Anda di halaman 1dari 31

REFRESHING

TENGGOROKAN DAN LEHER


Diajukan untuk memenuhi tugas Program Pendidikan Profesi Dokter
SMF Ilmu Bagian THT
Peserta :
Dwi Andrio Septadi
Pembimbing :
dr. H. Denny P. Machmud, Sp.THT

BAGIAN ILMU THT


PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

RUMAH SAKIT ISLAM JAKARTA PONDOK KOPI


2015

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.


Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah S.W.T atas segala limpahan
rahmatnya serta karunianya, sehingga syukur Alhamdulillah penulis dapat
menyelesaikan refreshing dengan judul TENGGOROKAN DAN LEHER. Laporan
kasus ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik
ilmu penyakit THT di RSIJ Pondok Kopi.
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini dapat terselesaikan berkat bantuan
dari berbagai pihak, untuk itu dalam kesempatan ini penulis menghaturkan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat dr. H. Denny P. Machmud,
Sp.THT, atas keluangan waktu dan bimbingan yang telah diberikan, serta kepada
teman sesama kepaniteraan klinik ilmu bedah dan perawat yang selalu mendukung,
memberi saran, motivasi, bimbingan dan kerjasama yang baik sehingga dapat
terselesaikannya refreshing ini.
Penulis menyadari bahwa dalam menyusun refreshing ini masih memiliki
banyak kekurangan. Oleh karena itu, kami sangat terbuka untuk menerima segala
kritik dan saran yang diberikan demi kesempurnaan refreshing ini. Semoga refreshing
ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak dan setiap pembaca pada umumnya. Amin...
Wassalamu`alaikum Wr. Wb.

Jakarta, 31 July 2016

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................2
DAFTAR ISI.................................................................................................................3
BAB I.............................................................................................................................4
PENDAHULUAN.........................................................................................................4
BAB II...........................................................................................................................5
TINJAUAN PUSTAKA...............................................................................................5
2.1 EMBRIOLOGI KEPALA DAN LEHER....................................................................5
2.2 ANATOMI TENGGOROKAN DAN LEHER.........................................................12
2.3 FISIOLOGI TENGGOROKAN DAN LEHER.......................................................16
2.4 PENYAKIT TERBANYAK TENGGOROKAN DAN LEHER..............................17
2.4.1 TONSILITIS.........................................................................................................17
2.4.2 LARINGITIS........................................................................................................24

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................30

BAB I
PENDAHULUAN
Otolaringologi adalah cabang ilmu kedokteran yang khusus meneliti diagnosis
dan pengobatan penyakit telinga, hidung, tenggorok serta kepala dan leher. Di
Indonesia, cabang kedokteran ini populer dengan nama Ilmu Telinga Hidung
Tenggorokan Bedah Kepala Leher atau THT-KL.
Otolaringologi terdiri dari beberapa cabang yaitu:

Otologi: ilmu yang mempelajari tentang telinga dan kelainan serta operasi mikro
telinga.

Rinologi: ilmu tentang hidung dan sinus paranasal sehingga saat ini sering juga
disebut rinologi dan sinusologi

Laringofaringologi: ilmu tentang tenggorok

Onkologi Bedah Kepala Leher: Subbagian yang menangani tumor di THT Kepala
dan leher

Neurotologi

Bronkoesofagologi

Plastik Rekonstruksi

Alergi Imunologi

THT-Komunitas
Sebelum memperdalam ilmu THT ini perlu diketahui anatomi dan fisiologi

dari masing masing orang tersebut agar dapat juga dengan mudah melakukan suat
pemeriksaan fisik THT dan juga tindakan tindakan yang perlu dilakukan dalam
mengatasi penyakit-penyakit yang berhubungan dengan telinga, hidung dan
tenggorokan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 EMBRIOLOGI KEPALA DAN LEHER


Mesenkim untuk pebentukan daerah kepala berasal dari mesoderm lempeng
paraksial dan lateral, Krista neuralis, dan daerah ectoderm yang menebal yang dikenal
sebagai plakoda ectoderm. Mesoderm paraksial (somit dan somitomer) membentuk
lantai tengkorak dan sebagian kecil daerah oksipital, semua otot volunteer di daerah
kraniofasial, dermis dan jaringan penyambung di daerah dorsal kepala, selaput otak di
sebelah kaudal prosensefalon. Mesoderm lempeng lateral membentuk kartilagokartilago laring (aritenoid dan krikoid) dan jaringan penyambung di daerah ini. Sel-sel
Krista neuralis berasal dari neuroektoderm daerah otak depan, otak tengah, dan otak
belakang dan bermigrasi kearah ventral menuju ke lengkung-lengkung faring kearah
rostral menuju ke sekitar otak depan, dan piala mata masuk ke daerah wajah. Di
tempat-tempat ini, mereka membentuk struktur-struktur tulang dengan wajah
(midfasial) dan lengkung faring. Dan semua jaringan lain di daerah ini, termasuk
kartilago, tulang dentin, tendo, dermis, pia, dan arakhnoid, neuron sensorikdan stroma
kelenjar. Sel dari plakoda ectoderm bersamaan dengan Krista neuralis membentuk
neuron ganglia sensorik cranial ke-5, 7, 9,10.
Gambaran paing khas dalam perkembangan kepala dan leher adalah
terbentuknya lengkung brakhialis atau lengkung faring. Lengkung-lengkung ini
tampak dalam perkembangan minggu ke-4 dan ke-5., serta ikut menentukan tampilan
luar mudigah yang khas. Pada mulanya, lengkung-lengkung ini berupa batang
jaringan mesenkim yang dipisahkan oleh celah-celah dalam, yang dikenal sebagai
celah branchial atau celah faring. Bersamaan dengan perkembangan lengkung dan
celah tersebut, sejumlah kantung yaitu kantung faring , tampak disepanjang dinding
lateral faring yang merupakan bagian paling cranial dari usus primitive depan.
Kantong-kantong ini menembus mesenkim sekitarnya tetapi tidak membentuk
hubungan

langsung

dengan

celah-celah

luar.

Oleh

karena

itu

sekalipun

perkembangannya lengkung, celah dan kantung faring mirip pembentukannya insang


6

pada ikan dan amfibi pada mudigah manusa insang sebenarnya (brachia) tidak pernah
terbentuk, oleh karena itu dipakai istilah lengkung, celah dan kantung faring untuk
mudigah manusia.
Lengkung faring tidak ikut membentuk leher, tetapi memainkan peran penting
dalam pembentukan kepala. Pada akhir minggu ke-4, bagian pusat wajah dibentuk
oleh stomadeum, yang dikelilingi oleh pasangan pertama lengkung faring. Ketika
mudigah berusia 4 minggu, dapat dikenali lima buah tonjolan mesenkim yaitu ;
tonjol-tonjol mandibula (lengkung faring I) di sebelah lateral stomodeum ; dan tonjol
frontonasal, suatu tonjolan yang agak membulat di sebelah kaudal stomatodeum.
Perkembangan wajah selanjutnya dilengkapi dengan pembentukan tonjolan hidung.
Lengkung Faring
Setiap lengkung faring terdiri atas sebuah inti jaringan mesenkim, yang di
sebelah luarnya dibungkus oleh ectoderm permukaan dan di sebelah dalamnya oleh
epitel yang berasal dari endoderm. Selain mesenkim yang berasal dari mesoderm
lempeng paraksial dan lateral, inti tiap tiap lengkung faring menerima banyak sekali
sel Krista neuralis, yang bermigrasi ke dalam lengkung faring menerima banyak
sekali unsure-unsur rangka pada wajah, mesoderm lengkung yang asli membentuk
susunan otot di wajah dan leher. dengan demikian, setiap lengkung faring mempunyai
unsur ototnya sendiri. Unsur otot pada masing-masing lengkung membawa sarafnya
sendiri, dan kemampuan sel otot ini bermigrasi, sel-sel tersebut akan membawa unsur
saraf kranial bersamanya. Selain itu setiap lengkung mempunyai unsure arterinya
sendiri. (derivate lengkung faring dan persarfannya).
Lengkung Faring Pertama
Lengkung faring pertama terdiri atas satu bagian dorsal, yang dikenal sebagai
prominensia maksilaris, yang meluas di bawah daerah mata, dan satu bagian ventral,
prominensia mandibularis atau tulang rawan Meckel. Pada perkembangan
selanjutnya, tulang rawan Meckel menghilang kecuali dua bagian kecil di ujung
dorsal dan masing-masing membentuk inkus dan malleus. Mesenkim prominensia
maksilaris selanjutnya membentuk premaksila, maksila, os zygomaticus dan bagian os
temporalis melalui penulangan membranosa. Mandibula juga terbentuk melalui
7

penulangan membranosa jaringan mesenkim yang mengelilingi tulang rawan meckel.


Selain itu lengkung pertama ikut dalam pembentukan tulang telinga tengah.
Susunan otot dari lengkung faring pertama dibentuk oleh otot pengnyah (m.
temporalis , m. maseter, m. pterygoideus) venter anterior m. digastricus, m.
mylohyoideus, m. tensor tympani, dan m. tensor veli palatini. Persarafan ke otot-otot
lengkung pertama ini diberikan oleh cabang mandibula nervus trigeminus. Karena
mesenkim dari lengkung pertama juga ikut membentuk dermis wajah, persarafan
sensorik ke kulit wajah diberikan oleh nervus ophtalmicus, n. maxillaries dan cabangcabang mandibula nervus maxillaris.
Otot otot pada lengkung yang berbeda tidak selalu melekat ke unsure tulang
atau rawan pada lengkungnya sendiri, tetapi kadang-kadang bermigrasi ke daerah di
sekitarnya . Akan tetapi,asal usul otot ini selalu dapat di telusuri,karena persarafannya
dating dari lengkung asalnya.
Lengkung Faring Kedua
Tulang rawan lengkung ke-2 atau lengkung hyoid(tulang rawan Reichert)
membentuk stapes,processus styloideus ossis temporalis,ligamentum stylohyoideus,
dan di ventral, membentuk cornu minus dan bagian atas corpusos hypoid. Otot- otot
lengkung hyoid adalah m. stapedius, m stylohyoideus, venter posterior m. Digastricus,
m. auricularis, dan otot-otot ekspresi wajah. Nervus facialis, saraf dari lengkung
kedua, mempersarafi semua otot ini.
Lengkung Faring Ketiga
Tulang rawan lengkung faring ke-3 membentuk bagian bawah corpus dan
cornu majus os hyoid. Susunan ototnya terbatas pada m. stylopharyngeus. Otot-otot
ini dipersarafi oleh nervus glossopharyngeus, saraf dari lengkung ketiga.

Lengkung Faring ke empat dan ke enam

Unsur rawan dari lengkung faring ke-4 dan ke-6 bersatu membentuk tulang
rawan thyroidea,cricoidea,arythenoidea,corniculata dan cuneiforme dari laring. Otototot lengkung ke empat(m. Cricothyroideus,m. Levator veli palatini, dan mm.
Constrictrores pharyngei) dipersarafi oleh ramus laryngeus superior nervus
vagus,saraf dari lengkung ke-4. Akan tetapi,otot-otot instrinsik laring dipersarafi oleh
ramus laryngeus recurrens nervus vagus, saraf dari lengkung ke-6.
Kantung Faring
Mugidah manusia mempunyai lima pasang kantung faring. Pasangan yang
terakhir adalah kantung atipik dan sering dianggap sebagai bagian kantung ke-4.
Karena epitel endoderm yang melapisi kantung-kantung ini menghasilkan sejumlah
organ penting, nasib tiap-tiap kantung akan dibahas secara terpisah.
Kantong Faring Pertama
Kantong Faring pertama membentuk sebuah divertikulum yang menyerupai
sebuah tangkai, yaitu recessus tubotympanicus, yang berdampingan ddengan epitel
yang membatasi celah faring pertama, yang kelak menjadi meatus acusticus externus.
Bagian distal di ventrikulum ini melebar menjadi bangunan yang menyerupai
kantung, yaitu cavum tympani primitif atau rongga telinga tengah primitif, sedangkan
bagian proksimalnya tetap sempit, membentuk tuba auditiva(eustachi). Epitel yang
melapisi kavum timpani kelak membantu dalam pembentukan memnbrana tympani
atau gendang telinga.
Kantong Faring Kedua
Lapisan epitel kantung ini berproliferasi dan membentuk tunas-tunas yang
menembus kedalam mesenkim di sekelilingnya. Tunas-tunas ini kemudian di susupi
oleh jaringan mesoderm, sehingga membentuk primordiom tonsilla platina. Selama
bulan ke-3 hingga bulan ke-5,tonsil berangsur-angsur diinfiltrasi oleh jaringan getah
bening. Sebagian dari kantung ini merasa tersisa dan pada orang dewasa ditemukan
sebagai fossa tonsillaris.

Kantung Faring Ke tiga


Tanda khas kantung ke-3 dan k3-4 ialah sayap dorsal dan sayap ventral pada
ujung

distalnya.

Dalam

minggu

ke-5,epitel

sayap

dorsal

kantung

ketiga

berdiferensiasi menjadi glandula parathyroidea inferior, sedangkan sayap ventralnya


membentuk timus. Kedua primordium kelenjar ini terputus hubungannya dari dinding
faring,dan timus kemudian bermigrasi ke arah kaudal dan medial, sambil menarik
glandula parathyroidea bersamanya. Walaupun bagian utama timus bergerak dengan
cepat menuju ke kedudukan akhirnya di dalam rongga dada( untuk bersatu dengan
pasangan dari sisi yang lain). Ekornya kadang-kadang menetap atau menempel pada
kelenjar tiroid atau sebagai sarang-sarang timus yang terpisah. Pertumbuhan dan
perkembangan timus berlanjut terus setelah lahir hingga masa pubertas. Pada anak
yang masih kecil, kelenjar ini menempati banyak sekali ruang dada dan terletak
dibelakang sternum dan didepan perikardium serta pembuluh-pembuluh besar. Pada
orang dewasa, kelemjar ini sulit dikenali karena menganlami atrofi dan digantikan
oleh jaringan lemak. Jaringan paratiroid dari kantung ketiga pada akhirnya terletak di
permukaan dorsal kelenjar tiroid dan membentuk glandula parathyroidea inferior.
Kantung faring ke empat
Epitel sayap dorsal kantung ini membentuk glandula parathyroidea superior.
Ketika kelenjar paratiroid tidak lagi berhubungan dengan dinding faring, kelenjar ini
menempelkan diri ke kelenjar tiroid yang bermigrasi ke kaudal dan,akhirnya, terletak
pada permukaan dorsal kelenjar ini sebagai kelenjar paratiroid superior.

Kantung Faring kelima


Kantung faringke-5 adalah kantung faring terakhir yang berkembang dan
biasanya dianggap sebagai bagian dari kantung ke 4. Kantung ini menghasilkan
corpus ultimobranchiale,yang kelak menyatu ke dalam glandula thyroidea. Pada orang
dewasa, sel-sel corpus ultimobranchiale menghasilkan sel parafollicular atau sel C
dari glandula thyroidea. Sel-sel ini mensekresi kalsitonin,yaitu suatu hormon yang
terlibat dalam pengaturan kadar kalsium darah.
10

Celah Faring
Mudigah yang berusia 5 minggu ditandai oleh adanya empat celah faring,
diantaranya hanya ada satu yang ikut mempengaruhi bentuk definitif

mudigah.

Bagian dorsal celah pertama menembus mesenkim di bawahnya dan menghasilkan


meatus acusticus externus. Laisan epitel dasar liang ini ikut berperan dalam
pembentukan gendang telinga. Proliferasi aktif jaringan mesenkim di dalam lengkung
ke 2 menyebabkan lengkung ke 2 menyebabkan lengkung ke 2 ini menutupi lengkung
ke 3 dan 4. Akhirnya, lengkung ke-2 ini bersatu dengan rigi epikardium di bagian
bawah leher dan celah ke 2, ke 3 dan ke 4 terputus hubungannya dengan dunia luar.
Untuk sementara, celah-celah ini membentuk sebuah rongga yang dilapisi epitel
ektoderm, sinus cervicalis, tetapi pada perkembangan selanjutnya sinus ini
menghilang.
Lidah
Lidah mulai tampak pada udigah berumur sekitar 4 minggu dalam bentuk dua
tonjolan lidah lateral dan satu tonjolan medial, yaitu tuberculum impar. Ketiga
tonjolan ini berasal dari lengkung faring pertama. Sebuah tonjolan medial kedua,
yaitu copula atau eminentia hypobrachialis, dibentuk oleh mesoderm lengkung ke 2,
ke 3 dan ke 4. akhirnya sebuah tonjolan medial ketiga, yang dibentuk oleh bagian
posterior lengkung ke 4, menandakan perkembangan epiglotis. Tepat di belakang
tonjolan ini adalah aditis laryngis yang diapit oleh tonjolan tonjolan aritenoid. Karena
ukuran tonjol onjol lidah lateral membesar, tonjol-tonjol ini tumbuh melampaui
tuberculum impar dan keduanya menyatu sehingga membentuk dua pertiga bagian
depan lidah atau corpus linguae. Oleh karena selaput lendir yang membungkus corpus
linguae itu berasal dari lengkung faring pertama, maka persarafan sensorisnya berasal
dari lengkung faring pertama, maka persarafannya berasal dari ramus mandibularis
nervus trigeminus. Dua pertiga depan atau badan lidah tersebut dipisahkan dari
sepertiga bagian belakang lidah oleh suatu alur berbentuk huruf v , yaitu sulcus
terminalis.
Bagian belakang atau akar lidah berasal dari lengkung faring ke 2, ke 3 dan
sebagian ke 4. persarafan sensoris bagian ini dilayani oleh nervus glossopharyngeus,
11

yang menunjukkan bahwa pertumbuhan jaringn lengkung ke 3 melebihi pertumbuhan


jaringan lengkung ke 2. Epiglotis dan bagian paling belakang lidah dipersarafi oleh
nervus laryngeus superior, yang menandakan bahwa organ-organ ini berkembang dari
lengkung ke 4. beberapa otot lidah mungkin berdiferensiasi in situ, tetapi kebanyakan
berasal dari mioblas yang berasal dari somit-somit oksipital. Dengan demikian,
susunan otot lidah dipersarafi oleh nervus hypoglossus.
Persarafan sensoris umum lidah mudah dimengerti. Dua pertiga bagian depan
lidah dipersarafi oleh nervus trigeminus, saraf dari lengkung pertama; sepertiga
bagian belakang lidah dipersarafi oleh nervus glossopharyngeus dan nervus vagus,
yang masing-masing merupakan saraf dari lengkung ke 3 dan 4. Persarafan sensorik
khusus/perasa untuk dua pertiga bagian depan lidah dipersarafi oleh cabang chorda
thympani nervus facialis.
Glandula thyroidea
Glandula thyroidea tampak sebagai suatu proliferasi epitel di dasar faring,
antara tuberkulum impar dan copula, pada suatu titik yang kelak ditandai oleh
foramoid en cecum. Selanjutnya thyroid turun di depan usus faringeal sebagai
divertikulum yang berlobus dua. Selama migrasinya ini kelanjar tersebut tetap
dihubungkan dengan lidah oleh sebuah saluran sempit yaitu ductus thyroglossus.
Saluran ini kelak menjadi padat dan akhirnya menghilang.
Pada perkembangan selanjutnya kelenjar tiroid bergerak turun depan tulang
hioid dan tulang rawan laring. Tiroid mencapai kedudukan tetapnya di depan trakea
pada minggu ke 7. Pada saat itu glandula thyroidea sudah berupa ishtmus kecil di
tengah dan dua lobus lateral. Kelenjar thyroid mulai berfungsi kurang lebih pada akhir
bulan ke 3, pada saat itu mulai tampak folikel-folikel pertama yang mengandung
koloid. Sel-sel folikuler menghasilkan koloid yang menjadi sumber tiroksin dan
triidiotironin. Sel parafolikuler atau sel C berasal dari corpus ultimobranciale yang
menjadi sumber calcitonin.

12

2.2 ANATOMI TENGGOROKAN DAN LEHER


Tenggorokan merupakan bagian dari leher depan dan kolumna vertebra, terdiri
dari faring dan laring. Bagian terpenting dari tenggorokan adalah epiglottis, ini
menutup jika ada makanan dan minuman yang lewat dan menuju esophagus.
Rongga mulut dan faring dibagi menjadi beberapa bagian. Rongga mulut
terletak di depan batas bebas palatum mole, arkus faringeus anterior dan dasar lidah.
Bibir dan pipi terutama disusun oleh sebagian besar otot orbikularis oris yang
dipersarafi oleh nervus fasialis. Vermilion berwarna merah karena ditutupi lapisan sel
skuamosa. Ruangan diantara mukosa pipi bagian dalam dan gigi adalah vestibulum
oris.
Palatum dibentuk oleh dua bagian: premaksila yang berisi gigi seri dan berasal
prosesusnasalis media, dan palatum posterior baik palatum durum dan palatum mole,
dibentuk olehgabungan dari prosesus palatum, oleh karena itu, celah palatum terdapat
garis tengah belakang tetapi dapat terjadi kearah maksila depan.
Lidah dibentuk dari beberapa tonjolan epitel didasar mulut. Lidah bagian
depan terutamaberasal dari daerah brankial pertama dan dipersarafi oleh nervus
lingualis dengan cabang kordatimpani dari saraf fasialis yang mempersarafi cita rasa
dan sekresi kelenjar submandibula. Saraf glosofaringeus mempersarafi rasa dari
sepertiga lidah bagian belakang. Otot lidah berasal dari miotom posbrankial yang
bermigrasi sepanjang duktus tiroglosus ke leher. Kelenjar liur tumbuh sebagai
kantong dari epitel mulut yang terletak dekat sebelah depan saraf-saraf penting.
Duktus sub mandibularis dilalui oleh saraf lingualis. Saraf fasialis melekat pada
kelenjar parotis.
Faring bagian dari leher dan tenggorokan bagian belakang mulut. Faring
adalah suatu kantong fibromuskuler yang bentuknya seperti corong, yang besar di
bagian atas dan sempit dibagian bawah. Kantong ini mulai dari dasar tengkorak terus
menyambung ke esophagus setinggivertebra servikalis ke enam. Ke atas, faring
berhubungan dengan rongga hidung melalui koana,ke depan berhubungan dengan
rongga mulut melalui isthmus orofaring, sedangkan dengan laring dibawah
berhubungan

melalui

aditus

laring

dan

kebawah

berhubungan

dengan

esophagus.Panjang dinding posterior faring pada orang dewasa kurang lebih empat
belas centimeter; bagian ini merupakan bagian dinding faring yang terpanjang.
Dinding faring dibentuk oleh selaput lender, fasia faringobasiler, pembungkus otot

13

dan sebagian fasia bukofaringeal. Faring terbagi atas nasofaring, orofaring, dan
laringofaring (hipofaring).
Pada mukosa dinding belakang faring terdapat dasar tulang oksiput inferior,
kemudianbagian depan tulang atas dan sumbu badan, dan vertebra servikalis lain.
Nasofaring membuka kearah depan hidung melalui koana posterior. Superior, adenoid
terletak pada mukosa atap nasofaring. Disamping, muara tuba eustachius kartilaginosa
terdapat didepan lekukan yangdisebut fosa rosenmuller. Otot tensor velipalatini,
merupakan otot yang menegangkan palatum dan membuka tuba eustachius masuk ke
faring melalui ruangan ini.
Orofaring kearah depan berhubungan dengan rongga mulut. Tonsila faringeal
dalamkapsulnya terletak pada mukosa pada dinding lateral rongga mulut. Didepan
tonsila, arcus faring anterior disusun oleh otot palatoglossus, dan dibelakang dari
arkus faring posterior disusun oleh otot palatofaringeus, otot-otot ini membantu
menutupnya orofaring bagian posterior. Semua dipersarafi oleh pleksus faringeus.
2.2.1.1 Vaskularisasi.8
Berasal dari beberapa sumber dan kadang-kadang tidak beraturan. Yang utama
berasal daricabang a. Karotis ekstern serta dari cabang a.maksilaris interna yakni
cabang palatine superior.
2.2.1.2 Persarafan8
Persarafan motorik dan sensorik daerah faring berasal dari pleksus faring yang
ekstensif. Pleksus ini dibentuk oleh cabang dari n.vagus, cabang dari n.glosofaringeus
dan serabut simpatis. Cabang faring dari n.vagus berisi serabut motorik. Dari pleksus
faring yang ekstensif ini keluar untuk otot-otot faring kecuali m.stilofaringeus yang
dipersarafi langsung oleh cabang n.glossofaringeus.
2.2.1.3 Kelenjar Getah Bening8
Aliran limfe dari dinding faring dapat melalui 3 saluran yaitu superior,media
dan inferior. Saluran limfe superior mengalir ke kelenjar getah bening retrofaring dan
kelenjar getah bening servikal dalam atas. Saluran limfe media mengalir ke kelenjar
getah bening jugulodigastrik dan kelenjar getah bening servikal dalam atas,
sedangkan saluran limfe inferior mengalir ke kelenjar getah bening servikal dalam
bawah.
Berdasarkan letak, faring dibagi atas:
2.2.1.4. Nasofaring

14

Berhubungan erat dengan beberapa struktur penting misalnya adenoid, jaringan


limfoid pada dinding lareral faring dengan resessus faring yang disebut fosa
rosenmuller, kantong rathke, yang merupakan invaginasi struktur embrional hipofisis
serebri, torus tubarius, suatu refleksi mukosa faring diatas penonjolan kartilago tuba
eustachius, konka foramen jugulare, yang dilalui oleh nervus glosofaring, nervus
vagus dan nervus asesorius spinal saraf kranial dan vena jugularis interna bagian
petrosus os.tempolaris dan foramen laserum dan muara tuba eustachius. 9

Gambar 2.11. Anatomi faring dan struktur sekitarnya


2.2.1.5 Orofaring
Disebut juga mesofaring dengan batas atasnya adalah palatum mole, batas
bawahnya adalah tepi atas epiglotis kedepan adalah rongga mulut sedangkan
kebelakang adalah vertebra servikal. Struktur yang terdapat dirongga orofaring adalah
dinding posterior faring, tonsil palatina fosa tonsil serta arkus faring anterior dan
posterior, uvula, tonsil lingual dan foramen sekum.9
a. Dinding Posterior Faring
Secara klinik dinding posterior faring penting karena ikut terlibat pada radang
akut atau radang kronik faring, abses retrofaring, serta gangguan otot bagian tersebut.
Gangguan otot posterior faring bersama-sama dengan otot palatum mole berhubungan
dengan gangguan n.vagus.9
b. Fosa tonsil
Fosa tonsil dibatasi oleh arkus faring anterior dan posterior. Batas lateralnya
adalah m.konstriktor faring superior. Pada batas atas yang disebut kutub atas (upper
pole) terdapat suatu ruang kecil yang dinamakan fossa supratonsil. Fosa ini berisi
jaringan ikat jarang dan biasanya merupakan tempat nanah memecah ke luar bila
terjadi abses. Fosa tonsil diliputi oleh fasia yang merupakan bagian dari fasia

15

bukofaring dan disebu kapsul yang sebenar- benarnya bukan merupakan kapsul yang
sebena-benarnya.9
c. Tonsil
Tonsil adalah massa yang terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang oleh
jaringan ikat dengan kriptus didalamnya.9
Terdapat macam tonsil yaitu tonsil faringal (adenoid), tonsil palatina dan tonsil
lingual yang ketiga-tiganya membentuk lingkaran yang disebut cincin waldeyer.
Tonsil palatina yang biasanya disebut tonsil saja terletak di dalam fosa tonsil. Pada
kutub atas tonsil seringkali ditemukan celah intratonsil yang merupakan sisa kantong
faring yang kedua. Kutub bawah tonsil biasanya melekat pada dasar lidah.9
Permukaan medial tonsil bentuknya beraneka ragam dan mempunyai celah
yang disebut kriptus. Epitel yang melapisi tonsil ialah epitel skuamosa yang juga
meliputi kriptus. Di dalam kriptus biasanya biasanya ditemukan leukosit, limfosit,
epitel yang terlepas, bakteri dan sisa makanan.9
Permukaan lateral tonsil melekat pada fasia faring yang sering juga disebut
kapsul tonsil. Kapsul ini tidak melekat erat pada otot faring, sehingga mudah
dilakukan diseksi pada tonsilektomi.Tonsil mendapat darah dari a.palatina minor,
a.palatina ascendens, cabang tonsil a.maksila eksterna, a.faring ascendens dan
a.lingualis dorsal.9
Tonsil lingual terletak di dasar lidah dan dibagi menjadi dua oleh ligamentum
glosoepiglotika. Di garis tengah, di sebelah anterior massa ini terdapat foramen sekum
pada apeks, yaitu sudut yang terbentuk oleh papila sirkumvalata. Tempat ini kadangkadang menunjukkan penjalaran duktus tiroglosus dan secara klinik merupakan
tempat penting bila ada massa tiroid lingual (lingual thyroid) atau kista duktus
tiroglosus.9
Infeksi dapat terjadi di antara kapsul tonsila dan ruangan sekitar jaringan dan
dapat meluas keatas pada dasar palatum mole sebagai abses peritonsilar.9
2.2.1.6 Laringofaring (hipofaring)9
Batas laringofaring disebelah superior adalah tepi atas yaitu dibawah valekula
epiglotis berfungsi untuk melindungi glotis ketika menelan minuman atau bolus
makanan pada saat bolus tersebut menuju ke sinus piriformis (muara glotis bagian
medial dan lateral terdapat ruangan) dan ke esofagus, nervus laring superior berjalan
dibawah dasar sinus piriformis pada tiap sisi laringofaring. Sinus piriformis terletak di
antara lipatan ariepiglotika dan kartilago tiroid. Batas anteriornya adalah laring, batas
16

inferior adalah esofagus serta batas posterior adalah vertebra servikal. Lebih ke bawah
lagi terdapat otot-otot dari lamina krikoid dan di bawahnya terdapat muara esofagus.
Bila laringofaring diperiksa dengan kaca tenggorok pada pemeriksaan laring
tidak langsung atau dengan laringoskop pada pemeriksaan laring langsung, maka
struktur pertama yang tampak di bawah dasar lidah ialah valekula. Bagian ini
merupakan dua buah cekungan yang dibentuk oleh ligamentum glosoepiglotika
medial dan ligamentum glosoepiglotika lateral pada tiap sisi. Valekula disebut juga
kantong pil ( pill pockets), sebab pada beberapa orang, kadang-kadang bila menelan
pil akan tersangkut disitu.
Dibawah valekula terdapat epiglotis. Pada bayi epiglotis ini berbentuk omega
dan perkembangannya akan lebih melebar, meskipun kadang-kadang bentuk infantil
(bentuk omega) ini tetap sampai dewasa. Dalam perkembangannya, epiglotis ini dapat
menjadi demikian lebar dan tipisnya sehingga pada pemeriksaan laringoskopi tidak
langsung tampak menutupi pita suara. Epiglotis berfungsi juga untuk melindungi
(proteksi) glotis ketika menelan minuman atau bolus makanan, pada saat bolus
tersebut menuju ke sinus piriformis dan ke esofagus.2 Nervus laring superior berjalan
dibawah dasar sinus piriformis pada tiap sisi laringofaring. Hal ini penting untuk
diketahui pada pemberian anestesia lokal di faring dan laring pada tindakan
laringoskopi langsung.

2.3 FISIOLOGI TENGGOROKAN DAN LEHER

Fungsi faring yang terutama ialah untuk respirasi, waktu menelan, resonasi suara dan
untuk artikulasi.8
Proses menelan
Proses penelanan dibagi menjadi tiga tahap. Pertama gerakan makanan dari mulut
ke faring secara volunter. Tahap kedua, transport makanan melalui faring dan
tahap ketiga, jalannya bolus melalui esofagus, keduanya secara involunter.
Langkah yang sebenarnya adalah: pengunyahan makanan dilakukan pada
sepertiga tengah lidah. Elevasi lidah dan palatum mole mendorong bolus ke
orofaring. Otot supra hiod berkontraksi, elevasi tulang hioid dan laring intrinsik
berkontraksi dalam gerakan seperti sfingter untuk mencegah aspirasi. Gerakan
yang kuat dari lidah bagian belakang akan mendorong makanan kebawah melalui

17

orofaring, gerakan dibantu oleh kontraksi otot konstriktor faringis media dan
superior. Bolus dibawa melalui introitus esofagus ketika otot konstriktor faringis
inferior berkontraksi dan otot krikofaringeus berelaksasi. Peristaltik dibantu oleh

gaya berat, menggerakkan makanan melalui esofagus dan masuk ke lambung.9


Proses Berbicara
Pada saat berbicara dan menelan terjadi gerakan terpadu dari otot-otot palatum
dan faring. Gerakan ini antara lain berupa pendekatan palatum mole kearah
dinding belakang faring. Gerakan penutupan ini terjadi sangat cepat dan
melibatkan mula-mula m.salpingofaring dan m.palatofaring, kemudian m.levator
veli palatine bersama-sama m.konstriktor faring superior. Pada gerakan penutupan
nasofaring m.levator veli palatini menarik palatum mole ke atas belakang hampir
mengenai dinding posterior faring. Jarak yang tersisa ini diisi oleh tonjolan (fold
of) Passavant pada dinding belakang faring yang terjadi akibat 2 macam
mekanisme, yaitu pengangkatan faring sebagai hasil gerakan m.palatofaring
(bersama m,salpingofaring) oleh kontraksi aktif m.konstriktor faring superior.
Mungkin kedua gerakan ini bekerja tidak pada waktu bersamaan.9
Ada yang berpendapat bahwa tonjolan Passavant ini menetap pada periode fonasi,
tetapi ada pula pendapat yang mengatakan tonjolan ini timbul dan hilang secara
cepat bersamaan dengan gerakan palatum.9

2.4 PENYAKIT TERBANYAK TENGGOROKAN DAN LEHER


2.4.1 TONSILITIS
Tonsilitis adalah peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian dari cincin
Waldeyer. Cincin Waldeyer terdiri atas susunan kelenjar limfa yang terdapat di dalam
rongga mulut yaitu : tonsil faringeal (adenoid), tonsil palatina (tonsil faucial), tonsil
lingual (tonsil pangkal lidah), tonsil tuba Eustachius (lateral band dinding faring /
Gerlachs tonsil).
Penyebaran infeksi melalui udara (air borne droplets), tangan dan ciuman.
Dapat terjadi pada semua umur, terutama pada anak.
I.

Tonsilitis Akut
1. Tonsilitis Viral
Gejala tonsilitis viral lebih menyerupai Common cold yang
disertai rasa nyeri tenggorok. Penyebab yang paling sering adalah virus
Epstein-Barr. Haemofilus influenza merupakan penyebab tonsilitis
18

akut supuratif. Jika terjadi infeksi virus coxschakie, maka pada


pemeriksaan rongga mulut akan tampak luka-luka kecil pada palatum
dan tonsil yang sangat nyeri dirasakan pasien.
Terapi
Istirahat, minum cukup, analgetika, dan antivirus diberikan jika
gejala berat.
2. Tonsilitis Bakterial
Radang akut tonsil dapat disebabkan kuman grup A
Streptokokus hemolitikus yang dikenal dengan strept throat,
pneumokokus, Streptokokus viridan dan Streptokokus piogenes.
Infiltrasi bakteri pada lapisan epitel jaringan tonsil akan menimbulkan
reaksi radang berupa keluarnya leukosit polimorfonuklear sehingga
terbentuk detritus. Detritus ini merupakan kumpulan leukosit, bakteri
yang mati dan epitel yang terlepas. Secara klinis detritus ini mngisi
kriptus tonsil dan tampak sebagai bercak kuning.
Bentuk tonsilitis akut dengan detritus yang jelas disebut
tonsilitis folikularis. Bila bercak-bercak detritus ini menjadi satu,
membentuk alur-alur maka akan terjadi tonsilitis lakunaris. Bercak
detritus ini juga dapat melebar sehingga terbentuk semacam membran
semu (pseudomembran) yang menutupi tonsil.
Gejala dan tanda
Masa inkubasi 2-4 hari. Gejala dan tanda yang sering
ditemukan adalah nyeri tenggoraokan dan nyeri waktu menelan,
demam dengan suhu tubuh yang tinggi, rasa lesu, rasa nyeri di sendisendi, tidak nafsu makan dan rasa nyeri di telinga (otalgia). Rasa nyeri
di telinga ini karena nyeri alih (referred pain) melalui saraf n.
glosofaringeus (n.IX). Pada pemeriksaan tampak tonsil membengkak,
hiperemis dan terdapat detritus berbentuk folikel, lakuna atau tertutup
oleh membran semu. Kelenjar sub-mandibula membengkak dan nyeri
tekan.

19

Terapi
Antibiotika spektrum lebar penisilin, eritromisin. Antipiretik
dan obat kumur yang mengandung desinfektan.
Komplikasi
Pada anak sering menimbulkan komplikasi otitis media akut,
sinusitis, abses peritonsil (Quincy throat), abses parafaring, bronkitis,
glomerulonefritis akut, miokarditis, artritis serta septikemia akibat
infeksi v.Jugularis Interna (sindrom Lemierre).
Akibat hipertrofi tosnil akan menyebabkan pasien bernapas
melalui mulut, tidur mendengkur (ngorok), gangguan tidur karena
terjadinya sleep apnea yang dikenal sebagai Obstructive Sleep Apnea
Syndrome (OSAS).
II.

Tonsilitis Membranosa
Penyakit yang termasuk dalam golongan tonsilitis membranosa ialah
(a) Tonsilitis difteri, (b) Tonsilitis septik (septik sore throat), (c) Angina
Plaut Vincent, (d) Penyakit kelainan darah seperti leukimia akut, anemia
pernisiosa, neutropeniamaligna serta infeksi mono-nukleosis, (e) proses
spesifik lues dan tuberkulosis, (f) infeksi jamur moniliasis, aktinomikosis
dan blastomikosis, (g) infeksi virus morbili, pertusis dan skarlatina.
1. Tonsilitis difteri
Frekuensi penyakit ini sudah menurun berkat keberhasilan
imunisasu pada bayi dan anak. Penyebab tonsilitis difteri ialah kuman
Corynebacterium diphteriae, kuman yang termasuk Gram positif dan
hidung di saluran napas bagian atas yaitu hidung, faring, dan laring.
Tidak semua orang yang terinfeksi oleh kuman ini akan menjadi sakit.
Keadaan ini tergantung pada titer anti toksin dalam darah seseorang.
Titer anti toksin sebesar 0.03 satuan per cc darah dapat dianggap cukup
memberikan dasar imunitas. Hal inilah yang dipakai pada tes Schick.
Tonsilitis difteri sering ditemukan pada anak berusia kurang
dari 10 tahun dan frekuensi tertinggi pada usia 2-5 tahun walaupun
pada orang dewasa masih mungkin menderita penyakit ini.

20

Gejala dan tanda


Gambaran klinik dibagai dalam 3 golongan yaitu gejala umum,
gejala lokal dan gejala akibat eksotoksin.
(a) Gejala umum seperti juga gejala infeksi lainnya yaitu kenaikan
suhu tubuh biasanya subfebris, nyeri kepala, tidak nafsu makan,
badan lemah, nadi lambat serta keluhan nyeri menelan.
(b) Gejala lokal yang tampak berupa tonsil membengkak ditutupi
bercak putih kotor yang makin lama makin meluas dan bersatu
membentuk membran semu. Membran ini dapat meluas ke palatum
mole, uvula, nasofaring, laring, trakea dan bronkus, dan
menyumbat saluran napas. Membran semu ini melekat erat pada
dasarnya, sehingga bila diangkat akan mudah berdarah. Pada
perkembangannya penyakit ini bila infeksinya berjalan terus,
kelenjar limfa leher akan membengkak sedemikian besarnya
sehingga leher menyerupai leher sapi (bull neck) atau disebut juga
Burgemieesters hals.
(c) Gejala akibat eksotoksin yang dikeluarkan oleh kuman difteri ini
akan menimbulkan kerusakan jaringan tubuh yaitu pada jantung
dapat terjadi miokarditis sampai decompensatio cordis, mengenai
saraf kranial menyebabkan kelumpuhan otot palatum dan otot-otot
pernapasan dan pada ginjal menimbulkan albuminuria.
Diagnosis
Diagnosis tonsilitis difteri ditegakkan berdasarkan gambaran
klinik dan pemeriksaan preparat langsung kuman yang diambil dari
permukaan

bawah

membran

semu

dan

didapatkan

kuman

Corynebacterium diphteriae.
Terapi
Anti Difteri Serum (ADS) diberikan segera tanpa menunggu
hasil kultur, dengan dosis 20.000-100.000 unit tergantung dari umur
dan beratnya penyakit.
Antibiotika Penisilin atau Eritromisin 25-50 mg per kg berat
badan dibagi dalam 3 dosis selama 14 hari.
21

Kortikosteroid 1.2 mg per kg berat badan per hari. Antipiretik


untuk simtomatis. Karena penyakit ini menular, pasien harus diisolasi.
Perawatan harus istirahat di tempat tidur selama 2-3 minggu.
Komplikasi
Laringitis difteri dapat berlangsung cepat, membran semu
menjalar ke laring dan menyebabkan gejala sumbatan. Makin muda
usia pasien makin cepat timbul komplikasi ini.
Miokarditis dapat mengakibatkan payah jantung.
Kelumpuhan otot palatum mole, otot mata untuk akomodasi,
otot faring serta otot laring sehingga menimbulkan kesulitan menelan,
suara parau dan kelumpuhan otot-otot pernapasan.
Albuminuria sebagai akibat komplikasi ke ginjal.
2. Tonsilitis Septik
Penyebab dari tonsilitis septik ialah Streptokokus hemolitikus
yang terdapat daam susu sapi sehingga dapat timbul epidemi. Oleh
karena di Indonesia susu sapi dimasak dahulu dengan cara pasteurisasi
seblum diminum maka penyakit ini jarang ditemukan.
3. Angina Plaut Vincent (stomatitis ulcero membranosa)
Penyebab penyakit ini adalah bakteri spirochaeta atau
treponema yang didapatkan pada penderita dengan higiene mulut yang
kurang dan defisiensi vitamin C.
Gejala
Demam sampai 390C, nyeri kepala, badan lemah dan kadang-kadang
terdapat gangguan pencernaan. Rasa nyeri di mulut, hipersalivasi, gigi
dan gusi mudah berdarah.
Pemeriksaan
Mukosa mulut dan faring hiperemis, tampak membran putih keabuan
di atas tonsil, uvula, dinding faring, gusi serta prosesus alveolaris,
mulut berbau (foetor ex ore) dan kelenjar su-mandibula membesar.
22

Terapi
Antibiotik spektrum lebar selama 1 minggu. Memperbaiki higiene
mulut. Vitamin C dan Vitamin B kompleks.
4. Penyakit kelainan darah
Tidak jarang tanda pertama leukemia akut, angina agranulositosis dan
infeksi mononkleosis timbul di faring atau tonsil yang tertutup
membran semu. Kadang-kadang terdapat perdarahan di selaput lendir
mulut dan faring serta pembesaran kelenjar submandibula.
a. Leukemia akut
Gejala pertama sering berupa epistaksis, perdarahan di mukosa
mulut, gusi dan di bawah kulit sehingga kulit tampak bercak
kebiruan. Tonsil membengkak ditutupi membran semu tetapi tidak
hiperemis dan rasa nyeri yang hebat di tenggorok.
b. Angina agranulositosis
Penyebabnya

ialah

akibat

keracunan

obat

dari

golongan

amidopirin, sulfa dan arsen. Pada pemeriksaan tampak ulkus di


mukosa mulut dan faring serta di sekitar ulkus tampak gejala
radang. Ulkus ini juga dapat ditemukan di genitalia dan saluran
cerna.
c. Infeksi mononukleosis
Pada penyakit ini terjadi tonsilo faringitis ulsero membranosa
bilateral. Membran semu yang menutupi ulkus mudah diangkat
tanpa timbul perdarahan. Terdapat pembesaran kelenjar limfa leher,
ketiak dan inguinal. Gambaran darah khas yaitu terdapat leukosit
mononukleosis dalam jumlah besar. Tanda khas yang lain ialah
kesanggupan serum pasien untuk beragranulasi terhadap sel darah
merah domba (reaksi Paul Bunnel).
III.

Tonsilitis Kronis

23

Faktor predisposisi timbulnya tonsilitis kronik ialah rangsangan yang


menahun dari rokok, beberapa jenis makanan, higiene mulut yang buruk,
pengaruh cuaca, kelelahan fisik dan pengobatan tonsilitis akut yang tidak
adekuat. Kuman penyebabnya sama dengan tonsilitis akut tetapi kadangkadang kuman berubah menjadi kuman golongan Gram negatif.
Patologi
Karena proses radang berulang yang timbul maka selain epitel mukosa
juga jaringan limfoid terkikis, sehingga pada proses proses penyembuhan
jaringan limfoid diganti oleh jaringan parut yang akan mengalami
pengerutan sehingga kripti melebar. Secara klinik kripti ini tampak diisi
oleh detritus. Proses berjalan terus sehingga menembus kapsul tonsil dan
akhirnya menimbulkan perlengketan dengan jaringan di sekitar fosa
tonsilaris. Pada anak proses ini disertai dengan pembesaran kelenjar limfa
sub-mandibula.
Gejala dan tanda
Pada pemeriksaan tampak tonsil membesar dengan permukaan yang tidak
rata, kriptus melebar dan beberapa kripti terisi oleh detritus. Rasa ada yang
mengganjal di tenggorok, dirasakan kering di tenggorok dan napas berbau.
Terapi
Terapi lokal ditujukan pada higiene mulut dengan berkumur atau obat isap.
Komplikasi
Radang kronik tonsil dapat menimbulkan komplikasi ke daerah sekitarnya
berupa rinitis kronis, sinusitis atau otitis media secara perkontinuitatum.
Komplikasi jauh terjadi secara hematogen atau limfogen dan dapat timbul
endokarditis, artrtis, miositis, nefritis, uveitis, iridosiklitis, dermatitis,
pruritus, urtikaria dan furunkulosis.
Tonsilektomi dilakukan bila terjadi infeksi yang berulang atau kronik,
gejala sumbatan serta kecurigaan neoplasma.
INDIKASI TONSILEKTOMI
24

The American Academy of Otolaryngology Head and Neck Surgery Clinical


Indicators Compendium tahun 1995 menetapkan :
1. Serangan tonsilitis > 3 kali per tahun walaupun telah mendapatkan terapi yang
adekuat.
2. Tonsil hipertrofi yang menimbulkan maloklusi gigi dan menyebabkan
gangguan pertumbuhan orofasial.
3. Sumbatan jalan napas yang berupa hipertrofi tonsil dengan sumbatan jalan
napas, leep apnea, gangguan menelan, gangguan berbicara, dan cor pulomale.
4. Rinitis dan sinusitis yang kronis, peritonsilitis, abses peritonsil yang tidak
berhasil hilang dengan pengobatan.
5. Napas bau yang tidak berhasil dengan pengobatan.
6. Tonsilitis berulang yang disebabkan oleh bakteri grup A streptokokus
hemolitikus.
7. Hipertrofi tonsil yang dicurigai adanya keganasan.
8. Otitis media efusa/ otitis media supuratif.

2.4.2 LARINGITIS
Laringitis akut adalah radang akut laring yang disebabkan oleh virus dan bakteri
yang berlangsung kurang dari 3 minggu dan pada umumnya disebabkan oleh infeksi
virusinfluenza (tipe A dan B), parainfluenza (tipe 1,2,3), rhinovirus dan adenovirus.
Penyebab lain adalah Haemofilus influenzae, Branhamella catarrhalis, Streptococcus
pyogenes, Staphylococcus aureus dan Streptococcus pneumoniae.
Biasanya laringitis akut merupakan suatu fase infeksi virus pada saluran nafas atas
yang dapat sembuh sendiri, factor prediposisi dapat berupa rhinitis kronik,
penyalahgunaan alcohol, tembakau serta pemakaian suara yang berlebihan.

2.2. Etiologi
Penyakit ini sering disebabkan oleh virus. Biasanya merupakan perluasan
radang saluran nafas bagian atas oleh karena bakteri Haemophilus Influenzae,
Staphylococcus, streptococcus, atau pneumococcus. Timbulnya penyakit ini sering

25

dihubungkan dengan perubahan cuaca atau suhu, giza yang kurang/malnutrisi,


imunisasi yang tidak lengkap dan pemakaian suara yang berlebihan.
Menurut Rahul K shah etiologi dari laringitis akut adalah :
1.

Infeksi (biasanya infeksi virus dari saluran pernafasa atas)

o Rhinovirus
o Parainfluenza virus
o Respiratory syncytial virus
o Adenovirus
o Influenza virus
o Measles virus
o Mumps virus
o Bordetella pertusis
o Varicella-zozter virus
2.

Gastroesophageal reflukx disease

3.

Environmental insults (polusi)

4.

Vocal trauma

5.

Komsumsi alkohol berlebihan

6.

Alergi

7.

Penggunaan suara yang berlebihan

8.

Iritasi bahan kimia atau bahan lainnya

2.5. Patofisiologi
Laringitis akut merupakan inflamasi dari mukosa laring dan pita suara yang
berlangsung kurang dari 3 minggu. Parainfluenza virus, yang merupakan penyebab
terbanyak dari laringitis, masuk melalui inhalasi dan menginfeksi sel dari epitelium
saluran

nafas

lokal

yang

bersilia,

ditandai

dengan

edema

dari lamina

propria, submukosa, dan adventitia, diikuti dengan infitrasi selular dengan histosit,
limfosit, sel plasma dan lekosit polimorfonuklear (PMN). Terjadi pembengkakan dan
kemerahan dari saluran nafas yang terlibat, kebanyakan ditemukan pada dinding
lateral dari trakea dibawah pita suara. Karena trakea subglotis dikelilingi oleh
kartilago krikoid, maka pembengkakan terjadi pada lumen saluran nafas dalam,
menjadikannya sempit, bahkan sampai hanya sebuah celah. Membran pelindung plika
26

vokalis biasanya merah dan membengkak. Puncak terendah pada pasien dengan
laringitis berasal dari penebalan yang tidak beraturan sepanjang seluruh plika vokalis.
Beberapa penulis percaya bahwa plika vokalis mengeras daripada menebal.
Pengobatan konservatif seperti yang disebutkan sebelumnya biasanya cukup
mengatasi inflamsi laring dan mengembalikan aktivitas vibrasi plika vokalis.
2.6. Gejala Klinis
Pada laringitis akut ini terdapat gejala radang umum, seperti demam,
malaise, gejala rinofaringitis. Gejala lokal seperti suara parau dimana digambarkan
pasien sebagai suara yang kasar atau suara yang susah keluar atau suara dengan nada
lebih rendah dari suara yang biasa / normal dimana terjadi gangguan getaran serta
ketegangan dalam pendekatan kedua pita suara kiri dan kanan sehingga menimbulkan
suara menjada parau bahkan sampai tidak bersuara sama sekali (afoni).
1.

Sesak nafas dan stridor

2.

Nyeri tenggorokan seperti nyeri ketika menelan atau berbicara.

3.

Gejala radang umum seperti demam, malaise

4.

Batuk kering yang lama kelamaan disertai dengan dahak kental

5.

Gejala commmon cold seperti bersin-bersin, nyeri tenggorok hingga sulit

menelan, sumbatan hidung (nasal congestion), nyeri kepala, batuk dan demam dengan
temperatur yang tidak mengalami peningkatan dari 38 derajat celsius.
6.

Gejala influenza seperti bersin-bersin, nyeri tenggorok hingga sulit menelan,

sumbatan hidung (nasal congestion), nyeri kepala, batuk, peningkatan suhu yang
sangat berarti yakni lebih dari 38 derajat celsius, dan adanya rasa lemah, lemas yang
disertai dengan nyeri diseluruh tubuh.

2.7. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang.
Pada pemeriksaan fisik, dapat ditemukan suara yang serak, coryza, faring yang
meradang dan frekuensi pernafasan dan denyut jantung yang meningkat, disertai
pernafasan cuping hidung, retraksi suprasternal, infrasternal dan intercostal serta
stridor yang terus menerus, dan anak bisa sampai megap-megap (air hunger). Bila
terjadi sumbatan total jalan nafas maka akan didapatkan hipoksia dan saturasi oksigen
yang rendah. Bila hipoksia terjadi, anak akan menjadi gelisah dan tidak dapat
27

beristirahat, atau dapat menjadi penurunan kesadaran atau sianosis. Dan kegelisahan
dan tangisan dari anak dapat memperburuk stridor akibat dari penekanan dinamik dari
saluran nafas yang tersumbat. Dari penelitian didapatkan bahwa frekuensi pernafasan
merupakan petunjuk yang paling baik untuk keadaan hipoksemia. Pada auskultasi
suara pernafasan dapat normal tanpa suara tambahan kecuali perambatan dari stridor.
Kadang-kadang dapat ditemukan mengi yang menandakan penyempitan yang parah,
bronkitis, atau kemungkinan asma yang sudah ada sebelumnya.
2.7.1. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan dengan laringoskop direk atau indirek dapat membantu
menegakkan diagnosis. Dari pemeriksaan ini plika vokalis berwarna merah dan
tampak edema terutama dibagian atas dan bawah glotis

Gambar 2.3. Laringitis akut, gambaran ini mengambarkan laring wanita 53 tahun,
dengan gejala utama serak dan suara terengah-engah. Catatan daerah-daerah eritem
dan mukosa normal yang bergantian pada plika vokalis. Juga ditandai irregularitas
pada kontur lipatam-lipatan vocal
Sebetulnya pemeriksaan rontagen leher tidak berperan dalam penentuan diagnosis,
tetapi dapat ditemukan gambaran staplle sign (penyempitan dari supraglotis) Foto
28

rontgen leher AP bisa tampak pembengkakan jaringan subglotis (Steeple sign). Tanda
ini ditemukan pada 50% kasus pada foto AP dan penyempitan subglotis pada foto
lateral, walaupun kadang gambaran tersebut tidak didapatkan. Pemeriksaan
laboratorium tidak diperlukan, kecuali didapatkan eksudat di orofaring atau plika
suara, pemeriksaan kultur dapat dilakukan.Dari darah didapatkan lekositosis ringan
dan limfositosis.

Gambar 2.4. Gambaran rontagen laringitis akut, gambaran steeple sign


2.8. Penatalaksanaan
Umumnya penderita penyakit ini tidak perlu masuk rumah sakit, namun ada indikasi
masuk rumah sakit apabila :

Usia penderita dibawah 3 tahun

Tampak toksik, sianosis, dehidrasi atau axhausted

Diagnosis penderita masih belum jelas

Perawatan dirumah kurang memadai

Perawatan Umum
1.

Istirahat berbicara dan bersuara selama 2-3 hari

2.

Jika pasien sesak dapat diberikan O2 2 l/ menit

3.

Menghirup uap hangat dan dapat ditetesi minyak atsiri / minyak mint bila ada

muncul sumbatan dihidung atau penggunaan larutan garam fisiologis (saline 0,9 %)
yang dikemas dalam bentuk semprotan hidung atau nasal spray

29

Perawatan Khusus
Terapi Medikamentosa
1.

Antibiotika golongan penisilin

Anak 50 mg/kg BB dibagi dalam 3 dosis


Dewasa 3 x 500 mg perhari.
Menurut Reveiz L, Cardona AF, Ospina EG dari hasil penelitiannya menjelaskan dari
penggunaan penisilin V dan eritromisin pada 100 psien didapatkan antibiotic yang
lebih baik yaitu eritromisin karena dapat mengurangi suara serak dalamsatu minggu
dan batuk yang sudah dua minggu.
2.

Kortikosteroid diberikan untuk mengatasi edema laring.

Pencegahan :
Jangan merokok, hindari asap rokok karena rokok akan membuat tenggorokan kering
dan mengakibatkan iritasi pada pita suara, minum banyak air karena cairan akan
membantu menjaga agar lendir yang terdapat pada tenggorokan tidak terlalu banyak
dan mudah untuk dibersihkan, batasi penggunaan alkohol dan kafein untuk mencegah
tenggorokan kering. jangan berdehem untuk membersihkan tenggorokan karena
berdehem akan menyebabkan terjadinya vibrasi abnormal pada pita suara,
meningkatkan pembengkakan dan berdehem juga akan menyebabkan tenggorokan
memproduksi lebih banyak lender.
2.9. Prognosis
Prognosis untuk penderita laringitis akut ini umumnya baik dan pemulihannya selama
satu minggu. Namun pada anak khususnya pada usia 1-3 tahun penyakit ini dapat
menyebabkan udem laring dan udem subglotis sehingga dapat menimbulkan obstruksi
jalan nafas dan bila hal ini terjadi dapat dilakukan pemasangan endotrakeal atau
trakeostomiaik.

30

DAFTAR PUSTAKA

1. Soetirto

Indro,Bashiruddin

Jenny,Bramantyo

Brastho,Gangguan

pendengaran Akibat Obat ototoksik,Buku ajar Ilmu Kesehatan Telinga


,Hidung ,Tenggorok Kepala & Leher.Edisi IV.Penerbit FK-UI,jakarta
2007,halaman 9-15,53-56.
2. Anatomi
fisiologi

telinga.

Available

from

http://arispurnomo.com/anatomi-fisiologi-telinga
3. Telinga : Pendengaran dan sistem vestibular. Available from :
http://translate.google.co.id/translate?hl=id&langpair=en|
id&u=http://webschoolsolutions.com/patts/systems/ear.htm
4. Adams,G.L.1997.Obat-obatan ototoksik.Dalam:Boies,Buku Ajar Penyakit
THT,hal.129.EGC,Jakarta.
5. Andrianto,Petrus.1986.Penyakit Telinga,Hidung dan Tenggorokan,7576.EGC,Jakarta
6. Anatomi
dan

fisiologi

hidung.

Available

from

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21283/4/Chapter%20II.pdf
7. Anatomi dan fisiologi system pernapasan. Available from :
http://fraxawant.wordpress.com/2008/07/16/anatomi-dan-fisiologi-sistempernapasan/
8. Difteri. Available

from

http://www.scribd.com/doc/44244704/Refrat-

Difteri-Sari
9. Difteri tonsil. Available from http://www.scribd.com/doc/36494895/difteritonsil

31

Anda mungkin juga menyukai