Oleh:
Kurniawan Akbar
03111001083
Dosen Pembimbing I:
Ir. H. SARINO, MSCE
Dosen Pembimbing II :
M. BAITULLAH AL AMIN, ST, M.Eng
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL
2015
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Kota Palembang adalah kota yang di belah dan dikelilingi oleh banyak
sungai. Di kota Palembang ini terdapat 18 sub DAS yang tersebar di seluruh bagian
hilir dan hulunya dengan induk sungai adalah sungai Musi. Salah satu sub DAS yang
mengelilinginya adalah sub DAS Boang. Sub DAS Boang ini terletak di tiga
kecamatan, yaitu kecamatan gandus, kecamatan ilir barat I dan kecamatan ilir barat
II. Pada sub DAS Boang terdapat sungai-sungai lagi yang membaginya baik sungai
besar maupun sungai kecil. Salah satunya adalah sungai Sawah. Sungai Sawah ini
menghubungkan sungai-sungai kecil antara lain sungai jong dan sungai manggis.
Salah satu anak Sungai Musi yang sering terkena luapan air (banjir) adalah
Sungai Sawah yang terletak di wilayah Kecamatan Gandus, Palembang. Aliran pada
sungai Sawah ini menjadi sempit, bahkan tertutup, rawa-rawa pun ditimbun lalu
ketika hujan turun, genangan air dan banjir terjadi di mana-mana. sehingga Daerah
tersebut memerlukan perhatian khusus dalam mengupayakan pengembangan dan
pemanfaatan lebih lanjut serta tindakan pelestarian lingkungan agar terpelihara
dengan baik.
Peningkatan jumlah penduduk akan diikuti dengan meningkatnya aktivitas
manusia. Aktivitas manusia dalam pembangunan akan mempengaruhi perubahan
penutupan lahan (land cover) dan penggunaan lahan (land use). Perubahan
penggunaan lahan dengan memperluas permukaan kedap air menyebabkan
berkurangnya infiltrasi, menurunkan pengisian air bawah tanah (recharge) dan
meningkatkan aliran permukaan (runoff). Penurunan muka air tanah secara langsung
mempengaruhi penurunan debit. Begitu juga sebaliknya, peningkatan runoff secara
langsung akan mempengaruhi peningkatan debit (Pawitan 2002).
Hal ini pula yang menjadi faktor penyebab terjadinya banjir, selain itu terjadi
endapan sedimen, penumpukan sampah, dan limbah rumah tangga. Sehingga, sistem
drainasenya sudah tidak mampu lagi menampung beban air yang lewat.
Melihat permasalahan tersebut, maka akan dilakukan penelitian tentang analisa
debit limpasan yang ada pada Sub-DAS Sawah Kecamatan Gandus Kota Palembang
dengan tujuan untuk mengidentifikasi besarnya debit limpasan dan hidrograf yang
ada, memodelkan hujan-aliran dengan menggunakan program HEC-HMS.
1
1.2.
Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari penelitian ini adalah
1.
2.
3.
1.3.
Tujuan Penilitian
Maksud dan tujuan dari penelitian ini antara lain :
1. Menghitung debit limpasan puncak dengan menggunakan metode
rasional.
2. Menghitung hidrograf debit limpasan dengan menggunakan metode SCS
CN (Soil Conservation Service - Curve Number)
3. Memodelkan hujan-aliran dengan menggunakan HEC-HMS.
1.4.
penelitian ini hanya difokuskan pada menghitung debit limpasan puncak, hidrograf
debit limpasan dan permodelan hujan-aliran di sepanjang saluran drainase SUB-DAS
SAWAH Kecamatan Gandus Kota Palembang.
1.5.
Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan laporan Tugas Akhir ini disusun menjadi 5 bab dnegan
: Pendahuluan
Bab ini berisikan tentang latar belakang, perumusan masalah, tujuan
penelitian, ruang lingkup peneltian dan sistematika penulisan.
Bab II
: Tinjauan Pustaka
Bab ini menguraikan kajian literatur yang menjelaskan mengenai teori
tentang debit limpasan dan hidrograf limpasan, metode yang dipakai,
rumus-rumus yang akan digunakan dalam perhitungan, dan penelitian
terdahulu yang menjadi acuan untuk melaksanakan penelitian ini.
BAB II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
serta analisa
alternatif pengendalian banjir secara menyeluruh dan mereduksi muka air banjir.
Dari hasil penelitian simulasi hidrologi berdasarkan data curah hujan dengan
menggunakan software HEC-HMS didapatkan Debit puncak Sungai Krueng langsa
sebesar 59,3m3/dt untuk periode ulang 2 tahun. Pada analisa passing capacity,
didapatkan banjir penampang eksisting sebesar 60,07 m3/dt yang hampir mendekati
nilai debit banjir eksisting berdasarkan model HEC-HMS. Hasil analisa HEC-RAS
dengan simulasi periode ulang 2 tahun, terhadap 140 buah cross section memberikan
gambaran bahwa hampir semua alur sungai mengalami kondisi banjir dan hanya
beberapa bagian saja yang tidak mengalami kondisi banjir. Skenario pengendalian
banjir dilakukan dengan cara normalisasi sungai yaitu dengan memperbesar dimensi
penampang sungai existing dengan lebar dasar sungai rata-rata 20 m menjadi 60 m
dan perencanaan tanggul sungai pada elevasi puncak tanggung +2.00 m dengan
tinggi jagaan 0.50 m dari muka air banjir. Pada bagian muara sungai, yaitu mulai dari
titik sta 0.00 sampai STA 2+00 direncanakan menggunakan revetment sungai dari
tumpukan
batu.
Kedua
skenario
pengendalian
banjir
tersebut
dapat
rekomendasikan untuk mereduksi banjir yang terjadi pada sungai Krueng Langsa.
di
2.1.2. Application of The HEC-HMS Model for Run Off Simulation in A Tropical
Catchment
D. Halwatura (2013) dengan jurnal Application the HEC-HMS model for
runoff simulation in a tropical catchment.. Dimana jurnal ini membahas tentang
simulasi hidrologi menggunakan model komputer telah maju pesat dan model
komputerisasi telah menjadi alat penting untuk memahami pengaruh manusia pada
arus sungai dan merancang pendekatan pengelolaan air berkelanjutan. Pada Model
HEC-HMS dilakukan kalibrasi menyesuaikan tiga metode yang berbeda. parameter
model berubah dan model kalibrasi dilakukan secara terpisah untuk tiga metode yang
dipilih, metode kehilangan SCS-CN, metode penurunan defisit konstanta (metode
hydrograph snyder dan metode hydrograph clark) untuk menentukan metode
simulasi yang paling sesuai dengan kasus yang ada. Model ini telah di kalibrasi
dengan pengaturan baru dari data hujan dan aliran. Simulasi aliran dari masingmasing metode diuji secara statistik menggunakan koefisien kinerja, kesalahan relatif
dan metode sisa.
2.2
Curah Hujan
Data hujan yang diperoleh dari alat penakar hujan merupakn hujan yang
terjadi hanya pada satu tempat atau satu titik saja (point rainfall). Mengingat hujan
sangat bervariasi terhadap tempat (space), maka untuk kawasan yang luas, satu
penakar hujan belum dapat menggambarkan hujan wilayah tersebut. Dalam hal ini
diperlukan hujan kawasan yang diperoleh dari harga rata-rata curah hujan beberapa
stasiun penakar hujan yang ada di dalam atau disekitar kawasan tersebut. Curah
hujan setiap hari yang direkam dari stasiun curah hujan digunakan sebagai masukan
untuk pemodelan konsep periode pertumbuhan yang berdasarkan curah hujan dengan
metode interpolasi spasial (Dewi,2012).
Kedua asumsi tersebut mengindikasikan bahwa pendugaan atribut data dapat
dilakukan berdasarkan lokasi-lokasi di sekitarnya dan nilai pada titik-titik yang
berdekatan akan lebih mirip daripada nilai pada titik-titik yang terpisah lebih jauh.
Data curah hujan yang tercatat diproses berdasarkan areal yang mendapatkan hujan
sehingga didapat tinggi curah hujan rata rata dan kemudian meramalkan besarnya
curah hujan pada periode tertentu. Dalam menentukan curah hujan areal yang berasal
dari pencatatan penakaran curah hujan. Dari pencatatan curah hujan, kita hanya
mendapatkan data curah hujan di suatu titik tertentu (point rainfall). Jika dalam suatu
areal terdapat beberapa alat penakar atau pencatat curah hujan, maka dapat diambil
nilai rata rata untuk mendapatkan nilai curah hujan areal (Dewi, 2012).
2.3.
Analisis Frekuensi
Dalam melakukan analisis hidrologi sering dihadapkan pada kejadian-
kejadian ekstrim seperti banjir dan kekeringan. Masalah kekeringan banyak berkaitan
dengan ketersediaan air untuk berbagai kebutuhan, seperti kebutuhan air irigasi, air
baku, pemeliharaan sungai, dsb. Pada musim kemarau debit sungai kecil, sehingga
untuk bisa memenuhi berbagai kebutuhan perlu dilakukan analisis ketersediaan air.
(Bambang Triadmojo,2014)
Tujuan dari analisis frekuensi data hidrologi adalah mencari hubungan antara
besarnya kejadian ekstrim terhadap frekuensi kejadian dengan menggunakan
distribusi probabilitas. Analisis frekuensi dapat diterapkan untuk data debit sungai
atau data hujan. Data yang digunakan adalah data debit atau hujan maksimum
tahunan, yaitu data terbesar yang terjadi selama satu tahun, yang terukur selama
beberapa tahun.
Menurut Singh (1992), ada beberapa parameter yang akan digunakan dalam
analisa frekuensi, yaitu sebagai berikut :
1. Nilai Rata-Rata ( )
Nilai rata-rata dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
= n
i
n
(2.1)
Dimana :
= curah hujan rata-rata (mm)
n = jumlah data
i
simpangan baku akan besar, begitu juga sebaliknya. Simpangan baku dapat
dihitung dengan rumus sebagai berikut :
S = [n- ni ( i - ) ]
(2.2)
Dimana :
= curah hujan rata-rata (mm)
i
(2.3)
Dimana :
Cv = koefisien variasi
S
n ni ( i - )
(n- )(n- )
Dimana :
Cs = koefisien kemencengan/skewness
S
(2.4)
n ni ( i - )
(n- )(n- )(n- )
(2.5)
Dimana :
Ck = koefisien kurtosis
S
2.4
Distribusi probabilitas
Dalam statistik terdapat beberapa jenis distribusi probabilitas yang umum
(2.6)
Dimana :
= perkiraan nilai yang diharapkan terjadi dengan periode ulang T-tahun
2. Distribusi Log-Normal
Menurut Singh (1992), Distribusi Log-Normal merupakan hasil transformasi dari
Distribusi Normal, yaitu dengan mengubah varian X menjadi nilai logaritmik
Log
l g
Cv = l lgg
l g
(2.7)
(2.8)
(l g - l g i )
(n-1)
(2.9)
Dimana :
= perkiraan nilai yang diharapkan terjadi dengan periode ulang T-tahun
Log = nilai rata-rata dalam harga logaritmik
= deviasi standar dalam harga logaritmik
l g
Log
Log =
S=[
ni
Cs = [
l g
l g i
n
ni (l g i - l g )
n-
(2.10)
(2.11)
ni (l g i - l g )
]
(n- )(n- )
(2.12)
(2.13)
Dimana :
= perkiraan nilai yang diharapkan terjadi dengan periode ulang T-tahun
Log = nilai rata-rata dalam harga logaritmik
l g
10
Cs
4. Distribusi Gumbel
Menurut Chow (1988), metode ini merupakan metode dari nilai-nilai ekstrim
(maksimum atau minimum) umumnya digunakan untuk analisis data maksimum,
misalnya untuk analisis frekuensi banjir. Fungsi Distribusi Gumbel merupakan
fungsi eksponensial ganda. Distribusi Gumbel dapat dihitung dengan rumus
sebagai berikut :
= +
Ktr =
tr
(2.14)
( tr - n )
(2.15)
= ln (-ln
rr
(2.16)
Dimana :
= perkiraan nilai yang diharapkan terjadi dengan priode ulang T-tahun
S
2.5.
Uji Kecocokan
Menurut Suripin (2004), diperlukan penguji parameter untuk menguji
kecocokan distribusi frekuensi sampel data terhadap fungsi distribusi peluang yang
diperkirakan dapat menggambarkan atau mewakili distribusi frekuensi tersebut.
Berikut pengujian parameter yang sering dipakai, yaitu :
1. Uji Chi-Square
Menurut Suripin (2004), Uji Chi-Square dimaksudkan untuk menentukan apakah
persamaan distribusi yang telah dipilih dapat mewakili distribusi statistik sampel
data yang dianalisis. Parameter X2 merupakan variabel acak dan dapat dihitung
dengan rumus berikut :
= ni
( i-Ei)
Ei
Dimana :
= harga Chi-Square terhitung
(2.17)
11
= jumlah data
2. Uji Smirnov-Kolmogorov
Menurut Soewarno (1995), uji kecocokan Smirnov-Kolmogorov sering juga
disebut uji keselarasan non parametrik (non parametrik test) karena pengujiannya
tidak menggunakan fungsi distribusi tertentu. Pengujian kecocokan sebaran
dengan metode ini dilakukan dengan membandingkan probabilitas untuk tiap
variabel dari distribusi empiris dan teoritis didapat perbedaan () tertentu.
Perbedaan maksimum yang dihitung (maks) dibandingkan dengan perbedaan
kritis (cr) untuk suatu derajat nyata dan banyaknya variat tertentu, maka sebaran
sesuai jika maks < cr.
Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut :
ma
( )
2.6
( i)
(2.18)
Cr
Waktu Konsentrasi
Menurut (Suripin,2004), waktu konsentrasi suatu DAS adalah waktu yang
diperlukan oleh air hujan yang jatuh untuk mengalir dari titik terjauh sampai ke
tempat keluaran DAS (titik kontrol) setelah tanah menjadi jenuh dan depresidepresi kecil terpenuhi. Dalam hal ini diasumsikan bahwa jika durasi hujan sama
dengan waktu konsentrasi., maka setiap bagian DAS secara serentak telah
menyumbangkan
0,87 L2 0 ,385
..................................................................................................(2.19)
)
1000S
Dimana :
tc = waktu konsentrasi dalam jam
L = panjang lintasan air dari titik terjauh sampai titik yang ditinjau (km)
S = kemiringan lahan antara elevasi maksimum dan minimum
12
2.7
Intensitas Hujan
Menurut (Suripin, 2004), intensitas hujan adalah tinggi atau kedalaman air
hujan persatuan waktu. Sifat umum hujan adalah makin singkat hujan berlangsung
intensitasnya cenderung makin tinggi dan makin besar periode ulangnya makin
tinggi pula intensitasnya. Hubungan antara intensitas, lama hujan, dan frekuensi
hujan
biasanya
dinyatakan
dalam
lengkung
Intensitas-Durasi-Frekuensi
R24 24 3
( ) ..............................................................................................(2.20)
24 tc\
Dimana :
I
Koefisien Limpasan
Koefisien limpasan (C) adalah presentase jumlah air yang dapat melimpas
melalui permukaan tanah dari keseluruhan air hujan yang jatuh pada suatu daerah.
Semakin kedap suatu permukaan tanah, maka semakin tinggi nilai koefisien
pengalirannya. Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai koefisien limpasan adalah
kondisi tanah, laju infiltrasi, kemiringan lahan, tanaman penutup tanah, dan intensitas
hujan (Suripin, 2004).
Besarnya aliran permukaan dapat menjadi kecil, terlebih bila curah hujan
tidak melebihi kapasitas infiltrasi. Selama hujan yang terjadi adalah kecil atau
sedang, aliran permukaan hanya terjadi di daerah yang impermabel dan jenuh di
dalam suatu daerah aliran sungai (DAS) atau langsung jatuh di atas permukaan air.
Apabila hujan yang terjadi kecil, maka hampir semua curah hujan yang jatuh
terintersepsi oleh vegetasi yang lebat (Kodoatie dan Sugiyanto, 2002). Nilai
koefisien limpasan (C) untuk Metode Rasional dapat dilihat pada Tabel 2.1 dan 2.2
dibawah ini :
13
Tabel 2.1. Koefisien limpasan (C) berdasarkan fungsi lahan untuk Metode Rasional
Tata Guna Lahan
Pusat bisnis dan perbelanjaan
Industri
Karakteristik
Penuh
20 rumah /Ha
30 rumah /Ha
40 rumah /Ha
60 rumah /Ha
Daerah datar
-
C
0,70-0,95
0,50-0,70
0,30-0,50
0,40-0,60
0,60-0,75
0,25-0,40
0,50-0,80
0,60-0,90
Taman, kuburan
Tempat bermain
Daerah stasiun KA
Daerah tak berkembang
Jalan Raya
Beraspal
Berbeton
Berbatu bata
Trotoar
0,10-0,25
0,20-0,35
0,20-0,4
0,10-0,3
Daerah beratap
0,75-0,95
0,70-0,95
0,80-0,95
0,70-0,85
0,75-0,85
C
0,05-0,10
0,10-0,15
0,15-0,20
0,13-0,17
0,18-0,22
0,25-0,35
0,30-0,60
0,20-0,50
0,30-0,60
0,20-0,50
0,20-0,25
0,10-0,25
0,15-0,45
0,05-0,25
0,05-0,25
0,70-0,90
0,50-0,70
Menurut Suripin (2004), jika daerah aliran terdiri dari berbagai macam
penggunaan lahan dengan koefisien aliran yang berbeda, nilai C pada daerah aliran
didapat dengan persamaan berikut :
n
C DAS
CiAi
i 1
n
Ai
..............................................................................................(2.21)
i 1
Dimana :
Ai = luas lahan dengan jenis penutup tanah i (m2)
Ci = koefisien limpasan jenis penutup tanah i
14
2.9
Metode Rasional
Metode rasional banyak digunakan untuk memperkirakan debit puncak yang
ditimbulkan oleh hujan deras pada daerah tangkapan (DAS) kecil. Suatu DAS
disebut kecil apabila distribusi hujan dapat dianggap seragam dalam ruang dan
waktu, dan biasanya durasi hujan melebihi waktu konsentrasi. Beberapa ahli
memandang bahwa luas DAS kurang dari 2,5
(2.22)
Dimana :
Q = debit banjir maksimum (m3/det)
C = koefisien pengaliran/limpasan
I = intensitas curah hujan rata-rata (mm/jam)
A = luas daerah pengaliran (km2)
2.10
yang memberikan hubungan antara intensitas hujan sebagai ordinat, durasi hujan
sebagai absis dan beberapa grafik yang menunjukan frekuensi atau periode ulang.
Kurva IDF dapat dimanfaatkan untuk menghitung debit puncak dengan metode
rasional. Untuk periode ulang yang digunakan adalah periode ulang 5, 10, 25, 50,
dan 100 tahunan dan untuk durasi hujan yang sering digunakan adalah durasi 5, 10,
15, 30, 45, 60, 120, 180, 360, dan 720 menit. (Suripin,2004)
2.11
15
didapatkan terlebih dahulu suatu pola distribusi hujan jam-jaman. Apabila yang
tersedia adalah data hujan harian, untuk mendapatkan kedalaman hujan jam-jaman
dari hujan rancangan dapat menggunakan model distribusi hujan. Model distribusi
hujan yang telah dikembangkan untuk mengalihragamkan hujan harian ke hujan jamjaman antara lain yaitu model distribusi hujan seragam, segitiga, Alternating Block
Method (ABM) (Chow et. Al., 1988). Secara singkat, masing-masing model
dijelaskan sebagai berikut :
1. Distribusi hujan seragam
Model distribusi hujan seragam merupakan cara yang paling sederhana untuk
mendapatkan distribusi hujan jam-jaman yaitu dengan menganggap hujan
rancangan sebesar p mm terdistribusi secara merata selama durasi hujan
rancangan Td yang telah ditetapkan.
Ip
2p
.................................................................................................................(2.23)
Td
Nilai r umumnya ditetapkan sebesar 0,3 sampai dengan 0,5. Jika r ditetapkan
sebesar 0,5 maka puncak hyetograph akan terletak pada pertengahan lama hujan.
selam waktu
16
tertentu, intensitas hujan diperoleh dari kurva IDF pada setiap durasi waktu,
Kedalaman hujan diperoleh dari perkalian antara intensitas huja dan
durasi waktu tersebut. Perbedaan antara nilai kedalaman hujan yang berurutan
merupakan pertambahan hujan dalam interval waktu
50
42
40
30
20
11
8
10
3
0
3
Wak tu (jam -k e )
2.12
Dengan :
Pe : kedalaman hujan efektif (mm)
P : kedalaman hujan (mm)
17
S : retensi potensial maksimum air oleh tanah, yang sebagian besar adalah
karena infiltrasi (mm)
25400
254 ..................................................................................................(2.26)
CN
Dengan CN adalah Curve Number yang merupakan fungsi dari karakteristik
DAS seperti tipe tanah, tanaman penutup, tata guna lahan, kelembapan dan cara
pengerjaan tanah.
Curve Number merepresentasikan sebuah kemudahan untuk menunjukkan
potensi penyimpanan air maksimum (Ponce dan Hawkins, 1996).
a. Kelompok Tanah A
Tanah memeliki potensi limpasan kecil dan laju infiltrasi tinggi bahkan saat
dialiri dalam kondisi sudah basah dan memiliki pengaliran air lebih besar dari
0,3 inch/jam.
18
b. Kelompok Tanah B
Tanah Memiliki laju infiltrasi sedang pada saat dilalui air dalam kondisi telah
basah. Tekstur halus sebagian menuju sedikit kasar. Memiliki laju pengaliran
air 0,15-0,3 inch/jam
c. Kelompok Tanah C
Tanah memiliki laju infiltrasi rendah ketika dilalui pada saat telah basah
terutama terdapat pada lapisan tanah yang menhalangi turunnya air dan
tekstur nya menengah halus sampai halus.. Laju pengaliran air 0,5-0,15
inch/jam.
d. Kelompok tanah D
Tanah yang memiliki pontensi aliran limpasan yang tinggi, dan laju infiltrasi
yang rendah jika dialiri air pada keadaan telah basah, tanah ang mmiliki
tinggi muka air permanen, hampir kedap air, laju pengaliran air sebesar 00,05 inch/jam.
2.13
HSG
Tekstur Tanah
Clay loam, silty clay loam, sandy clay, silty clay, or clay
diperlukan rekaman data limpasan dan data hujan, padahal sering kita jumpai ada
beberapa DAS tidak memiliki sama sekali catatan limpasan. Dalam kasus ini,
hidrograf satuan diturunkan berdasarkan data-data dari sungai pada DAS yang sama
19
atau DAS yang sama atau DAS terdekat yang mempunyai karakteristik sama. Hasil
dari penurunan hidrograf satuan ini dinamakan hidrograf satyan sintesis (HSS),
(Bambang Triadmojo, 2014). Ada tiga jenis hidrograf satuan sintetis, yaitu HSS yang
mengkaitkan karakteristik hidrograf (debit puncak,waktu dasar, dsb ) dengan
karakteristik DAS (snyder,1938; Gray,1961), HSS berdasarkan hidrograf satuan tak
berdimensi (SCS, 1972 ), dan HSS berdasarkan model simpanan DAS (Clark, 1943)
2.13.1 HSS tak berdimensi SCS (Soil Conservation Services)
Hidrograf tak berdimensi SCS ( Soil Conservation Services ) adalah hidrograf
satuan sintetis, di mana debit di nyatakan sebagai nisbah debit q terhadap debit
puncak qp dan waktu dalam nisbah waktu t terhadap waktu naik dari hidrograf satuan
Tp.
Ordinat hidrograf satuan untuk periode waktu berbeda dapat diperoleh dari
tabel berikut, dengan nilai (Gupta,1989) :
Qp
0,208 A
........................................................................................................(2.27)
Pr
Pr
tr
tp
2
.........................................................................................................(2.28)
Dimana :
Qp = debit puncak (m3/s)
A = luas DAS (km2)
Pr = waktu dari permulaan banjir sampai puncak hidrograf (jam)
tr = durasi hujan (jam)
tp = waktu konsentrasi (jam)
20
Q/Qp
0
0,015
0,075
0,16
0,28
0,43
0,6
0,77
0,89
0,97
t/Pr
1
1,1
1,2
1,3
1,4
1,5
1,6
1,8
2
2,1
Q/Qp
1
0,98
0,92
0,84
0,75
0,66
0,56
0,42
0,32
0,24
t/Pr
2,4
2,6
2,8
3
3,5
4
4,5
5
Q/Qp
0,18
0,13
0,098
0,075
0,036
0,018
0,009
0,004
0
BAB III
METODELOGI PENELITIAN
3.1.
Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian dilakukan disepanjang SUB Daerah Aliran Sungai Sawah,
Kecamatan Gandus Kota Palembang yang dapat dilihat pada peta Gambar 3.1 yang
diperoleh dari Google Map :
LOKASI PENELITIAN
Pada Sub DAS Sawah ini terdapat berbagai rumah penduduk yang
tinggal menetap di sekitar sungai. Di beberapa titik sungai terdapat tumbuhan yang
menutupi daerah permukaan sungai tersebut. Disaat musim air pasang, dikhawatirkan
air akan meluap dan menggenangi permukaan pinggiran sungai dan dapat memasuki
rumah pemukiman. Pada Gambar 3.2 (a) merupakan bagian hulu sungai. Pada
Gambar 3.2 (b) merupakan bagian hilir yang bermuara di Sungai Musi
21
22
(a)
(b)
Sumber : dokumentasi pribadi
3.2.
Metodologi Penelitian
Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini bersifat deskriptif dengan
menggunakan data primer dan sekunder. Tahap pertama dalam penelitian ini adalah
studi pustaka, yaitu mencari literatur yang akan dijadikan acuan terhadap masalah
yang akan dibahas. Kemudian dilanjutkan dengan pengumpulan data yang
diperlukan, lalu dilakukan analisis curah hujan, analisis hidrograf satuan, analisis
hidrograf satuan sintesis dan permodelan aliran di sepanjang saluran menggunakan
HEC-HMS. Setelah mendapatkan hasil analisis, dilakukan pembahasan terhadap
hasil tersebut kemudian menarik kesimpulan dan memberikan saran terhadap
penelitian yang telah dilakukan.
3.3.
berhubungan dengan masalah yang akan diteliti. Materi tersebut didapat dari tulisan
ilmiah, diktat, jurnal yang telah diseminarkan, buku, dan internet yang berkaitan
dengan masalah yang akan diteliti. Informasi yang didapat dari studi pustaka dapat
digunakan sebagai acuan dalam pelaksanaan penelitian.
23
3.4.
langsung ke
lapangan atau survei untuk mengumpulkan data yang diperlukan. Dengan tujuan
mendapatkan data penampang melintang sungai dan pasang surut. Tahapan
pelaksanaan pengukuran tersebut dilakukan secara bergantian. Pengukuran pertama
yang dilaksanakan adalah pengukuran penampang melintang sungai, pada tanggal 07
April 2015 s/d. 17 April 2015. Pengukuran penampang melintang sungai dilakukan
dari bagian hulu sungai sampai hilir sungai. Gambar 3.3 dan 3.4 adalah salah satu
contoh gambar sedang mengukur menggunakan rambu ukur.
24
Pada setiap harinya pengerjaan dimulai pada pukul 07.00 pagi s/d. pukul
05.00 sore. Sebelum melakukan pengukuran ke lapangan dilakukan survei kondisi
lapangan serta pekerjaan persiapan alat dan lain-lain.
Pengukuran yang kedua adalah pengukuran pasang surut sungai yang
dilakukan dalam 14 hari. Alat pasang surut yang digunakan adalah HOBO Water
Level Logger. Alat ini mulai dipasang pada tanggal 14 Juni 2015 dan dilepaskan
pada tanggal 28 Juni 2015. Alat dimasukan kedalam pipa setinggi 4 meter yang telah
dilubangi dengan bor, kemudian di tancapkan ke dasar sungai.
3.5.
Pengumpulan Data
Tahap ini merupakan pengumpulan data yang akan digunakan dalam
pelaksanaan penelitian. Data yang dikumpulkan berupa data primer dan data
sekunder.
25
26
27
4. Peta tata guna lahan Sub DAS Sawah yang didapat dari BAPPEDA Kota
Palembang.
3.6.
Tahap Analisis
28
diperlukan dalam menganilasa hidrograf satuan adalah data curah hujan yang diolah
dan kemudiaan dimodelkan dalam grafik hidrograf satuan.
3.7.
analisis yaitu perhitungan kapasitas saluran pada Sub DAS Sawah Kecamatan
Gandus Kota Palembang. Setelah ditarik kesimpulan dilanjutkan dengan pemberian
saran terhadap penelitian yang telah dilakukan. Berikut ini adalah diagram alir urutan
kerja penelitian :
29
Mulai
Studi Pustaka
Data Primer
Data Sekunder
1. penampang melintang
saluran
2. penampang memanjang
Analisis Curah Hujan
saluran
1. Menghitung curah hujan rata-rata
2. Analisa frekuensi
3. Uji kecocokan
4. Menghitung intensitas hujan
5. Menghitung Distribusi hujan
Pembahasan
Kesimpulan
Selesai
Gambar 3.5. Diagram Alir Penelitian
30
Analisis
Frekuensi
Kurva IDF
Hytograph ABM
Metode Rasional
Debit Banjir
Puncak
Metode SCS
Hidrograf Banjir
BAB 4
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
4.1.
Palembang, Sumatera Selatan. Sub DAS Sawah merupakan salah satu anak Sungai
Musi yang memiliki luasan sebesar 1,626 km. Berdasarkan peta yang dikeluarkan
oleh BAPPEDA kota Palembang dan menganalisis dengan bantuan aplikasi Map info
dan Globar Mapper maka didapatkanlah panjang Sub Das Sawah 2.474 km dengan
kemiringan 0,0263. Gambar 4.1 merupakan Sub DAS Sawah Kota Palembang.
4.2.
harian maksimum dari stasiun Gandus tahun 2004 sampai tahun 2013. Data tersebut
didapat dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Kota
Palembang.
31
32
satu stasiun curah hujan yang diketahui, yaitu stasiun Gandus. Berikut tabel 4.1 ialah
curah hujan dari tahun 2004 sampai 2013.
BULAN
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Juni
Juli
Agus
Sept
Okt
Nov
Des
2004
65
55
71
68
71
23
25
103*
46
2005
50
39
69
43
47
62
69
21
58
31
96*
59
2006
77
43
81*
41
28
43
53
76
56
2007
58
21
22
77
36
21
21
25
91*
37
2008
29
49
87
142*
23
12
32
20
26
54
85
32
2009
24
58
96*
50
43
45
69
69
13
61
33
84
2010
39
71
53
114*
70
98
51
87
97
48
87
43
2011
85
29
48
111*
81
43
13
34
54
82
76
2012
35
71
23
60
58
23
27
22
51
115
141*
2013
56
76
125*
52
77
26
55
16
87
96
46
68
Tahun
Bulan
Rr (mm)
2004
November
103
2005
November
96
2006
Maret
81
2007
November
91
2008
April
142
2009
Maret
96
2010
April
114
2011
April
111
2012
Desember
141
10
2013
Maret
125
33
X (mm)
X-
(X-)2
(X-)3
(X-)4
2004
103
-7
49
-343
2.401
2005
96
-14
196
-2.744
38.416
2006
81
-29
841
-24.389
707.281
2007
91
-19
361
-6.859
130.321
2008
142
32
1.024
32.768
1.048.576
2009
96
-14
196
-2.744
38.416
2010
114
16
64
256
2011
111
2012
141
31
961
29.791
923.521
2013
125
15
225
3.375
50.625
Jumlah
1.100
3.870
28.920
2.939.814
Rata-Rata
110
= 110 mm
=*
) + = *
Cv = =
Cs =
Ck =
= 0,1885
(
)(
+ = 20,7364 mm
)(
(
)(
)(
)(
= 0,4505
)(
= 3,1547
Nilai perhitungan statistik logaritma curah hujan rata-rata dapat dilihat pada Tabel
4.4 sebagai berikut :
.
34
(Log X-
X(mm)
Log X
Log X-Log
(Log X-
Tahun
Log)
Log)
Log)4
2004
103
2,0128
-0,02172
0,00047
-0,000010
0,00000
2005
96
1,9823
-0,05228
0,00273
-0,000143
0,00001
2006
81
1,9085
-0,12607
0,01589
-0,002004
0,00025
2007
91
1,9590
-0,07551
0,00570
-0,000431
0,00003
2008
142
2,1523
0,11773
0,01386
0,001632
0,00019
209
96
1,9823
-0,05228
0,00273
-0,000143
0,00001
2010
114
2,0569
0,02235
0,00050
0,000011
0,00000
2011
111
2,0453
0,01077
0,00012
0,000001
0,00000
2012
141
2,1492
0,11466
0,01315
0,001508
0,00017
2013
125
2,0969
0,06235
0,00389
0,000242
0,00002
Jumlah
1100
20,346
0,00000
0,05905
0,000664
0,00068067
Rata-Rata
110
2,0346
Cv
Cs
Ck
+ = 0,081 mm
= 0,0398
(
)(
)(
) + = *
(
)(
(
(
)(
)(
= 0,1735
)(
=3,137
= 10
Nilai rata-rata ( )
= 110 mm
35
KTr
XT(mm)
0,00
110
0,84
127,42
10
1,28
136,54
25
1,70
145,25
50
2,05
152,51
100
2,33
158,32
(tahun)
2. Distribusi Gumbel
Dengan menggunakan Rumus 2.10 dan 2.11 serta nilai YTr dalam Lampiran 2,
dapat dihitung curah hujan maksimum untuk periode ulang 2 tahun dengan data
parameter statistic maka didapatlah hasil sebagai berikut :
Jumlah data (n)
= 10
Nilai rata-rata ( )
= 110 mm
= 0,4952 (Lampiran 3)
Sn
= 0,9496 (Lampiran 3)
KTr =
=
= -0,1352
= +
36
Untuk hasil perhitungan curah hujan maksimum periode ulang selanjutnya dapat
dilihat pada Tabel 4.6.
YTr
KTr
XT (mm)
0,3668
-0,1352
107,196
1,5004
1,0586
131,951
10
2,2510
1,8490
148,341
25
3,1993
2,8476
169,050
50
3,9028
3,5885
184,412
100
4,6012
4,3239
199,663
(tahun)
3. Distribusi Log-Normal
Dengan menggunakan Rumus 2.13 dan nilai KTr dalam Lampiran 1, dapat
dihitung curah hujan maksimum untuk periode ulang 2 tahun dengan data
parameter statistik logaritma maka didapatlah hasil sebagai berikut :
Jumlah data (n)
= 10
= 2,0346 mm
= log +
= 2,0346 mm + (0 . 0,081 mm)
= 2,0346 mm
XT = 102,0346
= 108,28 mm
KTr
Log XT(mm)
XT (mm)
0,00
2,0346
108,28
0,84
2,1026
126,65
10
1,28
2,1382
137,48
25
1,70
2,1723
148,68
37
50
2,05
2,2006
158,71
100
2,33
2.2233
167,22
= 10
= 2,0346 mm
0,1.y + 0,0017
y
y -
= -0,001176
=-0,029
KTr =-0,029
Maka,
Log
= log +
= 2,0346mm + (-0,029 . 0,081mm)
= 2,03223 mm
XT = 102,03225
= 107,702 mm
Untuk hasil perhitungan curah hujan maksimum periode ulang selanjutnya dapat
dilihat pada Tabel 4.8.
Tabel 4.8. Perhitungan curah hujan dengan Distribusi Log-Pearson Tipe III
Periode Ulang (tahun)
KTr
Log XT(mm)
XT (mm)
-0,029
2,03223
107,702
0,8316
2,10191
126,448
38
10
1,2986
2,13974
137,956
25
1,8093
2,1811
151,741
50
2,1452
2,20832
161,554
100
2,4529
2,23324
171,096
Tabel 4.9. Rekapitulasi perhitungan curah hujan dari beberapa distribusi frekuensi
Periode Ulang
Gumbel
Log Normal
(mm)
(mm)
(mm)
(mm)
110
107,196
108,28
107,702
127,42
131,951
126,65
126,448
10
136,54
148,341
137,48
137,956
25
145,25
169,050
148,68
151,7541
50
152,51
184,412
158,71
161,554
100
158,32
199,663
167,22
171,096
(tahun)
39
3. Dengan rentang probabilitas (p) setiap kelasnya, hitung faktor frekuensi (KT)
menggunakan rumus dibawah ini. Hitung juga rentang varian x
menggunakan Rumus 2.9.
KT = ww
= * ( )+
untuk
<p
Ketika (p > 0,5), digunakan 1-p untuk menggantikan p dalam rumus diatas
dan nilai KT yang dihitung diberi tanda negatif (-).
4. Hitung frekuensi teoritik (Ei) dengan Rumus 2.21 untuk setiap kelasnya.
5. Hitung frekuensi terukur (Oi) berdasarkan rentang varian x melalui
pembacaan seri data.
6. Hitung nilai X2 untuk setiap kelasnya menggunakan Rumus2.20 dan hitung
jumlah totalnya.
7. Tentukan nilai X2 kritik menggunakan Lampiran 6.
8. Jika X2< X2 kritik maka hipotesis seri data Distribusi Normal diterima.
Jika X2 X2 kritik maka hipotesis seri data Distribusi Normal ditolak.
= 10
Nilai rata-rata ( )
= 110 mm
Dk = k-3 = 5-3 = 2
Ei = =
p
=2
= = = 0,2
Untuk p = 0,2
w
= * ( )+ = * (
KT = w -
)+ = 1,794
40
(
= 1,794 -
)
(
= 0,841
XT =
= 110 mm + (0,841 . 20,7364 mm)
= 127,449 mm
Untuk hasil perhitungan selanjutnya dapat dilihat dari tabel di bawah ini :
KT
R24 (mm)
0,01
3,035
2,327
158,249
0,2
1,794
0,841
127,449
0,4
1,354
0,253
115,245
0,6
1,354
-0,253
104,755
0,8
1,794
-0,841
92,551
0,99
3,035
-2,327
61,751
Rentang p
Ei
Oi
(Oi Ei)2
<p 2
158,249>R24127,449
2 <p 4
127,449>R24115,245
0,5
4 <p 6
115,245>R24104,755
6 <p 8
104,755>R2492,551
0,5
8 <p 99
92,551>R2461,751
Jumlah
10
5 dan Dk = 2 adalah 5 99 .
41
* (
)+-
= 1/p
4. Hitung frekuensi teoritik (Ei) dengan Rumus 2.21 untuk setiap kelasnya.
5. Hitung frekuensi terukur (Oi) berdasarkan rentang varian x melalui
pembacaan seri data.
6. Hitung nilai X2 untuk setiap kelasnya menggunakan Rumus 2.20 dan hitung
jumlah totalnya.
7. Tentukan nilai X2 kritik menggunakan Lampiran 6.
8. Jika X2< X2 kritik maka hipotesis seri data Distribusi Gumbel diterima.
Jika X2 X2 kritik maka hipotesis seri data Distribusi Gumbel ditolak.
= 10
Nilai rata-rata ( )
= 110 mm
Dk = k-3 = 5-3 = 2
Ei = =
p
=2
= = = 0,2
Untuk p = 0,2
T
= =
KT = =-
=5
* (
)+-
* (
)+-
= 0,720
= +
42
Untuk hasil perhitungan selanjutnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
KT
R24 (mm)
0,01
3,035
100,000
3,138
175,077
0,2
1,794
5,000
0,720
124,927
0,4
1,354
2,500
0,074
111,529
0,6
1,354
1,667
-0,382
102,077
0,8
1,794
1,250
-0,822
92,965
0,99
3,035
1,010
-1,642
75,959
Rentang p
Ei
Oi
<p 2
175,077>R24124,927
0,5
2 <p 4
124,927>R24111,529
0,5
4 <p 6
111,529>R24102,077
6 <p 8
102,077>R2492,965
8 <p 999
92,965>R2475,959
Jumlah
10
5 dan Dk = 2 adalah 5 99 .
43
= * ( )+
untuk
<p
Ketika (p > 0,5), digunakan 1-p untuk menggantikan p dalam rumus diatas
dan nilai KT yang dihitung diberi tanda negatif (-).
4. Hitung frekuensi teoritik (Ei) dengan Rumus 2.21 untuk setiap kelasnya.
5. Hitung frekuensi terukur (Oi) berdasarkan rentang varian x melalui
pembacaan seri data.
6. Hitung nilai X2 untuk setiap kelasnya menggunakan Rumus 2.20 dan hitung
jumlah totalnya.
7. Tentukan nilai X2 kritik menggunakan Lampiran 6.
8. Jika X2< X2 kritik maka hipotesis seri data Distribusi Log-Normal diterima.
Jika X2 X2 kritik maka hipotesis seri data Distribusi Log-Normal ditolak.
= 10
= 2,0346 mm
Dk = k-3 = 5-3 = 2
Ei = =
p
=2
= = = 0,2
Untuk p = 0,2
w
= * ( )+ = * (
)+ = 1,794
KT = w = 1,794 -
(
(
)
(
= 0,841
Log
= log +
= 2,0346 mm + (0,841 . 0,081 mm)
= 2,103 mm
(
)
)
(
44
XT = 102,103
= 126,681 mm
Untuk hasil perhitungan selanjutnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
KT
Log X (mm)
R24 (mm)
0,01
3,035
2,327
2.223
167,118
0,2
1,794
0,841
2,103
126,681
0,4
1,354
0,253
2,055
113,512
0,6
1,354
-0,253
2,014
103,292
0,8
1,794
-0,841
1,966
92,555
0,99
3,035
-2,327
1,846
70,160
Rentang p
<p 2
Rentang
Ei
Oi
2,22 <logx 2 03
167,118>R24126,681
0,5
2 <p 4
2,103<logx2 55
126,681>R24 13,512
4 <p 6
2,055<logx2 14
113,512>R24
3,292
0,5
6 <p 8
2,014<logx 966
103,292>R2492,555
8 <p 99
1,966<logx 846
92,555>R2470,160
Jumlah
10
Log X (mm)
5 dan Dk = 2 adalah 5 99 .
45
untuk
<p
Ketika (p > 0,5), digunakan 1-p untuk menggantikan p dalam rumus diatas
dan nilai zyang dihitung diberi tanda negatif (-).
KT = z + (z2 1)k + (z3 6z)k2 (z2 1)k3 + zk4 + k5
k
4. Hitung frekuensi teoritik (Ei) dengan Rumus 2.20 untuk setiap kelasnya.
5. Hitung frekuensi terukur (Oi) berdasarkan rentang varian x melalui
pembacaan seri data.
6. Hitung nilai X2 untuk setiap kelasnya menggunakan Rumus 2.19 dan hitung
jumlah totalnya.
7. Tentukan nilai X2 kritik menggunakan Lampiran 6.
8. Jika X2< X2 kritik maka hipotesis seri data Distribusi Log-Pearson Tipe III
diterima.
Jika X2 X2 kritik maka hipotesis seri data Distribusi Log-Pearson Tipe III
ditolak.
= 10
= 2,0346 mm
=2
= = = 0,2
46
Untuk p = 0,2
w
= * ( )+ = * (
=w-
)+ = 1,794
= 1,794 -
)
(
(
)
)
(
= 0,841
k
= 0,029
Log
KT
Log X
R24
0,01
3,035
2,454
2,233
171,129
0,2
1,794
0,832
2,102
126,453
0,4
1,354
0,225
2,053
112,932
0,6
1,354
-0,280
2,012
102,781
0,8
1,794
-0,849
1,966
92,430
0,99
3,035
-2,199
1,856
71,854
47
Rentang p
<p 2
Rentang Log X
Ei
Oi
2 2 5<logx2 46
160,228>R24
9 997
2 <p 4
2 46<logx2
139,997>R24 26 8 7
4 <p 6
126,837>R24
6 <p 8
2 55<logx 984
113,530>R2496 42
8 <p 99
984<logx 72
96,420>R2452 5 5
Jumlah
10
(mm)
<logx2 55
5 dan Dk = 2 adalah 5 99 .
Rentang p
Normal
Log Normal
Gumbel
X2
X2
X2
X2
0,5
<p 2
2 <p 4
0,5
0,5
4 <p 6
0,5
6 <p 8
0,5
0,5
8 <p 99
Jumlah
X2 kritik
5,991
5,991
5,991
5,991
Uji Kecocokan
Diterima
Diterima
Diterima
Diterima
48
2. Uji Smirnov-Kolmogorov
a. Uji Smirnov-Kolmogorov untuk Distribusi Normal
Berikut
Smirnov-Kolmogorov untuk
Distribusi Normal :
1. Tentukan derajat nyata () dan jumlah data (n).
2. Urutkan data mulai dari yang terbesar sampai ke yang terkecil
(m=1,2,3,...,n).
3. Hitung probabilitas empirik (Pempirik) menggunakan Rumus 2.25 untuk
setiap varian x yang telah di urutkan.
4. Hitung KTuntuk setiap varian x menggunakan rumus dibawah ini.
KT=
= 10
Nilai rata-rata ( )
= 110 mm
Pempirik =
KT
= 0,091
= 1,542
Pteoritik = [1+0,196854|KT|+0,115194|KT|2+0,000344|KT|3+0,019527|KT|4]-4
= [1+0,196854|1,542|+0,115194|1,542|2+0,000344|1,542|3+0,019527
|1,542|4]-4
= 0,061
49
= |Pempirik Pteoritik|
= |0,091-0,061|
= 0,03
Untuk hasil perhitungan selanjutnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
R24 (mm)
KT
Pempirik
Pteoritik
142
1,543
0,091
0,061
0,030
141
1,495
0,182
0,067
0,114
125
0,723
0,273
0,235
0,038
114
0,193
0,364
0,424
0,060
111
0,048
0,455
0,481
0,026
103
0,338
0,545
0,632
0,087
96
0,675
0,636
0,750
0,114
96
0,675
0,727
0,750
0,023
91
0,916
0,818
0,820
0,002
10
81
1,399
0,909
0,919
0,010
maks
0,114
5 dan n =
adalah
4 9.
Smirnov-Kolmogorov untuk
Distribusi Gumbel :
1. Tentukan derajat nyata () dan jumlah data (n).
2. Urutkan data mulai dari yang terbesar sampai ke yang terkecil
(m=1,2,3,...,n).
3. Hitung probabilitas empirik (Pempirik) menggunakan Rumus 2.25 untuk
setiap varian x yang telah di urutkan.
4. Hitung KT untuk setiap varian x menggunakan rumus dibawah ini.
KT =
50
* (
)+-
Pteoritik = 1/T
6. Hitung selisih probabilitas menggunakan Rumus 2.24 dan tentukan nilai
tertinggi (maks).
7. Tentukan nilai kritik menggunakan Lampiran 7.
8. Jika maks < kritikmaka hipotesis seri data Distribusi Gumbel diterima.
Jika maks kritikmaka hipotesis seri data Distribusi Gumbel ditolak.
Parameter statistik untuk Distribusi Gumbel :
Jumlah data (n)
= 10
Nilai rata-rata ( )
= 110 mm
Pempirik =
KT
=
=
= 0,091
* (
* (
= 1,543
)+-
)+-
= 13,406
Pteoritik
= |Pempirik Pteoritik|
= |0,091-0,075|
= 0,016
Untuk hasil perhitungan selanjutnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
R24 (mm)
KT
Pempirik
Pteoritik
142
1,543
13,406
0,091
0,075
0,016
141
1.495
12,633
0,182
0,079
0,103
125
0,723
5,024
0,273
0,199
0,074
114
0,193
2,818
0,364
0,355
0,009
111
0,048
2,439
0,455
0,410
0,044
51
6
103
0,338
1,726
0,545
0,579
0,034
96
0,675
1,357
0,636
0,737
0,101
96
0,675
1,357
0,727
0,737
0,010
91
0,916
1,194
0,818
0,838
0,020
10
81
1,399
1,035
0,909
0,966
0,057
maks
0,103
Smirnov-Kolmogorov untuk
Distribusi Log-Normal :
1. Tentukan derajat nyata () dan jumlah data (n).
2. Urutkan data mulai dari yang terbesar sampai ke yang terkecil
(m=1,2,3,...,n).
3. Hitung probabilitas empirik (Pempirik) menggunakan Rumus 2.25 untuk
setiap varian x yang telah di urutkan.
4. Hitung KT untuk setiap varianx menggunakan rumus dibawah ini.
KT =
= 10
= 2,0346 mm
52
Pempirik =
= 0,091
KT
= 1.454
Pteoritik
= [1+0,196854|KT|+0,115194|KT|2+0,000344|KT|3+0,019527|KT|4]-4
= [1+0,196854|1,454|+0,115194|1,454|2+0,000344|1,454|3+0,019527
|1,454|4]-4
= 0,073
= |Pempirik Pteoritik|
= |0,091-0,073|
= 0,018
Untuk hasil perhitungan selanjutnya dapat dilihat pada tabel berikut ini :
R24 (mm)
KT
Pempirik
Pteoritik
142
2,152
1,454
0,091
0,073
0,018
141
2,149
1,416
0,182
0,078
0,103
125
2,097
0,770
0,273
0,221
0,052
114
2,057
0,276
0,364
0,391
0,028
111
2,045
0,133
0,455
0,447
0,007
103
2,013
0,268
0,545
0,606
0,060
96
1,982
0,645
0,636
0,741
0,104
96
1,982
0,645
0,727
0,74
0,014
91
1,959
0,932
0,818
0,824
0,006
10
81
1,908
1,556
0,909
0,940
0,031
maks
0,104
Smirnov-Kolmogorov untuk
53
= 10
= 2,0346 mm
Pempirik =
= 0,091
KT
= 1,454
= 0,029
54
= 0,069
= |Pempirik Pteoritik|
= |0,091-0,069|
= 0,022
Untuk hasil perhitungan selanjutnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
KT
Pempirik
Pteoritik
2,152
1,454
1,484
0,091
0,069
0,022
141
2,149
1,416
1,443
0,182
0,074
0,107
125
2,097
0,770
0,757
0,273
0,225
0,048
114
2,057
0,276
0,249
0,364
0,402
0,038
111
2,045
0,133
0,104
0,455
0,459
0,004
103
2,013
0,268
0,268
0,545
0,606
0,060
96
1,982
0,645
0,612
0,636
0,730
0,094
96
1,982
0,645
0,661
0,727
0,746
0,019
91
1,959
0,932
0,935
0,818
0,825
0,007
10
81
1,908
1,556
1,514
0,909
0,935
0,026
maks
0,107
R24 (mm)
142
(mm)
5 dan n =
adalah
55
R24
(mm)
Normal
Gumbel
Log Normal
142
0,030
0,016
0,018
0,022
141
0,114
0,103
0,103
0,107
125
0,038
0,074
0,052
0,048
114
0,060
0,009
0,028
0,038
111
0,026
0,044
0,007
0,004
103
0,087
0,034
0,060
0,060
96
0,114
0,101
0,104
0,094
96
0,023
0,010
0,014
0,019
91
0,002
0,020
0,006
0,007
10
81
0,010
0,057
0,031
0,026
maks
0,114
0,103
0,104
0,107
kritik
0,409
0,409
0,409
0,409
Uji Kecocokan
Diterima
Diterima
Diterima
Diterima
Hasil dari uji kecocokan yang telah digunakan adalah bahwa pada uji
kecocokan Chi-Square didapat nilai yang terbaik pada distribusi Log Person III,
sedangkan pada uji kecocokan Smornov-Kolmogorov didapat nilai yang terbaik pada
distribusi Gumbel.
Namun diantara kedua distribusi tersebut diambil nilai terkecil yang paling
baik. Distribusi Log Person III memberikan hasil yang paling baik yaitu dengan nilai
X2 = 0. Nilai dari distribusi Log person III akan digunakan untuk analisis selanjutnya.
56
L = 2,474 km
S = 0,0263
=(
=(
= 0,5407 jam
Untuk nilai panjang sungai (L) dan kemiringan sungai (S) didapat dari program
global mapper. Gambar 4.2 merupakan gambaran dari hasil program global mapper
tersebut :
Gambar 4.2 nilai panjang sungai (L) dan kemiringan sungai dari program global
mapper
( )=
) = 56,2580 mm/jam
Untuk hasil perhitungan selanjutnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
57
R24 (mm)
tc (jam)
I (mm/jam)
107,702
0,5393
56,2580
126,448
0,5393
66,0498
10
137,956
0,5393
72,0610
25
151,741
0,5393
79,2615
50
161,554
0,5393
84,3869
100
171,096
0,5393
89,3715
58
Dari gambar diatas yang merupakan pembagian lahan pada Sub Das Sawah
Kota Palembang maka didapatkan juga nilai luasan (A) dan nilai koefisien limpasan
(C)dari keseluruhan ketiga lahan tersebut. Tabel 4.25 merupakan perhitungan luasan
lahan dan koefisien limpasan Sub Das Sawah Kota Palembang.
A (hektar)
A x C (hektar)
Jalan
4,013
0,95
3,812
Kebun
5,953
0,3
1,786
Pemukiman
59,139
0,8
47,311
Rawa
11,809
0,15
1,771
Sarana industri/pergudangan
24,931
0,8
19,945
Sarana pendidikan
0,466
0,7
0,326
Sarana perkantoran
4,675
0,7
3,272
0,462
0,7
0,323
Semak belukar
0,145
0,25
0,036
Sawah
20,886
0,15
3,133
Terbuka
7,258
0,2
1,452
Tubuh Air/Waduk/Danau
23,374
0,15
3,506
Sarana kesehatan
0,151
0,7
0,106
Sarana komersial
0,213
0,7
0,149
Jumlah
163,478
Jumlah
86,931
Tanah kosong/Ruang
Menurut Suripin (2004), jika daerah aliran terdiri dari berbagai macam
penggunaan lahan dengan koefisien aliran yang berbeda makanilai C pada daerah
aliran dapat dihitung dengan Rumus 2.28. Berikut perhitungan nilai total koefisien
limpasan (C) pada Sub DAS Sawah :
CDAS =
=
= 0,5317
59
4.2.7
tutupan lahan dan jenis tanah yang dapat ditentukan menggunakan tabel yang
terdapat pada lampiran. Berdasarkan peta tanah dari BAPPEDA Kota Palembang,
kawasan
Sub DAS Sawah memiliki jenis tanah Litosol, Latosol maka dari itu
A (hektar)
4,013
5,953
59,140
11,809
nilai CN
98
72
77
45
A x CN
393,265
428,644
4553,745
531,387
Sarana
industri/pergudangan
24,932
81
2019,472
Sarana pendidikan
Sarana perkantoran
Sarana tempat ibadah
Semak belukar
sawah
0,466
4,675
0,462
0,145
20,887
77
77
77
49
49
35,865
359,962
35,581
7,110
1023,456
Tanah kosong/Ruang
Terbuka
7,259
79
573,425
Tubuh
Air/Waduk/Danau
23,375
96
2243,987
0,151
0,213
163,478
77
77
11,642
16,396
12233,937
Sarana kesehatan
Sarana komersial
jumlah
CN rata-rata
74,835
(hasil perhitungan)
Perhitungan nilai curve number akan digunakan pada perhitungan hidrograf banjir
SCS-CN
Untuk nilai persentase kedap air sesuai dengan tata guna lahan dapat dilihat
pada tabel 4.27, berikut ini :
60
(%) Impervious
Commercial Area
95
Neighborhood Area
85
Residential :
Multi-Unit (Detached)
60
Multi-Unit (Atached)
75
Apartment
80
Industrial:
Light Areas
80
Heavy Areas
90
Park, Cemetries
Playground
10
School
50
15
Undeveloved Area :
Historic Flow Analysis
Greenbelt, agricultural
45
Steerts :
Paved
100
Gravel
40
90
Roofs
90
61
59 4 km2 x
6548 km2
= 36,176 %
= (Pemukiman)
= 60
Maka, nilai dari (%) kedap air pada sub DAS PAM sebagai berikut :
3) (%) Kedap Air sub DAS = (
6 76 x 6
)%= 21,71 %
Adapun hasil nilai persentase (%) Kedap Air pada sub DAS dapat dilihat
pada Tabel 4.25 dibawah ini :
Tabel 4.28 Persentase Kedap Air pada Kawasan sub DAS Sawah Kota Palembang
Sub DAS
41,19
4.2.8
nilai luas penggunaan lahan (A). Selanjutnya menghitung debit limpasan (Q) dengan
menggunakan Metode Rasional berdasarkan Rumus 2.29. Berikut ini menghitung
debit limpasan pada Sub DAS Sawah Kota Palembang untuk periode ulang 2 tahun :
Q = 0,278.C.I.A
= 0,278 . 0,5317 . 56,2580 . 1,6348
= 13,594 m3/det
Untuk hasil perhitungan selanjutnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 4.29. Perhitungan debit limpasan Sub DAS Sawah
Periode Ulang (tahun)
I (mm/jam)
A (km2)
Q (m3/det)
0,5317
56,2580
1,6348
13,594
0,5317
66,0498
1,6348
15,961
10
0,5317
72,0610
1,6348
17,413
25
0,5317
79,2615
1,6348
19,153
50
0,5317
84,3869
1,6348
20,392
100
0,5317
89,3715
1,6348
21,596
62
4.3
I=
( )=
/ = 195,708 mm/jam
t
jam
0,083
0,167
0,25
0,50
0,75
1
2
3
4
5
6
12
2
195,708
123,288
94,087
59,271
45,232
37,338
23,522
17,950
14,818
12,770
11,308
7,123
Setelah didapatkan nilai intensitas hujan dengan durasi hujan yang telah
ditentukan, maka dilakukan pembuatan kurva IDF dengan bantuan Ms. Excel.
Berikut merupakan gambaran dari kurva IDF tersebut :
63
KURVA IDF
2 tahun
350.000
300.000
5 tahun
250.000
10 tahun
200.000
150.000
25 tahun
100.000
50 tahun
50.000
100 tahun
0.000
5
10
15
30
45
60
t (menit)
64
Tabel 4.31 Hitungan hyetograph dengan metode ABM untuk periode ulang 2 tahun
Td
(jam)
(1)
1
2
3
4
5
6
Dt
It
(jam) (mm/jam)
(2)
(3)
0-1
37,338
1-2
23,522
2-3
17,950
3-4
14,818
4-5
12,770
5-6
11,308
Jumlah
It Td
(mm)
(4)
37,338
47,043
53,851
59,271
63,848
67,848
Dp
(mm)
(5)
37,338
9,705
6,808
5,420
4,577
4,001
67,848
Pi
(mm)
(6)
55,032
14,304
10,034
7,988
6,746
5,896
100
Hyetograph
(%)
(mm)
(7)
(8)
6,746
7,265
10,034 10,807
55,032 59,271
14,304 15,406
7,988
8,603
5,896
6,351
100
107,702
3
4
Durasi (jam)
Gambar 4.5 hyetograph hasil hitungan dengan metode ABM untuk periode ulang 2
tahun
Untuk perhitungan periode ulang 5, 10, 25, 50, dan 100 tahun akan disajikan
dalam lampiran 10.
4.4
diperlukan rekaman data limpasan dan data curah hujan, padahal sering kita jumpai
ada bebarapa DAS tidak memiliki sama sekali catatan limpasan seperti yang terjadi
pada Sub-DAS Sawah. Untuk mencari hubungan antara hujan yang jatuh dan debit
65
yang terjadi maka dilakukan pengalih-ragaman dari data hujan menjadi debit aliran.
Dalam hal ini pengalih-ragaman dilakukan dengan menggunakan metode hidrograf
satuan sintetis SCS (Soil Conservation Service ).
4.4.1 Perhitungan hidrograf satuan sintetis dengan metode SCS
HSS tak berdimensi SCS adalah hidrograf satuan sintetis, dimana debit
dinyatakan sebagai nisbah debit q terhadap debit puncak qp dan waktu dalam nisbah
waktu t terhadap waktu naik dari hidrograf satuan Tp. Jika debit puncak (qp) dan
waktu kelambatan dari suatu durasi hujan efektif diketahui, maka hidrograf satuan
dapat diestimasi dari hidrograf sintetis tak berdimensi untuk suatu DAS. Dalam hal
ini ditentukan durasi hujan (tr) selama 1 jam, Berikut perhitungan debit puncak (Qp)
dan waktu puncak/ waktu naik dari hidrograf (Tp) :
Qp
0,929m 3 / dt.mm
Pr
0,862
Pr
tr
1
tp 0,3242 0,862 jam
2
2
Q/Qp(y)
t = Tp * X
Q = Qp * Y
0,1
0,015
0,086
0,028
0,2
0,075
0,172
0,094
0,3
0,16
0,259
0,178
0,4
0,28
0,345
0,291
0,5
0,43
0,431
0,441
0,6
0,6
0,517
0,619
0,7
0,77
0,604
0,770
66
0,8
0,89
0,690
0,873
0,9
0,97
0,776
0,929
0,862
0,939
1,1
0,98
0,948
0,929
1,2
0,92
1,035
0,873
1,3
0,84
1,121
0,807
1,4
0,75
1,207
0,732
1,5
0,66
1,293
0,638
1,6
0,56
1,380
0,526
1,8
0,42
1,552
0,366
0,32
1,725
0,263
2,2
0,24
1,897
0,194
2,4
0,18
2,069
0,138
2,6
0,13
2,242
0,100
2,8
0,098
2,414
0,072
0,075
2,587
0,052
3,5
0,036
3,018
0,023
0,018
3,449
0,010
4,5
0,009
3,880
0,008
0,004
4,311
0,004
0.93862
0.5
1.5
2.5
3.5
4.5
waktu (jam)
Gambar 4.6 hidrograf satuan sungai sawah
Dari grafik di atas di peroleh nilai debit puncak (Q) = 0,939 m3/dt.mm dan nilai Pr =
0,862 jam.
67
Pe
25400
25400
254 =
254 85,4125mm
74,8352
CN
Untuk perhitungan selanjutnya dapat dilihat pada tabel 4.33 di bawah ini :
Tabel 4.33. Perhitungan Hujan Efektif untuk Periode Ulang 2 Tahun
jam
1
2
3
4
5
6
p(mm)
7,265
10,807
59,271
15,406
8,603
6,351
107,702
pe(mm)
1,275
0,498
13,949
0,034
0,935
1,542
18,232
Pe
menggunakan bantuan aplikasi Ms. Excel. Berikut merupakan gambaran dari grafik
tersebut :
80.000
60.000
40.000
Pe
20.000
0.000
1
Gambar 4.7 Grafik hubungan antara kedalaman hujan dan hujan efektif
68
Untuk perhitungan periode ulang 5, 10, 25, 50, dan 100 tahun akan disajikan
dalam lampiran 11.
4.4.3 Perhitungan Hidrograf Limpasan Langsung (HLL) akibat hujan efektif
Setelah dilakukan perhitungan hidrograf satuan sintetis SCS dan hujan efektif,
maka selanjutnya di lakukan perhitungan hidrograf akibat hujan efektif. Berikut
perhitungan hidrograf limpasan langsung akibat hujan efektif dengan interpolasi :
Hasil perhitungan dapat di lihat pada tabel 4.34 :
Tabel 4.34 perhitungan hidrograf limpasan langsung akibat hujan efektif
jam(t)
Q (m3/s)
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
0
0,895
0,608
0,284
0,098
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
(hasil perhitungan)
1,275
0
1,142
0,775
0,362
0,125
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1,542
0
0
0
0
0
0
1,381
0,938
0,438
0,152
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Total Debit
(m3/s)
0
1,142
1,222
13,158
8,753
4,856
3,326
1,204
0,531
0,152
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
69
debit (m^3/s)
keterlambatan 1 jam
hidrograf satuan
keterlambatan 2 jam
keterlambatan 3 jam
keterlambatan 4 jam
HLL total
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
waktu (jam)
Gambar 4.8 hidrograf limpasan langsung sungai sawah akibat hujan efektif periode
ulang 2 tahun
Dari grafik di atas di peroleh nilai debit puncak (Q) = 13,15m3/dt dan nilai Pr = 3
jam. Untuk hidrograf limpasan langsung periode ulang 5, 10, 25, 50, dan 100
disajikan dalam lampiran 12.
4.5
3.5. berikut gambaran prosedur analisis hujan aliran dengan menggunakan program
HEC-HMS :
1. pembuatan project baru
2. membuat HMS component Models
a. Basin Model
b. Meteorologic Model
70
c. Control specifications
3. Membuat Times Series Data, seperti :
a. data hujan
71
Kemudian klik new, lalu pada layar akan muncul create a new basin model
editor. Selanjutnya isi nama basin model beserta deskripsinya seperti pada gambar
berikut ini :
72
Dengan menggunakan basin model elemen tools seperti pada pembuatan basin
di atas, maka semua elemen basin yang lain dapat digambarkan seperti pembuatan
elemen DAS yaitu membuat junction yang dilakukan dengan ikon junction creation
tool.Setelah itu, isi nama sub-basin / Sub DAS beserta deskripsinya. Kemudian
hubungkan elemen sub-basin yang telah dibuat sebelumnya dengan junction yang
ada dengan cara mengklik component editor lalu pilih junction yang telah dibuat
sebagai downstream seperti pada gambar di bawah ini :
73
Meteorologic Model yang muncul, isi Hujan Rancangan untuk Name dan Metode
Hujan Titik untuk Description. Buka Component Editor untuk model meteorologi
ini dengan memilihnya dalam Watershed Explorer. Dalam penelitian ini adalah
specified hyetograph seperti yang terlihat pada gambar 4.15 dibawah ini.
Subbasin
yang
telah
dibuat
sebelumnya
perlu
ditentukan
model
proses running model atau pada saat simulasi prosedur pembuatannya pun sama
halnya dengan pembuatan basin model dan meteorologic model.
Untuk membuat control specification klik tombol components pada windows
bar lalu pilih control specification manager kemudian dalam jendela tersebut klik
new. Isi Name dengan Waktu Simulasi dan 6 Juli 2
5 untuk Description.
Selanjutnya isikan range waktu untuk simulasi dan interval waktu yang akan
digunakan (waktu mual sampai akhir simualsi) seperti yang terlihat pada gambar
4.16 dibawah ini.
74
75
(a)
(b)
Gambar 4.17. Component Editor Time Series (a) Time window (b) Tabel
kemudian klik create simulation run.Biarkan namanya sebagai Run. Pilih model sub
DAS Sawahmodel meteorologi Hujan Rancangan dan Control Specification Waktu
simulasi dalam jendela pilihan yang muncul. Kemudian tutup jendela tersebut. Pilih
halaman Compute padaWatershed Explorer. Pilih folder Simulation Runs sehingga
ditunjukkan subkomponen Run.
Klik kanan pada mouse untuk Run dan pilih Compute dalam menu popup yang
muncul. Sebuah jendela akan muncul yang menunjukkan proses perhitungan. Tutup
jendela tersebut ketika perhitungan telah selesai dilakukan
Gambar 4.18. Component Editor pada Simulation Run dan Proses Perhitungan
76
77
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan di atas dapat disimpulkan beberapa hal
sebagai berikut :
1. Hasil perhitungan debit limpasan permukaan (run off) pada sungai Sawah
untuk periode ulang 2, 5, 10, 25, 50, dan 100 dengan menggunakan metode
rasional adalah sebagai berikut : Q2tahun = 13,594 m3/dt, Q5tahun = 15,961
m3/dt, Q10tahun = 17,413 m3/dt, Q25tahun = 19,153 m3/dt, Q50tahun = 20,392 m3/dt,
dan Q100tahun = 21,595 m3/dt.
2. Hasil perhitungan hidrograf limpasan langsung dengan menggunakan metode
SCS untuk periode ulang 2, 5, 10, 25, 50, dan 100 masing-masing adalah
Qp2tahun = 13,158 m3/dt, Qp5tahun = 15,634 m3/dt, Qp10tahun = 17,264 m3/dt,
Qp25tahun = 19,086 m3/dt, Qp50tahun = 20,137 m3/dt, dan Qp100tahun = 21,281
m3/dt
3. Hasil simulasi hidrograf limpasan langsung dengan menggunakan program
HEC-HMS untuk periode ulang 2, 5, 10, 25, 50, dan 100 masing-masing
adalah Qp2tahun = 13,2 m3/dt, Qp5tahun = 15,6 m3/dt, Qp10tahun = 17,2 m3/dt,
Qp25tahun = 19,0 m3/dt, Qp50tahun = 20,1 m3/dt, dan Qp100tahun = 21,2 m3/dt
4. Hasil perhitungan debit limpasan puncak antara menggunakan metode
rasional dengan metode SCS CN tidak jauh berbeda. Dimana hasil
perhitungan dengan menggunakan metode SCS CN lebih kecil dibandingkan
dengan hasil perhitungan menggunakan metode rasional.
5. Perbandingan hasil antara simulasi hujan-aliran dengan menggunakan HecHMS dengan perhitungan manual metode SCS CN tidak jauh berbeda.
6. Semakin besar periode ulang yang dianalisis maka semakin besar pula debit
puncak yang diperoleh.
5.2. Saran
Beberapa saran yang dapat disampaikan oleh penulis diantaranya adalah
sebagai berikut :
1. Perlu dilakukan pengukuran langsung debit limpasan langsung dengan
menggunakan Automatic Water Level Recorder (AWLR) pada sungai.
81
82
2. Pembaruan peta tata guna lahan sebaiknya dilakukan secara periodik setiap
tahunnya sehingga analisis hidrograf banjir dan upaya pengendalian banjir di
sepanjang sungai Sawah dapat menjadi lebih baik.
80
DAFTAR PUSTAKA
Asdak, Chay. 2010. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Cetakan
Kelima. Gadjah Mada University Press: Yogyakarta.
C, D, Soemarto. 1999. Hidrologi Teknik. Penerbit Erlangga: Jakarta.
Chow, V.T., Maidment, D.R., and Mays, L.W. 1988. Applied Hydrology. McGrawHill: New York.
Eripin, I. 2005. Dampak Perubahan Tata Guna Lahan Terhadap Debit Sungai di
Daerah Pengaliran Sungai Cipinang.
L. Kawet, dkk. 2013. Studi Perbandingan Antara Hidrograf SCS (Soil Conservation
Service) dan Metode Rasional pada DAS Tikala. Jurnal Teknik Sipil
Universitas Sam Ratulangi.
Linsley, Ray K., & Fransini, Joseph B. 1989. Hidrologi Untuk Insinyur. Erlangga:
Jakarta.
Singh, P, V. 1992. Elementary Hydrology. Prentice-Hall Englewood Cliffs: New
Jersey.
Soewarno. 1995. Hidrologi Untuk Teknik. Penerbit Nova: Bandung.
Soewarno. 2000. Hidrologi Operasional Jilid Kesatu. Penerbit PT. Aditya Bakti:
Bandung.
Sosrodarsono, S. dan K, Takeda. 2003. Hidrologi Untuk Pengairan. Pradnya
Paramita: Jakarta.
Sudjarwadi. 1987. Teknik Sumber Daya Air. UGM-Press: Yogyakarta.
Suripin. 2004. Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan. ANDI Offset:
Yogyakarta.
Triadmojo, Bambang. 2014. Hidrologi Terapan. Penerbit Beta Offset : Yogyakarta.
Syahputra, ichsan.2015. Kajian Hidrologi Dan Analisa Kapasitas Tampang Sungai
Krueng Langsa Berbasis HEC-HMS Dan HEC-RAS. Jurnal Teknik Sipil
UNAYA Aceh.
W. Mays, Larry. 2001. Water Resources Engineering. John Wiley & Sons : USA.
Halwatura, D. 2013. Application of The HEC-HMS Model for Run Off Simulation in
A Tropical Catchment. Jurnal University of Kelaniya, Kelaniya, Sri Lanka.
80