Anda di halaman 1dari 1

Dampak dari Pendanaan melalui Utang (

Debt Financing
) Terutama oleh
Pemegang Sahamnya
Hutang mempakan salah satu bentllk pendanaan yang dipilih oleh
pemsahaan untuk mendanai kegiatan operasionalnya. Para pemilik pemsahaan
(pemegang saham) cenderung menghin dari hutang yang ekstrim baik hutang
jangka pendek maupun jangka panjang, karena akan menurunkan nilai
perusahaan. Jika dipaksakan, memungkinkan munculnya biaya kebangkmtan yang
8
terdiri dari legal fee dan distress price (aset perusalaan yang dihargai murah
sewaktu dinyatakan bangkrut).
Pendanaan berupa hutang dibagi menjadi dua yaitu (1) hutang jangka
pendek (kurang dari 1 tahun) lazim digunakan untuk kebutuhanjangka pendek
terdiri atas hutang dagang dan kewajiban yang masih harus dibayar seperti upah
dan pajak, dan (2) Hutangjangka panjang adalah hutang dengan yang memiliki
jatuh tempo lebih dari satu tahun, biasanya berbentuk hipotek dan obIigasi. Jika
terjadi Iikuidasi, kreditor akan dibayar terlebih dahulu dari hasil penjualan aktiva
tetap yang dipergunakan sebagai agnnan dalam perjanjian kreditnya.
Pendanaan berupa hutang diproksikan ke dalam DER. Rasio DER
mengukur tingkat penggunaan hutang terhadap total modal sendiri yang dimiliki
perusahaan. Semakin tinggi DER menunjukkan tingginya ketergantungan
permodalan perusahaan terhadap pihak luar sehingga beban perusahaan juga
semakin berat. Tentunya hal ini akan mengurangi hak pemegang saham (dalam
bentuk dividen). Tingginya DER selanjutnya akan mempengaruhi minat investor
terhadap saham perusahaan tertentu, karena investor pasti lebih tertarik pada
saham yang tidak menanggung terlalu banyak beban hutang. Dengan kata lain,
DER berpengaruh terhadap kinerja perusahaan.
Rasio DER oleh Jensen et at. (1992) dalam Almilia dan Silvy (2006)
dirumuskan sebagai berikut:
dimana :
Total Hutang = lumlah hutang lancar + !mtang jangka panjang
Modal Sendiri = Total modal (ekuitas) yang dimiIiki perusahaan
Jika DER lebih dari satu, maka perllsahaan didanai dengan lebih banyak
hutang sehingga perusahaan harus membayar bunga. Berarti pemegang saham
sulit membeli saham karena perusahaan tidak menerbitkan saham untuk kegiatan
pendanaannya dan kreditor enggan meminj amkan uang karena adanya pengalihan
resiko dari perusahaan.
Pajak Penghasilan dengan Hutang
9
Keputusan pendanaan menjadi relevan dalam keadaan ada pajak
(Modigliani dan Miller, 1958, dalam Husnan dan Pudjiastuti, 2004). Hal ini
dikarenakan bunga yang dibayar oleh perusahaan merupakan pengurang pajak
penghasilan (tax deductibility of interest payment). Dengan memasukkan un sur
pajak, kebanyakan pakar keuangan setuju bahwa hutang memiliki dampak positif
atas penilaian total perusahaan (Horne dan Wlchowicz, 2007). Hutang digunakan
untuk pendanaan maupun investasi seperti pembelian aktiva tetap yang memiliki
tax shield atau perlindungan pajak, karena depresiasi aktiva tetap yang merupakan
dana non cash dapat digunakan llntuk mengurangi beban pajak yang ditanggung
perusahaan.
Sedangkan, pembayaran bunga hutang merupakan biaya pengurang pajak
perusahaan yang berhutang. Berbeda d~ngan dividen yang merupakan non
deductible expense, akibatnya, jumlah total dana yang tersedia untuk membayar
para pemilik hutang dan pemegang saham akan lebih besar jika hutang digunakan,
sehingga bunga hutangjllga disebut perlilldungan pajak. Semakin besar jumlah
hutang semakin besar pula keuntungan perlindungan pajak dan semakin besar
nilai perusahaan, jika semua hal lain dianggap tetap. Namun, jika penghasilan
kena pajakjumlahnya kecil atau negatif, keuntungan perlindungan pajak dari
hutang akan berkurang atau bahkan tidak ada. Selain itu, jika perusahaan bangkrut
dan dilikuidasi, penghematan pajak di masa depan yang berhubungan dengan
hutang akan hilang. Hal ini membuat keuntungan perlindungan pajak atas hutang,
menjadi tidak pasti.
Keuntungan
dari Pendanaan melalui Uatang
Keuntungan menggunakan utang bagi perusahaan dapat dirangkum dalam
beberapa hal: Pertama, utang menyediakan manfaat pajak karena pengeluaran
bunga dapat merededuksi pajak. Manfaat pajak dari utang juga bisa diekspresikan
dalam istilah perbedaan antara biaya hutang sebelum pajak dan sesudah pajak.
Untuk mengilustrasikan hal tersebut misalkan: jika r adalah tingkat presentase
bunga terhadap hutang dan t adalah tarif pajak marginal, maka biaya peminjaman
setelah pajak (kd) yang akan dinikmati oleh peminjam adalah: kd = r (1 – t).
Dalam persamaan ini, biaya utang setelah pajak adalah fungsi menurun dari tarif
pajak. Contoh, suatu perusahaan dengan tarif pajak sebesar 40% yang meminjam
dengan bunga 8%, maka perusahaan mempunyai biaya hutang setelah pajak
sebesar 8%( 1-40%) = 4,8% . Perusahaan lain dengan tarif pajak sebesar 70%
yang meminjam pada 8%, mempunyai biaya hutang setelah pajak sebesar 2,4%.
Artinya tarif pajak yang lebih tinggi akan menurunkan biaya utang cateris paribus.
Kedua, utang bisa mendorong manajer untuk lebih disiplin dalam pilihan-
pilihan investasi mereka. Salah satu cara untuk mengenalkan disiplin kedalam
proses investasi adalah dengan memaksa perusahaan tersebut untuk meminjam
uang, karena peminjaman menciptakan sebuah komitmen untuk membuat bunga
dan pembayaran pokok. Selain itu pada perusahaan yang didalamnya ada
pemisahan antara kepemilikan dan manajemen maka utang pengendalikan
perilaku oportunitis manajer untuk pengeluaran sesuai dengan kewenangannya
(discretionary). Oleh karena itu dengan adanya utang, nantinya manajer akan
terfokus pada aktivitas yang diperlukan untuk memastikan bahwa pembayaran
utang dapat dipenuhi.
Ketiga, utang tidak memberikan pihak pemegang surat utang (debtholder)
hak suara, sehingga tidak terjadi pergeseran pengendalian perusahaan. Adapun
beberapa hal yang diyakini sebagai beban karena berutang antara lain adalah
sebagai berikut : Pertama, utang dapat meningkatkan risiko karena kemungkinan
perusahaan tidak mampu memenuhi pembayaran tetapnya bahkan dapat juga
berujung pada risiko kebangkrutan. Kondisi tersebut mungkin terjadi ketika
perusahaan mengalami kegagalan pada saat aliran kas (cash flow) dari operasi
tidak mencukupi untuk membayar bunga. Sebuah perusahaan dianggap bangkrut
apabila perusahaan tersebut tidak mampu memenuhi komitmen kontraktual
mereka, bahkan perusahaan yang tidak memiliki utang pun dapat menjadi
bangkrut jika mereka tidak mampu membayar gaji karyawan mereka. Ketika
sebuah perusahaan bangkrut, asetnya dapat dilikuidasi dan hasil dari likuidasai
akan digunakan untuk memenuhi klaim yang belum dilunasi. Prioritas klaim
mengikuti persyaratan legal dan spesifi- kasi kontraktual yang ada. Kedua, utang
akan meningkatkan potensi konflik antara 5 pemberi utang (kreditor) dan agen
(dalam hal ini diwakili oleh manajer). Konflik muncul karena manajemen
perusahaan mengambil proyek-proyek berisiko lebih besar dari yang diperkirakan
oleh kreditor, dimana proyek berisiko akan memberikan hasil yang bagus, namun
kompensasi yang diberikan kepada kreditor (berupa bunga) tidak ikut naik,
sehingga jika terjadi kerugian maka kreditor akan dirugikan. Ketiga, utang
menyebabkan perusahaan kehilangan beberapa fleksibilitas berkaitan dengan
pembiayaan di masa mendatang, karena adanya rambu-rambu perjanjian (debt
covenant) yang ditetapkan pada awal pinjaman dilakukan. Perjanjian ini berisi
rambu-rambu yang membatasi manajemen untuk membuat keputusan investasi
dan pembayaran dividen dalam jmlah tertentu.

Anda mungkin juga menyukai