Anda di halaman 1dari 2

SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK

NOMOR S - 89/PJ.311/2000
TENTANG
PINJAMAN SUB ORDINASI TANPA BUNGA
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Sehubungan dengan surat Saudara Nomor : XXX perihal sebagaimana tersebut di


atas dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut :
1. Dalam surat tersebut, Saudara menjelaskan bahwa perusahaan Saudara
adalah perusahaan induk (holding company) dari sebuah group
perusahaan perkebunan dan telah terdaftar di Bursa Efek.Dalam
menjalankan operasional perusahaan Saudara tidak dapat dihindari
adanya pinjaman dari perusahaan induk ke anak perusahaan terutama
karena adanya kebutuhan mendesak dari perusahaan yang meminjam sambil
menunggu proses kredit dari bank. Adakalanya pinjaman tersebut tidak
dikenai bunga dengan pertimbangan bahwa perusahaan anak sedang dalam
kesulitan keuangan. Dalam pemeriksaan pajak oleh petugas pajak, hal
tersebut menjadi perdebatan antara diperbolehkannya pinjaman tersebut
tanpa bunga atau apakah pinjaman tersebut mengandung bunga yang
terselubung (deem interest).
Sehubungan dengan adanya Kep-28/PM/1999 Tanggal 31 Desember 1999
tentang Pokok-pokok Ketentuan Perjanjian Pinjaman Sub Ordinasi Perusahaan
efek tersebut, Saudara mohon penjelasan beberapa hal sebagai berikut :
a) Apakah Pinjaman Sub Ordinasi seperti yang dimaksud pada
keputusan tersebut boleh tanpa bunga, dan jika boleh
bagaimana konsekuensi perpajakannya ?
b) Jika pinjaman Sub Ordinasi tersebut dikenakan bunga dan oleh
karena
satu
dan
lain
hal
beban
bunga
ditangguhkan
pembayarannya sampai dengan suatu tanggal tertentu kapankah
terhutang pajak penghasilan Pasal 23 ?
c) Jika pinjaman Sub Ordinasi beserta bunganya dikonversi
kedalam saham bagaimana konsekuensi perpajakannya ?
2. Dalam Pasal 23 ayat (1) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang
Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undangundang Nomor 10 Tahun 1994 antara lain diatur bahwa atas penghasilan
bunga yang dibayarkan atau terutang oleh badan pemerintah, Subjek
Pajak badan dalam negeri, penyelenggaraan kegiatan, bentuk usaha
tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib
Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, dipotong oleh pihak yang
wajib membayarkan sebesar 15% (lima belas persen) dari jumlah bruto.
3. Dalam Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor S-165/PJ.312/1992 tanggal
15 Juli 1992 perihal Pinjaman tanpa bunga dari pemegang saham
ditegaskan bahwa pinjaman perusahaan tanpa bunga dari pemegang
sahamnya dapat dianggap wajar apabila memenuhi syarat kumulatif
sebagai berikut :

a) Pinjaman tersebut berasal dari dana milik pemegang saham


pemberi pinjaman itu sendiri dan bukan berasal dari pihak
lain.
b) Modal yang seharusnya disetor oleh pemegang saham pemberi
pinjaman kepada perusahaanpenerima pinjaman telah disetor
seluruhnya.
c) Pemegang saham pemberi pinjaman tidak dalam keadaan merugi.
d) Perusahaan penerima pinjaman sedang mengalami kesulitan
keuangan untuk kelangsungan usahanya.
Apabila salah satu dari ke-empat unsur diatas tidak terpenuhi maka
atas pinjaman tersebut dilakukan koreksi menjadi terutang bunga dengan
tingkat bunga wajar.
4. Berdasarkan uraian tersebut di atas, dengan ini ditegaskan bahwa :
a) Pinjaman
Sub
Ordinasi
seperti
yang
dimaksud
dalam
permasalahan diatas dapat diterima sebagai pinjaman tanpa
bunga sepanjang memenuhi persyaratan sebagaimana tersebut
pada butir 3 diatas.
b) Apabila pembayaran bunga pinjaman Sub Ordinasi ditangguhkan,
maka Pajak Penghasilan Pasal 23 atas bunga tersebut terhutang
pada saat dibayarkan atau terutang (mana yang lebih dahulu).
Dalam hal pembukuan perusahaan menganut metode akrual maka
penangguhan
pembayaran
bunga
tidak
mempengaruhi
saat
pengakuan biayanya.
c) Jika pinjaman Sub Ordinasi beserta bunganya dikonversikan
dalam bentuk saham, maka sesuai dengan butir 2 di atas Pajak
Penghasilan yang terutang atas bunga pinjaman Sub Ordinasi
tetap sebesar 15% dari jumlah brutonya.
Demikian agar maklum.

A.n. DIREKTUR JENDERAL


DIREKTUR PERATURAN PERPAJAKAN,
ttd
IGN MAYUN WINANGUN

Anda mungkin juga menyukai