Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

Demam dan ruam adalah tanda yang sering ditemui pada anak. Adanya demam dan
ruam bersama-sama pada umumnya sudah dapat membatasi spektrum diagnosis penyakit
yang harus ditegakkan. Spektrum tersebut mencakup infeksi lokal atau sistemik (dengan
serangkaian mikroba penyebab), kelainan yang diperantarai toksin (termasuk yang diduga
berhubungan dengan superantigen bakteri), dan vaskulitides (termasuk hipersensitifitas).
Kesalahan diagnosis penderita dengan demam dan ruam dapat berakibat besar bagi
pasien, kontak, maupun masyarakat. Meningokoksemia yang salah didiagnosis sebagai
campak dapat berakibat kematian akibat keterlambatan pengobatan. Pasien demam skarlatina
yang salah didiagnosis sebagai rubella seharusnya dapat dicegah supaya tidak mengalami
komplikasi otitis media.
Elemen yang sangat penting untuk menegakkan diagnosis yang akurat mencakup
anamnesis yang detil, observasi sistemik pada penderita anak yang menunjukkan tanda-tanda
toksisitas, dan pemeriksaan fisik menyeluruh. Betapapapun sempurnanya, sering kali
anamnesis dan pemeriksaan fisik tetap mempunyai sensitifitas yang rendah. Dalam kondisi
semacam itu uji laboratorium dapat menunjukkan peran yang penting.
Kulit merupakan salah satu kunci awal untuk mengenali penyakit dengan demam
yang disebabkan oleh berbagai mikroorganisma. Para penyebab infeksi tersebut bisa
menghasilkan beragam lesi di kulit. Lesi yang muncul pada umumnya akan menjadi petanda
penting penegakan diagnosis.
Epidemi campak dan cacar telah terjadi sejak kekaisaran Romawi dan China pada
awal abad masehi. Demam skarlatina dikenali sebagai penyakit tersendiri sejak abad 17.
Cacar air dan rubella baru diidentifikasi di abad ke-18 dan 19. Sebelum masuk ke bagian
sindrom demam dengan ruam maka sebelumnya akan dibahas sedikit mengenai demam.
Para peneliti beranggapan bahwa masalah demam berawal dari suatu hipotesis yang
menyatakan bahwa demam merupakan suatu proses alamiah yang timbul sebagai suatu
stimulus. Ahli dari mesir beranggapan bahwa demam diakibatkan oleh inflamasi lokal.
Billroth (1868) menyuntikkan pus pada binatang untuk membuktikan pendapat tersebut,
ternyata demam yang terjadi sebagai akibat adanya endotoksin, yaitu produk bakteri gramnegatif yang mengkontaminasi bahan suntikan. Pada tahun 1943, Menkin melakukan
penelitian yang sama dan berhasil mengisolasi bahan penyebab demam yang disebut pyrexin.
Hasil percobaanya juga tercemar oleh endotoksin; karena sifatnya yang stabil terhadap
pemanasan maka disebut sebagai endotoxin induced fever. Beeson (1948) menggunakan
teknik antiseptic untuk menghindari endotoksin dan berhasil mengisolasi fever inducing
substance yang berasal dari leukosit pejamu, yang disebut pyrogen endogen. Selanjutnya,

Gery dan Waksman berhasil mengidentifikasi Interleukin -1(IL1) dikenal sebagai sitokin
yang terbukti identik dengan pyrogen endogen.
Demam(Pireksia) adalah keadaan suhu tubuh diatas normal sebagai akibat
peningkatan pusat pengatur suhu di hipotalamus yang dipengaruhi oleh IL-1. Pengaturan
suhu pada keadaan sehat atau demam merupakan keseimbangan antara produksi dan
pelepasan panas. Hipertermia dalah peningkatan suhu tubuh yang tidak diatur, disebabkan
ketidakseimbangan antara produksi dan pembatasan panas. Interleukin 1 pada keadaan ini
tidak terlibat, oleh karena itu pusat pengaturan suhu di hipotalamus berada dalam keadaan
normal.
Pirogen adalah sutau zat yang menyebabkan demam, terdapat dua jenis pyrogen yaitu
pyrogen eksogen dan endogen. Pyrogen eksogen berasal dari luar tubuh dan berkemampuan
untuk merangsang IL1, sedangkan pyrogen endogen berasal dari dalam tubuh dan
mempunyai kemampuan untuk meragsang demam dengan mempengaruhi pusat pengaturan
suhu di hipotalamus. Interleukin 1, tumor necrosis factor (TNF), dan interferon (INF) adalah
pyrogen endogen. Pirogen eksogen biasanya merangsang demam dalam 2 jam setelah
terpapar. Umumnya pyrogen berinteraksi dengan sel fagosit, makrofag atau monosit, untuk
merangsang sintesis IL-1. Mekanisme lai yang mungkin berperan sebagai pyrogen eksogen
(misalnya, endotoksin) bekerja langsung pada hipotalamus untuk mengubah pengatur suhu.
Radiasi, racun DDT, dan racun kalajengking dapat pula menghasilkan demam dengan efek
langsung pada hipotalamus. Pirogenitas bakteri gram negative (misalnya, Escherichi coli,
Salmonela) disebabkan adanya heat stable factor yaitu endotoksin, suatu pyrogen eksogen
yang pertama kali ditemukan. Komponen aktif endotoksin berupa lapisan luar bakteri yaitu
lipopolisakarida. Endotoksin menyebabkan peningkatan suhu yang progresif tergantung dari
dosis (dose related). Endotoksin gram negative tidak selalu merangsang terjadinya demam;
pada bayi dan anak infeksi gram negative akan mengalami hipotermia.
Pirogen utama bakteri Gram-positive (misalnya, Stafilokokus) adalah peptidoglikan
dinding sel. Per unit berat, endotoksin lebih aktif daripada peptidoglikan. Hal ini
menerangkan perbedaan prognosis lebih buruk berhubungan dengan infeksi bakteri Gramnegatif. Mekanisme yang bertanggung jawab terjadinya demam yg disebabkan infeksi
pneumokokus diduga proses imunologik. Penyakit yang melibatkan produksi eksotoksin oleh
basil Gram positif pada umumnya demam yang ditimbulkan tidak begitu tinggi dibandingkan
dengan Gram positif piogenik atau bakteri Gram negative lainya.
Telah diketahui secara klinis bahwa virus menyebabkan demam. Pada tahun 1958,
dibuktikan adanya pyrogen yang beredar dalam serum kelinci yang mengalami demam
setelah disuntik virus influenza. Mekanisme virus memproduksi demam antara lain dengan
cara melakukan invasi langsung ke dalam makrofag, reaksi imunologik terhadap komponen
virus termasuk diantaranya pembentukan antibody, induksi oleh interferon, dan nekrosis sel
akibat virus. Produk jamur baik mati maupun hidup memproduksi pyrogen eksogen yang
akan merangsang terjadinya demam. Demam umumnya timbul ketika mikroba berada dalam
peredaran darah. Anak yang menderita penyakit keganasan (misalnya leukemia) disertai

demam yang berhubungan dengan neutropenia mempunyai risiko tinggi untuk terserang
infeksi jamur invasive.
Fagositosis antigen non-mikrobial kemungkinan sangat bertanggung jawab untuk
terjadinya demam dalam proses transfuse darah dan anemia hemolitik imun. Demam yang
disebabkan oleh reaksi hipersensitif dapat timbul baik sebagai akibat reaksi antigen terhadap
antibody yang beredar, yang tersensitisasi (immune fever) atau oleh antigen yang diaktivasi
sel T untuk memproduksi limfokin, yang sebaliknya akan merangsang monosit dan makrofag
untuk melepas IL-1. Contoh demam yang disebabkan oleh immunologically mediated
daintaranya lupus eritematosus sistemik dan reaksi obat yang berat. Demam yang
berhubungan dengan hipersensitif terhadap penisilin lebih mungkin disebabkan oleh akibat
interaksi kompleks antigen-antibodi dengan leukosit dibandingkan dengan pelepasan IL-1.
Steroid tertentu bersifat pirogenik bagi manusia. Ethiocholanolon dan metabolic
androgen diketahui sebagai perangsang pelepasan IL-1. Ethiocholanolon memproduksi
demam hanya bila disuntikkan secara intramuscular (bukan IV), maka diduga demam
tersebut diakibatkan oleh pelepasan IL-1 oleh jaringan subkutis pada tempat suntikkan.
Macam-macam agen yang infeksius maupun yang non-infeksius dapat menyebabkan
reaksi pada kulit yang berbeda-beda. Dalam mengevaluasi pasien-pasien dengan demam dan
ruam, kita harus mampu membedakan tipe ruam, erupsi yang pertama kali atau bukan, tempat
predileksinya, dan penyebaran ruam-ruam tersebut ke anggota tubuh yang lain. Manifestasi
ruam pada kulit dikategorikan menjadi macula, papula, vesikula, pustula, petekie, dan
purpura.
Seperti bintik merah atau kelainan kulit yang terlihat pada kelompok penyakit
eksantema akut memang biasanya sulit dibedakan secara klinis. Bentuk-bentuk macula,
papula, vesikula, pustula ataupun krusta sering terjadi sendiri-sendiri ataupun bersamaan
tanpa menunjukkan karakteristik khusus yang dapat mengarahkan diagnosis. Namun
demikian tidak sedikit penyakit yang mempunyai gambaran kemerahan pada kulit dengan
pola dan sifat yang sangat khas sehingga saat mudah mendeteksi penyakitnya. Diagnosis
banding penyakit eksantema akut pada dasarnya dapat didekati dengan mengenal beberapa
kriteria antara lain, (1) riwayat penyakit adanya penyakit infeksi serta data imunisasi pasien,
(2) gambaran gejala masa prodromal, (3) gambaran/karakteristik dari rash/ruam, baik lokasi
maupun ola penyebaranya, (4) adanya gejala patognomonik atau ciri tertentu, dan (5) hasil
laboratorium uji diagnostic.
Pada umumnya penyakit-penyakit eksantema akut pada anak memberikan imunitas
seumur hidup pada penderitanya, dengan konsekuensi adanya riwayat penyakit tersebut akan
dapat menyingkirkan penyakit tersebut. Karakteristik serta lama masa prodromal juga
penting. Beberapa penyakit memiliki masa yang cukup panjang (4 hari atau lebih) sebelum
timbulnya kemerahan atau kelainan pada kulit sedang pada pihak lain ada yang sangat
pendek bahkan tidak ada. Karakteristik, distribusi, serta lama timbulnya kemerahan pada kulit
perlu dievaluasi secara rinci. Erupsi atau kelainan kulit yang terjadi dapat bersifat tunggal
atau bergabung satu sama lain, juga lokasinya dapat bersifat sentralisasi atau hanya dibagian
perifer/alat gerak saja. Kelainan kulit bisa berlangsung selama 1-2 minggu atau hanya

beberapa hari saja. Tanda patognomonik selalu merupakan hal yang sangat membantu dalam
penegakkan diagnosis.
Penyakit eksantema merupakan penyakit yang sering ditemukan pada anak terutama
pada awal masa perkembangan seorang anak. Walaupun penyakit eksantema sering
memberikan gambaran klinis yang mirip satu dengan yang lainnya, namun sebenarnya setiap
penyakit eksantema memiliki karakteristik klinis yang khas sehingga kita harus dapat
membedakan satu penyakit eksantema dengan yang lain. Kesalahan diagnosis dapat
berdampak kepada pasien, orang yang kontak dengan pasien, dan masyarakat sekitarnya.
Diagnosis banding penyakit eksantema ditegakkan berdasarkan pada beberapa faktor, antara
lain riwayat penyakit menular dan imunisasi, bentuk gejala prodromal, gambaran erupsi kulit,
adanya gejala patognomonik atau tanda lain, dan uji diagnostik laboratoris.

BAB II
ISI

Penyakit eksantema adalah suatu penyakit yang bermanifestasi sebagai erupsi difus
pada kulit yang berhubungan dengan penyakit sistemik yang biasanya disebabkan oleh
infeksi. Mekanisme terjadinya lesi kulit adalah kerusakan sel akibat invasi organisme
patogen, produksi toksin oleh organisme, dan respons imun pejamu. Pada awal abad ke 20
yaitu pada era pra vaksinasi, klasifikasi penyakit eksantema didasarkan pada urutan kejadian
dalam masa perkembangan anak. Campak (measles/rubeola/morbili) disebut sebagai first
disease, demam skarlet (scarlet fever) sebagai second disease, rubela (German measles)
sebagai third disease, forth disease digambarkan oleh Duke tapi tidak dianggap sebagai
golongan tersendiri karena bermanifestasi seperti demam skarlet dan rubela, eritema
infeksiosa sebagai fifth disease dan roseola infantum sebagai sixth disease. Klasifikasi ini
sekarang tidak digunakan lagi karena telah ditemukan lebih dari 50 organisme (virus, bakteri,
riketsia) penyebab penyakit eksantema pada anak.

Nomenklatur Eksantema Infeksi Klasik


DISEASES

INFECTIOUS AGENTS

First
Second
Third
Fourth
Fifth
Sixth

Rubeola or measles
Streptococcal scarlet fever
Rubella or German measles
Filatov-Dukes disease
Erythema infectiosum ( parvovirus B19 )
Human herpes virus 6 ( roseola )

Sumber :
Lau AS, Uba A, Lehman D. Infectious diseases. Dalam: Rudolph AM, Kamei RK, Overby KJ, editor. Rudolphs fundamentals of pediatrics. Edisi
ketiga. Mc-Graw Hill. New York, 2002; 379-86.
Cherry JD. Cutaneous manifestations of systemic infections. Dalam: Feigin R, Cherry JD, editor. Textbook of pediatric infectious diseases.
Volume 1. Edisi ketiga. WB Saunders Company. Philadelphia, 1992; 755-82.

Penyakit eksantema akut dapat digolongkan dalam 2 kelompok besar, untuk


kepentingan diagnosis. Kelompok ini didasarkan atas gambaran kemerahan / kelainan kulit
yang ada yaitu adanya kemerahan kulit atau bentolan merah dan umumnya ditandai dengan
gambaran maculopapular; atau kelompok lain yang ditandai dengan gambaran
papulovesikular. Secara rinci kelompok penyakit ini terlihat pada table berikut :

Kelompok Makulopapular
Campak
Rubella
Demam skarlatina

Kelompok Papulovesikuler
Infeksi virus varisela zoster
Variola
Eczema herpeticum

Staphylococcal
scalded
skin
syndrome
Staphylococcal toxic shock syndrome
Meningococcemia
Toxoplasmosis
Infeksi virus sitomegali
Roseola infantum
Infeksi enterovirus
Mononukleousis infeksiosa
Eritema Toksis
Erupsi obat
Miliaria
Penyakit Kawasaki
Dan lain-lain

Infeksi virus Coxsakie


Impetigo
Gigitan serangga
Urtikaria papularis
Erupsi obat
Molluscum contagiosum
Dermatitis herpetiform
Dan lain-lain

Diagnosis Banding Penyakit Makulopapular


Seperti telah disebutkan diatas, kriteria yang digunakan dalam melakukan pendekatan
diagnosis adalah mengenal riwayat penyakit, masa prodromal, karakteristik kelainan kulit,
adanya tanda patognomonik serta uji laboratorik

Masa Prodromal
Campak

Rubella

Demam skarlatina

Staphylococcal scalded skin syndrome

Staphylococcal toxic shock syndrome

Timbulnya kelainan kemerahan kulit diawali


oleh demam tinggi 3-4 hari, konjungtivitis,
serta batuk pilek
Pada anak umumnya tidak diawali suatu
masa prodromal yang spesifik. Pembesaran
kelenjar getah bening yang khas jarang
terlihat pada anak. Remaja dan dewasa muda
dapat menunjukkan gejala demam ringan
serta lemas dalam 1-4 hari sebelum
timbulnya kemerahan
Kelainan kulit pada penyakit ini biasanya
timbul dalam 12 jam pertama sesudah
demam, batuk dan muntah. Gejala prodromal
ini dapat berlangsung selama 2 hari.
Demam dan irritabilitas terjadi bersamaan
dengan timbulnya gejala kemerahan pada
kulit sehingga tidak ditemukan gejala
prodromal pada penderita ini
Demam tinggi, nyer kepala, batuk, muntah
serta diare dan renjatan sering mendahului

Menigococcemia dengan atau tanpa


meningitis

Roseola Infantum

Infeksi Enterovirus

Penyakit Kawasaki

Eritema Toksik

Sindrom Gianotti-crosti

Varisela

Rickettsialpox

atau juga terjadi bersamaan dengan keluarnya


kelainan kulit pada penderita
Gejala prodromal pada penyakit sangat
bervariasi, biasanya kemerahan pada kulit
timbul dalam 24 jam pertama. Gejala awal
dapat berupa demam, muntah, kelemahan
umum, gelisah dan kemungkinan adanya
kaku kuduk
Gejala dema tinggi selama 3-4 hari disertai
irritabilitas
biasanya
terjadi
sebelum
timbulnya kemerahan pada kulit penderita
dan diikuti dengan penurunan demam secara
drastis menjadi normal
Gejala demam biasanya tidak tinggi dan
menghilang saat timbulnya kemerahan,
sedang pada infeksi Coxasackie kadangkadang juga terjadi bersamaan dengan
kemerahan
Demam yang tidak spesifik disertai nyeri
tenggorokkan sering mendahului kemerahan
pada penyakit ini selama 2-5 hari. Sering
juga ditemui konjungtivitis bilateral
Erupsi obat serta miliaria dan penyakit non
infeksi lain dengan gambaran maculopapular
biasanya tidak mempunyai gejala prodromal
Biasanya didahului dengan gejala infeksi
saluran nafas atas dan saat ini etiologinya
dihubungkan dengan beberapa jenis virus
antara lain Epstein-Barr
Pada anak sering tidak dijumpai gejala
prodromal pada penderita varisela. Gejala
konstitusional dan eksantema terjadi secara
bersamaan. Pada remaja dan dewasa muda,
kadang-kadang dijumpai masa prodromal 1-2
hari dengan gejala demam, sakit kepala,
lemas dan anoreksia. Herpes simpleks,
herpes zoster, dan vaksinia, biasanya tidak
ditemukan gejala prodromal
Erupsi papulovesikular secara menyeluruh
sering didahului oleh adanya gejala seperti
influenza

Karakteristik Erupsi Kulit / Eksantema


Campak

Rubella

Menigococcemia

Roseola Infantum

Sindrom Gianotti-Crosti

Eksantema yang terjadi biasanya berwarna


coklat kemerahan, timbul pertama kali di
daerah leher, belakang telinga, dan muka,
kemudian meluas ke bawah melibatkan dada,
perut, punggung, dan kemudian ekstremitas.
Eksantema ini akan memenuhi seluruh tubuh
dalam 3 hari. Lesi di muka, dada dan
punggung cenderung bergabung menjadi
kemerahan yang besar tanpa batas yang
tegas. Sedang pada ekstremitas masih terlihat
secara sendiri-sendiri. Eksantema ini akan
memudar pada hari ke 5 atau 6 yang diikuti
terjadinya deskuamasi.
Eksantema pada rubella berwarna merah
muda dan mulai timbul di leher dan muka
dan menyebar ke seluruh tubuh lebih cepat
dari campak, biasanya dalam 24-48 jam
sudah menyeluruh. Kemerahan ini jarang
bergabung sehingga terlihat sebagai bintikbintik merah kecil. Pada hari ke 3 biasanya
eksantema dibagian tubuh mulai memudar
dan tinggal menyisakan bagian ekstremitas
saja, yang kemudian menghilang tanpa
deskuamasi.
Pada penderita ini, eksantema maculopapular
timbul mendahului timbulnya petekie serta
purpura, yang dapat juga terlihat bersamaan.
Tidak dikenal distribusi khusus eksantema
ini.
Penyakit ini sering disebut campak mini
karena tampilanya sangat mirip. Kelainan
kulit pada eksantema subitum bersifat diskrit
maculopapular berwarna merah tua dan
biasanya timbul didaerah dada pada awalnya
yang kemudian menyebar ke muka dan
ekstremitas. Dalam 2 hari gambaran ini akan
menghilang dengan didahului memudarnya
warna dalam beberapa jam sesudah timbul.
Beda utama dengan campak adalah tiadanya
bercak koplik. Biasanya menyerang bayi dan
anak usia 1-2 tahun.
Eksantema yang timbul berupa papula
berukuran 1-5 mm terbatas pada daerah pipi,

Infeksi Enterovirus

Penyakit Kawasaki

Erupsi Obat dan Eritema Toksik

Miliaria

Varisela

Herpes Zoster

daerah ekstensor dan pantat. Kelainan ini


bisa menetap sampai 3 bulan.
Karakteristik eksantema pada infeksi virus
Echo dan Coxsackie mirip dengan gambaran
rubella. Biasanya bersifat maculopapular,
diskrit, tidak gatal dan menyeluruh. Tidak
terjadi deskuamasi saat menghilang. Infeksi
virus echovirus-9 juga sering menimbulkan
erupsi berupa petekie yang membuatnya sulit
dibedakan dengan infeksi Meningococcus.
Lokasi spesifik sering ditemui pada infeksi
virus Coxsackie tipe enterovirus yang dikenal
sebagai penyakit tangan-kaki dan mulut yaitu
dimulai dengan vesikel dimulut yang
membesar menjadi luka, serta timbulnya
eksantema di tangan, kaki dan perineum
Pada penyakit ini eksantema yang terjadi
bersifat generalisata dan maculopapular.
Telapak tangan dan kaki membengkak merah
dan menghilang dalam beberapa hari sampai
minggu. Bibir, mulut, lidah sering mongering
dan merah serta ditemui juga konjungtivitis
non purulent.
Kelainan ini sering ditandai dengan
eksantema
yang
tampilanya
dapat
menyerupai
penyakit-penyakit
lainya,
sehingga ditinjau dari tampilanya sering sulit
dibedakan.
Eksantema berupa bintik-bintik kecil
kemerahan sering ditemui terutama didaerah
fleksor. Biasanya tidak menyeluruh dan tidak
ada
deskuamasi.
Purpura
Hennoch
Schonlein, juga sering menunjukkan
karakteristik lesi yang spesifik dimulai
seperti urtikaria di pantat yang menyebar ke
kaki.
Eksantema pada varisela ditandai dengan
beberapa karakteristik yaitu (1) evolusi cepat
dari bentuk macula-papula-vesikula-dan
krusta
Lesi herpes zoster bersifat unilateral dan
terdistribusi sesuai garis persyarafan yang
terkena. Biasanya vesikel akan berkelompok
dan cenderung bergabung menjadi satu.

Impetigo

Gigitan Serangga dan Urtikaria

Eksantema pada impetigo biasanya dimulai


dengan bentuk vesikel yang secara cepat
bergabung dan pecah menjadi krusta. Tempat
tersering adalah di daerah nasolabialis dan
daerah lain yang sering digaruk. Selaput
mukosa biasanya tidak terkena.
Biasanya tidak ada gambaran khusus dan
tidak melibatkan daerah kulit kepala dan
selaput mukosa.

Tanda Patognomonik
Campak

Rubella

Demam Skarlatina

Bercak koplik merupakan tanda khas bagi


campak bila dapat ditemukan, sedang
campak atipik biasanya dihubungkan dengan
gambaran radiologis berupa pneumonia dan
atau efusi pleura
Adanya pembesaran kelenjar getah bening
khususnya pada daerah belakang telinga dan
oksipital sangat menunjang diagnosis
rubella, walaupun keadaan ini juga dapat
ditemui di penyakit lain.
Lidah berwarna merah strawberry serta
tonsillitis eksudativa atau membranosa
sangat spesifik untuk menegakkan diagnosis
penyakit ini.

Hasil Uji Laboratorium


Campak

Rubella

Demam Skarlatina

Peningkatan kadar/titer antibody pada uji HI


(hemagglutinasi-inhibisi) sebanyak 4 kali
sangat menyokong diagnosis campak,
disamping
adanya
leukopenia
pada
pemeriksaan darah tepi.
Penemuan virus pada isolasi usap tenggorok
serta peningkatan kadar antibody membantu
penegakkan diagnosis rubella. Gambaran
darah tepi biasanya normal atau sedikit
leukopenia.
Menemukan Streptokokus hemolitikus grup
A pada biakan usap tenggorok memastikan

Menigococcemia

Roseola Infantum

Infeksi Virus Coxsackie

Mononukleosis Infeksiosa

Varisela

diagnosis dan juga terjadi peningkatan kadar


titer antistreptolisin-O
Kuman penyebab penyakit ini dapat
ditemukan melalui pemeriksaan dengan
pewarnaan Gram pada darah, cairan
serebrospinalis
Belum ada pemeriksaan laboratorium untuk
menunjang penyakit ini. Gambaran darah
tepi biasanya menunjukkan leukopenia saat
timbul eksantema
Virus Echo dan Coxsackie dapat ditelusuri
melalui isolasi terhadap virus di feses, usap
tenggorok, dan cairan serebrospinalis.
Konfirmasi diagnosis dengan peningkatan
antibody netralisasi
Sediaan apus darah dapat menunjukkan
adanya limfosit abnormal, serta pemeriksaan
imunologis lainya juga dapat membantu
Deteksi antibody spesifik terhadap varisela
dapat dilakukan dengan menggunakan
metode FAMA, ELISA, atau aglutinasi lateks

Campak (measles/rubeola/morbili)
Etiologi : Morbillivirus (fam. Paramixoviridae)
Masa inkubasi : 14 21 hari.
Masa penularan : 2 hari sebelum gejala prodromal sampai 4 hari timbulnya erupsi. Cara
penularan melalui droplet.
Manifestasi klinis:
o Masa prodromal antara 2-4 hari ditandai dengan demam 38,4 40,6C, koriza,
batuk, konjungtivitis, bercak Koplik.
o Bercak Koplik timbul 2 hari sebelum dan sesudah erupsi kulit, terletak pada
mukosa bukal posterior berhadapan dengan geraham bawah, berupa papul
warna putih atau abu-abu kebiruan di atas dasar bergranulasi atau eritematosa.
o Demam sangat tinggi di saat ruam merata dan menurun dengan cepat setelah
2-3 hari timbulnya eksantema.
o Dapat disertai adanya adenopati generalisata dan splenomegali.
o Eksantema timbul pada hari ke 3-4 masa prodromal, memudar setelah 3 hari
dan menghilang setelah 6-7 hari.

o Erupsi dimulai dari belakang telinga dan perbatasan rambut kepala kemudian
menyebar secara sentrifugal sampai ke seluruh badan pada hari ke- 3
eksantema.
o Eksantema berupa papul eritematosa berbatas jelas dan kemudian
berkonfluensi menjadi bercak yang lebih besar, tidak gatal dan kadang disertai
purpura.
o Bercak menghilang disertai dengan hiperpigmentasi kecoklatan dan
deskuamasi ringan yang menghilang setelah 7-10 hari.
o Black measles merupakan keadaan yang berat dari campak, terdapat demam
dan delirium diikuti penekanan fungsi pernafasan dan erupsi hemoragik yang
luas.
Diagnosis:
o Manifestasi klinis, tanda patognomonik bercak Koplik
o Isolasi virus dari darah, urin, atau sekret nasofaring
o Pemeriksaan serologis: titer antibodi 2 minggu setelah timbulnya penyakit
Komplikasi:
Otitis media, mastoiditis,
panenchephalitis (SSPE).

pneumonia,

ensefalomielitis,

subacute

Terapi:
Suportif, pemberian vitamin A 2 x 200.000 IU dengan interval 24 jam.

sclerosing

Pencegahan:
Vaksinasi bersama rubela dan mumps (MMR) pada usia 15 - 18 bulan dan ulangan pada usia
10-12 tahun atau 12-18 tahun.

Campak Atipik
Etiologi : imunisasi oleh vaksin virus campak yang telah dimatikan.
Patogenesis : delayed hypersensitivity terhadap antigen virus.
Manifestasi klinis:
Demam tinggi, nyeri kepala, nyeri otot dan nyeri perut yang disertai pneu monitis.
Erupsi kulit tidak seperti campak yaitu berupa urtikaria, makulopapular, petekie, purpurik dan
kadang vesikular dengan predileksi pada ekstremitas. Dapat terjadi edema pada lengan dan
kaki serta hiperestesi pada kulit. Bentuk dan distribusi dari eksantema menyerupai rocky
mountain spotted fever.
Terapi: Simtomatik.
Pencegahan: Imunisasi oleh vaksin virus campak hidup yang dilemahkan.

Rubela (German Measles).1-3,6,8-10


Etiologi : Rubivirus (fam. Togaviridae), virus RNA.

Masa inkubasi : 14 21 hari


Masa penularan:
Sejak akhir masa inkubasi sampai 5 hari setelah timbulnya ruam. Cara penularan melalui
droplet.
Manifestasi klinis :
o Masa prodromal 1-5 hari ditandai dengan demam subfebris, malaise, anoreksia,
konjungtivitis ringan, koriza, nyeri tenggorokan, batuk dan limfdenopati. Gejala cepat
menurun setelah hari pertama timbulnya ruam.
o Demam berkisar 380C 38,70C. Biasanya timbul dan menghilang bersamaan dengan
ruam kulit.
o Enantema pada rubela (Forschheimer spots) ditemukan pada periode prodrodromal
sampai satu hari setelah timbulnya ruam, berupa bercak pinpoint atau lebih besar,
warna merah muda, tampak pada palatum mole sampai uvula. Bercak Forsch heimer
bukan tanda patognomonik.
o Terdapat limfadenopati generalisata tapi lebih sering pada nodus limfatikus
suboksipital, retroaurikular atau suboksipital.
o Eksantema berupa makulopapular, eritematosa, diskret. Pertama kali ruam tampak di
muka dan menyebar ke bawah dengan cepat (leher,badan, dan ekstremitas) Ruam
pada akhir hari pertama mulai merata di badan kemudian pada hari ke dua ruam di
muka mulai menghilang, dan pada hari ke tiga ruam tampak lebih jelas di ekstremitas
sedangkan di tempat lain mulai menghilang.
Diagnosis:
o Manifestasi klinis yaitu prodromal ringan, ruam menghilang dalam 3 hari,
limfadenopati retroaurikular dan suboksipital.
o Isolasi virus, virus ditemukan pada faring 7 hari sebelum dan 14 hari sesudah
timbulnya ruam.
o Serologis dapat dideteksi mulai hari ke tiga timbulnya ruam.
Komplikasi: Jarang pada anak. Komplikasi dapat berupa artritis, purpura dan ensefalitis.
Terapi: simptomatik
Pencegahan: vaksinasi MMR

Scarlet Fever (Scarlatina)


Etiologi : Streptococcus beta hemolyticus grup A
Masa inkubasi : 1 7 hari, rata-rata 3 hari
Cara penularan: Melalui droplets dari pasien yang ter infeksi atau karier.
Fokus infeksi : Faring dan tonsil, jarang pada luka operasi atau lesi kulit.
Manifestasi klinis :
o Gejala prodromal berupa demam panas, nyeri tenggorokan, muntah, nyeri kepala,
malaise dan menggigil. Dalam 12 24 jam timbul ruam yang khas.
o Tonsil membesar dan eritem, pada palatum dan uvula terdapat eksudat putih keabuabuan.
o Pada lidah didapatkan eritema dan edema sehingga memberikan gambaran strawberry
tongue (tanda patognomonik).
o Ruam berupa erupsi punctiform, berwarna merah yang menjadi pucat bila ditekan.
Timbul pertama kali di leher, dada dan daerah fleksor dan menyebar ke seluruh badan
dalam 24 jam. Erupsi tampak jelas dan menonjol di daerah leher, aksila, inguinal dan
lipatan poplitea.
o Pada dahi dan pipi tampak merah dan halus, tapi didaerah sekitar mulut sangat pucat
(circumoral pallor).
o Beberapa hari kemudian kemerahan di kulit menghilang dan kulit tampak sandpaper
yang kemudian menjadi deskwamasi setelah hari ketiga.
o Deskuamasi berbeda dengan campak karena lokasinya di lengan dan kaki.
Deskuamasi kemudian akan mengelupas dalam minggu 1-6.

Diagnosis:
Manifestasi klinis
o Kultur positif dari sekret nasofaring
o Serologis; peningkatan kadar anti streptolisin O (ASTO).
Komplikasi:
Abses tonsil, otitis media, bronko pneumonia, dan jarang menjadi mastoiditis, osteomielitis
atau septikemia. Komplikasi lanjut adalah demam rematik dan glomerulonefritis akut.

Terapi:
o Penisilin per oral/IV, eritromisin atau sefalosporin yang diberikan sedini mungkin.
o Suportif.

Stapylococcal Scalded Skin Syndrome (SSSS)

Etiologi : Staphyllo-coccus aureus (menghasilkan toksin eksfoliatif ).


Fokus infeksi : Faringitis purulen, rinitis, konjungtivitis, luka atau infeksi umbilikal pada
neonatus.
Manifestasi klinis:
Gejala prodromal berupa demam dan iritabel.
o Ruam berupa makula eritem tampak pertama kali di sekitar mulut dan hidung. Kulit
tampak halus yang kemudian menyebar generalisata dan kemudian tampak seperti
"sandpaper".
o Lesi terutama pada daerah fleksor, terutama lipat paha, aksila dan leher.
o Setelah 1-2 hari kulit menjadi berkerut dan dapat terjadi bula, mudah mengelupas
(Nikolskys sign), kulit nyeri bila disentuh. Selanjutnya 2-3 hari permukaan kulit
menjadi kering dan berkrusta.
o Penyembuhan terjadi setelah 10-14 hari.
Diagnosis : Kultur dari kulit dan cairan bula.
Komplikasi : Sepsis dan endokarditis bakterialis.
Terapi :
o Suportif, mencegah sepsis, balans cairan dan elektrolit.
o Antibiotik resisten penisilinase.
o Kortikosteroid merupakan kontraindikasi mutlak karena dapat meningkatkan angka
morbiditas dan mortalitas.
o Krim emolien dapat mengurangi rasa nyeri pada kulit yang terkelupas.

Meningococcemia
Etiologi : Neisseria meningitidis (kuman Gram negatif )
Masa inkubasi : 2-10 hari
Manifestasi klinis:

Infeksi nasofaring ringan


Bakteriemia tanpa sepsis
Meningokoksemia fulminan tanpa meningitis
Meningitis dengan/tanpa meningokoksemia
Meningokoksemia kronik
o Masa prodromal berupa nyeri tenggorokan, 2-8 jam kemudian diikuti dengan
demam tinggi, nausea dan diare.
o Ruam berupa petekie pada kulit, jarang di membran mukosa. Berwarna merah,
papula/ makula terdapat pada ekstremitas dan badan.

Diagnosis:
Pewarnaan Gram dan kultur dari darah, lesi kulit dan cairan serebrospinal.
Diagnosis banding:
Bakteriemia akut, endokarditis, demam rematik, purpura Henoch Schonlein, campak atipik
dan rocky mountain spotted fever.
Terapi:
o Inisial terapi dengan antibiotik ampisilin dan kloramfenikol atau sefalosporin generasi
ketiga. Setelah hasil kultur positif maka diberikan penisilin G 250.000 300.000
U/kg/hari dibagi dalam 6 kali pemberian selama 7-10 hari. Jika alergi terhadap
penisilin, diberikan kloram fenikol 100 mg/kg/hari (maksimal 4 gram/hari).
o Suportif, mencegah komplikasi

Eritema Infeksiosum (Fifth Disease).1,3,4,6


Etiologi : Parvovirus humanus B 19
Cara penularan : Melalui alat rumah tangga dan droplet
Masa inkubasi : 5-16 hari (rata-rata 8 hari).
Manifestasi klinis:
o Tidak terdapat gejala prodromal yang khas, seringkali timbulnya ruam merupakan
gejala awal dari penyakit.
o Karakteristik ruam terbagi dalam tiga stadium ;
o Eksantema pada pipi berupa papuleritema tosa yang menjadi pucat pada
penekanan, dikelilingi daerah pucat. Lesi kemudian meluas dan memberikan
gambaran "slappedcheek". Kulit pada lesi terasa hangat dan bertahan sampai
4-5 hari.
o dimulai 1-4 hari timbulnya bercak pada wajah, timbul makula/papula/urtika
eritematosa terutama pada ekstensor ekstremitas dan menyebar dan kebokong
badan, lesi berkonfluensi dan terjadi penyembuhan yang ireguler sehingga
memberikan gambaran retikuler/ anyaman.
o Pada stadium ini eksantema berlangsung selama 1-6 minggu dan ditandai
dengan eksantema yang hilang timbul.
Diagnosis:
Berdasarkan manifestasi klinis dan uji serologis.
Diagnosis banding:
Scarlet fever, rubela, roseola, infeksi enterovirus, SLE, ARJ, demam rematik dan erupsi obat.

Komplikasi:
Artritis akut pada dewasa, krisis aplastik pada penderita anemia hemolitik herediter,
trombositopeni dan hidrops fetalis/IUFD bila terinfeksi selama hamil.
Terapi:
Simptomatis

Roseola Infantum (Exanthem Subitum)


Etiologi : Human herpes virus tipe 6 (HHV 6)
Masa inkubasi : Sulit ditentukan karena kontak tidak diketahui.
Manifestasi klinis:
o Perjalanan penyakit dimulai dengan demam tinggi mendadak mencapai 40-40,60C,
anak tampak iritabel, anoreksia, biasanya terdapat koriza, konjungtivitis dan batuk.
Demam menetap 3-5 hari dan menurun secara mendadak ke suhu normal disertai
timbulnya ruam.
o Ruam tampak pertama kali di punggung dan menyebar ke leher, ekstremitas atas
muka, dan ektremitas bawah.
o Ruam berwarna merah muda, makulopapular, diskret, jarang koalesen sehingga mirip
dengan lesi rubela.
o Lamanya timbul erupsi 1-2 hari, kadang dapat hilang dalam beberapa jam. Ruam
hilang tidak meninggalkan bekas berupa pigmentasi atau deskuamasi.
Diagnosis:
Manifestasi klinis penurunan hitung leukosit.
Terapi:
Simptomatis.

Miliaria
Etiologi : Sumbatan kelenjar keringat.
Manifestasi klinis:
o Dapat berupa miliaria kristalina dan miliaria rubra.Miliaria kristalina tanpa disertai
dengan peradangan, sedangkan miliaria rubra disertai dengan peradangan dan lesi
biasanya terlokalisir pada tempat oklusi atau daerah fleksor dimana kulit kemudian
menjadi maserasi dan terlepas.
Terapi : Pendinginan dan pengaturan suhu lingkungan.

Infeksi Varisela-Zoster
Etiologi : Varicella zoster.
Masa inkubasi : 14-27 hari
Masa penularan : 2 hari sebelum dan 5 hari sesudah erupsi.
Manifestasi klinis:
o Masa prodromal 2-3 hari ditandai dengan demam, malaise, batuk, koriza dan nyeri
tenggorokan serta gatal. Eksantema berawal dari lesi makulopapular yang kemudian
menjadi vesikel berbentuk teardrop dan 2 hari kemudian menjadi pustul dan krusta.
Penyembuhan total terjadi selama 16 hari.
Diagnosis:
o Manifestasi klinis
o Isolasi virus dari cairan vesikel
o Tes serologis.
Komplikasi:
Infeksi sekunder oleh bakteri, ensefalitis, sindrom Reye dan pneumonia.
Terapi:
o Bedak kocok kalamin + mentol.

o Antibiotik bila terdapat tanda infeksi.


o Asiklovir (atas indikasi)
Hand-Foot-Mouth Disease (HFMD)
Etiologi : Coxsackievirus A 16.
Cara penularan : droplets
Masa inkubasi : 4-6 hari.
Manifestasi klinis :
o Masa prodromal ditandai dengan panas subfebris, anoreksia, malaise dan nyeri
tenggorokan yang timbul 1-2 hari sebelum timbul enantem. Eksantem timbul lebih
cepat dari pada enantem. Enantem adalah manifestasi yang paling sering pada HFMD.
Lesi dimulai dengan vesikel yang cepat menjadi ulkus dengan dasar eritem,ukuran 4-8
mm yang kemudian menjadi krusta, terdapat pada mukosa bukal dan lidah serta dapat
menyebar sampai palatum uvula dan pilar anterior tonsil. Eksantema tampak sebagai
vesiko pustul berwarna putih keabu-abu an, berukuran 3-7 mm terdapat pada lengan
dan kaki termasuk telapak tangan dan telapak kaki, pada permukaan dorsal atau
lateral, pada anak sering juga terdapat di bokong. Lesi dapat berulang beberapa
minggu setelah infeksi, jarang menjadi bula dan biasanya asimptomatik, dapat terjadi
rasa gatal atau nyeri pada lesi. Lesi menghilang tanpa bekas.
Diagnosis::
Manifestasi klinis dan isolasi virus dengan preparat Tzank.
Diagnosis banding: Varisela, herpes.
Terapi: Simptomatis.

Eczema Herpeticum
Etiologi : Virus herpes simpleks
Manifestasi klinis:
o Lesi berupa vesikel yang klinis bergerombol pada dasar eritematous, vesikel
berkembang menjadi pustul yang kemudian pecah menjadi ulkus yang ditutupi oleh
krusta berwarna kuning. Lesi dapat terasa nyeri atau gatal.
o Kekambuhan dapat terjadi karena trauma, demam atau sinar matahari, lokasi biasanya
di mulut, genitalia atau tempat lain.
Terapi : Tidak ada yang spesifik.

Impetigo
Etiologi : Streptococcus grup A, stafilokokus (jarang).
Manifestasi klinis:
Tidak terdapat gejala prodromal.
Lesi biasanya terbatas pada kulit.
Dapat terjadi limfadenopati.
Erupsi berupa vesikel yang pecah dengan cepat membentuk erosi purulen, ditutupi
oleh krusta yang keras berwarna seperti madu. Lesi dapat tunggal atau banyak.
o Pada impetigo bulosa, bula yang flaksid dapat dipenuhi oleh pus.
o
o
o
o

Terapi : Antibiotik.

Molluscum Contagiosum
Etiologi : Virus pox
Manifestasi klinis:
o Tidak terdapat gejala prodromal
o Erupsi berupa papul berbentuk kubah dengandiameter 2-10 mm disertai umbilikasi
ditengahnya, warna merah seperti daging dan translusen. Lesi tersebar atau
berkelompok.
o Penyembuhan secara spontan tanpa jaringan parut.
Terapi : Krioterapi, kuretase atau obat keratolitik.

BAB III
KESIMPULAN

Demam dan ruam adalah tanda yang sering ditemui pada anak. Adanya demam dan
ruam bersama-sama pada umumnya sudah dapat membatasi spektrum diagnosis penyakit
yang harus ditegakkan. Spektrum tersebut mencakup infeksi lokal atau sistemik (dengan
serangkaian mikroba penyebab), kelainan yang diperantarai toksin (termasuk yang diduga
berhubungan dengan superantigen bakteri), dan vaskulitides (termasuk hipersensitifitas).

Untuk itu kita wajib mengetahui kriteria yang digunakan dalam melakukan
pendekatan diagnosis adalah mengenal riwayat penyakit, masa prodromal, karakteristik
kelainan kulit, adanya tanda patognomonik serta uji laboratorik demam dengan ruam.
Khususnya demam dengan ruam adalah penyakit eksantema. Dari seluruh gambaran penyakit
eksantema yang hampir mirip satu dengan lainnya, kita dapat membedakan masing-masing
penyakit dengan melihat dari gejala prodromal, karakteristik dan manifestasi klinis yang
khas.

Penyakit eksantema akut dapat digolongkan dalam 2 kelompok besar, untuk


kepentingan diagnosis. Kelompok ini didasarkan atas gambaran kemerahan / kelainan kulit
yang ada yaitu adanya kemerahan kulit atau bentolan merah dan umumnya ditandai dengan

gambaran maculopapular;
papulovesikular.

atau

kelompok

lain

yang

ditandai

dengan

Kelompok Makulopapular
Kelompok Papulovesikuler
Campak
Infeksi virus varisela zoster
Rubella
Variola
Demam skarlatina
Eczema herpeticum
Staphylococcal
scalded
skin
Infeksi virus Coxsakie
syndrome
Impetigo
Staphylococcal toxic shock syndrome
Gigitan serangga
Meningococcemia
Urtikaria papularis
Toxoplasmosis
Erupsi obat
Infeksi virus sitomegali
Molluscum contagiosum
Roseola infantum
Dermatitis herpetiform
Infeksi enterovirus
Dan lain-lain
Mononukleousis infeksiosa
Eritema Toksis
Erupsi obat
Miliaria
Penyakit Kawasaki
Dan lain-lain

gambaran

Campak (measles/rubeola/morbili)

Rubella (German Measles)

Scarlet Fever

Stapylococcal Scalded Skin Syndrome (SSSS)

Meningococcemia

Eritema Infeksiosum (Fifth Disease)

Roseola Infantum (Exanthem Subitum)

Miliaria

Infeksi Varisela-Zoster

Hand-Foot-Mouth Disease (HFMD)

Eczema Herpeticum

Impetigo

Molluscum Contagiosum

Daftar Pustaka

1. Rahayu, Tuty. Gambaran Klinis Penyakit Eksantema Akut pada Anak. Sari Pediatri,
Vol. 4, No. 3, Desember 2002: 104 113
2. Tumbelaka AR. Pendekatan diagnostik penyakit eksantema pada anak. Disampaikan
pada Kongres Nasional Ilmu Kesehatan Anak XI, Jakarta, 4-7 juli, 1999.
3. Belazarian L, Lorenzo ME, Pace NC, Sweeney SM, Wiss KM. Exanthematous viral
diseases. Dalam: Wollf K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell
DJ, editor. Fitzpatricks dermatology in general medicine. Edisi ketujuh. Mc-Graw
Hill Medical. New York, 2008; 851-72.
4. Maldonado Y. Measles. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB, editor.
Nelson textbook of pediatrics. Edisi keenam belas. WB Saunders Company.
Philadelphia, 2000; 946-51.

Anda mungkin juga menyukai