Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

Asuhan Keperawatan pada Ibu Nifas P3003 Partus SPT B PP hr ke-0


di Ruang Melati 2 Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Buleleng

Oleh:
I Putu Suryadi Putra (12060140063)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BULELENG


PROGRAM PROFESI NERS
2016

LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PENDAHULUAN
Asuhan Keperawatan pada Ibu Nifas P3003 Partus SPT B PP hr ke-0
di Ruang Melati 2 Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Buleleng

Telah Diterima Dan Disahkan Oleh Clinical Teacher (CT) dan Clinical
Instruktur (CI) Stase Keterampilan Dasar Profesi (KDP) di Ruang Melati 2 Rumah
Sakit Umum Daerah (RSUD) Kabupaten Buleleng Sebagai Syarat Memperoleh
Penilaian Ketrampilan Dasar Profesi (KDP).

Singaraja,

Agustus 2016

Clinical Instruktur (CI)


Ruang Melati 2
RSUD Kabupaten Buleleng

Clinical Teacher (CT)


Stase Keterampilan Dasar Profesi
(KDP)

__________________________
NIP.

___________________________________
NIK.

Asuhan Keperawatan pada Ibu Nifas P3003 Partus SPT B PP hr ke-0


di Ruang Melati 2 Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Buleleng
1.1 Tinjauan Teori
1.1.1 Definisi
Masa puerperium atau masa nifas mulai setelah partus selesai, dan
berakhir setelah kira-kira 6 minggu. Akan tetapi, seluruh alat genetalia baru pulih
kembali seperti sebelum ada kehamilan dalam waktu 3 bulan (Wiknjosastro,
2006).
Postpartum adalah masa pulih kembali seperti pra hamil yang dimulai
setelah partus selesai atau sampai kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat
kandungan pulih kembali seperti semula. Masa nifas berlangsung selama kira-kira
6 minggu.
Periode postpartum adalah waktu penyembuhan dan perubahan, waktu
kembali pada keadaan tidak hamil, serta penyesuaian terhadap hadirnya anggota
keluarga baru (Mitayani, 2009).
Batasan waktu nifas yang paling singkat (minimum) tidak ada batas
waktunya, bahkan bisa jadi dalam waktu yang relative pendek darah sudah tidak
keluar, sedangkan batasan maksimumnya adalah 40 hari. Jadi masa nifas
(puerperium) adalah masa setelah keluarnya plasenta sampai alat alat reproduksi
pulih seperti sebelum hamil dan secara normal masa nifas berlangsung selama 6
minggu atau 40 hari.
1.1.2

Etiologi
Penyebab persalinan belum pasti diketahui, namun beberapa teori

menghubungkan dengan faktor hormonal, struktur rahim, sirkulasi rahim,


pengaruh tekanan pada saraf dan nutrisi.
1) Teori penurunan hormone
1-2 minggu sebelum partus mulai, terjadi penurunan hormone progesterone
dan estrogen. Fungsi progesterone sebagai penenang otot otot polos rahim
dan akan menyebabkan kekejangan pembuluh darah sehingga timbul his bila
progesterone turun.
2) Teori placenta menjadi tua
Turunnya kadar hormone estrogen dan progesterone menyebabkan
kekejangan pembuluh darah yang menimbulkan kontraksi rahim.

3) Teori distensi rahim


Rahim yang menjadi besar dan merenggang menyebabkan iskemik otot-otot
rahim sehingga mengganggu sirkulasi utero-plasenta.
4) Teori iritasi mekanik
Di belakang servik terlihat ganglion servikale (fleksus franterrhauss). Bila
ganglion ini digeser dan di tekan misalnya oleh kepala janin akan timbul
kontraksi uterus.
5) Induksi Partus
Dapat pula ditimbulkan dengan jalan gagang laminaria yang dimasukkan
dalam kanalis servikalis dengan tujuan merangsang pleksus frankenhauser,
amniotomi pemecahan ketuban, ataupun oksitosin drip.
1.1.3

Klasifikasi
Menurut Prawirohardjo (2009), pembagian nifas di bagi 3 bagian, yaitu:

1) Post Partum Dini


Post Partum Dini adalah pemulihan dimana ibu di perbolehkan berdiri dan
berjalan. Dalam agama Islam, dianggap telah bersih dan boleh bekerja setelah
40 hari.
2) Post Partum Intermedial
Post Partum Intermedial merupakan pemulihan menyeluruh alat-alat genetalia
yang lamanya 6-8 minggu.
3) Post Partum Terlambat
Post Partum Terlambat merupakan waktu yang diperlukan untuk pulih dan
sehat sempurna terutama bila selama hamil atau waktu persalinan mempunyai
komplikasi. Waktu untuk sehat sempurna bisa berminggu, bulan atau tahunan.

1.1.4

Tanda dan Gejala


Adaptasi atau perubahan yang terjadi pada ibu post partum normal, yaitu:
1) Sistem reproduksi
a. Involusi uterus
Proses kembalinya uterus ke keadaan sebelum hamil setelah melahirkan
disebut involusi. Proses ini dimulai segera setelah plasenta keluar akibat
kontraksi otot-otot polos uterus. Dalam waktu 12 jam, tinggi fundus
mencapai kurang lebih 1 cm diatas umbilicus. Dalam beberapa hari
kemudian, perubahan involusi berlangsung dengan cepat. Fundus turun
kira-kira 1 sampai 2 cm setiap 24 jam. Pada hari pascapartum keenam

fundus normal akan berada dipertengahan antara umbilicus dan simpisis


pubis. Uterus tidak bisa dipalpasi pada abdomen pada hari ke-9
pascapartum.
b. Kontraksi
Intensitas kontraksi uterus meningkat secara bermakna segera setelah bayi
lahir, diduga terjadi sebagai respons terhadap penurunan volume
intrauterine yang sangat besar. Hemostasis pascapartum dicapai terutama
akibat kompresi pembuluh darah intramiometrium, bukan oleh agregasi
trombosit dan pembentukan bekuan. Hormone yang dilepas kelenjar
hipofisis memperkuat dan mengatur kontraksi uterus, mengkompresi
pembuluh darah, dan membantu hemostasis.
c. Afterpains
Pada primipara, tonus uterus meningkat sehingga fundus pada umumnya
tetap kencang. Relaksasi dan kontraksi yang periodik sering dialami
multipara dan bisa menimbulkan nyeri yang bertahan sepanjang masa awal
puerperium.
d. Lochea
Pengeluaran darah dan jaringan desidua yang nekrotik dari dalam uterus
selama masa nifas disebut lochea. Lochea ini terdiri dari lochea rubra (1-4
hari) jumlahnya sedang berwarna merah dan terutama darah, lochea serosa
(4- 8 hari) jumlahnya berkurang dan berwarna merah muda (hemoserosa),
lochea alba (8-14 hari) jumlahnya sedikit, berwarna putih atau hampir
tidak berwarna.
e. Serviks
Servik mengalami involusi bersama-sama uterus. Setelah persalinan,
ostium eksterna dapat dimasuki oleh dua hingga tiga jari tangan, setelah 6
minggu postnatal, serviks menutup.
f. Vulva dan vagina
Vulva dan vagina mengalami penekanan serta peregangan yang sangat
besar selama proses melahirkan bayi, dan dalam beberapa hari pertama
setelah proses tersebut, kedua organ ini tetap berada dalam keadaan
kendur. Setelah 3 minggu, vulva dan vagina kembali kepada keadaan tidak
hamil dan rugae dalam vagina kembali kepada keadaan tidak hamil dan
rugae dalam vagina secara berangsur-angsur akan muncul kembali
sementara labia menjadi lebih menonjol.
g. Perineum

Segera setelah melahirkan, perineum menjadi kendur karena sebelumnya


teregang oleh karena tekanan kepala bayi yang bergerak maju. Pada
postnatal hari ke 5, perineum sudah mendapat kembali sebagian besar
tonusnya sekalipun tetap lebih kendur dari pada keadaan sebelum
melahirkan.
h. Payudara
Payudara mencapai maturasi yang penuh selama masa nifas kecuali jika
laktasi disupresi, payudara akan menjadi lebih besar, lebih kencang dan
mula mula lebih nyeri tekan sebagai reaksi terhadap perubahan status
hormonal serta dimulainya laktasi.
i. Traktus urinarius
Buang air kecil sering sulit selama 24 jam pertama. Kemungkinan terdapat
spasme (kontraksi otot yang mendadak diluar kemaluan) sfingter dan
edema leher buli buli sesudah bagian ini mengalami kompresi antara
kepala janin dan tulang pubis selama persalinan. Urin dalam jumlah yang
besar akan dihasilkan dalam waktu 12 36 jam sesudah melahirkan.
Setelah plasenta dilahirkan, kadar hormone estrogen yang bersifat
menahan air akan mengalami penurunan yang mencolok. Keadaan ini
menyebabkan diuresis. Ureter yang berdilatasi akan kembali normal dalam
tempo 6 minggu.
2) Tanda tanda vital
Suhu pada hari pertama (24 jam pertama) setelah melahirkan meningkat
menjadi 380C sebagai akibat pemakaian tenaga saat melahirkan dehidrasi maupun
karena terjadinya perubahan hormonal, bila diatas 380C dan selama dua hari
dalam sepuluh dari pertama post partum perlu dipikirkan adanya infeksi saluran
kemih, endometriosis dan sebagainya. Pembengkakan buah dada pada hari ke 2
atau 3 setelah melahirkan dapat menyebabkan kenaikan suhu atau tidak.
3) Sistem kardiovaskuler
a. Tekanan darah
Tekanan darah sedikit berubah atau tetap. Hipotensi ortostatik, yang
diindikasikan oleh rasa pusing dan seakan ingin pingsan segera berdiri, dapat
timbul dalam 48 jam pertama.
b. Denyut nadi
Nadi umumnya 60 80 denyut permenit dan segera setelah partus dapat terjadi
takikardi. Bila terdapat takikardi dan badan tidak panas mungkin ada

perdarahan berlebihan atau ada penyakit jantung. Pada masa nifas umumnya
denyut nadi lebih labil dibanding suhu. Pada minggu ke 8 sampai ke 10 setelah
melahirkan, denyut nadi kembali ke frekuensi sebelum hamil.
c. Komponen darah
Hemoglobin, hematokrit dan eritrosit akan kembali kekeadaan semula sebelum
melahirkan.
1.1.5

Patofisiologi
Dalam masa post partum atau masa nifas, alat-alat genitalia interna

maupun eksterna akan berangsur-angsur pulih kembali seperti keadaan sebelum


hamil. Perubahan-perubahan alat genital ini dalam keseluruhannya disebut
Involusi. Disamping involusi terjadi perubahan-perubahan penting lain yakni
memokonsentrasi dan timbulnya laktasi yang terakhir ini karena pengaruh
lactogenik hormon dari kelenjar hipofisis terhadap kelenjar-kelenjar mama.
Otot-otot uterus berkontraksi segera post psrtum, pembuluh-pembuluh
darah yang ada antara nyaman otot-otot uretus akan terjepit. Proses ini akan
menghentikan pendarahan setelah plasenta lahir. Perubahan-perubahan yang
terdapat pada serviks ialah segera post partum bentuk serviks agak menganga
seperticorong, bentuk ini disebabkan oleh korpus uteri terbentuk semacam cincin.
Peruabahan-perubahan yang terdapat pada endometrium ialah timbulnya
trombosis, degenerasi dan nekrosis ditempat implantasi plasenta pada hari
pertama endometrium yang kira-kira setebal 2-5 mm itu mempunyai permukaan
yang kasar akibat pelepasan desidua dan selaput janin regenerasi endometrium
terjadi dari sisa-sisa sel desidua basalis yang memakai waktu 2 sampai 3 minggu.
Ligamen-ligamen dan diafragma palvis serta fasia yang merenggang sewaktu
kehamilan dan pertu setelah janin lahir berangsur-angsur kembali seperti sedia
kala.
Anatomi dan Fisiologi Sistem Reproduksi:
Sistem reproduksi wanita terdiri dari organ interna, yang terletak didalam
rongga pelvis dan ditopang oleh lantai pelvis, dan genetalia eksterna, yang terletak
di perineum. Struktur reproduksi interna dan eksterna berkembang menjadi matur
akibat rangsang hormon estrogen dan progesteron (Bobak, 2005).

1) Stuktur eksterna
d. Vulva
Vulva adalah nama yang diberikan untuk struktur genetalia eksterna.
Kata ini berarti penutup atau pembungkus yang berbentuk lonjong,
berukuran panjang, mulai klitoris, kanan kiri dibatasi bibir kecil sampai
ke belakang dibatasi perineum.
e. Mons pubis
Mons pubis atau mons veneris adalah jaringan lemak subkutan berbentuk
bulat yang lunak dan padat serta merupakan jaringan ikat jarang di atas
simfisis pubis. Mons pubis mengandung banyak kelenjar sebasea dan
ditumbuhi rambut berwarna hitam, kasar, dan ikal pada masa pubertas,
mons berperan dalam sensualitas dan melindungi simfisis pubis selama
f.

koitus.
Labia mayora
Labia mayora adalah dua lipatan kulit panjang melengkung yang
menutupi lemak dan jaringan kulit yang menyatu dengan mons pubis.
Keduanya memanjang dari mons pubis ke arah bawah mengililingi labia
minora, berakhir di perineum pada garis tengah. Labia mayora
melindungi labia minora, meatus urinarius, dan introitus vagina. Pada
wanita yang belum pernah melahirkan anak pervaginam, kedua labia
mayora terletak berdekatan di garis tengah, menutupi stuktur-struktur di
bawahnya. Setelah melahirkan anak dan mengalami cedera pada vagina
atau pada perineum, labia sedikit terpisah dan bahkan introitus vagina
terbuka. Penurunan produksi hormon menyebapkan atrofi labia mayora.
Pada permukaan arah lateral kulit labia tebal, biasanya memiliki pigmen
lebih gelap daripada jaringam sekitarnya dan ditutupi rambut yang kasar
dan semakin menipis ke arah luar perineum. Permukaan medial labia
mayora licin, tebal, dan tidak tumbuhi rambut. Sensitivitas labia mayora
terhadap sentuhan, nyeri, dan suhu tinggi. Hal ini diakibatkan adanya
jaringan saraf yang menyebar luas, yang juga berfungsi selama

rangsangan seksual.
g. Labia minora
Labia minora terletak di antara dua labia mayora, merupakan lipatan kulit
yang panjang, sempit, dan tidak berambut yang, memanjang ke arah
bawah dari bawah klitoris dan menyatu dengan fourchett. Sementara

bagian lateral dan anterior labia biasanya mengandung pigmen,


permukaan medial labia minora sama dengan mukosa vagina. Pembuluh
darah yang sangat banyak membuat labia berwarna merah kemerahan
dan memungkankan labia minora membengkak, bila ada stimulus
emosional atau stimulus fisik. Kelenjar-kelenjar di labia minora juga
melumasi vulva. Suplai saraf yang sangat banyak membuat labia minora
sensitif, sehingga meningkatkan fungsi erotiknya.
h. Klitoris
Klitoris adalah organ pendek berbentuk silinder dan yang terletak tepat di
bawah arkus pubis. Dalam keadaan tidak terangsang, bagian yang terlihat
adalah sekitar 6x6 mm atau kurang. Ujung badan klitoris dinamai glans
dan lebih sensitif dari pada badannya. Saat wanita secara seksual
terangsang, glans dan badan klitoris membesar. Kelenjar sebasea klitoris
menyekresi smegma, suatu substansi lemak seperti keju yang memiliki
aroma khas dan berfungsi sebagai feromon. Istilah klitoris berasal dari
kata dalam bahasa yunani, yang berarti kunci karena klitoris dianggap
sebagai kunci seksualitas wanita. Jumlah pembuluh darah dan persarafan
yang banyak membuat klitoris sangat sensitif terhadap suhu, sentuhan
dan sensasi tekanan.
i. Vestibulum
Vestibulum ialah suatu daerah yang berbentuk seperti perahu atau lojong,
terletak di antara labia minora, klitoris dan fourchette. Vestibulum terdiri
dari muara uretra, kelenjar parauretra, vagina dan kelenjar paravagina.
Permukaan vestibulum yang tipis dan agak berlendir mudah teriritasi
oleh bahan kimia. Kelenjar vestibulum mayora adalah gabungan dua
kelenjar di dasar labia mayora, masing-masing satu pada setiap sisi
orifisium vagina.
j. Perineum
Perineum adalah daerah muskular yang ditutupi kulit antara introitus
vagina dan anus. Perineum membentuk dasar badan perineum.
2) Struktur interna
a. Ovarium
Sebuah ovarium terletak di setiap sisi uterus, di bawah dan di belakang
tuba falopi. Dua lagamen mengikat ovarium pada tempatnya, yakni
bagian mesovarium ligamen lebar uterus, yang memisahkan ovarium dari

sisi dinding pelvis lateral kira-kira setinggi krista iliaka anterosuperior,


dan ligamentum ovari proprium, yang mengikat ovarium ke uterus. Dua
fungsi ovarium adalah menyelenggarakan ovulasi dan memproduksi
hormon. Saat lahir, ovarium wanita normal mengandung banyak ovum
primordial. Di antara interval selama masa usia subur ovarium juga
merupakan tempat utama produksi hormon seks steroid dalam jumlah
yang dibutuhkan untuk pertumbuhan, perkembangan, dan fungsi wanita
normal.
b. Tuba fallopi
Sepasang tuba fallopi melekat pada fundus uterus. Tuba ini memanjang ke
arah lateral, mencapai ujung bebas legamen lebar dan berlekuk-lekuk
mengelilingi setiap ovarium. Panjang tuba ini kira-kira 10 cm dengan
berdiameter 0,6 cm. Tuba fallopi merupakan jalan bagi ovum. Ovum
didorong di sepanjang tuba, sebagian oleh silia, tetapi terutama oleh
gerakan peristaltis lapisan otot. Esterogen dan prostaglandin
mempengaruhi gerakan peristaltis. Aktevites peristaltis tuba fallopi dan
fungsi sekresi lapisan mukosa yang terbesar ialah pada saat ovulasi.
c. Uterus
Uterus adalah organ berdinding tebal, muskular, pipih, cekung yang
tampak mirip buah pir yang terbalik. Uterus normal memiliki bentuk
simetris, nyeri bila di tekan, licin dan teraba padat. Uterus terdiri dari tiga
bagian, fudus yang merupakan tonjolan bulat di bagian atas dan
insersituba fallopi, korpus yang merupakan bagian utama yang
mengelilingi cavum uteri, dan istmus, yakni bagian sedikit konstriksi
yang menghubungkan korpus dengan serviks dan dikenal sebagai sekmen
uterus bagian bawah pada masa hamil. Tiga fungsi uterus adalah siklus
menstruasi dengan peremajaan endometrium, kehamilan dan persalinan.
d. Vagina
Vagina adalah suatu tuba berdinding tipis yang dapat melipat dan mampu
meregang secara luas. Mukosa vagina berespon dengan cepat terhadap
stimulai esterogen dan progesteron. sel-sel mukosa tanggal terutama
selama siklus menstruasi dan selama masa hamil. Sel-sel yang di ambil
dari mukosa vagina dapat digunakan untuk mengukur kadar hormon seks
steroid. Cairan vagina berasal dari traktus genetalis atas atau bawah.

Cairan sedikit asam. Interaksi antara laktobasilus vagina dan glikogen


mempertahankan keasaman. Apabila pH nik diatas lima, insiden infeksi
vagina meningkat. Cairan yang terus mengalir dari vagina
mempertahankan kebersihan relatif vagina.

1.1.6 Web of Caution (WOC)


1.1.7
1.1.8
Post Partum, Masa Nifas/Puerperium
1.1.9
1.1.10
1.1.11
1.1.12
Kelahiran
Sistem
Perdarahan
1.1.13
Bayi
Reproduksi
1.1.14
Ketidaktahuan/ Keterbatasan
Robekan
Kekurangan
Sumber Informasi:
Jalan Lahir
Volume
- Perawatan Bayi
Cairan
- Perubahan Vagina
- Perawatan Payudara
- Luka Pada
- Tidak ada dukungan
Perineum
Kurang Pengetahuan

Risiko
Infeksi

Nyeri Akut

1.1.15 Pemeriksaan Penunjang


1.1.16 Pemeriksaan penunjang pada post partum, yaitu:
1.1.17 Pemeriksaan Darah Lengkap (DL), yang meliputi: pemeriksaan
kadar Hemoglobin, WBC, Hematokrit, Ureum, dll.
1.1.18
1.1.19 Penatalaksanaan
1) Memberikan informasi hasil pemeriksaan pada ibu dan keluarga
2) Memberi tahu ibu tentang tanda bahaya masa nifas
3) Memberi tahu ibu tentang nutrisi ibu nifas
4) Memberi tahu ibu tentang mobilisasi dini
5) Memberi tahu ibu tentang perawatan luka perineum
6) Berkolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi pengobatan (Seperti:
pemberian analgesik, antibiotik, vitamin c, dan metil ergometril sesuai dosis
1.1.20
1.1.21 Komplikasi
1) Klien post partum komplikasi perdarahan
1.1.22
Perdarahan post partum adalah perdarahan dalam kala IV
lebih dari 500-600 cc dalam 24 jam setelah anak dan plasenta lahir.
Perdarahan Post partum diklasifikasikan menjadi 2, yaitu:
a. Early Postpartum : Terjadi 24 jam pertama setelah bayi lahir
b. Late Postpartum : Terjadi lebih dari 24 jam pertama setelah bayi lahir
1.1.23

Tiga hal yang harus diperhatikan dalam menolong

persalinan dengan komplikasi perdarahan post partum :


a. Menghentikan perdarahan.
b. Mencegah timbulnya syok.
c. Mengganti darah yang hilang.
2) Klien post partum komplikasi infeksi
1.1.24 Infeksi adalah berhubungan dengan berkembang biaknya
mikroorganisme dalam tubuh manusia yang disertai dengan reaksi tubuh
terhadapnya. Infeksi pascapartum (sepsis puerperal atau demam setelah
melahirkan) ialah infeksi klinis pada saluran genital yang terjadi dalam 28 hari
setelah abortus atau persalinan. Infeksi ini terjadi setelah persalinan, kuman
masuk dalam tubuh pada saat berlangsungnya proses persalinan. Diantaranya, saat
ketuban pecah sebelum maupun saat persalinan berlangsung sehingga menjadi
jembatan masuknya kuman dalam tubuh lewat rahim. Jalan masuk lainnya adalah
dari penolong persalinan sendiri, seperti alat-alat yang tidak steril digunakan pada
saat proses persalinan.
3) Klien post partum komplikasi penyakit blues

1.1.25

Post-partum blues (PPB) atau sering juga disebut maternity

blues atau baby blues dimengerti sebagai suatu sindroma gangguan afek ringan
yang sering tampak dalam minggu pertama setelah persalinan atau pada saat
fase taking in, cenderung akan memburuk pada hari ketiga sampai kelima dan
berlangsung dalam rentang waktu 14 hari atau dua minggu pasca persalinan.
1.1.26
Baby blues adalah keadaan di mana seorang ibu
mengalami perasaan tidak nyaman (kesedihan atau kemurungan)/gangguan
suasana hati setelah persalinan, yang berkaitan dengan hubungannya dengan si
bayi, atau pun dengan dirinya sendiri.
1.1.27
1.1.28
1.1.29
1.1.30
1.1.31
1.1.32
1.1.33
1.1.34
1.1.35
1.1.36
1.1.37
1.1.38
1.1.39
1.1.40
1.1.41
1.1.42
1.1.43
1.1.44
1.2 Konsep Asuhan Keperawatan
1.2.1 Pengkajian
1) Identitas Pasien (meliputi: nama, umur, pendidikan, pekerjaan, status
perkawinan, agama, suku, alamat, no cm, tanggal masuk, tanggal pengkajian,
dan sumber informasi).
2) Keluhan Utama dan Alasan Dirawat
1.2.2
Sakit perut, perdarahan, nyeri pada luka jahitan, takut bergerak,
dan perawatan masa nifas.
3) Riwayat Kehamilan
1.2.3
HPHT :...................................

Taksiran

Partus :...........................
1.2.4
BB sebelum hamil :................

TD sebelum

hamil :......................
1.2.5
Riwayat ANC :.......................

Obat yang di

dapat :.......................

1.2.6
Keluhan saat hamil :.....................
4) Riwayat Nifas Yang Lalu dan Persalinan
1.2.7 1.2.8
No

1.2.9

Tahun

Je

nis

1.2.10 P
enolong

1.2.11 1.2.12 Keadaan


JK

Bayi
1.2.13 Waktu

1.2.14 Masal
ah Kehamilan

1.2.15 Lakta

1.2.16

si

Ket

Persalinan
Lahir
1.2.171.2.18

1.2.19

1.2.20

1.2.21 1.2.22

1.2.23

1.2.24

1.2.25

1
1.2.261.2.27

1.2.28

1.2.29

1.2.30 1.2.31

1.2.32

1.2.33

1.2.34

2
1.2.351.2.36

1.2.37

1.2.38

1.2.39 1.2.40

1.2.41

1.2.42

1.2.43

3
1.2.44

Pengalaman menyusui: ya/tidak

Berapa

lama:..........................
1.2.45
Riwayat Ginekologi
1. Masalah Ginekologi :..................
2. Riwayat KB :..............................
3. Jenis Kontrasepsi :.......................
4. Lama pemakaian :.........................
5) Data Obyektif
1. Pemeriksaan Umum
a. Keadaan Umum
b. Kesadaran
c. Psikologis
2. Tanda-tanda vital
a. Tekanan darah
b. Suhu
c. Nadi
d. Pernafasan
6) Pemeriksaan Fisik (Head to Toe)
a. Kepala dan wajah: kulit rambut dan wajah tampak bersih tidak terdapat
benjolan, alis mata, kelopak mata normal, konjungtiva anemis (-), pupil
isokor, sklera tidak ikterus (-), reflek cahaya positif.
b. Telinga : tidak ada sekret, serumen, dan benda asing, membran timpani,
pendengaran dalam batas normal.
c. Hidung : simetris, deformitas, mukosa, sekret, bau, obstruksi tidak ada,
pernafasan cuping hidung tidak ada.
d. Mulut dan gigi : tidak terdapat kotoran, tidak terdapat kelainan pada
bagian mulut, tidak ada caries, bibir lembab.
e. Leher : kaku kuduk tidak ada, tidak terdapat pembesaran kelenjar dan
vena

f. Payudara : adanya pembesaran putting susu (menonjol atau mendatar, ada


nyeri atau lecet pada putting), ASI atau kolostrom sudah keluar, ada
pembengkakan, radang atau benjolan, kebersihan
g. Abdomen : teraba, tekstur, striae. Tinggi fundus uterus, kontraksi uterus,
nyeri
1.2.46
1.2.47 Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan trauma mekanis, edema atau pembesaran
jaringan atau distensi efek efek hormonal
2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif
3. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai perawatan diri dan bayi
berhubungan dengan kurang pemahaman, salah interpretasi tidak tahu
sumber-sumber
4. Risiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan, penurunan Hb,
prosedur invasive, pecah ketuban, malnutrisi
1.2.48
1.2.49
1.2.50
1.2.51
1.2.52 Intervensi
1.2.53 DX I: Nyeri akut berhubungan dengan trauma mekanis, edema atau
pembesaran jaringan atau distensi efek efek hormonal
1.2.54 Tujuan dan Kreteria Evaluasi:
1.2.55 Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan nyeri ibu berkurang
dengan criteria evaluasi: skala nyeri 0-1, ibu mengatakan nyerinya
berkurang sampai hilang, tidak merasa nyeri saat mobilisasi, tanda
vital dalam batas normal. S = 36-370C. N = 60-80 x/menit, TD =
120/80 mmhg, RR= 18 20 x / menit
1.2.56 Intervensi dan Rasional:
a. Kaji karakteristik nyeri
1.2.57
Rasional : mengidentifikasi kebutuhan dan intervensi yang tepat
b. Gunakan strategi komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri
1.2.58
Rasional : untuk memberikan kenyamanan pada klien
c. Ajarkan ibu agar menggunakan teknik relaksasi dan distraksi rasa nyeri
1.2.59

Rasional : untuk mengalihkan perhatian ibu dan rasa nyeri yang

dirasakan
d. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgetik

1.2.60

Rasional : melonggarkan system saraf perifer sehingga rasa nyeri

berkurang
1.2.61 DX II: Kekurangan volume cairan berhubungan dengan
kehilangan cairan aktif
1.2.62 Tujuan dan Kreteria Evaluasi:
1.2.63 Setelah diberikan askep ibu diharapkan tidak mengalami
kekurangan volume cairan.
1.2.64 Intervensi dan Rasional:
a. Observasi perubahan suhu, nadi, tensi.
1.2.65
Rasional: peningkatan suhu dapat memperhebat dehidrasi.
b. Monitor status hidrasi (kelembaban membran mukosa, nadi adekuat, dan TD
dalam batas normal)
1.2.66
Rasional: untuk menentukan intervensi selanjutnya
c. Ajarkan ibu agar massage sendiri fundus uteri.
1.2.67
Rasional: memberi rangsangan pada uterus agar berkontraksi kuat
dan mengontrol perdarahan.
d. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi cairan IV.
1.2.68
Rasional: untuk mengganti cairan yang hilang akibat pendarahan.
1.2.69
DX III: Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai perawatan
diri dan bayi berhubungan dengan kurang pemahaman, salah
interpretasi tidak tahu sumber-sumber
1.2.70 Tujuan dan Kreteria Evaluasi:
1.2.71 Setelah diberikan askep diharapkan pengetahuan ibu tentang perawatan
dini dan bayi bertambah dengan KE : mengungkapkan kebutuhan ibu
pada masa post partum dan dapat melakukan aktivitas yang perlu
dilakukan dan alasannya seperti perawatan bayi, menyusui, perawatan
perinium.
1.2.72 Intervensi dan Rasional:
a. Berikan informasi tentang tanda bahaya nifas.
1.2.73
Rasional: membantu mencegah infeksi, mempercepat
penyembuhan dan berperan pada adaptasi yang positif dari perubahan fisik
dan emosional.
b. Berikan informasi tentang perawatan bayi (perawatan tali pusat, memandikan
dan imunisasi).
1.2.74
Rasional: menambah pengetahuan ibu tentang perawatan bayi
sehingga bayi tumbuh dengan baik.
c. Sarankan agar mendemonstrasikan apa yang sudah dipelajari.

1.2.75

Rasional : memperjelas pemahaman ibu tentang apa yang sudah

dipelajari.
1.2.77

1.2.76
DX IV: Risiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan, penurunan

Hb, prosedur invasive, pecah ketuban, malnutrisi


1.2.78 Tujuan dan Kreteria Evaluasi:
1.2.79 Setelah diberikan askep diharapkan infeksi pada ibu tidak terjadi
dengan KE : dapat mendemonstrasikan teknik untuk menurunkan
resiko infeksi, tidak terdapat tanda-tanda infeksi.
1.2.80 Intervensi dan Rasional:
a. Kaji lochea (warna, bau, jumlah) kontraksi uterus dan kondisi jahitan
episiotomi.
1.2.81
Rasional : untuk dapat mendeteksi tanda infeksi lebih dini dan
mengintervensi dengan tepat.
b. Sarankan pada ibu agar mengganti pembalut setiap penuh.
1.2.82
Rasional : pembalut yang lembab dan banyak lochea merupakan
media yang menjadi tempat berkembang biaknya kuman.
c. Ajarkan ibu mengenai tanda-tanda infeksi
1.2.83
Rasional: untuk mendapatkan informasi lebih cepat
d. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antibiotik.
1.2.84
Rasional: untuk mencegah terjadinya infeksi
1.2.85
1.2.86 Evaluasi
1) Nyeri dapat diatasi
2) Tidak terjadi kekurangan volumen cairan
3) Pengetahuan pasien tentang bahya nifas meningkat
4) Tidak terjadi infeksi.
1.2.87
1.2.88
1.2.89
1.2.90
1.2.91
1.2.92
1.2.93
1.2.94
1.2.95
1.2.96
1.2.97
1.2.98
1.2.99
1.2.100
1.2.101

1.2.102
1.2.103
1.2.104
1.2.105
1.2.106

DAFTAR PUSTAKA

Bulechek,Gloria M. 2008. Nursing Interventions classification


(NIC) fifth edition. USA:Mosby Inc an Affiliate of Elservier.

1.2.107

Herdman, T. Heather. 2011. Nanda Internasional Diagnosis


Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2012-2014. Jakarta:Penerbit Buku
Kedokteran EGC.

1.2.108

Moorhead,Sue. 2008. Nursing Outcomes Classification (NOC) fifth


edition.USA:Mosby Inc an Affiliate of Elservier.

1.2.109

Prawirohardjo, Sarwono. 2006. Pelayanan Kesehatan Maternal

dan Neonatal. Jakarta : YBP SP.


1.2.110Wiknjosastro, Hanifa. 2006. Ilmu Kebidanan. Edisi Ketiga, Jakarta :
YBP-SP.
1.2.111
1.2.112
1.2.113

Anda mungkin juga menyukai