Anda di halaman 1dari 13

PERATURAN UNDANG UNDANG KEFARMASIAN

Kode Etik Profesi

Disusun Oleh
Farah Gusrani Tambunan
2015001281
Kelas A

PROGRAM APOTEKER FAKULTAS FARMASI


UNIVERSITAS PANCASILA
2016

PENDAHULUAN

A. Pengertian Etika
Etika dalam bahasa Yunani kuno : "ethikos", berarti "timbul dari
kebiasaan" adalah sebuah sesuatu dimana dan bagaimana cabang utama
filsafat yang mempelajari nilai atau kualitas yang menjadi studi mengenai standar
dan penilaian moral. Etika mencakup analisis dan penerapan konsep seperti benar,
salah, baik, buruk dan tanggung jawab.
St. John of Damascus (abad ke-7 Masehi) menempatkan etika di dalam kajian
filsafat praktis (practical philosophy).
Etika dimulai bila manusia merefleksikan unsur-unsur etis dalam
pendapat-pendapat spontan kita. Kebutuhan akan refleksi itu akan kita rasakan,
antara lain karena pendapat etis kita tidak jarang berbeda dengan pendapat orang
lain. Untuk itulah diperlukan etika, yaitu untuk mencari tahu apa yang seharusnya
dilakukan oleh manusia.
Secara metodologis, tidak setiap hal menilai perbuatan dapat dikatakan
sebagai etika. Etika memerlukan sikap kritis, metodis, dan sistematis dalam
melakukan refleksi. Karena itulah etika merupakan suatu ilmu. Sebagai suatu
ilmu, objek dari etika adalah tingkah laku manusia. Akan tetapi berbeda dengan
ilmu-ilmu lain yang meneliti juga tingkah laku manusia, etika memiliki sudut
pandang normatif. Maksudnya etika melihat dari sudut baik dan buruk terhadap
perbuatan manusia.
B. Kode Etik Profesi
Kode yaitu tanda-tanda atau simbol-simbol yang berupa kata-kata, tulisan
ataubenda yang disepakati untuk maksud-maksud tertentu, misalnya untuk menjamin
suatuberita, keputusan atau suatu kesepakatan suatu organisasi. Kode juga dapat
berartikumpulan peraturan yang sistematis.

Kode etik yaitu norma atau azas yang diterima oleh suatu kelompok
tertentusebagai landasan tingkah laku sehari-hari di masyarakat maupun di tempat
kerja. Kode etik:susunan moral yang normatif yang disebut etika/susila yang dirumuskan.
C. Tujuan Kode Etik Profesi:
1. Untuk menjunjung tinggi martabat profesi.
2. Untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggota.
3. Untuk meningkatkan pengabdian para anggota profesi.
4. Untuk meningkatkan mutu profesi.
5. Untuk meningkatkan mutu organisasi profesi.
6. Meningkatkan layanan di atas keuntungan pribadi.
7. Mempunyai organisasi profesional yang kuat dan terjalin erat.
8. Menentukan baku standarnya sendiri.
D. Sanksi Sanksi Pelanggaran Etika Profesi Apoteker
Jenis pelanggaran apotek dapat dikategorikan dalam dua macam, berdasarkan
berat dan ringannya pelanggaran tersebut.
Kegiatan yang termasuk pelanggaran berat apotek meliputi :
1. Melakukan kegiatan tanpa ada tenaga teknis farmasi. Kegaiatan ini menurut
perundangan yang berlaku tidak boleh terjadi dan dilakukan. Karena komoditi
dari sebuah apotek, salah satunya adalah obat, dimana obat ini dalam
peredarannya di atur dalam perundangan yang berlaku.
2. Terlibat dalam penyaluran atau penyimpangan obat palsu atau gelap. Peredaran
gelap yang dimaksud adalah golongan obat dari Narkotika dan Psikotropika.
3. Pindah alamat apotek tanpa izin. Dalam pengajuan untuk mendapatkan izin
apotek, telah dicantumkan denah dan lokasi apotek.
4. Menjual narkotika tanpa resep dokter. Ini adalah pelanggaran yang jarang
terjadi. Para tenaga teknis farmasi di apotek, biasanya sudah mengetahui apa
yang harus mereka perbuat, ketika mengahadapi resep dengan komposisi salah
satunya obat narkotika.
5. Kerjasama dengan Pedagang Besar Farmasi (PBF) dalam menyalurkan obat
kepada pihak yang tidak berhak dalam jumlah besar. Selain dari merusak pasar,
kegaiatan seperti ini akan mengacaukan sistem peredaran obat baik di apotek,

distrbutor, maupun pabrik. Akibat yang mungkin ditimbulkan adalah kesulitan


konsumen untuk memilih obat mana yang baik dan benar karena banyaknya
obat yang beredar.
6. Tidak menunjuk Apoteker Pendamping atau Apoteker Pengganti pada waktu
Apoteker Pengelelola Apotek (APA) keluar daerah
Kegiatan yang termasuk pelanggaran ringan apotek meliputi :
1. Tidak menunjuk Apoteker Pendamping pada waktu Apoteker Pengelelola
Apotek (APA) tidak bisa hadir pada jam buka apotek.
2. Mengubah denah apotek tanpa izin. Tidak ada pemberitahuan kepada suku
dinas kesehatan setempat.
3. Menjual obat daftar G kepada yang tidak berhak. Obat dengan daftar G yang
dimaksud adalah daftar obat keras.
4. Melayani resep yang tidak jelas dokternya. Nama, Surat Izin Kerja (SIK) dan
alamat praktek dokter yang tidak terlihat jelas di bagian kepala resep. Jika
resep semacam ini dilayani, maka ini termasuk suatu tindakan pelanggaran.
5. Menyimpan obat rusak, tidak mempunyai penandaan atau belum dimusnahkan.
Termasuk obat yang di kategorikan expired date atau daluarsa. Obat-obatan
diatas tidak berhak sebuah apotek menyimpan dan mendistribusikannya ke
pasien.
6. Obat dalam kartu stok tidak sesuai dengan jumlah yang ada. Pelanggaran
administratif ini sering kali terjadi di sebuah apotek dengan sistim manual.
Sistim komputerisasi adalah solusi terbaik untuk mengatisipasi hal ini.
7. Salinan resep yang tidak ditandatangani oleh Apoteker. Sebagai penanggung
jawab teknis, apoteker wajib menandatangani salinan resep dari resep asli,
untuk dapat memonitor sejauh mana pemakaian dan obat apa saja yang
dimasukkan dalam salinan resep.
8. Melayani salinan resep narkotika dari apotek lain. Dalam peraturan narkotika,
resep yang berasal dari apotek lain dengan permintaan sejumlah obat narkotika
kepada apotek yang kita pimpin adalah boleh dilakukan. Syarat yang harus

dipenuhinya adalah berupa surat keterangan dari apoteker pengelola apotek


tersebut bahwa akan mempergunakan obat narkotika untuk keperluan stok dan
resep serta sifatnya adalah cito atau butuh cepat.
9. Lemari narkotika tidak memenuhi syarat. Penyimpanan narkotika yang diatur
dalam Undang-Undang no 5 tahun 2009, adalah dengan menyimpan sediaan
dalam lemari terkunci, terpisah dengan obat keras lainnya, dst. Lihat disini
untuk lengkapnya.
10. Resep narkotika tidak dipisahkan. Prosedur standar yang harus beberapa
apotek dan tenaga kefarmasian sudah ketahui. Salah satu kegunaan pemisahaan
resep obat ini adalah mempermudah kita dalam membuat Laporan Narkotika.
11. Buku narkotika tidak diisi atau tidak bisa dilihat atau diperiksa. Hal teknis
seperti sudah harus dapat dihindari dan diperbaiki. Karena jika hal ini terjadi,
maka akan mempersulit administrasi dari apotek tersebut dalam pengelolaan
apotek.
12. Tidak mempunyai atau mengisi kartu stok hingga tidak dapat diketahui
dengan jelas asal usul obat tersebut.
Setiap pelanggaran apotek terhadap ketentuan yang berlaku dapat
dikenakan sanksi, baik sanksi administratif maupun sanksi pidana. Sanksi
administratif yang diberikan menurut keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1332/
MENKES/ SK/ X/ 2002 dan Permenkes No. 922/ MENKES/ PER/ X/ 1993
adalah :
a. Peringatan secara tertulis kepada APA secara tiga kali berturut-turut dengan
tenggang waktu masing masing dua bulan.
b. Pembekuan izin apotek untuk jangka waktu selama lamanya enam bulan
sejak dikeluarkannya penetapan pembekuan izin apotek. Keputusan pencabutan
SIA disampaikan langsung oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota
dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi dan Menteri
Kesehatan RI di Jakarta.
c. Pembekuan izin apotek tersebut dapat dicairkan kembali apabila apotek tersebut
dapat membuktikan bahwa seluruh persyaratan yang ditentukan dalam

keputusan Menteri Kesehatan RI dan Permenkes tersebut telah dipenuhi.


Sanksi pidana berupa denda maupun hukuman penjara diberikan bila terdapat
pelanggaran terhadap :
a.Undang-

Undang

Obat

Keras

(St.

1937

No.

541).

b.Undang-Undang

No.

23

Tahun

1992

tentang

Kesehatan.

c.Undang-Undang

No.

22

Tahun

1997

tentang

Narkotika.

d.Undang-Undang No. 5 tahun 1997 tentang Psikotropika.

KASUS & PENYELESIAN

Apotek letaknya sangat strategis berada di tengah kota, buka pelayanan


tiap hari jam 16.00 22.00. pasien sangat ramai serta jumlah resep yang banyak

dilayani. Setiap hari rata-rata 100 lembar resep. APA juga merupakan PNS dan
masuk apotek jam 19.30. Karena banyaknya pasien yang dilayani, penyerahan
obat oleh tenaga teknis kefarmasian tidak sempat memberikan informasi yang
cukup.
Kajian Menurut Undang undang
Berdasarkan permasalahan diatas, kami menemukan beberapa ketidak
hubungan antara yang terjadi dengan yang terdapat di peraturan peraturan yang
berlaku mengenai kesehatan dan pelayanan kesehatan. Peraturan-peraturan itu
sebagai berikut :
1. Undang-undang No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan
Pasal 5
(1) Setiap orang memiliki hak dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang
aman, bermutu, dan terjangkau.
Pasal 8
Setiap orang berhak memperoleh informasi tentang data kesehatan dirinya
termasuk tindakan dan pengobatan yang telah dan akan diterimanya dari tenaga
kesehatan.
Pasal 108
(1) Praktik kefarmasiaan yang meliputi pembuatan termasuk pengendalian
mutu sediaan

farmasi,

pengamanan,

pengadaan,

penyimpanan

dan

pendistribusian obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi


obat serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional harus dilakukan
oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

2. Undang-undang N0.8 tahun 1998 tentang perlindungan konsumen


Pasal 4
(1) Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi
barang dan/atau jasa.

3. Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan


Kefarmasian:
Pasal 1
(13) Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek
kefarmasian oleh apoteker
Pasal 20
Dalam

menjalankan

Pekerjaan

kefarmasian

pada

Fasilitas

Pelayanan

Kefarmasian, Apoteker dapat dibantu oleh Apoteker pendamping dan/ atau Tenaga
Teknis Kefarmasian
Pasal 21
(1)Dalam

menjalankan

praktek

kefarmasian

pada

Fasilitas

Pelayanan

Kefarmasian, Apoteker harus menerapkan standar pelayanan kefarmasian.


(2) Penyerahan dan pelayanan obat berdasarkan resep dokter dilaksanakan oleh
Apoteker
Pasal 51
(1) Pelayanan Kefarmasian di Apotek, puskesmas atau instalasi farmasi rumah
sakit hanya dapat dilakukan oleh Apoteker
4. Keputusan Menteri Kesehatan No.1332/MENKES/PER/SK/X/2002
Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemebrian Izin Apotek
Pasal 19.
(1) Apabila Apoteker Pengelola Apotik berhalangan melakukan tugasnya pada
jam buka Apotik, Apoteker Pengelola Apotik harus menunjuk Apoteker
pendamping.
(2) Apabila Apoteker Pengelola Apotik dan Apoteker Pendamping karena halhal tertentu berhalangan melakukan tugasnya, Apoteker Pengelola Apotik
menunjuk .Apoteker Pengganti
5. Keputusan Menteri Kesehatan No.1027/MENKES/SK/IX/2004 Tentang
Standar Pelayanan di Apotek
Bab III tentang pelayanan, standar pelayanan kesehatan di apotek meliputi:
1.

Pelayanan resep : apoteker melakukan skrining resep dan penyiapan obat

2.

Apoteker memberikan promosi dan edukasi

3.

Apoteker memberikan pelayanan kefarmasian (homecare)

Penyiapan obat
Sebelum obat diserahkan pada pasien harus dilakukan pemeriksaan akhir
terhadap kesesuaian antara obat dengan resep. Penyerahan obat dilakukan oleh
apoteker disertai dengan informasi obat dan konseling kepada pasien dan tenaga
keseahatan.
(3.6) Resep adalah permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi, dokter hewan
kepada apoteker untuk menyediakan obat bagi pasien sesuai peraturan
perundangan yang berlaku.
(3.8) Pharmaceutical care adalah bentuk pelayanan dan tanggung jawab
langsung profesi

apoteker

dalam

pekerjaan

kefarmasian

untuk

meningkatkan kualitas hidup pasien.


a)

Sumber Daya
Apotek harus dikelola oleh seorang apoteker yang professional yang
senantiasa mampu melaksanakan dan memberikan pelayanan yang baik.

b)

Sarana dan Prasarana


Masyarakat harus diberi akses secara langsung dan mudah oleh apoteker
untuk menerima konseling dan informasi.

c)

Pelayanan resep: Apoteker melakukan skrining resep hingga penyiapan obat


Pelayanan resep yang dilakukan oleh apoteker yang di apotek yang dimulai
dari skrining resep meliputi: persyaratan administratif (Nama, SIP dan alamat
dokter,tanggal penulisan resep, tanda tangan dokter penulis resep, nama,
alamat, umur, jeniskelamin dan berat badan pasien, nama obat, potensi, dosis,
dan jumlah obat, cara pemakaian yang jelas), kesesuaian farmasetik (bentuk
sediaan, dosis, potensi, stabilitas, inkompatibilitas, cara dan lama pemberian)
dan pertimbangan klinis (efek samping, interaksi, kesesuaian). Selain itu,
apoteker juga memiliki tugas untuk melakukan penyiapan obat meliputi
tahap: peracikan dengan memperhatikan dosis, jenis dan jumlah obat, etiket
yang jelas, kemasan obat yang diserahkan dengan rapidan terjaga kualitas.

d)

Pelayanan Resep : Apoteker melakukan penyerahan obat.

Sebelum obat diserahkan, obat harus dicek kembali antara obat dan
resep.Penyerahan obat dilakukan oleh apoteker sambil dilakukan pemberian
informasi obat sekurang-kurangnya: cara pemakaian, cara penyimpanan,
jangka waktu pengobatan,aktivitas serta makanan dan minuman yang harus
dihindari; dan dilakukan konseling untuk memperbaiki kualitas hidup pasien.
e)

Promosi dan Edukasi Dalam meningkatkan pemberdayaan masyarakat,

Apoteker harus berpartisipasi aktif dalam promosi dan edukasi kesehatan.


6. Kode etik apoteker
Pasal 3
Setiap apoteker/Farmasis harus sennatiasa menjalankan profesinya sesuai
kompetensi Apoteker/Farmasis Indonesia serta selalu mengutamakan dan
berpegang teguh pada prinsip kemanusiaan dalam melaksanakan kewajibannya
Pasal 5
Di dalam menjalankan tugasnya setiap Apoteker/Farmasis harus menjauhkan diri
dariusaha mencari keuntungan diri semata yang bertentangan dengan martabat dan
tradisiluhur jabatan kefarmasian
7. Lafal sumpah dan janji apoteker
Saya akan menjalankan tugas saya dengan sebaik-baiknya sesuai dengan
martabat dan tradisi luhur jabatan farmasi.
Dari kasus di atas Pasien atau konsumen ketika membeli obat di apotek
hanya dilakukan oleh asisten apoteker. Hal ini melanggar pasal-pasal di atas.
Pelayanan kefarmasian diapotek harus dilakukan oleh apoteker, jika apoteker
berhalangan hadir seharusnya digantikan oleh apoteker pendamping dan jika
apoteker pendamping berhalangan hadir seharusnya digantikan oleh apoteker
pengganti bukan digantikan oleh asisten apoteker atau tenaga kefarmasian
lainnya. Tenaga kefarmasian dalam hal ini asisten apoteker hanya membantu
pelayanan kefarmasian bukan menggantikan tugas apoteker.

PENYELESAIAN & SANKSI

Ketika seorang apoteker dalam menjalankan tugasnya tidak mematuhi


kode etik apoteker, maka sesuai dengan kode etik apoteker Indonesia pasal 115
yang berbunyi
Jika seorang apoteker baik dengan sengaja maupun tidak disengaja
melanggar atau tidak memenuhi kode etik apoteker Indonesia, maka dia wajib
mangakui dan menerima sanksi dari pemerintah, ikatan/organisasi profesi yang
menanganinya (IAI), dan mempertanggung jawabkannya kepada Tuhan Yang
Maha Esa.
Sehingga seorang apoteker bisa mendapatkan sanksi sebagai berikut:
1. Teguran dari IAI terhadap apoteker maupun apotek yang bersangkutan.
2.

Berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang


kesehatan :

a.

Pasal 198 : Setiap orang yang tidak memiliki keahlian dan kewenangan untuk
melakukan praktik kefarmasian sebagaimana dimaksud dalam pasal 108
dipidana dengan denda paling banyak Rp.100.000.000,00 (seratus juta rupiah)

b.

Pasal 201
a) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 190 ayat (1),
pasal 191, pasal 192, pasal 196, pasal 197, pasal 198, pasal 199, pasal
200 dilakukan oleh korporasi, selain dipidana penjaradan denda terhadap
pengurusnya, pidana yang dapat dijatuhkan terhadap korporasi berupa
pidanadenda dengan pemberatan 3 (tiga) kali dari pidana denda
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 190 ayat (1), Pasal 191, Pasal 192,
Pasal 196 , Pasal 197, Pasal 198,Pasal 199, dan Pasal 200
b)

Selain pidana denda sebagaiman dimaksud pada ayat (1), korporasi dapat
dijatuhi pidana tambahan berupa :
i) Pencabutan izin usaha; dan/atau
ii) Pencabutan status badan hukum.

KESIMPULAN & SARAN

A. Kesimpulan
Etika sebuah sesuatu dimana dan bagaimana cabang utama filsafat yang
mempelajari merupakan kualitas yang menjadi studi mengenai standar dan
penilaian moral. Apoteker harus menjalankan atau patuh dengan kode etik
keprofesiannya dalam menjalankan tugasnya dalam fasilitas pelayanan kesehatan
Setiap apoteker/Farmasis harus senatiasa menjalankan profesinya sesuai
kompetensi Apoteker/Farmasis Indonesia serta selalu mengutamakan dan
berpegang teguh pada prinsip kemanusiaan dalam melaksanakan kewajibannya.
B. Saran
Di dalam menjalankan tugasnya setiap Apoteker/Farmasis harus
menjauhkan diri dariusaha mencari keuntungan diri semata yang bertentangan
dengan martabat dan tradisiluhur jabatan kefarmasian

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2009, Kode Etik Apoteker Apoteker Indonesia dan ImplementasiJabaran Kode Etik, Ikatan Apoteker Indonesia.
Anonim, 2009, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Th 2009
tentang Pekerjaan Kefarmasian
Anonim, 2011, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
889/Menkes/Per/V/2011 Tentang Registrasi, Izin Praktik, Dan Izin Kerja
Tenaga Kefarmasian
Mentri Kesehatan RI, 2002, Keputusan Mentri Kesehatan RI No 1332 th 2002
tentang Perubahan Permenkes No 922 th 1993 tentang Ketentuan dan Tata
Cara Pemberian Izin Apotek
Anonim, 2004, Kepmenkes No 1027 th 2004 tentang Standart Pelayanan
Kefarmasian di Apotek

Anda mungkin juga menyukai