirasi terdiri dari lima jenis sel. Sel silindris bersilia adalah sel yang
terbanyak. sel terbanyak kedua adalah sel goblet mukosa,selanjutnya adalah sel basal dan
jenis sel terakhir adalah sel granul kecil,yang mirip dengan sel basal kecuali pada sel ini
terdapat banyak granul.

Fosa Nasalis
Dari masing masing dinding lateral keluar tiga tonjolan tulang mirip rak yang disebut
Konka yang tediri dari konka superior, konka media dan konka inferior. Konka media dan
konka inferior yang ditutupi oleh epitel respirasi, dan konka superior ditutupi oleh epitel
olfaktorius khusus.Celah celah kecil yang terjadi akibat adanya konkamemudahkan
pengkondisian udara inspirasi.

2. Sinus Paranasal

56

Adalah rongga tertutup dalam tulang frontal, maksila,etmoid,dan sphenoid. Sinus sinus
ini dilapisi oleh sel respirasi yang lebih tipis dan sedikit mengandung sel goblet. Sinus
pranasal berhubungan langsung dengan rongga hidung melalui lubang lubang kecil.
3. Nasofaring
Adalah bagian pertama faring yang berlanjut sebagai orofaring kea rah kaudal.Dilapisi
oleh epitel respirasi pada bagian yang berkontak dengan palatum molle.
4. Laring
Adalahtabung tak teratur yang menghubungkan faring dengan trakea.di dalam lamina
propia, terdapat sejumlah tulang rawan laring. Yang lebih besar,seprti tiroid, krikoid, dan
kebanyakan aritenoid merupakan tulang rawan hyaline. Tulang rawan yang lebih kecil
seperti, epiglottis,kuneiformis,kurnikulatum,dan ujung aritenoid merupakan tulang rawan
elastic.
5. Trakea
Trakea dilapisi mukosa respirasi yang khas.di dalam lamina trakea terdapat cincing tulang
rawan hyaline berbentuk C yang menjaga agar lumen trakea tetap terbuka dan terdapat
banyak kelenjer serumukosa yang menghasilkan mucus yang lebih cair.
6. Percabangan Bronkus
a. Bronkus
Trakea, bercabang menjadi dua bronkus. Setiap bronkus bercabang sebanyak 9 sampai 12
kali dan masing masing cabang semakin mengecil.Terdapat kelenjer getah bening
terutama banyak dijumpai di tempat percabangan bronkus
b. Bronkiolus
Yaitu jalan intralobular berdiameter 5 mm atau kurang.tidak memiliki tulang rawan
maupun kelenjer dalam mukosanya, hanya terdapat sebaran sel goblet di dalam epitel
segmen awal.
c. Bronkiolus Respiratorius
Setiap

bronkiolus

terminalis

bercabang

menjadi

dua

atau

lebih

bronkiolus

respiratorius.mukosa bronkiolus terminalis identik dengan bronkiolus respiratoris, kecuali


dindingnya yang banyak diselubungi alveolus.
d. Duktus Alveolaris
Makin ke distal dari pada bronkiolus respiratorius, jumlah muara alveolus ke dalam
dinding alveolus semakin banyak dan saluran nafas tersebut dinamai duktus alveolaris.
e. Alveolus
57

Alveoli bertanggung jawab pada terbentuknya struktur berongga paru.Secara structural,


alveolus menyerupai kantung kecil yang terbuka pada satu sisinya.
Frekuensi Pernafasan
Jumlah udara yang keluar masuk ke paru-paru setiap kali bernapas disebut sebagai
frekuensi pernapasan. Pada umumnya,frekuensi pernapasan manusia setiap menitnya
sebanyak 15-18 kali. Cepat atau lambatnya frekuensi pernapasan dipengaruhi oleh
beberapa faktor, diantaranya :

Usia. Semakin bertambahnya usia seseorang akan semakin rendah frekuensi


pernapasannya.Hal ini berhubungan dengan energy yang dibutuhkan.

Jenis kelamin. Pada umumnya pria memiliki frekuensi pernapasan yang lebih tinggi
dibandingkan dengan wanita.Kebutuhan akan oksigen serta produksi karbondioksida pada
pria lebih tinggi dibandingkan wanita.

Suhu tubuh. Semakin tinggi suhu tubuh seseorang maka aka semakin cepat frekuensi
pernapasannya, hal ini berhubungan dengan penigkatan proses metabolism yang terjadi
dalam tubuh.

Posisi atau kedudukan tubuh. Frekuensi pernapasan ketika sedang duduk akan berbeda
dibandingkan dengan ketika sedang berjongkok atatu berdiri.Hal ini berhubungan erat
dengan energy yang dibutuhkan oleh organ tubuh sebagai tumpuan berat tubuh.

Aktivitas. Seseorang yang aktivitas fisiknya tingi seperti olahragawan akan membutuhkan
lebih banyak energi daripada orang yang diamatau santai, oleh karena itu, frekuensi
pernapasan orang tersebut juga lebih tinggi. Gerakan dan frekuensi pernapasan diatur oleh
pusat pernapasan yang terdapat di otak. Selain itu, frekuensi pernapasan distimulus oleh
konsentrasi karbondioksida (CO) dalam darah.

2. HIV
Definisi
HIV adalah singkatan dari Human Immunodeficiency Virus. Virus ini menurunkan sampai
merusak system kekebalan tubuh manusia. Setelah beberapa tahun jumlah virus semakin
banyak sehingga system kekebalan tubuh tidak lagi mampu melawan penyakit yang
masuk. Ketika indivudu sudah tidak lagi memiliki system kekebalan tubuh maka semua
penyakit dapat dengan mudah masuk kedalam tubuh.

58

Epidemiologi
Penularan HIV/AIDS terjadi akibat melalui cairan tubuh yang mengandung virus HIV
yaitu melalui hubungan seksual, baik homoseksual maupun heteroseksual, jarum suntik
pada penggunaan narkotika, transfuse komponen darah dan dari ibu yang terinfeksi HIV
ke bayi yang dilahirkanya. Oleh karena itu kelompok risiko tinggi terhadap HIV / AIDS
misalnya pengguna narkotika, pekerja seks komersil dan pelangganya serta narapidana
(Djoerban, 2007).
Patogenesis

Gambar 1 Proses terjadinya infeksi HIV (Siregar, 2004)


Dasar utama patogenesis HIV adalah kurangnya jenis Limfosit T helper/inducer yang
mengandung marker CD4 (sel T4) .Limfosit merupakan pusat dan sel utama yang terlibat
secara langsung maupun tidak langsung dalam menginduksi fungsi-fungsi imunologik.
Kelainan selektif pada satu ,jenis sel menyebabkan kelainan selektif pada satu jenis sel.
Human Immunodeficiency Virus mempunyai tropisme selektif terhadap sel T4, karena
molekul CD4 yang terdapat pada dindingnya adalah reseptor dengan affinitas yang tinggi
untuk virus ini. Setelah HIV mengikat diri pada molekul CD4, virus masuk kedalam target
dan ia melepas bungkusnya kemudian dengan enzym reverse transcryptase ia merubah
bentuk RNAnya menjadi DNA agar dapat bergabung menyatakan diri dengan DNA sel
target. Selanjutnya sel yang berkembang biak akan mengundang bahan genetik virus.
Infeksi oleh HIV dengan demikian menjadi irreversibel dan berlangsung seumur hidup.
Berbeda dengan virus lain, virus HIV menyerang sel target dalam jangka lama. Jarak dari
masuknya virus ketubuh sampai terjadinya AIDS sangat lama yakni 5 tahun atau lebih.
Infeksi oleh vius HIV menyebabkan fungsi sistem kekebalan tubuh rusak yang

59

mengakibatkan daya tahan tubuh berkurang atau hilang, akibatnya mudah terkena
penyakit-penyakit lain seperti penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri protozoa dan
jamur dan juga mudah terkena penyakit kanker seperti sarkoma kaposi. HIV mungkin juga
secara lansung menginfeksi sel-sel syaraf menyebabkan kerusakan neurologis. (Agustina,
2004)
Penularan
Secara umum ada 5 faktor yang perlu diperhatikan pada penularan suatu penyakit
yaitu sumber infeksi, vehikulum yang membawa agent, host yang rentan, tempat keluar
kuman dan tempat masuk kuman (portd entre). Virus HIV sampai saat ini terbukti hanya
menyerang sel Lmfosit T dan sel otak sebagai organ sasarannya. Virus HIV sangat lemah
dan mudah mati diluar tubuh. Sebagai vehikulum yang dapat membawa virus HIV keluar
tubuh dan menularkan kepada orang lain adalah berbagai cairan tubuh. Cairan tubuh yang
terbukti menularkan diantaranya semen, cairan vagina atau servik dan darah penderita
(Siregar, 2004).
Banyak cara yang diduga menjadi cara penularan virus HIV, namun hingga kini cara
penularan HIV yang diketahui adalah melalui:
1. Transmisi Seksual
Penularan melalui hubungan seksual baik homoseksual maupun heteroseksual merupakan
penularan infeksi HIV yang paling sering terjadi. Penularan ini berhubungan dengan
semen dan cairan vagina. Infeksi dapat ditularkan dari setiap pengidap infeksi HIV kepada
pasangan seksnya. Resiko penularan HIV tergantung pada pemilihan pasangan seks,
jumlah pasangan seks dan jenis hubungan seks. Pada penelitian Darrow (1985) ditemukan
resiko seropositive untuk zat anti terhadap HIV cenderung naik pada hubungan seksual
yang dilakukan pada pasangan tidak tetap. Orang yang sering berhubungan seksual dengan
berganti pasangan merupakan kelompok manusia yang berisiko tinggi terinfeksi virus HIV
(Siregar, 2004).

Homoseksual
Di dunia barat, Amerika Serikat dan Eropa tingkat promiskuitas homoseksual menderita
AIDS, berumur antara 20-40 tahun dari semua golongan krusial. Cara hubungan seksual
anogenetal merupakan perilaku seksual dengan resiko tinggi bagi penularan HIV,
khususnya bagi mitra seksual yang pasif menerima ejakulasi semen dari seseorang
60

pengidap HIV. Hal ini sehubungan dengan mukosa rektum yang sangat tipis dan mudah
sekali mengalami pertukaran pada saat berhubungan secara anogenital.

Heteroseksual
Di Afrika dan Asia Tenggara cara penularan utama melalui hubungan heteroseksual pada
promiskuitas dan penderita terbanyak adalah kelompok umur seksual aktif baik pria
maupun wanita yang mempunyai banyak pasangan dan berganti-ganti.

2. Transmisi Non Seksual

Transmisi Parenteral
Jarum suntik dan alat tusuk lainnya (alat tindik) yang telah terkontaminasi, misalnya pada
penyalah gunaan narkotik suntik yang menggunakan jarum suntik yang tercemar secara
bersama-sama. Disamping dapat juga terjadi melaui jarum suntik yang dipakai oleh
petugas kesehatan tanpa disterilkan terlebih dahulu. Resiko tertular cara transmisi parental
ini kurang dari 1%. Darah/Produk Darah Transmisi melalui transfusi atau produk darah
terjadi di negara-negara barat sebelum tahun 1985. Sesudah tahun 1985 transmisi melalui
jalur ini di negara barat sangat jarang, karena darah donor telah diperiksa sebelum
ditransfusikan. Resiko tertular infeksi/HIV lewat trasfusi darah adalah lebih dari 90%.

Transmisi Transplasental
Penularan dari ibu yang mengandung HIV positif ke anak mempunyai resiko sebesar 50%.
Penularan dapat terjadi sewaktu hamil, melahirkan dan sewaktu menyusui. Penularan
melalui air susu ibu termasuk penularan dengan resiko rendah. (Siregar, 2004)
Faktor risiko dari infeksi HIV ini antara lain (Mayo Clinic, 2010):

1. Melakukan hubungan seksual tanpa perlindungan


Hubungan seksual yang tida terlindungi yaitu melakukan hubungan seksual tanpa
menggunakan kondom yang terbuat dari latex atau polyurethane setiap saat. Anal seks
lebih berisiko daripada vaginal seks. Risiko akan meningkat bila memiliki pasangan
seksual lebih dari satu.
2. Mempunyai penyakit menular seksual
Banyak penyakit menular seksual mengakibatkan adanya luka terbuka pada genitalia.
Luka ini merupakan pintu masuk infeksi HIV.
3. Menggunakan obat-obatan melalui intravena
61

Orang yang menggunakan obat-obatan intravena sering berbagi jarum suntik. Ini akan
memaparkan infeksi melalui darah
4. Laki-laki yang tidak tersirkumsisi
Beberapa studi menemukan bahwa tidak sirkumsisi meningkatkan risiko penularan
HIV heteroseksual.
Dari anamnesa didapatkan bahwa pasien tidak memiliki riwayat penyakit menular
seksual, berganti-ganti pasangan, atu penggunaan obat-obatan intravena. Namun suami
pasien menderita sakit yang sama yaitu batuk-batuk lama, semakin kurus, dan meninggal 3
tahun yang lalu. Sehingga pada pasien ini HIV kemungkinan ditularkan melalui hubungan
seksual tanpa kondom dengan suami pasien.
Diagnosis
Penularan HIV/AIDS terjadi akibat melalui cairan tubuh yang mengandung virus HIV
yaitu melalui hubungan seksual, baik homoseksual maupun heteroseksual, jarum suntik
pada penggunaan narkotika, transfuse komponen darah dan dari ibu yang terinfeksi HIV
ke bayi yang dilahirkanya. Oleh karena itu kelompok risiko tinggi terhadap HIV/AIDS
misalnya pengguna narkotika, pekerja seks komersil dan pelangganya serta narapidana
(Djoerban, 2007).
Untuk menegakkan diagnosis pada penderita perlu dilakukan anamnesa, pemeriksaan fisik
dan tes laboratorium. Apabila dengan pemeriksaan laboratorium terbukti terinfeksi HIV,
baik dengan metode pemeriksaan antibodi atau pemeriksaan untuk mendeteksi adanya
virus dalam tubuh maka penderita dinyatakan terinfeksi HIV.
Diagnosis AIDS untuk kepentingan surveilans ditegakkan apabila terdapat infeksi
oportunistik atau limfosit CD4+ kurang dari 200 sel / mm3.
Untuk keperluan surveilans epidemiologi seorang dewasa ( < 12 tahun ) dianggap
menderita AIDS apabila menunjukkan tes HIV positif dengan strategi pemeriksaan yang
sesuai dan sekurang kurangnya didapatkan 2 gejala mayor dan 1 gejala minor dan gejala
gejala ini bukan disebabkan oleh keadaan keadaan lain yang tidak berkaitan dengan
HIV :

62

1. Gejala Mayor : Berat badan menurun > 10 % dalam 1 bulan, diare kronis yang
berlangsung lebih dari 1 bulan, demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan, penurunan
kesadaran dan gangguan neurologis, demensia atau HIV ensefalopati.
2. Gejala Minor : Batuk menetap lebih dari 1 bulan, dermatitis generalisata yang gatal,
adanya herpes zoster multisegmental dan atau berulang, kandidiasis oro faringeal, herpes
simpleks kronis progresif, limfadenopati generalisata, infeksi jamur berulang pada alat
kelamin perempuan.
Pada pasien ini ditemukan hasil determinan tes positif, adanya 2 gejala mayor yaitu Berat
badan menurun > 10 % dalam 1 bulan dan demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan,
sedangkan pada gejala minor didapatkan Batuk menetap lebih dari 1 bulan dan kandidiasis
oro faringeal. Sehingga pada pasien ini dapat didiagnosa sebagai HIV karena memenuhi
kriteria sekurang kurangnya didapatkan 2 gejala mayor dan 1 gejala minor.
Tes HIV
Pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui secara pasti apakah seseorang terinfeksi HIV
sangatlah penting, karena pada infeksi HIV gejala klinisnya dapat baru terlihat setelah
bertahun tahun lamanya.Terdapat beberapa jenis pemeriksaan laboratorium untuk
memastikan diagnosis infeksi HIV. Secara garis besar dapat dibagi menjadi :
1. Pemeriksaan serologic untuk mendeteksi adanya antibody terhadap HIV
2. Pemeriksaan untuk mendeteksi keberadaan virus HIV.
Deteksi adanya virus HIV dalam tubuh dapat dilakukan dengan isolasi dan biakan
virus, deteksi antigen, dan deteksi materi genetic dalam darah pasien (UNAIDS,1997).
Pemeriksaan yang lebih mudah dilaksanakan adalah pemeriksaan terhadap antibody HIV.
Sebagai penyaring biasanya digunakan teknik:
1. ELISA (enzyme linked immunosorbent assay)
2.Aglutinasi atau dot blot immunobinding assay
Metode yang biasa digunakan di Indonesia adalah dengan ELISA (UNAIDS,1997)
Seseorang yang ingin menjalani tes HIV untuk keperluan diagnosis harus mendapatkan
konseling pra tes. Hal ini harus dilakukan agar ia mendapatkan informasi yang sejelas
63

jelasnya mengenai infeksi HIV / AIDS sehingga dapat mengambil keputusan yang terbaik
untuk dirinya serta lebih siap menerima apapun hasil tesnya nanti. Untuk keperluan survey
tidak diperlukan konseling pra tes karena orang yang dites tidak akan diberitahu hasil
tesnya (UNAIDS,1997).
Untuk memberitahu hasil tes juga diperlukan konseling pasca tes, baik hasil tes positif
maupun negatif. Jika hasilnya positif akan diberikan informasi mengenai pengobatan
untuk memperpanjang masa tanpa gejala serta cara pencegahan penularan. Jika hasilnya
negatif, konseling tetap perlu dilakukan untuk memberikan informasi bagaimana
mempertahankan perilaku yang tidak berisiko (UNAIDS,1997).
Stadium Klinis
WHO telah menetapkan Stadium Klinis HIV/AIDS untuk dewasa maupun anak dimana
stadium klinis HIV/AIDS masing-masing terdiri dari 4 stadium. Jika dilihat dari gejala
yang terjadi pembagian stadium klinis HIV/AIDS adalah sebagai berikut (WHO, 2010):
1. Stadium 1

Asimptomatis

Lymphadenopathy generalisata persisten

2. Stadium 2

Penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan (dibawah 10% dari berat

badan yang

diperkirakan)

Infeksi saluran nafas yang berulang (sinusitis, tonsillitis, otitis media, pharyngitis)

Herpes zoster

Angular cheilitis

Sariawan yang berulang

Papular pruritic eruptions

Dermatitis seboroik

Infeksi jamur pada kuku

3. Stadium 3

Penurunan berat badan yang parah tanpa penyebab yang jelas (lebih dari 10% berat badan
terukur)

Diare kronis tanpa penyebab yang jelas selama lebih dari satu bulan
64

Demam yang menetap tanpa sebab yang jelas (intermittent atau menetap selama lebih dari
1 bulan)

Candidiasis oral persisten

Oral hairy leukoplakia

TBC Paru

Infeksi Paru yang parah (pneumonia, empyema, meningitis, pyomyositis, infeksi sendi dan
tulang, bacteraemia, severe pelvic inflammatory disease)

Acute necrotizing ulcerative stomatitis, gingivitis atau periodontitis

Anemia tanpa sebab yang jelas (dibawah 8 g/dl ), neutropenia (dibawah 0.5 x 109/l)
dan/atau thrombocytopeni kronis

Terapi Antiretroviral untuk infeksi HIV pada dewasa dan dewasa muda

4. Stadium 4

HIV wasting syndrome

Pneumocystis jiroveci pneumonia

Pneumonia bacterial yang berulang

Infeksi herpes simplex kronis (orolabial, genital atau anorectal selama lebih dari 1 bulan
pada daerah viseral)

Candidiasis esofagus (atau candidiasis pada trachea, bronchi atau paru)

Tuberculosis Ekstra Pulmonal

Kaposi sarcoma

Penyakit Cytomegalovirus (retinitis atau infeksi pada organ lain kecuali hepar, lien dan
lymphonodi).

Toxoplasmosis pada system saraf pusat

HIV encephalopathy

Cryptococcosis Ekstra pulmoner termasuk meningitis

Disseminated nontuberculous mycobacteria infection

Progressive multifocal leukoencephalopathy

Cryptosporidiosis kronis

Isosporiasis Kronis

Disseminated mycosis (histoplasmosis, coccidiomycosis)

65

Septisemia berulang (including nontyphoidal Salmonella)

Lymphoma (cerebral or B cell non-Hodgkin)

Kanker Cerviks invasif

Atypical disseminated leishmaniasis

HIV Simptomatis-berhubungan dengan nephropathy atau HIV Cardiomyopathy


Dari data-data yang ditemukan pada pasien ini didapat penurunan berat badan yang
parah tanpa penyebab yang jelas (lebih dari 10% berat badan terukur), demam yang
menetap tanpa sebab yang jelas, Candidiasis oral persisten, TB Paru, sehingga pasien ini
termasuk HIV stage 3.
Terapi
Secara umum, penatalaksanaan odha terdiri atas beberapa jenis yaitu :

1. Pengobatan untuk menekan replikasi virus HIV dengan obat antiretroviral (ARV)
2. Pengobatan untuk mengatasi berbagai penyakit infeksi dan kanker yang menyertai infeksi
HIV / AIDS, seperti jamur, tuberculosis, hepatitis, toksoplasma, sarcoma Kaposi, limfoma,
kanker serviks.
3. Pengobatan simptomatis yang bertujuan untuk menghilangkan gejala-gejala yang muncul
pada pasien
4. Pengobatan suportif, yaitu makanan yang mempunyai nilai gizi yang lebih baik dan
pengobatan pendukung lain seperti dukungan psikososial dan dukungan agama serta juga
tidur yang cukup dan perlu menjaga kebersihan. Dengan pengobatan yang lengkap
tersebut, angka kematian dapat ditekan, harapan hidup lebih baik dan kejadian infeksi
oportunistik amat berkurang.
Terapi Antiretroviral

66

Gambar 2. Algoritme Penilaian dan Monitor infeksi kronis HIV


Waktu memulai terapi ARV harus dipertimbangkan dengan seksama karena obat ARV
akan diberikan dalam jangka panjang. Berikut ketentuannya:
1. ARV dimulai pada semua pasien yang telah menunjukkan gejala yang termasuk dalam
kriteria diagnosis AIDS, atau menunjukkan gejala yang sangat berat, tanpa melihat jumlah
limfosit CD4+.
2. ARV dimulai pada pasien asimptomatik dengan limfosit CD4+ kurang dari 350 sel /
mm3.
3. ARV dimuali pada pasien asimptomatik dengan limfosit CD4+ 200 350 sel / mm3.
4. ARV dapat dimulai atau ditunda pada pasien asimptomatik dengan limfosit CD4+ lebih
dari 350 sel / mm3 dan viral load lebih dari 100.000 kopi/ml.
5. ARV tidak dianjurkan dimulai pada pasien dengan limfosit CD4+ lebih dari 350
sel/mm3 dan viral load kurang dari 100.000 kopi/ml.

67

Tabel 1. Keadaan klinik dalam penentuan pemberian terapi ARV (WHO, 2010)

Tabel 2. Kombinasi Obat ARV untuk Terapi Inisial (Djourban, 2007)


Kolom A

Kolom B

Lamivudin + zidovudin
Lamivudin + didanosin

Evafirenz *

Lamivudin + stavudin
Lamivudin + zidovudin
Lamivudin + stavudin

Nevirapin

Lamivudin + didanosin
Lamivudin + zidovudin
Lamivudin + stavudin

Nelvinafir

Lamivudin + didanosin
* Tidak dianjurkan pada wanita hamil trimester pertama atau wanita yang berpotensi
tinggi untuk hamil.
Catatan : kombinasi yang sama sekali tidak boleh adalah : zidovudin + stavudin.
Saat ini regimen pengobatan ARV yang dianjurkan WHO adalah kombinasi dari 3 obat
ARV.Terdapat beberapa regimen yang dapat dipergunakan, dengan keunggulan dan
kerugianya masing masing.Kombinasi obat antiretroviral lini pertama yang umumnya
digunakan di Indonesia adalah kombinasi zidovudin (ZDV) / lamivudin (3TC), dengan
nevirapin (NVP).
Pada pasien ini diberikan antibiotik Cotrimoxazole 2x960 mg dan Ceftriaxone 2 x 1 gram
iv untuk terapi infeksi oportunistik. Juga diberikan Nystatin drop 4 x 3 cc untuk mengatasi
68

oral trush. Terapi simptomatis diberikan oksigen 2-4 liter per menit melalui nasal canule
karena pasien mengeluh sesak dan ambroxol 3 x 30 mg po untuk keluhan batuknya. Terapi
suportif diberikan dengan pemberian diet tinggi kalori dan tinggi protein 2100 kkal/hari.
ARV tidak langsung diberikan pada pasien ini, namun ARV diberikan setelah 25 hari yaitu
Stavudin 2 x 1 tablet, Lamivudin 2 x 1 tablet, dan Efavirenx 2 x 1 tab, yang berupa
kombinasi NRTI (Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor) dan NNRTI (Non
Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor).
3. TB
TUBERCULOSIS
Penyakit TBC dapat menyerang siapa saja (tua, muda, laki-laki, perempuan, miskin, atau
kaya) dan dimana saja. Setiap tahunnya, Indonesia bertambah dengan seperempat juta
kasus baru TBC dan sekitar 140.000 kematian terjadi setiap tahunnya disebabkan oleh
TBC. Bahkan, Indonesia adalah negara ketiga terbesar dengan masalah TBC di dunia.
Survei prevalensi TBC yang dilakukan di enam propinsi pada tahun 1983-1993
menunjukkan bahwa prevalensi TBC di Indonesia berkisar antara 0,2 0,65%. Sedangkan
menurut laporan Penanggulangan TBC Global yang dikeluarkan oleh WHO pada tahun
2004, angka insidensi TBC pada tahun 2002 mencapai 555.000 kasus (256 kasus/100.000
penduduk), dan 46% diantaranya diperkirakan merupakan kasus baru.

Penyebab Penyakit TBC


Penyakit TBC adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mikobakterium
tuberkulosa. Bakteri ini berbentuk batang dan bersifat tahan asam sehingga dikenal juga
sebagai Batang Tahan Asam (BTA). Bakteri ini pertama kali ditemukan oleh Robert Koch
pada tanggal 24 Maret 1882, sehingga untuk mengenang jasanya bakteri tersebut diberi
nama baksil Koch. Bahkan, penyakit TBC pada paru-paru kadang disebut sebagai Koch
Pulmonum (KP).

69

Bakteri Mikobakterium tuberkulosa


Cara Penularan Penyakit TBC
Pathogenesis of TB Infection and Disease.
Droplet nuclei containing
tubercle bacilli are inhaled,
enter the lungs, and travel to
the alveoli.

Tubercle bacilli multiply in


the alveoli.

A small number of tubercle


bacill enter the bloodstream
and spread throughout the
body. The bacilli may reach
any part of the body,
including areas where TB
disease is more likely to
develop (such as the lungs,
70

kidneys, brain, or bone).


Within 2-10 weeks, the
immune system produces
special immune cells called
macrophages that surround
the tubercle bacilli. The cells
form a hard shell that keeps
the bacilli contained and
under control (TB infection)
If the immune system cannot
keep the bacilli under control,
the bacilli begin to multiply
rapidly (TB disease). This
process can occur in different
places in the body, such as the
lungs, kidneys, brain, or bone
(see diagram in box 3).
Penyakit TBC biasanya menular melalui udara yang tercemar dengan bakteri
Mikobakterium tuberkulosa yang dilepaskan pada saat penderita TBC batuk, dan pada
anak-anak sumber infeksi umumnya berasal dari penderita TBC dewasa. Bakteri ini bila
sering masuk dan terkumpul di dalam paru-paru akan berkembang biak menjadi banyak
(terutama pada orang dengan daya tahan tubuh yang rendah), dan dapat menyebar melalui
pembuluh darah atau kelenjar getah bening. Oleh sebab itulah infeksi TBC dapat
menginfeksi hampir seluruh organ tubuh seperti: paru-paru, otak, ginjal, saluran
pencernaan, tulang, kelenjar getah bening, dan lain-lain, meskipun demikian organ tubuh
yang paling sering terkena yaitu paru-paru.
Saat Mikobakterium tuberkulosa berhasil menginfeksi paru-paru, maka dengan segera
akan tumbuh koloni bakteri yang berbentuk globular (bulat). Biasanya melalui
serangkaian reaksi imunologis bakteri TBC ini akan berusaha dihambat melalui
pembentukan dinding di sekeliling bakteri itu oleh sel-sel paru. Mekanisme pembentukan
dinding itu membuat jaringan di sekitarnya menjadi jaringan parut dan bakteri TBC akan
menjadi dormant (istirahat). Bentuk-bentuk dormant inilah yang sebenarnya terlihat
sebagai tuberkel pada pemeriksaan foto rontgen.
71

Pada sebagian orang dengan sistem imun yang baik, bentuk ini akan tetap dormant
sepanjang hidupnya. Sedangkan pada orang-orang dengan sistem kekebalan tubuh yang
kurang, bakteri ini akan mengalami perkembangbiakan sehingga tuberkel bertambah
banyak. Tuberkel yang banyak ini membentuk sebuah ruang di dalam paru-paru. Ruang
inilah yang nantinya menjadi sumber produksi sputum (dahak). Seseorang yang telah
memproduksi sputum dapat diperkirakan sedang mengalami pertumbuhan tuberkel
berlebih dan positif terinfeksi TBC.
Meningkatnya penularan infeksi yang telah dilaporkan saat ini, banyak dihubungkan
dengan beberapa keadaan, antara lain memburuknya kondisi sosial ekonomi, belum
optimalnya fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat, meningkatnya jumlah penduduk
yang tidak mempunyai tempat tinggal dan adanya epidemi dari infeksi HIV. Disamping itu
daya tahan tubuh yang lemah/menurun, virulensi dan jumlah kuman merupakan faktor
yang memegang peranan penting dalam terjadinya infeksi TBC.

Gejala Penyakit TBC


Gejala penyakit TBC dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala khusus yang timbul
sesuai dengan organ yang terlibat. Gambaran secara klinis tidak terlalu khas terutama pada
kasus baru, sehingga cukup sulit untuk menegakkan diagnosa secara klinik.
Gejala sistemik/umum

Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam hari
disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam seperti influenza dan bersifat

hilang timbul.
Penurunan nafsu makan dan berat badan.
Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah).
Perasaan tidak enak (malaise), lemah.
Gejala khusus

Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan sebagian
bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah bening yang

membesar, akan menimbulkan suara "mengi", suara nafas melemah yang disertai sesak.
Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai dengan
keluhan sakit dada.
72

Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang pada suatu
saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di atasnya, pada muara ini akan

keluar cairan nanah.


Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan disebut sebagai
meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam tinggi, adanya penurunan
kesadaran dan kejang-kejang.
Pada pasien anak yang tidak menimbulkan gejala, TBC dapat terdeteksi kalau diketahui
adanya kontak dengan pasien TBC dewasa. Kira-kira 30-50% anak yang kontak dengan
penderita TBC paru dewasa memberikan hasil uji tuberkulin positif. Pada anak usia 3
bulan 5 tahun yang tinggal serumah dengan penderita TBC paru dewasa dengan BTA
positif, dilaporkan 30% terinfeksi berdasarkan pemeriksaan serologi/darah.

Penegakan Diagnosis
Apabila dicurigai seseorang tertular penyakit TBC, maka beberapa hal yang perlu
dilakukan untuk menegakkan diagnosis adalah:
o
o
o
o
o
o

Anamnesa baik terhadap pasien maupun keluarganya.


Pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan laboratorium (darah, dahak, cairan otak).
Pemeriksaan patologi anatomi (PA).
Rontgen dada (thorax photo).
Uji tuberkulin.
Uji Tuberkulin dan Klasifikasi TBC
Pada anak, uji tuberkulin merupakan pemeriksaan paling bermanfaat untuk menunjukkan
sedang/pernah terinfeksi Mikobakterium tuberkulosa dan sering digunakan dalam
"Screening TBC". Efektifitas dalam menemukan infeksi TBC dengan uji tuberkulin adalah
lebih dari 90%.
Penderita anak umur kurang dari 1 tahun yang menderita TBC aktif uji tuberkulin positif
100%, umur 12 tahun 92%, 24 tahun 78%, 46 tahun 75%, dan umur 612 tahun 51%.
Dari persentase tersebut dapat dilihat bahwa semakin besar usia anak maka hasil uji
tuberkulin semakin kurang spesifik.
Ada beberapa cara melakukan uji tuberkulin, namun sampai sekarang cara mantoux lebih
sering digunakan. Lokasi penyuntikan uji mantoux umumnya pada bagian atas lengan
bawah kiri bagian depan, disuntikkan intrakutan (ke dalam kulit). Penilaian uji tuberkulin
73

dilakukan 4872 jam setelah penyuntikan dan diukur diameter dari pembengkakan
(indurasi) yang terjadi.
Penyakit TBC biasanya menular melalui udara yang tercemar dengan bakteri
Mikobakterium tuberkulosa yang dilepaskan pada saat penderita TBC batuk, dan pada
anak-anak sumber infeksi umumnya berasal dari penderita TBC dewasa. Bakteri ini bila
sering masuk dan terkumpul di dalam paru-paru akan berkembang biak menjadi banyak
(terutama pada orang dengan daya tahan tubuh yang rendah), dan dapat menyebar melalui
pembuluh darah atau kelenjar getah bening. Oleh sebab itulah infeksi TBC dapat
menginfeksi hampir seluruh organ tubuh seperti: paru-paru, otak, ginjal, saluran
pencernaan, tulang, kelenjar getah bening, dan lain-lain, meskipun demikian organ tubuh
yang paling sering terkena yaitu paru-paru.
1

Pembengkakan

(Indurasi)

04mm,uji mantoux negatif.


Arti klinis : tidak ada infeksi
Mikobakterium tuberkulosa.

Pembengkakan

(Indurasi)

39mm,uji mantoux meragukan.


Hal ini bisa karena kesalahan teknik,
reaksi silang dengan Mikobakterium
atipik atau setelah vaksinasi BCG.

Pembengkakan

(Indurasi)

10mm,uji mantoux positif.


Arti klinis : sedang atau pernah
terinfeksi Mikobakterium
tuberkulosa.

Pemeriksaan radiologis dapat memperkuat diagnosis, karena lebih 95% infeksi primer
terjadi di paru-paru maka secara rutin foto thorax harus dilakukan. Ditemukannya kuman
Mikobakterium tuberkulosa dari kultur merupakan diagnostik TBC yang positif, namun
tidak mudah untuk menemukannya.
Klasifikasi TBC (menurut The American Thoracic Society, 1981)

Klasifikasi
0

Tidak pernah terinfeksi, tidak ada kontak, tidak menderita TBC

Klasifikasi I

Tidak pernah terinfeksi,ada riwayat kontak,tidak menderita TBC

Klasifikasi

Terinfeksi TBC / test tuberkulin ( + ), tetapi tidak menderita TBC (gejala


74

II

TBC tidak ada, radiologi tidak mendukung dan bakteriologi negatif).

Klasifikasi
III
Klasifikasi
IV
Klasifikasi
V

Sedang menderita TBC


Pernah TBC, tapi saat ini tidak ada penyakit aktif
Dicurigai TBC

PENGOBATAN TBC
Pengobatan TBC Kriteria I (Tidak pernah terinfeksi, ada riwayat kontak, tidak menderita
TBC) dan II (Terinfeksi TBC/test tuberkulin (+), tetapi tidak menderita TBC (gejala TBC
tidak ada, radiologi tidak mendukung dan bakteriologi negatif) memerlukan pencegahan
dengan pemberian INH 510 mg/kgbb/hari.
1.

Pencegahan (profilaksis) primer Anak yang kontak erat dengan penderita TBC BTA
(+). INH minimal 3 bulan walaupun uji tuberkulin (-). Terapi profilaksis dihentikan bila

2.

hasil uji tuberkulin ulang menjadi (-) atau sumber penularan TB aktif sudah tidak ada.
Pencegahan (profilaksis) sekunder Anak dengan infeksi TBC yaitu uji tuberkulin (+)
tetapi tidak ada gejala sakit TBC. Profilaksis diberikan selama 6-9 bulan. Obat yang

digunakan untuk TBC digolongkan atas dua kelompok yaitu :


o
Obat primer : INH (isoniazid), Rifampisin, Etambutol, Streptomisin, Pirazinamid.
Memperlihatkan efektifitas yang tinggi dengan toksisitas yang masih dapat ditolerir,
sebagian besar penderita dapat disembuhkan dengan obat-obat ini.
o
Obat sekunder : Exionamid, Paraaminosalisilat, Sikloserin, Amikasin, Kapreomisin
dan Kanamisin.
Dosis obat antituberkulosis (OAT)

Obat

INH
Rifampisin

Dosis harian

Dosis 2x/minggu

Dosis 3x/minggu

(mg/kgbb/hari)

(mg/kgbb/hari)

(mg/kgbb/hari)

15-40 (maks. 900

15-40 (maks. 900

mg)

mg)

10-20 (maks. 600

10-20 (maks. 600

15-20 (maks. 600

mg)

mg)

mg)

5-15 (maks 300 mg)

75

Pirazinamid

15-40 (maks. 2 g)

50-70 (maks. 4 g)

15-30 (maks. 3 g)

Etambutol

15-25 (maks. 2,5 g)

50 (maks. 2,5 g)

15-25 (maks. 2,5 g)

Streptomisin

15-40 (maks. 1 g)

25-40 (maks. 1,5 g)

25-40 (maks. 1,5 g)

Sejak 1995, program Pemberantasan Penyakit TBC di Indonesia mengalami perubahan


manajemen operasional, disesuaikan dengan strategi global yanng direkomendasikan oleh
WHO. Langkah ini dilakukan untuk menindaklanjuti Indonesia WHO joint Evaluation
dan National Tuberkulosis Program in Indonesia pada April 1994. Dalam program ini,
prioritas ditujukan pada peningkatan mutu pelayanan dan penggunaan obat yang rasional
untuk memutuskan rantai penularan serta mencegah meluasnya resistensi kuman TBC di
masyarakat. Program ini dilakukan dengan cara mengawasi pasien dalam menelan obat
setiap hari,terutama pada fase awal pengobatan.
Strategi DOTS (Directly Observed Treatment Short-course) pertama kali diperkenalkan
pada tahun 1996 dan telah diimplementasikan secara meluas dalam sistem pelayanan
kesehatan masyarakat. Sampai dengan tahun 2001, 98% dari populasi penduduk dapat
mengakses pelayanan DOTS di puskesmas. Strategi ini diartikan sebagai "pengawasan
langsung menelan obat jangka pendek oleh pengawas pengobatan" setiap hari.
Indonesia adalah negara high burden, dan sedang memperluas strategi DOTS dengan
cepat, karenanya baseline drug susceptibility data (DST) akan menjadi alat pemantau dan
indikator program yang amat penting. Berdasarkan data dari beberapa wilayah, identifikasi
dan pengobatan TBC melalui Rumah Sakit mencapai 20-50% dari kasus BTA positif, dan
lebih banyak lagi untuk kasus BTA negatif. Jika tidak bekerja sama dengan Puskesmas,
maka banyak pasien yang didiagnosis oleh RS memiliki risiko tinggi dalam kegagalan
pengobatan, dan mungkin menimbulkan kekebalan obat.
Akibat kurang baiknya penanganan pengobatan penderita TBC dan lemahnya
implementasi strategi DOTS. Penderita yang mengidap BTA yang resisten terhadap OAT
akan menyebarkan infeksi TBC dengan kuman yang bersifat MDR (Multi-drugs
Resistant). Untuk kasus MDR-TB dibutuhkan obat lain selain obat standard pengobatan
TBC yaitu obat fluorokuinolon seperti siprofloksasin, ofloxacin, levofloxacin (hanya
sangat disayangkan bahwa obat ini tidak dianjurkan pada anak dalam masa pertumbuhan).
Pengobatan TBC pada orang dewasa

Kategori 1 : 2HRZE/4H3R3

76

Selama 2 bulan minum obat INH, rifampisin, pirazinamid, dan etambutol setiap hari
(tahap intensif), dan 4 bulan selanjutnya minum obat INH dan rifampisin tiga kali dalam

o
o

o
o
o

seminggu (tahap lanjutan).


Diberikan kepada:
Penderita baru TBC paru BTA positif.
Penderita TBC ekstra paru (TBC di luar paru-paru) berat.
Kategori 2 : HRZE/5H3R3E3
Diberikan kepada:
Penderita kambuh.
Penderita gagal terapi.
Penderita dengan pengobatan setelah lalai minum obat.
Kategori 3 : 2HRZ/4H3R3
Diberikan kepada:
Penderita BTA (+) dan rontgen paru mendukung aktif.
Pengobatan TBC pada anak

Adapun dosis untuk pengobatan TBC jangka pendek selama 6 atau 9 bulan, yaitu:
1.

2HR/7H2R2 : INH+Rifampisin setiap hari selama 2 bulan pertama, kemudian INH


+Rifampisin setiap hari atau 2 kali seminggu selama 7 bulan (ditambahkan Etambutol bila

2.

diduga ada resistensi terhadap INH).


2HRZ/4H2R2 : INH+Rifampisin+Pirazinamid: setiap hari selama 2 bulan pertama,
kemudian INH+Rifampisin setiap hari atau 2 kali seminggu selama 4 bulan (ditambahkan
Etambutol bila diduga ada resistensi terhadap INH).
Pengobatan TBC pada anak-anak jika INH dan rifampisin diberikan bersamaan, dosis
maksimal perhari INH 10 mg/kgbb dan rifampisin 15 mg/kgbb.
Dosis anak INH dan rifampisin yang diberikan untuk kasus:

TB tidak berat
INH

: 5 mg/kgbb/hari

Rifampisin

: 10 mg/kgbb/hari

TB berat (milier dan meningitis TBC)


INH

: 10 mg/kgbb/hari

Rifampisin

: 15 mg/kgbb/hari

Dosis

: 1-2 mg/kgbb/hari (maks. 60 mg)


77

prednison

HUBUNGAN ANTARA HIV DAN TBC


Dari 40 juta orang yang diperkirakan sedang hidup dengan HIV atau AIDS, kurang lebih
13 juta juga menderita TBC. Deteksi dini penting jika Anda menderita HIV serta TBC
supaya Anda dapat mulai perawatan untuk HIV maupun TBC. Jika kedua infeksi ini tidak
dirawat, keduanya dapat bersama .mengakibatkan penyakit yang sangat serius.
Kaitan antara hubungan penyakit TBC dan HIV adalah karena sistem kekebalan tubuh
manusia mempunyai tugas untuk melawan infeksi dan serangan penyakit yang menyerang
tubuh. Selain itu, usaha dalam menyerang terjadinya infeksi ini biasanya akan membuat
sistem kekebalan tubuh menjadi melemah dan akan menimbulkan jumlah dari CD4
menjadi menurun, walaupun biasanya jika sudah sembuh, CD4 ini naik lagi. Namun, jika
sistem kekebalan tubuh seseorang penderita Odha harus melawan jenis penyakit infeksi
lainnya, maka serangan dari HIV biasanya akan berkurang. Jadi jika infeksi penyakit TBC
dan Hiv menjadi aktif, maka jumlah CD4 juga akan semakin menurun dengan drastis.
Siapa saja bisa beresiko terinfeksi penyakit TBC. TBC dan HIV berkaitan karena penderita
HIV mempunyai resiko yang besar mengalami infeksi penyakit TBC. Dan lagi pula,
infeksi yang terjadi pada seseorang yang menderita penyakit HIV negatif hanya akan aktif
jika sudah terjadi selama beberapa tahun, dan kebanyakan sekitar lebih dari 90% tidak
akan mengembangkan TB yang aktif. Sebaliknya adalah jika Odha mengalami infeksi
penyakit TB, maka infeksi kemungkinan akan menjadi aktif, dan infeksi untuk lebih aktif
lagi akan terjadi dengan cepat. TBC aktif biasanya akan terjadi pada sekitar 50% penderita
Odha selama hidup mereka, dibandingkan dengan hanya sekitar 5-10 persen orang yang
mengalami HIV-negatif.
Kemudian, hal ini akan muncul semakin banyak bukti bahwa penderita HIV akan lebih
mungkin mengembangkan penyakit TBC aktif jika bertemu dengan orang lain yang
menderita penyak TBC aktif. Jadi, resiko penderita penyakit HIV untuk mengalami
serangan penyakit TBC bisa menjadi semakin besar. Lagi pula TBC lebih sulit didiagnosa
pada penderita Odha karena walaupun penyakit TBC biasanya dianggap sebagai IO,
berbeda dengan jenis IO yang lain, TBC paru bisa dialami oleh jumlah CD4 yang masih
tinggi. Namun resiko untuk mengembangkan penyakiit TBC aktif juga akan semakin
tinggi jika terjadi suatu kerusakan pada sistem daya tahan tubuh yang menjadi semakin
berat.
Penyakit TB dan HIV walaupun memang bisa diobati, jika penyakit TBC dialami saat
sistem daya tahan tubuh penderita HIV sedang dalam keadaan sangat rusak, kadang kala
78

tubuh tidak akan bisa tahan untuk menerima beban dosis obat tbc dengan sekaligus dalam
melakukan perlawanan pada infeksi. Sayangnya, dalam kondisi seperti ini tidak jarang
banyak pasien yang meninggal dunia setelah beberapa hari atau setelah beberapa minggu
setelah melakukan terapi.
BTA NEGATIF PADA PENDERITA TB-HIV
Tuberkulosis (TB) masih menjadi masalah baik di negara berkembang maupun negara
maju. Berdasarkan survei epidemiologi World Health Organization (WHO) tahun 2005
setiap detik terdapat satu orang yang terinfeksi Mycobacterium tuberculosis (M.tb) dan
sepertiga penduduk dunia saat ini sudah terinfeksi M.tb. Laporan WHO tahun 2006
memperkirakan insidens TB paru kasus baru di Indonesia lebih dari 539.000 kasus setiap
tahunnya dengan kasus basil tahan asam (BTA) positif 110 per 100.000 penduduk dan
angka kematian karena TB sekitar 101.000 orang per tahun. Data poli paru RS
Persahabatan/ Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi tahun 2009
menunjukkan proporsi TB paru sputum BTA positif 39% sebanding dengan TB paru
sputum BTAnegatif sebesar 61%.
TB paru BTA negatif berperan menularkanpenyakit TB karena hampir separuh dari pasien
TB mempunyai sputum BTA negatif. Penelitian di San Fransisco menyebutkan
penyebaran TB sekitar 17% berasal dari pasien TB paru BTA negatif. Angka kematian TB
paru BTA negatif sekitar 9% lebih tinggi dibandingkan angka kematian pasien TB paru
BTA positif sebesar 2,7%. Pasien TB paru BTAnegatif yang tidak mendapatkan
pengobatan 6% biakan sputumnya menjadi positif, 23% mengalami pemburukan klinis
dan dipastikan 85% menjadi TB aktif. Prevalens TB paru BTA negatif makin meningkat
terutama pada pasien human immunodeficiency virus (HIV) serta mempunyai risiko
kematian lebih tinggi dibandingkan HIV dengan sputum BTApositif karena keterlambatan
diagnosis.
HUBUNGAN CD4-HIV-TBC-PENGOBATAN
Temuan Penelitian
Berdasarkan data yang didapat ternyata kadar CD4 akan memberikan hasil berbeda
terhadap letak lesi, jenis lesi dan status bakteriologis. Status bakteriologis juga
memberikan perbedaan luas lesi pada foto toraks. Namun hanya kadar CD4 dan letak lesi
yang menunjukkan hubungan signifikan secara statistik (p<0,01). Pasien dengan CD4<200
lebih banyak terjadi lesi di lobus tengah bawah namun CD>200 lebih banyak lesi di lobus
atas. Garcia dkkdikutip dalam penelitiannya menemukan hasil yang sama dan

79

menyimpulkan status imunitas pasien koinfeksi TB-HIV yang rendah akan memberikan
gambaran radiologis berbeda dibandingkan orang TB dengan imunokompeten.
Mugusi dkkdikutip dalam penelitiannya menemukan terdapat hubungan status imunitas
(kadar CD4) dengan status BTA pasien koinfeksi TB-HIV. Pasien dengan kadar CD4
rendah akan sulit didapatkan BTA sputum positif. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian
yang kami dapatkan meskipun secara statistik tidak bermakna secara signifikan. Pasien
koinfeksi TB-HIV stadium lanjut yang ditandai dengan kadar CD4 rendah lebih sering
menimbulkan lesi ekstraparu dan menimbulkan lesi yang minimal pada gambaran
radiologisnya. Peneliti mendapatkan hasil yang sama meskipun secara statistik juga tidak
berhubungan bermakna. Beberapa kepustakaan menyatakan bahwa status imunitas yang
mempengaruhi perbedaan gambaran radiologis maupun BTA pada pasien koinfeksi TBHIV.
LIMFADENOPATI
Limfadenopati berarti penyakit pada kelenjar atau aliran getah bening (sistem limfatik).
Biasanya, penyakit tersebut terlihat sebagai kelenjar getah bening menjadi bengkak, sering
tanpa rasa sakit. Pembengkakan kelenjar itu disebabkan oleh reaksi sistem kekebalan
tubuh terhadap berbagai infeksi, termasuk HIV dan TB.
Limfadenopati sering di antara gejala pertama infeksi HIV, yang dialami waktu infeksi
primer atau akut, beberapa minggu setelah terinfeksi. Penyakit ini ditandai pembengkakan
pada satu atau lebih kelenjar getah bening, biasanya di leher dan ketiak, tetapi kadang kala
di tempat lain. Gejala ini biasanya cepat hilang tanpa diobati. Namun gejala ini dapat
bertahan terus, menjadi PGL.
Limfadenopati generalisata yang persisten (PGL) adalah kelenjar yang bengkak di
sedikitnya dua tempat secara simetris. PGL biasanya dialami waktu tahap infeksi HIV
tanpa gejala, dengan jumlah CD4 di atas 500, dan sering hilang sebagaimana jumlah CD4
menurun menjelang 200.

V.

Kerangka Konsep
Mr. Y 40 tahun, pelaut dan bertato
80

BAB III
PENUTUP

81

1.1 Kesimpulan
Mr. Y, 40 tahun seorang pelaut menderita TB Paru kasus baru BTA (-) dengan
batuk darah disertai HIV stadium klinis 3.

DAFTAR PUSTAKA

82

1. Hudoyo A, Dianiati KS, Rusli A, Wiwieka S, Giriputra S. Diagnosis TB-Paru pada


pasien dengan HIV/AIDS. Jurnal Tuberkulosis Indoneisa. 2007:2;4. p. 1-5
2. http://diskes.jabarprov.go.id/index.php/subMenu/informasi/artikel/detailartikel/57
3. Anonymous.http://www.healthefoundation.eu/blobs/hiv/TBHIV_Peduli_AIDS_13119.
pdf.
4. Setiadi, 2007. Anatomi dan Fisiologi Manusia. Graha Ilmu, Yogyakarta.
5. Wilson, Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit (4th ed.)(pp.35-61)
(Anugerah, P., penerjemah). Jakarta: EGC (Buku asli diterbitkan 1992).
6. http://jurnalrespirologi.org/wp-content/uploads/2013/05/jri-2013-33-2-82-91.pdf
7. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/26817/5/Chapter%20I.pdf
8. file:///C:/Users/Samsung/Downloads/178-182-1-PB.pdf

Factors

Associated

to

Success Tuberculosis Therapy of Co-infection TB-HIV Patients in Persahabatan


Hospital, Jakarta-Indonesia Ngatwanto Parto Dikromo*, Budhi Antariksa*, Arifin
Nawas* Department of Pulmonology and Respiratory Medicine FKUI-RS
Persahabatan Jakarta
9. http://spiritia.or.id/li/bacali.php?lino=526
10. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21492/3/Chapter%20II.pdf
11. Pearce. 2000. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis, Jakarta: PT.Gramedia.
12. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam. 2009. IPDL Jilid II Edisi V. Jakarta :
InternaPublishing

13. Rab, Thabrani. 2010. Ilmu Penyakit Paru. Jakarta: Trans Info Media.

83

Anda mungkin juga menyukai