Pengembangan Kurikulum Model Hilda Taba
Pengembangan Kurikulum Model Hilda Taba
Pengembangan Kurikulum Model Hilda Taba
1.
2.
3.
4.
menurut Hilda Taba, sebaiknya kurikulum dikembangkan secara terbalik (inverted) yaitu dengan
pendekatan induktif.
Taba percaya bahwa esensial proses deduktif ini cenderung untuk mengurangi
kemungkinan-kemungkinan
inovasi
kreatif,
sebab
membatasi
kemungkinan
mengeksperimentasikan konsep-konsep baru kurikulum.Taba menyatakan bahwa :
1. Bila perubahan nilai dari mendesain ulang kerangka yang menyeluruh maka sebelumnya harus
ditetapkan lebih dahulu suatu pola yang akan dipelajari dan diuji.
2. Panitia penyusunan kurikulum yang tradisional itu dapat mendukung rencana-rencana kurikulum
yang bermanfaat, bagian dari desain itu sendiri hanya atas dasar logika bukan empirik.
3. Karena mereka tidak melakukan pengujian secara empirik, kurikulum yang dihasilkan
cenderung merupakan skema / sket bagan yang sangat umum dan abstrak dan sedikit membantu
untuk melaksanakan praktek instruksional.
Ketiga masalah tersebut menunjukkan efesiensi perekayasaan kurikulum yang tradisional
dan kesenjangan antara teori dan praktek. Suatu contoh adanya disfungsi dalam teori praktek
terdapat pada core kurikulum yang dirancang untuk mengajukan Integrasi isi / materi, Hubungan
dengan kebutuhan siswa. Jalannya praktek core tersebut umumnya hanya merupakan
reorganisasi administratif, block of time mata ajaran-mata ajaran yang terpisah-pisali, dan
dimana masalah-masalah kehidupan terisolasi dari materi (content) yang valid. Bentuk core yang
dilaksanakan berdasarkan rekayasa deduktif menghasilkan pemisahan teori dan praktek. Taba
mengajukan pandangan yang berlawanan dengan urutan tradisional dengan mengembangkan
inverted model, yakni langkah awal dimulai dari perencanaan unit-unit mengajar-belajar yang
spesifik oleh para guru, bukan diawali dengan desain kerangka (framework) yang umum.
Unit-unit tersebut diuji / dilaksanakan dalam kelas, yang ada pada gilirannya digunakan
sebagai dasar empirik untuk menentukan desain yang menyeluruh (overall design).
1.
2.
3.
A.
kekurangan (deficiencies), dan perbedaan latar belakang siswa. Tenaga pengajar mengidentifikasi
masalah-masalah, kondisi, kesulitan serta kebutuhan-kebutuhan siswa dalam suatu proses
pengajaran. Lingkup diagnosis tergantung pada latar belakang program yang akan direvisi,
termasuk didalamnya tujuan konteks dimana program tersebut difungsikan.
Merumuskan tujuan khusus. Setelah kebuttuhan-kebutuhan siswa didiagnosis, selanjutnya para
pengembang kurikulum merumuskan tujuan.
Rumusan tujuan akan meliputi:
Konsep atau gagasan yang akan dipelajari
Sikap, kepekaan dan perasaan yang akan dikembangkan
Cara befikir untuk memperkuat,
Kebiasaan dan keterampilan yang akan dikuasai
Memilih isi. Pemilihan isi kurikulum sesuai dengan tujuan meerupakan langkah berikutnya.
Pemilihan isi bukan saja didasarkan pada tujuan yang harus dicapai sesuai dengan langkah
kedua, akan tetapi juga harus mempertimbangkan segi validitas dan kebermaknaannya untuk
siswa.
Mengorganisasi isi. Melalui penyeleksian, selanjutnya isi kurikulum yang telah ditentukan itu
disusun urutannya, sehingga tampak pada tingkat atau kelas berapa sebaiknya kurikulum itu
diberikan.
Memilih pengalaman belajar. Pada tahap ini ditentukan pengalaman-pengalaman belajar yag
harus dimiliki siswa untuk mencapai tujuan kurikulum.
Mengorganisasi pengalaman belajar. Guru selanjutnya menentukan bagaimana mengemas
pengalaman-pengalaman belajar yang telah ditentukan itu kedalam paket-paket kegiatan itu,
siswa diajak serta, agar mereka memiliki tanggung jawab dalam melaksanakan kegiatan belajar.
Menentukan alat evaluasi dan prosedur yang harus dilakukan siswa. Peda penentuan alat
evaluasi guru dapat menyeleksi berbagai teknik yang dapat dilakukan untuk menilai prestasi
siswa, apakah siswa sudah mencapai tujuan atau belum.
Menguji keseimbangan isi kurikulum. Pengujian ini perlu dilakukan untuk melihat kesesuaian
antara isi, pengalaman belajar, dan tipe-tipe belajar siswa.
dilakukan bersama oleh koordinator kurikulum dan ahli kurikulum. Bila hasilnya sudah
memadai, maka unit-unit tersebut dapat disebarkan dalam lingkup yang lebih luas.
D. pengembangan keseluruhan kerangka kurikulum (developing a frame work)
Apabila dalam kegiatan penyempurnaan dan konsolidasi telah diperoleh sifatnya yang lebih
menyeluruh atau berlaku lebih luas, hal itu harus dikaji oleh para ahli kurikulum.
Ada beberapa pertanyaan yang harus dijawab dalam langkah ini.
- Apakah lingkup isi telah memadai
- Apakah isi telah tersusun secara logis
- Apakah pemebelajaran telah memberikan peluang terhadap pengembangan intelektual,
keterampilan dan sikap
- Dan apakah konsep dasar telah terakomodasi
Perkembangan yang dipergunakan untuk melakukan kegiatan yang berdasarkan pada pertanyaanpertanyaan apa isi unit-unit yang disusun secara berurutan itu telah berimbang ke dalamnya dan
keluasannya, dan apakah pengalaman belajar telah memungkinkan belajarnya kemampuan
intelektual dan emosional.
Pengembangan ini dilakukan oleh ahli kurikulum dan para professional kurikulum lainnya.
Produk dari langkah-langkah ini adalah dokumen kurikulum yang siap untuk diimplementasikan
dan didesiminasikan.
E. Implementasi dan desiminasi
Dalam langkah ini dilakukan penerapan dan penyebarluasan program ke daerah dan
sekolah-sekolah dan dilakukan pendataan tetang kesulitan serta permasalahan yang dihadapi
guru-guru di lapangan. Oleh karena itu perlu diperhatikan tentang persiapan dilapangan yang
berkaitan dengan aspek-aspek penerapan kurikulum. Pengembangan kurikulum realitas dengan
pelaksanaannya, yaitu melalui pengujian terlebih dahulu oleh staf pengajar yang profesional.
Dengan demikian, model ini benar-benar memadukan teori dan praktek.
Tanggung jawab tahap ini dibebankan pada administrator sekolah. Penerapan kurikulum
merupakan tahap yang ditempuh dalam kegiatan pengembangan kurikulum. Pada tahap ini harus
diperhatikan berbagai masalah : seperti kesiapan tenaga pengajar untuk melaksanakan kurikulum
di kelasnya, penyediaan fasilitas pendukung yang memadai, alat atau bahan yang diperlukan dan
biaya yang tersedia, semuanya perlu mendapat perhatian dalam penerapan kurikulum agar
tercapai hasil optimal.
C. CIRI KHAS MODEL HILDA TABA
Hilda Taba mengembangkan model atas dasar data induktif sehingga dikenal dengan
model terbalik. Dikatakan model terbalik karena pengembangankurikulumnya tidak didahului
oleh konsep-konsep yang datangnya secaradeduktif. Dalam kurikulum Hilda Taba sebelum
melaksanakan langkah-langkahlebih lanjut, terlebih dahulu mencari data dari lapangan dengan
cara mengadakan percobaan yang kemudian disusun teori atas dasar hasil nyata, baru
diadakan pelaksanaan.
Model Taba sebagai model pembelajaran secara induktif yang terdiri atas langkahlangkah terstruktur yang dibagi menjadi tujuh fase. Guru menjadi motor penggerak untuk
menjangkau fase demi fase melalui pertanyaan-pertanyaan yangdiajukan kepada siswa
secara sambung-menyambung. Tujuan utama model ini adalah pengembangan
keterampilan berpikir kritis siswa di samping penguasaansecara tuntas topik yang
dibicarakan. Model Taba berorientasi pada pendekatan proses.