PENDAHULUAN
Demam dan ruam adalah tanda yang sering ditemui pada anak. Adanya demam dan
ruam bersama-sama pada umumnya sudah dapat membatasi spektrum diagnosis penyakit
yang harus ditegakkan. Spektrum tersebut mencakup infeksi lokal atau sistemik (dengan
serangkaian mikroba penyebab), kelainan yang diperantarai toksin (termasuk yang diduga
berhubungan dengan superantigen bakteri), dan vaskulitides (termasuk hipersensitifitas).
Kesalahan diagnosis penderita dengan demam dan ruam dapat berakibat besar bagi
pasien, kontak, maupun masyarakat. Meningokoksemia yang salah didiagnosis sebagai
campak dapat berakibat kematian akibat keterlambatan pengobatan. Pasien demam skarlatina
yang salah didiagnosis sebagai rubella seharusnya dapat dicegah supaya tidak mengalami
komplikasi otitis media.
Elemen yang sangat penting untuk menegakkan diagnosis yang akurat mencakup
anamnesis yang detil, observasi sistemik pada penderita anak yang menunjukkan tanda-tanda
toksisitas, dan pemeriksaan fisik menyeluruh. Betapapapun sempurnanya, sering kali
anamnesis dan pemeriksaan fisik tetap mempunyai sensitifitas yang rendah. Dalam kondisi
semacam itu uji laboratorium dapat menunjukkan peran yang penting.
Kulit merupakan salah satu kunci awal untuk mengenali penyakit dengan demam
yang disebabkan oleh berbagai mikroorganisma. Para penyebab infeksi tersebut bisa
menghasilkan beragam lesi di kulit. Lesi yang muncul pada umumnya akan menjadi petanda
penting penegakan diagnosis.
Epidemi campak dan cacar telah terjadi sejak kekaisaran Romawi dan China pada
awal abad masehi. Demam skarlatina dikenali sebagai penyakit tersendiri sejak abad 17.
Cacar air dan rubella baru diidentifikasi di abad ke-18 dan 19. Sebelum masuk ke bagian
sindrom demam dengan ruam maka sebelumnya akan dibahas sedikit mengenai demam.
Para peneliti beranggapan bahwa masalah demam berawal dari suatu hipotesis yang
menyatakan bahwa demam merupakan suatu proses alamiah yang timbul sebagai suatu
stimulus. Ahli dari mesir beranggapan bahwa demam diakibatkan oleh inflamasi lokal.
Billroth (1868) menyuntikkan pus pada binatang untuk membuktikan pendapat tersebut,
ternyata demam yang terjadi sebagai akibat adanya endotoksin, yaitu produk bakteri gramnegatif yang mengkontaminasi bahan suntikan. Pada tahun 1943, Menkin melakukan
penelitian yang sama dan berhasil mengisolasi bahan penyebab demam yang disebut pyrexin.
Hasil percobaanya juga tercemar oleh endotoksin; karena sifatnya yang stabil terhadap
pemanasan maka disebut sebagai endotoxin induced fever. Beeson (1948) menggunakan
teknik antiseptic untuk menghindari endotoksin dan berhasil mengisolasi fever inducing
substance yang berasal dari leukosit pejamu, yang disebut pyrogen endogen. Selanjutnya,
Gery dan Waksman berhasil mengidentifikasi Interleukin -1(IL1) dikenal sebagai sitokin
yang terbukti identik dengan pyrogen endogen.
Demam(Pireksia) adalah keadaan suhu tubuh diatas normal sebagai akibat
peningkatan pusat pengatur suhu di hipotalamus yang dipengaruhi oleh IL-1. Pengaturan
suhu pada keadaan sehat atau demam merupakan keseimbangan antara produksi dan
pelepasan panas. Hipertermia dalah peningkatan suhu tubuh yang tidak diatur, disebabkan
ketidakseimbangan antara produksi dan pembatasan panas. Interleukin 1 pada keadaan ini
tidak terlibat, oleh karena itu pusat pengaturan suhu di hipotalamus berada dalam keadaan
normal.
Pirogen adalah sutau zat yang menyebabkan demam, terdapat dua jenis pyrogen yaitu
pyrogen eksogen dan endogen. Pyrogen eksogen berasal dari luar tubuh dan berkemampuan
untuk merangsang IL1, sedangkan pyrogen endogen berasal dari dalam tubuh dan
mempunyai kemampuan untuk meragsang demam dengan mempengaruhi pusat pengaturan
suhu di hipotalamus. Interleukin 1, tumor necrosis factor (TNF), dan interferon (INF) adalah
pyrogen endogen. Pirogen eksogen biasanya merangsang demam dalam 2 jam setelah
terpapar. Umumnya pyrogen berinteraksi dengan sel fagosit, makrofag atau monosit, untuk
merangsang sintesis IL-1. Mekanisme lai yang mungkin berperan sebagai pyrogen eksogen
(misalnya, endotoksin) bekerja langsung pada hipotalamus untuk mengubah pengatur suhu.
Radiasi, racun DDT, dan racun kalajengking dapat pula menghasilkan demam dengan efek
langsung pada hipotalamus. Pirogenitas bakteri gram negative (misalnya, Escherichi coli,
Salmonela) disebabkan adanya heat stable factor yaitu endotoksin, suatu pyrogen eksogen
yang pertama kali ditemukan. Komponen aktif endotoksin berupa lapisan luar bakteri yaitu
lipopolisakarida. Endotoksin menyebabkan peningkatan suhu yang progresif tergantung dari
dosis (dose related). Endotoksin gram negative tidak selalu merangsang terjadinya demam;
pada bayi dan anak infeksi gram negative akan mengalami hipotermia.
Pirogen utama bakteri Gram-positive (misalnya, Stafilokokus) adalah peptidoglikan
dinding sel. Per unit berat, endotoksin lebih aktif daripada peptidoglikan. Hal ini
menerangkan perbedaan prognosis lebih buruk berhubungan dengan infeksi bakteri Gramnegatif. Mekanisme yang bertanggung jawab terjadinya demam yg disebabkan infeksi
pneumokokus diduga proses imunologik. Penyakit yang melibatkan produksi eksotoksin oleh
basil Gram positif pada umumnya demam yang ditimbulkan tidak begitu tinggi dibandingkan
dengan Gram positif piogenik atau bakteri Gram negative lainya.
Telah diketahui secara klinis bahwa virus menyebabkan demam. Pada tahun 1958,
dibuktikan adanya pyrogen yang beredar dalam serum kelinci yang mengalami demam
setelah disuntik virus influenza. Mekanisme virus memproduksi demam antara lain dengan
cara melakukan invasi langsung ke dalam makrofag, reaksi imunologik terhadap komponen
virus termasuk diantaranya pembentukan antibody, induksi oleh interferon, dan nekrosis sel
akibat virus. Produk jamur baik mati maupun hidup memproduksi pyrogen eksogen yang
akan merangsang terjadinya demam. Demam umumnya timbul ketika mikroba berada dalam
peredaran darah. Anak yang menderita penyakit keganasan (misalnya leukemia) disertai
demam yang berhubungan dengan neutropenia mempunyai risiko tinggi untuk terserang
infeksi jamur invasive.
Fagositosis antigen non-mikrobial kemungkinan sangat bertanggung jawab untuk
terjadinya demam dalam proses transfuse darah dan anemia hemolitik imun. Demam yang
disebabkan oleh reaksi hipersensitif dapat timbul baik sebagai akibat reaksi antigen terhadap
antibody yang beredar, yang tersensitisasi (immune fever) atau oleh antigen yang diaktivasi
sel T untuk memproduksi limfokin, yang sebaliknya akan merangsang monosit dan makrofag
untuk melepas IL-1. Contoh demam yang disebabkan oleh immunologically mediated
daintaranya lupus eritematosus sistemik dan reaksi obat yang berat. Demam yang
berhubungan dengan hipersensitif terhadap penisilin lebih mungkin disebabkan oleh akibat
interaksi kompleks antigen-antibodi dengan leukosit dibandingkan dengan pelepasan IL-1.
Steroid tertentu bersifat pirogenik bagi manusia. Ethiocholanolon dan metabolic
androgen diketahui sebagai perangsang pelepasan IL-1. Ethiocholanolon memproduksi
demam hanya bila disuntikkan secara intramuscular (bukan IV), maka diduga demam
tersebut diakibatkan oleh pelepasan IL-1 oleh jaringan subkutis pada tempat suntikkan.
Macam-macam agen yang infeksius maupun yang non-infeksius dapat menyebabkan
reaksi pada kulit yang berbeda-beda. Dalam mengevaluasi pasien-pasien dengan demam dan
ruam, kita harus mampu membedakan tipe ruam, erupsi yang pertama kali atau bukan, tempat
predileksinya, dan penyebaran ruam-ruam tersebut ke anggota tubuh yang lain. Manifestasi
ruam pada kulit dikategorikan menjadi macula, papula, vesikula, pustula, petekie, dan
purpura.
Seperti bintik merah atau kelainan kulit yang terlihat pada kelompok penyakit
eksantema akut memang biasanya sulit dibedakan secara klinis. Bentuk-bentuk macula,
papula, vesikula, pustula ataupun krusta sering terjadi sendiri-sendiri ataupun bersamaan
tanpa menunjukkan karakteristik khusus yang dapat mengarahkan diagnosis. Namun
demikian tidak sedikit penyakit yang mempunyai gambaran kemerahan pada kulit dengan
pola dan sifat yang sangat khas sehingga saat mudah mendeteksi penyakitnya. Diagnosis
banding penyakit eksantema akut pada dasarnya dapat didekati dengan mengenal beberapa
kriteria antara lain, (1) riwayat penyakit adanya penyakit infeksi serta data imunisasi pasien,
(2) gambaran gejala masa prodromal, (3) gambaran/karakteristik dari rash/ruam, baik lokasi
maupun ola penyebaranya, (4) adanya gejala patognomonik atau ciri tertentu, dan (5) hasil
laboratorium uji diagnostic.
Pada umumnya penyakit-penyakit eksantema akut pada anak memberikan imunitas
seumur hidup pada penderitanya, dengan konsekuensi adanya riwayat penyakit tersebut akan
dapat menyingkirkan penyakit tersebut. Karakteristik serta lama masa prodromal juga
penting. Beberapa penyakit memiliki masa yang cukup panjang (4 hari atau lebih) sebelum
timbulnya kemerahan atau kelainan pada kulit sedang pada pihak lain ada yang sangat
pendek bahkan tidak ada. Karakteristik, distribusi, serta lama timbulnya kemerahan pada kulit
perlu dievaluasi secara rinci. Erupsi atau kelainan kulit yang terjadi dapat bersifat tunggal
atau bergabung satu sama lain, juga lokasinya dapat bersifat sentralisasi atau hanya dibagian
perifer/alat gerak saja. Kelainan kulit bisa berlangsung selama 1-2 minggu atau hanya
beberapa hari saja. Tanda patognomonik selalu merupakan hal yang sangat membantu dalam
penegakkan diagnosis.
Penyakit eksantema merupakan penyakit yang sering ditemukan pada anak terutama
pada awal masa perkembangan seorang anak. Walaupun penyakit eksantema sering
memberikan gambaran klinis yang mirip satu dengan yang lainnya, namun sebenarnya setiap
penyakit eksantema memiliki karakteristik klinis yang khas sehingga kita harus dapat
membedakan satu penyakit eksantema dengan yang lain. Kesalahan diagnosis dapat
berdampak kepada pasien, orang yang kontak dengan pasien, dan masyarakat sekitarnya.
Diagnosis banding penyakit eksantema ditegakkan berdasarkan pada beberapa faktor, antara
lain riwayat penyakit menular dan imunisasi, bentuk gejala prodromal, gambaran erupsi kulit,
adanya gejala patognomonik atau tanda lain, dan uji diagnostik laboratoris.
BAB II
ISI
Penyakit eksantema adalah suatu penyakit yang bermanifestasi sebagai erupsi difus
pada kulit yang berhubungan dengan penyakit sistemik yang biasanya disebabkan oleh
infeksi. Mekanisme terjadinya lesi kulit adalah kerusakan sel akibat invasi organisme
patogen, produksi toksin oleh organisme, dan respons imun pejamu. Pada awal abad ke 20
yaitu pada era pra vaksinasi, klasifikasi penyakit eksantema didasarkan pada urutan kejadian
dalam masa perkembangan anak. Campak (measles/rubeola/morbili) disebut sebagai first
disease, demam skarlet (scarlet fever) sebagai second disease, rubela (German measles)
sebagai third disease, forth disease digambarkan oleh Duke tapi tidak dianggap sebagai
golongan tersendiri karena bermanifestasi seperti demam skarlet dan rubela, eritema
infeksiosa sebagai fifth disease dan roseola infantum sebagai sixth disease. Klasifikasi ini
sekarang tidak digunakan lagi karena telah ditemukan lebih dari 50 organisme (virus, bakteri,
riketsia) penyebab penyakit eksantema pada anak.
INFECTIOUS AGENTS
First
Second
Third
Fourth
Fifth
Sixth
Rubeola or measles
Streptococcal scarlet fever
Rubella or German measles
Filatov-Dukes disease
Erythema infectiosum ( parvovirus B19 )
Human herpes virus 6 ( roseola )
Sumber :
Lau AS, Uba A, Lehman D. Infectious diseases. Dalam: Rudolph AM, Kamei RK, Overby KJ, editor. Rudolphs fundamentals of pediatrics. Edisi
ketiga. Mc-Graw Hill. New York, 2002; 379-86.
Cherry JD. Cutaneous manifestations of systemic infections. Dalam: Feigin R, Cherry JD, editor. Textbook of pediatric infectious diseases.
Volume 1. Edisi ketiga. WB Saunders Company. Philadelphia, 1992; 755-82.
Kelompok Makulopapular
Campak
Rubella
Demam skarlatina
Kelompok Papulovesikuler
Infeksi virus varisela zoster
Variola
Eczema herpeticum
Staphylococcal
scalded
skin
syndrome
Staphylococcal toxic shock syndrome
Meningococcemia
Toxoplasmosis
Infeksi virus sitomegali
Roseola infantum
Infeksi enterovirus
Mononukleousis infeksiosa
Eritema Toksis
Erupsi obat
Miliaria
Penyakit Kawasaki
Dan lain-lain
Masa Prodromal
Campak
Rubella
Demam skarlatina
Roseola Infantum
Infeksi Enterovirus
Penyakit Kawasaki
Eritema Toksik
Sindrom Gianotti-crosti
Varisela
Rickettsialpox
Rubella
Menigococcemia
Roseola Infantum
Sindrom Gianotti-Crosti
Infeksi Enterovirus
Penyakit Kawasaki
Miliaria
Varisela
Herpes Zoster
Impetigo
Tanda Patognomonik
Campak
Rubella
Demam Skarlatina
Rubella
Demam Skarlatina
Menigococcemia
Roseola Infantum
Mononukleosis Infeksiosa
Varisela
Campak (measles/rubeola/morbili)
Etiologi : Morbillivirus (fam. Paramixoviridae)
Masa inkubasi : 14 21 hari.
Masa penularan : 2 hari sebelum gejala prodromal sampai 4 hari timbulnya erupsi. Cara
penularan melalui droplet.
Manifestasi klinis:
o Masa prodromal antara 2-4 hari ditandai dengan demam 38,4 40,6C, koriza,
batuk, konjungtivitis, bercak Koplik.
o Bercak Koplik timbul 2 hari sebelum dan sesudah erupsi kulit, terletak pada
mukosa bukal posterior berhadapan dengan geraham bawah, berupa papul
warna putih atau abu-abu kebiruan di atas dasar bergranulasi atau eritematosa.
o Demam sangat tinggi di saat ruam merata dan menurun dengan cepat setelah
2-3 hari timbulnya eksantema.
o Dapat disertai adanya adenopati generalisata dan splenomegali.
o Eksantema timbul pada hari ke 3-4 masa prodromal, memudar setelah 3 hari
dan menghilang setelah 6-7 hari.
o Erupsi dimulai dari belakang telinga dan perbatasan rambut kepala kemudian
menyebar secara sentrifugal sampai ke seluruh badan pada hari ke- 3
eksantema.
o Eksantema berupa papul eritematosa berbatas jelas dan kemudian
berkonfluensi menjadi bercak yang lebih besar, tidak gatal dan kadang disertai
purpura.
o Bercak menghilang disertai dengan hiperpigmentasi kecoklatan dan
deskuamasi ringan yang menghilang setelah 7-10 hari.
o Black measles merupakan keadaan yang berat dari campak, terdapat demam
dan delirium diikuti penekanan fungsi pernafasan dan erupsi hemoragik yang
luas.
Diagnosis:
o Manifestasi klinis, tanda patognomonik bercak Koplik
o Isolasi virus dari darah, urin, atau sekret nasofaring
o Pemeriksaan serologis: titer antibodi 2 minggu setelah timbulnya penyakit
Komplikasi:
Otitis media, mastoiditis,
panenchephalitis (SSPE).
pneumonia,
ensefalomielitis,
subacute
Terapi:
Suportif, pemberian vitamin A 2 x 200.000 IU dengan interval 24 jam.
sclerosing
Pencegahan:
Vaksinasi bersama rubela dan mumps (MMR) pada usia 15 - 18 bulan dan ulangan pada usia
10-12 tahun atau 12-18 tahun.
Campak Atipik
Etiologi : imunisasi oleh vaksin virus campak yang telah dimatikan.
Patogenesis : delayed hypersensitivity terhadap antigen virus.
Manifestasi klinis:
Demam tinggi, nyeri kepala, nyeri otot dan nyeri perut yang disertai pneu monitis.
Erupsi kulit tidak seperti campak yaitu berupa urtikaria, makulopapular, petekie, purpurik dan
kadang vesikular dengan predileksi pada ekstremitas. Dapat terjadi edema pada lengan dan
kaki serta hiperestesi pada kulit. Bentuk dan distribusi dari eksantema menyerupai rocky
mountain spotted fever.
Terapi: Simtomatik.
Pencegahan: Imunisasi oleh vaksin virus campak hidup yang dilemahkan.
Diagnosis:
Manifestasi klinis
o Kultur positif dari sekret nasofaring
o Serologis; peningkatan kadar anti streptolisin O (ASTO).
Komplikasi:
Abses tonsil, otitis media, bronko pneumonia, dan jarang menjadi mastoiditis, osteomielitis
atau septikemia. Komplikasi lanjut adalah demam rematik dan glomerulonefritis akut.
Terapi:
o Penisilin per oral/IV, eritromisin atau sefalosporin yang diberikan sedini mungkin.
o Suportif.
Meningococcemia
Etiologi : Neisseria meningitidis (kuman Gram negatif )
Masa inkubasi : 2-10 hari
Manifestasi klinis:
Diagnosis:
Pewarnaan Gram dan kultur dari darah, lesi kulit dan cairan serebrospinal.
Diagnosis banding:
Bakteriemia akut, endokarditis, demam rematik, purpura Henoch Schonlein, campak atipik
dan rocky mountain spotted fever.
Terapi:
o Inisial terapi dengan antibiotik ampisilin dan kloramfenikol atau sefalosporin generasi
ketiga. Setelah hasil kultur positif maka diberikan penisilin G 250.000 300.000
U/kg/hari dibagi dalam 6 kali pemberian selama 7-10 hari. Jika alergi terhadap
penisilin, diberikan kloram fenikol 100 mg/kg/hari (maksimal 4 gram/hari).
o Suportif, mencegah komplikasi
Komplikasi:
Artritis akut pada dewasa, krisis aplastik pada penderita anemia hemolitik herediter,
trombositopeni dan hidrops fetalis/IUFD bila terinfeksi selama hamil.
Terapi:
Simptomatis
Miliaria
Etiologi : Sumbatan kelenjar keringat.
Manifestasi klinis:
o Dapat berupa miliaria kristalina dan miliaria rubra.Miliaria kristalina tanpa disertai
dengan peradangan, sedangkan miliaria rubra disertai dengan peradangan dan lesi
biasanya terlokalisir pada tempat oklusi atau daerah fleksor dimana kulit kemudian
menjadi maserasi dan terlepas.
Terapi : Pendinginan dan pengaturan suhu lingkungan.
Infeksi Varisela-Zoster
Etiologi : Varicella zoster.
Masa inkubasi : 14-27 hari
Masa penularan : 2 hari sebelum dan 5 hari sesudah erupsi.
Manifestasi klinis:
o Masa prodromal 2-3 hari ditandai dengan demam, malaise, batuk, koriza dan nyeri
tenggorokan serta gatal. Eksantema berawal dari lesi makulopapular yang kemudian
menjadi vesikel berbentuk teardrop dan 2 hari kemudian menjadi pustul dan krusta.
Penyembuhan total terjadi selama 16 hari.
Diagnosis:
o Manifestasi klinis
o Isolasi virus dari cairan vesikel
o Tes serologis.
Komplikasi:
Infeksi sekunder oleh bakteri, ensefalitis, sindrom Reye dan pneumonia.
Terapi:
o Bedak kocok kalamin + mentol.
Eczema Herpeticum
Etiologi : Virus herpes simpleks
Manifestasi klinis:
o Lesi berupa vesikel yang klinis bergerombol pada dasar eritematous, vesikel
berkembang menjadi pustul yang kemudian pecah menjadi ulkus yang ditutupi oleh
krusta berwarna kuning. Lesi dapat terasa nyeri atau gatal.
o Kekambuhan dapat terjadi karena trauma, demam atau sinar matahari, lokasi biasanya
di mulut, genitalia atau tempat lain.
Terapi : Tidak ada yang spesifik.
Impetigo
Etiologi : Streptococcus grup A, stafilokokus (jarang).
Manifestasi klinis:
Tidak terdapat gejala prodromal.
Lesi biasanya terbatas pada kulit.
Dapat terjadi limfadenopati.
Erupsi berupa vesikel yang pecah dengan cepat membentuk erosi purulen, ditutupi
oleh krusta yang keras berwarna seperti madu. Lesi dapat tunggal atau banyak.
o Pada impetigo bulosa, bula yang flaksid dapat dipenuhi oleh pus.
o
o
o
o
Terapi : Antibiotik.
Molluscum Contagiosum
Etiologi : Virus pox
Manifestasi klinis:
o Tidak terdapat gejala prodromal
o Erupsi berupa papul berbentuk kubah dengandiameter 2-10 mm disertai umbilikasi
ditengahnya, warna merah seperti daging dan translusen. Lesi tersebar atau
berkelompok.
o Penyembuhan secara spontan tanpa jaringan parut.
Terapi : Krioterapi, kuretase atau obat keratolitik.
BAB III
KESIMPULAN
Demam dan ruam adalah tanda yang sering ditemui pada anak. Adanya demam dan
ruam bersama-sama pada umumnya sudah dapat membatasi spektrum diagnosis penyakit
yang harus ditegakkan. Spektrum tersebut mencakup infeksi lokal atau sistemik (dengan
serangkaian mikroba penyebab), kelainan yang diperantarai toksin (termasuk yang diduga
berhubungan dengan superantigen bakteri), dan vaskulitides (termasuk hipersensitifitas).
Untuk itu kita wajib mengetahui kriteria yang digunakan dalam melakukan
pendekatan diagnosis adalah mengenal riwayat penyakit, masa prodromal, karakteristik
kelainan kulit, adanya tanda patognomonik serta uji laboratorik demam dengan ruam.
Khususnya demam dengan ruam adalah penyakit eksantema. Dari seluruh gambaran penyakit
eksantema yang hampir mirip satu dengan lainnya, kita dapat membedakan masing-masing
penyakit dengan melihat dari gejala prodromal, karakteristik dan manifestasi klinis yang
khas.
gambaran maculopapular;
papulovesikular.
atau
kelompok
lain
yang
ditandai
dengan
Kelompok Makulopapular
Kelompok Papulovesikuler
Campak
Infeksi virus varisela zoster
Rubella
Variola
Demam skarlatina
Eczema herpeticum
Staphylococcal
scalded
skin
Infeksi virus Coxsakie
syndrome
Impetigo
Staphylococcal toxic shock syndrome
Gigitan serangga
Meningococcemia
Urtikaria papularis
Toxoplasmosis
Erupsi obat
Infeksi virus sitomegali
Molluscum contagiosum
Roseola infantum
Dermatitis herpetiform
Infeksi enterovirus
Dan lain-lain
Mononukleousis infeksiosa
Eritema Toksis
Erupsi obat
Miliaria
Penyakit Kawasaki
Dan lain-lain
gambaran
Campak (measles/rubeola/morbili)
Scarlet Fever
Meningococcemia
Miliaria
Infeksi Varisela-Zoster
Eczema Herpeticum
Impetigo
Molluscum Contagiosum
Daftar Pustaka
1. Rahayu, Tuty. Gambaran Klinis Penyakit Eksantema Akut pada Anak. Sari Pediatri,
Vol. 4, No. 3, Desember 2002: 104 113
2. Tumbelaka AR. Pendekatan diagnostik penyakit eksantema pada anak. Disampaikan
pada Kongres Nasional Ilmu Kesehatan Anak XI, Jakarta, 4-7 juli, 1999.
3. Belazarian L, Lorenzo ME, Pace NC, Sweeney SM, Wiss KM. Exanthematous viral
diseases. Dalam: Wollf K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell
DJ, editor. Fitzpatricks dermatology in general medicine. Edisi ketujuh. Mc-Graw
Hill Medical. New York, 2008; 851-72.
4. Maldonado Y. Measles. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB, editor.
Nelson textbook of pediatrics. Edisi keenam belas. WB Saunders Company.
Philadelphia, 2000; 946-51.