Anda di halaman 1dari 3

Globalisasi Komunikasi

Globalisasi yang membawa seluruh bangsa dan negara di dunia makin terikat satu sama lain tak
bisa dilepaskan dari perkembangan teknologi informasi dan komunikasi. Kondisi ini menjadi
peluang dan tantangan baru bagi akademisi dan praktisi yang berkecimpung dalam disiplin ilmu
komunikasi. Sebab globalisasi komunikasi memunculkan tatanan kehidupan baru dengan
menyingkirkan batas-batas geografis, ekonomi dan budaya masyarakat.
Apakah globalisasi baik atau buruk bagi kita ?

Jawabannya tentu bergantung pada siapa yang kita tanya. Para investor global akan mengatakan
bahwa globalisasi jelas sangat baik bagi semua. Sebaliknya, para pengunjuk rasa anti globalisasi
akan mengatakan bahwa globalisasi sangat buruk bagi semua. Namun sebaiknya kita bertanya
saja kepada para ahli. Di antara para ahli pun tentu ada pebedaan pendapat. tetapi kalau saya
boleh menyimpulkan, kebanyakan ahli berpendapat bahwa globalisasi adalah fakta sejarah yang
merupakan konsekuensi dari evolusi sejarah manusia (Stiglitz, 2000). Globalisasi bukanlah
proses yang deterministik, tetapi bentuk konkretnya pada suatu kurun waktu bergantung pada
sikap dan respons masyarakat dunia. Dampaknya bisa baik dan bisa buruk, bergantung pada
bagaimana masyarakat dunia bersepakat untuk mengelola proses globalisasi itu, dan bagaimana
masing-masing negara meresponsnya.
Sayang di negara kita tidak jarang kita jumpai, bahkan dikalangan kaum terpelajar, orang-orang
yang dari awal sudah mempunyai pra-konsepsi negatif mengenai globalisasi. Globalisasi kadang
kala langsung diidentikkan dengan imperialisme internasional dengan baju baru, atau ditafsirkan
sebagai pertarungan antara kapitalisme dan sosialisme, atau antara Timur dan Barat, atau bahkan
antara dua peradaban besar dunia, antara Islam dan Kristen dan sebagainya.
Konstruksi permasalahan seperti ini tidak menguntungkan kita karena cenderung mengalihkan
energi kita ke bidang ideologis dan tataran wacana abstrak. Sedangkan yang sebenarnya lebih
diperlukan dan langsung memberi manfaat bagi rakyat adalah bagaimana pada tataran praktis
kita dapat memanfaatkan peluang-peluang bagi kepentingan nasional kita. Untuk itu kita perlu
mendalami dan menguasai seluk-beluk operasional globalisasi seperti yang terjadi di dunia nyata
dan kemudian menata dan merumuskan langakah-langkah konkret dan operasional untuk
mencapai tujuan yang sudah saya sebut tadi.
Globalisasi memang menjadi semacam mantera di jaman modern ini. Dengan mantera ini,
banyak hal diamini, ditoleransi dan dibenarkan. Tapi, di antara banyak hal itu, penindasan dan
penghisapanlah yang utama. Banyak orang sebenarnya melihat dengan mata kepala sendiri
akibat-akibat buruk yang disebabkan oleh Globalisasi. Namun, karena pemahaman mereka yang
keliru tentang gejala ini, mereka jadi beranggapan bahwa ketidakadilan dan pemiskinan yang
dibawa oleh globalisasi hanyalah sebuah dampak, sebuah efek samping - bukan inti yang hakiki
dari globalisasi.

Globalisasi adalah satu gejala baru, yang khas merupakan ciri dari kapitalisme modern. Para
advokat globalisasi menyatakan bahwa, karena globalisasi adalah sebuah gejala baru, maka
mustahil kita menghadapinya dengan belajar dari sejarah. Anggapan bahwa karena globalisasi
merambah ke seluruh dunia, maka tidak ada lagi "negeri imperialis" dan "negeri semi-kolonial".
Di sebuah dunia yang saling tergantung, kalau negeri berkembang mau selamat, ia harus
mendukung kemajuan di negeri maju. Globalisasi membuat peran negara melemah. Dikatakan
bahwa globalisasi meruntuhkan batas-batas negara nasional, membuat kita semakin menjadi satu
"warga dunia".
Inti dari perkembangan teknologi komunikasi adalah kemenangan para borjuis asing yang bisa
kita sebut negara imperalis. Mereka meraup keuntungan begitu besar dari sayap perusahaan di
beberapa negara. Memang, agaknya kita juga di untungkan oleh kehadiran mereka, karena kita
dapat menikmati modernisasi dari berbagai kemajuan teknologi.
Beberapa waktu lalu, misalnya, pasar komunikasi di Indonesia di kuasai oleh perusahaan
telekomunikasi dari Singapura. Tidak tanggung-tanggung, mereka menguasai 2 perusahaan
telekomunikasi Indonesia yang masing-masing cukup besar menguasai pangsa pasar Indonesia.
Hal inilah yang dapat melemahkan negara kita, dimana segala komunikasi dalam negeri
kita dapat di kontrol oleh negara asing, apalagi induk perusahaan mereka sama, hal itu
dapat kita lihat kemungkinan akan muncul sebuah monopoli dagang yang memunculkan
persaingan tidak sehat. Anehnya, pemerintah meloloskan hal ini terjadi.
Dari kejadian di atas sebenarnya terlihat adanya satu pengulangan, satu "titik nol yang
lebih tinggi". Perluasan pengaruh dan kekuasaan, mula-mula lewat perdagangan dan
kemudian dengan senjata, yang dari dulu telah berlangsung dalam skala regional, kini
mulai berlangsung dalam skala global.

Anda mungkin juga menyukai