Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bagi kebanyakan wanita, proses kehamilan dan persalinan adalah proses
yang dilalui dengan kegembiraan dan suka cita. Wanita dengan kehamilan
resiko tinggi harus mempersiapkan diri dengan lebih memperhatikan
perawatan kesehatannya dalam menghadapi kehamilan dengan resiko tinggi
ini.
Kematian ibu adalah kematian yang berhubungan dengan kehamilan,
merupakan kejadian yang jarang bila dibandingkan dengan kematian
bayi.Angka yang rendah ini disebabkan oleh sifat kematian ibu yang
tersembunyi. Sekitar 99% kematian ibu didunia berasal dari negara
berkembang, sering terjadi dirumah dan tidak pernah tercatat dalam sistem
pelayanan kesehatan.WHO memperkirakan setiap tahunnya 500.000 ibu
meninggal sebagai akibat langsung dari kehamilan.Sebagian kematian itu
sebenarnya dapat dicegah.
Dengan perawatan yang baik, 90-95% ibu hamil yang termasuk
kehamilan dengan resiko tinggi dapat melahirkan dengan selamat dan
mendapatkan bayi yang sehat.Kehamilan risiko tinggi dapat dicegah dan
diatasi dengan baik bila gejalanya ditemukan sedini mungkin sehingga dapat
dilakukan tindakan untuk memperbaikinya, dan kenyataannya, banyak dari
faktor resiko ini sudah dapat diketahui sejak sebelum konsepsi terjadi.
Jadi semakin dini masalah dideteksi, semakin baik untuk memberikan
penanganan kesehatan bagi ibu hamil maupun bayi.Juga harus diperhatikan
bahwa pada beberapa kehamilan dapat mulai dengan normal, tetapi
mendapatkan masalah kemudian.Oleh karenanya sangat penting bagi setiap
ibu hamil untuk melakukan ANC atau pemeriksaan kehamilan secara teratur,
yang bermanfaat untuk memonitor kesehatan ibu hamil dan bayinya, sehingga
bila terdapat permasalahan dapat diketahui secepatnya dan diatasi sedini
mungkin.
Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia tahun 2007 berkisar 228/100.000
kelahiran hidup (KH). Angka ini masih jauh diatas target AKI untuk MDGs
(Millenium Development Goals) sebesar 125/100.000 KH pada tahun 2015.
1.2 TUJUAN
1.2.1 Tujuan Umum
Setelah praktik klinik kebidanan diharapkan mahasiswa mampu
melakukan perawatan dan asuhan kebidanan secara komprehensif
kepada ibu dengan kehamilan Risiko Tinggi dengan penatalaksanaan
manageman kebidanan.
1.2.2 Tujuan Khusus

1. Mahasiswa mampu mengumpulkan data dasar dalam membuat


asuhan kebidanan pada ibu hamil dengan Risiko Tinggi
2. Mahasiswa mampu menginterprestasikan data dalam membuat
asuhan kebidanan pada ibu hamil dengan Risiko Tinggi
3. Mahasiswa mampu mengidentifikasi masalah potensial dalam
asuhan kebidanan pada ibu hamil dengan risiko tinggi
4. Mahasiswa mampu mengevaluasi kebutuhan segera dalam
membuat asuhan kebidanan pada ibu hamil dengan risiko tinggi
5. Mahasiswa mampu membuat intervensi berdasarkan diagnosa
yang diperoleh dari pemeriksaan pada ibu hamil dengan risiko
tinggi.
6. Mahasiwa mampu membuat implementasi data

sesuai dengan

intervensi yang dibuat


7. Mamhasiswa mampu mengevaluasi semua tindakan yang sudah
dilakukan.
1.3 Metode Pengumpulan Data
Semua bahan yang digunakan dalam pembahasan disini diperoleh dari
anamnese pasien, pemeriksaan, observasi, tinjauan kasus dan tinjauan pustaka.
1.4 Sistematika Penulisan
Halaman Judul
Format Lembar Pendahuluan
Lembar Pengesahan
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Tujuan
1.3 Metode Pengumpulan Data
1.4 Sistematika Penulisan
BAB II TINJAUAN TEORI
2.1 Konsep Teori
2.2 Manajemen Kebidanan Menggunakan Metode SOAP
BAB III TINJAUAN KASUS
BAB IV PEMBAHASAN
(Membahas tentang kesenjangan antara teori dan praktik)
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Kehamilan
Menurut Sarwono (2009), Masa kehamilan dimulai dari konsepsi sampai
lahirnya janin. Lamanya hamil normal adalah 280 hari (40 minggu atau 9 bulan 7
hari) dihitung dari hari pertama haid terakhir. Kehamilan dibagi dalam 3 triwulan
yaitu triwulan pertama dimulai dari konsepsi 3 bulan, triwulan kedua dari bulan

keempat sampai 6 bulan, triwulan ketiga dari bulan ketujuh sampai 9 bulan.
Kehamilan merupakan suatu perubahan dalam rangka melanjutkan keturunan
yang terjadi secara alami, menghasilkan janin yang tumbuh didalam rahim ibu.
Menurut Prof. dr. Hanifa Wiknjosastro, SpOG, untuk tiap kehamilan harus
ada spermatozoon, ovum, pembuahan ovum (konsepsi) dan nidasi hasil konsepsi.
Umumnya nidasi terjadi di dinding depan da belakang uterus, dekat fundus uteri.
Jika nidasi ini terjadi, barulah dapat disebut terjadi adanya kehamilan.Masa
kehamilan dimulai dan konsepsi sampai lahirnya janin.Lamanya hamil normal
adalah 280 hari (40 minggu atau 9 bulan 7 hari) dihitung dari hari pertama haid
terahir (Sarwono Prawirohardjo, 2007).
Kehamilan dimulai dari ovulasi sampai partus lamanya kira-kira 280 hari
(40minggu), dan tidak lebih dari 300 hari (43 minggu).Kehamilan 40 minggu ini
disebut kehamilan matur (cukup bulan). Bila kehamilan lebih dari 43 minggu
disebut kehamilan post matur. Kehamilan antara 28 dan 36 minggu disebut
kehamilan premature. Kehamilan post matur akan mempengaruhi viabilitas
(kelangsungan hidup) bayi yang dilahirkan, karena bayi yang terlalu muda
mempunyai prognosis buruk. Ditinjau dari tuanya kehamilan, kehamilan dibagi
menjadi 3 bagian, yaitu trimester pertama (antara 0-12 minggu), kehamilan
trimester dua (antara 12-28 minggu), dan kehamilan trimester tiga (antara 28-40
minggu). Bila hasil konsepsi dikeluarkan dari kavum uteri pada kehamilan
dibawah 20 minggu, disebut abortus (keguguran).Bila hal ini terjadi di bawah 36
minggu disebut partus prematurus (persalinan premature).Kelahiran dari 38-40
minggu disebut partus aterm. (Hanifa Wiknjosastro, 2007 : 125)
B. Faktor Resiko
Secara garis besar, kelangsungan suatu kehamilan sangat bergantung pada
keadaan dan kesehatan ibu, plasenta dan keadaan janin. Jika ibu sehat dan
didalam darahnya terdapat zat-zat makanan dan bahan-bahan organis dalam
jumlah yang cukup, maka pertumbuhan dan perkembangan bayi dalam
kandungan akan berjalan baik. Dalam kehamilan, plasenta akan befungsi sebagai
alat respiratorik, metabolik, nutrisi, endokrin, penyimpanan, transportasi dan
pengeluaran dari tubuh ibu ke tubuh janin atau sebaliknya. Jika salah satu atau
beberapa fungsi di atas terganggu, maka pertumbuhan janin akan terganggu.
Demikian juga bila ditemukan kelainan pertumbuhan janin baik berupa kelainan
bawaan ataupun kelainan karena pengaruh lingkungan, maka pertumbuhan dan
perkembangan janin dalam kandungan dapat mengalami gangguan.
Sebelum hamil, seorang wanita bisa memiliki suatu keadaan yang
menyebabkan meningkatnya resiko selama kehamilan. Selain itu, jika seorang
wanita mengalami masalah pada kehamilan yang lalu, maka resikonya untuk
mengalami hal yang sama pada kehamilan yang akan datang adalah lebih besar.
Untuk menentukan suatu kehamilan resiko tinggi, dilakukan penilaian terhadap

wanita hamil untuk menentukan apakah dia memiliki keadaan yang menyebabkan
dia ataupun janinnya lebih rentan terhadap penyakit atau kematian.
C. Cara Menentukan Kehamilan Risiko Tinggi
Cara menentukan pengelompokkan kehamilan resiko tinggi, yaitu
dengan menggunakan cara kriteria. Kriteria ini diperoleh dari anamnesa tentang
umur, paritas, riwayat kehamilan dan persalinan yang lalu, dan pemeriksaan
lengkap kehamilan sekarang serta pemeriksaan laboratorium penunjang bila
diperlukan.
Kriteria kehamilan beresiko yaitu primi muda, primi tua, primi tua
sekunder, tinggi badan kurang dari 145 cm, grandemulti, riwayat persalinan
buruk, bekas seksio sesarea, pre-eklampsi, hamil serotinus, perdarahan
antepartum, kelainan letak, kelainan medis. (Rochjati, 2011)
Puji Rochjati (2011) mengemukakan batasan faktor risiko pada ibu hamil
ada 3 kelompok yaitu :
a.

Kelompok Faktor risiko I (ada potensi gawat obstetri), seperti primipara


muda terlalu muda umur kurang dari 20 tahun, primi tua, terlalu tua, hamil
pertama umur 35 tahun atau lebih, primi tua sekunder, terlalu lama punya
anak lagi, terkecil 10 tahun lebih, anak terkecil < 2 tahun, grande multi,
hamil umur 35 tahun atau lebih, tinggi badan kurang dari 145 cm, riwayat
persalinan yang buruk, pernah keguguran, pernah persalinaan premature,
riwayat persalinan dengan tindakan ( ekstraksi vakum, ekstraksi forcep,
operasi (seksio sesarea) ). Deteksi ibu hamil berisiko kelompok I ini dapat
ditemukan dengan mudah oleh petugas kesehatan melalui pemeriksaan
sederhana yaitu wawancara dan periksa pandang pada kehamilan muda atau
pada saat kontak.

b. Kelompok Faktor Risiko II ( ada gawat obstetri), ibu hamil dengan penyakit,
pre-eklamsia/eklamsia, hamil kembar atau gamelli, kembar air atau
hidramnion, bayi mati dalam kandungan, kehamilan dengan kelainan letak,
serta hamil lewat bulan. Pada kelompok faktor resiko II ada kemungkinan
masih membutuhkan pemeriksaan dengan alat yang lebih canggih (USG)
oleh dokter Spesialis di Rumah Sakit.
c. Kelompok Faktor Risiko III (ada gawat obstetri), perdarahan sebelum bayi
lahir, pre eklamsia berat atau eklampsia. Pada kelompok faktor risiko III, ini
harus segera di rujuk ke rumah sakit sebelum kondisi ibu dan janin
bertambah buruk/jelek yang membutuhkan penanganan dan tindakan pada
waktu itu juga dalam upaya menyelamatkan nyawa ibu dan bayinya yang
terancam. Puji Rochjati (2011)
D. Faktor Resiko Tinggi Yang Mempengaruhi Kehamilan
1. Usia
Bahaya dan risiko dalam kehamilan serta persalinan akan lebih besar
pada wanita yang hamil usia terlalu muda atau terlalu tua. Seiring dengan

semakin tua usia seorang wanita untuk hamil maka semakin tinggi pula
terjadinya hipertensi, toksemia, dan hipertensi esensial. Sedangkan umur ibu
yang kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun juga merupakan suatu
faktor predisposisi terjadinya kelahiran prematur. Walaupun wanita hamil
dengan usia tua lebih matang dalam berfikir, tetapi penurunan kesehatan dan
stamina secara alami mempengaruhi baik kehidupan janin maupun dalam
proses persalinan (Rochjati, 2011).
a. Usia < 20 tahun (terlalu muda untuk hamil)
Yang dimaksud dengan terlalu muda untuk hamil adalah hamil
pada usia< 20 tahun. Pada usia < 20 tahun secara fisik kondisi rahim dan
panggul belum berkembang optimal, sehingga dapat mengakibatkan
resiko kesakitan dan kematian pada kehamilan dan dapat menyebabkan
pertumbuhan serta perkembangan fisik ibu terhambat karena apabila usia
ibu hamil kurang dari 20 tahun atau terlalu muda dapat terjadi kompetisi
makanan antara janin dan ibunya sendiri yang masih dalam masa
pertumbuhan dan adanya perubahan hormonal yang terjadi selama
kehamilan .
Dampak kehamilan resiko tinggi pada usia muda antara lain :
a. Keguguran
Keguguran pada usia muda dapat terjadi secara tidak disengaja.
Seperti karena terkejut, cemas, stres.Tetapi ada juga keguguran yang
sengaja dilakukan oleh tenaga non profesional sehingga dapat
menimbulkan akibat efek samping yang serius seperti tingginya angka
kematian dan infeksi alat reproduksi yang pada akhirnya dapat
menimbulkan kemandulan.
b. Persalinan prematur, berat badan lahir rendah (BBLR) dan kelainan
bawaan.
Prematuritas

terjadi

karena

kurang

matangnya

alat

reproduksiterutama rahim yang belum siap dalam suatu proses


kehamilan, berat badan lahir rendah (BBLR) juga dipengaruhi gizi
saat hamil kurang dan juga umur ibu yang belum menginjak 20 tahun.
Cacat bawaan dipengaruhi kurangnya pengetahuan ibu tentang
kehamilan, pengetahuan akan asupan gizi rendah, pemeriksaan
kehamilan (ANC) kurang, keadaan psikologi ibu kurang stabil. Selain
itu cacat bawaan juga di sebabkan karena keturunan (genetik) proses
pengguguran sendiri yang gagal, seperti dengan minum obat-obatan
(gynecosit sytotec) atau dengan loncat-loncat dan memijat perutnya
sendiri.
Ibu yang hamil pada usia muda biasanya pengetahuannya akan
gizi masih kurang, sehingga akan berakibat kekurangan berbagai zat
yang

diperlukan

saat

pertumbuhan

dengan

demikian

akan

mengakibatkan makin tingginya kelahiran prematur, berat badan lahir


rendah dan cacat bawaan.
c. Mudah terjadi infeksi
Keadaan gizi buruk, tingkat sosial ekonomi rendah, dan stress
memudahkan terjadi infeksi saat hamil terlebih pada kala nifas.
d. Anemia kehamilan/kekurangan zat besi.
Penyebab anemia pada saat hamil di usia muda disebabkan kurang
pengetahuan akan pentingnya gizi pada saat hamil di usia muda.karena
pada saat hamil mayoritas seorang ibu mengalami anemia. tambahan
zat besi dalam tubuh fungsinya untuk meningkatkan jumlah sel darah
merah, membentuk sel darah merah janin dan plasenta.lama kelamaan
seorang yang kehilangan sel darah merah akan menjadi anemis.
e. Keracunan Kehamilan (Gestosis).
Kombinasi keadaan alat reproduksi yang belum siap hamil dan anemia
makin meningkatkan terjadinya keracunan hamil dalam bentuk preeklampsia atau eklampsia.Pre-eklampsia dan eklampsia memerlukan
perhatian serius karena dapat menyebabkan kematian.
f. Kematian ibu yang tinggi.
Kematian ibu pada saat melahirkan banyak disebabkan karena
perdarahan dan infeksi.Selain itu angka kematian ibu karena gugur
kandung juga cukup tinggi.yang kebanyakan dilakukan oleh tenaga
non profesional (dukun).
Adapun akibat resiko tinggi kehamilan usia dibawah 20 tahun antara lain:
1. Resiko bagi ibunya :
a. Mengalami perdarahan
Perdarahan pada saat melahirkan antara lain disebabkan karena
otot rahim yang terlalu lemah dalam proses involusi. selain itu juga
disebabkan selaput ketuban stosel (bekuan darah yang tertinggal
didalam rahim).kemudian proses pembekuan darah yang lambat
dan juga dipengaruhi oleh adanya sobekan pada jalan lahir.
b. Kemungkinan keguguran/abortus
Pada saat hamil seorang ibu sangat memungkinkan terjadi
keguguran.hal ini disebabkan oleh faktor-faktor alamiah dan juga
abortus yang disengaja, baik dengan obat-obatan maupun memakai
alat.
c. Persalinan yang lama dan sulit
Adalah persalinan yang disertai

komplikasi

ibu

maupun

janin.penyebab dari persalinan lama sendiri dipengaruhi oleh


kelainan letak janin, kelainan panggul, kelaina kekuatan his dan
mengejan serta pimpinan persalinan yang salah.
d. Kematian ibu
Kematian pada saat melahirkan yang disebabkan oleh perdarahan
dan infeksi.
2. Dari bayinya :

a. Kemungkinan lahir belum cukup usia kehamilan.


Adalah kelahiran prematur yang kurang dari 37 minggu (259
hari).hal ini terjadi karena pada saat pertumbuhan janin zat yang
diperlukan berkurang.
b. Berat badan lahir rendah (BBLR)
Yaitu bayi yang lahir dengan berat badan yang kurang dari 2.500
gram.kebanyakan hal ini dipengaruhi kurangnya gizi saat hamil,
umur ibu saat hamil kurang dari 20 tahun. dapat juga dipengaruhi
penyakit menahun yang diderita oleh ibu hamil.
c. Cacat bawaan
Merupakan kelainan pertumbuhan struktur organ janin sejak saat
pertumbuhan.hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya
kelainan genetik dan kromosom, infeksi, virus rubela serta faktor
gizi dan kelainan hormon.
d. Kematian bayi.kematian bayi yang masih berumur 7 hari pertama
hidupnya atau kematian perinatal.yang disebabkan berat badan
kurang dari 2.500 gram, kehamilan kurang dari 37 minggu (259
hari),

kelahiran

kongenital

serta

lahir

dengan

asfiksia.

(Manuaba,2009)
b. Usia 20 35 tahun (usia reproduksi)
Usia ibu sangat berpengaruh terhadap proses reproduksi. Dalam
kurun waktu reproduksi sehat diketahui bahwa usia yang aman untuk
kehamilan dan persalinan adalah usia 20-35 tahun, dimana organ reproduksi
sudah sempurna dalam menjalani fungsinya (BKKBN, 2010).
c. Usia > 35 tahun (terlalu tua untuk hamil)
Yang dimaksud dengan terlalu tua adalah hamil diatas usia 35
tahun kondisi kesehatan ibu dan fungsi berbagai organ dan sistem tubuh
diantaranya otot, syaraf, endokrin, dan reproduksi mulai menurun. Bila
seorang wanita hamil setelah berumur 35 tahun ke atas, kesehatan tubuh
ibu sudah tidak sebaik pada umur 20-35 tahun dan kemungkinan
memperoleh anak cacat lebih besar. Pada usia lebih dari 35 tahun terjadi
penurunan curah jantung yang disebabkan kontraksi miokardium.
Ditambah lagi dengan tekanan darah dan penyakit lain yang melemahkan
kondisi ibu, sehingga dapat mengganggu sirkulasi darah kejanin yang
berisiko meningkatkan komplikasi medis pada kehamilan, antara lain :
keguguran, eklamsia, dan perdarahan.
Menurut Kloosterman (1973) dalam Wiknjosastro, et al (2007),
frekuensi plasenta previa pada primigravida yang berumur lebih dari 35
tahun 10 kali lebih sering dibandingkan dengan primigravida yang
berumur kurang dari 25 tahun. Ibu hamil yang dicurigai mengalami
perdarahan antenatal harus memeriksakan kehamilannya di Rumah Sakit

(RS) yang memiliki fasilitas operatif dan transfusi darah dan bersalin di
RS tersebut.
2. Paritas
Paritas merupakan faktor penting selama kehamilan. Angka kematian bayi
dari ibu hamil ketiga meningkat bila dibandingkan dengan kehamilan kedua
dan kemungkinan terjadi akan semakin meningkat pada kehamilan kelima.
Paritas tinggi juga berhubungan dengan makin sering timbulnya kelainankelainan ginekologis seperti prolapsus uteri, cervicitis, erosi cervix, dan
carcinoma cervix. Demikian juga masalah kesehatan yang sifatnya nonobstetrik (Rochjati, 2011).
Klasifikasikan paritas adalah sebagai berikut :
A. Primipara
Adalah seorang yang telah melahirkan seorang anak matur atau prematur
B. Multipara
Adalah seorang wanita yang telah melahirkan lebih dari satu anak
C. Grandemulti
Adalah seorang wanita yang telah melahirkan 5 orang anak atau
lebih.Pada keadaan ini sering kali ditemukan perdarahan sesudah
persalinan akibat dari kemunduran kemampuan kontraksi uterus.Kontraksi
uterus

diperlukan

untuk

menghentikan

perdarahan

sesudah

persalinan.Sering pula ditemukan inersia uteri (tidak cukupnya tenaga/HIS


untuk mengeluarkan janin).Penyulit lainnya yang juga sering ditemukan
yaitu kecenderungan untuk terjadinya kelainan letak janin, kelainan
plasenta, serta kelainanan pada perlekatan plasenta pada dinding uterus.
Paritas merupakan salah satu faktor resiko tinggi pada kehamilan, kehamilan
resiko tinggi lebih banyak terjadi pada multipara dan grandemultipara, keadaan
endometrium pada daerah korpus uteri sudah mengalami kemunduran dan
berkurangnya vaskularisasi, hal ini terjadi karena degenerasi dan nekrosis pada
bekas luka implantasi plasenta pada kehamilan sebelumnya di dinding
endometrium. Adanya kemunduran fungsi dan berkurangnya vaskularisasi pada
daerah endometrium menyebabkan daerah tersebut menjadi tidak subur dan
tidak siap menerima hasil konsepsi, sehingga pemberian nutrisi dan
oksigenisasi kepada hasil konsepsi kurang maksimal dan mengganggu sirkulasi
darah ke janin. Hal ini akan beresiko pada kehamilan dan persalinan. (Manuaba
2009)
3. Jarak Kehamilan
Dalam pemanfaatan

layanan

antenatal,

jumlah

anak

hidup

berhubungan dengan beban pengasuhan anak, diasumsikan bahwa semakin


banyak

anak

maka

akan

semakin

sedikit

kesempatan

ibu

untuk

meningggalkan rumah dan memeriksakan kehamilannya (Rochjati, 2011).

Jarak dua kehamilan yang terlalu dekat juga menjadi faktor


predisposisi terjadinya kelahiran prematur, perdarahan antepartum, dan
hipertensi (Wiknjosastro, 2007).
Jarak adalah selang waktu antara dua peristiwa, ruang antara dua objek
bagian. Jarak adalah masa antara dua kejadian yang berkaitan. Kehamilan
adalah keadaan dimana terjadi proses pertumbuhan dan perkembangan janin
di dalam rahim mulai sejak konsepsi dan berakhir sampai permulaan
persalinan.
a. Kehamilan dengan jarak < 2 tahun
Pada kehamilan dengan jarak< 2 tahun keadaan endometrium
mengalami perubahan, perubahan ini berkaitan dengan

persalinan

sebelumnya yaitu timbulnya trombosis, degenerasi dan nekrosis di tempat


implantasi plasenta.
Adanya kemunduran fungsi dan berkurangnya vaskularisasi pada
daerah endometrium pada bagian korpus uteri mengakibatkan daerah
tersebut kurang subur sehingga kehamilan dengan jarak< 2 tahun dapat
menimbulkan kelainan yang berhubungan dengan letak dan keadaan
plasenta.
b. Kehamilan dengan jarak > 3 tahun
Pada kehamilan dengan jarak > 3 tahun keadaan endometrium
yang semula mengalami trombosis dan nekrosis karena pelepasan plasenta
dari dinding endometrium (Korpus uteri) telah mengalami pertumbuhan
dan kemajuan endometrium.
Dinding-dinding endometrium mulai regenerasi dan sel epitel
kelenjar-kelenjar endometrium mulai berkembang, bila pada saat ini
terjadi kehamilan endometrium telah siap menerima sel-sel memberikan
nutrisi bagi pertumbuhan sel telur.
c. Kehamilan I dengan jarak > 4 tahun setelah nikah
Pada kehamilan dengan jarak> 4 tahun sel telur yang dihasilkan
sudah tidak baik, sehingga bisa menimbulkan kelainan-kelainan bawaan
seperti sindrom down, saat persalinan pun beresiko terjadi perdarahan post
partum. Hal ini disebabkan otot-otot rahim tidak selentur dulu, hingga saat
harus mengkerut kembali bisa terjadi gangguan yang beresiko terjadi
hemoragic post partum (HPP), resiko terjadi pre-eklampsia dan eklampsi
juga sangat besar karena terjadi kerusakan sel-sel endotel. (Rochjati, 2005)
4. Riwayat obstetri
a) Jejas atau bekas luka dalam pada alat-alat kandungan, ataupun jalan lahir
yang ditimbulkan oleh persalinan terdahulu akan memberikan akibat
buruk pada pada kehamilan sekarang.

b) Pernah mengalami abortus (sengaja atau tidak, dengan atau tanpa tindakan
kerokan/kuretase), terlebih lagi bila mengalami abortus ulangan, makin
besar kemungkinan terjadi pada kehamilan berikut dan kemungkinan
perdarahan.
c) Pernah mengalami gangguan organik daerah panggul seperti adanya
peradangan, tumor ataupun kista.
d) Pernah mengalami penyulit kehamilan seperti hiperemesis gravidarum,
kematian janin, preeklampsia-eklampsia, hidramnion, kelainan letak janin,
kelainan janin bawaan, janin kembar (gemelli).
e) Pernah mengalami penyakit seperti gangguan endokrin (diabetes melitus,
hyperthyroid), penyakit jantung, penyakit paru (asthma, TBC), penyakit
ginjal, penyakit hati, sendi dan penyakit kelamin seperti siphilis serta
infeksi lainnya baik oleh virus, bakteri maupun parasit.
f) Pernah mengalami persalinan dengan tindakan seperti ekstraksi forcep
ataupun vakum, seksio sesar, pengeluaran plasenta dengan tangan (manual
plasenta).

E. Penatalaksanaan Kehamilan Risiko Tinggi


Semakin dini masalah dideteksi, semakin baik penanganan yang dapat
diberikan bagi kesehatan ibu hamil maupun bayi.Juga harus diperhatikan bahwa
pada beberapa kehamilan dapat mulai dengan normal, tetapi mendapatkan
masalah kemudian.Oleh karenanya sangat penting bagi setiap ibu hamil untuk
melakukan ANC atau pemeriksaan kehamilan secara teratur, yang bermanfaat
untuk memonitor kesehatan ibu hamil dan bayinya, sehingga bila terdapat
permasalahan dapat diketahui secepatnya dan diatasi sedini mungkin. Juga
hiduplah dengan cara yang sehat (hindari rokok, alcohol, dll),serta makan
makanan yang bergizi sesuai kebutuhan anda selama kehamilan.
Kehamilan risiko tinggi dapat dicegah dengan pemeriksaan dan
pengawasan kehamilan yaitu deteksi dini ibu hamil risiko tinggi atau komplikasi
kebidanan yang lebih difokuskan pada keadaan yang menyebabkan kematian
ibu.Pengawasan antenatal menyertai kehamilan secara dini, sehingga dapat
diperhitungkan

dan

dipersiapkan

langkah-langkah

dalam

persiapan

persalinan.Diketahui bahwa janin dalam rahim dan ibunya merupakan satu


kesatuan yang saling mengerti.Pengawasan antenatal sebaiknya dilakukan
secara teratur selama hamil. Oleh WHO dianjurkan pemeriksaan antenatal
minimal 4 kali dengan 1 kali pada trimester I, 1 kali pada trimester II dan 2
kali pada trimester III (Rumus l-l, 2-l, 3-2).
Adapun tujuan pengawasan antenatal adalah diketahuinya secara dini,
keadaan risiko tinggi ibu dan janin, sehingga dapat :
1. Melakukan pengawasan yang lebih intesif
2. Memberikan pengobatan sehingga risikonya dapat dikendalikan
3. Melakukan rujukan untuk mendapatkan tindakan yang adekuat

4. Menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu. (Manuaba, 1998)


Tujuan Kunjungan Ulang :
a. Kunjungan 1, hingga usia kehamilan 16 minggu dilakukan untuk :
1. Penapisan dan pengobatan anemia
2. Perencanaan persalinan
3. Pengenalan komplikasi akibat kehamilan dan pengobatannya
b. Kunjungan II (24-28 minggu ) dan kunjungan III (32 minggu) dilakukan
untuk :
1. Pengenalan komplikasi akibat kehamilan dan pengobatannya
2. Penapisan pre-eklampsi; gemelli, infeksi alat reproduksi dan saluran
perkemihan
3. Mengulang perencanaan persalinan
c. Kunjungan IV (36 minggu sampai lahir)
1. Sama seperti kegiatan kunjungan II dan III
2. Mengenali adanya kelainan letak dan presentasi
3. Memantapkan rencana persalinan
4. Mengenali tanda-tanda persalinan
F. Upaya Pencegahan
Usaha untuk pencegahan penyakit kehamilan dan persalinan tergantung
pada berbagai faktor dan tidak semata-mata tergantung dari sudut medis atau
kesehatan saja.Faktor sosial ekonomi juga sangat berpengaruh. Karena pada
umumnya seseorang dengan keadaan sosial ekonomi rendah tidak akan terlepas
dari kemiskinan, dan ketidaktahuan sehingga mempunyai kecenderungan untuk
menikah pada usia muda dan tidak berpartisipasi dalam keluarga berencana.
Disamping itu keadaan sosial ekonomi yang rendah juga akan
megakibatkangizi ibu dan perilaku pemanfaatan pelayanan kesehatan yang jelek.
Transportasi yang baik disertai dengan ketersediaannya pusat-pusat pelayanan
yang bermutu akan dapat melayani ibu hamil untuk mendapatkan asuhan anenatal
yang baik, cakupannya luas, dan jumlah pemeriksaan yang cukup.
Di negara maju setiap wanita hamil memeriksakan diri sekitar 15 kali
selama kehamilannya. Sedangkan di Indonesia pada kehamilan resiko rendah
dianggapcukup bila memeriksakan diri 4-5 kali. Jadi secara garis besar dapat
disimpulkan bahwa usaha yang dapat dilakukan untuk pencegahan penyulit pada
kehamilan dan persalinan adalah:
1.
2.
3.
4.

Asuhan antenatal yang baik dan bermutu bagi setiap wanita hamil.
Peningkatan pelayanan, jaringan pelayanan dan sistem rujukan kesehatan.
Peningkatan pelayanan gawat darurat sampai ke lini terdepan.
Peningkatan status wanita baik dalam pendidikan, gizi, masalah kesehatan

wanita dan reproduksi dan peningkatan status sosial ekonominya.


5. Menurunkan tingkat fertilitas yang tinggi melalui program keluarga
berencana.

1. Pembahasan
a. Usia
Berdasarkan tabel 3.1 diatas dapat dilihat bahwa jumlah ibu hamil yang
berusia <20 tahun sebanyak 2 orang atau 40 %, usia 20-35 sebanyak 1
orang atau 20 % dan yang berusia >35 tahun sebanyak 2 orang atau 40 %.
Hal ini tidak sesuai dengan Rochjati Poedji (2003) yang menjelaskan
usia 20-35 tahun merupakan usia yang baik untuk seorang ibu
mengandung, karena apabila usia ibu hamil kurang dari 20 tahun atau
terlalu muda pada usia < 20 tahun secara fisik kondisi rahim dan panggul
belum berkembang optimal, sehingga dapat mengakibatkan resiko
kesakitan dan kematian pada kehamilan dan dapat menyebabkan
pertumbuhan serta perkembangan fisik ibu terhambat karena apabila usia
ibu hamil kurang dari 20 tahun atau terlalu muda dapat terjadi kompetisi
makanan antara janin dan ibunya sendiri yang masih dalam masa
pertumbuhan dan adanya perubahan hormonal yang terjadi selama
kehamilan. Begitu pula dengan usia diatas 35 tahun atau terlalu tua untuk
mengandung, dapat menyebabkan resiko tinggi pada ibu, kehamilan, dan
janin . Sehingga usia yang paling baik adalah lebih dari 20 tahun dan

kurang dari 35 tahun, sehingga diharapkan status gizi ibu hamil akan lebih
baik.
b. Berdasarkan tabel 3.2 diatas dapat dilihat bahwa jumlah ibu hamil yang
memiliki LILA < 23,5 cm sebanyak 1 orang atau 20 % dan yang memiliki
LILA 23,5 cm sebanyak 4 orang atau 80 %.
Gizi kurang pada ibu hamil dapat menyebabkan resiko dan komplikasi pada
ibu antara lain: anemia, pendarahan, berat badan ibu tidak bertambah secara
normal, dan terkena penyakit infeksi. Pengaruh KEK terhadap proses
persalinan dapat mengakibatkan persalinan sulit dan lama, persalinan
sebelum waktunya (premature), pendarahan setelah persalinan, serta
persalinan dengan operasi cenderung meningkat.
Kekurangan gizi kronis pada ibu hamil juga dapat mempengaruhi proses
pertumbuhan janin dan dapat menimbulkan kegururan , abortus, bayi lahir
mati, kematian neonatal, cacat bawaan, anemia pada bayi, asfiksia intra
partum (mati dalam kandungan), lahir dengan berat badan lahir rendah
(BBLR). Bila BBLR bayi mempunyai resiko kematian, gizi kurang,
gangguan pertumbuhan, dan gangguan perkembangan anak.
c. Jarak kehamilan
Berdasarkan tabel 3.3 diatas dapat dilihat bahwa jumlah ibu hamil dengan
jarak kehamilan > 4 tahun sebanyak 2 orang atau 40 % dan sisanya
sebanyak 3 orang atau 60 % merupakan hamil pertama kali.
Pada kehamilan dengan jarak> 4 tahun sel telur yang dihasilkan sudah
tidak baik, sehingga bisa menimbulkan kelainan-kelainan bawaan seperti
sindrom down, saat persalinan pun beresiko terjadi perdarahan post
partum. Hal ini disebabkan otot-otot rahim tidak selentur dulu, hingga saat
harus mengkerut kembali bisa terjadi gangguan yang beresiko terjadi
hemoragic post partum (HPP), resiko terjadi pre-eklampsia dan eklampsi
juga sangat besar karena terjadi kerusakan sel-sel endotel.
d. Kehamilan resiko tinggi
Berdasarkan tabel 3.4 diatas dapat dilihat bahwa kehamilan yang
beresiko tinggi sebanyak 4 orang atau 80 % sedangkan kehamilan yang
tidak beresiko hanya 1 orang atau 20 %. Dapat disimpulakan bahwa di Rw
13 wilayah kerja Puskesmas Cipedes masih banyak ibu hamil yang
beresiko tinggi, jika ini tidak ditangani dengan baik bisa berdampak pada
kematian ibu maupun kematian bayi. Dalam upaya menurunkan angka
kematian ibu di Indonesia pada Oktober Tahun 2000 Departemen Kesehatan
telah menyusun Rencana Strategis (Renstra) jangka panjang dalam upaya
penurunan angka kematian ibu dan kematian bayi baru lahir. Dalam Renstra
ini difokuskan padakegiatan yang dibangun atas dasar sistem kesehatan yang
mantap untuk menjamin pelaksanaan intervensi dengan biaya yang efektif
berdasarkan bukti ilmiah yang dikenal dengan sebutan "Making Pregnancy

Safer (MPS)" yang pada dasarnya menekankan seluruh persalinan ditolong


oleh tenaga kesehatan.
Making Pragnancy Safer (MPS) adalah strategi sektor kesehatan yang
merupakan kelanjutan dari program Safe Motherhood dengan tiga pesan
kuncinya yaitu, setiap persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih,
setiap komplikasi obstetri dan neonatal mendapat pelayanan yang adekuat
dan setiap Wanita Usia Subur (WUS) mempunyai akses terhadap pencegahan
akses terhadap pencegahan kehamilan yang tidak diinginkan dan penanganan
komplikasi keguguran.

Anda mungkin juga menyukai