Anda di halaman 1dari 23

JURNAL ILMIAH

PERAN POLRI DALAM UPAYA PENCEGAHAN TINDAK PIDANA


TERORISME DI INDONESIA

Oleh :
ALAM PRIMA YOGI R.
D1A 109 181

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MATARAM
2013

Halaman Pengesahan Jurnal Ilmiah

PERAN POLRI DALAM UPAYA PENCEGAHAN TINDAK PIDANA


TERORISME DI INDONESIA

Oleh :
ALAM PRIMA YOGI R.
D1A 109 181

Menyetujui,

Mataram, 2 Maret 2013


Pembimbing Pertama,

H. FATAHULLAH, SH., MH.


NIP. 19561231 198603 102 1

PERAN POLRI DALAM UPAYA PENCEGAHAN TINDAK PIDANA


TERORISME DI INDONESIA
Alam Prima Yogi R.
D1A 109 181
ABSTRAK
Terorisme telah menjadi keprihatinan bagi setiap Negara tidak terkecuali
di Indonesia dan juga masyarakat Internasional. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui peran polri sebagai aparat penegak hukum dalam upaya pencegahan
terorisme dan bentuk kerjasama antar berbagai pihak. Metode yang digunakan
yaitu pendekatan normatif dan pendekatan sosiologis serta pendekatan konseptual.
Hasil yang dicapai yakni POLRI sebagai aparat penegak hukum mengedepankan
peran POLMAS, POLMAS berperan lebih intensif melakukan kegiatan intelejen
guna mendapatkan informasi/data tentang indikator terorisme sehingga dapat
dicegah lebih dini. TNI dan POLRI bersama masyarakat dan tokoh adat harus
meningkatkan kinerja satuan anti teror dengan cara saling berkoordinasi satu sama
lainnya, aparat keamanan harus selalu siap siaga mengantisipasi setiap aksi
kejahatan terorisme, selain itu juga peningkatan kerjasama antar intelejen baik
dalam maupun luar negeri melalui informasi dan bantuan-bantuan lainnya terus
ditingkatkan guna mempersempit ruang gerak pelaku kegiatan terorisme.
Kata kunci : Peran POLRI, Pencegahan Tindak Pidana, Terorisme.
POLICE ROLE IN CRIME PREVENTION EFFORTS TERRORISM IN
INDONESIA
ABSTRACT
Terrosism has become a concern for every country is no exception in
Indonesia and the international community. This study aims to determine the role
af the national police as law enforcement officials in preventing terrorism and
other forms of cooperation among the various parties. The method used is a
normative approach and sociologis approaches and approaches conseptual.
Reached the police as law enforcers POLMAS forward role, POLMAS play a
more intensive intelligence activities in order to obtain information/data on
indicators of terrorism that can be prevented early. TNI and the police with the
community and traditional leaders should improve the performance of anti-terror
unit in a way mutually coordinate with each other, the security forces should be
always ready to anticipate any criminal acts of terrorism, but it also increased
cooperation among intelligence both within and outside the country through
information and other assistance to be increased in order to narrow the space for
the perpetrators of terrorism.
Keyword : Role of Police, Crime Prevention, Terrorism.
PENDAHULUAN

Terorisme telah menjadi keprihatinan bagi setiap Negara tidak terkecuali


di

Indonesia dan

juga masyarakat internasional. Terorisme terus menjadi

ancaman serius bukan hanya terhadap perdamaian dan keamanan internasional,


namun juga berdampak kepada perkembangan sosial dan ekonomi negara-negara
di berbagai kawasan. Selain itu, tindakan terorisme dipandang sebagai kejahatan
luar biasa dan pelanggaran berat terhadap Hak asasi manusia (HAM) dan
kebebasan mendasar manusia, serta dapat menimpa siapa saja tanpa memandang
usia, jenis kelamin, ras dan agama. Indonesia secara konsisten mengutuk keras
segala bentuk tindakan terorisme dengan motivasi dan manifestasi apapun.
Pada awalnya di Indonesia belum menganggap aksi pemboman yang
terjadi di dalam negeri sebagai aksi terorisme tapi aksi separatis/para pengacau
keamanan seperti Gerakan Aceh Merdeka (GAM), Organisasi Papua Merdeka
(OPM) dan sebagainya, pemerintah Indonesia baru menganggap adanya aksi
Terorisme di Indonesia, setelah terjadinya Tragedi Bom Bali I, tanggal 12 Oktober
2002 yang merupakan tindakan teror, menimbulkan salah satu jumlah korban sipil
yang terbesar di dunia, yakni menewaskan 184 orang dan melukai lebih dari 300
orang. Pasca tragedi Bom Bali I, Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang (Perpu) nomor 1 Tahun 2002, yang pada tanggal 4
April 2003 disahkan menjadi Undang-Undang dengan nomor 15 tahun 2003
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Undang-undang ini dikeluarkan
mengingat peraturan yang ada saat ini yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHP) yakni Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 belum mengatur secara
khusus serta tidak cukup memadai untuk memberantas Tindak Pidana Terorisme.

Dalam Resolusi Majelis Umum PBB 54/109 oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa,


isu penanggulangan terorisme telah mendapat perhatian sejak lama, baik dalam
pembahasan di forum Majelis Umum PBB maupun Dewan Keamanan PBB. Majelis
umum PBB mengeluarkan sejumlah resolusi dan membahas isu tersebut dalam Sidang
tahunan Majelis Umum PBB. Indonesia telah mendukung PBB dan berkomitmen
memberikan kontribusi bagi upaya-upaya PBB dalam pemberantasan terorisme, hal ini
karena Terorisme merupakan penggunaan sistematis teror, untuk memaksa masyarakat
atau pemerintah, yang digunakan oleh organisasi politik dalam mempromosikan tujuantujuannya, baik untuk partai politik nasionalis dan non-nasionalis, serta oleh perusahaan,
kelompok agama, rasis, kolonialis, kemerdekaan, konservatif revosioner, lingkungan dan
pemerintah yang berkuasa.

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas maka dirumuskan permasalah


sebagai berikut :1) Bagaimanakah peran Polri sebagai aparat penegak hukum
dalam upaya pencegahan tindak pidana terorisme di Indonesia; 2) Bagaimanakah
bentuk kerjasama antar berbagai pihak guna menanggulangi tindak pidana
terorisme di Indonesia. Tujuan penelitian : 1) Untuk mengetahui Peran Polri
sebagai aparat penegak hukum dalam upaya pencegahan tindak pidana terorisme
di Indonesia; 2) Untuk mengetahui bentuk kerjasama antar berbagai pihak guna
menanggulangi tindak pidana terorisme di Indonesia. Adapun manfaat penelitian
ini adalah : 1) Secara akademis sebagai salah satu syarat guna melengkapi
persyaratan dalam memperoleh gelar sarjana hukum (SI) pada Fakultas Hukum
Universitas Mataram; 2) Secara teoritis dengan hasil penulisan ini di harapkan
para pembaca mendapatkan informasi peraturan perundang-undangan formil
tentang tindak pidana terorisme di Indonesia beserta rangkaian penjelasan

pelaksanaan peraturan tersebut dilapangan dikaitkan dengan peran aparat hukum


khusus nya Polri dilapangan ; 3) Secara Praktis dengan hasil penulisan ini
diharapkan dapat memberikan informasi secara akademik tentang tindak pidana
terorisme dan upaya pencegahannya sehingga dapat digunakan oleh para
pengambil kebijakan dalam menentukan penyelesai tindak pidana terorisme di
Indonesia.
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian normatif dengan metode
pendekatan Perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Bahan hukum yang
dipergunakan adalah bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Sedangkan
pengumpulan bahan hukum dilakukan dengan studi kepustakaan yaitu dengan
mengumpulkan bahan hukum dengan cara membaca dan mengkaji literaturliteratur yang ada guna menemukan jawaban terhadap masala yang diteliti.

PEMBAHASAN

A. Peran Polri Sebagai Aparat Penegak Hukum dalam Upaya Pencegahan


Tindak Pidana di Indonesia.
Teror telah hadir dan menjelma dalam kehidupan kita sebagai momok,
sebagai virus ganas dan monster yang menakutkan yang sewaktu-waktu dan
tidak diduga bisa menjelmakan terjadinya prahara nasional dan global,
termasuk mewujudkan tragedi kemanusiaan, pengebirian martabat bangsa dan
penyejarahan tragedi atas Hak Asasi Manusia (HAM). Hak Asasi Manusia
(HAM) kehilangan ekstentisnya dan tercerabut kesucian atau kefitrahannya di
tangan pembuat terror yang telah menciptakan kebiadaban berupa aksi
animalisasi (kebinatangan) sosial, politik, budaya dan ekonomi.
Teror memang sebuah kata yang berarti usaha menciptakan ketakutan,
kengerian atau kekejaman oleh seseorang, kelompok atau golongan. Namun
ketika terror telah hadir dan menyeruak dalam realitas berarti aksi terror telah
menjelma dalam berbagai wujud serta cara yang demikian akrab dengan
kehidupan manusia yang mengisi agenda sejarah kebiadaban manusia.
Memang faktanya, terror bukan sesuatu hal yang aneh dan asing lagi. Teror
telah terjadi dimana-mana dan kapan saja. Terror telah menjadi penyakit yang
akrab dan melekat dalam bangunan kehidupan bernegara. Misalnya,
penegakan hukum yang merupakan representasi rakyat dalam melidungi dan
menegakkan hak asasi manusia (HAM) dewasa ini telah dibuat sibuk
mencermati (mengantisipasi), malacak dan manangani berbagai kasus terror
dan kekerasan kolektif yang sepertinya sangat sulit mencapai titik
minimalisasi, apalagi titik akhir.

Aksi terorisme tersebut jelas telah melecehkan nilai kemanusiaan


martabat bengsa, dan norma-norma agama. Terorisme telah menunjukkan
gerakan nyatanya sebagain tragedy atas hak asasi manusia. Eskalasi
(peningkatan) dampak destruktif (komplik yang berdampak negative) yang
ditimbulkan atau lebih banyak menyentuh multidimensi kehidupan manusia.
Jati diri manusia, harkat sebagai bangsa beradap, dan cita-cita dalam hidup
berdampingan dengan bangsa lain dengan misi mulia kedamaian universal
mudah dan masih dikalahkan oleh aksi terror. Karena demikian akrabnya aksi
terror ini digunakan sebagai salah satu pilihan manusia, akhirnya terror
bergeser dengan sendirinya sebagai terorisme. Artinya terorisme ikut ambil
bagian dalam kehidupan berbangsa ini untuk menunjukkan potret lain dari
dan diantara berbagai jenis dan ragam kejahatan, khususnya kejahatan
kekerasan, kejahatan terorganisir, dan kejahatan yang tergolong luar biasa
(exstra ordinary crime).
Fenomenanya, kata terorisme dewasa ini benar-benar merupakan
bagian dari momok besar bagi bangsa Indonesia, disamping dunia atau
masyarakat internasiaonal. Kata ini (Teror) sempat membuat gentar rakyat
kecil karena kejadian yang mereka alami telah mengekibatkan banyak pihak
yang dirugikan dan dikorbankan.
Terorisme merupakan suatu fenomena modern dan telah menjadi
focus perhatian berbagai organisasi internasional, rasisme (suatu sistem
kepercayaan atau doktrin yang menyatakan bahwa perbedaan biologis yang
melekat pada ras manusia menentukan pencapaian budaya atau individu

bahwa suatu ras tertentu lebih superior dan memiliki hak untuk mengatur ras
yang lainnya) dan zionisme (sebuah gerakan politik kaum Yahudi yang
tersebar di seluruh dunia untuk kembali lagi ke Zion, bukit di mana kota
Yerusalem berdiri) mulai mempropagandakan dan memasukkan terminologi
terorisme ke dalam perbincangan politik dan berbagai bidang lainnya, maka
kaum tersebut telah mencampuradukkan dengan sengaja fenomena yang
berbeda secara substansial, yaitu kriminalitas terorisme dan perjuangan
perlawanan suatu bangsa dalam menentukan nasibnya sendiri.1
Hal ini menimbulkan bias dalam metode penanganan masalah
terorisme. Termasuk definisi terorisme itu sendiri, makna, organisasiorganisasi, bentuk operasi, sebab-sebab yang berada di balik menculnya suatu
aksi tertentu dan perencanaan penanganan terorisme ini. Kapolri Dai Bachtiar
menyatakan bahwa pemahaman tentang terorisme diberbagai Negara memang
masih belum sama, sebab masing-masing Negara memaknai terorisme
tergantung pada kepentingannya masing-masing. Meskipun demikian ada
satu aspek yang bisa dipahami, bahwa terorisme itu faktanya lebih bermodus
sebagai pelanggaran atas hak-hak asasi manusia (HAM), karena apa yang
dilakukan oleh teroris bukan hanya melanggar hukum, tetapi juga merusak
dan mengahancurkan kedamaian hidup manusia. Ada tidak hidup yang
dirampas, ada ketakutan besar yang dihadirkan, atau siksaan fisik maupun
psikologis yang diwujudkan.2

1
2

Haitsam Al-Kalimi. Siapa Teroris Dunia. Pustaka Al-Kaitsar. Jakarta. 2001. Hlm 15
Harian Kompas, 2 April 2002 hlm 5

Upaya

yang

dilakukan

pemerintah

Indonesia

dalam

upaya

menanggulangi teror tidak hanya bersifat langsung, namun juga melalui


upaya-upaya tidak langsung. Upaya tidak langsung yang dimaksud ialah
upaya pendekatan ke masyarkat dengan melibatkan lembaga non-pemerintah
(NGO) dan elemen masyarakat, upaya tidak langsung yang kedua yang
dirintis oleh pemerintah Indonesia ialah upaya deradikalisasi :1) Pendekatan
dan Pelibatan Masyarakat: Upaya kontra teror Indonesia yang di tulang
punggungi oleh Polisi tidak akan berhasil tanpa partisipasi aktif dari
masyarakat. Contoh pelibatan masyarakat itu ialah aktif dalam penyuluhan
mengenai bahaya aksi teror, menyebarkan foto tersangka pelaku teror,
melibatkan dan mengaktifkan unsur masyarakat yang berhubungan dengan
keamanan (pecalang), dan melibatkan lembaga swadaya masyarakat; 2)
Deradikalisasi: Upaya menangkal teror dari kelompok ekstremis Islam tidak
hanya

menggunakan

pendekatan

hukum

dan

intelijen

tetapi

juga

membutuhkan pelibatan dari institusi lain. Contohnya dalam menghadapi


kelompok religious yang berpandangan ekstrem di level akar rumput tidak
dapat didekati dengan menggunakan pendekatan militer tetapi harus melalui
upaya persuasif dengan menggunakan tokoh religius.3
Menurut rohaniawan Franz Magnis-Suseno bahwa secera etis
terorisme harus ditolak mentah-mentah, karena aksinya menghantam secara
acak orang-orang. Tidak ada alasan etis yang meringankan kejahatan
terorisme. Menurut etika, hanya ada 4 (empat) konteks dimana kekerasan
3

http//www.penaggulangan-teror-diIndonesia.com, di akses tanggal 15 oktober 2012

terhadap orang lain dapat dibenarkan, yakni orang yang membela diri, perang,
kekerasan yang perlu dilakukan alat Negara dalam menegakkan hukum, serta
hukum yang diberikan Negara.4
Terorisme harus disepakati sebagai musuh global. Di Indonesia, dalam
situasi yang masih bergejolak, aksi terorisme dapat saja muncul jika ini
terjadi, di tempat-tempat vital dan strategis termasuk tempat ibadah yang
kesemuanya tidak ada hubungannya dengan politik atau golongan tertentu,
menjadi sasaran serangan terorisme. Seperti yang dikatakan oleh Hery
Sucipto, salah satu hal yang dapat dipertimbangkan bagi pemberantasan
terorisme ialah memberikan hukuman yang sangat berat oleh pemerintah
suatu Negara terhadap pelaku kejahatan terorisme. Metode ini diharapkan
jelas komitmen yang ingin dicapai, yaitu dengan hukuman yang berat para
pelaku yang telah atau akan melakukan menjadi takut untuk melaksanakan
aksinya.5
Adapun beberapa langkah-langkah kebijakan dan hasil- hasil yang
dicapai dan ditempuh dalam rangka mencegah dan menanggulangi kejahatan
terorisme pada tahun 2005 2009 adalah sebagai berikut:1)penguatan
koordinasi dan kerja sama di antara lembaga Pemerintah; 2) peningkatan
kapasitas lembaga pemerintah dalam pencegahan dan penanggulangan teroris,
terutama satuan kewilayahan; 3) pemantapan operasional penanggulangan
terorisme dan penguatan upaya deteksi secara dini potensi aksi terorisme; 4)

4
5

Harian Kompas, 02 November 2002 hlm 3


Harian Kompas, 05 Oktober 2002 hlm 5

penguatan peran aktif masyarakat dan pengintensifan dialog dengan


kelompok masyarakat yang radikal; 5) peningkatan pengamanan terhadap
area publik dan daerah strategis yang menjadi target kegiatan terorisme; 6)
sosialisasi dan upaya perlindungan masyarakat terhadap aksi terorisme; 7)
pemantapan deradikalisasi melalui upaya-upaya pembinaan (soft approach)
untuk mencegah rekrutmen kelompok teroris serta merehabilitasi pelaku
terror yang telah tertangkap.6
Kejahatan terorisme itu dapat dikategorikan sebagai tindak pidana.
Unsur-unsur untuk memasukkan terorisme sebagai tindak pidana dapat
diketahui dari aspek yang mendasar dulu, khususnya pemahaman tindak
pidana dan aspek-aspek lainnya. Dalam Syariat Islam, unsur pertanggung
jawaban pidana adalah:a). Adanya perbuatan yang dilarang; b). Dilakukan
dengan kemauan sendiri; c). Pelaku mengetahui perbuatan dan akibat
perbuatan,7
Dalam mencegah terjadinya terorisme sangat dibutuhkan peran
POLRI sebagai aparat penegak hukum dengan melaksanakan fungsi
preventifnya yaitu dengan mengutamakan peran POLMAS yang dimana
polmas disini sebagai ujung tombak polri yang langsung berhubungan dengan
masyarakat untuk mendapatkan data maupun informasi tentang keadaan
wilayah binaan dari polmas tersebut. Polmas ini ialah anggota Polri yang
ditugaskan disuatu wilayah yang dimana sipolmas tersebut telah mengetahui
6
7

http//www.penanggulanganterorismeindonesia. diakses pada tanggal 5 januari 2013


Ahmad Hanafi. Asas-asas Hukum Pidana Islam. Bulan Bintang. Jakarta : 1967. Hlm 54.

seluk-beluk wilayah tersebut atau polmas tersebut berasal dari wilayah tempat
dia bertugas tersebut.
Dengan adanya Community Policing atau POLMAS, proses
penyelesaian masalah yang berkaitan dengan tindak pidana ringan (tipiring)
dan kasus sosial seperti masalah perkelahian, kenakalan remaja, waris, miras
dan tindakan lainnya tidak mesti diselesaikan di wilayah kepolisian,
melainkan cukup diselesaikan di tingkat masyarakat melalui Polmas yang
tergabung dalam Forum Kemitraan Polisi dan Masyarakat (FKPM). Selain
dapat berfungsi menyelesaikan masalah tipiring dan kasus sosial, Community
Policing juga diharapkan dapat mencegah terjadinya tindak pidana kejahatan
seperti pemahaman masyarakat tentang terorisme, sehingga masyarakat
mengerti tentang bahaya dan akibat terorisme tersebut.
Peran polmas sebagai ujung tombak polri yang langsung berhubungan
dengan masyarakat dalam upaya pencegahan Tindak Pidana Terorisme di
indonesia khususnya diwilayah binaannya yaitu dengan mendatangi tokoh
pemuda,tokoh agama serta tokoh masyarakat yang di anggap mempunyai
peran penting di wilayah tersebut dengan memberikan arahan tentang apa itu
terorisme dan akibat-akibat yang ditimbulkan oleh aksi terorisme tersebut
dengan cara mengajak semua pihak untuk tidak mudah percaya atau terhasut
oleh orang yang belum mereka kenal apalagi membawa aliran-aliran baru
yang tidak pernah ada, Selain polri yang memegang peran penting dalam
pencegahan tindak pidana terorisme ialah masyarakat, bagaimana pun polri
sebagai aparat penegak hukum tidak akan mampu melaksanakan tugas nya

tanpa adanya kerjasama dari masyarakat yang perduli dengan keadaan


sekitarnya.

B. Bentuk Kerjasama Antar Berbagai Pihak Guna Menanggulangi Tindak


Pidana Terorisme di Indonesia.
Berbagai upaya yang telah dilakukan pemerintah khususnya langkahlangkah aparat keamanan dalam pengungkapan pelaku terorisme, mendapat
tanggapan beranekaragam dikalangan masyarakat, khususnya kelompok umat
Islam yang sensitif terhadap isu terorisme karena dikaitkan dengan agama
islam. Menguatnya perbedaan sikap pro dan kontra tanpa memperdulikan
kepentingan nasional, menimbulkan rasa saling curiga dikalangan masyarakat
dan ketidak percayaan terhadap pemerintah khususnya aparat keamanan
dalam menangani terorisme di Indonesia. Selain itu kerjasama tingkat
ASEAN telah dilaksanakan. Sikap kehati-hatian pemerintah Indonesia dalam
mencegah dan menanggulangi teroris, dapat dilihat dari kebijakan dan
langkah-langkah antisipatif, terkait dengan peristiwa Bali tanggal 12 Oktober
2002. Dalam melakukan pencegahan dan penanggulangan terorisme
pemerintah telah membentuk lembaga-lembaga khusus guna menghadapi
terorisme yang berkembang di tanah air belakangan ini.
Pemerintah Indonesia sangat memahami jika ancaman teror bersifat
transnasional oleh karena itu proses penanganannya pun harus lintas wilayah
pula, oleh karena itu Indonesia melakukan kerjasama baik di tingkat regional
maupun dengan negara lain dalam memerangi terorisme dan berbagai jenis
kejahatan transnasional. Dalam bidang intelijen, sejumlah kerjasama telah

dilakukan dengan pelbagai lembaga penegak hukum di negara lain seperti


Federal Bureau of Investigation (FBI), Swedish Police Forces, Scotland
Yard, Dutch Police, Japan National Police Agency, ICPO-Interpol.8
Secara multilateral, Indonesia terlibat dalam ASEAN Mendeklarasi
Gabungan Republik Korea dalam Kerjasama Penanggulangan Teroris
Internasional, ASEAN Mendeklarasi Gabungan dalam Kerjasama untuk
Penanggulangan Teroris Internasional, dan ASEAN Mendeklarasi
Gabungan New Zealand dalam Kerjasama untuk Penanggulangan Teroris
Internasional.
TNI dan POLRI telah meningkatkan kinerja satuan anti terornya.
Upaya penangkapan terhadap mereka yang diduga sebagai jaringan terorisme
di Indonesia sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku masih mendapat
reaksi kontroversial dari sebagian kelompok masyarakat dan diwarnai
berbagai komentar melalui media massa yang mengarah kepada terbentuknya
opini seolah-olah terdapat tekanan asing.
Peran

Pemerintah

dan

masyarakat

untuk

mencegah

dan

menanggulangi terorisme sudah menunjukan keberhasilan yang cukup berarti,


tetapi masih banyak yang perlu dihadapi untuk menciptakan perasaan aman di
masyarakat dari aksi-aksi terorisme. Tragedi ledakan bom belum lama ini
menunjukan bahwa aksi terorisme harus terus diwaspadai, yang bentuk
gerakan dan perkembangan jaringannya terus berubah sehingga sukar untuk
dilacak.

Sulitnya penyelesaian permasalahan terorisme ini terjadi karena

Menyingkap Tabir, Majalah Tempo, 30 September 2002, hlm 22

masih banyak faktor yang menyebabkan terorisme dapat terus berkembang.


Dari faktor perbedaan ideologis dan pemahaman tentang agama yang
berbeda-beda sampai kesenjangan sosial dan pendidikan yang membuat
masyarakat lebih mudah untuk disusupi oleh jaringan-jaringan teroris.
Pengaruh terorisme dapat memiliki dampak yang signifikan, baik segi
keamanan dan keresahan masyarakat maupun iklim perekonomian dan
parawisata yang menuntut adanya kewaspadaan aparat intelijen dan
keamanan untuk pencegahan dan penanggulangannya.
Didalam pencegahan dan penanggulangan terorisme di Indonesia
dibutuhkan suatu badan ekstra semacam lembaga anti terorisme nasional yang
pengawakannya ditangani secara terpadu antara TNI dan Polri serta unsur
masyarakat dengan dibawah satu komando pengendali. Selain peningkatan
kerjasama baik antara lembaga didalam negeri perlu juga adanya kerjasama
dengan lembaga-lembaga anti terorisme yang berada diluar negeri yang
tentunya didasari oleh kerangka hukum, karena dengan dasar hukum yang
kokoh akan menjadi dasar kebijakan nasional dan tindakan kita dalam
memerangi terorisme. Selain itu dengan dasar hukum yang kuat diharapkan
mampu melindungi berbagai kepentingan baik kepentingan publik maupun
hak-hak asasi manusia.9
Pemerintah akan terus mendorong instansi berwenang untuk
meningkatkan penertiban dan pengawasan terhadap lalu lintas orang dan
barang di bandara, pelabuhan laut, dan wilayah perbatasan, termasuk lalu
9

http//www.konsepsipencegahandanpenanggulangan terorisme.com, di akses tanggal 12


januari 2013.

lintas aliran dana, baik domestik maupun antarnegara. Penertiban dan


pengawasan juga akan dilakukan terhadap tata niaga dan penggunaan bahan
peledak, bahan kimia, senjata api dan amunisi di lingkungan TNI, Polisi, dan
instansi pemerintah. Selain itu, TNI, Polisi, dan instansi pemerintah juga
terus melakukan pengkajian mendalam bekerja sama dengan akademisi,
tokoh masyarakat, dan tokoh agama. Di samping itu, diselenggarakannya
gelar budaya dan ceramah-ceramah mengenai wawasan kebangsaan dan
penyebaran

buku-buku

terorisme

dapat

mengubah

persepsi

negatif

masyarakat terhadap langkah Pemerintah untuk memerangi terorisme di


Indonesia. Pada dasarnya penanggulangan terorisme tidak hanya terkait
penindakan saja, tetapi juga terkait aspek lain, seperti Kementerian Dalam
Negeri yang berperan membentuk desk anti teror di daerah-daerah dengan
memberdayakan Dinas Kesatuan Bangsa di setiap provinsi, kabupaten, dan
kota sebagai unsur penanggulangan teror, Kementerian Luar Negeri berperan
melakukan kerja sama antar Negara-negara untuk berupaya memerangi
terorisme di masing-masing negara, Kementerian Pendidikan Nasional
berperan dengan memberikan penyuluhan-penyuluhan di setiap sekolah untuk
memerangi kejahatan terorisme, Kementerian Hukum dan HAM berperan
melakukan atau menyelenggarakan seminar tentang pencegahan dan
pemberantasan terorisme.
Berbagai cara harus dilakukan untuk menyadarkan bahwa tindakan
teroris itu tidak dibenarkan oleh agama apa pun sehingga tidak ada lagi

kebencian terhadap agama lain, aparat, lingkungan, warga sipil dan bangsa
lain.
Pemerintah beserta aparat keamanan dan birokrasi memiliki sikap arif,
penuh ketenangan berfikir sehingga mendapatkan cara-cara yang tepat dan
akurat dalam menangani terorisme. Masyarakat telah menjadi kesatuan
pandang dalam menyikapi melawan terorisme. Kemampuan aparat keamanan
telah dapat kerjasama dengan seluruh komponen bangsa.
Penegakan hukum dapat diwujudkan dan telah dilengkapi dengan
perangkat peraturan perundang-undangan, kerjasama internasional tidak
menimbulkan pro dan kontra pemahaman. Kesadaran masyarakat secara aktif
berbuat dan melakukan deteksi dini, identifikasi dini dan penangkalan
terhadap perkembangan ancaman terorisme yang dilandasi rasa tanggung
jawab dan kesadaran yang tinggi, sebagai bangsa yang bermartabat.
Dengan landasan Wawasan Nusantara yang tangguh, bangsa
Indonesia diharapkan memiliki sikap mental dan perilaku yang mampu
mendeteksi, mengidentifikasi, menilai dan menganalisis sejak dini secara
hati-hati terhadap berbagai bentuk ancaman terutama teroris internasional di
Indonesia.
Berbagai kekhawatiran dan pendapat tentang tidak diperlukannya
perangkat hukum guna mengisi kekosongan hukum dalam penindakan
kejahatan terorisme sesungguhnya tidak perlu terjadi, jika semua pihak
memahami dan menyadari sedemikian seriusnya masalah kejahatan terorisme
dan akibat yang ditimbulkannya. Kejahatan terorisme tidak dapat disamakan

dengan kejahatan biasa, selain kejahatan itu dilakukan secara sistematis


professional dengan dan melalui jaringan yang terorganisir yang berskala
regional maupun internasional. Kejahatan terorisme juga didukung oleh
motivasi yang kuat dari pelakunya yang secara khusus juga sudah
memperhitungkan kondisi hokum di suatu Negara dan implementasinya
selama ini.

PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan sebagai
berikut : 1) Peran POLRI sebagai aparat penegak hukum dalam upaya
pencegahan tindak pidana terorisme di Indonesia adalah Melaksanakan fungsi
preverentif yaitu mengedepankan peran POLMAS dengan cara memberikan

sosialisasi kepada masyarakat tentang bahayanya terorisme dan akibat yang


ditimbulkan dari kejahatan terorisme bagi kemanusiaan harta benda dan
Negara RI, selain itu POLMAS berperan lebih intensif melakukan kegiatan
intelejen guna mendapatkan informasi/data tentang indikator terorisme
sehingga dapat di cegah lebih dini; 2) Bentuk kerjasama antar berbagai pihak
guna menanggulangi tindak pidana terorisme di Indonesia yaitu ; TNI dan
POLRI bersama masyarakat dan tokoh tokoh adat harus meningkatkan kinerja
satuan anti teror dengan cara saling berkoordinasi satu sama lainya, aparat
keamanan harus selalu siap siaga mengantisipasi setiap aksi kejahatan
terorisme, selain itu juga peningkatan kerja sama antar intelejen baik dalam
maupun luar negeri melalui tukar-menukar informasi dan bantuan-bantuan
lainnya terus ditingkatkan guna mempersempit ruang gerak pelaku kegiatan
terorisme.

B. Saran
Berdasarkan dengan permasalahan dan pembahasan, maka penulis
memberikan beberapa saran sebagai berikut : Dalam rangka mencegah dan
menanggulangi terorisme perlu segera adanya kerjasama menyeluruh antara
aparat baik TNI maupun Polri serta dengan melibatkan seluruh lapisan
masyarakat mulai tingkat RT dan RW. Pemerintah perlu melakukan
penyuluhan dan sosialisasi tentang bahaya ancaman terorisme yang dimulai

dari para tokoh masyarakat, tokoh agama dan tokoh pemuda serta kepada
lapisan masyarakat paling bawah. Pemerintah bersama DPR perlu segera
melakukan penyempurnaan-penyempurnaan undang-undang yang berkaitan
dengan tindakan tindak pidana terorisme karena hal ini merupakan fondasi
hukum yang kokoh dalam melindungi segala kepentingan masyarakat
maupun hak-hak asasi manusia. Pemerintah perlu segera meningkatkan
kerjasama

dengan

negara-negara

didunia

dalam

mencegah

dan

menanggulangi segala bentuk tindakan terorisme karena kegiatan terorisme di


Indonesia sangat berkaitan dengan kegiatan terorisme internasional.

DAFTAR PUSTAKA
Buku-Buku
Amirudin dan Zainal Asikin. 2012. Pengantar Metode Penelitian Hukum.
Edisi 1-6, Rajawali Pers, Jakarta.
Al-Kailimi. 2001. Siapa Teroris Dunia. Pustaka Al-Kautsar. Jakarta
Hanafi Ahmad. 1967. Asas-Asas Hukum Pidana Islam. Bulan Bintang.
Jakarta.
Moeljatno. 2009. Asas-Asas Hukum Pidana. Cetakan Kedelapan. PT.
Rineka Cipta. Jakarta.

Prakoso, Djoko. 1998. Hukum Penitensier Indonesia. Edisi Pertama. Libety.


Yogyakarta.
Sunardi, Abdul Wahid dan Muhammad Imam Sidik. 2004. Kejahatan
Terorisme Perspektif Agama, HAM dan Hukum. PT. Refika
Aditama. Bandung.
Waluyadi. 2009. Kejahatan, Pengadilan dan Hukum Pidana. Cv. Mandar
Maju. Bandung.
Yamin, Muhammad. 2012. Tindak Pidana Khusus. Cetakan Pertama. Cv.
Pustaka Setia. Bandung.
Undang-undang
Anonym, Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Terorisme.
Indonesia. Undang-Undang Tentang Kitab Undang-undang Hukum Pidana.
Internet
http://www.topix.com/forum/world/malaysia/ttth4pb8p60krh2bh. di akses
tanggal 15 oktober 2012.
http://www.id.wikisource.org/wiki/Resolusi_Majelis_Umum_PBB_54/109.
di akses tanggal 15 oktober 2012.
http://www.id.shvoong.com/writing-and-speaking/2123859-pengertianpidanadenda/#ixzz2CgoVuvGn. Di akses tanggal 16 oktober 2012.
http://www.penanggulangan-terorisme-bali2002 diakses tanggal 10 oktober
2012
http://www.dephan_Indonesia.com. Di akses tanggal 7 Januari 2013.
Artikel
Kompas 2 April 2002
Kompas 2 November 2002

Kompas 5 Oktober 2002


Kompas 17 Oktober 2002

Anda mungkin juga menyukai