Anda di halaman 1dari 12

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dewasa ini, seiring dengan perkembangan suatu negara menjadi negara
yang maju, tingkat stress pada masyarakatnya pun meningkat. Berbagai gangguan
kejiwaan dapat muncul mulai dari gejala yang ringan hingga berujung pada
gangguan kejiwaan yang berat, dimana dapat berdampak pada masalah sosial dan
ekonomi. Gangguan yang ringan hendaknya dapat dikenali secara dini, baik bagi
para praktisi kesehatan maupun masyarakat awam tentang masalah kejiwaan yang
timbul. Dengan mengetahui gangguan yang timbul sedini mungkin, kita dapat
lebih mudah memberikan penatalaksanaan yang tentunya memberikan prognosis
dan hasil yang lebih baik.
Gangguan siklotimik merupakan salah satu gangguan perilaku/afektif yang
merupakan gejala ringan dari gangguan bipolar, bersifat kronis dan berfluktuasi.
Berbagai faktor turut berperan dalam proses terjadinya gangguan ini, misalnya
faktor biologis maupun faktor psikososial.1
1.2. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Sebagai salah satu tugas Kepaniteraan Klinik Senior di Departemen Ilmu
Kesehatan Jiwa Kedokteran Komunitas Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara .
2. Sebagai bahan untuk menambah pengetahuan dan wawasan penulis serta
pembaca, terutama mengenai Gangguan Siklotimik.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Gangguan siklotimik adalah bentuk gejala ringan gangguan bipolar II,
ditandai dengan episode hipomania dan depresi ringan. Di dalam DSM-IV-TR,

gangguan distimik didefinisikan sebagai gangguan yang kronis dan berfluktuasi


dengan banyak periode hipomania dan depresi. Gangguan ini dibedakan dengan
gangguan bipolar II, yaitu ditandai dengan adanya episode depresif berat, bukan
ringan, serta hipomanik. Seperti gangguan distimik, dimasukkannya gangguan
siklotimik dalam gangguan mood menunjukkan suatu hubungan, mungkin
biologis, terhadap gangguan bipolar I. Meskipun demikian, sejumlah psikiater,
mempertimbangkan gangguan siklotimik tidak memiliki komponen biologis,
berbeda dengan gangguan bipolar I, dan merupakan akibat kekacauan hubungan
objek di awal masa kehidupan1.
Pemahaman saat ini mengenai gangguan siklotimik didasarkan pada
pengamatan Emil Krapelin dan Kurt Schneider bahwa sepertiga sampai dua
pertiga pasien dengan gangguan mood menunjukkan gangguan kepribadian.
Kraepelin menjelaskan empat jenis gangguan kepribadian: depresif (muram),
manik (ceria dan tidak terinhibisi), iritabel (labil dan eksplosif), serta siklotimik.
Ia menjelaskan kepribadian iritabel sebagai depresif dan manik serta kepribadian
siklotimik sebagai pergantian kepribadian depresif dan manik1.
2.2. Epidemiologi
Pasien dengan gangguan siklotimik dapat mencapai 3 sampai 5 persen
pasien psiiatri rawat jalan, terutama mungkin mereka yang memiliki keluhan
bermakna mengenai kesulitan perkawinan dan interpersonal. Di dalam populasi
umum, prevalensi seumur hidup gangguan distimik diperkirakan sekitar 1 persen.
Gambaran ini mungkin lebih rendah daripada prevalensi yang sebenarnya karena
seperti pada pasien gangguan bipolar I, pasien ini mungkin tidak menyadari
bahwa mereka memiliki masalah psikiatri. Gangguan siklotimik, seperti juga
gangguan distimik, sering timbul bersamaan dengan gangguan kepribadian
ambang. Sekitar 10 persen pasien rawat jalan dan 20 persen pasien rawat inap
dengan gangguan kepribadian ambang juga memiliki diagnosis gangguan
siklotimik. Rasio perempuan-laki laki pada gangguan distimik sekitar 3:2, dan 50
sampai 75 persen pasien memiliki awitan antara usia 15 dan 25 tahun. Keluarga
orang-orang dengan gangguan siklotimik sering memiliki anggota keluarga
dengan gangguan terkait zat1.

2.3. Etiologi
Seperti gangguan distimik, terdapat kontroversi apakah gangguan
siklotimik terkait dengan gangguan mood, baik secara biologis atau psikologis.
Sejumlah peneliti telah menghipotesiskan bahwa gangguan siklotimik memiliki
hubungan yang lebih dekat dengan gangguan kepribadian ambang daripada
gangguan mood. Walaupun terdapat kontroversi ini, data biologis dan genetik
menyokong gagasan gangguan siklotimik sebagai benar-benar gangguan mood.
Dua faktor yang berperan penting dalam proses terjadinya gangguan siklotimik,
antara lain faktor biologis dan faktor psikososial1.
Faktor biologis, bukti terkuat untuk hipotesis bahwa gangguan siklotimik
merupakan gangguan mood adalah data genetik. Sekitar 30 persen pasien dengan
gangguan siklotimik memiliki riwayat keluarga positif untuk gangguan bipolar I;
angka ini serupa dengan angka pasien dengan gangguan bipolar I. Lebih jauh lagi,
silsilah keluarga dengan gangguan bipolar I sering berisi generasi pasien
gangguan bipolar I yang dihubungkan dengan generasi yang memiliki gangguan
siklotimik. Sebaliknya, prevalensi gangguan siklotimik pada kerabat pasien
dengan gangguan bipolar I jauh lebih besar daripada prevalensi gangguan
siklotimik, baik pada kerabat pasien dengan gangguan jiwa lain atau pada orang
yang jiwanya sehat. Pengamatan bahwa sekitar sepertiga pasien dengan gangguan
siklotimik kemudian memiliki gangguan mood berat, bahwa mereka terutama
sensitif terhadap hipomania yang diinduksi antidepresan, dan bahwa sekitar 60
persen berespons terhadap litium, menambahkan dukungan lebih lanjut terhadap
gagasan bahwa gangguan siklotimik sama ringan atau merupakan bentuk
gangguan bipolar II yang lebih ringan1.
Faktor psikososial, sebagian besar teori psikodinamik menghipotesiskan
bahwa timbulnya gangguan siklotimik terletak pada trauma dan fiksasi selama
fase oral perkembangan bayi. Freud menghipotesiskan bahwa keadaan siklotimik
adalah upaya ego menghadapi superego yang kasar dan bersifat menghukum.
Hipomania dijelaskan secara psikodinamik sebagai kurangnya kritisisme diri dan
tidak adanya inhibisi yang terjadi ketika seseorang dengan depresi membuang
beban dari superego yang terlalu kasar. Mekanisme pertahanan utama pada
hipomania adalah penyangkalan (denial), di sini pasien menghindari masalah

eksternal dan perasaan depresi internal. Pasien dengan gangguan siklotimik


ditandai dengan periode depresi yang bergantian dengan periode hipomania.
Eksplorasi psikoanalitik mengungkap bahwa pasien tersebut mempertahankan diri
mereka melawan tema depresif yang mendasari dengan periode euforik atau
hipomanik. Hipomania sering dicetuskan oleh kehilangan interpersonal yang
mendalam. Euphoria palsu yang ditimbulkan pada keadaan tersebut adalah cara
pasien untuk menyangkal ketergantungan pada objek cinta dan secara bersamaan
memungkiri setiap agresi atau kerusakan yang mungkin menyebabkan hilangnya
orang yang dicintai. Hipomania juga dapat disertai dengan khayalan dialam
bawah sadar bahwa objek yang hilang telah dikembalikan. Penyangkalan ini
umumnya hanya bertahan sebentar dan pasien segera melanjutkan preokupasi
dengan cirri penderitaan dan kesengsaraan gangguan distimik1.
2.4. Diagnosis dan Gambaran Klinis
Walaupun banyak pasien mencari pertolongan psikiatri untuk depresi,
masalah mereka sering

berkaitan dengan kekacauan yang ditimbulkan oleh

episode maniknya. Klinisi harus mempertimbangkan diagnosis gangguan


siklotimik ketika pasien datang dengan masalah perilaku yang tampaknya
sosiopatik. Kesulitan perkawinan dan ketidakstabilan dalam hubungan adalah
keluhan yang lazim timbul karena pasien dengan gangguan siklotimik sering
berganti pasangan dan iritabel saat berada dalam keadaan manik dan campuran.
Walaupun terdapat laporan yang kurang dapat diyakini akan adanya peningkatan
produktivitas dan kreativitas ketika pasien dalam keaddan hipomanik, sebagian
besar klinisi melaporkan bahwa pasien mereka menjadi kacau dan tidak efektif di
dalam pekerjaan dan sekolah selama periode ini1.
Kritreria diagnosis DSM-IV-TR gangguan siklotimik mensyaratkan bahwa
seseorang pasien tidak pernah memenuhi kriteria episode depresif berat dan tidak
memenuhi kriteria episode manik selama 2 tahun pertama gangguan. Kriteria ini
juga mengharuskan adanya gejala yang kurang lebih konstan selama 2 tahun (atau
1 tahun untuk anak dan remaja).
Tabel 2.1 Kriteria Diagnostik DSM-IV-TR Gangguan Siklotimik2

A. Adanya sejumlah periode dengan gejala hipomanik dan sejumlah periode dengan
gejala depresif sedikitnya 2 tahun yang tidak memenuhi kriteria gejala episode
depresif berat. Catatan: pada anak dan remaja, lamanya harus paling sedikit 1
tahun.
B. Selama periode 2 tahun tersebut (1 tahun pada anak dan dewasa), pasien tidak
pernah tanpa gejala di dalam kriteria A selama 2 bulan.
C. Tidak ada episode depresif, episode manik, atau episode campuran selama 2
tahun gangguan.
Catatan: setelah 2 tahun pertama (1 tahun pada anak dan remaja) gangguan
siklotimik, mungkin terdapat episode manik atau campuran yang juga tumpang
tindih (pada kasus tersebut, gangguan bipolar I dan gangguan siklotimik dapat
didiagnosis) atau episode depresif berat (pada kasus tersebut, gangguan bipolar II
dan gangguan siklotimik dapat didiagnosis).
D. Gejala kriteria A sebaiknya tidak dimasukkan ke dalam gangguan skizoafektif
dan tidak tumpang tindih dengan skizofrenia, gangguan skizofreniform,
gangguan waham, atau gangguan psikotik yang tidak tergolongkan.
E. Gejala tidak disebabkan pengaruh fisiologis langsung zat

(contoh:

penyalahgunaan obat, pengobatan), atau keadaan medis umum (contoh:


hipertiroidisme).

F. Gejala menyebabkan penderitaan yang secara klinis bermakna atau hendaya


fungsi sosial, pekerjaan, atau area fungsi lain.

Berdasarkan hasil penelitian prospective follow-up, secara umum


gambaran klinis pada gangguan siklotimik yang sering muncul adalah sebagai
berikut:3,4

Onset sebelum usia 25 tahun


Onset dan offset yang tiba-tiba
Depresi psikotik pada remaja, onset tiba-tiba
Onset postpartum
Hipersomnia retardasi mental
Mobilisasi secara farmakologi pada hipomanik
Riwayat keluarga bipolar
Riwayat keluarga gangguan mood (terutama tiga generasi berturut-turut).

2.5. Tanda dan Gejala

Gejala gangguan siklotimik identik dengan gejala gangguan bipolar II,


kecuali bahwa gejala gangguan siklotimik umumnya lebih ringan. Meskipun
demikian, kadang-kadang keparahan gejala dapat setara tetapi dengan durasi yang
lebih singkat daripada yang ditemukan pada gangguan bipolar II. Sekitar setengah
dari semua pasien dengan gangguan siklotimik memiliki gejala depresi sebagai
gejala utama, dan pasien seperti ini paling cenderung mencari bantuan psikiatri
ketika sedang depresi. Beberapa pasien dengan gangguan siklotimik terutama
memiliki gejala hipomanik dan cenderung lebih jarang berkonsultasi dengan
psikiater daripada pasien depresi. Hampir semua pasien dengan gejala gangguan
siklotimik memiliki periode gejala campuran dengan irritabilitas yang nyata1.
Sebagian besar pasien dengan gangguan siklotimik yang ditemui oleh
psikiater tidak berhasil di dalam kehidupan professional maupun sosial karena
gangguan mereka tetapi sejumlah kecil pasien berhasil, terutama mereka yang
bekerja untuk waktu yang lama dan tidur hanya sedikit. Kemampuan sejumlah
orang mengendalikan gejala gangguan bergantung pada berbagai atribut
individual, sosial, dan budaya1.
Kehidupan sebagian besar pasien dengan gangguan siklotimik sulit. Siklus
gangguan cenderung jauh lebih singkat daripada siklus di dalam gangguan bipolar
I. Di dalam gangguan siklotimik, perubahan mood terjadi tidak tentu dan
mendadak serta kadang-kadang terjadi dalam beberapa jam. Periode mood normal
dan sifat perubahan mood yang tidak dapat diduga menimbulkan stress yang
hebat. Pasien sering merasa mood mereka tidak dapat dikendalikan. Pada periode
iritabel dan campuran, mereka dapat terjadi di dalam perseteruan tanpa pencetus
dengan teman, keluarga, atau pekerja1.
2.6. Penyalahgunaan Zat
Penyalahgunaan alkohol dan zat lain lazim ditemukan pada pasien
gangguan siklotimikm yang menggunakan zat baik untuk mengobati diri sendiri
(dengan alkohol, benzodiazepin, dan marijuana). Atau bahkan untuk memperoleh
rangsangan lebih lanjut (dengan kokain, amfetamin, dan halusinogen) ketika
mereka dalam keadaan manik. Sekitar 5 sampai 10 persen pasien dengan
gangguan siklotimik mengalami ketergantungan zat. Orang-orang dengan

gangguan ini sering memiliki riwayat perpindahan geografis, keterlibatan dalam


pemujaan religus, dan pecinta seni1.
2.7. Diagnosis Banding
Ketika diagnosis gangguan siklotimik sedang dipikirkan, semua penyebab
medis dan penyebab terkait zat yang memungkinkan pada depresi dan mania
seperti kejang dan zat tertentu (kokain, amfetamin, dan steroid) harus
dipertimbangkan. Gangguan kepribadian ambang, antisocial, histrionik, dan
narsisistik juga harus dipertimbangkan di dalam diagnosis banding. Gangguan
deficit perhatian/hiperaktifitas (ADHD) dapat sulit dibedakan dengan gangguan
siklotimik pada anak dan remaja. Percobaan dengan stimulant membantu sebagian
besar pasien dengan gangguan deficit perhatian/gangguan hiperaktifitas dan
memperburuk gejala pada sebagian besar pasien dengan gangguan siklotimik.
Kategori diagnostik gangguan bipolar II ditandai dengan kombinasi episode
depresif berat dan episode hipomanik1.
2.8. Perjalanan Gangguan dan Prognosis
Beberapa pasien dengan gangguan siklotimik ditandai sebagai orang yang
sensitive, hiperaktif, atau tergantung mood seperti anak-anak. Awitan gejala nyata
gangguan siklotimik muncul perlahan pada usia belasan atau 20 awal. Munculnya
gejala saat itu menghambat kinerja seseorang di sekolah serta kemampuan
menjalin pertemanan dengan kawan sebaya. Reaksi pasien terhadap gangguan
tersebut bervariasi; pasien dengan pertahanan ego atau strategi koping yang
adaptif memiliki hasil yang lebih baik daripada pasien dengan strategi koping
yang buruk. Sekitar sepertiga dari semua pasien dengan gangguan siklotimik
mengalami gangguan mood berat, paling sering gangguan bipolar II1.
2.9. Terapi
Secara umum, terdapat 2 jenis terapi yang dapat diberikan pada penderita
gangguan siklotimik, yaitu terapi biologis dan terapi psikososial.
Terapi biologis, obat penstabil mood dan antimanik adalah terapi lini
pertama bagi pasien dengan gangguan siklotimik. Walaupun data percobaan
terbatas pada studi dengan litium, agen antimanik lain contohnya, karbamazepin
dan valproat (Depakene) dilaporkan efektif. Dosis dan konsentrasi plasma agen
ini harus sama dengan dosis dan konsentrasi plasma pada gangguan bipolar I.

Terapi antidepresan pada pasien depresi dengan gangguan siklotimik harus


diberikan secara hati-hati karena pasien ini memiliki peningkatan kerentanan
terhadap episode manik atau hipomanik yang diinduksi antidepresan. Sekitar 40
sampai 50 persen pasien dengan gangguan siklotimik yang diterapi dengan
antidepresan mengalami episode tersebut. Antikonvulsan seperti gabapentin
berguna bagi beberapa pasien. Klonazepam berguna untuk mengendalikan pasien
siklotimik yang mengalami agitasi secara periodik1.
Terapi psikososial, psikoterapi untuk pasien dengan gangguan siklotimik
paling baik ditujukan untuk meningkatkan kesadaran pasien akan kondisi mereka
dan membantunya membentuk mekanisme koping untuk mood swing mereka.
Terapis biasanya perlu membantu pasien memperbaiki kerusakan, baik yang
terkait dengan pekerjaan maupun keluarga, yang dilakukan selama episode
hipomania. Karena sifat jangka panjang gangguan siklotimik, pasien sering
membutuhkan terapi seumur hidup. Terapi keluarga dan kelompok dapat bersifat
mendukung, mendidik, dan terapeutik bagi pasien dan mereka yang terlibat di
dalam kehidupan pasien. Psikiater yang melakukan psikoterapi mampu
mengevaluasi derajat siklotimia dan juga menyediakan sistem peringatan dini
untuk mencegah serangan manik full-blown1.
Empat hal yang perlu diperhatikan dalam menilai efikasi gangguan manikdepresi, yaitu: 1. Pengobatan pada gejala manik akut; 2. Pengobatan pada gejala
depresif akut; 3. Profilaksis gejala manik; dan 4. Profilaksis gejala depresi.
Tabel 2.2. Ringkasan Data Efikasi (Randomized Control Trial)5

BAB 3
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Gangguan siklotimik yang merupakan bentuk gejala ringan dari gangguan
bipolar II perlu dikenali dan dibedakan dengan gangguan lainnya. Faktor biologis
dan faktor psikososial memegang peranan penting sebagai penyebab terjadinya
gangguan siklotimik. Kriteria diagnosis menurut DSM-IV-TR dapat membantu
menegakkan diagnosis siklotimik. Secara umum, gangguan siklotimik dapat
ditatalaksana dengan cara biologis, yaitu farmakologi dan secara psikososial,
berupa psikoterapi. Tanpa mengenali gambaran klinis, diagnosis dan penanganan
yang tepat, gangguan siklotimik dapat berakhir pada prognosis yang buruk berupa
gangguan mood berat, gangguan bipolar II.

DAFTAR PUSTAKA

1. Sadock B.J., Sadock V.A. 2007. Kaplan & Sadock's Synopsis of


Psychiatry: Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry, 10th ed. Lippincott
Williams & Wilkins.
2. American Psychiatric Association. 2000. Diagnostic and Statistical
Manual of Mental Disorders. 4th ed. Text rev. Washington, DC: American
Psychiatric Association.
3. Akiskal H.S., Walker P.W., Puzantian V.R., King D., Rosenthal T.L.,
Dranon M. Bipolar outcome in the course of depressive illness:
Phenomenologic, familial and pharmacologic predictors. J Affect Disord
1983;5:115-128.
4. Strober M., Carlson G. Clinical, genetic and psychopharmacologic
predictors of bipolar illness in adolescents with major depression. Arch
Gen Psychiatry 1982;39:549555.
5. Bauer MS and McBride L (2002) Structured Group Psychotherapy for
Manicdepressive Disorder: The Life Goals Program, 2nd edn. SpringerVerlag, New York.

DAFTAR ISI

Kata Pengantar.........................................................................................

Daftar Isi..................................................................................................

ii

Daftar Tabel.............................................................................................

iii

Bab I Pendahuluan...................................................................................

1.1. Latar Belakang......................................................................

1.2. Tujuan Penulisan.................................................................

Bab II Tinjauan Pustaka..........................................................................

2.1. Definisi.................................................................................

2.2. Epidemiologi........................................................................

2.3. Etiologi.................................................................................

2.4. Diagnosis dan Gambaran Klinis...........................................

2.5. Tanda dan Gejala..................................................................

2.6. Penyalahgunaan Zat.............................................................

2.7. Diagnosis Banding...............................................................

2.8. Perjalanan Gangguan dan Prognosis....................................

2.9. Terapi....................................................................................

Bab III Penutup........................................................................................

10

3.1. Kesimpulan...........................................................................

11

Daftar Pustaka.........................................................................................

12

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Kriteria Diagnostik DSM-IV-TR Gangguan Siklotimik........

Tabel 2.2. Ringkasan Data Efikasi (Randomized Control Trial).............

Anda mungkin juga menyukai