Anda di halaman 1dari 14

REFERAT

MANAGEMENT BREATHING
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Pendidikan Profesi Dokter
Umum Stase Ilmu Anestesi dan Reanimasi
HALAMAN JUDUL

Disusun Oleh :

Pintakasari Widyaningtyas, S.Ked J510215123

Pembimbing :
dr. Mochamad Fauzi Hanafia, Sp. An
dr. Eka Prasetiyawan, Sp.An

KEPANITERAAN KLINIK STASE ILMU ANESTESI DAN REANIMASI


RSUD DR. SAYIDIMAN MAGETAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2021

i
REFERAT

MANAGEMENT BREATHING

Yang diajukan oleh :


LEMBAR PENGESAHAN
Pintakasari Widyaningtyas, S. Ked J510215123

Telah disetujui dan disahkan oleh bagian Program Pendidikan Fakultas


Kedokteran Universitas Muhammadiyah SurakartaAN

Pembimbing:

dr. Mochamad Fauzi Hanafia, Sp.An (..............................)

dr. Eka Prasetiyawan, Sp.An (..............................)

Dipresentasikan dihadapan:

dr. Mochamad Fauzi Hanafia, Sp.An (..............................)


dr. Eka Prasetiyawan, Sp.An (..............................)

KEPANITERAAN KLINIK STASE ILMU ANESTESI DAN REANIMASI


RSUD DR. SAYIDIMAN MAGETAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.........................................................................................................i
LEMBAR PENGESAHAN..............................................................................................ii
DAFTAR ISI....................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................................5
BAB III KESIMPULAN................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................23

iii
BAB I PENDAHULUAN

PENDAHULUAN

Keberhasilan pertolongan terhadap penderita gawat darurat sangat


tergantung dari kecepatan dan ketepatan dalam memberikan pertolongan. Semakin
cepat pasien ditemukan maka semakin cepat pula pasien tersebut mendapat
pertolongan sehingga terhindar dari kecacatan atau kematian. Kondisi
kekurangan oksigen merupakan penyebab kematian yang cepat. Kondisi ini
dapat diakibatkan karena masalah sistem pernafasan ataupun bersifat sekunder
akibat dari gangguan sistem tubuh yang lain. Pasien dengan kekurangan oksigen
dapat jatuh dengan cepat ke dalam kondisi gawat darurat sehingga memerlukan
pertolongan segera. Apabila terjadi kekurangan oksigen 6-8 menit akan
menyebabkan kerusakan otak permanen, lebih dari 10 menit akan menyebabkan
kematian.
Data morbiditas dan mortilitas yang telah dipublikasikan menunjukkan dimana
kesulitan dalam menangani jalan napas dan kesalahan dalam tatalaksananya justru
akan memberikan hasil akhir yang buruk bagi pasien tersebut. Keenan dan Boyan
melaporkan bahwa kelalaian dalam memberikan ventilasi yang adekuat
menyebabkan 12 dari 27 pasien yang sedang dioperasi mengalami mati
jantung (cardiac arrest). Salah satu penyebab utama dari hasil akhir tatalaksana
pasien yang buruk yang didata oleh American Society of Anesthesiologist (ASA)
berdasarkan studi tertutup terhadap episode pernapasan yang buruk, terhitung
sebanyak 34% dari 1541 pasien dalam studi tersebut. Tiga kesalahan mekanis,
yang terhitung terjadi sebanyak 75% pada saat tatalaksanan jalan napas yaitu :
ventilasi yang tidak adekuat (38%), intubasi esofagus (18%), dan kesulitan
intubasi trakhea (17%). Sebanyak 85% pasien yang didapatkan dari studi kasus,
mengalami kematian dan kerusakan otak. Sebanyak 300 pasien (dari 15411 pasien
di atas), mengalami masalah sehubungan dengan tatalaksana jalan napas yang
minimal.

4
5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Manajemen Breathing
Oksigenasi yang adekuat memerlukan jalan nafas yang paten dan
pertukaran udara yang adekuat. Setelah jalan nafas paten, penting untuk
memastikan bahwa pernapasan pasien adekuat atau tidak. Jika usaha
nafasnya tidak adekuat, maka pernapasan pasien perlu dibantu untuk
memasukan udara ke dalam paru-paru atau biasa disebut dengan ventilasi
tekanan positif.
Breathing dapat menjadi baik atau buruk ditentukan oleh beberapa
hal, yang antara lain adalah:
1. Nerve
2. Pulmo
3. Diafragma
4. Stabilitas costa
B. Penyebab Gangguan Breathing
Breathing juga mempunyai 2 keharusan yang penting untuk
diketahui yaitu kita harus bisa memeriksa dan mengenal macam-macam
penyebab gangguan breathing dan kita harus mengetahui penatalaksanaan
awal gangguan breathing, macam-macam penyebab gangguan breathing
yang biasanya disebabkan oleh kasus truma adalah tension pneumothorax,
open pneumothorax, dan hemothorax massif,
1. Tension pneumothorax
Adalah kondisi dimana ada tekanan positif di dalam paru, akibat trauma
tumpul dada yang pada akhirnya membuat paru disisi yang sakit menjadi
kolaps, sehingga muncul gejala berupa sesak yang Nampak pada pasien.
Diagnosis pneumothoraks adalah diagnosis klinis, yang ditandai dengan:
- Sesak nafas yang hebat pada pasien post trauma
- Adanya suara yang hilang pada salah satu hemithorax dan asimetri
- Adanya pergeseran trakea dari midline kearah yang sehat

6
- Adanya peningkatan tekanan vena jugularis
- Adanya hiperresonansi pada saat dilakukan perkusi
- Diagnosis dibantu dengan pemeriksaan foto rhorax.

2. Open pneumothorax
Adalah kondisi yang hamper mirip dengan tension pneumothoraks, namun
lebih jelas karena tampak luka tembus yang terbuka pada dinding dada
yang disertai dengan gejala :
- Sesak nafas
- Adanya suara nafas yang menurun pada hemithorax yang terluka dan
asimetri
- Adanya pergeseran trakea dari midline ke sisi yang sehat
- Ada peningkatan JVP (bisa juga tidak)
- Adanya hiperresonansi pada saat perkusi

3. Hemothorax massif

7
Adalah kondisi perdarahan intra thoraks akibat trauma yang dapat
terakumulasi hingga 1,5 liter, dengan gejala :
- Sesak nafas
- Adanya suara nafas yang menurun pada sisi yang sakit dan asimetri
- Adanya suara yang redup saat di perkusi

C. Tatalaksana gangguan breathing


Hal yang perlu diketahui mengenai tatalaksana awal breathing adalah jangan
merujuk pasien yang mengalami gangguan breathing tanpa penatalaksanaan
awal, karen akan meningkatkan resiko kematian pada saat pasien dalam
rujukan.
1. tension pneumothoraks
Keadaan klinis yang mendukung adanya tension pneumothoraks
mengharuskan tenaga kesehatan secara dini untuk melakukan needle
thoracosintesis. Needle thoracosintesis adalah prosedur invasive
menggunakan jarum kaliber besar yang diinsersi pada SIC 2 midclavicula
hemithorax yang sakit.

8
Needle thoracosintesis adalah Tindakan emergensi yang hanya mengubah
keadaan tension menjadi open pneumothoraks, yang sewaktu-waktu masih
berpeluang Kembali lagi menjadi tension pneuothoraks. Maka dari itu perlu
dilanjutkan agar pemasangan chest tube, untuk drainase (udara/darah) secara
komplit. Chest tube merupakan prosedur lanjutan yang dikerjakan untuk
mengatasi baik keadaan tension pneumothoraks, open pneumothoraks, atau
hemothoraks, dipasang pada midaxillaris anterior pada SIC 5 sejajar dengan
axilla mamae pada pria dan lipatan mamae pada wanita.

Setelah pemasangan chest tube perlu dievaluasi adanya ndulasi, fogging, dan
bubling.

2. open pneumothorax

9
Sesak nafas yang disertai luka terbuka pada dinding anterior maupun
inferior dapat diketahu dengan ekspansi yang cepat,tepat, dan terukur.
Kondisi yang jelas menunjukan adanya open pneumothorax merujuk pada
pemasangan cepat occlusive dressing (dapat digunakan plastic wrap) dengan
metode three valve yang mana akan menyebabkan keluarnya udara positif
dari thorax pada saat inspirasi dan mencegah masuknya udara positif dari
luar kedalam thorax pada saat ekspirasi.

Setelah pemasangan occlusive dressing dilanjutkan dengan pemasangan


chest tube sama sesuai prosedur pada tension pneumothorax.

3. Hemothoraks massif

Pemeriksaan klinis tepat dapat membedakan dengan baik keadaan baik


hemothorax atau tension pneumothoraks.assesment yang telah dibuat untuk
konsis hemothorax maka harus dilanjutkan untuk pemasangan chest tube
untuk drainage darah intrathoraks, maupun untuk kebutuhan autotransfusi.
Prosedur sama sesuai yang telah dijelaskan diatas namun, pada keadaan
kasus hemothoraks yang berat dimana kebutuhan pasien akan cairan dan
transfuse darah yang besar , maka intervensi bedah prosedur thoracotomy
harus segera dilaksanakan.

10
11
BAB III KESIMPULAN

KESIMPULAN
Keberhasilan pertolongan terhadap penderita gawat darurat sangat
tergantung dari kecepatan dan ketepatan dalam memberikan pertolongan. Semakin
cepat pasien ditemukan maka semakin cepat pula pasien tersebut mendapat
pertolongan sehingga terhindar dari kecacatan atau kematian. Kondisi
kekurangan oksigen merupakan penyebab kematian yang cepat. Kondisi ini
dapat diakibatkan karena masalah sistem pernafasan ataupun bersifat sekunder
akibat dari gangguan sistem tubuh yang lainPembebasan jalan nafas merupakan
hal utama yang harus dikuasai karena terkait dengan kebutuhan oksigen tubuh
yang apabila terjadi kegagalan akan berdampak pada kematian. Menjaga jalan
napas dapat dilakukan dengan maupun tanpa alat, seperti triple airway manuver.
Sedangkan yang menggunakan alat dapat menggunakan alat seperti
nasopharyngeal airway, oropharyngeal airway,dan intubasi trakea.

Breathing juga mempunyai 2 keharusan yang penting untuk diketahui


yaitu kita harus bisa memeriksa dan mengenal macam-macam penyebab gangguan
breathing dan kita harus mengetahui penatalaksanaan awal gangguan breathing,
macam-macam penyebab gangguan breathing yang biasanya disebabkan oleh
kasus truma adalah tension pneumothorax, open pneumothorax, dan hemothorax
massif,

Keadaan klinis yang mendukung adanya tension pneumothoraks


mengharuskan tenaga kesehatan secara dini untuk melakukan needle
thoracosintesis. Needle thoracosintesis adalah prosedur invasive menggunakan
jarum kaliber besar yang diinsersi pada SIC 2 midclavicula hemithorax yang sakit
dan pada semua kasus dilanjutkan dengan pemasangan chest tub pada linea
axillaris anterior pada SIC 5.

12
DAFTAR PUSTAKA

1. 1. Gupta, S, Sharma, R, Jain, D. 2005. Airway Assessment : Predictors of


Difficult Airway. Indian J Anaesth : 4. pp. 257-262.

2. American Heart Association Guidelines for Cardiopulmonary


Resuscitation and Emergency Cardiovascular Care: Section 1. Executive
summary. Circulation 2010; 122: S640-S656

3. Clinical Practice Procedure. 2015. Airway Management/Surgical


Cricothyrotomy. Queensland Ambulance Service. Pp: 380-385.

4. Galvin I, Drummond GB, Nirmalan M. Distribution of blood flow and


ventilation in the lung: gravity is not the only factor. British Journal of
Anaesthesia; 2007, 98: 420-8.

5. European Resuscitation Council Guidelines for Resuscitation 2010:


Section Executive summary. Resuscitation 2010; 81:1219-1276.

6. Stock MC. Respiratory Function in Anesthesia in Barash PG, Cullen BF,


Stelting RK, editors. Clinical Anesthesia 5th ed. Philadelphia: Lippincott
William & Wilkins; 2006, p. 791-811.

7. Durbin, C.G. 2005. Techniques for Performing Tracheostomy.


Respiratory Care 4 (50): 488-496.

8. Morgan GE, Mikhail MS, Murray MJ. Breathing System in Clinical


Anesthesilogy 4th ed. McGraw-Hill; 2007.

9. Boulton et al, 2013. Utamakan Keselamatan Jiwa. Anatesiologi Ed. 10.


Jakarta, EGC pp 43-49

10. Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR. Ilmu dasar Anestesi in Petunjuk
Praktis Anestesiologi 2nd ed. Jakarta: FKUI; 2009, 3-8

13
11. Schwartz SI, ed. Principles of surgery companion handbook. 7th ed. New
york:McGraw-Hill; 2009:53-70.

12. Prasenohadi. Manajemen Jalan Napas; Pulmonologi Intervensi dan Gawat


Darurat Napas. FK UI, Jakarta, 2010.

13. Mace, S.E., J.R. Hedges. 2012. Chricotyrotomi and Translaryngeal Jet

14. Ventilation. Dalam The ABCs of Emergency Medicine. Edisi 12. Pp:115-
125. Toronto: University of Toronto

15. Guyton AC, Hall JE.Textbook of medical physiology. 9th ed.


Pennsylvania: W.B.saunders company; 2007: 375-393.

16. American Society of Anesthesiologists. 2013. Practice Guidelines for


Management of the Difficult Airway : An Updated Report by the
American Society of Anesthesiologists Task Force on Management of the
Difficult Airway.

17. Izakson, et al. “Complete airway obstruction by foreign body: another


anesthetic challenge. A brief review” Jurnalul Român de Anestezie
Terapie Intensivă 2013 Vol.20 Nr.2, 125-129

18. Michael B. Dobson, (1994), Penuntun Praktis Anestesi, EGC-Penerbit


Buku Kedokteran, Jakarta.

19. Roberts F, Kestin I. Respiratory Physiology in Update in Anesthesia 12th


ed.2000.

14

Anda mungkin juga menyukai