Anda di halaman 1dari 65

LAPORAN AKHIR

KAJIAN POTENSI KERJASAMA PEMERINTAH SWASTA

PEMBANGUNAN REST &


RESORT AREA BINANGUN

PEMERINTAH KABUPATEN REMBANG


TAHUN 2014

Kajian Potensi KPS-Pembangunan Rest and Resort Area Binangun

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hampir di sepanjang kawasan pesisir Kabupaten Rembang berkembang
berbagai kegiatan masyarakat yang berpotensi bagi pengembangan ekonomi
daerah. Salah satu simpul kegiatan di kawasan pesisir Kabupaten Rembang adalah
Kawasan

Koridor BBS ( Bonang, Binangun, Sluke ). Kawasan ini memiliki

karakteristik yang kuat untuk pengembangan berbagai usaha perikanan,


pariwisata maupun pertanian, yang salah satu kawasan strategisnya adalah Pantai
Binangun.
Sejauh ini potensi di kawasan pantai binangun ini belum diangkat dan
dikelola secara maksimal.

Pada tahun 2007 Kawasan pantai binangun

mendapatkan bantuan dari pemerintah propinsi Jawa Tengah yang digunakan


untuk pembangunan rumah makan sea food tapi sampai sekarang rumah makan
tersebut tidak terkelola dengan baik dan akhirnya mangkrak, yang menjadi
penyebab antara lain belum terpenuhinya sarana dan prasarana yang menunjang
Kawasan wisata pantai binangun diantaranya adalah :
1.

Belum tersedianya sarana akomodasi Rest and Resort Area berupa resort
hotel;

2.

Belum tersedianya TIC ( Touris Infornation Center) sebagai pusat informasi


pariwisata yang ada di kabupaten rembang pd umumnya dan informasi obyek
wisata pada khususnya;

3.

Belum adanya area parkir yang representatif aman dan nyaman bagi
pengunjung pantai binangun baik untuk kendaraan roda dua dan roda empat;

4.

Area kios untuk souvenir maupun kuliner berupa oleh oleh khas kabupaten
rembang yang belum tersedia;

5.

Belum tertatanya kawasan pantai yang bersih dan representatif yang mampu
memberikan nuansa pemandangan tersendiri sebagai sajian keindahan alam

Kajian Potensi KPS-Pembangunan Rest and Resort Area Binangun

yang dapat dinikmati oleh para pengunjung dan para pelintas jalur pantura
Serta fasilitas fasilitas penunjang seperti Mushola, MCK, Ketersediaan Air,
Jaringan listrik serta telekomunikasi

Dengan melihat berbagai permsalahan tersebut, maka dalam upaya


mendorong perkembangan potensi pariwisata di kawasan ini, perlu disusun
rencana pengembangan kawasan yang terintegrasi, terarah dan terencana.
Kawasan Pantai Binangun yang secara spasial merupakan titik jenuh bagi
pengendara jalan jalur pantura, antara Surabaya-Semarang, sudah barang tentu
merupakan potensi yang perlu digarap sebagai rest dan resort area jalur pantura
dengan suguhan wisata alam yang menarik dan kuliner khas pesisir.
Bagi Pemerintah Kabupaten, Dalam kerangka akselerasi peningkatan
ekonomi wilayah, maka sangat urgen dilakukan pembenahan dan penyediaan
infrastruktur (sarana dan prasarana) di kawasan ini dalam konsep penataan ruang
kawasan yang optimal dan terintegrasi antara daya tarik pesisir dan karakteristik
wilayah sehingga bisa menjadi kawasan yang mampu menyerap pengunjung dan
meningkatkan lama tinggal wisatawan karena kawasan ini sangat dekat dengan
obyek wisata petilasan sunan bonang, tidak jauh dari home industry pengolahan
berbagai hasil perikanan serta memiliki daya tarik tersendiri dengan keberadaan
rumah rumah asli daerah rembang yang khas dan harus dipertahankan. Upaya
mempertahankan kekhasan ini disatu sisi merupakan salah satu langkah dalam
pelestariaan cagar budaya, dan disisi lain yang tidak kalah pentingnya adalah guna
membangun image atau brand bagi kawasan ini dengan mampu menghadirkan
suasana wisata yang berbeda (yang hanya bisa dijumpai dan dinikmati di desa
binangun), mampu membangun atmosfer budaya yang kental akan nilai budaya
yang luhur dan memberi kesan tersendiri bagi para pengunjung yang singgah di
kawasan ini.
Infrastruktur

dipercaya

sebagai

instrumen

penggerak

aktivitas

pembangunan serta menjadi prasyarat bagi tercapainya pertumbuhan ekonomi


yang tinggi dan berkelanjutan. Namun, mengingat terbatasnya dana yang ada
untuk membiayai infrastruktur, pemerintah perlu meningkatkan partisipasi swasta
Kajian Potensi KPS-Pembangunan Rest and Resort Area Binangun

melalui kemitraan. Pemerintah dapat mengikutsertakan badan usaha swasta yang


berbentuk badan hukum dalam pelaksanaan pembangunan dan atau pengelolaan
infrastruktur. Untuk dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya,
kerjasama dalam bentuk penyediaan infrastruktur diletakkan atas prinsip-prinsip
keadilan, keterbukaan, transparansi, persaingan sehat, tanggung jawab, saling
menguntungkan, saling membutuhkan dan saling mendukung. Kerjasama melalui
cara-cara kemitraan harus mempertimbangkan kesesuaiannya terhadap rencana
pembangunan jangka menengah nasional/daerah dan rencana strategis sektoral,
Kesesuaian lokasi proyek dengan rencana tata ruang, Keterkaitan antar sektor dan
antar wilayah, serta Analisis biaya dan manfaat ekonomi maupun sosial.
Program pembangunan infrastruktur membutuhkan biaya investasi yang
besar. Kesuksesan Kerjasama Pemerintah Swasta (KPS) pada pembangunan
infrastruktur erat kaitannya dengan peningkatan efisiensi dan produktivitas
proyek, penciptaan nilai tambah (added value), inovasi, serta transfer teknologi
dan manajemen pengelolaan.

B. Maksud dan Tujuan


1. Maksud
Mengkaji kemungkinan pembangunan objek wisata Kawasan Pantai
Binangun melalui kerjasama Pemerintah dan Swasta.
2. Tujuan


Memberdayakan ekonomi daerah & masyarakat di wilayah Kawasan Binangun


bertumpu pada keunggulan pariwisata yang didukung oleh potensi potensi
lainnya seperti potensi Potensi perikanan dan kelautan, potensi pertanian dan
kehutanan juga potensi yang laen

Merancang kawasan Resort

Area di pantai Binangun dengan komponen-

komponennya.


Tertatanya Kawasan Pantai Binangun sebagai resort area kawasan pariwisata


melalui pendekatan ruang dan pengisian ruang melalui skenario pembangunan
prioritas kawasan (berjenjang)

Kajian Potensi KPS-Pembangunan Rest and Resort Area Binangun

Tertatanya sarana prasarana penunjang kawasan Resort

Area di pantai

Binangun, seperti tersedianya jaringan irigasi, listrik, air bersih, transportasi,


dan telekomunikasi pada setiap kawasan pengembangan komoditas dalam
upaya pengembangan komoditas unggulan.


Tertatanya sistem transportasi yang baik di sepanjang jalur Pantura terutama


yang melalui kawasan Binangun.

C.

Dasar Hukum

Undang-Undang No 5 Tahun 60 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok


Agraria;

Undang-Undang No 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara;

Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang;

Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir


dan Pulau-Pulau Kecil;

Undang- Undang RI Nomor 10 tahun 2009 tentang kepariwisataan;

Undang undang No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah;

Kebijakan pembangunan Kebudayaan dan Pariwisata , Inpres Nomor 16 tahun


2005 tanggal 25 Desember 2005;

Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996 Tentang : Hak Guna Usaha, Hak
Guna Bangunan Dan Hak Pakai Atas Tanah;

Peraturan Pemerintah nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian urusan


pemerintahan antara Pemerintah, pemerintah provinsi, dan Pemerintah
Kabupaten/kota;

Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan


Kerjasama Daerah;

Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang


Milik Negara / Daerah;

Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sumber


Daya Air;

Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan


Penataan Ruang;

Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2011 tentang Rencana Induk


Pengembangan Kepariwisataan Nasional 2010-2025;

Kajian Potensi KPS-Pembangunan Rest and Resort Area Binangun

Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor


9 Tahun 1999 Tentang Tata Cara Pemberian Dan Pembatalan Hak Atas Tanah
Negara Dan Hak Pengelolaan;

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 tentang Pedoman


Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah;

Permen Pu No 20/Prt/M/2007 Tentang Pedoman Teknis Aspe Fisik dan


Lingkungan Ekonomi serta Sosbud dalam Penyusunan Rencana Tata Ruang
Kawasan Reklamasi Pantai;

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.41/Prt/M/2007 Tentang Pedoman


Kriteria Teknis Kawasan Budi Daya;

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 22 Tahun 2009 tentang Petunjuk


Teknis Tata Cara Kerjasama Daerah;

Peraturan Menteri Pariwisata Dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia Nomor


Pm.53/Hm.001/Mpek/2013 Sebagaimana Diubah Dengan Peraturan Menteri
Pariwisata Dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014
Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Pariwisata Dan Ekonomi Kreatif
Nomor Pm.53/Hm.001/Mpek/2013 Tentang Standar Usaha Hotel;

Perda Propinsi Jawa Tengah Nomor 14 Tahun 2004 tentang RIPP Porpinsi Jawa
Tengah;

Peraturan Daerah Kabupaten Rembang Nomor 11 Tahun 2007 tentang


Pengelolaan Barang Milik Daerah;

Peraturan Daerah Kabupaten Rembang Nomor 1 Tahun 2010 tentang RPJPD


Kabupaten Rembang 2005 - 2025;

Peraturan Daerah Kabupaten Rembang Nomor 14 Tahun 2011 tentang


Kabupaten Rembang 2011 2031.

Kajian Potensi KPS-Pembangunan Rest and Resort Area Binangun

BAB II
GAMBARAN UMUM OBYEK

2.1. Kondisi Umum


Kabupaten Rembang terletak di ujung paling timur Laut Jawa Tengah
berada diantara 111 00 111 30 BT dan 06 30 07 00 terkenal dengan
kondisi alamnya yang berdekatan dengan laut, memiliki garis pantai sepanjang
62,5 Km. Letak ketinggian dataran terendah 0 M dan tertinggi 806 M dari
permukaan laut. Terletak pada jalur lalu lintas utara pulau jawa yang merupakan
persimpangan jalur padat lalu lintas jalur utara atau Pantura.
Sedangkan batas-batas administratif wilayah Kabupaten Rembang adalah
sebagai berikut :
Sebelah Utara

: Laut Jawa

Sebelah Timur

: Kabupaten Tuban, Provinsi Jawa Timur

Sebelah Barat

: Kabupaten Pati

Sebelah Selatan

: Kabupaten Blora

Kabupaten Rembang terdiri dari 14 kecamatan, 287 desa dan 7 kelurahan


dengan luas wilayah mencapai 101.408 Ha. Kondisi topografis Kabupaten
Rembang memiliki karakteristik wilayah yang bervariasi antara lain meliputi
daerah pantai, dataran rendah, dataran tinggi dan daerah pegunungan. Wilayah
Kabupaten Rembang 8.34% terletak pada ketinggian 1-7 m dpl, ketinggian 7-25 m
dpl sebesar 12,41%, ketinggian 25-100 m dpl sebesar 42,82%, ketinggian 100-500
m dpl sebesar 28,08%, dan ketinggian diatas 500 m dpl sebesar 8,34%.
Kabupaten Rembang beriklim tropis dengan suhu rata-rata sebesar 23oC,
sedangkan suhu maksimum dapat mencapai 33oC. Di Wilayah Kabupaten
Rembang curah hujan rata-rata 1.179,86 mm per tahun dimana curah hujan
tertinggi terjadi bulan Desember yaitu sebanyak 197 mm/bulan dan curah hujan
terendah terjadi bulan Agustus dan September yaitu sebanyak 10 dan 17
mm/bulan.
Kajian Potensi KPS-Pembangunan Rest and Resort Area Binangun

2.2. Kondisi Pariwisata


Potensi pariwisata di Kabupaten Rembang cukup beragam, meliputi :
keindahan panorama, wisata budaya, pilgrim (religi), kuliner dan industri.
Obyek wisata unggulan di Kabupaten Rembang yaitu : Taman Rekreasi Pantai
(TRP) Kartini, Museum RA. Kartini dan Makam RA Kartini. Sedangkan obyek
wisata pendukung diantaranya yaitu : Perahu Kuno Punjulharjo, Pantai
Caruban, Makam dan Pasujudan Bonang, Wana Wisata Mantingan, Vihara
Ratavana Arama, Klentheng Tjoe An Kiong Dasun, Klentheng Gie Yong Bio
Babagan, Masjid Jami Lasem (Makam Eyang Sambu) dan Masjid Agung
Rembang (Makam Pangeran Sedo Laut). Untuk wisata kuliner, ada sate
srepeh, lontong tuyuhan, kelo mrico dan mangut ikan panggang yang menjadi
unggulan. Sementara batik tulis Lasem dan kerajinan kuningan menjadi pilihan
cindera mata bagi wisatawan yang berkunjung ke kabupaten Rembang.
TRP Kartini masih merupakan obyek wisata bahari yang paling banyak
diminati untuk dikunjungi dibandingkan obyek wisata yang lain. Jumlah
pengunjung TRP Kartini pada tahun 2013 tercatat sebanyak 276.249 orang
atau mengalami penurunan 14,12 persen dibanding pengunjung tahun
sebelumnya (321.664 orang). Pasujudan Sunan Bonang dikunjungi sebanyak
13.868 orang, jauh lebih sedikit dari jumlah wisatawan tahun sebelumnya
yang sebanyak 72.083 orang. Sementara pengunjung di obyek wisata lainnya
belum cukup banyak. Wisatawan yang mengunjungi museum RA Kartini,
makam RA. Kartini dan Wana Wisata Mantingan tahun 2013 berkisar antara 6-7
ribu orang.

Kajian Potensi KPS-Pembangunan Rest and Resort Area Binangun

2.3. Kondisi Perhotelan


Satu yang tidak kalah penting dalam kemajuan pariwisata adalah
tersedianya jasa akomodasi. Ketersediaan informasi mengenai keberadaan
jasa akomodasi atau hotel/penginapan sangatlah diperlukan bagi wisatawan
untuk referensi sebelum melakukan perjalanan atau membantu berbagai
pihak yang membutuhkan jasa akomodasi.
Hotel di Kabupaten Rembang pada 2013 ada sebanyak 15 hotel.
Dilihat dari sebaran lokasinya, hotel/penginapan di Kabupaten Rembang
masih terkonsentrasi di wilayah Kecamatan Rembang (9 hotel), 3 hotel di
Kecamatan Lasem dan 3 hotel terletak di Kecamatan Kaliori. Jumlah tenaga
kerja yang terlibat di usaha jasa akomodasi di Kabupaten Rembang pada
tahun 2013 sebanyak 122 orang, dengan komposisi laki-laki 58,20 persen atau
71 orang dan perempuan sebesar 41,80 persen (51 orang). Angka tersebut
lebih kecil dibanding tenaga kerja yang terserap pada tahun 2012 sebanyak
140 orang, dengan komposisi 60,71 persen adalah laki-laki.

Tingkat Penghunian Kamar (TPK) pada hotel/penginapan selama


tahun 2013 di Kabupaten Rembang adalah sebesar 31,72 persen, lebih tinggi
dibanding TPK tahun 2012 yang sebesar 29,68 persen. TPK untuk hotel
kategori melati II (jumlah kamar 10-24) sebesar 45,63 persen, lebih tinggi
dibanding TPK pada tahun 2012 (34,16 persen). Sedangkan untuk Melati III

Kajian Potensi KPS-Pembangunan Rest and Resort Area Binangun

(jumlah kamar 25-40) dan Melati IV (jumlah kamar 41-100), kamar yang
terjual sebanyak 24,79 persen dan 21,23 persen.
TPK selama tahun 2013 di Kabupaten Rembang berkisar antara 24,86
persen (Juli) hingga 36,28 persen (April). TPK dibawah 30 persen juga terjadi
pada bulan September dan Oktober, masing-masing sebesar 29,28 persen dan
28,33 persen. Selebihnya, kamar yang terpakai lebih dari 30 persen.
Kategori hotel melati II, TPK terendah terjadi pada bulan Juli (38,07
persen) dan tertinggi terjadi pada bulan Maret (53,00) persen. TPK pada bulan
Februari dan April termasuk tinggi, yaitu 49,27 persen dan 51,27 persen.
Sedangkan TPK pada bulan lainnya di kisaran 40-49 persen. TPK di hotel melati
III terendah sebesar 17,31 persen pada bulan Juli dan tertinggi sebesar 32,44
persen pada bulan Mei. TPK pada bulan lainnya di kisaran 22-29 persen.
Sementara untuk hotel melati IV, TPK terendah pada bulan Februari (31,05
persen) dan tertinggi pada bulan Desember (14,22 persen).
Selama

tahun 2013,

rata-rata

lama

menginap

tamu

pada

hotel/penginapan adalah 1,41 hari. Jika dilihat menurut bulan, rata-rata lama
menginap tamu paling besar pada bulan November yaitu sebesar 1,53 malam,
sementara yang paling rendah pada bulan Maret sebesar 1,31 malam.
Lancarnya transportasi di jalur pantura menyebabkan tamu tidak memilih
menginap lebih dari 1 malam.

Kajian Potensi KPS-Pembangunan Rest and Resort Area Binangun

10

2.4. Kondisi Kawasan Pantai Binangun


Di desa Bonang-Binangun (18 km) dari kota Rembang ke Timur
jurusan Surabaya, akan dapat di lihat keindahan pantai ini dengan
pemandangan laut lepas dari jalan raya maupun dari bukit Patilasan Sunan
Bonang (yang bertebing putih yang di sebut Watu Layar) atau dari bukit
Jejeruk (Lokasi makam Sultan Mahmud dari Minangkabau)yang legendaris.
Kawasan Pantai Binangun bergandengan dengan obyek wisata Pasujudan
Sunan Bonang, makam dan patilasan Sunan Bonang, sentra belanja ikan
teri/hasil laut lainnya.
Obyek Wisata ini merupakan salah satu obyek wisata dalam kawasan
pengembangan yang saat ini telah mulai dibangun suatu kawasan yaitu Rest
Area yang terletak di depan Hotel dan Restaurant Sewu Beach-Binangun.
Fungsi dari Rest Area ini adalah sebagai tempat istirahat bagi pengunjung
sekaligus disuguhi dengan panorama laut yang indah, luas dan berkesan
dengan melihat secara langsung matahari terbenam (sun set).
Disamping itu bagi para pengunjung yang mempunyai hoby olahraga
memancing, kawasan ini sangat tepat sekali karena di obyek ini sudah ada
perahu-perahu yang dapat di sewa menurut kepentingan masing-masing, dan
biasanya untuk memancing di karang-karang atau atol. Pantai Binangun Indah
merupakan salah satu kawasan pengembangan yang tercakup dalam kawasan
BBS (Bonang Binangun Sluke), yang telah di buat perencanaannya secara
detail sebagai kawasan unggulan, disamping rencana pengembangan KBT
(Kawasan Bahari Terpadu).
Kawasan Binangun memiliki daerah yang beragam antara pantai dan
perbukitan, terletak di Kecamatan Lasem di sekitar jalan utama ( arteri primer)
semarang - Surabaya sekitar 17 Km ke arah timur dari Kota Rembang. Secara
umum kondisi kawasan Binangun nampak tidak terawat, terdapat makam
Bupati Binangun I dengan dilengkapi adanya musholla, lokasi makam terletak
tepat di tepi area bekas tambak yang tidak lagi difungsikan, diarea makam
belum terfasilitasi adanya tempat wudhu, untuk itu bagi peziarah yang ingin
memanfaatkan mushalla untuk ibadah tidak mendapatkan air yang memadai.
Kajian Potensi KPS-Pembangunan Rest and Resort Area Binangun

11

Sedangkan area yang terletak berdekatan dengan jalan utama dtumbuhi oleh
pohon mangga yang cukup banyak sehingga memberi kesan rindang di area
tersebut.Dalam moment tertentu kawasan ini banyak dikunjungi oleh
masyarakat untuk menikmati pemandangan laut dan sebagai arena rekreasi
keluarga untuk menikmati biota pesisir pantai Binangun. Tampak di kawasan
sepanjang pesisir pantai binangun kondisi pasir tidak dapat digunakan oleh
pengunjung sebagai media untuk bermain pasir seperti halnya kita jumpai di
kawasan pesisir dengan kondisi pasir putih yang nampak rapi terhampar di
sepanjang pesisir pantai. Seperti

pada saat lebaran kupatan banyak

masyarakat datang ke kawasan tersebut untuk menikmati suasana pantai


bersama sanak saudara, moment ini dimanfaatkan oleh para pedagang kali
lima untuk berjualan di sekitar area pantai binangun.
Dalam kondisi tertentu juga nampak warga setempat menjajakan
hasil tangkapan mereka dan terumbu karang untuk ditawarkan kepada para
pengunjung pantai binangun. Termasuk pengguna jalan, yaitu sopir sopir
kendaraan angkutan berat juga memanfaatkan keberadaan lokasi rencana
dibangunnya

rest

area

pantai,

untuk

istirahat

sejenak

menikmati

pemandangan pantai sambil berteduh di kedai kedai di sekitar kawasan


pantai. Kondisi ini menyebabkan jalur pantura cukup padat sehingga dalam
jam tertentu terjadi kemacetan di kawasan sepanjang pantai bonang. Sebagai
indikasi bahwa kawasan Objek wisata bahari Binangun layak untuk dijadikan
sebagai area rekreasi keluarga dan peristirahatan pengendara jalur pantura.
Kawasan Objek wisata bahari Binangun memiliki karakteristik alam yang
cukup unik yaitu perpaduan antara pesisir dan perbukitan, dengan adanya
penataan yang ideal tidak menutup kemungkinan kawasan tersebut akan
menjadi sentra pelestarian alam , didukung dengan adanya beberapa obyek
wisata di kawasan BBS, menjadikan kawasan ini mampu memberikan nuansa
lain yang disajikan dengan apik, adanya kawasan religi dan aktivitas budaya
masyarakat setempat menjadikan kawasan ini layak untuk dijadikan sebagai
kawasan cagar budaya.

Kajian Potensi KPS-Pembangunan Rest and Resort Area Binangun

12

BAB III
RENCANA PENGEMBANGAN OBYEK KERJASAMA

Kawasan Pantai Binangun yang direncanakan untuk pembangunan Resort area


terletak di desa binangun kecamatan lasem di sekitar jalan utama (arteri primer)
semarang - Surabaya sekitar 17 Km ke arah timur dari Kota Rembang dan merupakan
asset Pemerintah Kabupaten Rembang berdasarkan sertifikat Tanah Hak Pakai No.1
Tanggal 19 Januari 2005 seluas 8.952 m2.
Batas batas tanah untuk kawasan Rest and resort area tersebut adalah:
-

Sebelah Utara

: Pantai

Sebelah Timur

: Tanah warga

Sebelah Barat

: Pantai

Sebelah Selatan : Sungai/ Jalan Raya Pantura

Gambar 1. Peta kawasan Wisata Pantai Binangun

Kajian Potensi KPS-Pembangunan Rest and Resort Area Binangun

13

Rencana Pembangunan Obyek wisata pantai binangun di desa binangun


didasarkan pada pertimbangan sebagai berikut :
1. Terpenuhinya sarana akomodasi yang pastinya diperlukan para wisatawan yang
akan menikmati keindahan pantai binangun selain wisata di obyek obyek yang
lainnya yang ada di sekitarnya
2. Tertatanya kawasan pantai yang bersih dan presentatif sehingga mampu
memberikan nuansa pemandangan tersendiri sebagai sajian keindahan alam yang
dapat dinikmati oleh para pengunjung dan para pelintas jalur pantura sebagai
salah satu daerah tujuan wisata
3. Tumbuhnya kegiatan ekonomi masyarakat yang terarah dg adanya pembangunan
kios kios untuk kuliner dan cendera mata sehingga tercipta kondisi kawasan yang
tertata dengan baik
4. Dapat mengurangi kemacetan dan kecelakaan lalu lintas di jalur pantura dengan
menyediakan area parkir dan tempat peristirahatan, mengingat Kabupaten
Rembang merupakan titik jenuh bagi para pengendara yang melewati jalur
pantura

Adapun Pelaksanaan Pembangunan Rest and Resort area di kawasan Objek wisata
pantai Binangun adalah sebagai berikut:
a. Pembangunan Pintu Gerbang
b. Pembangunan Area Parkir
c. Pembangunan Kios
d. Pembangunan Resort Hotel
e. Pembangunan Restauran
f. Pembangunan Mushola
g. Pembangunan Kolam Renang
h. Pembangunan taman
i.

Pembangunan pos jaga

Kajian Potensi KPS-Pembangunan Rest and Resort Area Binangun

14

Rencana Pembangunan memerlukan ruang seluas 6.274.6 m2 dalam rangka


pembangunan Rest and Resort area di Kawasan Obyek Wisata Binangun dengan rincian
sbb:
Tabel. Kebutuhan Ruang REST AND RESORT AREA BINANGUN
Kelompok Ruang
Pintu Gerbang
Area Parkir
Kios
Resort Hotel
Restauran
Mushola
Kolam Renang
Taman
Pos Jaga
Total

Ukuran
(3 x 9) m
(10 x 8) m
6 x (6 x 15) m
4000m
10x60m
35 m
D=9m
400 m
9 m

Luasan
27 m
800 m
540 m
4000 m
600 m
35 m
63,6 m
200 m
9 m
6.274.6 m

Gambar. Lokasi Obyek (sertipikat Tanah Hak Pakai No.1 Tanggal 19-01-2005)

Kajian Potensi KPS-Pembangunan Rest and Resort Area Binangun

15

BAB IV
ANALISIS KESESUAIAN REGULASI

1. Tinjauan Kesesuaian Proyek Kerjasama dengan RPJM (Nasional, Propinsi maupun


Kabupaten)
Pantai Binangun Lasem menjadi salah satu tempat yang sering dikunjungi
masyarakat. Biasanya tempat tersebut dikunjungi pada waktu pagi dan sore. Bahkan
pada waktu tertentu sering dijadikan promosi salah satu produk makanan cepat saji.
Sekarang ini Pemerintah Kabupaten Rembang sedang mencari terobosan menjadikan
pantai kawasan binangun sebagai kawasan wisata yang kedepannya dapat menunjang
peningkatan perekonomian masyarakat sekitar lokasi dan peningkatan kesejahteraan
masyarakat Kabupaten Rembang secara umum.
Sehubungan hal tersebut bahwa pembangunan kawasan wisata pantai binangun
lasem kedepan harus memperhatikan kesesuaiannya dengan perencanaan yang ada di
Nasional, Provinsi maupun Kabupaten Rembang sendiri agar tidak timbul permasalahan di
kemudian hari. Berikut uraian kesesuaian Pembangunan Kawasan Wisata Pantai Binangun
Lasem dengan Rencana Pembanguan Jangka Menengah (RPJM) Nasional, Provinsi Jawa
Tengah dan Kabupaten Rembang.
1) Tinjauan dari Peraturan Presiden RI No. 5 tahun 2010 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional Tahun 2010-2014.
Sebagai negara kepulauan yang memiliki banyak pulau kecil, Indonesia sangat
potensial sebagai wilayah untuk pariwisata bahari. Meskipun demikian, karena minimnya
infrastruktur pendukung baik itu, transportasi antar pulau maupun prasarana dasar
lainnya, potensi pariwisata ini belum berkembang optimal. Minimnya infrastruktur ini
juga menimbulkan adanya kesenjangan baik antara pulau besar dan pulau kecil maupun
antara wilayah barat dan timur. Jika ini tidak segera ditanggungi, laut yang seharusnya
menjadi perekat NKRI bisa menjadi penghalang atau pemisah.
Berawal dari permasalahan tersebut, maka dokumen RPJM Nasional Tahun 20102014 memasukkan bidang pariwisata masuk dalam kategori bidang kesejahteraan rakyat
Kajian Potensi KPS-Pembangunan Rest and Resort Area Binangun

16

yang merupakan prioritas lainnya. Bidang kesejahteraan rakyat mencakup : (a)


peningkatan jumlah wisatawan mancanegara dan wisatawan nusantara sebesar 20%
secara bertahap dalam 5 tahun; (b) promosi 10 tujuan pariwisata Indonesia melalui
saluran pemasaran dan pengiklanan yang kreatif dan efektif; (c) perbaikan dan
peningkatan kualitas jaringan prasarana dan sarana pendukung pariwisata; (d)
peningkatan kapasitas pemerintah dan pemangku kepentingan pariwisata lokal untuk
mencapai tingkat mutu pelayanan dan hospitality management yang kompetitif di
kawasan Asia.
Dalam lima tahun ke depan, pembangunan regional Jawa-Bali diarahkan untuk
tetap mempertahankan fungsi lumbung pangan nasional, mengnembangkan industri
pengolahan secara terkendali, memperkuat interaksi perdagangan, serta meningkatkan
mutu pelayanan jasa dan pariwisata bertaraf internasional sebagai wilayah utama dalam
Masyarakat Ekonomi ASEAN, dengan tetap memperhatikan keseimbangan ekosistem dan
kaidah pembangunan yang berkelanjutan.
Kebijakan pembangunan kepariwisataan tahun 2010-2014 diarahkan untuk
mendorong pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kesejahteran rakyat, dengan tetap
memperhatikan asas manfaat, kekeluargaan, adil dan merata, keseimbangan,
kemandirian, kelestarian, partisipasi masyarakat, berkelanjutan, demokratis, kesetaraan,
dan kesatuan serta berpegang pada prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan dan tata
kelola pemerintahan yang baik (good governance).
Strategi yang ditempuh dalam pembangunan kepariwisataan adalah sebagai
berikut :
1. Mengembangkan industri pariwisata dengan menciptakan iklim yang kondusif bagi
pertumbuhan investasi dan peluang usaha yang berorientasi pada pertumbuhan ekonomi,
pengentasan kemiskinan, dan penyerapan tenaga kerja;
2. Mengembangkan destinasi pariwisata dengan mendorong perbaikan dan peningkatan kualitas
jaringan prasarana dan sarana pendukung pariwisata, melakukan konsolidasi akses
transportasi mancanegara dan dalam negeri, mengembangkan kawasan strategis dan daya
tarik pariwisata berbasis wisata bahari, alam, dan budaya di luar Jawa dan Bali, termasuk
industri kreatif, serta mengembangkan desa wisata melalui PNPM Mandiri;
3. Mengembangkan pemasaran dan promosi pariwisata dengan meningkatkan jumlah wisatawan
mancanegara dan wisatawan nusantara sebesar 20 (dua puluh) persen secara bertahap dalam
5 (lima) tahun dan mempromosikan pariwisata Indonesia melalui saluran pemasaran dan
pengiklanan yang kreatif dan efektif, serta menguatkan strategi pemasaran dan promosi
pariwisata terpadu berbasis teknologi informasi dan komunikasi, dan responsif terhadap pasar;
Kajian Potensi KPS-Pembangunan Rest and Resort Area Binangun

17

4. Mengembangkan sumber daya pariwisata dengan strategi meningkatkan kapasitas pemerintah


dan pemangku kepentingan pariwisata lokal untuk mencapai tingkat mutu pelayanan dan
hospitality management yang kompetitif di kawasan Asia, dan meningkatkan kualitas
penelitian dan pengembangan kepariwisataan.

Strategi tersebut diatas didukung oleh peningkatan koordinasi lintas sektor pada
tataran kebijakan, program, dan kegiatan kepariwisataan, terutama di bidang (a)
pelayanan kepabeanan keimigrasian, dan karantina; (b) keamanan dan ketertiban; (c)
prasarana umum yang mencakup jalan, air bersih, listrik, telekomunikasi, dan kesehatan
lingkungan; (d) transportasi darat, laut, dan udara; dan (e) bidang promosi dan kerja sama
luar negeri; serta koordinasi dan kerja sama dengan pemerintah daerah, swasta, dan
masyarakat.
Berdasarkan strategi dan arah kebijakan pembangunan tersebut, fokus prioritas
dan kegiatan prioritas kepariwisataan dalam RPJMN 2010-2014 adalah sebagai berikut:
1. Fokus Prioritas Pengembangan Industri Pariwisata, yang didukung oleh kegiatan
prioritas:
a. Pengembangan Usaha, Industri, dan Investasi Pariwisata; dan
b. Pengembangan Standardisasi Pariwisata.
2. Fokus Prioritas Pengembangan Tujuan Pariwisata yang didukung oleh kegiatan
prioritas:
a. Pengembangan Daya Tarik Pariwisata;
b. Pemberdayaan Masyarakat di Tujuan Pariwisata;
c. Peningkatan PNPM Mandiri Bidang Pariwisata; dan
d. Dukungan Manajemen dan Dukungan Teknis Lainnya Direktorat Jenderal
Pengembangan Tujuan Pariwisata.
3. Fokus Prioritas Pengembangan Pemasaran dan Promosi Pariwisata, yang didukung
oleh kegiatan prioritas:
a. Peningkatan Promosi Pariwisata Dalam dan Luar Negeri;
b. Pengembangan Informasi Pasar Pariwisata;
c. Peningkatan Publikasi Pariwisata;
d. Peningkatan Pertemuan, Perjalanan Insentif, Konferensi, dan Pameran (Meeting,
Incentive Travel, Conference, and Exhibition/MICE); dan
e. Dukungan Manajemen dan Dukungan Teknis Lainnya Direktorat Jenderal
Pemasaran.
4. Fokus Prioritas Pengembangan Sumber Daya Pariwisata, yang didukung oleh kegiatan
prioritas:
a. Pengembangan SDM Kebudayaan dan Pariwisata;
b. Penelitian dan Pengembangan Bidang Kepariwisataan; dan
c. Pengembangan Pendidikan Tinggi Bidang Pariwisata.

Kajian Potensi KPS-Pembangunan Rest and Resort Area Binangun

18

2) Tinjauan dari Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah No. 5 tahun 2014 tentang
Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Provinsi Jawa Tengah
Tahun 2013-2018.
Provinsi Jawa Tengah memiliki potensi pengembangan wilayah yang cukup besar
karena memiliki wilayah yang luas. Pengembangan tersebut bertujuan untuk memacu
perkembangan sosial ekonomi, mengurangi kesejangan wilayah dan menjaga kelestarian
hidup. Salah satu potensi yang perlu dikembangan adalah kawasan budidaya. Kawasan
Budidaya di Jawa Tengah diperuntukan terdiri atas kawasan peruntukan Hutan Produksi,
Hutan Rakyat, Pertanian, Perkebunan, Peternakan, Perikanan, Pertambangan, Industri,
Pariwisata, Permukiman, serta Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
Khusus untuk Kawasan Peruntukan Pariwisata, pengembangannya meliputi
koridor BorobudurPrambanan-Surakarta; koridor Borobudur-Dieng; koridor SemarangDemak-Kudus-Jepara-Pati-Rembang-Blora;
koridor

koridor

Batang-Pekalongan-Pemalang-Tegal-Brebes;

Semarang-Ambarawa-Salatiga;
koridor

Cilacap-Banyumas

PurbalinggaBanjarnegara dan koridor Cilacap-Kebumen-Purworejo.


Berdasarkan RPJM Propinsi Jawa Tengah Tahun 2013-2018, bahwa misi nomor 2
(dua) adalah mewujudkan kesejahteraan masyarakat yang berkeadilan, menanggulangi
kemiskinan dan pengangguran. Salah satu strategi yang ditempuh adalah peningkatan
pendapatan masyarakat sekitar destinasi pariwisata. Untuk menempuh strategi tersebut,
arah kebijakannya yaitu optimalisasi pemasaran pariwisata, meningkatkan peran serta
masyarakat dalam pengembangan destinasi pariwisata.
Di dalam kebijakan umum dan program pengembangan wilayah tersebut, potensi
pengembangan wilayah di Jawa Tengah terbagi dalam 8 (delapan) sistem perwilayahan
(regionalisasi) dengan mempertimbangkan perpaduan dari aspek homogenitas, nodalitas
dan administratif. Kedelapan perwilayahan tersebut adalah Kedungsepur, Wanarakuti,
Subosukowonosraten, Bregasmalang, Petanglong, Barlingmascakeb, Purwomanggung,
dan Banglor.
Banglor merupakan wilayah paling timur dalam wilayah Jawa Tengah. Wilayah
pengembangan Banglor meliputi 2 (dua) kabupaten di perbatasan sebelah timur-utara
Jawa Tengah dengan Jawa Timur yaitu Kabupaten Rembang dan Blora. Arah
pengembangan wilayah difokuskan sebagai PKW dengan kawasan perkotaan Cepu
Kajian Potensi KPS-Pembangunan Rest and Resort Area Binangun

19

sebagai simpul utama, ditunjang oleh koridor perkotaan Rembang-Lasem. PKW atau
Pusat Kegiatan Wilayah adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani
kegiatan skala provinsi atau beberapa kabupaten.
Sektor unggulan yang dapat dikembangkan adalah pertambangan minyak dan gas,
pertambangan mineral, perikanan, pariwisata, perhubungan, pertanian, yang ditunjang
oleh kehutanan, perkebunan dan peternakan. Arah pengembangan sektor unggulan
dilakukan dalam wadah kerjasama perbatasan dengan Provinsi Jawa Timur yang disebut
sebagai regionalisasi Ratubangnegoro (Blora-Tuban-Rembang-Bojonegoro). Sedangkan
potensi regional yang dimiliki wilayah pengembangan Banglor adalah: (1) primer berupa
minyak dan gas, garam, perikanan; (2) sekunder berupa furniture, pengolahan ikan; dan
(3) tersier berupa pariwisata.
Potensi unggulan yang dimiliki dan dapat terus dikembangkan yaitu :
a. Kabupaten Rembang : industri unggulan batik, garam; klaster genteng dan batu bata,
garam rakyat, gula tumbu, batik tulis Lasem, bordir dan konveksi di Kecamatan Sedan,
mangga, pengolahan hasil perikanan; serta destinasi wisata Taman Rekreasi Pantai
Kartini dan Wana Wisata Mantingan;
b. Kabupaten Blora : industri unggulan mebel, keramik, batik; klaster pertanian, mineral
dan bahan tambang, pariwisata, handycraft dan mebel, pangan olahan, batik; serta
destinasi wisata Waduk Tempuran dan Wana Wisata Hutan Jati Blora.
Sebagai arahan implementasi sektoral dalam mendukung perwujudan tujuan
pengembangan wilayah di Jawa Tengah, maka ditetapkan program indikatif
pengembangan wilayah. Salah satu strategi yang menyangkut bidang pariwisata adalah
pengembangan ekonomi wilayah berbasis potensi unggulan daerah, terutama pada
daerah-daerah yang memiliki sumber daya alam tinggi tetapi nilai PDRB per kapita nya
rendah. Strategi tersebut diturunkan dalam program pengembangan kawasan
berdasarkan potensi unggulan baik di perdesaan maupun perkotaan, dengan : (1)
pengembangan kawasan agropolitan dan minapolitan secara optimal;

(2)

pengembangan klaster pariwisata, pertanian, dan industri.

Kajian Potensi KPS-Pembangunan Rest and Resort Area Binangun

20

3) Tinjauan dari Peraturan Daerah Kabupaten Rembang No. 10 tahun 2010 tentang
Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Rembang
Tahun 2010-2015.
Bertumpu pada perkembangan kondisi umum Kabupaten Rembang, masih
terdapat permasalahan yang muncul dalam proses pembangunan. Salah satu isu
strategisnya adalah belum optimalnya pengelolaan sumberdaya pesisir. Kabupaten
Rembang memiliki garis pantai sepanjang 63,5 km mengandung potensi ekonomi bahari
yang sangat besar dan beragam khususnya sektor kelautan dan perikanan yang dapat
digambarkan dari perkembangan produksi perikanan tangkap dan perikanan budidaya
pantai yang meningkat dari tahun-ke tahun. Sementara keberadaan kawasan hutan
mangrove, terumbu karang dan pulau-pulau kecil serta ditemukannya situs-situs sejarah
maritim di Kabupaten Rembang juga sangat berpeluang untuk dikembangkan menjadi
sektor pariwisata bahari unggulan maupun jasa-jasa lingkungan lainnya.
Dalam

perkembangannya,

sektor

pariwisata

masih

memiliki

potensi

permasalahan, diantaranya masih rendahnya jumlah kunjungan wisata, daya saing dan
daya jual destinasi pariwisata pada pasar regional, nasional maupun global. Masih
rendahnya lama tinggal dan jumlah pengeluaran belanja wisatawan. Hampir semua
wisatawan yang mengunjungi obyek wisata yang telah dikelola pemerintah daerah,
sebagian besar berasal dari lokal kabupaten.
Melihat permasalahan dan potensi pariwisata diatas, maka salah satu arah
kebijakan dalam mendukung pengembangan bidang pariwisata seperti yang termuat
dalam RPJM Kabupaten Rembang Tahun 2010-2015 pada nomor 2 (dua) yaitu
mewujudkan perekonomian daerah yang maju dan berdaya saing.
Pengembangan Pariwisata diarahkan melalui peningkatan obyek wisata,
pelestarian peninggalan budaya, tradisi, serta kesenian, dalam rangka membentuk
karakteristik budaya masyarakat serta daya tarik kunjungan wisata. Langkah-langkah yang
ditempuh dalam mewujudkannya, diantaranya melalui (1) pengembangan obyek wisata
dan daya tarik wisata berbasis keragaman budaya, pesona alam dan keunikan lokal; (2)
peningkatan pelaksanaan standarisasi, akreditasi dan sertifikasi atas sumber daya
manusia di bidang kepariwisataan; (3) pembangunan

jejaring promosi pariwisata

ditingkat kabupaten, provinsi, nasional dan internasional; (3) peningkatan kualitas produk
Kajian Potensi KPS-Pembangunan Rest and Resort Area Binangun

21

pariwisata melalui pemanfaatan teknologi, pengembangan kelembagaan, dan saranaprasarana pendukung; dan (4) pengembangan kawasan wisata bahari terpadu untuk
menunjang pengembangan Sea-front city dan wisata kota kuno (heritage tourism).
Di dalam kebijakan umum dan program pembangunan daerah,

Pemerintah

Kabupaten Rembang akan melaksanakan Program 4 (empat) pilar meliputi :


1. Pembangunan Infrastruktur Pelayanan
Komprehensif;
2. Pendidikan Gratis dan Bermutu;
3. Kesehatan Gratis Dan Berkualitas; dan
4. Pengembangan Ekonomi Rakyat.

Publik

Yang

Representatif

dan

Bidang pariwisata sendiri masuk ke dalam pilar ke-4 (empat) yaitu tentang
Pengembangan Ekonomi Rakyat (PER). Salah satu langkah PER dalam mendukung bidang
pariwisata adalah melalui pengembangan industri pariwisata terpadu (jalan wisata bahari,
pulau-pulau kecil, BBS I & BBS II, KBT) dan pemeliharan cagar budaya Kabupaten
Rembang. Keberadaan kawasan wisata pantai Binangun masuk dalam BBS (Bonang
Binagun Sluke) II sehingga terdapat kesesuaian antara RJMN Daerah dengan rencana
pembangunan kawasan wisata pantai Binangun.
Program pembangunan daerah Kabupaten Rembang dibagi ke dalam masingmasing urusan, salah satunya adalah kelompok urusan sosial budaya yang didalamnya
terdapat bidang pariwisata. Program-program di bidang pariwisata dalam rangka
pembangunan daerah adalah program pengembangan pemasaran pariwisata, program
pengembangan destinasi pariwisata dan program pengembangan kemitraan.
Berdasarkan uraian beberapa poin dari masing-masing RPJM, Nasional, Provinsi
dan Kabupaten terlihat bahwa fokus di Nasional sampai dengan Kabupaten di bidang
pariwisata secara umum adalah pengembangan klaster pariwisata untuk meningkatkan
daya saing dan daya jual destinasi pariwisata pada pasar regional, nasional maupun global
serta mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat. Sehingga pembangunan
Kawasan Wisata Pantai Binangun merupakan kebijakan yang seiring dengan prioritas
RPJM baik di Tingkat Nasional, Provinsi maupun Kabupaten.
Dengan memperhatikan semua keterangan diatas bahwa posisi Kawasan Wisata
Pantai Binangun secara gepgrafis terletak di kawasan yang sangat strategis karena masuk
Kajian Potensi KPS-Pembangunan Rest and Resort Area Binangun

22

dalam Kawasan BBS II, tepat di pinggi jalan pantura sehingga keberadaannya mudah
dijangkau oleh masyarakat sekitar Rembang maupun luar daerah. Selain itu kawasan
tersebut juga memiliki peluang yang sangat besar untuk berkembang, sehingga tujuan
dibangunnya kawasan wisata pantai Binangun selain sebagai alternatif wisata juga bisa
sebagai Rest and Resort area yang mendukung para pengguna jalan untuk istirahat,
mendapatkan makanan dan minuman cepat saji, serta oleh-oleh khas Rembang.
Harapannya ke depan, keberadaan kawasan tersebut dapat meningkatkan kesejahteraan
masyarakat sekitar kawasan dan barang tentu dapat mengurangi pengangguran.
2. Tinjauan Kesesuaian Proyek Kerjasama dengan RTRW Kabupaten
Kegiatan investasi sebagai bentuk pemanfaatan ruang, sebagaimana merujuk
Perda Nomor 14 Tahun 2011 tentang RTRW Kabupaten Rembang Tahun 2011 2013
disebutkan bahwa segala bentuk kegiatan pemanfaatan ruang dan pembangunan
prasarana harus memperoleh ijin pemanfaatan ruang yang mengacu pada RTRW
Kabupaten. RTRW Kabupaten menjadi salah satu pedoman dalam penetapan lokasi dan
fungsi ruang untuk investasi.
Secara rencana umum tujuan penataan ruang wilayah daerah dalam 20 tahun
kedepan adalah untuk mewujudkan penataan ruang wilayah Daerah Rembang sebagai
kawasan pantai unggulan yang didukung pengembangan sektor kelautan dan perikanan,
pertanian, pertambangan dan industri dalam keterpaduan pembangunan wilayah utara
dan selatan serta antar sektor yang berwawasan lingkungan.
Dalam rangka mencapai tujuan penataan ruang Kabupaten Rembang tersebut
ditempuh melalui kebijakan dan strategi antara lain yaitu :
A. Kebijakan pengembangan potensi sektor pertanian di bagian tengah dan
bagianselatan ditempuh dengan strategi meliputi:
 mengembangkan kawasan produksi pertanian;
 mengembangkan kawasan agropolitan;
 mengembangkan produk unggulan perdesaan; dan
 mengembangkan prasarana dan sarana kawasan perdesaan.
B. Kebijakan pengembangan potensi sektor perikanan dan kelautan di bagian utara
ditempuh dengan strategi meliputi:
 mengembangkan kawasan peruntukan perikanan tangkap;
 mengembangkan kawasan peruntukan perikanan budidaya;
Kajian Potensi KPS-Pembangunan Rest and Resort Area Binangun

23








mengembangkan kawasan wisata bahari terpadu;


mengembangkan kawasan peruntukan industri pengolahan perikanan;
mengembangkan kawasan pelabuhan perikanan dan pelabuhan umum;
mengembangkan kawasan pesisir kabupaten sebagai kota pantaiunggulan;
menetapkan dan mengembangkan kawasan minapolitan;
mempertahankan luasan lahan perikanan darat yang telah ditetapkansebagai
kawasan minapolitan;
 mengembangkan kawasan minapolitan yang meliputi subsistem hulu,subsistem
usaha perikanan, subsistem hilir dan subsistem penunjang; dan
 mengembangkan sentra-sentra produksi dan usaha berbasis perikanan,dan
dilengkapi dengan sarana dan prasarana yang memadai sebagaipendukung
keanekaragaman aktivitas ekonomi.
C. Kebijakan pengembangan potensi sektor pertambangan ditempuh dengan strategi
meliputi:
 mengkaji kawasan potensi pertambangan dan zonasi wilayahpertambangan;
 mengelola kawasan peruntukan pertambangan sesuai peraturanperundangan
yang berlaku;
 merehabilitasi dan merevegetasi kawasan bekas pertambangan; dan
 mengelola lingkungan sekitar kawasan peruntukan pertambangan.
D. Kebijakan pengembangan potensi sektor industri ditempuh dengan strategi meliputi:
 mengembangkan kawasan peruntukan industri yang terletak di semuawilayah
kecamatan;
 membangun kawasan industri Kabupaten Rembang; dan
 mengembangkan dan pemantapan klaster industri.
E. Kebijakan pengembangan dan pemantapan fungsi pusat pelayanan yangterkoneksi
dengan sistem prasarana wilayah dalam rangka pengurangankesenjangan antar
wilayah ditempuh dengan strategi huruf e meliputi:







mengembangkan dan memantapkan sistem pusat kegiatan;


mengembangkan sistem jaringan prasarana transportasi;
mengembangkan sistem jaringan prasarana sumberdaya air;
mengembangkan sistem jaringan prasarana energi/kelistrikan;
mengembangkan sistem jaringan prasarana telekomunikasi; dan
mengembangkan sistem jaringan prasarana lingkungan.
Dari kebijakan dan strategi penataan ruang wilayah Kabupaten Rembang

tersebut, telah dijabarkan dalam penetapan kawasan strategis kabupaten yaitu kawasan
strategis dari sudut kepentingan pertumbuhan ekonomi maupun kawasan strategis dari
Kajian Potensi KPS-Pembangunan Rest and Resort Area Binangun

24

sudut kepentingan pendayagunaan sumberdaya alam dan/atau teknologi tinggi.Kriteria


penentuan kawasan strategis dari sudut kepentingan pertumbuhan ekonomimeliputi:
 memiliki potensi ekonomi cepat tumbuh;
 memiliki sektor unggulan yang dapat menggerakkan pertumbuhanekonomi
nasional dan daerah;
 memiliki potensi ekspor;
 didukung jaringan prasarana dan fasilitas penunjang kegiatanekonomi;
 memiliki kegiatan ekonomi yang memanfaatkan teknologi tinggi;
 berfungsi untuk mempertahankan tingkat produksi pangan daerahdalam rangka
mewujudkan ketahanan pangan daerah;
 berfungsi untuk mempertahankan tingkat produksi sumber energidalam rangka
mewujudkan ketahanan pangan nasional dan daerah;atau
 ditetapkan untuk mempercepat pertumbuhan kawasan tertinggal.
Beberapa pengembangan kawasan strategis kabupaten yang akan, sedang dan
terus tumbuh di Kabupaten Rembang antara lain meliputi :pertama,Kawasan Bahari
Terpadu (KBT), yaitu merupakan perwujudan pengembangan kawasan yang berupaya
mengelola kawasan pesisir secara terpadu beberapa sektor potensi yaitu pengembangan
sektor perikanan kelautan, sektor industri pengolahan perikanan, pengembangan
pariwisata bahari dan penataan permukiman. KBT terletak di Desa Tasikagung Kecamatan
Rembang.Kedua, Kawasan Bonang-Binangun-Sluke (BBS), yaitu pengembangan kawasan
BBS I berupaya mewujudkan kawasan wisata yang didukung kawasan cagar budaya,
perikanan kelautan dan pelestarian SDA.Lokasi meliputi Kecamatan Lasem dan
Kecamatan Sluke.Ketiga, Kawasan Pelabuhan dan Sekitarnya yaitu dimana kondisi
eksisting pelabuhan regional pengumpan yang berada di Desa Tasikagung Kecamatan
Rembang saat ini secara teknis, lingkungan, social budaya dan keruangan tidak layak lagi
untuk dikembangkan menjadi pelabuhan umum dan kedepan direncanakan berubah
fungsinya terpadu dalam kawasan Pelabuhan Perikanan Nusantara. Sedangkan
pengembangan pelabuhan umum Rembang telah dan sedang dibangun di wilayah
Kecamatan Sluke. Peluang pengembangan potensi pembangunan umum Rembang
tersebut adalah
 Mendorong pengembangan industri berbasis sumber daya alam, pertanian dan
perkebunan.

Kajian Potensi KPS-Pembangunan Rest and Resort Area Binangun

25

 Peluang penyediaan fasilitas pendukung dalam rangka pengembangan industri


minyak Exxon Mobil Blok Cepu.
 BOR Pelabuhan Umum Semarang dan Tanjung Perak cukup tinggi sehingga
berpeluang besar menjadi alternatif pengembangan pelabuhan.
 Pengembangan pelabuhan terintegrasi dengan rencana pembangunan kawasan
industri.
Keempat, Kawasan Minapolitan yaitu merupakan konsep pembangunan
kelautan dan perikanan berbasis wilayah dengan pendekatan sistem dan manajemen
kawasan integrasi, dengan prinsip efisien, kualitas dan akselerasi.Kawasan Minapolitan
adalah kawasan ekonomi yang terdiri dari sentra - sentra produksi dan perdagangan
komoditas

kelautan

dan

perikanan,

jasa

perumahan

dan

kegiatan

terkait

lainnya.Minapolitan di Kabupaten Rembang di arahkan untuk kawasan Minapolitan


Garam. Kelima, Kawasan Agropolitan Rembang, yaitu merupakan kawasan yang terdiri
atas satu atau lebih pusat kegiatan pada wilayah perdesaan sebagai satu sistem produksi
pertanian dan pengelolaan sumberdaya alam tertentu yang ditunjukkan oleh adanya
keterkaitan fungsional dan hirarki keruangan satuan sistem permukiman dan system
agrobisnis. Lokasi di Kecamatan Pamotan dan Kecamatan Sulang.
Dari progres pengembangan kawasan strategis kabupaten tersebut, dimana saat
ini telah tumbuh beberapa simpul kegiatan atau lokasi strategis yang berpotensi
berpeluang menjadi salah satu bentuk kerjasama investasi di Kabupaten Rembang salah
satunya adalah : REST AND RESORT AREA BINANGUN.
Merujuk RTRW Kabupaten Rembang bahwa pengembangan fasilitas kawasan
perkotaan PKLp Perkotaan Lasem sebagai pusat pemerintahan Kecamatan Lasem, pusat
permukiman, pusat pengembangan perdagangan dan jasa, perikanan dan kelautan,
perhubungan

laut,

pertanian

dan

kehutanan,

industri,

pertambangan

dan

pariwisata.Kawasan wisata pantai Binangun Lasem sebagai bagian dari alokasi ruang
pengembangan KSK BBS I sebagai pusat pengembangan wisata bahari di Kabupaten
Rembang.

Kajian Potensi KPS-Pembangunan Rest and Resort Area Binangun

26

Foto kondisi eksisting

PotensiKerjasama Investasi

Kesesuaian RTRW :

Gambaran Perencanaan Kawasan :


Review perencanaan yang telah ada (2002 dan 2006)

Rest area
Pusat kuliner makanan ikan laut
Rembang
Hotel dan resort
Outlet penjualan kerajinan khas
daerah

Termasuk dalam rencana kawasan


strategis kabupaten (KSK BBS I) pada
RTRW Kabupaten Rembang Tahun 20112031
Rencana Kawasan BBS Zona I
dikembangkan sebagai kawasan yang
mensinergikan beberapa sektor unggulan
Sektor Pariwisata
Konsep pengembangan pariwisata di Kawasan
Pantai
Bonang
Binangun
adalah
mempertahankan wisata ziarah dengan
melengkapinya dengan wisata rekreasi pantai
dan wisata budaya.
Sektor Perikanan Kelautan
Kawasan TPI Bonang konsep desain struktur
ruangnya adalah sebagai pengembangan
kawasan
perikanan
dan
kelautan
berdampingan dengan kawasan pariwisata (di
atas lahan reklamasi). Kegiatan pengolahan
hasil perikanan merupakan pendukung dari
kegiatan wisata, seperti restoran makanan
laut (seafood), pemancingan dan sebagainya.
Pengembangan secara bertahap dengan
prioritas pada penyediaan fasilitas tambatan
perahu, penyimpanan peralatan, pengisian
bahan bakar dan penyiapan logistik seperti air

Kajian Potensi KPS-Pembangunan Rest and Resort Area Binangun

27

bersih, serta pengembangan TPI untuk


mewadahi aktifitas yang sudah ada. Tetapi
secara umum fungsi yang dikembangkan di
Kawasan Bonang-Binangun adalah sebagai
tempat berlindung kapal pada saat musim
timuran.
Sektor Perkebunan
Kawasan agrowisata binangun diharapkan
mampu menjadi alternatif pilihan obyek
wisata di kawasan BBS , kawasan ini
direncanakan
untuk dapat menyajikan
komoditi unggulan yang dimiliki oleh
kabupaten Rembang dan sekaligus dapat
dijadikan sebagai tempat pembudidayaan
vegetasi unggulan, misal : jambu citra dan
mangga. Keberadaan kawasan ini perlu
ditunjang adanya sarana dan prasarana yang
memadai.

3. Tinjauan Kesesuaian Proyek Kerjasama dengan Regulasi




Kerjasama Daerah

Undang-undang No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah


Untuk melaksanakan fungsinya dengan efektif dan efisien, Pemerintah daerah
seringkali dihadapkan pada keterbatasan dana/anggaran.

Untuk menyelenggarakan

tugas, kewajiban serta kewenangan yang dimiliki untuk mengatur dan mengurus rumah
tangganya secara maksimal, Pemerintah harus mencari alternative sumber-sumber
pendanaan lainnya diantaranya melalui kerjasama dengan pihak ketiga.
Sebagai solusi mengatasi kesulitan tersebut, maka pada ketentuan Pasal 363 UU No.
23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Menggantikan UU no 32/2004 tentang
pemerintahan Daerah) telah diatur mengenai perjanjian kerjasama kemitraan antara
Pemerintah (Daerah) dengan Pihak Swasta, dimana pemerintah daerah dalam hal ini
Gubernur/Bupati/Walikota diberikan wewenang untuk menjalin kerjasama dengan pihak
ketiga. Selengkapnya ketentuan Pasal 363 UU No. 23 Tahun 2014 adalah sebagai berikut:
(1) Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat, Daerah dapat mengadakan kerja
sama yang didasarkan pada pertimbangan efisiensi dan efektivitas pelayanan publik
serta saling menguntungkan.
Kajian Potensi KPS-Pembangunan Rest and Resort Area Binangun

28

(2) Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan oleh Daerah
dengan:
a.

Daerah lain;

b.

pihak ketiga; dan/atau

c.

Lembaga atau pemerintah daerah di luar negeri sesuai dengan ketentuan


peraturan perundang-undangan.

(3) Kerja sama dengan Daerah lain sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a
dikategorikan menjadi kerja sama wajib dan kerja sama sukarela.

Selanjutnya pada pasal 366 dijelaskan bahwa Kerja sama Daerah dengan pihak
ketiga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 363 ayat (2) huruf b meliputi:
a.

kerja sama dalam penyediaan pelayanan publik;

b.

kerja sama dalam pengelolaan aset untuk meningkatkan nilai tambah yang
memberikan pendapatan bagi Daerah;

c.

kerja sama investasi; dan

d.

kerja sama lainnya yang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundangundangan.

Kerja sama Daerah dengan pihak ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
didahului dengan studi kelayakan yang dilakukan oleh para pihak yang melakukan kerja
sama.

Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2007 Tata Cara pelaksanaan Kerjasama Daerah
PP No 50 Tahun 2007 tentang Tata Cara pelaksanaan Kerjasama Daerah merupakan
hasil tindaklanjut atas kebijakan UU No. 32 Tahun 2004 (pasal 197: yang berbunyi Tata
cara pelaksanaan ketentuan sebaigaimana dimaksud dalam Pasal 195 dan Pasal 196
diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah). Dalam Bab I Pasal 1 PP No 50/2007 ini
disebutkan bahwa kerja sama daerah adalah kesepakatan antara gubernur dengan
gubernur atau gubernur dengan bupati/wali kota atau antara bupati/wali kota dengan
bupati/wali kota yang lain, dan atau gubernur, bupati/wali kota dengan pihak ketiga, yang
dibuat secara tertulis serta menimbulkan hak dan kewajiban.

Kajian Potensi KPS-Pembangunan Rest and Resort Area Binangun

29

Bila mengacu pada PP No.50/2007, maka ada 11 prinsip kerjasama daerah yang
harus dipatuhi, yaitu: 1). efisiensi[5], b). efektivitas[6]; 3) sinergi[7]; 4) saling
menguntungkan[8]; 5) kesepakatan bersama[9]; 6) itikad baik[10]; 7) mengutamakan
kepentingan nasional dan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia[11]; 8)
persamaan kedudukan[12]; 9) transparansi[13]; 10) keadilan[14]; dan 11) kepastian
hukum[15].
Dalam konsep kerjasama pemerintah daerah, terdapat subjek dan kerjasama. Yang
menjadi Subjek Kerja Sama dalam kerja sama daerah meliputi: a). gubernur; b). bupati; c).
wali kota; dan d). pihak ketiga. Sedangkan yang menjadi Objek Kerja Sama adalah seluruh
urusan pemerintahan yang telah menjadi kewenangan daerah otonom dan dapat berupa
penyediaan pelayanan publik.
Ada 3 point penting dalam konsep kerjasama, yaitu, pertama adanya pihak ketiga,
baik itu Departemen/Lembaga Pemerintah Non Departemen atau sebutan lain,
perusahaan swasta yang berbadan hukum, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik
Daerah, Koperasi, Yayasan, dan lembaga di dalam negeri lainnya yang berbadan hukum.
Kedua, adanya badan kerja sama yaitu suatu forum untuk melaksanakan kerja sama yang
keanggotaannya merupakan wakil yang ditunjuk dari daerah yang melakukan kerja sama.
Ketiga, adanya Surat Kuasa, yaitu naskah dinas yang dikeluarkan oleh kepala daerah
sebagai alat pemberitahuan dan tanda bukti yang berisi pemberian mandat atas
wewenang dari kepala daerah kepada pejabat yang diberi kuasa untuk bertindak atas
nama kepala daerah untuk menerima naskah kerja sama daerah, menyatakan
persetujuan pemerintah daerah untuk mengikatkan diri pada kerja sama daerah,
dan/atau menyelesaikan hal-hal lain yang diperlukan dalam pembuatan kerja sama
daerah.
Masih menurut PP 50/2007, Kerja sama daerah dituangkan dalam bentuk perjanjian
kerja sama. Perjanjian kerja sama daerah dengan pihak ketiga wajib memperhatikan
prinsip kerja sama dan objek kerja sama. Dalam melakukan kerjasama, terdapat tata cara
kerja sama daerah dilakukan dengan:
1)

Kepala daerah atau salah satu pihak dapat memprakarsai atau menawarkan rencana kerja
sama kepada kepala daerah yang lain dan pihak ketiga mengenai objek tertentu.

Kajian Potensi KPS-Pembangunan Rest and Resort Area Binangun

30

2)

Apabila para pihak sebagaimana dimaksud pada huruf a menerima, rencana kerja sama
tersebut dapat ditingkatkan dengan membuat kesepakatan bersama dan menyiapkan
rancangan perjanjian kerja sama.

Pelaksanaan perjanjian kerja sama dapat dilakukan oleh satuan kerja perangkat
daerah. dimana pelaksanaan kerjasama tersebut harus mendapatkan persetujuan DPRD.
Seperti yang disebutkan pada pasal 9 (PP 50/2007) bahwa rencana kerja sama daerah
yang membebani daerah dan masyarakat harus mendapat persetujuan dari Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah dengan ketentuan apabila biaya kerja sama belum
teranggarkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah tahun anggaran berjalan
dan/atau menggunakan dan/atau memanfaatkan aset daerah.
Kerja sama daerah yang dilakukan dalam rangka pelaksanaan tugas dan fungsi dari
satuan kerja perangkat daerah dan biayanya sudah teranggarkan dalam Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah tahun anggaran berjalan tidak perlu mendapat
persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Untuk mendapatkan persetujuan dari
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah terhadap kerja sama daerah yang membebani daerah
dan masyarakat, gubernur/bupati/wali kota menyampaikan surat dengan melampirkan
rancangan perjanjian kerja sama kepala daerah kepada Ketua Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah dengan memberikan penjelasan mengenai: tujuan kerja sama; objek yang akan
dikerjasamakan; hak dan kewajiban meliputi:
1.

besarnya kontribusi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang dibutuhkan


untuk pelaksanaan kerja sama; dan

2.

keuntungan yang akan diperoleh berupa barang, uang, atau jasa.

3.

jangka waktu kerja sama; dan

4.

besarnya pembebanan yang dibebankan kepada masyarakat dan jenis


pembebanannya.

Adapun hasil kerja sama daerah dapat berupa uang, surat berharga dan aset, atau
nonmaterial berupa keuntungan. Hasil kerja sama daerah yang menjadi hak daerah yang
berupa uang, harus disetor ke kas daerah sebagai pendapatan asli daerah sesuai dengan
peraturan perundang-undangan. Hasil kerja sama daerahyang menjadi hak daerah yang

Kajian Potensi KPS-Pembangunan Rest and Resort Area Binangun

31

berupa barang, harus dicatat sebagai aset pada pemerintah daerah yang terlibat secara
proporsional sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Berdasarkan hal tersebut, jelas bahwa dalam kerangka otonomi daerah, diperlukan
sumber pembiayaan agar pemerintah daerah dapat menyelenggarakan pemerintahan
dan pembangunan dengan kemampuan daerahnya sendiri. Dalam rangka mewujudkan
hal tersebut di atas, Pemerintah Daerah dapat menjalin kerjasama dengan pihak ketiga
(swasta) dalam penyediaan layanan publik di daerah.
Bupati sebagai Kepala Daerah merupakan salah satu subyek kerjasama (dimana
Pelaksanaan perjanjian kerja sama dapat dilakukan oleh satuan kerja perangkat daerah),
tanah yang dimiliki oleh pemerintah daerah merupakan bagian dari obyek kerjasama
(seluruh urusan pemerintahan yang telah menjadi kewenangan daerah otonom dan dapat
berupa penyediaan pelayanan publik), dan pemerintah daerah bisa melakukan kerjasama
dengan pihak ketiga (baik itu dengan Departemen/Lembaga Pemerintah Non Departemen
atau sebutan lain, perusahaan swasta yang berbadan hukum, Badan Usaha Milik Negara,
Badan Usaha Milik Daerah, Koperasi, Yayasan, dan lembaga di dalam negeri lainnya yang
berbadan hukum)


Hak Penguasaan Atas Tanah oleh Pemerintah Daerah dan Pengelolaan Barang
Milik Daerah
1. UU No 5 Tahun 60 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria;
2. Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996 Tentang : Hak Guna Usaha, Hak Guna
Bangunan Dan Hak Pakai Atas Tanah;
3. Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun
1999 Tentang Tata Cara Pemberian Dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara Dan Hak
Pengelolaan;
4. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara /
Daerah;
5. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis
Pengelolaan Barang Milik Daerah;
6. UU No 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara

Menurut pasal 41 UUPA ini disebutkan bahwa:


Hak Pakai adalah hak untuk menggunakan dan atau memungut hasil dari tanah yang
dikuasai langsung oleh negara atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenang
dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang
berwenang memberikannya atau dengan perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang
bukan perjanjian sewa menyewa atau perjanjian pengolahan tanah, sgala sesuatu asal
tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan-ketentuan Undang-undang ini

Kajian Potensi KPS-Pembangunan Rest and Resort Area Binangun

32

Dalam UUPA tidak disebutkan secara tegas bahwa Pemerintah Daerah mempunyai
Hak Pakai, disini hanya disebutkan bahwa salah satu subyek hak pakai adalah badan
hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia. Namun
kemudian secara tegas dijabarkan dalam Pasal 39 PP 40 Tahun 1996 bahwa yang dapat
mempunyai Hak Pakai adalah warga negara Indonesia; Badan Hukum yang didirikan
menurut Hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia; Departemen, Lembaga
Pemerintah Non Departemen, dan Pemerintah Daerah, Badan-badan keagamaan dan
social, Orang asing yang berkedudukan di Indonesia, Badan hukum asing yang mempunyai
perwakilan di Indonesia, dan Perwakilan negara asing dan perwakilan badan
Internasional. Jelas disini bahwa Pemerintah Daerah merupakan salah satu subyek Hak
Pakai atas Tanah.
Selain Hak Pakai atas tanah, hak penguasaan atas tanah yang dapat dikuasai oleh
pemerintah daerah adalah hak pengelolaan. UUPA tidak secara tersurat menyebut Hak
Pengelolaan, namun hanya menyebut pengelolaan (sebagaimana Penjelasan Umum
Angka II Nomor 2 UUPA). Istilah Hak Pengelolaan baru muncul dalam Pasal 2 Peraturan
Menteri Agraria No 9 Tahun 1965, dan dalam pasal 5 peraturan ini disebutkan bahwa Hak
pengelolaan dapat diberikan kepada Departemen, Direktorat, dan daerah swatantra
(pemerintah daerah). Sedangkan pengertian Hak Pengelolaan dinyatakan dalam Pasal 1
angka 2 PP 40/1996 yaitu : Hak Pengelolaan adalah hak menguasai negara yang
kewenangan pelaksanaannya sebagaian dilimpahkan kepada pemegangnya. Selanjutnya
secara tegas tersurat dalam Pasal 67 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan
Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 Tentang Tata Cara Pemberian Dan Pembatalan
Hak Atas Tanah Negara Dan Hak Pengelolaan bahwa Hak Pengelolaan dapat diberikan
kepada : a. Instansi Pemerintah termasuk Pemerintah Daerah; b. Badan Usaha Milik
Negara; c. Badan Usaha Milik Daerah; d. PT. Persero; e. Badan Otorita; dan f. Badanbadan hukum Pemerintah lainnya yang ditunjuk pemerintah. Badan-badan

hukum

sebagaimana dimaksud dapat diberikan Hak Pengelolaan sepanjang sesuai dengan


tugas pokok dan fungsinya berkaitan dengan pengelolan tanah.
Secara garis besar, perolehan Hak Pakai ataupun Hak Pengelolaan oleh
Pemerintah Daerah melalui pemberian Hak, yaitu Pemerintah Daerah mengajukan
permohonan Hak Pakai atau Hak Pengelolaan kepada Kepala Badan Pertanahan Nasional
Kajian Potensi KPS-Pembangunan Rest and Resort Area Binangun

33

RI melalui Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota. Apabila syarat terpenuhi, maka


kemudian terbit Surat Keputusan Pemberian Hak Pakai atau Hak Pengelolaan oleh Kepala
Badan Pertanahan Nasional RI. Surat keputusan ini selanjutnya harus didaftarkan oleh
Pemerintah Daerah kepada Kepala Badan Pertanahan Kabupaten setempat untuk
diterbitkan Sertifikat Hak Pakai atau Hak Pengelolaan.

Terbitnya sertifikat barulah

menandai lahirnya Hak Pakai atau Hak Pengelolaan.


Dalam hal tanah Pemerintah berstatus Hak Pakai, maka menurut ketentuan Pasal
52 PP 40/1996, hak dari pemegang Hak pakai adalah : pemegang hak pakai berhak
menguasai dan mempergunakan tanah yang diberikan dengan pakai selama waktu
tertentu untuk keperluan pribadi atau usahanya serta untuk memindahkan hak tersebut
kepada pihak lain dan membebaninya, atau selama digunakan untuk keperluan tertentu.
Dengan demikian kewenangan pemegang hak Pakai adalah mempergunakan tanah Hak
Pakai untuk kepentingan pelaksanaan tugasnya. Bila tanah Hak Pakai tersebut tidak lagi
dipergunakan untuk kepentingan pelaksanaan tugasnya, maka Hak pakai tersebut
menjadi hapus dan tanahnya kembali menjadi tanah negara atau tanah yang dikuasai
langsung oleh negara.
Selanjutnya pada Pasal 50 PP 40/1996 diatur mengenai kewajiban pemegang hak
pakai yaitu :1) membayar uang pemasukan yang jumlah dan cara pembayarannya
ditetapkan dalam keputusan pemberian haknya, perjanjian penggunaan tanah hak
pengelolaan atau dalam perjanjian pemberian hak pakai atas tanah Hak Milik;
2)menggunakan tanah sesuai peruntukannya dan persyaratan sebagaimana ditetapkan
dalam keputusan pemberiannya, atau perjanjian penggunaan tanah hak pengelolaan atau
perjanjian pemberian hak pakai atas tanah Hak Milik; 3)memelihara dengan baik tanah
dan bangunan yang ada di atasnya serta menjaga kelestarian lingkungan hidup;
4)menyerahkan kembali tanah yang diberikan dengan hak pakai kepada negara,
pemegang hak pengelolaan atau pemegang hak milik sesudah hak pakai tersebut hapus;
dan 5)menyerahkan sertipikat hak pakai yang telah hapus.
Jika dikaitkan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang
Pengelolaan Barang Milik Negara / Daerah; maka barang milik daerah dapat berupa
tanah/bangunan. Sebagaimana Pasal 2 PP 27/2014 ini yang menyebutkan bahwa ayat
(1)Barang Milik Negara/Daerah meliputi: a. barang yang dibeli atau diperoleh atas
Kajian Potensi KPS-Pembangunan Rest and Resort Area Binangun

34

beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Daerah; dan b. barang yang berasal
dari perolehan lainnya yang sah. Ayat (2) Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b meliputi: a. barang yang diperoleh dari hibah/sumbangan atau yang sejenis; b.
barang yang diperoleh sebagai pelaksanaan dari perjanjian/kontrak; c. barang yang
diperoleh sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; atau d. barang
yang diperoleh berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.
Selanjutnya dalam Pasal 5, dinyatakan bahwa Gubernur/Bupati/Walikota adalah
pemegang kekuasaan pengelolaan Barang Milik Daerah yang tanggungjawab dan
wewenangnya diantaranya

menetapkan

Penggunaan,

Pemanfaatan,

atau

Pemindahtanganan Barang Milik Daerah ; menyetujui usul Pemanfaatan Barang Milik


Daerah berupa sebagian tanah dan/atau bangunan dan selain tanah dan/atau bangunan;
dan berupa tanah dan/atau bangunan; serta menyetujui usul Pemanfaatan Barang
Milik Daerah dalam bentuk Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur.
Kemudian pada pasal 8 disebutkan bahwa Kepala satuan kerja perangkat daerah
adalah

Pengguna Barang Milik Daerah yang berwenang dan bertanggungjawab

menggunakan Barang Milik Daerah yang berada dalam penguasaannya untuk


kepentingan penyelenggaraan tugas dan fungsi satuan kerja perangkat daerah yang
dipimpinnya; mengamankan dan memelihara Barang Milik Daerah yang berada dalam
penguasaannya; serta mengajukan usul Pemanfaatan dan Pemindahtanganan Barang
Milik Daerah berupa tanah dan/atau bangunan yang tidak memerlukan persetujuan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan Barang Milik Daerah selain tanah dan/atau
bangunan.
Pada Bab VI Pasal 26 menjelaskan mengenai pemanfaat barang milik
Negara/daerah, dimana Pemanfaatan Barang Milik Daerah dilaksanakan oleh: Pengelola
Barang dengan persetujuan Gubernur/ Bupati/Walikota, untuk Barang Milik Daerah
yang berada dalam penguasaan Pengelola Barang; dan oleh Pengguna Barang dengan
persetujuan

Pengelola Barang, untuk Barang Milik Daerah berupa

sebagian tanah

dan/atau bangunan yang masih digunakan oleh Pengguna Barang, dan selain tanah
dan/atau bangunan.

Kajian Potensi KPS-Pembangunan Rest and Resort Area Binangun

35

Bentuk Pemanfaatan Barang Milik Negara/Daerah berupa (Pasal 27):


a. Sewa;
b. Pinjam Pakai;
c. KerjaSama Pemanfaatan;
d. Bangun Guna Serah atau Bangun Serah Guna; atau
e. KerjaSama Penyediaan Infrastruktur.
Adapun pemanfaatan adalah pendayagunaan barang milik negara / daerah yang
tidak digunakan untuk penyelenggaraan tugas dan fungsi kementrian/ lembaga/ skpd dan
atau optimalisasi barang milik negara / daerah dengan tidak mengubah status
kepemilikan dalam bentuk sewa, pinjam pakai, kerja sama pemanfaatan, bangun serah
guna atau bangun guna serah dan kerja sama penyediaan infrastrukstur.
Membahas persoalan barang milik daerah tentunya tidak bisa dipisahkan dengan
aturan yang terkait dengan perbendaharaan Negara. Sebagaimana dinyatakan dalam
Pasal 45 UU No 1 Tahun 2004 bahwa (1) Barang milik negara/daerah yang diperlukan
bagi

penyelenggaraan

dipindahtangankan.

(2)

tugas

pemerintahan

negara/daerah

tidak

dapat

Pemindahtanganan barang milik negara/daerah dilakukan

dengan cara dijual, dipertukarkan, dihibahkan, atau disertakan sebagai modal Pemerintah
setelah mendapat persetujuan DPR/DPRD. Kemudian pasal 46 (1) Persetujuan DPR
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (2) dilakukan untuk:
a. pemindahtanganan tanah dan/atau bangunan.
b. tanah dan/ atau bangunan sebagaimana dimaksud pada huruf a ayat ini tidak termasuk
tanah dan/atau bangunan yang:
1) sudah tidak sesuai dengan tata ruang wilayah atau penataan kota;
2) harus dihapuskan karena anggaran untuk bangunan pengganti sudah disediakan
dalam dokumen pelaksanaan anggaran;
3) diperuntukkan bagi pegawai negeri;
4) diperuntukkan bagi kepentingan umum;
5) dikuasai negara berdasarkan keputusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan
hukum tetap dan/ atau berdasarkan ketentuan perundang-undangan, yang jika status
kepemilikannya dipertahankan tidak layak secara ekonomis.

Kajian Potensi KPS-Pembangunan Rest and Resort Area Binangun

36

Selanjutnya dalam pasal 49, disebutkan bahwa (4)Barang milik negara/daerah


dilarang untuk diserahkan kepada pihak lain sebagai pembayaran atas tagihan kepada
Pemerintah Pusat/Daerah serta (5) Barang milik negara/daerah dilarang digadaikan atau
dijadikan jaminan untuk mendapatkan pinjaman.
Berdasarkan uraian peraturan perundangan diatas maka dapat disimpulkan
bahwa Tanah yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah (Barang Milik Daerah) yang berstatus
Hak Pakai maupun Hak pengelolaan keduanya dapat dijadikan sebagai obyek kerjasama
pemerintah dengan Pihak Ketiga sepanjang sesuai dengan peruntukannya dan
persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam keputusan pemberiannya serta
memperhatikan RTRW Kabupaten. Kepala satuan kerja perangkat daerah adalah
Pengguna Barang Milik Daerah yang berwenang dan bertanggungjawab salah satunya
mengajukan usul Pemanfaatan Barang Milik Daerah berupa tanah dan/atau
bangunan yang tidak memerlukan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan
Barang Milik Daerah selain tanah dan/atau bangunan.
Berbeda dengan Tanah Hak Pengelolaan yang dapat diusulkan Hak guna
Bangunan dan Hak Pakai diatasnya, pada tanah Hak Pakai tidak dapat diusulkan hak atas
tanah diatasnya. Sehingga, apabila kerjasama pemerintah dengan pihak ketiga dilakukan
diatas tanah Hak Pakai maka pengaturannya harus dituangkan secara jelas dalam
perjanjian kerjasama dengan berprinsip bahwa kerjasama pemerintah dengan pihak
ketiga tidak menyebabkan hilangnya atau berpindahtangannya Hak pakai tanah
pemerintah tersebut kepada pihak lain.


Rest dan Resort Area


a. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10.Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan;
b. Permen Pu No 40/Prt/M/2007 Tentang Pedoman Perencanaan Tata Ruang Kawasan
Reklamasi Pantai;
c. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.41/Prt/M/2007 Tentang Pedoman Kriteria Teknis
Kawasan Budi Daya;
d. Peraturan Menteri Pariwisata Dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia Nomor
Pm.53/Hm.001/Mpek/2013 Sebagaimana Diubah Dengan Peraturan Menteri Pariwisata
Dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas
Peraturan Menteri Pariwisata Dan Ekonomi Kreatif Nomor Pm.53/Hm.001/Mpek/2013
Tentang Standar Usaha Hotel.

Pada Pasal 1 ayat 3 dan 4 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10.Tahun


2009 Tentang Kepariwisataan dinyatakan bahwa :
Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung
berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha,
Pemerintah, dan Pemerintah Daerah.

Sedangkan Kepariwisataan

adalah

keseluruhan kegiatan yang terkait dengan pariwisata dan bersifat multidimensi


Kajian Potensi KPS-Pembangunan Rest and Resort Area Binangun

37

serta multidisiplin yang muncul sebagai wujud kebutuhan setiap orang dan
negara

serta

interaksi antara wisatawan dan masyarakat setempat, sesama

wisatawan, Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan pengusaha.


Selanjutnya Usaha Pariwisata didefinisikan sebagai usaha yang menyediakan
barang

dan/atau

jasa

bagi

pemenuhan

kebutuhan wisatawan dan

penyelenggaraan pariwisata.
Kepariwisataan bertujuan untuk: meningkatkan pertumbuhan ekonomi;
meningkatkan

kesejahteraan

rakyat;

menghapus

kemiskinan;

mengatasi

pengangguran; melestarikan alam, lingkungan, dan sumber daya; memajukan


kebudayaan; mengangkat citra bangsa; memupuk rasa cinta tanah air;
memperkukuh jati diri dan kesatuan bangsa; dan mempererat persahabatan
antarbangsa.
Lebih lanjut dinyatakan dalam Undang-undang ini bahwa Kepariwisataan
diselenggarakan dengan prinsip: a) menjunjung tinggi norma agama dan nilai
budaya sebagai pengejawantahan dari konsep hidup dalam keseimbangan
hubungan antara manusia dan Tuhan Yang Maha Esa, hubungan antara manusia
dan sesama manusia, dan hubungan antara manusia dan lingkungan; b.
menjunjung tinggi hak asasi manusia, keragaman budaya, dan kearifan lokal; c.
memberi manfaat untuk kesejahteraan rakyat, keadilan, kesetaraan, dan
proporsionalitas; d. memelihara kelestarian alam dan lingkungan hidup; e.
memberdayakan masyarakat setempat; f. menjamin keterpaduan antarsektor,
antardaerah, antara pusat dan daerah yang merupakan satu kesatuan sistemik
dalam kerangka otonomi daerah, serta keterpaduan antarpemangku kepentingan;
g. mematuhi kode etik kepariwisataan dunia dan kesepakatan internasional dalam
bidang pariwisata; dan h. memperkukuh keutuhan Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Pembangunan Kepariwisataan harus dijalankan berdasarkan Rencana
Induk Pembangunan Kepariwisataan dan merupakan bagian integral dari Rencana
Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), hal ini sebagaimana disebutkan dalam Pasal
8 UU 10/2009.

Kajian Potensi KPS-Pembangunan Rest and Resort Area Binangun

38

Selain daripada itu, Pasal 10 UU 10/2009 ini memberikan kewenangan bagi


Pemerintah

Daerah

untuk

mendorong

penanaman

modal

di

bidang

kepariwisataan dengan tetap mengacu pada rencana induk kepariwisataan


Nasional, Propinsi dan Kabupaten/kota. Selanjutnya Pasal 18 dinyatakan bahwa
Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah mengatur dan mengelola urusan
kepariwisataan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan
Pasal 19 ayat 1 bahwa Setiap orang berhak: a. memperoleh kesempatan
memenuhi kebutuhan wisata; b. melakukan usaha pariwisata; c. menjadi
pekerja/buruh

pariwisata;

dan/atau

d.

berperan

dalam

proses

pembangunankepariwisataan.
Kewenangan

Kabupaten

dalam

penyelenggaraan

Kepariwisataan

selengkapnya dijelaskan dalam pasal Pasal 30 UU 10/2009 dimana Pemerintah


kabupaten/kota berwenang:
a. menyusun dan menetapkan rencana induk pembangunan kepariwisataan
kabupaten/kota;
b. menetapkan destinasi pariwisata kabupaten/kota;
c. menetapkan daya tarik wisata kabupaten/kota;
d. melaksanakan pendaftaran, pencatatan, dan pendataan pendaftaran usaha
pariwisata;
e. mengatur penyelenggaraan dan pengelolaan kepariwisataan di
wilayahnya;
f. memfasilitasi dan melakukan promosi destinasi pariwisata dan produk
pariwisata yang berada di wilayahnya;
g. memfasilitasi pengembangan daya tarik wisata baru;
h. menyelenggarakan pelatihan dan penelitian kepariwisataan dalam lingkup
kabupaten/kota;
i. memelihara dan melestarikan daya tarik wisata yang berada di wilayahnya;
j. menyelenggarakan bimbingan masyarakat sadar wisata; dan
k. mengalokasikan anggaran kepariwisataan.
Sampai disini, jelas bahwa Pemerintah Daerah berwenang mengatur
penyelenggaraan dan pengelolaan kepariwisataan di wilayahnya serta mendorong
penanaman modal(baik PMDN, PMDA, maupun investasi melalui KPS) namun
harus tetap mengacu pada Rencana Induk Kepariwisataan dan RPJP baik Nasional,
Propinsi dan Kabupaten/Kota.

Kajian Potensi KPS-Pembangunan Rest and Resort Area Binangun

39

Terkait lokasi obyek kerjasama yang berada di Kawasan BBS Zona I dimana
rencana pengembangannya adalah sebagai kawasan yang mensinergikan
beberapa sektor unggulan baik Perikanan kelautan, pariwisata maupun
perkebunan serta tetap mempertahankan wisata ziarah dengan melengkapinya
dengan wisata rekreasi pantai dan wisata budaya. Sebagai salah satu bagian
kawasan yang peruntukannya adalah untuk pariwisata maka sebagaimana
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.41/Prt/M/2007 Tentang Pedoman Kriteria
Teknis Kawasan Budi Daya, dinyatakan bahwa kawasan peruntukan pariwisata
adalah kawasan yang diperuntukan bagi kegiatan pariwisata atau segala sesuatu
yang berhubungan dengan wisata termasuk pengusahaan obyek dan daya tarik
wisata serta usaha-usaha yang terkait di bidang tersebut.
Selanjutnya menurut Permen PU No.41/Prt/M/2007 ini dijelaskan bahwa
Jenis obyek wisata yang diusahakan dan dikembangkan di kawasan peruntukan
pariwisata dapat berupa wisata alam ataupun wisata sejarah dan konservasi
budaya.

Adapun Ketentuan Umum Kawasan Peruntukan Pariwisata adalah

sebagai berikut:
a) Fungsi utama Kawasan peruntukan pariwisata memiliki fungsi antara lain:
1. Memperkenalkan, mendayagunakan, dan melestarikan nilai-nilai
sejarah/budaya lokal dan keindahan alam;
2. Mendukung upaya penyediaan lapangan kerja yang pada gilirannya dapat
meningkatkan pendapatan masyarakat di wilayah yang bersangkutan.
Adapun

ketentuan/kriteria

teknis

Kawasan

Peruntukan

Pariwisata

khususnya kawasan Bahari adalah sebagai berikut:


Fisik:

Mempunyai struktur tanah yang stabil;


Memiliki kemiringan tanah yang memungkinkan dibangun tanpa
memberikan dampak negatif terhadap kelestarian lingkungan;
Mempunyai daya tarik flora dan fauna aquatic, pasir putih dan terumbu
karang;
Harus bebas bau tidak enak, debu, asap serta air tercemar;

Kajian Potensi KPS-Pembangunan Rest and Resort Area Binangun

40

Prasarana:
Jenis prasarana yang tersedia antara lain jalan, air bersih, listrik dan
telepon;
Mempunyai nilai pencapaian dan kemudahan hubungan yang tinggi dan
mudah dicapai dengan kendaraan bermotor;
Memperhatikan resiko bahaya dan bencana;
Perancangan sempadan pantau yang memperhatikan tinggi gelombang
laut;
Sarana:

Tersedia angkutan umum;


Jenis sarana yang tersedia yaitu hotel/penginapan, rumah makan, kantor
pengelola, tempat rekreasi dan hiburan, wc umum dan musholla;
Gaya bangunan disesuaikan dengan kondisi lingkungan dan dianjurkan
untuk menampilkan ciri-ciri budaya daerah.

Selain Itu Berdasarkan Permen Pu No 40/Prt/M/2007 Tentang Pedoman


Perencanaan Tata Ruang Kawasan Reklamasi Pantai dijelaskan secara detail mengenai
ketentuan Teknis Intensitas Penggunaan Lahan Di Kawasan Reklamasi Pantai Untuk
Kegiatan Pariwisata Jenis Kawasan Kdb Klb Kdh Gsb Gss / Gsp Kawasan Peruntukan
Pariwisata Darat & Laut = Maks 40% - Klb Di Darat & Laut = Maks 2 Atau Ketinggian
Bangunan = Maks 4 Lantai - Klb Untuk hotel = maks 10 atau Ketinggian bangunan = maks
12 lantai min 60 % (a) GSB depan bangunan tiap unit bangunan = 1/2 ROW jalan umum di
depan bangunan, dimanfaatkan untuk taman. (b) GSB samping bangunan tiap unit
bangunan resort = minimal 5 meter, sedangkan hotel = minimal 1/10 tinggi bangunan. (c)
GSB belakang bangunan tiap unit resort = minimal 5 meter, sedangkan hotel = minimal
1/10 tinggi bangunan. (a) GSS = lebar badan sungai, dimanfaatkan untuk jalan inspeksi
atau jalur hijau. (b) GSP = 30 m - 50 m dari titik pasang tertinggi, atau GSP = 0
(penanganan rekayasa teknis/ engineering harus profesional). (c) GSP yang besar bisa
dimanfaatkan untuk ruang wisata pantai dan atau green belt area
Hal serupa juga dinyatakan dalam Pedoman Pemanfaatan Ruang Tepi Pantai Di
Kawasan Perkotaan, Departemen PU, Direktorat Jenderal Penataan Ruang, bahwa
Kawasan pariwisata merupakan kawasan yang disediakan untuk memenuhi kebutuhan
kegiatan pariwisata dengan kriteria pemanfaatan ruang :
Kajian Potensi KPS-Pembangunan Rest and Resort Area Binangun

41

1. Tersedia sarana dan prasarana;


2. Tersedia aksesibilitas yang tinggi ke pusat pelayanan niaga dan kesehatan;
3. Memiliki obyek dan daya tarik wisata;
4. Pemberlakuan lebar garis sempadan pantai (Perda atau hukum
pengusahaan atau sistem pemilikan pantai);
5. Pengaturan pemakaian air tanah yang disesuaikan dengan kapasitas
ketersediaan air tanah dan waktu yang dibutuhkan untuk pengisian
kembali;
6. Lebar garis sempadan pantai 100-300 meter dari titik pasang tertinggi.
Sedangkan Ketentuan Teknisnya adalah:
a.

Kriteria kawasan pariwisata yang ditetapkan dalam RTRW Kabupaten/Kota :


-

Mempunyai kemiringan tanah yang memungkinkan dibangun tanpa


memberikan dampak negatif terhadap kelestarian lingkungan

b.

Mempunyai struktur tanah yang stabil

Sarana dan prasarana : jalan, air bersih telepon, listrik, hotel/penginapan, rumah
makan, kantor pengelola, tempat rekreasi dan hiburan, WC umum, mushola, dan
angkutan umum.

c.

Jaringan jalan : Perencanaan jaringan jalan di kawasan ini mengacu pada


ketentuan Pedoman Perencanaan Geometrik Jalan Perkotaan yang berlaku.

d.

Pengembangan obyek buatan dengan memperhatikan aspek-aspek visual, kondisi


dan kesalarasan dengan lingkungan

e.

Didukung dengan perencanaan landscape yang memadai.

Berdasarkan Peraturan Menteri Pariwisata Dan Ekonomi Kreatif Republik


Indonesia Nomor Pm.53/Hm.001/Mpek/2013 Tentang Standar Usaha Hotel Dan
Sebagaimana Diubah Dengan Peraturan Menteri Pariwisata Dan Ekonomi Kreatif Republik
Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Pariwisata
Dan Ekonomi Kreatif Nomor Pm.53/Hm.001/Mpek/2013 Tentang Standar Usaha Hotel,
Dijelaskan Bahwa :

Kajian Potensi KPS-Pembangunan Rest and Resort Area Binangun

42

Usaha Pariwisata adalah usaha yang menyediakan barang dan/atau jasa bagi
pemenuhan kebutuhan wisatawan dan penyelenggaraan pariwisata.
Usaha Penyediaan Akomodasi adalah usaha yang menyediakan pelayanan
penginapan yang dapat dilengkapi dengan pelayanan pariwisata lainnya.
Usaha Hotel adalah usaha penyediaan akomodasi berupa kamar-kamar di dalam
suatu bangunan, yang dapat dilengkapi dengan jasa pelayanan makan dan minum,
kegiatan hiburan dan/atau fasilitas lainnya secara harian dengan tujuan
memperoleh keuntungan.
Standar Usaha Hotel adalah rumusan kualifikasi usaha hotel dan atau
penggolongan kelas usaha hotel yang mencakup aspek produk, pelayanan dan
pengelolaan usaha hotel.
Sertifikat Usaha Hotel adalah bukti tertulis yang diberikan oleh lembaga sertifikasi
usaha pariwisata kepada pengusaha hotel yang telah memenuhi standar usaha
hotel.
Sertifikasi Usaha Hotel adalah proses pemberian sertifikat kepada usaha hotel
untuk mendukung peningkatan mutu produk, pelayanan dan pengelolaan usaha
hotel melalui penilaian kesesuaian standar usaha hotel.
Hotel Bintang adalah hotel yang telah memenuhi kriteria penilaian penggolongan
kelas hotel bintang satu, dua, tiga, empat, dan bintang lima.
Hotel Nonbintang adalah hotel yang tidak memenuhi kriteria penilaian
penggolongan kelas hotel sebagai hotel bintang satu.
Pengusaha Hotel adalah orang atau sekelompok orang yang membentuk badan
usaha Indonesia berbadan hukum yang melakukan kegiatan usaha hotel.
Selanjutnya dalam Pasal 4 dinyatakan bahwa :
1. Setiap Usaha Hotel wajib memiliki Sertifikat dan memenuhi persyaratan Standar
Usaha Hotel.
2. Usaha Hotel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup:
a. Hotel Bintang; dan
b. Hotel Nonbintang.
3. Hotel Bintang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, memiliki
penggolongan kelas hotel terdiri atas:
a. hotel bintang satu;
b. hotel bintang dua;
c. hotel bintang tiga;
d. hotel bintang empat; dan
Kajian Potensi KPS-Pembangunan Rest and Resort Area Binangun

43

e. hotel bintang lima.


4. Hotel Nonbintang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, tidak memiliki
penggolongan kelas hotel dan dapat disebut sebagai hotel melati.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa obyek kerjasama berupa tanah
dengan sertifikat Hak Pakai No. 1 Tanggal 19 Januari 2005 yang peruntukannya dalam
sertipikat tersebut adalah untuk rest stop area (dan berada di Kawasan BBS Zona I
dimana rencana pengembangannya adalah sebagai kawasan yang mensinergikan
beberapa sektor unggulan baik Perikanan kelautan, pariwisata maupun perkebunan serta
tetap mempertahankan wisata ziarah dengan melengkapinya dengan wisata rekreasi
pantai dan wisata budaya), dapat dibangun rest and resort area. Lokasinya yang berada
di tepi pantai agar dalam pembangunannya tetap berpedoman pada peraturan
perundangan dan pedoman teknis yang berlaku yang antara lain mengatur mengenai
koefisien dasar bangunan, koefisien Lantai Bangunan, Koefisien dasar Hijau, Garis
sempadan Pantai, garis sempadan bangunan serta memenuhi criteria sertifikasi usaha
Hotel Bintang 3.

Kajian Potensi KPS-Pembangunan Rest and Resort Area Binangun

44

BAB V
ANALISIS BIAYA DAN MANFAAT

Dalam suatu proyek pembangunan aspek yang perlu dikaji terlebih dahulu dalam
mempertimbangkan kelayakan dari suatu proyek adalah aspek manfaat (benefit) dan
biaya (cost) disamping aspek teknis dan finansial. Aspek ini penting untuk dikaji terlebih
dahulu guna memperoleh gambaran atas manfaat yang akan diperoleh dari pelaksanaan
proyek itu sendiri.
Metode Analisis Biaya Manfaat (Benefit Cost Analisys) ini dipilih untuk mengukur
manfaat yang diperoleh dari suatu proyek dibandingkan dengan biaya yang nantinya akan
dikeluarkan. Rencana Pengembangan Rest and Resort area Binangun yang nantinya akan
dilaksanakan melalui mekanisme KPS, menuntut diperlukannya analisis Biaya Manfaat,
untuk mengukur manfaat dari sisi Pemerintah dan keuntungan dari sisi Swasta,
meskipun manfaat yang akan diperoleh Pemerintah biasanya tidak dapat atau sulit
diukur.

Namun demikian pendekatan-pendekatan terhadap manfaat akan dilakukan

didasarkan pada manfaat umum yang diperoleh masyarakat.


Dalam konteks evaluasi pembangunan, analisis biaya manfaat ini dilakukan sebelum
proyek berjalan dan masih dalam tahap perencanaan. Sehingga hasil dari analisa ini
digunakan sebagai acuan apakah suatu proyek layak dilaksanakan atau tidak. Langkah
yang ditempuh dalam menganalisis efisiensi suatu proyek melalui analisis biaya manfaat
yaitu dengan jalan menentukan semua manfaat dan biaya dari proyek yang akan
dilaksanakan. Dimana komponen komponen manfaat dan biaya yang diperhitungkan
adalah komponen yang berpengaruh secara finansial dan langsung bagi kepentingan
investor, sehingga semua komponen biaya akan diperhitungkan. Sedangkan komponen
manfaat hanya komponen yang bersifat langsung saja yang diperhitungkan.

5.1. Biaya Investasi

Kajian Potensi KPS-Pembangunan Rest and Resort Area Binangun

45

Rencana pembangunan Rest an Resort Area Binangun ini meliputi 4 (empat)


kegiatan besar yaitu 1) Pembangunan Resort Hotel, 2) Pembangunan Restaurant, 3)
Pembangunan Kios Souvenir dan 4) Pembangunan fasilitas penunjang lainnya
(pembangunan gapura, area parkir, mushola, taman, kolam renang dan pos jaga)
Adapun estimasi biaya ke empat kegiatan tersebut adalah sebagai berikut :
Tabel 5.1
Estimasi Biaya Investasi Pembangunan Rest and Resort Area Binangun
No

Jenis
Pekerjaan

Biaya
Pembangunan
Resort Hotel
(40 Unit)

Biaya
Pembangunan
Restauran

Biaya
Pembangunan
Kios souvenir

1.

Pekerjaan Fisik

8.000.000.000

1.000.000.000

1.000.000.000

Biaya
Pembangunan
Fasilitas
Penunjang
lainnya
2.000.000.000

2.

Biaya

152.000.000

23.200.000

23.200.000

46.400.000

103.200.000

19.000.000

19.000.000

38.000.000

28.800.000

15.500.000

15.000.000

31.000.000

8.284.000.000

1.057.700.000

1.057.700.000

2.115.400.000

Perencanaan
3.

Biaya
Pengawasan

4.

Biaya
Administrasi
Proyek
Jumlah

Total

5.2.

12.514.800.000

Analisis Manfaat (Benefit)


Dalam kontek rencana investasi pembangunan Obyek Wisata Binangun maka
kemanfaatan (benefit) secara ekonomi dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) jenis,
yaitu manfaat langsung (direct benefit), manfaat tidak langsung (indirect benefit)
serta manfaat yang tidak kentara (intangible benefit).

a. Manfaat Langsung ( Direct Benefit)


Untuk mengetahui manfaat ekonomi atas rencana pembangunan Rest and
Resort

Area Binangun ini dilakukan dengan menganalisis seberapa besar

tambahan manfaat yang dinikmati masyarakat dengan adanya pembangunan


obyek wisata tersebut. Untuk menghitung tambahan manfaat (incremental
Kajian Potensi KPS-Pembangunan Rest and Resort Area Binangun

46

benefit) atas rencana investasi ini dilakukan dengan cara membandingkan


(menghitung selisih) tambahan manfaat antara sebelum pembangunan obyek
wisata bianagun dengan setelah pembangunan obyek wisata binangun.
Perhitungan nilai manfaat pembangunan Obyek Wisata Binangun adalah
sebagai berikut :
1. Kondisi obyek wisata binangun Sebelum Pembangunan
Berdasarkan data dari Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olah Raga
Kabupaten Rembang diketahui bahwa saat ini (sebelum dilakukan
pembangunan) tempat tersebut belum dimanfaatkan secara maksimal,
meskipun didalamnya sudah ada bangunan restauran yang dibangun dari
dana APBD Propinsi, namun malah menghabiskan dana APBD Kabupaten
hanya untuk biaya perawatan dan pengamanan. kondisinya kini cenderung
menjadi kumuh, mangkrak dan rawan menimbulkan masalah di lingkungan
sekitar.
2. Kondisi obyek wisata binangun Setelah Pembangunan
Bila Rencana Pembangunan Obyek Wisata Binangun dapat terealisasi maka
sudah barang tentu akan mendatangkan keuntungan bagi investor sekaligus
menambah Pendapatan Asli Daerah melalui Pajak Hotel dan Restaurat,
retribusi Kios serta kontribusi-kontribusi lainnya mengingat proyek ini
dijalankan melalui mekanisme KPS.

b. Manfaat Tidak Langsung (Indirect benefit)


Manfaat tidak langsung (indirect benefit) adalah manfaat yang timbul
sebagai dampak yang bersifat multiplier effects atas pembangunan obyek
wisata binangun tersebut terhadap kegiatan pembangunan ataupun aktivitas
ekonomi yang lain. Dalam konteks pembangunan obyek wisata binangun ini,
manfaat tak langsung yang ditimbulkan antara lain :
1) Peningkatan volume dan lama kunjungan wisatawan
2) Peningkatan aktivitas ekonomi di wilayah sekitar obyek wisata binangun
3) Peningkatan Pendapatan dan Daya Beli Masyarakat
4) Peningkatan volume perdagangan di wilayah sekitar obyek wisata binangun
Kajian Potensi KPS-Pembangunan Rest and Resort Area Binangun

47

5) Peningkatan Harga jual Tanah di sekitar lokasi

c. Manfaat Tidak kentara (Intangible Benefit)


Manfaat tidak kentara (Intangible Benefit) adalah manfaat dari
pembangunan proyek yang sulit diukur dengan satuan (nilai) uang. Meskipun
manfaat ini tidak dapat diukur dengan nilai uang tetapi perlu dipertimbangkan
dalam mempertimbangkan manfaat. Dalam konteks pembangunan oyek wisata
binangun, yang termasuk Manfaat Tidak kentara (Intangible Benefit) antara lain:
semakin membaiknya lingkungan obyek wisata binangun yang sebelumnya
terihat kumuh dan tidak bermanfaat, setelah adanya pembangunan akan terjaga
kebersihannya dan keamanannya baik di lingkungan obyek maupun sekitarnya.
Dengan Demikian wisatawan yang berkunjung akan merasa nyaman untuk
singgah, menginap dan berbelanja.

Hal ini tentunya akan memberikan kesan

mendalam bagi para pengunjung sehingga akan membuat mereka berkunjung


lagi di lain waktu, tidak hanya di Rest and Resort area Binangun tapi mungkin
juga di obyek-obyek wisata lainnya di Kabupaten Rembang.

d. Manfaat menurut persepsi Masyarakat


Berdasarkan hasil wawancara terhadap 10 responden yang terdiri dari
perangkat desa Binangun, pengelola hotel, pemilik warung, pedagang kios, tokoh
masyarakat, nelayan dan warga sekitar kawasan wisata pantai binangun diperoleh
informasi bahwa 70% dari responden menyatakan sangat setuju dan 30%
menyatakan setuju apabila kawasan ini akan dikembangkan. Mereka berpendapat
bahwa dengan adanya pembangunan kawasan pantai Binangun ini maka akan
meningkatkan pendapatan para pedagang, memunculkan industri-industri
kerajinan

(souvenir)

maupun

industri

pengolahan

ikan,

mengurangi

penyalahgunaan kawasan ini yang selama ini mangkrak.


Dari pertanyaan kuisioner, apakah pembangunan Rest and Resort Area
Binangun akan lebih efektif dikelola oleh pemerintah atau swasta atau kolaborasi
keduanya, 20% menyatakan akan lebih baik jika dikelola oleh pemerintah, 60%
menyatakan akan lebih baik jika dikelola oleh pemerintah dan swasta sedangkan
Kajian Potensi KPS-Pembangunan Rest and Resort Area Binangun

48

sisanya 10% menyatakan tidak masalah akan dikelola oleh siapa yang terpenting
pengelolaannya baik dan profesional. Alasan kenapa sebagian besar menyatakan
lebih baik dikelola oleh pemerintah dan swasta karena hal tersebut yang lebih baik
dilakukan bila memang pemerintah kesulitan soal pendanaan.
Selanjutnya menurut responden, semuanya (100%) menyatakan bahwa
pembangunan Rest and Resort

Area Binangun akan memiliki dampak bagi

lingkungan, Peningkatan PAD, penyerapan tenaga kerja lokal, membuka lapangan


kerja baru, peningkatan layanan publik, peningkatan arus lalu lintas, peningkatan
pendapat masyarakat dan perubahan gaya hidup. Dari wawancara diperoleh
kesimpulan bahwa masyarakat berharap banyak dengan adanya pembangunan
Rest and Resort area Binangun dapat memberikan manfaat bagi masyarakat
Rembang pada umumnya dan masyarakat sekitar khususnya, selain itu mereka
berharap agar dalam operasional nantinya Rest and Resort Area ini dapat
menyerap tenaga kerja lokal.

5.3. Analisis Kelayakan Investasi


Untuk menilai kelayakan investasi terhadap rencana pembangunan Rest
and Resort area Binangun digunakan 3 metode yaitu : (a) Metode Net Present
Value (NPV), (b) Metode Internal Rate of Return (IRR) dan (c) metode Benefit
Cost Ratio (B/C Ratio).
Adapun asumsi-asumsi dan pendekatan yang akan digunakan nantinya
dalam penghitungan meliputi:
1. Target Hunian Kamar
Resort hotel yang akan di kembangkan di Kota Rembang ini diproyeksikan
akan mempunyai tingkat hunian hotel sebesar 40% pada awal operasi dan
diproyeksikan akan mengalami peningkatan sebesar 2,5% pada tahun-tahun
berikutnya dan asumsi 365 hari kerja efektif.
2. Tarif Sewa Kamar
Penentuan tarif dilakukan dengan mempertimbangkan tarif hotel bintang
tiga atau yang memiliki konsep resort serupa di Jawa Tengah dan DIY
berdasarkan rating hotel di pasaran. Tarif ini menyesuaikan dengan Buying
Kajian Potensi KPS-Pembangunan Rest and Resort Area Binangun

49

Purchasing Index untuk jasa akomodasi di Rembang dan sekitarnya atau Jawa
Tengah. Dari pertimbangan tersebut maka ditetapkan Tariff sewa Hotel adalah
sebesar Rp. 565.000,- pada awal operasi. Dan akan meningkat sebesar 5%
setiap tahunnya. Adapun Benchmark tarif dapat dilihat pada tabel 5.2 berikut:
Tabel 5.2
Tarif Sewa Kamar Hotel Bintang Tiga Pembanding
HOTEL
Quest Semarang
Pandanaran
grasia
Fave Solo
De Solo
Omah Sinten Herritage Solo
D'Omah Jogja
Arjuna Jogja
Duta Garden Jogja
Rata-Rata

BINTANG
3
3
3
3
3
3
3
3
3

TARIF(RP)
450.000
710000
480000
450000
480000
550000
880000
480000
650000
565000

3. Asumsi Biaya Operasional


Biaya operasional dibagi menjadi 2 yaitu :Beban Langsung (direct expenses) dan
beban tidak langsung (indirect expenses). Selengkapnya asumsi yang digunakan
dalam biaya operasional dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 5.3
Asumsi Biaya Operasi Hotel
No

Uraian

Asumsi
Bobot

1.

Keterangan

Beban Langsung (Direct Expenses)


- Room Expense

10%

Dihitung Dari Pendapatan Kamar

- Restoran

25%

Dihitung Dari Pendapatan Restoran

- Sewa Kios

40%

Dihitung Dari Pendapatan Sewa Kios

40%

Dihitung Dari Pendapatan Lain-lain

- Energi

10%

Dihitung Dari Pendapatan total

- Property dan Equipment Maintenance

5%

Dihitung Dari Pendapatan total

- Tenaga Kerja

10%

Dihitung Dari Pendapatan total

Rp.100,/m2/hari
10%

Dihitung dari luas area yang


dibangun
Dihitung Dari Pendapatan total

- Other Income
2.
Beban Tidak Langsung (Indirect Expenses)

- Kontribusi Pemanfaatan Aset


- Pajak

Kajian Potensi KPS-Pembangunan Rest and Resort Area Binangun

50

Proyeksi pendapatan dan pengeluaran (biaya operasioanal) selama 30 tahun dan


Perhitungan NPV, B/C Ratio, IRR dan Payback period (Baik untuk masa kontrak 5 Tahun,
10 Tahun, 15 Tahun, 20 Tahun, 25 Tahun maupun 30 Tahun) selengkapnya tercantum
dalam Lampiran.
Adapun hasil Perhitungan Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR),
Benefit Cost Ratio (B/C Ratio dan Payback Period dengan menggunakan asumsi
memperhitungkan kenaikan BBM yang terjadi dan disepakati tingkat Suku Bunga berlaku
sebesar 12% (dimana BI Rate=7,5%) dengan masa kontrak 10 Tahun diperoleh hasil
sebagai berikut:

Tabel 5.4
Hasil Perhitungan Kelayakan Investasi
Pembangunan Rest and Resort Area Binangun dengan masa kontrak 10 Tahun
No.

Uraian

Hasil

Keterangan

Perhitungan
1

Net Present Value (NPV)

Internal Rate of Return (IRR)

Metode Benefit Cost Ratio (B/C Ratio)

Payback Period

6.160.802.972

> 0 ; layak

20.2%

> 12% ; layak

1.16

> 1 ; layak

Pada Tahun ke-7


sudah kembali
modal dan telah
memperoleh
keuntungan
sebesar
Rp.339.145.559,-

Secara umum hasil perhitungan di atas dapat dijelaskan sebagai berikut:


1. Net Present Value (NPV)
Yaitu membandingkan semua komponen biaya dan manfaat yang diubah dalam
besaran nilai sekarang. Mengingat NPV sebesar Rp.6.160.802.972,- (lebih besar dari
0) maka pembangunan Rest and Resort Area Binangun layak untuk dilaksanakan.

Kajian Potensi KPS-Pembangunan Rest and Resort Area Binangun

51

2. Internal Rate of Return (IRR)


Dapat dianggap sebagai tingkat keuntungan atas investasi bersih dalam suatu
proyek, dimana dari hasil perhitungan menunjukkan angka 20.2% yang berarti
bahwa pembangunan Rest and Resort Area Binangun layak untuk dilaksanakan
mengingat IRR lebih besar dari 12% (tingkat suku bunga berlaku).

3. Benefit Cost Ratio (BCR)


Yaitu dengan mencari indeks yang menggambarkan tingkat efektifitas pemanfaatan
biaya terhadap manfaat yang diperoleh. Dari perhitungan yang dilakukan diperoleh
BCR sebesar 1.16 yang dapat diartikan bahwa pembangunan Rest and Resort Area
Binangun layak untuk dilaksanakan karena nilai BCR lebih dari 1.

4. Payback Period
Merupakan periode pengembalian atau jangka waktu pengembalian modal yaitu
jangka waktu yang diperlukan untuk mengembalikan modal suatu investasi, yang
dihitung dari aliran kas bersih. Aliran kas bersih adalah selisih pendapatan terhadap
pengeluaran pertahun. Metode ini digunakan dengan mengacu pada asumsi bahwa
komponen manfaat dan komponen biaya yang dihasilkan dari suatu analisis
kuantitatif pada dasarnya merepresentasikan

kondisi

cashflow.

Proyek

dikategorikan sebagai proyek yang layak jika masa pemulihan modal lebih pendek
daripada usia ekonomis proyek.

Karena pembangunan Rest and Resort

Area

Binangun mempunyai masa pemulihan investasi pada tahun ke 7 (sedangkan umur


ekonomis bangunan diperkirakan 10 Tahun), maka pembangunan Rest and Resort
Area Binangun layak untuk dilaksanakan.

Dengan Nilai NPV, IRR, BCR dan payback period sebagaimana tersebut di atas, maka
dapat disimpulkan bahwa pembangunan Rest and Resort Area Binangun LAYAK untuk
dilaksanakan.

Kajian Potensi KPS-Pembangunan Rest and Resort Area Binangun

52

BAB VI
ANALISIS SKEMA KPS

Untuk menjual suatu produk wisata perlu mempertimbangkan unsur manfaat dan
kepuasan. Manfaat dan kepuasan itu ditentukan oleh dua faktor, yaitu tourism resources
dan tourism services. Tourism resources (daya tarik suatu obyek) saja tidaklah cukup jika
tidak didukung dengan tourism services yang memadai dan sesuai dengan kebutuhan
wisatawan.

Tourism service atau pelayanan pariwisata dimaksud biasanya berupa

sarana dan fasilitas pariwisata seperti penginapan dan restoran, maupun transportasi dan
travel agent. Sarana dan prasarana wisata merupakan pelengkap daerah tujuan
wisata yang diperlukan untuk melayani kebutuhan wisatawan dalam menikmati
perjalanan wisatanya.
Dalam mengelola obyek wisata yang dimiliki daerah, Pemerintah seringkali
dihadapkan dengan keterbatasan dana untuk pemeliharaan maupun pengembangannya,
selain kemampuan mengelola obyek wisata yang kurang profesional.

Hal ini yang

membuat asset-aset daerah yang berada di kawasan peruntukan wisata seringkali


terbengkalai dan tak terurus dengan baik.
Sebagaimana telah disebutkan pada Bab.3, bahwa Pemerintah Kabupaten Rembang
memiliki asset yang terletak di kawasan BBS I dan sangat potensial untuk dibangun Rest
and Resort Area melalui mekanisme Kerjasama Pemerintah-swasta.

Aset dimaksud

adalah berupa tanah yang berstatus Hak Pakai dengan sertifikat no 1 Tanggal 19 Januari
2005 yang peruntukannya adalah rest stop area. Selain itu dengan mendasarkan pada
Peraturan Pemerintah No 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik
Negara/Daerah pada Pasal 27 disebutkan bahwa Bentuk Pemanfaatan Barang Milik
Negara/Daerah berupa: a. Sewa; b. Pinjam Pakai; c. Kerja Sama Pemanfaatan; d. Bangun
Guna Serah atau Bangun Serah Guna; atau e. Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur.
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka Pemerintah daerah dapat melakukan
pemanfaatan aset daerah khususnya aset berupa benda tak bergerak berupa tanah atau
bangunan/gedung, terutama yang belum didayagunakan secara optimal, melalui
Kajian Potensi KPS-Pembangunan Rest and Resort Area Binangun

53

penggunausahaan yaitu pendayagunaan aset daerah (tanah dan atau bangunan) oleh
pihak ketiga (perusahaan swasta) dengan menggunakan kelima skema di atas (Sewa,
Pinjam Pakai, Kerja Sama Pemanfaatan, Bangun Guna Serah atau Bangun Serah Guna
(BOT/BTO), dan Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur) atau bentuk-bentuk lainnya yang
kini sangat bervariasi modelnya yang merupakan pengembangan dari kelima skema
tersebut.
Perlu disadari bahwa keberhasilan pemilihan dan pelaksanaan skema KPS dalam
penyediaan infrastruktur sangatlah dipengaruhi oleh kapabilitas dari sektor privat/swasta
yang dapat dilihat dari kesiapan pada hal-hal teknis (konstruksi dan pemeliharaan) sampai
manajemen (keuangan,sumberdaya, dll) serta hubungan antara tiga pihak yang menjadi
elemen penting dalam interaksi dari sebuah kerjasama pemerintah swasta, yaitu
pemerintah (sebagai regulator), pihak swasta (sebagai pelaksana proyek), dan masyarakat
(sebagai penerima manfaat atas kerjasama pemerintah-swasta). Manfaat yang akan
dirasakan oleh masyarakat sebagai penerima manfaat dari kerjasama antara pemerintah
dan swasta, sangat bergantung pada hasil kesepakatan antara pemerintah dan swasta.
Hal ini membuat pemerintah harus berhati-hati dalam membuat kesepakatan dengan
pihak swasta. Pemerintah harus menyaring pihak swasta yang akan terlibat dan pihak
swasta tersebut harus memenuhi persyaratan minimum yang telah ditentukan agar
pelaksanaan proyek dapat berjalan lancar dan tidak berdampak buruk. Di pihak swasta
juga ada beberapa pertimbangan penting yang harus dilakukan mengingat investasi pihak
swasta tetap berorientasi bisnis. Pihak swasta tentu juga melakukan seleksi terhadap
proyek-proyek KPS yang ada, termasuk kelayakan proyek (fisik dan pembiayaan),
dukungan pemerintah, sampai stabilitas politik dan ekonomi di daerah bersangkutan.
Sampai disini jelas bahwa keberhasilan pelaksanaan proyek KPS dalam jangka
panjang akan sangat dipengaruhi oleh interaksi antara pihak pemerintah dengan pihak
swasta sebagai mitra kerjasama. Masing-masing pihak baik pemerintah maupun swasta
harus dapat memahami dan memenuhi pertimbangan-pertimbangan setiap mitra dalam
kerjasama ini agar proyek kerjasama tetap menguntungkan bagi seluruh pihak. Pada
prinsipnya, pertimbangan yang perlu dilakukan adalah apabila dengan dikontrakkan
pemerintah bisa menghemat pengeluaran dan memperoleh hasil yang lebih berkualitas,
maka pengontrakan kerja adalah lebih baik.
Kajian Potensi KPS-Pembangunan Rest and Resort Area Binangun

54

Beberapa Kriteria ataupun pertimbangan yang dapat dijadikan referensi bagi kedua
belah Pihak (Pemerintah ataupun Swasta) untuk bekerjasama diantaranya adalah :
1. Kepemilikan aset.
Kepemilikan aset merupakan hak atas kepemilikan terhadap aset yang dikerjasamakan,
apakah aset itu berada ditangan pemerintah atau swasta, selama jangka waktu tertentu.
Semakin besar keterlibatan pihak swasta dalam kepemilikan aset maka akan semakin
menarik minat mereka bekerjasama/berinvestasi. Kepemilikan aset dapat dibedakan
apakah menjadi milik pemerintah, milik swasta, atau milik pemerintah dan swasta
(kepemilikan bersama).
2. Operasional dan pengelolaan aset
Operasional dan pengelolaan aset merupakan kriteria yang mengindentifikasikan
pendelegasian tanggung jawab untuk mengelola aset yang dikerjasamakan selama kurun
waktu tertentu. Pihak yang mengelola berpeluang untuk memperoleh pendapatan dari
aset kerjasama. Operasional dan kepemilikan aset dapat dibedakan menjadi tanggung
jawab pemerintah, swasta, atau tanggung jawab bersama.
3. Investasi modal atau penanam modal
Investasi modal merupakan kriteria berkaitan dengan siapa yang akan menanamkan
modal tersebut pada aset yang akan dikerjasamakan. Investasi modal dapat dibedakan
menjadi investasi pemerintah, swasta, atau investasi dengan modal bersama.
4. Risiko-risiko yang akan terjadi
Risiko komersial merupakan kriteria yang berhubungan siapa yang akan dibebani dengan
risiko-risiko komersial tersebut yang nanti akan muncul selama pembangunan dan
pengelolaan aset yang dikerjasamakan. Risiko komersial yang akan terjadi dapat
dibebankan kepada pemerintah, swasta, atau menjadi beban bersama.
5. Durasi kerjasama
Durasi kerjasama merupakan kriteria yang berkaitan dengan jangka waktu kerjasama
yang disepakati. Semakin lama jangka waktu kerjasama akan memberikan peluang yang
lebih besar bagi pengembalian. Durasi kerjasama dapat dibedakan menjadi jangka
pendek, jangka menengah, atau jangka panjang.

Kajian Potensi KPS-Pembangunan Rest and Resort Area Binangun

55

Selain pertimbangan di atas beberapa pertimbangan yang dapat dijadikan acuan


bagi pemerintah daerah bagi terlaksananya kerjasama pemerintah swasta (KPS)
diantaranya adalah:
1. Pelayanan atau program tersebut tidak dapat disediakan dengan pembiayaan
atau keahlian yang dimiliki pemerintah daerah sendiri
2. Pihak swasta akan dapat memberikan hasil (kualitas pelayanan) yang lebih baik
daripada jika disediakan sendiri oleh pemerintah
3. Terdapat dukungan atau keberterimaan dari penerima layanan publik atas
keterlibatan pihak swasta atau sektor ketiga dalam penyediaan layanan
4. Terdapat pasar penyedia layanan (provider/supplier) sehingga memungkinkan
terjadinya kompetisi yang sehat
5. Tidak ada hambatan hukum dan politik atas skema kemitraan
6. Output dari pelayanan dapat diukur dan ditentukan harganya secara akurat
7. Biaya pelayanan dapat dipulihkan (recovered) melalui penerapan tarif pada
pengguna layanan (user fees/charge for services)
8. Adanya peluang untuk meningkatkan perekonomian daerah melalui program
kemitraan
9. Penghematan Biaya (Cost Saving)
10. Mengurangi risiko (Risk Sharing)
11. Efisiensi anggaran bagi pelaksanaan tugas pokok dan fungsi serta layanan
kepada masyarakat
12. Meningkatkan pendapatan Daerah
13. Mendorong pertumbuhan sektor swasta dan Meningkatkan pertumbuhan
ekonomi daerah
Berdasarkan kriteria dan pertimbangan sebagaimana dipaparkan di atas, maka
pilihan skema kerjasama pemerintah swasta yang paling optimal dalam rangka
pemanfaatan aset daerah berupa tanah untuk pembangunan Rest and Resort Area
Binangun adalah dengan skema Bangun Guna Serah (BOT) atau Bangun Serah Guna
(BTO). Kesimpulan ini didapatkan berdasarkan pada penilaian Kriteria/pertimbanganpertimbangan sebagaimana tabel di bawah, namun penilaian terhadap Skema Pinjam
Pakai secara otomatis di drop karena skema ini hanya berlaku bagi hubungan kerjasama
antar pemerintah baik daerah, propinsi maupun pusat.
Kajian Potensi KPS-Pembangunan Rest and Resort Area Binangun

56

Tabel. Pemilihan skema Kerjasama Pemerintah Swasta


Kriteria/

Sewa

Pertimbangan

Pinjam
Pakai

Kerjasama
Pemanfaatan

BOT/BTO

Kerjasama
Penyediaan
Infrastruktur

Rencana
Kerjasama

Pembangunan Rest
and Resort Area

Jenis Obyek

Aset/barang milik
daerah berupa Tanah
Hak Pakai

Nilai Ekonomi

Payback period

Tujuan
Kerjasama

Meningkatkan
dayaguna dan hasil dari
aset yang
dikerjasamakan

Mendorong
pertumbuhan sektor
swasta dan
Meningkatkan
pertumbuhan ekonomi
daerah

efisiensi layanan public

Efektifitas kinerja
layanan, transfer
teknologi dan
manajemen

Factor
penyebab
munculnya
inisiasi
kerjasama

tidak tersedia atau


tidak cukup tersedia
dana dalam

Pemasukan ke
Kas Daerah

PAD

Perpanjangan
Kontrak

Penyediaan Layanan
dengan biaya murah

APBD
untuk penyediaan
bangunan dan fasilitas

Kesimpulan

Skema
terpilih

Keterangan: Hasil Analisis Tim Penyusun Kajian Kerjasama 2014

Kajian Potensi KPS-Pembangunan Rest and Resort Area Binangun

57

Dengan terpilihnya skema BOT/BTO sebagai skema terbaik bagi Pemerintah


Kabupaten Rembang untuk bekerjasama dengan Pihak Ketiga dalam Pembangunan Rest
and Resort Area Binangun, maka Pemerintah Kabupaten agar memperhatikan beberapa
hal yang menentukan keberhasilan perjanjian BOT/BTO antara Pemerintah dan pihak
Swasta berikut ini:
1. Periode konsesi jangka waktu memegang hak operasi (mempertimbangkan
keuntungan bagi investor .
2. Jangka waktu pembangunan termasuk persiapan-persiapan yang harus dilakukan.
Semakin lama jangka waktu maka semakin tinggi ketidakpastian dan resiko yang di
tanggung oleh pihak swasta.
3. Tarip (harga jasa), biaya investasi dan operasi serta sistim bagi hasil.
4. Hak dan kewajiban masing-masing pihak.
5. Jaminan dari pemerintah dan kemudahan-kemudahan lain yang diberikan seperti :
Bantuan pinjaman lunak, penyertaan modal dan bentuk lainnya

Selain itu, hal pokok yang harus dipedomani demi keselamatan dan keamanan atas
kepemilikan aset milik daerah yang notabebe adalah aset milik rakyat adalah sebagai
berikut:
1. Bahwa hutang piutang pihak investor, sebelum maupun setelah terjadi BOT/BTO
tidak boleh berakibat terjadi pemindah tanganan kekayaan pemerintah daerah
kepada pihak lain baik pemindah tanganan sementara (hak sewa, hak pemakaian
dan hak guna usaha) maupun pemindahan hak secara

permanen (hak

kepemilikan).
2. Penambahan dan perubahan-perubahan besaran dana sepenuhnya menjadi
tanggung jawab investor. Perubahan besarnya hutang dan kewajiban lainnya,
merupakan tanggung jawab dan resiko investor sepenuhnya dan tidak melibatkan
pemerintah sebagai pemilik aset/kewenangan.
3. Besarnya investasi yang dikeluarkan untuk biaya konstruksi, biaya operasi,
maupun biaya pemeliharaan harus diadakan/ disediakan oleh investor, tanpa
menjaminkan aset tetap yang menjadi milik Pemerintah.

Kajian Potensi KPS-Pembangunan Rest and Resort Area Binangun

58

4. Pihak swasta yang terlibat boleh lebih dari 1 perusahaan, namun posisi dalam unit
usaha, hak dan kewajiban masing-masing harus diatur dalam perjanjian dengan
jelas.

Pelaksanaan investasi dengan BOT/BTO pada prisipnya adalah kerjasama sementara


dengan ketentuan bahwa setelah masa kontrak BOT/BTO selesai, aset yang
dikerjasamakan masih memiliki manfaat dan memberikan pendapatan bagi Daerah.
Penentuan lamanya masa kontrak kerjasama harus mempertimbangkan kepentingan para
pihak, khususnya investor agar diberi kemudahan dan jaminan agar penerimaannya
sudah mampu menutup investasi dan memperoleh keuntungan dalam batas-batas
kewajaran. Selain itu, yang menjadi alasan utama bagi Pemerintah Kabupaten untuk
bekerjasama dengan pihak ketiga melalui skema BOT/BTO adalah adanya Transfer
manajerial dan keahlian (transfer of managerial skill dan knowledge), sehingga setelah
masa kontrak berakhir obyek yang telah dibangun dan dioperasikan oleh swasta nantinya
akan dilanjutkan pengelolaannya oleh pemerintah Kabupaten. Hal-hal mengenai transfer
manajerial dan keahlian ini harus secara tegas dan jelas diatur dalam perjanjian BOT/BTO
sehingga apa yang menjadi hak dan kewajiban masing-masing Pihak dapat dipenuhi
sesuai kesepakatan dalam perjanjian.

Kajian Potensi KPS-Pembangunan Rest and Resort Area Binangun

59

BAB VII
KESIMPULAN

Kebutuhan investasi di bidang infrastruktur khususnya pariwisata tidak dapat


dikembangkan dengan hanya bersandar pada sumber penghasilan pemerintah daerah
saja. Harus dicari solusi kreatif untuk mengerahkan dana-dana dari berbagai sumber
alternatif untuk mengisi kesenjangan antara investasi yang dibutuhkan dan budget yang
tersedia.
Peluang Kerjasama Pemerintah-Swasta dalam pembangunan Rest and Resort Area
Binangun merupakan keniscayaan dan menjadi alternative solusi bagi terwujudnya
fasilitas dan layanan public yang tidak hanya memberikan manfaat bagi masyarakat tetapi
juga bisa menambah pendapatan asli daerah bilamana dikelola dengan professional dan
dan skill yang memadai.
Berdasarkan hal tersebut di atas, telah dilakukan analisis dan kajian terhadap
potensi kerjasama pemerintah swasta dalam pembangunan Rest and Resort Area
Binangun, dengan kesimpulan-kesimpulan sebagai berikut:

Dari Analisis Kesesuaian rencana KPS Pembangunan Rest and Resort Area Binangun
dengan Dokumen RPJM (Nasional, Propinsi dan Kabupaten) diketahui bahwa fokus
pembangunan pariwisata dari tingkat Nasional sampai dengan Kabupaten secara
umum adalah pengembangan klaster pariwisata untuk meningkatkan daya saing dan
daya jual destinasi pariwisata pada pasar regional, nasional maupun global serta
mendukung

peningkatan

kesejahteraan

masyarakat.

Sehingga

Rencana

pembangunan Kawasan Wisata Pantai Binangun merupakan kebijakan yang seiring


dengan prioritas RPJM baik di Tingkat Nasional, Provinsi maupun Kabupaten.
Rencana pengembangan Kawasan Wisata Pantai Binangun melalui Pembangunan
Rest and Resort Area yang leaknya tepat di pinggir jalan pantura (sehingga mudah
dijangkau oleh masyarakat sekitar Rembang maupun luar daerah) memiliki peluang
yang sangat besar untuk berkembang, sehingga tujuan Pembangunannya selain

Kajian Potensi KPS-Pembangunan Rest and Resort Area Binangun

60

sebagai alternatif wisata juga memfasilitasi para pengguna jalan untuk istirahat,
mendapatkan makanan dan minuman cepat saji, serta oleh-oleh khas Rembang.

Dari Analisis Kesesuaian rencana KPS Rest and Resort Area Binangun dengan RTRW
Kabupaten diketahui bahwa pengembangan fasilitas kawasan perkotaan PKLp
Perkotaan Lasem sebagai pusat pemerintahan Kecamatan Lasem, pusat permukiman,
pusat pengembangan perdagangan dan jasa, perikanan dan kelautan, perhubungan
laut, pertanian dan kehutanan, industri, pertambangan dan pariwisata.

Lokasi

Pembangunan Rest and Resort Area Binangun termasuk dalam rencana kawasan
strategis kabupaten (KSK BBS I) pada RTRW Kabupaten Rembang Tahun 2011-2031
dengan Konsep pengembangan pariwisata di Kawasan Pantai Bonang - Binangun
adalah mempertahankan wisata ziarah dengan melengkapinya dengan wisata
rekreasi pantai dan wisata budaya.

Dari Analisis Kesesuaian rencana KPS Pembangunan Rest and Resort Area Binangun
dengan Regulasi yang mengaturnya dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam kerangka
otonomi daerah, diperlukan sumber pembiayaan agar pemerintah daerah dapat
menyelenggarakan pemerintahan dan pembangunan dengan kemampuan daerahnya
sendiri. Dalam rangka mewujudkan hal tersebut di atas, Pemerintah Daerah dapat
menjalin kerjasama dengan pihak ketiga (swasta) dalam penyediaan layanan publik di
daerah.

Bupati merupakan salah satu subyek kerjasama(dimana Pelaksanaan

perjanjian kerja sama dapat dilakukan oleh satuan kerja perangkat daerah), tanah
yang dimiliki oleh daerah merupakan bagian dari obyek kerjasama (seluruh urusan
pemerintahan yang telah menjadi kewenangan daerah otonom dan dapat berupa
penyediaan pelayanan publik), dan pemerintah daerah bisa melakukan kerjasama
dengan pihak ketiga (baik itu dengan Departemen/Lembaga Pemerintah Non
Departemen atau sebutan lain, perusahaan swasta yang berbadan hukum, Badan
Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, Koperasi, Yayasan, dan lembaga di
dalam negeri lainnya yang berbadan hukum). Tanah yang dimiliki oleh Pemerintah
Daerah (Barang Milik Daerah) yang berstatus Hak Pakai maupun Hak pengelolaan
keduanya dapat dijadikan sebagai obyek kerjasama pemerintah dengan Pihak Ketiga
sepanjang sesuai dengan peruntukannya dan persyaratan sebagaimana ditetapkan
dalam keputusan pemberiannya serta memperhatikan RTRW Kabupaten. Kepala
Kajian Potensi KPS-Pembangunan Rest and Resort Area Binangun

61

satuan kerja perangkat daerah adalah Pengguna Barang Milik Daerah yang
berwenang dan bertanggungjawab salah satunya mengajukan usul Pemanfaatan
Barang Milik Daerah berupa tanah dan/atau bangunan yang tidak memerlukan
persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan Barang Milik Daerah selain
tanah dan/atau bangunan. Berbeda dengan Tanah Hak Pengelolaan yang dapat
diusulkan Hak guna Bangunan dan Hak Pakai diatasnya, pada tanah Hak Pakai tidak
dapat diusulkan hak atas tanah diatasnya. Sehingga, apabila kerjasama pemerintah
dengan pihak ketiga dilakukan diatas tanah Hak Pakai maka pengaturannya harus
dituangkan secara jelas dalam perjanjian kerjasama dengan berprinsip bahwa
kerjasama pemerintah dengan pihak ketiga tidak menyebabkan hilangnya atau
berpindahtangannya Hak pakai tanah pemerintah tersebut kepada pihak lain. Selain
itu, Pemerintah Daerah berwenang dalam penyelenggaraan dan pengelolaan
kepariwisataan di wilayahnya serta mendorong penanaman modal(baik PMDN,
PMDA, maupun investasi melalui KPS) namun harus tetap mengacu pada Rencana
Induk Kepariwisataan dan RPJP baik Nasional, Propinsi dan Kabupaten/Kota.
Obyek kerjasama yang berupa tanah hak pakai Pemerintah Kabupaten Rembang
dengan sertifikat Hak Pakai No. 1 Tanggal 19 Januari 2005 yang peruntukannya dalam
sertipikat tersebut adalah untuk rest stop area serta berada di Kawasan BBS Zona I
dimana rencana pengembangannya adalah sebagai kawasan yang mensinergikan
beberapa sektor unggulan baik Perikanan kelautan, pariwisata maupun perkebunan
serta tetap mempertahankan wisata ziarah dengan melengkapinya dengan wisata
rekreasi pantai dan wisata budaya (sebagaimana dijabarkan dalam RTRW), layak
untuk dibangun rest maupun resort area. Lokasinya yang berada di tepi pantai agar
dalam pembangunannya tetap berpedoman pada peraturan perundangan dan
pedoman teknis yang berlaku yang antara lain mengatur mengenai koefisien dasar
bangunan, koefisien Lantai Bangunan, Koefisien Dasar Hijau, Garis sempadan Pantai,
Garis Sempadan Bangunan serta memenuhi kriteria sertifikasi usaha Hotel Bintang 3.

Dari Analisis Manfaat terhadap rencana KPS Rest and Resort Area Binangun
diketahui bahwa Manfaat langsungnya adalah mendatangkan keuntungan bagi
investor sekaligus menambah Pendapatan Asli Daerah melalui Pajak Hotel dan
Restaurat, retribusi Kios serta kontribusi-kontribusi lainnya mengingat proyek ini

Kajian Potensi KPS-Pembangunan Rest and Resort Area Binangun

62

dijalankan melalui mekanisme KPS, sedangkan manfaat tidak langsungnya meliputi


Peningkatan volume dan lama kunjungan wisatawan, Peningkatan aktivitas ekonomi
di wilayah sekitar obyek wisata binangun, Peningkatan Pendapatan dan Daya Beli
Masyarakat, Peningkatan volume perdagangan di wilayah sekitar obyek wisata
binangun, dan Peningkatan Harga jual Tanah di sekitar lokasi. Selain itu terdapat juga
manfaat intangiblenya yang sulit diukur dalam jumlah uang, namun dirasakan oleh
masyarakat dengan terbangunan Rest and Resort Area Binangun ini yaitu semakin
membaiknya lingkungan obyek wisata binangun yang sebelumnya terihat kumuh dan
tidak bermanfaat, setelah adanya pembangunan akan terjaga kebersihannya dan
keamanannya baik di lingkungan obyek maupun sekitarnya.

Dengan Demikian

wisatawan yang berkunjung akan merasa nyaman untuk singgah, menginap dan
berbelanja.

Hal ini tentunya akan memberikan kesan mendalam bagi para

pengunjung sehingga akan membuat mereka berkunjung lagi di lain waktu, tidak
hanya di Rest and Resort area Binangun tapi mungkin juga di obyek-obyek wisata
lainnya di Kabupaten Rembang.
Selain itu berdasarkan hasil survey dan wawancara diperoleh hasil bahwa 70% dari
responden menyatakan sangat setuju dan 30% menyatakan setuju apabila kawasan
ini akan dikembangkan. Mereka berpendapat bahwa dengan adanya pembangunan
kawasan pantai Binangun ini maka akan meningkatkan pendapatan para pedagang,
memunculkan industri-industri kerajinan (souvenir) maupun industri pengolahan
ikan, mengurangi penyalahgunaan kawasan ini yang selama ini mangkrak.

Dari

pertanyaan kuisioner, apakah pembangunan Rest and Resort Area Binangun akan
lebih efektif dikelola oleh pemerintah atau swasta atau kolaborasi keduanya, 20%
menyatakan akan lebih baik jika dikelola oleh pemerintah, 60% menyatakan akan
lebih baik jika dikelola oleh pemerintah dan swasta sedangkan sisanya 10%
menyatakan tidak masalah akan dikelola oleh siapa yang terpenting pengelolaannya
baik dan profesional. Alasan kenapa sebagian besar menyatakan lebih baik dikelola
oleh pemerintah dan swasta karena hal tersebut yang lebih baik dilakukan bila
memang pemerintah kesulitan soal pendanaan. Selanjutnya menurut responden,
semuanya (100%) menyatakan bahwa pembangunan Rest and Resort Area Binangun
akan memiliki dampak bagi lingkungan, Peningkatan PAD, penyerapan tenaga kerja
Kajian Potensi KPS-Pembangunan Rest and Resort Area Binangun

63

lokal, membuka lapangan kerja baru, peningkatan layanan publik, peningkatan arus
lalu lintas, peningkatan pendapat masyarakat dan perubahan gaya hidup.

Dari

wawancara diperoleh kesimpulan bahwa masyarakat berharap banyak dengan


adanya pembangunan Rest and Resort area Binangun dapat memberikan manfaat
bagi masyarakat Rembang pada umumnya dan masyarakat sekitar khususnya, selain
itu mereka berharap agar dalam operasional nantinya Rest and Resort Area ini dapat
menyerap tenaga kerja lokal.

Dari Analisis Biaya terhadap rencana KPS Rest and resort area Binangun diperoleh
biaya investasi untuk Pembangunan Rest and Resort Area Binangun adalah sebesar
Rp.12.514.400.000,-. Dengan masa kontrak kerjasama 10 Tahun diperoleh Nilai NPV
sebesar Rp. 6.160.802.972,- (>0=Layak); IRR sebesar 20.2% (>12%=Layak), B/C Ratio
sebesar 1.16 (>1=Layak) serta Payback Period 7 Tahun dan telah memperoleh
keuntungan sebesar Rp. 339.145.559,- pada tahun tersebut.

Dengan demikian

proyek KPS pembangunan Rest and Resort Area Binangun dapat dikatakan LAYAK.

Dari analisis Pemilihan Skema KPS Rest and Resort Area Binangun diperoleh
kesimpulan bahwa Skema BOT/BTO merupakan skema terbaik yang dapat diterapkan
bagi pembangunan Rest and Resort Area Binangun, hal ini mengingat dan
mempertimbangkan

adanya

transfer

teknologi,

Keahlian

dan

manajemen

pengelolaan dari swasta kepada pemerintah daerah pada akhir masa kontrak
sehingga kemudian pada saat Rest and Resort Area tersebut dilanjutkan
pengelolaannya oleh pemerintah Kabupaten akan diperoleh penyediaan layanan
publik (Rest area)) yang murah dan berkelanjutan. Selain itu, Penentuan lamanya
masa kontrak kerjasama harus mempertimbangkan kepentingan para pihak,
khususnya investor agar diberi kemudahan dan jaminan agar penerimaannya sudah
mampu menutup investasi dan memperoleh keuntungan dalam batas-batas
kewajaran.

Kajian Potensi KPS-Pembangunan Rest and Resort Area Binangun

64

LAMPIRAN

Kajian Potensi KPS-Pembangunan Rest and Resort Area Binangun

65

Anda mungkin juga menyukai