Oleh :
ALAM PRIMA YOGI R.
D1A 109 181
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MATARAM
2013
Oleh :
ALAM PRIMA YOGI R.
D1A 109 181
Menyetujui,
Indonesia dan
PEMBAHASAN
bahwa suatu ras tertentu lebih superior dan memiliki hak untuk mengatur ras
yang lainnya) dan zionisme (sebuah gerakan politik kaum Yahudi yang
tersebar di seluruh dunia untuk kembali lagi ke Zion, bukit di mana kota
Yerusalem berdiri) mulai mempropagandakan dan memasukkan terminologi
terorisme ke dalam perbincangan politik dan berbagai bidang lainnya, maka
kaum tersebut telah mencampuradukkan dengan sengaja fenomena yang
berbeda secara substansial, yaitu kriminalitas terorisme dan perjuangan
perlawanan suatu bangsa dalam menentukan nasibnya sendiri.1
Hal ini menimbulkan bias dalam metode penanganan masalah
terorisme. Termasuk definisi terorisme itu sendiri, makna, organisasiorganisasi, bentuk operasi, sebab-sebab yang berada di balik menculnya suatu
aksi tertentu dan perencanaan penanganan terorisme ini. Kapolri Dai Bachtiar
menyatakan bahwa pemahaman tentang terorisme diberbagai Negara memang
masih belum sama, sebab masing-masing Negara memaknai terorisme
tergantung pada kepentingannya masing-masing. Meskipun demikian ada
satu aspek yang bisa dipahami, bahwa terorisme itu faktanya lebih bermodus
sebagai pelanggaran atas hak-hak asasi manusia (HAM), karena apa yang
dilakukan oleh teroris bukan hanya melanggar hukum, tetapi juga merusak
dan mengahancurkan kedamaian hidup manusia. Ada tidak hidup yang
dirampas, ada ketakutan besar yang dihadirkan, atau siksaan fisik maupun
psikologis yang diwujudkan.2
1
2
Haitsam Al-Kalimi. Siapa Teroris Dunia. Pustaka Al-Kaitsar. Jakarta. 2001. Hlm 15
Harian Kompas, 2 April 2002 hlm 5
Upaya
yang
dilakukan
pemerintah
Indonesia
dalam
upaya
menggunakan
pendekatan
hukum
dan
intelijen
tetapi
juga
terhadap orang lain dapat dibenarkan, yakni orang yang membela diri, perang,
kekerasan yang perlu dilakukan alat Negara dalam menegakkan hukum, serta
hukum yang diberikan Negara.4
Terorisme harus disepakati sebagai musuh global. Di Indonesia, dalam
situasi yang masih bergejolak, aksi terorisme dapat saja muncul jika ini
terjadi, di tempat-tempat vital dan strategis termasuk tempat ibadah yang
kesemuanya tidak ada hubungannya dengan politik atau golongan tertentu,
menjadi sasaran serangan terorisme. Seperti yang dikatakan oleh Hery
Sucipto, salah satu hal yang dapat dipertimbangkan bagi pemberantasan
terorisme ialah memberikan hukuman yang sangat berat oleh pemerintah
suatu Negara terhadap pelaku kejahatan terorisme. Metode ini diharapkan
jelas komitmen yang ingin dicapai, yaitu dengan hukuman yang berat para
pelaku yang telah atau akan melakukan menjadi takut untuk melaksanakan
aksinya.5
Adapun beberapa langkah-langkah kebijakan dan hasil- hasil yang
dicapai dan ditempuh dalam rangka mencegah dan menanggulangi kejahatan
terorisme pada tahun 2005 2009 adalah sebagai berikut:1)penguatan
koordinasi dan kerja sama di antara lembaga Pemerintah; 2) peningkatan
kapasitas lembaga pemerintah dalam pencegahan dan penanggulangan teroris,
terutama satuan kewilayahan; 3) pemantapan operasional penanggulangan
terorisme dan penguatan upaya deteksi secara dini potensi aksi terorisme; 4)
4
5
seluk-beluk wilayah tersebut atau polmas tersebut berasal dari wilayah tempat
dia bertugas tersebut.
Dengan adanya Community Policing atau POLMAS, proses
penyelesaian masalah yang berkaitan dengan tindak pidana ringan (tipiring)
dan kasus sosial seperti masalah perkelahian, kenakalan remaja, waris, miras
dan tindakan lainnya tidak mesti diselesaikan di wilayah kepolisian,
melainkan cukup diselesaikan di tingkat masyarakat melalui Polmas yang
tergabung dalam Forum Kemitraan Polisi dan Masyarakat (FKPM). Selain
dapat berfungsi menyelesaikan masalah tipiring dan kasus sosial, Community
Policing juga diharapkan dapat mencegah terjadinya tindak pidana kejahatan
seperti pemahaman masyarakat tentang terorisme, sehingga masyarakat
mengerti tentang bahaya dan akibat terorisme tersebut.
Peran polmas sebagai ujung tombak polri yang langsung berhubungan
dengan masyarakat dalam upaya pencegahan Tindak Pidana Terorisme di
indonesia khususnya diwilayah binaannya yaitu dengan mendatangi tokoh
pemuda,tokoh agama serta tokoh masyarakat yang di anggap mempunyai
peran penting di wilayah tersebut dengan memberikan arahan tentang apa itu
terorisme dan akibat-akibat yang ditimbulkan oleh aksi terorisme tersebut
dengan cara mengajak semua pihak untuk tidak mudah percaya atau terhasut
oleh orang yang belum mereka kenal apalagi membawa aliran-aliran baru
yang tidak pernah ada, Selain polri yang memegang peran penting dalam
pencegahan tindak pidana terorisme ialah masyarakat, bagaimana pun polri
sebagai aparat penegak hukum tidak akan mampu melaksanakan tugas nya
Pemerintah
dan
masyarakat
untuk
mencegah
dan
buku-buku
terorisme
dapat
mengubah
persepsi
negatif
kebencian terhadap agama lain, aparat, lingkungan, warga sipil dan bangsa
lain.
Pemerintah beserta aparat keamanan dan birokrasi memiliki sikap arif,
penuh ketenangan berfikir sehingga mendapatkan cara-cara yang tepat dan
akurat dalam menangani terorisme. Masyarakat telah menjadi kesatuan
pandang dalam menyikapi melawan terorisme. Kemampuan aparat keamanan
telah dapat kerjasama dengan seluruh komponen bangsa.
Penegakan hukum dapat diwujudkan dan telah dilengkapi dengan
perangkat peraturan perundang-undangan, kerjasama internasional tidak
menimbulkan pro dan kontra pemahaman. Kesadaran masyarakat secara aktif
berbuat dan melakukan deteksi dini, identifikasi dini dan penangkalan
terhadap perkembangan ancaman terorisme yang dilandasi rasa tanggung
jawab dan kesadaran yang tinggi, sebagai bangsa yang bermartabat.
Dengan landasan Wawasan Nusantara yang tangguh, bangsa
Indonesia diharapkan memiliki sikap mental dan perilaku yang mampu
mendeteksi, mengidentifikasi, menilai dan menganalisis sejak dini secara
hati-hati terhadap berbagai bentuk ancaman terutama teroris internasional di
Indonesia.
Berbagai kekhawatiran dan pendapat tentang tidak diperlukannya
perangkat hukum guna mengisi kekosongan hukum dalam penindakan
kejahatan terorisme sesungguhnya tidak perlu terjadi, jika semua pihak
memahami dan menyadari sedemikian seriusnya masalah kejahatan terorisme
dan akibat yang ditimbulkannya. Kejahatan terorisme tidak dapat disamakan
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan sebagai
berikut : 1) Peran POLRI sebagai aparat penegak hukum dalam upaya
pencegahan tindak pidana terorisme di Indonesia adalah Melaksanakan fungsi
preverentif yaitu mengedepankan peran POLMAS dengan cara memberikan
B. Saran
Berdasarkan dengan permasalahan dan pembahasan, maka penulis
memberikan beberapa saran sebagai berikut : Dalam rangka mencegah dan
menanggulangi terorisme perlu segera adanya kerjasama menyeluruh antara
aparat baik TNI maupun Polri serta dengan melibatkan seluruh lapisan
masyarakat mulai tingkat RT dan RW. Pemerintah perlu melakukan
penyuluhan dan sosialisasi tentang bahaya ancaman terorisme yang dimulai
dari para tokoh masyarakat, tokoh agama dan tokoh pemuda serta kepada
lapisan masyarakat paling bawah. Pemerintah bersama DPR perlu segera
melakukan penyempurnaan-penyempurnaan undang-undang yang berkaitan
dengan tindakan tindak pidana terorisme karena hal ini merupakan fondasi
hukum yang kokoh dalam melindungi segala kepentingan masyarakat
maupun hak-hak asasi manusia. Pemerintah perlu segera meningkatkan
kerjasama
dengan
negara-negara
didunia
dalam
mencegah
dan
DAFTAR PUSTAKA
Buku-Buku
Amirudin dan Zainal Asikin. 2012. Pengantar Metode Penelitian Hukum.
Edisi 1-6, Rajawali Pers, Jakarta.
Al-Kailimi. 2001. Siapa Teroris Dunia. Pustaka Al-Kautsar. Jakarta
Hanafi Ahmad. 1967. Asas-Asas Hukum Pidana Islam. Bulan Bintang.
Jakarta.
Moeljatno. 2009. Asas-Asas Hukum Pidana. Cetakan Kedelapan. PT.
Rineka Cipta. Jakarta.