04011281320037
Stefanie Angeline
04011381320005
04011381320007
Dhanty Mukhsina
04011381320009
Naurah Nazhifah
04011381320011
04011381320019
Nadya Aviodita
04011381320035
04011381320047
Shafira Amalia
04011381320049
Aditya Wiratama
04121401099
Rafika
04011181320037
Tri Kurniati
04011181320065
Tutor : dr. Sudarto,SpPD
DAFTAR ISI
Daftar Isi
.................... 2
BAB II
: Pendahuluan
1.1
Latar Belakang..... 4
1.2
: Pembahasan
2.1
Data Tutorial.... 5
2.2
2.3
Paparan
I.
II.
Identifikasi Masalah................. 9
III.
IV.
Sintesis Masalah...................... 47
V.
Kerangka Konsep................. 81
Kesimpulan ....................................................................................
82
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami haturkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan laporan tutorial yang berjudul Laporan Tutorial
Skenario A Blok 16 sebagai tugas kompetensi kelompok. Salawat beriring salam selalu
tercurah kepada junjungan kita, nabi besar Muhammad SAW beserta para keluarga, sahabat,
dan pengikut-pengikutnya sampai akhir zaman.
Kami menyadari bahwa laporan tutorial ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu
kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna perbaikan di masa
mendatang.
Dalam penyelesaian laporan tutorial ini, kami banyak mendapat bantuan, bimbingan
dan saran. Pada kesempatan ini, kami ingin menyampaikan syukur, hormat, dan terimakasih
kepada :
1. Allah SWT, yang telah merahmati kami dengan kelancaran diskusi tutorial,
2. dr. Sudarto,SpPD selaku tutor kelompok VIII,
3. teman-teman sejawat FK Unsri,
4. semua pihak yang telah membantu kami.
Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala amal yang diberikan
kepada semua orang yang telah mendukung kami dan semoga laporan tutorial ini bermanfaat
bagi kita dan perkembangan ilmu pengetahuan. Semoga kita selalu dalam lindungan Allah
SWT. Amin.
Kelompok VIII
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
LATAR BELAKANG
Pada laporan tutorial kali ini, laporan membahas blok mengenai Sistem
Respirasi yang berada dalam blok 16 pada semester 4 dari Kurikulum Berbasis
Kompetensi (KBK) Pendidikan Dokter Umum Fakultas Kedokteran Universitas
Sriwijaya Palembang.
Pada kesempatan ini, dilakukan tutorial studi kasus sebagai bahan
pembelajaran untuk menghadapi tutorial yang sebenarnya pada waktu yang akan
datang.
1.2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 DATA TUTORIAL
Tutor
: dr. Sudarto,SpPD
Moderator
Sekretaris
: Tri Kurniati
Peraturan tutorial
:
1. Alat komunikasi dinonaktifkan atau di-silent.
2. Semua anggota tutorial harus aktif mengeluarkan
pendapat
dengan
mengacungkan
tangan
terlebih
untuk
2.1 SKENARIO
Skenario A Blok 16 Tahun 2015
Mr. Y, a 40 - year old, sailor, was admitted to hospital with hemaptoe. He complained that
6 hours ago he had a severe bout of coughing with fresh blood of about 2 glasses. He also
said that in the previous month he had productive cough with a lot of phlegm, mild fever,
loss of appetite and rapid loss of body weight (previous weight:70 kg), and shortness of
breath. Since a week ago, he felt symptoms were worsening.
Physical examination:
General appearance: he looked severely sick and pale. Body height: 175 cm, body weight:
55 kg, BP: 100/70 mmHg, HR: 112 x/min, RR: 36 x/min, Temp: 37,6C. There was a
tattoo on the chest and lymphadenopathy of the right neck, and stomatitis. In chest
auscultation there was an increase of vesicular sound at ther right upper lung with
moderate rales.
Additional information
Laboratory
Hb : 8,5 g%, WBC : 6.000/L, ESR 65 mm/hr, Diffcount: 0/3/2/75/15/5, Acid Fast
Bacilli: (-), HIV test (+), CD4 120/L
Radiology
Chest radiograph showed infiltrate at right lower lung
I.
Klarifikasi Istilah
No.
Istilah
Pengertian
1.
Hemoptoe
2.
3.
Phlegm
1 Productive cough
4.
5.
Mild Fever
6.
7.
Lymphadenopaty
8.
Stomatitis
9.
Vesicular Sound
10
Moderate rales
11
12
CD4
13
Infiltrate
II.
Identifikasi Masalah
No.
Masalah
Konsen
1.
VVVV
VVV
worsening.
Physical examination
Additional information
Laboratory
Hb : 8,5 g%, WBC : 6.000/L, ESR 65 mm/hr,
Diffcount: 0/3/2/75/15/5, Acid Fast Bacilli: (-), HIV
test (+), CD4 120/L
Radiology
Chest radiograph showed infiltrate at right lower
lung
III.
Analisis Masalah
1. Mr. Y, a 40 - year old, sailor, was admitted to hospital with hemaptoe. He
complained that 6 hours ago he had a severe bout of coughing with fresh blood
of about 2 glasses.
1. Apa saja anatomi yang terlibat ?
Jawab:
Setiap proses terjadi pada paru akan mengakibatkan hipervaskularisasi dari
cabang cabang arteri bronkialis yang berperan untuk memberikan nutrisi pada
jaringan paru bila terjadi kegagalan arteri pulmonalis dalam melaksanakan
fungsinya untuk pertukaran gas. Terdapatnya aneurisma Rasmussen, akan tetapi
beberpa laporan autopsy membuktikan bahwa terdapatnya hipervaskularisasi
3. Apa saja factor resiko pada kasus ini dan bagaimana pengaruh terhadap batuk
darah ?
Jawab:
Pekerjaan : Pada kasus ini Mr. Y berprofesi sebagai pelaut, dimana
pergaulannya sebagai pelaut membuat Mr. Y lebih rentan terhadap HIV
Jenis kelamin : Pria lebih umum terkena, kecuali pada wanita dewasa muda
yang diakibatkan tekanan psikologis dan kehamilan yang menurunkan resistensi.
Tuberculosis terutamamenyerang laki-laki. TB paru lebih banyak terjadi pada
lakilaki dibandingkan dengan wanita karena laki-laki sebagian besar mempunyai
kebiasaan merokok sehingga memudahkan terjangkitnya TB paru
Umur :Sekitar 75% pasien TB adalah kelompok usia yang paling produktif
secara ekonomis yaitu pada umur 15 50 tahun.
4. Bagaimana interpretasi batuk dengan darah segar sebanyak dua gelas ?
Jawab:
10
e.Hipertensi pulmonal.
2.Batuk darah sekunder, yang penyebabnya dapat dipastikan. Pada prinsipnya
berasal dari :
a.Saluran napas
Yang sering ialah tuberkulosis, bronkiektasis, tumor paru, pneumonia dan abses
paru. Menurut Bannet, 82 86% batuk darah disebabkan oleh tuberkulosis paru,
karsinoma paru dan bronkiektasis.
b.Sistem kardiovaskuler
Yang sering adalah stenosis mitral, hipertensi. Yang jarang adalah kegagalan
jantung, infark paru, aneurisma aorta.
c.Lain-lain
Disebabkan oleh benda asing, ruda paksa, penyakit darah seperti hemofilia,
hemosiderosis, sindrom Goodpasture, eritematosus lupus sistemik, diatesis
hemoragik dan pengobatan dengan obat-obat antikoagulan.
Berdasarkan jumlah darah yang dikeluarkan maka hemoptisis dapat dibagi
atas :
1.Hemoptisis masif , Bila darah yang dikeluarkan adalah 100-160 cc dalam 24
jam. Kriteria dari jumlah darah yang dikeluarkan selama hemoptoe juga
mempunyai kelemahan oleh karena :
-Jumlah darah yang dikeluarkan bercampur dengan sputum dan kadang-kadang
dengan cairan lambung, sehinga sukar untuk menentukan jumlah darah yang
hilang sesungguhnya.
-Sebagian dari darah tertelan dan dikeluarkan bersama-sama dengan tinja,
sehingga tidak ikut terhitung.
-Sebagian dari darah masuk ke paru-paru akibat aspirasi.
Oleh karena itu suatu nilai kegawatan dari hemoptoe ditentukan oleh apakah
terjadi tanda-tanda hipotensi yang mengarah pada renjatan hipovolemik
12
sputum
2) ++
2. He also said that in the previous month he had productive cough with a lot of
phlegm, mild fever, loss of appetite and rapid loss of body weight (previous
weight:70 kg), and shortness of breath. Since a week ago, he felt symptoms
were worsening.
1. Bagaimana mekanisme dari gejala
- Productive cough with a lot of phlegm
Jawab:
13
Batuk merupakan reflek fisiologis tubuh untuk mengeluarkan benda asing dari
saluran pernafasan (trakea). Batuk produktif adalah batuk yang disertai
pengeluaran bahan-bahan dari bronkus berupa dahak. Dapat disebabkan oleh
infeksi virus (common cold), infeksi bakteri (penumonia, bronkitis, sinusitis,
atau TB), penyakit paru lama (COPD), GERD (asam lambung pada malam
hari), batuk dan pilek, dan merokok.
Pada kasus ini, penderita batuk berdahak disebabkan karena bakteri MTB.
Akibat toksik (tuberculoprotein) dari bacilli pada jaringan paru, nukleus
nekrosis akan terbentuk di pinggir focal centre, menjadi area yang dapat
mengobstruksi jalan nafas dengan pembentukan eksudat, dan akan dikelilingi
oleh berbagai proliferasi sel (jarinagn granulasi) berkumpul dalam bentuk
sputum.
- Mild fever
Jawab:
Kuman TB difagosit oleh neutrofil, makrofag alveolar dan sel PMN
aktivasi sitokin (IL-1, IL-6, TNF-) memicu pembentukan asam arakidonat
terbentuk prostaglandin meningkatkan set point hipotalamus demam.
- Loss of appetite
Jawab:
Infeksi Mycobacterium tuberculosis
Prostaglandin merangsang cerebral cortex ( respon behavioral) nafsu makan
menurun & leptin meningkat menyebabkan stimulasi dari hipotalamus nafsu
makan disupresi.
Selain itu nafsu makan berkurang karena stomatitis, sehingga mengganggu
kenyamanan untuk mengkonsumsi makanan.
- Shortness of breath
Jawab:
1. Individu terinfeksi HIV immunocompromised terinfeksi mycobacterium
tuberkulosa masuk ke jalan nafas tinggal di alveoli terjadi inflamasi
pengaktifan sel PMN (leukosit dan makrofag) penumpukan eksudat
menekan saluran nafas sesak nafas.
2. Hemoptoe masif penurunan kadar Hb penurunan kadar oksigen di sel
dan jaringan sesak nafas
15
Tampilan
Penyebab
Klebsiella pneumonia
Pneumonia pneumokokal
Edema paru
Pneumonia stafilokokus
knonik
Anaerob oral (aspirasi), Abses paru,
Bronkiektasis
tambah.
Batuk karena kemasukan benda asing, pada saat saluran pernafasan
berusaha mengeluarkan benda asing maka akan menimbulkan batuk.
produksi
mucus
sehingga
proses
sehingga saat mencapai batas, membrane mukosa akan teransang dan akan
mengeluarkan mucus yang tertimbun tadi dengan mekanisme tekanan
intratorakal dan intraabdominal yang tinggi. Infeksi tuberkulosis yang di derita
juga menyebkan turunnya nafsu makan akibat efek sitokin pirogen endogen
pada hypothalamus yang memproduksi prostaglandin dan diperparah dengan
adanya stomatitis. Pirogen endogen ini pun menjadi penyebab dari naiknya suhu
tubuh. Turunnya nafsu makan dan kurangnya oksigen dalam tubuh
menyebabkan kebutuhan energi basal tubuh meningkat yang berakibat pada
penurunan berat badan. Sebagai kompensasi tubuh akan meningkatkan jumlah
nafas sehingga pasien mengalami sesak, hal ini juga diperparah dengan
penyempitan jalan nafas yang dipicu oleh infiltrasi sel PMN dan alveolar
makrofag.
5. Mengapa gejalanya semakin memburuk ?
Jawab:
Dikarenakan TBC yang diderita semakin memburuk akbiat dari sistem
kekebalan tubuh menurun drastis karena disebabkan oleh HIV. Kondisi ini yang
menyebabkan pasien bertambah
dialami semakin
3. Physical examination
General appearance: he looked severely sick and pale. Body height: 175 cm,
body weight: 55 kg, BP: 100/70 mmHg, HR: 112 x/min, RR: 36 x/min, Temp:
37,6C. There was a tattoo on the chest arm and lymphadenopathy of the
right neck, and stomatitis. In chest auscultation there was an increase of
vesicular sound at ther right upper lung with moderate rales.
1. Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal dari:
a. Severely sick and pale
Jawab:
Hal ini mungkin terjadi karena anemia yang diderita akibat batuk darah,
kompensasi tubuh terhadap berkurangnya darah, sistem imun yang menurun
akibat HIV dan infeksi kuman TB.
18
Pale:
Anemia pada tuberkulosis dapat dikarenakan terjadinya gangguan pada
proses eritropoesis oleh mediator inflamasi, Respon imun yang muncul
karena reaksi infeksi dan inflamasi menyebabkan dilepasnya protein yang
disebut sitokin. Protein ini membantu dalam proses penyembuhan dan
melawan infeksi, tetapi juga dapat mempengaruhi fungsi tubuh yang normal.
Pada anemia penyakit kronik, sitokin mengganggu kemampuan tubuh dalam
mengabsorbsi dan menggunakan Fe.
b. IMT
Jawab:
IMT = BB/TB2
= 55/(1,75)2
= 17,94 (underweight)
Normal
: 18,5-25
19
: 60-100x/min)
Interpretasi : Meningkat
Mekanisme :
HR meningkat karena adanya upaya untuk mencukupi kebutuhan oksigen
dan nutrisi pada jaringan.
e. RR: 36 x/min
Jawab:
RR 36x/min
Normalnya 16-24x/min
20
Interpretasi : Takipneu
Mekanisme : Infeksi M. tuberculosis Terbentuk tuberkel Fungsi
parenkim paru , lumen menyempit Mengurangi luas permukaan
membrane pernapasan total, ketebalan membrane pernapasan, kapasitas
pernapasan serta kerja otot pernapasan untuk ventilasi & berkurangnya
kapasitas vital pertukaran O2 dan CO2 terganggu hipoksia sel
mekanisme tubuh untuk mengatasi hipoksia peningkatan frekuensi napas
takipneu.
f. Temp: 37,8C
Jawab:
Temp: 37,8C
Normal
: 36,5oC - 37,2oC
21
: (-)
k. Moderate rales
Jawab:
Konsolidasi pada alveolar paru (adanya infiltrat cair produk dari kuman TB)
jalan keluar masuk udara menyempit saat inspirasi, udara melewati
alveoli paru yang mengalami konsolidasi terdengar vesicular sound yang
meningkat disertai rales karena produk berupa cairan.
4. Additional information
22
Laboratory
Hb : 8,5 g%, WBC : 6.000/L, ESR 65 mm/hr, Diffcount: 0/3/2/75/15/5, Acid
Fast Bacilli: (-), HIV test (+), CD4 120/L
Radiology
Chest radiograph showed infiltrate at right lower lung
1. Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal dari :
a. Hb : 8,5 g%
Jawab:
Normal
: 13-16 g%
Interpretasi : Anemia
Mekanisme : Anemia pada tuberkulosis dapat dikarenakan terjadinya
gangguan pada proses eritropoesis oleh mediator inflamasi, Respon imun
yang muncul karena reaksi infeksi dan inflamasi menyebabkan dilepasnya
protein yang disebut sitokin. Protein ini membantu dalam proses
penyembuhan dan melawan infeksi, tetapi juga dapat mempengaruhi fungsi
tubuh yang normal. Pada anemia penyakit kronik, sitokin mengganggu
kemampuan tubuh dalam mengabsorbsi dan menggunakan Fe.
b. WBC : 6.000/L
Jawab:
Nilai normal WBC: 5000-10000/ L, pada kasus 6000/ L
Apabila melihat nilai normal, maka orang ini WBC nya normal, tetapi karena
Ia terkena HIV ada kemungkinan bahwa WBC sebenarnya meningkat (tanda
infeksi). Pada penderita HIV, sel limfosit akan diserang dan mengakibatkan
jumlahnya menurun, sehingga jumlah sel darah putih dapat menurun hingga
kurang dari 5000/ L.
c. ESR 65 mm/hr
Jawab:
ESR 65 mm/hr
Normal
: 0-10 mm/hr
Interpretasi : Meningkat
Mekanisme : Adanya infeksi akut dan kronis karena meningkatnya mediator
inflamasi akibat reaksi peradangan. Darah menjadi lebih kental dan ESR pun
meningkat.
d. Diffcount: 0/3/2/75/15/5
Jawab:
Pemeriksaan
Mr. Y
Normal
Interpretasi
Diff Count:
Basofil
0-1
Normal
Eosinofil
1-3
Normal
Netrofil batang
2-6
Normal
Netrofil segmen
75
50-70
Limfosit
15
20-40
Monosit
2-8
Normal
24
Mekanisme :
Pada DC terjadi peningkatan netrofil segmen. Hal ini disebabkan reaksi
imunologis akan merngasang sumsul tulang untuk memproduksi netrofil
termasuk pula limfosit Namun karena HIV menyerang sel limfosit tersebut
akibatnya banyak sel T yg mati. Neutrofilia pada umumnya berhubungan
dengan penyebaran lokal akut seperti pada meningitis tuberkulosis, pecahnya
fokus perkejuan pada bronkhus atau rongga pleura (Lee et al., 1999).Pada
infeksi tuberkulosis yang berat atau tuberkulosis milier, dapat ditemukan
peningkatan jumlah neutrofil dengan pergeseran ke kiri (shift to the left) dan
granula toksik (reaksi leukomoid) (Schlossberg, 1994).
Sedangkan limfosit yang menurun disebabkan karena telah terjadi HIVAIDS
pada fase infeksi berat sehingga kadar Limfosit T
menurun.
: Negatif
CD4 120/L
25
Jawab:
CD4 120/L
Normal
: 500-1.600/L
Interpretasi : Menurun
Mekanisme : HIV mempunyai reseptor CD4+ yaitu p24, gp120, gp41
menyerang dan berkembang biak di sel CD4+ HIV yang berkembang biak
di sel CD4+ telah matur sel CD4+ lisis infeksi sel CD4+ lainnya
CD4+ kurang.
h.
: (-)
Interpretasi
Mekanisme
5. Template
1. Bagaimana cara mendiagnosis ?
Jawab:
Diagnosis tuberkulosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan
fisis/jasmani, pemeriksaan bakteriologi, radiologi dan pemeriksaan penunjang
lainnya.
Diagnosis TB Paru
Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau
lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah,
batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan
menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik,demam meriang
lebih dari satu bulan. Gejala-gejala tersebut diatas dapat dijumpai pula pada
penyakit paru selain TB, seperti bronkiektasis, bronkitis kronis, asma, kanker
paru, dan lain-lain.
Mengingat prevalensi TB paru di Indonesia saat ini masih tinggi, maka setiap
29
orang yang datang ke UPK dengan gejala tersebut diatas, dianggap sebagai
seorang tersangka (suspek) pasien TB, dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak
secara mikroskopis langsung pada pasien remaja dan dewasa, serta skoring pada
pasien anak.
Pemeriksaan
dahak
berfungsi
untuk
menegakkan
diagnosis,
menilai
BTA positif.
Ketiga spesimen dahak hasilnya tetap negatif setelah 3 spesimen dahak SPS
pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan
setelah pemberian antibiotika non OAT(non fluoroquinolon).
Pasien tersebut diduga mengalami komplikasi sesak nafas berat yang
memerlukan penanganan khusus (seperti: pneumotorak, pleuritis eksudativa,
efusi perikarditis atau efusi pleural) dan pasien yang mengalami hemoptisis
berat (untuk menyingkirkan bronkiektasis atau aspergiloma).
Diagnosis TB Ekstra Paru
Gejala dan keluhan tergantung organ yang terkena, misalnya kaku kuduk pada
Meningitis TB, nyeri dada pada TB pleura (Pleuritis), pembesaran kelenjar limfe
superfisialis pada limfadenitis TB dan deformitas tulang belakang (gibbus) pada
spondilitis TB dan lain-lainnya.
Diagnosis pasti sering sulit ditegakkan sedangkan diagnosis kerja dapat
ditegakkan berdasarkan gejala klinis TB yang kuat (presumtif) dengan
menyingkirkan kemungkinan penyakit lain. Ketepatan diagnosis bergantung
pada metode pengambilan bahan pemeriksaan dan ketersediaan alat-alat
diagnostik, misalnya uji mikrobiologi, patologi anatomi, serologi, foto toraks,
dan lain-lain.
Uji Tuberkulin
Pada anak, uji tuberkulin merupakan pemeriksaan yang paling bermanfaat
untuk menunjukkan sedang/pernah terinfeksi Mycobacterium tuberculosis dan
sering digunakan dalam Screening TBC. Efektifitas dalam menemukan
infeksi TBC dengan uji tuberkulin adalah lebih dari 90%. Penderita anak umur
kurang dari 1 tahun yang menderita TBC aktif uji tuberkulin positif 100%, umur
12 tahun 92%, 24 tahun 78%, 46 tahun 75%, dan umur 612 tahun 51%.
Dari persentase tersebut dapat dilihat bahwa semakin besar usia anak maka hasil
uji tuberkulin semakin kurang spesifik.
Ada beberapa cara melakukan uji tuberkulin, namun sampai sekarang cara
mantoux lebih sering digunakan. Lokasi penyuntikan uji mantoux umumnya
pada bagian atas lengan bawah kiri bagian depan, disuntikkan intrakutan (ke
dalam kulit).
Penilaian uji tuberkulin dilakukan 4872 jam setelah penyuntikan dan diukur
diameter dari pembengkakan (indurasi) yang terjadi:
31
Hemoptisis
Kasus
Tb paru
Pneumonia
Bronkietaksi
Karsinoma
(typical)
bronkogenik
32
Demam
Ringan
Ringan
Tinggi
(subfebris) (subfebris)
Sesak napas
Tinggi,
Ringan
berulang
BB, anoreksia
Productive
WBC
Gambaran
Infiltrate
infiltrat
Konsolidasi
Kista-kista
Nodul soliter
Radiologi
pada lobus
biasanya
biasanya pada
kecil seperti
sirkumskripta
kanan atas
gambaran
paru
paru
sarang tawon,
cough
Pembesaran
kelenjar limfe
bronchovascu
lar marking
Pemeriksaan Khusus
Dalam perkembangan kini ada beberapa teknik baru yang dapat mendeteksi
kuman TB seperti :
a. BACTEC: dengan metode radiometrik , dimana CO2 yang dihasilkan dari
metabolisme asam lemak M.tuberculosis dideteksi growth indexnya.
b. Polymerase chain reaction (PCR) dengan cara mendeteksi DNA dari
M.tuberculosis, hanya saja masalah teknik dalam pemeriksaan ini adalah
kemungkinan kontaminasi.
c. Pemeriksaan serologi : seperti ELISA, ICT dan Mycodot.
prevalensi yang tinggi, uji tuberkulin sebagai alat bantu diagnosis penyakit
kurang berarti pada orang dewasa. Uji ini mempunyai makna bila didapatkan
konversi, bula atau kepositifan yang didapat besar sekali.
4. Apa diagnosis pada kasus ?
Jawab:
TB Paru kasus baru BTA (-) dengan batuk darah disertai HIV stadium klinis 3.
5. Apa definisi diagnosis pada kasus ?
Jawab:
Tuberkulosis paru adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh kuman
TB (Mycobacterium Tuberculosis) yang menyerang paru-paru.
HIV atau human immunodeficiency virus adalah suatu virus yang dapat
menyebabkan penyakit AIDS. Virus ini menyerang manusia dan menyerang
sistem kekebalan (imunitas) tubuh, sehingga tubuh menjadi lemah dalam
melawan infeksi.
6. Bagaimana epidemiologi pada kasus?
Jawab:
Terjadinya peningkatan infeksi HIV telah menimbulkan perubahan dalam
epidemiologi tuberkulosis.HIV telah merubah penyakit tuberkulosis dari suatu
penyakit yang endemis menjadi suatu penyakit yang epidemis di seluruh dunia.
World Health Organization (WHO) memperkirakan sekitar sepertiga sampai
setengah dari individu yang terinfeksi virus HIV akan menderita tuberkuosis
yang aktif. Pada tahun 2002 saja, lebih dari 630.000 kasus baru TB dengan HIV
dilaporkan di seluruh dunia dan sekitar 450.000 kematian dinyatakan infeksi
TB/HIV sebagai penyebabnya.
Pada tahun 2000, prevalensi TB/HIV terus meningkat di seluruh dunia. Saat
itu WHO memperkirakan prevalensi infeksi HIV pada orang dewasa dan anakanak sekitar 36,1 juta. Pada saat yang sama sekitar 2 miliar orang mengalami
infeksi laten oleh kuman TB dan sekitar 11,8 juta orang mengalami infeksi
gabungan.
7. Bagaimana etiologi pada kasus?
34
Jawab:
HIV: penggunaan jarum tattoo yang tidak steril dan bergantia sehingga
memperbesar resiko penularan HIV sehingga merusak/melemahkan system
imun tubuh.
TB: Masuknya bakteri bakteri penyebab TB (seperti M. tuberculosis) dari
udara bebas yang teraktivasi karena system imun tubuh melemah atau rusak
sehingga tidak mampu menekan aktivasi bakteri tersebut.
36
HIV : gaya hidup, penggunaan tato infeksi HIV difagosit oleh sel
dendritik (GP-120 pada HIV berikatan dengan C-type leptin, reseptor yang
ada di sel dendritik) dibawa ke KGB regional dipresentasikan ke sel
Th (CD4+) Fase perlekatan ( Protein GP-120 HIV berikatan dengan sel
CD4+) Protein GP-41 HIV memediasi fusi pada membrane sel CD4 +
di dalam sitoplasma sel CD4+, kapsid HIV terbuka sehingga RNA keluar
dan segera diubah menjadi DNA dengan bantuan enzim reverse
transcriptase dari HIV DNA bermigrasi ke nucleus DNA berintegrasi
dengan DNA sel penjamu dengan bantuan enzim integrase terbentuklah
provirus provirus ini memicu transkripsi m-RNA virus setelah itu
translasi, sehingga terbentuk enzim dan protein structural HIV RNA
virus keluar dari provirus untuk bergabung dengan enzim dan protein
37
TB :
Respon pertama :
a. kuman TB difagosit oleh neutrofil, makrofag alveolar dan sel PMN
aktivasi sitokin (IL-1, IL-6, TNF-) memicu pembentukan asam
arakidonat terbentuk prostaglandin meningkatkan set point
hipotalamus demam.
b. Akumulasi makrofag alveolar dibawa ke bronkiolus dibuang melalui
system mukosiliaris yang membentuk mucus batuk berdahak
c. Banyaknya mikroba (TB dan HIV) yang menginfeksi dan juga replikasi
HIV di KGB yang banyak KGB mengeluarkan lebih banyak sel radang
pembesaran KGB.
d. immunodefisiensi reinfeksi TB, reaktivasi lesi primer dorman kuman
dimangsa oleh makrofag alveolar tetapi tidak terbunuh karena terjadinya
imunodefisiensi pada Tuan X sehingga makrofag tidak teraktivasi dan
fungsinya pun menjadi terganggu terjadilah akumulasi makrofag tidak
teraktivasi yang merupakan pengganti tidak terbentuknya granuloma untuk
mengatasi kuman tersebut terjadi konsolidasi ruang untuk masuknya
oksigen berkurang sesak nafas
e. Batuk berdarah : reaksi radang yang berlebihan terjadi lesi pada
pembuluh darah pulmo batuk berdarah
38
Gejala klinis tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala lokal
dan gejala sistemik, bila organ yang terkena adalah paru maka gejala lokal
ialah gejala respiratori (gejala lokal sesuai organ yang terlibat)
1) Gejala Respiratorik
-- Batuk > 2 minggu
-- Batuk darah
-- Sesak napas
-- Nyeri dada
Gejala respiratorik ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai
gejala yang cukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang pasien terdiagnosis
pada saat medical check up. Bila bronkus belum terlibat dalam proses
penyakit, maka pasien mungkin tidak ada gejala batuk. Batuk yang pertama
terjadi karena iritasi bronkus, dan selanjutnya batuk diperlukan untuk
membuang dahak ke luar.
2) Gejala Sistemik
-- Demam
-- Gejala sistemik lain adalah malaise, keringat malam, anoreksia dan berat
badan menurun
3) Gejala Tuberkulosis Ekstraparu
Gejala tuberkulosis ekstraparu tergantung dari organ yang terlibat, misalnya
pada limfadenitis tuberkulosis akan terjadi pembesaran yang lambat dan tidak
nyeri dari kelenjar getah bening, pada meningitis tuberkulosis akan terlihat
gejala meningitis, sementara pada pleuritis tuberkulosis terdapat gejala sesak
napas dan kadang nyeri dada pada sisi yang rongga pleuranya terdapat cairan.
Jika disertai dengan HIV, maka manifestasi klinisnya berupa gejala-gejala TB
(gejala-gejala di atas) ditambah dengan:
Penurunan berat badan >10kg (atau >20% dari berat badan) dalam 4 bulan
39
Pengobatan dibagi menjadi 2 fase: Fase awal( efek bakterisidal) dan Fase
lanjutan(efek sterilisasi).
Kategori
Kriteria penderita
Regimen pengobatan
Fase awal
Fase lanjutan
2 RHZE (RHZS)
6 EH
2 RHZE (RHZS)
4 RH
2 RHZE (RHZS)*
4 R3H3*
40
II
2 RHZES / 1 RHZE
5 RHE
Kambuh
2 RHZES / 1 RHZE*
5 R3H3E3*
2 RHZ (E)
6 EH
TBEP ringan
2 RHZ (E)
4 RH
2 RHZ* (E)
4 R3H3*
Gagal
Putus berobat
III
IV
Kasus kronik
Kondisi
Rekomendasi
TB ekstrapulmonal
tercapai
41
dengan
ARV
golongan
non-nukleotida
dan
inhibitor
Komplikasi TB
TB paru yang tidak ditangani dengan baik akan menimbulkan komplikasi.
Komplikasi dini: pleuritis, efusi pleura, empiema, laryngitis, poncets
arthropathy
Komplikasi lanjut: obstruksi jalan nafas: SOFT, kerusakan parenkim berat:
fibrosis paru, kor pulmonal, amiloidosis, karsinoma paru, sindrom gagal
nafas dewasa (ARDS), sering terjadi pada TB milier dan kavitas TB.
dengan pola sitokin yang diproduksi oleh limfosit T, dalam hal ini limfosit T1
melalui produksi interferon yang berperan defensive terhadap mikobakterium.
Pada infeksi HIV, deplesi limfosit inilah yang menyebabkan suseptibilitas
terhadap tuberkulosis meningkat. Di lain pihak, infeksi M tuberculosis itu
sendiri merangsang makrofag memproduksi TNF, IL-1 dan IL-6 yang
menyebabkan peningkatan replikasi virus HIV. Jadi antara infeksi HIV dan
tuberkulosis terjadi interaksi patogenik 2 arah (bidirectional pathogenic
interactions) yang memperburuk prognosis penderita.
16. Bagaimana SKDI pada kasus?
Jawab:
SKDI TB dengan HIV adalah 3A yaitu, mampu membuat diagnosis klinik
berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan-pemeriksaan tambahan yang
diminta oleh dokter misalnya pemeriksaan lab atau x-ray. Dokter dapat
memutuskan dan memberi terapi pendahuluan, serta merujuk ke spesialis yang
relevan (bukan kasus gawat darurat).
IV.
Sintesis Masalah
1. Sistem Respirasi
PENGERTIAN RESPIRASI
Pengertian pernafasan atau respirasi adalah suatu proses mulai dari pengambilan oksigen,
pengeluaran karbohidrat hingga penggunaan energi di dalam tubuh. Menusia dalam
bernapas menghirup oksigen dalam udara bebas dan membuang karbondioksida ke
lingkungan.
45
Rongga dada membesar yang mengakibatkan tekanan udara dalam dada kecil sehingga
udara masuk ke dalam badan.
Diafragma datar
Volume rongga dada menjadi besar yang mengakibatkan tekanan udara pada dada
mengecil sehingga udara pasuk ke paru-paru.
Normalnya manusia butuh kurang lebih 300 liter oksigen perhari. Dalam keadaan tubuh
bekerja berat maka oksigen atau O2 yang diperlukan pun menjadi berlipat-lipat kali dan
bisa sampai 10 hingga 15 kalilipat. Ketika oksigen tembus selaput alveolus, hemoglobin
akan mengikat oksigen yang banyaknya akan disesuaikan dengan besar kecil tekanan
udara.
46
Pada pembuluh darah arteri, tekanan oksigen dapat mencapat 100 mmHg dengan 19 cc
oksigen. Sedangkan pada pembuluh darah vena tekanannya hanya 40 milimeter air raksa
dengan 12 cc oksigen. Oksigen yang kita hasilkan dalam tubuh kurang lebih sebanyak 200
cc di mana setiap liter darah mampu melarutkan 4,3 cc karbondioksida / CO2. CO2 yang
dihasilkan akan keluar dari jaringan menuju paruparu dengan bantuan darah.
Proses Kimiawi Respirasi Pada Tubuh Manusia :
1. Hidung
2. Faring
3. Trakea
4. Bronkus
5. Bronkiouls
6. paru-paru
Alat alat pernapasan pada manusia
1. Rongga Hidung (Cavum Nasalis)
Udara dari luar akan masuk lewat rongga hidung (cavum nasalis). Rongga hidung berlapis
selaput lendir, di dalamnya terdapat kelenjar minyak (kelenjar sebasea) dan kelenjar
keringat (kelenjar sudorifera). Selaput lendir berfungsi menangkap benda asing yang
masuk lewat saluran pernapasan. Selain itu, terdapat juga rambut pendek dan tebal yang
berfungsi menyaring partikel kotoran yang masuk bersama udara. Juga terdapat konka
yang mempunyai banyak kapiler darah yang berfungsi menghangatkan udara yang
masuk.Di sebelah belakang rongga hidung terhubung dengan nasofaring melalui dua
lubang yang disebut choanae.
47
Pada permukaan rongga hidung terdapat rambut-rambut halus dan selaput lendir yang
berfungsi untuk menyaring udara yang masuk ke dalam rongga hidung.
2. Faring (Tenggorokan)
Udara dari rongga hidung masuk ke faring. Faring merupakan percabangan 2 saluran,
yaitu saluran pernapasan (nasofarings) pada bagian depan dan saluran pencernaan
(orofarings) pada bagian belakang.
Pada bagian belakang faring (posterior) terdapat laring (tekak) tempat terletaknya pita
suara (pita vocalis). Masuknya udara melalui faring akan menyebabkan pita suara bergetar
dan terdengar sebagai suara.
Makan sambil berbicara dapat mengakibatkan makanan masuk ke saluran pernapasan
karena saluran pernapasan pada saat tersebut sedang terbuka. Walaupun demikian, saraf
kita akan mengatur agar peristiwa menelan, bernapas, dan berbicara tidak terjadi
bersamaan sehingga mengakibatkan gangguan kesehatan.
Fungsi utama faring adalah menyediakan saluran bagi udara yang keluar masuk dan juga
sebagi jalan makanan dan minuman yang ditelan, faring juga menyediakan ruang
dengung(resonansi) untuk suara percakapan.
Batang tenggorok (trakea) terletak di sebelah depan kerongkongan. Di dalam rongga dada,
batang tenggorok bercabang menjadi dua cabang tenggorok (bronkus). Di dalam paruparu, cabang tenggorok bercabang-cabang lagi menjadi saluran yang sangat kecil disebut
bronkiolus. Ujung bronkiolus berupa gelembung kecil yang disebut gelembung paru-paru
(alveolus).
4. Pangkal Tenggorokan (laring)
Laring merupakan suatu saluran yang dikelilingi oleh tulang rawan. Laring berada diantara
orofaring dan trakea, didepan lariofaring. Salah satu tulang rawan pada laring disebut
epiglotis. Epiglotis terletak di ujung bagian pangkal laring.
Laring diselaputi oleh membrane mukosa yang terdiri dari epitel berlapis pipih yang cukup
tebal sehingga kuat untuk menahan getaran-getaran suara pada laring. Fungsi utama laring
adalah menghasilkan suara dan juga sebagai tempat keluar masuknya udara.
Pangkal tenggorok disusun oleh beberapa tulang rawan yang membentuk jakun. Pangkal
tenggorok dapat ditutup oleh katup pangkal tenggorok (epiglotis). Pada waktu menelan
makanan, katup tersebut menutup pangkal tenggorok dan pada waktu bernapas katu
membuka. Pada pangkal tenggorok terdapat selaput suara yang akan bergetar bila ada
udara dari paru-paru, misalnya pada waktu kita bicara.
5. Cabang Batang Tenggorokan (Bronkus)
Tenggorokan (trakea) bercabang menjadi dua bagian, yaitu bronkus kanan dan bronkus
kiri. Struktur lapisan mukosa bronkus sama dengan trakea, hanya tulang rawan bronkus
bentuknya tidak teratur dan pada bagian bronkus yang lebih besar cincin tulang rawannya
melingkari lumen dengan sempurna. Bronkus bercabang-cabang lagi menjadi bronkiolus.
Batang tenggorokan bercabang menjadi dua bronkus, yaitu bronkus sebelah kiri dan
sebelah kanan. Kedua bronkus menuju paru-paru, bronkus bercabang lagi menjadi
bronkiolus. Bronkus sebelah kanan(bronkus primer) bercabang menjadi tiga bronkus
lobaris (bronkus sekunder), sedangkan bronkus sebelah kiri bercabang menjadi dua
bronkiolus. Cabang-cabang yang paling kecil masuk ke dalam gelembung paru-paru atau
alveolus. Dinding alveolus mengandung kapiler darah, melalui kapiler-kapiler darah dalam
alveolus inilah oksigen dan udara berdifusi ke dalam darah. Fungsi utama bronkus adalah
menyediakan jalan bagi udara yang masuk dan keluar paru-paru.
6. Paru-paru (Pulmo)
49
Paru-paru terletak di dalam rongga dada bagian atas, di bagian samping dibatasi oleh otot
dan rusuk dan di bagian bawah dibatasi oleh diafragma yang berotot kuat. Paru-paru ada
dua bagian yaitu paru-paru kanan (pulmo dekster) yang terdiri atas 3 lobus dan paru-paru
kiri (pulmo sinister) yang terdiri atas 2 lobus. Paru-paru dibungkus oleh dua selaput yang
tipis, disebut pleura. Selaput bagian dalam yang langsung menyelaputi paru-paru disebut
pleura dalam (pleura visceralis) dan selaput yang menyelaputi rongga dada yang
bersebelahan dengan tulang rusuk disebut pleura luar (pleura parietalis). Paru-paru
tersusun oleh bronkiolus, alveolus, jaringan elastik, dan pembuluh darah. Bronkiolus tidak
mempunyai tulang rawan,tetapi ronga bronkus masih bersilia dan dibagian ujungnya
mempunyai epitelium berbentuk kubus bersilia. Setiap bronkiolus terminalis bercabangcabang lagi menjadi bronkiolus respirasi, kemudian menjadi duktus alveolaris.Pada
dinding duktus alveolaris mangandung gelembung-gelembung yang disebut alveolus.
Respirasi dibagi menjadi 2 bagian , yaitu respirasi eksternal dimana proses pertukaran O2
& CO2 ke dan dari paru ke dalam O2 masuk ke dalam darah dan CO2 + H2O masuk ke
paru paru darah. kemudian dikeluarkan dari tubuh dan respirasi internal/respirasi sel
dimana proses pertukaran O2 & peristiwaCO2 di tingkat sel biokimiawi untuk proses
kehidupan.
51
Ventilasi pulmonal yaitu masuk dan keluarnya aliran udara antara atmosfir dan alveoli
paru yang terjadi melalui proses bernafas (inspirasi dan ekspirasi) sehingga terjadi disfusi
gas (oksigen dan karbondioksida) antara alveoli dan kapiler pulmonal serta ransport O2 &
CO2 melalui darah ke dan dari sel jaringan.
Mekanik pernafasan
Masuk dan keluarnya udara dari atmosfir ke dalam paru-paru dimungkinkan olen peristiwa
mekanik pernafasan yaitu inspirasi dan ekspirasi. Inspirasi (inhalasi) adalah masuknya O2
dari atmosfir & CO2 ke dlm jalan nafas.Dalam inspirasi pernafasan perut, otot difragma
akan berkontraksi dan kubah difragma turun ( posisi diafragma datar ), selanjutnya ruang
otot intercostalis externa menarik dinding dada agak keluar, sehingga volume paru-paru
membesar, tekanan dalam paru-paru akan menurun dan lebih rendah dari lingkungan luar
sehingga udara dari luar akan masuk ke dalam paru-paru. Ekspirasi (exhalasi) adalah
keluarnya CO2 dari paru ke atmosfir melalui jalan nafas. Apabila terjadi pernafasan perut,
otot difragma naik kembali ke posisi semula ( melengkung ) dan muskulus intercotalis
interna relaksasi. Akibatnya tekanan dan ruang didalam dada mengecil sehingga dinding
dada masuk ke dalam udara keluar dari paru-paru karena tekanan paru-paru meningkat.
a. Ventilasi
Selama inspirasi udara mengalir dari atmosfir ke alveoli.Selama ekspirasi sebaliknya yaitu
udara keluar dari paru-paru.Udara yg masuk ke dalam alveoli mempunyai suhu dan
kelembaban atmosfir. Udara yg dihembuskan jenuh dengan uap air dan mempunyai suhu
sama dengan tubuh.
b. Difusi
Difusi dalam respirasi merupakan proses pertukaran gas antara alveoli dengan darah pada
kapiler paru. Proses difusi terjadi karena perbedaan tekanan, gas berdifusi dari tekanan
tinggi ke tekanan rendah. Salah satu ukuran difusi adalah tekanan parsial.
52
Difusi terjadi melalui membran respirasi yang merupakan dinding alveolus yang sangat
tipis dengan ketebalan rata-rata 0,5 mikron. Di dalamnya terdapat jalinan kapiler yang
sangat banyak dengan diameter 8 angstrom.Dalam paru2 terdapat sekitar 300 juta alveoli
dan bila dibentangkan dindingnya maka luasnya mencapai 70 m2 pada orang dewasa
normal.
Saat difusi terjadi pertukaran gas antara oksigen dan karbondioksida secara simultan. Saat
inspirasi maka oksigen akan masuk ke dalam kapiler paru dan saat ekspirasi
karbondioksida akan dilepaskan kapiler paru ke alveoli untuk dibuang ke atmosfer. Proses
pertukaran gas tersebut terjadi karena perbedaan tekanan parsial oksigen dan
karbondioksida antara alveoli
dan kapiler paru.
53
Volume gas yang berdifusi melalui membran respirasi per menit untuk setiap perbedaan
tekanan sebesar 1 mmHg disebut dengan kapasitas difusi.Kapasitas difusi oksigen dalam
keadaan istirahat sekitar 230 ml/menit.Saat aktivitas meningkat maka kapasitas difusi ini
juga meningkat karena jumlah kapiler aktif meningkat disertai dDilatasi kapiler yang
menyebabkan luas permukaan membran difusi meningkat.Kapasitas difusi karbondioksida
saat istirahat adalah 400-450 ml/menit.Saat bekerja meningkat menjadi 1200-1500
ml/menit.
Difusi dipengaruhi oleh :
1. Ketebalan membran respirasi
2. Koefisien difusi
3. Luas permukaan membran respirasi*
4. Perbedaan tekanan parsial
c. Perfusi pulmonal
Merupakan aliran darah aktual melalui sirkulasi pulmonal dimana O2 diangkut dalam
darah membentuk ikatan (oksi Hb) / Oksihaemoglobin (98,5%) sedangkan dalam eritrosit
bergabung dgn Hb dalam plasma sbg O2 yg larut dlm plasma (1,5%). CO2 dalam darah
ditrasportasikan sebagai bikarbonat, alam eritosit sebagai natrium bikarbonat, dalam
plasma sebagai kalium bikarbonat , dalam larutan bergabung dengan Hb dan protein
plasma. C02 larut dalam plasma sebesar 5 7 % , HbNHCO3 Carbamoni Hb (carbamate)
sebesar 15 20 % , Hb + CO2 HbC0 bikarbonat sebesar 60 80% .
54
o Volume tidal (TV) yaitu volume udara yang dihirup dan dihembuskan setiap kali bernafas.
o Volume cadangan inspirasi (IRV) , yaitu volume udara maksimal yg dapat dihirup setelah
inhalasi normal.
o Volume Cadangan Ekspirasi (ERV), volume udara maksimal yang dapat dihembuskan
dengan kuat setelah exhalasi normal.
o Volume residual (RV) volume udara yg tersisa dalam paru-paru setelah ekhalasi maksimal.
Kapasitas Paru
o Kapasitas vital (VC), volume udara maksimal dari poin inspirasi maksimal.
o Kapasitas inspirasi (IC) Volume udara maksimal yg dihirup setelah ekspirasi normal.
o Kapasitas residual fungsiunal (FRC), volume udara yang tersisa dalam paru-paru setelah
ekspirasi normal.
o Kapasitas total paru (TLC) volume udara dalam paru setelah inspirasi maksimal.
Pengaturan pernafasan
Sistem kendali memiliki 2 mekanismne saraf yang terpisah yang mengatur pernafasan.
Satu system berperan mengatur pernafasan volunter dan system yang lain berperan
mengatur pernafasan otomatis.
55
1. Pengendalian Oleh saraf Pusat ritminitas di medula oblongata langsung mengatur otot otot
pernafasan. Aktivitas medulla dipengaruhi pusat apneuistik dan pnemotaksis. Kesadaran
bernafas dikontrol oleh korteks serebri. Pusat Respirasi terdapat pada Medullary
Rhythmicity Area yaitu area inspirasi & ekspirasi, mengatur ritme dasar respirasi ,
Pneumotaxic Area terletak di bagian atas pons dan berfungsi untuk membantu koordinasi
transisi antara inspirasi & ekspirasi, mengirim impuls inhibisi ke area inspirasi paru-paru
terlalu mengembang, dan Apneustic Area yang berfungsi membantu koordinasi transisi
antara inspirasi & ekspirasi dan mengirim impuls ekshibisi ke area inspirasi.
2. Pengendalian secara kimia pernafasan dipengaruhi oleh : PaO2, pH, dan PaCO2. Pusat
khemoreseptor : medula, bersepon terhadap perubahan kimia pd CSF akibat perub kimia
dalam darah.Kemoreseptor perifer : pada arkus aortik dan arteri karotis
1. Rongga Hidung
Rongga Hidung terdiri dari dua struktur yaitu vestibulum di luar dan fosa nasalis di dalam
-
Vestibulum
Di dalam vestibulum, epitelnya tidak berlapis tanduk lagi dan beralih menjadi epitel
respirasi. Epitel respirasi terdiri dari lima jenis sel. Sel silindris bersilia adalah sel yang
terbanyak. sel terbanyak kedua adalah sel goblet mukosa,selanjutnya adalah sel basal dan
jenis sel terakhir adalah sel granul kecil,yang mirip dengan sel basal kecuali pada sel ini
terdapat banyak granul.
Fosa Nasalis
Dari masing masing dinding lateral keluar tiga tonjolan tulang mirip rak yang disebut
Konka yang tediri dari konka superior, konka media dan konka inferior. Konka media dan
konka inferior yang ditutupi oleh epitel respirasi, dan konka superior ditutupi oleh epitel
olfaktorius khusus.Celah celah kecil yang terjadi akibat adanya konkamemudahkan
pengkondisian udara inspirasi.
2. Sinus Paranasal
56
Adalah rongga tertutup dalam tulang frontal, maksila,etmoid,dan sphenoid. Sinus sinus
ini dilapisi oleh sel respirasi yang lebih tipis dan sedikit mengandung sel goblet. Sinus
pranasal berhubungan langsung dengan rongga hidung melalui lubang lubang kecil.
3. Nasofaring
Adalah bagian pertama faring yang berlanjut sebagai orofaring kea rah kaudal.Dilapisi
oleh epitel respirasi pada bagian yang berkontak dengan palatum molle.
4. Laring
Adalahtabung tak teratur yang menghubungkan faring dengan trakea.di dalam lamina
propia, terdapat sejumlah tulang rawan laring. Yang lebih besar,seprti tiroid, krikoid, dan
kebanyakan aritenoid merupakan tulang rawan hyaline. Tulang rawan yang lebih kecil
seperti, epiglottis,kuneiformis,kurnikulatum,dan ujung aritenoid merupakan tulang rawan
elastic.
5. Trakea
Trakea dilapisi mukosa respirasi yang khas.di dalam lamina trakea terdapat cincing tulang
rawan hyaline berbentuk C yang menjaga agar lumen trakea tetap terbuka dan terdapat
banyak kelenjer serumukosa yang menghasilkan mucus yang lebih cair.
6. Percabangan Bronkus
a. Bronkus
Trakea, bercabang menjadi dua bronkus. Setiap bronkus bercabang sebanyak 9 sampai 12
kali dan masing masing cabang semakin mengecil.Terdapat kelenjer getah bening
terutama banyak dijumpai di tempat percabangan bronkus
b. Bronkiolus
Yaitu jalan intralobular berdiameter 5 mm atau kurang.tidak memiliki tulang rawan
maupun kelenjer dalam mukosanya, hanya terdapat sebaran sel goblet di dalam epitel
segmen awal.
c. Bronkiolus Respiratorius
Setiap
bronkiolus
terminalis
bercabang
menjadi
dua
atau
lebih
bronkiolus
Jenis kelamin. Pada umumnya pria memiliki frekuensi pernapasan yang lebih tinggi
dibandingkan dengan wanita.Kebutuhan akan oksigen serta produksi karbondioksida pada
pria lebih tinggi dibandingkan wanita.
Suhu tubuh. Semakin tinggi suhu tubuh seseorang maka aka semakin cepat frekuensi
pernapasannya, hal ini berhubungan dengan penigkatan proses metabolism yang terjadi
dalam tubuh.
Posisi atau kedudukan tubuh. Frekuensi pernapasan ketika sedang duduk akan berbeda
dibandingkan dengan ketika sedang berjongkok atatu berdiri.Hal ini berhubungan erat
dengan energy yang dibutuhkan oleh organ tubuh sebagai tumpuan berat tubuh.
Aktivitas. Seseorang yang aktivitas fisiknya tingi seperti olahragawan akan membutuhkan
lebih banyak energi daripada orang yang diamatau santai, oleh karena itu, frekuensi
pernapasan orang tersebut juga lebih tinggi. Gerakan dan frekuensi pernapasan diatur oleh
pusat pernapasan yang terdapat di otak. Selain itu, frekuensi pernapasan distimulus oleh
konsentrasi karbondioksida (CO) dalam darah.
2. HIV
Definisi
HIV adalah singkatan dari Human Immunodeficiency Virus. Virus ini menurunkan sampai
merusak system kekebalan tubuh manusia. Setelah beberapa tahun jumlah virus semakin
banyak sehingga system kekebalan tubuh tidak lagi mampu melawan penyakit yang
masuk. Ketika indivudu sudah tidak lagi memiliki system kekebalan tubuh maka semua
penyakit dapat dengan mudah masuk kedalam tubuh.
58
Epidemiologi
Penularan HIV/AIDS terjadi akibat melalui cairan tubuh yang mengandung virus HIV
yaitu melalui hubungan seksual, baik homoseksual maupun heteroseksual, jarum suntik
pada penggunaan narkotika, transfuse komponen darah dan dari ibu yang terinfeksi HIV
ke bayi yang dilahirkanya. Oleh karena itu kelompok risiko tinggi terhadap HIV / AIDS
misalnya pengguna narkotika, pekerja seks komersil dan pelangganya serta narapidana
(Djoerban, 2007).
Patogenesis
59
mengakibatkan daya tahan tubuh berkurang atau hilang, akibatnya mudah terkena
penyakit-penyakit lain seperti penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri protozoa dan
jamur dan juga mudah terkena penyakit kanker seperti sarkoma kaposi. HIV mungkin juga
secara lansung menginfeksi sel-sel syaraf menyebabkan kerusakan neurologis. (Agustina,
2004)
Penularan
Secara umum ada 5 faktor yang perlu diperhatikan pada penularan suatu penyakit
yaitu sumber infeksi, vehikulum yang membawa agent, host yang rentan, tempat keluar
kuman dan tempat masuk kuman (portd entre). Virus HIV sampai saat ini terbukti hanya
menyerang sel Lmfosit T dan sel otak sebagai organ sasarannya. Virus HIV sangat lemah
dan mudah mati diluar tubuh. Sebagai vehikulum yang dapat membawa virus HIV keluar
tubuh dan menularkan kepada orang lain adalah berbagai cairan tubuh. Cairan tubuh yang
terbukti menularkan diantaranya semen, cairan vagina atau servik dan darah penderita
(Siregar, 2004).
Banyak cara yang diduga menjadi cara penularan virus HIV, namun hingga kini cara
penularan HIV yang diketahui adalah melalui:
1. Transmisi Seksual
Penularan melalui hubungan seksual baik homoseksual maupun heteroseksual merupakan
penularan infeksi HIV yang paling sering terjadi. Penularan ini berhubungan dengan
semen dan cairan vagina. Infeksi dapat ditularkan dari setiap pengidap infeksi HIV kepada
pasangan seksnya. Resiko penularan HIV tergantung pada pemilihan pasangan seks,
jumlah pasangan seks dan jenis hubungan seks. Pada penelitian Darrow (1985) ditemukan
resiko seropositive untuk zat anti terhadap HIV cenderung naik pada hubungan seksual
yang dilakukan pada pasangan tidak tetap. Orang yang sering berhubungan seksual dengan
berganti pasangan merupakan kelompok manusia yang berisiko tinggi terinfeksi virus HIV
(Siregar, 2004).
Homoseksual
Di dunia barat, Amerika Serikat dan Eropa tingkat promiskuitas homoseksual menderita
AIDS, berumur antara 20-40 tahun dari semua golongan krusial. Cara hubungan seksual
anogenetal merupakan perilaku seksual dengan resiko tinggi bagi penularan HIV,
khususnya bagi mitra seksual yang pasif menerima ejakulasi semen dari seseorang
60
pengidap HIV. Hal ini sehubungan dengan mukosa rektum yang sangat tipis dan mudah
sekali mengalami pertukaran pada saat berhubungan secara anogenital.
Heteroseksual
Di Afrika dan Asia Tenggara cara penularan utama melalui hubungan heteroseksual pada
promiskuitas dan penderita terbanyak adalah kelompok umur seksual aktif baik pria
maupun wanita yang mempunyai banyak pasangan dan berganti-ganti.
Transmisi Parenteral
Jarum suntik dan alat tusuk lainnya (alat tindik) yang telah terkontaminasi, misalnya pada
penyalah gunaan narkotik suntik yang menggunakan jarum suntik yang tercemar secara
bersama-sama. Disamping dapat juga terjadi melaui jarum suntik yang dipakai oleh
petugas kesehatan tanpa disterilkan terlebih dahulu. Resiko tertular cara transmisi parental
ini kurang dari 1%. Darah/Produk Darah Transmisi melalui transfusi atau produk darah
terjadi di negara-negara barat sebelum tahun 1985. Sesudah tahun 1985 transmisi melalui
jalur ini di negara barat sangat jarang, karena darah donor telah diperiksa sebelum
ditransfusikan. Resiko tertular infeksi/HIV lewat trasfusi darah adalah lebih dari 90%.
Transmisi Transplasental
Penularan dari ibu yang mengandung HIV positif ke anak mempunyai resiko sebesar 50%.
Penularan dapat terjadi sewaktu hamil, melahirkan dan sewaktu menyusui. Penularan
melalui air susu ibu termasuk penularan dengan resiko rendah. (Siregar, 2004)
Faktor risiko dari infeksi HIV ini antara lain (Mayo Clinic, 2010):
Orang yang menggunakan obat-obatan intravena sering berbagi jarum suntik. Ini akan
memaparkan infeksi melalui darah
4. Laki-laki yang tidak tersirkumsisi
Beberapa studi menemukan bahwa tidak sirkumsisi meningkatkan risiko penularan
HIV heteroseksual.
Dari anamnesa didapatkan bahwa pasien tidak memiliki riwayat penyakit menular
seksual, berganti-ganti pasangan, atu penggunaan obat-obatan intravena. Namun suami
pasien menderita sakit yang sama yaitu batuk-batuk lama, semakin kurus, dan meninggal 3
tahun yang lalu. Sehingga pada pasien ini HIV kemungkinan ditularkan melalui hubungan
seksual tanpa kondom dengan suami pasien.
Diagnosis
Penularan HIV/AIDS terjadi akibat melalui cairan tubuh yang mengandung virus HIV
yaitu melalui hubungan seksual, baik homoseksual maupun heteroseksual, jarum suntik
pada penggunaan narkotika, transfuse komponen darah dan dari ibu yang terinfeksi HIV
ke bayi yang dilahirkanya. Oleh karena itu kelompok risiko tinggi terhadap HIV/AIDS
misalnya pengguna narkotika, pekerja seks komersil dan pelangganya serta narapidana
(Djoerban, 2007).
Untuk menegakkan diagnosis pada penderita perlu dilakukan anamnesa, pemeriksaan fisik
dan tes laboratorium. Apabila dengan pemeriksaan laboratorium terbukti terinfeksi HIV,
baik dengan metode pemeriksaan antibodi atau pemeriksaan untuk mendeteksi adanya
virus dalam tubuh maka penderita dinyatakan terinfeksi HIV.
Diagnosis AIDS untuk kepentingan surveilans ditegakkan apabila terdapat infeksi
oportunistik atau limfosit CD4+ kurang dari 200 sel / mm3.
Untuk keperluan surveilans epidemiologi seorang dewasa ( < 12 tahun ) dianggap
menderita AIDS apabila menunjukkan tes HIV positif dengan strategi pemeriksaan yang
sesuai dan sekurang kurangnya didapatkan 2 gejala mayor dan 1 gejala minor dan gejala
gejala ini bukan disebabkan oleh keadaan keadaan lain yang tidak berkaitan dengan
HIV :
62
1. Gejala Mayor : Berat badan menurun > 10 % dalam 1 bulan, diare kronis yang
berlangsung lebih dari 1 bulan, demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan, penurunan
kesadaran dan gangguan neurologis, demensia atau HIV ensefalopati.
2. Gejala Minor : Batuk menetap lebih dari 1 bulan, dermatitis generalisata yang gatal,
adanya herpes zoster multisegmental dan atau berulang, kandidiasis oro faringeal, herpes
simpleks kronis progresif, limfadenopati generalisata, infeksi jamur berulang pada alat
kelamin perempuan.
Pada pasien ini ditemukan hasil determinan tes positif, adanya 2 gejala mayor yaitu Berat
badan menurun > 10 % dalam 1 bulan dan demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan,
sedangkan pada gejala minor didapatkan Batuk menetap lebih dari 1 bulan dan kandidiasis
oro faringeal. Sehingga pada pasien ini dapat didiagnosa sebagai HIV karena memenuhi
kriteria sekurang kurangnya didapatkan 2 gejala mayor dan 1 gejala minor.
Tes HIV
Pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui secara pasti apakah seseorang terinfeksi HIV
sangatlah penting, karena pada infeksi HIV gejala klinisnya dapat baru terlihat setelah
bertahun tahun lamanya.Terdapat beberapa jenis pemeriksaan laboratorium untuk
memastikan diagnosis infeksi HIV. Secara garis besar dapat dibagi menjadi :
1. Pemeriksaan serologic untuk mendeteksi adanya antibody terhadap HIV
2. Pemeriksaan untuk mendeteksi keberadaan virus HIV.
Deteksi adanya virus HIV dalam tubuh dapat dilakukan dengan isolasi dan biakan
virus, deteksi antigen, dan deteksi materi genetic dalam darah pasien (UNAIDS,1997).
Pemeriksaan yang lebih mudah dilaksanakan adalah pemeriksaan terhadap antibody HIV.
Sebagai penyaring biasanya digunakan teknik:
1. ELISA (enzyme linked immunosorbent assay)
2.Aglutinasi atau dot blot immunobinding assay
Metode yang biasa digunakan di Indonesia adalah dengan ELISA (UNAIDS,1997)
Seseorang yang ingin menjalani tes HIV untuk keperluan diagnosis harus mendapatkan
konseling pra tes. Hal ini harus dilakukan agar ia mendapatkan informasi yang sejelas
63
jelasnya mengenai infeksi HIV / AIDS sehingga dapat mengambil keputusan yang terbaik
untuk dirinya serta lebih siap menerima apapun hasil tesnya nanti. Untuk keperluan survey
tidak diperlukan konseling pra tes karena orang yang dites tidak akan diberitahu hasil
tesnya (UNAIDS,1997).
Untuk memberitahu hasil tes juga diperlukan konseling pasca tes, baik hasil tes positif
maupun negatif. Jika hasilnya positif akan diberikan informasi mengenai pengobatan
untuk memperpanjang masa tanpa gejala serta cara pencegahan penularan. Jika hasilnya
negatif, konseling tetap perlu dilakukan untuk memberikan informasi bagaimana
mempertahankan perilaku yang tidak berisiko (UNAIDS,1997).
Stadium Klinis
WHO telah menetapkan Stadium Klinis HIV/AIDS untuk dewasa maupun anak dimana
stadium klinis HIV/AIDS masing-masing terdiri dari 4 stadium. Jika dilihat dari gejala
yang terjadi pembagian stadium klinis HIV/AIDS adalah sebagai berikut (WHO, 2010):
1. Stadium 1
Asimptomatis
2. Stadium 2
Penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan (dibawah 10% dari berat
badan yang
diperkirakan)
Infeksi saluran nafas yang berulang (sinusitis, tonsillitis, otitis media, pharyngitis)
Herpes zoster
Angular cheilitis
Dermatitis seboroik
3. Stadium 3
Penurunan berat badan yang parah tanpa penyebab yang jelas (lebih dari 10% berat badan
terukur)
Diare kronis tanpa penyebab yang jelas selama lebih dari satu bulan
64
Demam yang menetap tanpa sebab yang jelas (intermittent atau menetap selama lebih dari
1 bulan)
TBC Paru
Infeksi Paru yang parah (pneumonia, empyema, meningitis, pyomyositis, infeksi sendi dan
tulang, bacteraemia, severe pelvic inflammatory disease)
Anemia tanpa sebab yang jelas (dibawah 8 g/dl ), neutropenia (dibawah 0.5 x 109/l)
dan/atau thrombocytopeni kronis
Terapi Antiretroviral untuk infeksi HIV pada dewasa dan dewasa muda
4. Stadium 4
Infeksi herpes simplex kronis (orolabial, genital atau anorectal selama lebih dari 1 bulan
pada daerah viseral)
Kaposi sarcoma
Penyakit Cytomegalovirus (retinitis atau infeksi pada organ lain kecuali hepar, lien dan
lymphonodi).
HIV encephalopathy
Cryptosporidiosis kronis
Isosporiasis Kronis
65
1. Pengobatan untuk menekan replikasi virus HIV dengan obat antiretroviral (ARV)
2. Pengobatan untuk mengatasi berbagai penyakit infeksi dan kanker yang menyertai infeksi
HIV / AIDS, seperti jamur, tuberculosis, hepatitis, toksoplasma, sarcoma Kaposi, limfoma,
kanker serviks.
3. Pengobatan simptomatis yang bertujuan untuk menghilangkan gejala-gejala yang muncul
pada pasien
4. Pengobatan suportif, yaitu makanan yang mempunyai nilai gizi yang lebih baik dan
pengobatan pendukung lain seperti dukungan psikososial dan dukungan agama serta juga
tidur yang cukup dan perlu menjaga kebersihan. Dengan pengobatan yang lengkap
tersebut, angka kematian dapat ditekan, harapan hidup lebih baik dan kejadian infeksi
oportunistik amat berkurang.
Terapi Antiretroviral
66
67
Tabel 1. Keadaan klinik dalam penentuan pemberian terapi ARV (WHO, 2010)
Kolom B
Lamivudin + zidovudin
Lamivudin + didanosin
Evafirenz *
Lamivudin + stavudin
Lamivudin + zidovudin
Lamivudin + stavudin
Nevirapin
Lamivudin + didanosin
Lamivudin + zidovudin
Lamivudin + stavudin
Nelvinafir
Lamivudin + didanosin
* Tidak dianjurkan pada wanita hamil trimester pertama atau wanita yang berpotensi
tinggi untuk hamil.
Catatan : kombinasi yang sama sekali tidak boleh adalah : zidovudin + stavudin.
Saat ini regimen pengobatan ARV yang dianjurkan WHO adalah kombinasi dari 3 obat
ARV.Terdapat beberapa regimen yang dapat dipergunakan, dengan keunggulan dan
kerugianya masing masing.Kombinasi obat antiretroviral lini pertama yang umumnya
digunakan di Indonesia adalah kombinasi zidovudin (ZDV) / lamivudin (3TC), dengan
nevirapin (NVP).
Pada pasien ini diberikan antibiotik Cotrimoxazole 2x960 mg dan Ceftriaxone 2 x 1 gram
iv untuk terapi infeksi oportunistik. Juga diberikan Nystatin drop 4 x 3 cc untuk mengatasi
68
oral trush. Terapi simptomatis diberikan oksigen 2-4 liter per menit melalui nasal canule
karena pasien mengeluh sesak dan ambroxol 3 x 30 mg po untuk keluhan batuknya. Terapi
suportif diberikan dengan pemberian diet tinggi kalori dan tinggi protein 2100 kkal/hari.
ARV tidak langsung diberikan pada pasien ini, namun ARV diberikan setelah 25 hari yaitu
Stavudin 2 x 1 tablet, Lamivudin 2 x 1 tablet, dan Efavirenx 2 x 1 tab, yang berupa
kombinasi NRTI (Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor) dan NNRTI (Non
Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor).
3. TB
TUBERCULOSIS
Penyakit TBC dapat menyerang siapa saja (tua, muda, laki-laki, perempuan, miskin, atau
kaya) dan dimana saja. Setiap tahunnya, Indonesia bertambah dengan seperempat juta
kasus baru TBC dan sekitar 140.000 kematian terjadi setiap tahunnya disebabkan oleh
TBC. Bahkan, Indonesia adalah negara ketiga terbesar dengan masalah TBC di dunia.
Survei prevalensi TBC yang dilakukan di enam propinsi pada tahun 1983-1993
menunjukkan bahwa prevalensi TBC di Indonesia berkisar antara 0,2 0,65%. Sedangkan
menurut laporan Penanggulangan TBC Global yang dikeluarkan oleh WHO pada tahun
2004, angka insidensi TBC pada tahun 2002 mencapai 555.000 kasus (256 kasus/100.000
penduduk), dan 46% diantaranya diperkirakan merupakan kasus baru.
69
Pada sebagian orang dengan sistem imun yang baik, bentuk ini akan tetap dormant
sepanjang hidupnya. Sedangkan pada orang-orang dengan sistem kekebalan tubuh yang
kurang, bakteri ini akan mengalami perkembangbiakan sehingga tuberkel bertambah
banyak. Tuberkel yang banyak ini membentuk sebuah ruang di dalam paru-paru. Ruang
inilah yang nantinya menjadi sumber produksi sputum (dahak). Seseorang yang telah
memproduksi sputum dapat diperkirakan sedang mengalami pertumbuhan tuberkel
berlebih dan positif terinfeksi TBC.
Meningkatnya penularan infeksi yang telah dilaporkan saat ini, banyak dihubungkan
dengan beberapa keadaan, antara lain memburuknya kondisi sosial ekonomi, belum
optimalnya fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat, meningkatnya jumlah penduduk
yang tidak mempunyai tempat tinggal dan adanya epidemi dari infeksi HIV. Disamping itu
daya tahan tubuh yang lemah/menurun, virulensi dan jumlah kuman merupakan faktor
yang memegang peranan penting dalam terjadinya infeksi TBC.
Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam hari
disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam seperti influenza dan bersifat
hilang timbul.
Penurunan nafsu makan dan berat badan.
Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah).
Perasaan tidak enak (malaise), lemah.
Gejala khusus
Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan sebagian
bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah bening yang
membesar, akan menimbulkan suara "mengi", suara nafas melemah yang disertai sesak.
Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai dengan
keluhan sakit dada.
72
Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang pada suatu
saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di atasnya, pada muara ini akan
Penegakan Diagnosis
Apabila dicurigai seseorang tertular penyakit TBC, maka beberapa hal yang perlu
dilakukan untuk menegakkan diagnosis adalah:
o
o
o
o
o
o
dilakukan 4872 jam setelah penyuntikan dan diukur diameter dari pembengkakan
(indurasi) yang terjadi.
Penyakit TBC biasanya menular melalui udara yang tercemar dengan bakteri
Mikobakterium tuberkulosa yang dilepaskan pada saat penderita TBC batuk, dan pada
anak-anak sumber infeksi umumnya berasal dari penderita TBC dewasa. Bakteri ini bila
sering masuk dan terkumpul di dalam paru-paru akan berkembang biak menjadi banyak
(terutama pada orang dengan daya tahan tubuh yang rendah), dan dapat menyebar melalui
pembuluh darah atau kelenjar getah bening. Oleh sebab itulah infeksi TBC dapat
menginfeksi hampir seluruh organ tubuh seperti: paru-paru, otak, ginjal, saluran
pencernaan, tulang, kelenjar getah bening, dan lain-lain, meskipun demikian organ tubuh
yang paling sering terkena yaitu paru-paru.
1
Pembengkakan
(Indurasi)
Pembengkakan
(Indurasi)
Pembengkakan
(Indurasi)
Pemeriksaan radiologis dapat memperkuat diagnosis, karena lebih 95% infeksi primer
terjadi di paru-paru maka secara rutin foto thorax harus dilakukan. Ditemukannya kuman
Mikobakterium tuberkulosa dari kultur merupakan diagnostik TBC yang positif, namun
tidak mudah untuk menemukannya.
Klasifikasi TBC (menurut The American Thoracic Society, 1981)
Klasifikasi
0
Klasifikasi I
Klasifikasi
II
Klasifikasi
III
Klasifikasi
IV
Klasifikasi
V
PENGOBATAN TBC
Pengobatan TBC Kriteria I (Tidak pernah terinfeksi, ada riwayat kontak, tidak menderita
TBC) dan II (Terinfeksi TBC/test tuberkulin (+), tetapi tidak menderita TBC (gejala TBC
tidak ada, radiologi tidak mendukung dan bakteriologi negatif) memerlukan pencegahan
dengan pemberian INH 510 mg/kgbb/hari.
1.
Pencegahan (profilaksis) primer Anak yang kontak erat dengan penderita TBC BTA
(+). INH minimal 3 bulan walaupun uji tuberkulin (-). Terapi profilaksis dihentikan bila
2.
hasil uji tuberkulin ulang menjadi (-) atau sumber penularan TB aktif sudah tidak ada.
Pencegahan (profilaksis) sekunder Anak dengan infeksi TBC yaitu uji tuberkulin (+)
tetapi tidak ada gejala sakit TBC. Profilaksis diberikan selama 6-9 bulan. Obat yang
Obat
INH
Rifampisin
Dosis harian
Dosis 2x/minggu
Dosis 3x/minggu
(mg/kgbb/hari)
(mg/kgbb/hari)
(mg/kgbb/hari)
mg)
mg)
mg)
mg)
mg)
75
Pirazinamid
15-40 (maks. 2 g)
50-70 (maks. 4 g)
15-30 (maks. 3 g)
Etambutol
50 (maks. 2,5 g)
Streptomisin
15-40 (maks. 1 g)
Kategori 1 : 2HRZE/4H3R3
76
Selama 2 bulan minum obat INH, rifampisin, pirazinamid, dan etambutol setiap hari
(tahap intensif), dan 4 bulan selanjutnya minum obat INH dan rifampisin tiga kali dalam
o
o
o
o
o
Adapun dosis untuk pengobatan TBC jangka pendek selama 6 atau 9 bulan, yaitu:
1.
2.
TB tidak berat
INH
: 5 mg/kgbb/hari
Rifampisin
: 10 mg/kgbb/hari
: 10 mg/kgbb/hari
Rifampisin
: 15 mg/kgbb/hari
Dosis
prednison
tubuh tidak akan bisa tahan untuk menerima beban dosis obat tbc dengan sekaligus dalam
melakukan perlawanan pada infeksi. Sayangnya, dalam kondisi seperti ini tidak jarang
banyak pasien yang meninggal dunia setelah beberapa hari atau setelah beberapa minggu
setelah melakukan terapi.
BTA NEGATIF PADA PENDERITA TB-HIV
Tuberkulosis (TB) masih menjadi masalah baik di negara berkembang maupun negara
maju. Berdasarkan survei epidemiologi World Health Organization (WHO) tahun 2005
setiap detik terdapat satu orang yang terinfeksi Mycobacterium tuberculosis (M.tb) dan
sepertiga penduduk dunia saat ini sudah terinfeksi M.tb. Laporan WHO tahun 2006
memperkirakan insidens TB paru kasus baru di Indonesia lebih dari 539.000 kasus setiap
tahunnya dengan kasus basil tahan asam (BTA) positif 110 per 100.000 penduduk dan
angka kematian karena TB sekitar 101.000 orang per tahun. Data poli paru RS
Persahabatan/ Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi tahun 2009
menunjukkan proporsi TB paru sputum BTA positif 39% sebanding dengan TB paru
sputum BTAnegatif sebesar 61%.
TB paru BTA negatif berperan menularkanpenyakit TB karena hampir separuh dari pasien
TB mempunyai sputum BTA negatif. Penelitian di San Fransisco menyebutkan
penyebaran TB sekitar 17% berasal dari pasien TB paru BTA negatif. Angka kematian TB
paru BTA negatif sekitar 9% lebih tinggi dibandingkan angka kematian pasien TB paru
BTA positif sebesar 2,7%. Pasien TB paru BTAnegatif yang tidak mendapatkan
pengobatan 6% biakan sputumnya menjadi positif, 23% mengalami pemburukan klinis
dan dipastikan 85% menjadi TB aktif. Prevalens TB paru BTA negatif makin meningkat
terutama pada pasien human immunodeficiency virus (HIV) serta mempunyai risiko
kematian lebih tinggi dibandingkan HIV dengan sputum BTApositif karena keterlambatan
diagnosis.
HUBUNGAN CD4-HIV-TBC-PENGOBATAN
Temuan Penelitian
Berdasarkan data yang didapat ternyata kadar CD4 akan memberikan hasil berbeda
terhadap letak lesi, jenis lesi dan status bakteriologis. Status bakteriologis juga
memberikan perbedaan luas lesi pada foto toraks. Namun hanya kadar CD4 dan letak lesi
yang menunjukkan hubungan signifikan secara statistik (p<0,01). Pasien dengan CD4<200
lebih banyak terjadi lesi di lobus tengah bawah namun CD>200 lebih banyak lesi di lobus
atas. Garcia dkkdikutip dalam penelitiannya menemukan hasil yang sama dan
79
menyimpulkan status imunitas pasien koinfeksi TB-HIV yang rendah akan memberikan
gambaran radiologis berbeda dibandingkan orang TB dengan imunokompeten.
Mugusi dkkdikutip dalam penelitiannya menemukan terdapat hubungan status imunitas
(kadar CD4) dengan status BTA pasien koinfeksi TB-HIV. Pasien dengan kadar CD4
rendah akan sulit didapatkan BTA sputum positif. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian
yang kami dapatkan meskipun secara statistik tidak bermakna secara signifikan. Pasien
koinfeksi TB-HIV stadium lanjut yang ditandai dengan kadar CD4 rendah lebih sering
menimbulkan lesi ekstraparu dan menimbulkan lesi yang minimal pada gambaran
radiologisnya. Peneliti mendapatkan hasil yang sama meskipun secara statistik juga tidak
berhubungan bermakna. Beberapa kepustakaan menyatakan bahwa status imunitas yang
mempengaruhi perbedaan gambaran radiologis maupun BTA pada pasien koinfeksi TBHIV.
LIMFADENOPATI
Limfadenopati berarti penyakit pada kelenjar atau aliran getah bening (sistem limfatik).
Biasanya, penyakit tersebut terlihat sebagai kelenjar getah bening menjadi bengkak, sering
tanpa rasa sakit. Pembengkakan kelenjar itu disebabkan oleh reaksi sistem kekebalan
tubuh terhadap berbagai infeksi, termasuk HIV dan TB.
Limfadenopati sering di antara gejala pertama infeksi HIV, yang dialami waktu infeksi
primer atau akut, beberapa minggu setelah terinfeksi. Penyakit ini ditandai pembengkakan
pada satu atau lebih kelenjar getah bening, biasanya di leher dan ketiak, tetapi kadang kala
di tempat lain. Gejala ini biasanya cepat hilang tanpa diobati. Namun gejala ini dapat
bertahan terus, menjadi PGL.
Limfadenopati generalisata yang persisten (PGL) adalah kelenjar yang bengkak di
sedikitnya dua tempat secara simetris. PGL biasanya dialami waktu tahap infeksi HIV
tanpa gejala, dengan jumlah CD4 di atas 500, dan sering hilang sebagaimana jumlah CD4
menurun menjelang 200.
V.
Kerangka Konsep
Mr. Y 40 tahun, pelaut dan bertato
80
BAB III
PENUTUP
81
1.1 Kesimpulan
Mr. Y, 40 tahun seorang pelaut menderita TB Paru kasus baru BTA (-) dengan
batuk darah disertai HIV stadium klinis 3.
DAFTAR PUSTAKA
82
Factors
Associated
to
13. Rab, Thabrani. 2010. Ilmu Penyakit Paru. Jakarta: Trans Info Media.
83