KATA PENGANTAR
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................................2
DAFTAR ISI.................................................................................................................3
BAB I.............................................................................................................................4
PENDAHULUAN.........................................................................................................4
BAB II...........................................................................................................................5
TINJAUAN PUSTAKA...............................................................................................5
2.1 EMBRIOLOGI KEPALA DAN LEHER....................................................................5
2.2 ANATOMI TENGGOROKAN DAN LEHER.........................................................12
2.3 FISIOLOGI TENGGOROKAN DAN LEHER.......................................................16
2.4 PENYAKIT TERBANYAK TENGGOROKAN DAN LEHER..............................17
2.4.1 TONSILITIS.........................................................................................................17
2.4.2 LARINGITIS........................................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................30
BAB I
PENDAHULUAN
Otolaringologi adalah cabang ilmu kedokteran yang khusus meneliti diagnosis
dan pengobatan penyakit telinga, hidung, tenggorok serta kepala dan leher. Di
Indonesia, cabang kedokteran ini populer dengan nama Ilmu Telinga Hidung
Tenggorokan Bedah Kepala Leher atau THT-KL.
Otolaringologi terdiri dari beberapa cabang yaitu:
Otologi: ilmu yang mempelajari tentang telinga dan kelainan serta operasi mikro
telinga.
Rinologi: ilmu tentang hidung dan sinus paranasal sehingga saat ini sering juga
disebut rinologi dan sinusologi
Onkologi Bedah Kepala Leher: Subbagian yang menangani tumor di THT Kepala
dan leher
Neurotologi
Bronkoesofagologi
Plastik Rekonstruksi
Alergi Imunologi
THT-Komunitas
Sebelum memperdalam ilmu THT ini perlu diketahui anatomi dan fisiologi
dari masing masing orang tersebut agar dapat juga dengan mudah melakukan suat
pemeriksaan fisik THT dan juga tindakan tindakan yang perlu dilakukan dalam
mengatasi penyakit-penyakit yang berhubungan dengan telinga, hidung dan
tenggorokan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
langsung
dengan
celah-celah
luar.
Oleh
karena
itu
sekalipun
pada ikan dan amfibi pada mudigah manusa insang sebenarnya (brachia) tidak pernah
terbentuk, oleh karena itu dipakai istilah lengkung, celah dan kantung faring untuk
mudigah manusia.
Lengkung faring tidak ikut membentuk leher, tetapi memainkan peran penting
dalam pembentukan kepala. Pada akhir minggu ke-4, bagian pusat wajah dibentuk
oleh stomadeum, yang dikelilingi oleh pasangan pertama lengkung faring. Ketika
mudigah berusia 4 minggu, dapat dikenali lima buah tonjolan mesenkim yaitu ;
tonjol-tonjol mandibula (lengkung faring I) di sebelah lateral stomodeum ; dan tonjol
frontonasal, suatu tonjolan yang agak membulat di sebelah kaudal stomatodeum.
Perkembangan wajah selanjutnya dilengkapi dengan pembentukan tonjolan hidung.
Lengkung Faring
Setiap lengkung faring terdiri atas sebuah inti jaringan mesenkim, yang di
sebelah luarnya dibungkus oleh ectoderm permukaan dan di sebelah dalamnya oleh
epitel yang berasal dari endoderm. Selain mesenkim yang berasal dari mesoderm
lempeng paraksial dan lateral, inti tiap tiap lengkung faring menerima banyak sekali
sel Krista neuralis, yang bermigrasi ke dalam lengkung faring menerima banyak
sekali unsure-unsur rangka pada wajah, mesoderm lengkung yang asli membentuk
susunan otot di wajah dan leher. dengan demikian, setiap lengkung faring mempunyai
unsur ototnya sendiri. Unsur otot pada masing-masing lengkung membawa sarafnya
sendiri, dan kemampuan sel otot ini bermigrasi, sel-sel tersebut akan membawa unsur
saraf kranial bersamanya. Selain itu setiap lengkung mempunyai unsure arterinya
sendiri. (derivate lengkung faring dan persarfannya).
Lengkung Faring Pertama
Lengkung faring pertama terdiri atas satu bagian dorsal, yang dikenal sebagai
prominensia maksilaris, yang meluas di bawah daerah mata, dan satu bagian ventral,
prominensia mandibularis atau tulang rawan Meckel. Pada perkembangan
selanjutnya, tulang rawan Meckel menghilang kecuali dua bagian kecil di ujung
dorsal dan masing-masing membentuk inkus dan malleus. Mesenkim prominensia
maksilaris selanjutnya membentuk premaksila, maksila, os zygomaticus dan bagian os
temporalis melalui penulangan membranosa. Mandibula juga terbentuk melalui
7
Unsur rawan dari lengkung faring ke-4 dan ke-6 bersatu membentuk tulang
rawan thyroidea,cricoidea,arythenoidea,corniculata dan cuneiforme dari laring. Otototot lengkung ke empat(m. Cricothyroideus,m. Levator veli palatini, dan mm.
Constrictrores pharyngei) dipersarafi oleh ramus laryngeus superior nervus
vagus,saraf dari lengkung ke-4. Akan tetapi,otot-otot instrinsik laring dipersarafi oleh
ramus laryngeus recurrens nervus vagus, saraf dari lengkung ke-6.
Kantung Faring
Mugidah manusia mempunyai lima pasang kantung faring. Pasangan yang
terakhir adalah kantung atipik dan sering dianggap sebagai bagian kantung ke-4.
Karena epitel endoderm yang melapisi kantung-kantung ini menghasilkan sejumlah
organ penting, nasib tiap-tiap kantung akan dibahas secara terpisah.
Kantong Faring Pertama
Kantong Faring pertama membentuk sebuah divertikulum yang menyerupai
sebuah tangkai, yaitu recessus tubotympanicus, yang berdampingan ddengan epitel
yang membatasi celah faring pertama, yang kelak menjadi meatus acusticus externus.
Bagian distal di ventrikulum ini melebar menjadi bangunan yang menyerupai
kantung, yaitu cavum tympani primitif atau rongga telinga tengah primitif, sedangkan
bagian proksimalnya tetap sempit, membentuk tuba auditiva(eustachi). Epitel yang
melapisi kavum timpani kelak membantu dalam pembentukan memnbrana tympani
atau gendang telinga.
Kantong Faring Kedua
Lapisan epitel kantung ini berproliferasi dan membentuk tunas-tunas yang
menembus kedalam mesenkim di sekelilingnya. Tunas-tunas ini kemudian di susupi
oleh jaringan mesoderm, sehingga membentuk primordiom tonsilla platina. Selama
bulan ke-3 hingga bulan ke-5,tonsil berangsur-angsur diinfiltrasi oleh jaringan getah
bening. Sebagian dari kantung ini merasa tersisa dan pada orang dewasa ditemukan
sebagai fossa tonsillaris.
distalnya.
Dalam
minggu
ke-5,epitel
sayap
dorsal
kantung
ketiga
Celah Faring
Mudigah yang berusia 5 minggu ditandai oleh adanya empat celah faring,
diantaranya hanya ada satu yang ikut mempengaruhi bentuk definitif
mudigah.
12
melalui
aditus
laring
dan
kebawah
berhubungan
dengan
esophagus.Panjang dinding posterior faring pada orang dewasa kurang lebih empat
belas centimeter; bagian ini merupakan bagian dinding faring yang terpanjang.
Dinding faring dibentuk oleh selaput lender, fasia faringobasiler, pembungkus otot
13
dan sebagian fasia bukofaringeal. Faring terbagi atas nasofaring, orofaring, dan
laringofaring (hipofaring).
Pada mukosa dinding belakang faring terdapat dasar tulang oksiput inferior,
kemudianbagian depan tulang atas dan sumbu badan, dan vertebra servikalis lain.
Nasofaring membuka kearah depan hidung melalui koana posterior. Superior, adenoid
terletak pada mukosa atap nasofaring. Disamping, muara tuba eustachius kartilaginosa
terdapat didepan lekukan yangdisebut fosa rosenmuller. Otot tensor velipalatini,
merupakan otot yang menegangkan palatum dan membuka tuba eustachius masuk ke
faring melalui ruangan ini.
Orofaring kearah depan berhubungan dengan rongga mulut. Tonsila faringeal
dalamkapsulnya terletak pada mukosa pada dinding lateral rongga mulut. Didepan
tonsila, arcus faring anterior disusun oleh otot palatoglossus, dan dibelakang dari
arkus faring posterior disusun oleh otot palatofaringeus, otot-otot ini membantu
menutupnya orofaring bagian posterior. Semua dipersarafi oleh pleksus faringeus.
2.2.1.1 Vaskularisasi.8
Berasal dari beberapa sumber dan kadang-kadang tidak beraturan. Yang utama
berasal daricabang a. Karotis ekstern serta dari cabang a.maksilaris interna yakni
cabang palatine superior.
2.2.1.2 Persarafan8
Persarafan motorik dan sensorik daerah faring berasal dari pleksus faring yang
ekstensif. Pleksus ini dibentuk oleh cabang dari n.vagus, cabang dari n.glosofaringeus
dan serabut simpatis. Cabang faring dari n.vagus berisi serabut motorik. Dari pleksus
faring yang ekstensif ini keluar untuk otot-otot faring kecuali m.stilofaringeus yang
dipersarafi langsung oleh cabang n.glossofaringeus.
2.2.1.3 Kelenjar Getah Bening8
Aliran limfe dari dinding faring dapat melalui 3 saluran yaitu superior,media
dan inferior. Saluran limfe superior mengalir ke kelenjar getah bening retrofaring dan
kelenjar getah bening servikal dalam atas. Saluran limfe media mengalir ke kelenjar
getah bening jugulodigastrik dan kelenjar getah bening servikal dalam atas,
sedangkan saluran limfe inferior mengalir ke kelenjar getah bening servikal dalam
bawah.
Berdasarkan letak, faring dibagi atas:
2.2.1.4. Nasofaring
14
15
bukofaring dan disebu kapsul yang sebenar- benarnya bukan merupakan kapsul yang
sebena-benarnya.9
c. Tonsil
Tonsil adalah massa yang terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang oleh
jaringan ikat dengan kriptus didalamnya.9
Terdapat macam tonsil yaitu tonsil faringal (adenoid), tonsil palatina dan tonsil
lingual yang ketiga-tiganya membentuk lingkaran yang disebut cincin waldeyer.
Tonsil palatina yang biasanya disebut tonsil saja terletak di dalam fosa tonsil. Pada
kutub atas tonsil seringkali ditemukan celah intratonsil yang merupakan sisa kantong
faring yang kedua. Kutub bawah tonsil biasanya melekat pada dasar lidah.9
Permukaan medial tonsil bentuknya beraneka ragam dan mempunyai celah
yang disebut kriptus. Epitel yang melapisi tonsil ialah epitel skuamosa yang juga
meliputi kriptus. Di dalam kriptus biasanya biasanya ditemukan leukosit, limfosit,
epitel yang terlepas, bakteri dan sisa makanan.9
Permukaan lateral tonsil melekat pada fasia faring yang sering juga disebut
kapsul tonsil. Kapsul ini tidak melekat erat pada otot faring, sehingga mudah
dilakukan diseksi pada tonsilektomi.Tonsil mendapat darah dari a.palatina minor,
a.palatina ascendens, cabang tonsil a.maksila eksterna, a.faring ascendens dan
a.lingualis dorsal.9
Tonsil lingual terletak di dasar lidah dan dibagi menjadi dua oleh ligamentum
glosoepiglotika. Di garis tengah, di sebelah anterior massa ini terdapat foramen sekum
pada apeks, yaitu sudut yang terbentuk oleh papila sirkumvalata. Tempat ini kadangkadang menunjukkan penjalaran duktus tiroglosus dan secara klinik merupakan
tempat penting bila ada massa tiroid lingual (lingual thyroid) atau kista duktus
tiroglosus.9
Infeksi dapat terjadi di antara kapsul tonsila dan ruangan sekitar jaringan dan
dapat meluas keatas pada dasar palatum mole sebagai abses peritonsilar.9
2.2.1.6 Laringofaring (hipofaring)9
Batas laringofaring disebelah superior adalah tepi atas yaitu dibawah valekula
epiglotis berfungsi untuk melindungi glotis ketika menelan minuman atau bolus
makanan pada saat bolus tersebut menuju ke sinus piriformis (muara glotis bagian
medial dan lateral terdapat ruangan) dan ke esofagus, nervus laring superior berjalan
dibawah dasar sinus piriformis pada tiap sisi laringofaring. Sinus piriformis terletak di
antara lipatan ariepiglotika dan kartilago tiroid. Batas anteriornya adalah laring, batas
16
inferior adalah esofagus serta batas posterior adalah vertebra servikal. Lebih ke bawah
lagi terdapat otot-otot dari lamina krikoid dan di bawahnya terdapat muara esofagus.
Bila laringofaring diperiksa dengan kaca tenggorok pada pemeriksaan laring
tidak langsung atau dengan laringoskop pada pemeriksaan laring langsung, maka
struktur pertama yang tampak di bawah dasar lidah ialah valekula. Bagian ini
merupakan dua buah cekungan yang dibentuk oleh ligamentum glosoepiglotika
medial dan ligamentum glosoepiglotika lateral pada tiap sisi. Valekula disebut juga
kantong pil ( pill pockets), sebab pada beberapa orang, kadang-kadang bila menelan
pil akan tersangkut disitu.
Dibawah valekula terdapat epiglotis. Pada bayi epiglotis ini berbentuk omega
dan perkembangannya akan lebih melebar, meskipun kadang-kadang bentuk infantil
(bentuk omega) ini tetap sampai dewasa. Dalam perkembangannya, epiglotis ini dapat
menjadi demikian lebar dan tipisnya sehingga pada pemeriksaan laringoskopi tidak
langsung tampak menutupi pita suara. Epiglotis berfungsi juga untuk melindungi
(proteksi) glotis ketika menelan minuman atau bolus makanan, pada saat bolus
tersebut menuju ke sinus piriformis dan ke esofagus.2 Nervus laring superior berjalan
dibawah dasar sinus piriformis pada tiap sisi laringofaring. Hal ini penting untuk
diketahui pada pemberian anestesia lokal di faring dan laring pada tindakan
laringoskopi langsung.
Fungsi faring yang terutama ialah untuk respirasi, waktu menelan, resonasi suara dan
untuk artikulasi.8
Proses menelan
Proses penelanan dibagi menjadi tiga tahap. Pertama gerakan makanan dari mulut
ke faring secara volunter. Tahap kedua, transport makanan melalui faring dan
tahap ketiga, jalannya bolus melalui esofagus, keduanya secara involunter.
Langkah yang sebenarnya adalah: pengunyahan makanan dilakukan pada
sepertiga tengah lidah. Elevasi lidah dan palatum mole mendorong bolus ke
orofaring. Otot supra hiod berkontraksi, elevasi tulang hioid dan laring intrinsik
berkontraksi dalam gerakan seperti sfingter untuk mencegah aspirasi. Gerakan
yang kuat dari lidah bagian belakang akan mendorong makanan kebawah melalui
17
orofaring, gerakan dibantu oleh kontraksi otot konstriktor faringis media dan
superior. Bolus dibawa melalui introitus esofagus ketika otot konstriktor faringis
inferior berkontraksi dan otot krikofaringeus berelaksasi. Peristaltik dibantu oleh
Tonsilitis Akut
1. Tonsilitis Viral
Gejala tonsilitis viral lebih menyerupai Common cold yang
disertai rasa nyeri tenggorok. Penyebab yang paling sering adalah virus
Epstein-Barr. Haemofilus influenza merupakan penyebab tonsilitis
18
19
Terapi
Antibiotika spektrum lebar penisilin, eritromisin. Antipiretik
dan obat kumur yang mengandung desinfektan.
Komplikasi
Pada anak sering menimbulkan komplikasi otitis media akut,
sinusitis, abses peritonsil (Quincy throat), abses parafaring, bronkitis,
glomerulonefritis akut, miokarditis, artritis serta septikemia akibat
infeksi v.Jugularis Interna (sindrom Lemierre).
Akibat hipertrofi tosnil akan menyebabkan pasien bernapas
melalui mulut, tidur mendengkur (ngorok), gangguan tidur karena
terjadinya sleep apnea yang dikenal sebagai Obstructive Sleep Apnea
Syndrome (OSAS).
II.
Tonsilitis Membranosa
Penyakit yang termasuk dalam golongan tonsilitis membranosa ialah
(a) Tonsilitis difteri, (b) Tonsilitis septik (septik sore throat), (c) Angina
Plaut Vincent, (d) Penyakit kelainan darah seperti leukimia akut, anemia
pernisiosa, neutropeniamaligna serta infeksi mono-nukleosis, (e) proses
spesifik lues dan tuberkulosis, (f) infeksi jamur moniliasis, aktinomikosis
dan blastomikosis, (g) infeksi virus morbili, pertusis dan skarlatina.
1. Tonsilitis difteri
Frekuensi penyakit ini sudah menurun berkat keberhasilan
imunisasu pada bayi dan anak. Penyebab tonsilitis difteri ialah kuman
Corynebacterium diphteriae, kuman yang termasuk Gram positif dan
hidung di saluran napas bagian atas yaitu hidung, faring, dan laring.
Tidak semua orang yang terinfeksi oleh kuman ini akan menjadi sakit.
Keadaan ini tergantung pada titer anti toksin dalam darah seseorang.
Titer anti toksin sebesar 0.03 satuan per cc darah dapat dianggap cukup
memberikan dasar imunitas. Hal inilah yang dipakai pada tes Schick.
Tonsilitis difteri sering ditemukan pada anak berusia kurang
dari 10 tahun dan frekuensi tertinggi pada usia 2-5 tahun walaupun
pada orang dewasa masih mungkin menderita penyakit ini.
20
bawah
membran
semu
dan
didapatkan
kuman
Corynebacterium diphteriae.
Terapi
Anti Difteri Serum (ADS) diberikan segera tanpa menunggu
hasil kultur, dengan dosis 20.000-100.000 unit tergantung dari umur
dan beratnya penyakit.
Antibiotika Penisilin atau Eritromisin 25-50 mg per kg berat
badan dibagi dalam 3 dosis selama 14 hari.
21
Terapi
Antibiotik spektrum lebar selama 1 minggu. Memperbaiki higiene
mulut. Vitamin C dan Vitamin B kompleks.
4. Penyakit kelainan darah
Tidak jarang tanda pertama leukemia akut, angina agranulositosis dan
infeksi mononkleosis timbul di faring atau tonsil yang tertutup
membran semu. Kadang-kadang terdapat perdarahan di selaput lendir
mulut dan faring serta pembesaran kelenjar submandibula.
a. Leukemia akut
Gejala pertama sering berupa epistaksis, perdarahan di mukosa
mulut, gusi dan di bawah kulit sehingga kulit tampak bercak
kebiruan. Tonsil membengkak ditutupi membran semu tetapi tidak
hiperemis dan rasa nyeri yang hebat di tenggorok.
b. Angina agranulositosis
Penyebabnya
ialah
akibat
keracunan
obat
dari
golongan
Tonsilitis Kronis
23
2.4.2 LARINGITIS
Laringitis akut adalah radang akut laring yang disebabkan oleh virus dan bakteri
yang berlangsung kurang dari 3 minggu dan pada umumnya disebabkan oleh infeksi
virusinfluenza (tipe A dan B), parainfluenza (tipe 1,2,3), rhinovirus dan adenovirus.
Penyebab lain adalah Haemofilus influenzae, Branhamella catarrhalis, Streptococcus
pyogenes, Staphylococcus aureus dan Streptococcus pneumoniae.
Biasanya laringitis akut merupakan suatu fase infeksi virus pada saluran nafas atas
yang dapat sembuh sendiri, factor prediposisi dapat berupa rhinitis kronik,
penyalahgunaan alcohol, tembakau serta pemakaian suara yang berlebihan.
2.2. Etiologi
Penyakit ini sering disebabkan oleh virus. Biasanya merupakan perluasan
radang saluran nafas bagian atas oleh karena bakteri Haemophilus Influenzae,
Staphylococcus, streptococcus, atau pneumococcus. Timbulnya penyakit ini sering
25
o Rhinovirus
o Parainfluenza virus
o Respiratory syncytial virus
o Adenovirus
o Influenza virus
o Measles virus
o Mumps virus
o Bordetella pertusis
o Varicella-zozter virus
2.
3.
4.
Vocal trauma
5.
6.
Alergi
7.
8.
2.5. Patofisiologi
Laringitis akut merupakan inflamasi dari mukosa laring dan pita suara yang
berlangsung kurang dari 3 minggu. Parainfluenza virus, yang merupakan penyebab
terbanyak dari laringitis, masuk melalui inhalasi dan menginfeksi sel dari epitelium
saluran
nafas
lokal
yang
bersilia,
ditandai
dengan
edema
dari lamina
propria, submukosa, dan adventitia, diikuti dengan infitrasi selular dengan histosit,
limfosit, sel plasma dan lekosit polimorfonuklear (PMN). Terjadi pembengkakan dan
kemerahan dari saluran nafas yang terlibat, kebanyakan ditemukan pada dinding
lateral dari trakea dibawah pita suara. Karena trakea subglotis dikelilingi oleh
kartilago krikoid, maka pembengkakan terjadi pada lumen saluran nafas dalam,
menjadikannya sempit, bahkan sampai hanya sebuah celah. Membran pelindung plika
26
vokalis biasanya merah dan membengkak. Puncak terendah pada pasien dengan
laringitis berasal dari penebalan yang tidak beraturan sepanjang seluruh plika vokalis.
Beberapa penulis percaya bahwa plika vokalis mengeras daripada menebal.
Pengobatan konservatif seperti yang disebutkan sebelumnya biasanya cukup
mengatasi inflamsi laring dan mengembalikan aktivitas vibrasi plika vokalis.
2.6. Gejala Klinis
Pada laringitis akut ini terdapat gejala radang umum, seperti demam,
malaise, gejala rinofaringitis. Gejala lokal seperti suara parau dimana digambarkan
pasien sebagai suara yang kasar atau suara yang susah keluar atau suara dengan nada
lebih rendah dari suara yang biasa / normal dimana terjadi gangguan getaran serta
ketegangan dalam pendekatan kedua pita suara kiri dan kanan sehingga menimbulkan
suara menjada parau bahkan sampai tidak bersuara sama sekali (afoni).
1.
2.
3.
4.
5.
menelan, sumbatan hidung (nasal congestion), nyeri kepala, batuk dan demam dengan
temperatur yang tidak mengalami peningkatan dari 38 derajat celsius.
6.
sumbatan hidung (nasal congestion), nyeri kepala, batuk, peningkatan suhu yang
sangat berarti yakni lebih dari 38 derajat celsius, dan adanya rasa lemah, lemas yang
disertai dengan nyeri diseluruh tubuh.
2.7. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang.
Pada pemeriksaan fisik, dapat ditemukan suara yang serak, coryza, faring yang
meradang dan frekuensi pernafasan dan denyut jantung yang meningkat, disertai
pernafasan cuping hidung, retraksi suprasternal, infrasternal dan intercostal serta
stridor yang terus menerus, dan anak bisa sampai megap-megap (air hunger). Bila
terjadi sumbatan total jalan nafas maka akan didapatkan hipoksia dan saturasi oksigen
yang rendah. Bila hipoksia terjadi, anak akan menjadi gelisah dan tidak dapat
27
beristirahat, atau dapat menjadi penurunan kesadaran atau sianosis. Dan kegelisahan
dan tangisan dari anak dapat memperburuk stridor akibat dari penekanan dinamik dari
saluran nafas yang tersumbat. Dari penelitian didapatkan bahwa frekuensi pernafasan
merupakan petunjuk yang paling baik untuk keadaan hipoksemia. Pada auskultasi
suara pernafasan dapat normal tanpa suara tambahan kecuali perambatan dari stridor.
Kadang-kadang dapat ditemukan mengi yang menandakan penyempitan yang parah,
bronkitis, atau kemungkinan asma yang sudah ada sebelumnya.
2.7.1. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan dengan laringoskop direk atau indirek dapat membantu
menegakkan diagnosis. Dari pemeriksaan ini plika vokalis berwarna merah dan
tampak edema terutama dibagian atas dan bawah glotis
Gambar 2.3. Laringitis akut, gambaran ini mengambarkan laring wanita 53 tahun,
dengan gejala utama serak dan suara terengah-engah. Catatan daerah-daerah eritem
dan mukosa normal yang bergantian pada plika vokalis. Juga ditandai irregularitas
pada kontur lipatam-lipatan vocal
Sebetulnya pemeriksaan rontagen leher tidak berperan dalam penentuan diagnosis,
tetapi dapat ditemukan gambaran staplle sign (penyempitan dari supraglotis) Foto
28
rontgen leher AP bisa tampak pembengkakan jaringan subglotis (Steeple sign). Tanda
ini ditemukan pada 50% kasus pada foto AP dan penyempitan subglotis pada foto
lateral, walaupun kadang gambaran tersebut tidak didapatkan. Pemeriksaan
laboratorium tidak diperlukan, kecuali didapatkan eksudat di orofaring atau plika
suara, pemeriksaan kultur dapat dilakukan.Dari darah didapatkan lekositosis ringan
dan limfositosis.
Perawatan Umum
1.
2.
3.
Menghirup uap hangat dan dapat ditetesi minyak atsiri / minyak mint bila ada
muncul sumbatan dihidung atau penggunaan larutan garam fisiologis (saline 0,9 %)
yang dikemas dalam bentuk semprotan hidung atau nasal spray
29
Perawatan Khusus
Terapi Medikamentosa
1.
Pencegahan :
Jangan merokok, hindari asap rokok karena rokok akan membuat tenggorokan kering
dan mengakibatkan iritasi pada pita suara, minum banyak air karena cairan akan
membantu menjaga agar lendir yang terdapat pada tenggorokan tidak terlalu banyak
dan mudah untuk dibersihkan, batasi penggunaan alkohol dan kafein untuk mencegah
tenggorokan kering. jangan berdehem untuk membersihkan tenggorokan karena
berdehem akan menyebabkan terjadinya vibrasi abnormal pada pita suara,
meningkatkan pembengkakan dan berdehem juga akan menyebabkan tenggorokan
memproduksi lebih banyak lender.
2.9. Prognosis
Prognosis untuk penderita laringitis akut ini umumnya baik dan pemulihannya selama
satu minggu. Namun pada anak khususnya pada usia 1-3 tahun penyakit ini dapat
menyebabkan udem laring dan udem subglotis sehingga dapat menimbulkan obstruksi
jalan nafas dan bila hal ini terjadi dapat dilakukan pemasangan endotrakeal atau
trakeostomiaik.
30
DAFTAR PUSTAKA
1. Soetirto
Indro,Bashiruddin
Jenny,Bramantyo
Brastho,Gangguan
telinga.
Available
from
http://arispurnomo.com/anatomi-fisiologi-telinga
3. Telinga : Pendengaran dan sistem vestibular. Available from :
http://translate.google.co.id/translate?hl=id&langpair=en|
id&u=http://webschoolsolutions.com/patts/systems/ear.htm
4. Adams,G.L.1997.Obat-obatan ototoksik.Dalam:Boies,Buku Ajar Penyakit
THT,hal.129.EGC,Jakarta.
5. Andrianto,Petrus.1986.Penyakit Telinga,Hidung dan Tenggorokan,7576.EGC,Jakarta
6. Anatomi
dan
fisiologi
hidung.
Available
from
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21283/4/Chapter%20II.pdf
7. Anatomi dan fisiologi system pernapasan. Available from :
http://fraxawant.wordpress.com/2008/07/16/anatomi-dan-fisiologi-sistempernapasan/
8. Difteri. Available
from
http://www.scribd.com/doc/44244704/Refrat-
Difteri-Sari
9. Difteri tonsil. Available from http://www.scribd.com/doc/36494895/difteritonsil
31