PENDAYAGUNAAN ZEOLITE
DI BIDANG PETERNAKAN
(review)
PENDAYAGUNAAN ZEOLITE
DI BIDANG PETERNAKAN
Oleh
Henri Hutabarat
Cetakan pertama, Juli 2010
Hak Cipta 2010
Pusat Kajian Peternakan, Perikanan,
Sumberdaya Pesisir dan Laut
Fakultas Peternakan Universitas HKBP Nommensen
Jalan Sutomo No 4 A Medan
Hutabarat, Henri
Pendayagunaan Zeolit di Bidang Peternakan: Pusat Kajian Peternakan,
Perikanan, Sumberdaya Pesisir dan Laut Fakultas Peternakan Universitas
HKBP Nommensen, 2010.
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR
iii
DAFTAR ISI
iv
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR TABEL
vii
BAB
BAB II
1. Pendahuluan
2. Pengkajian
Potensi mineral
Banyaknya kandungan
Jenis kandungan
9
13
13
15
18
21
PETERNAKAN
1. Pendahuluan
21
21
3. Sifat-sifat zeolite
25
Pertukaran kation
25
Adsorpsi
26
27
Ternak ruminansia
27
32
37
1. Pendahuluan
37
38
Ternak unggas
39
Ternak ruminansia
45
Ternak babi
47
Ternak lain
49
KATA PENGANTAR
Telah diketahui bahwa zeolite adalah bahan tambang yang terdiri dari
beberapa mineral dan telah mendapat perhatian sangat luas di beberapa
bidang aktifitas antara lain di bidang peternakan, karena sifat fisik dan
kimianya yang menarik.
Daya guna zeolite demikian luasnya; tetapi meskipun masih secara
sederhana, di Indonesia zeolite alam sudah mulai diolah secara industrial
untuk kebutuhan industri agro (pertanian, peternakan dan perikanan) serta
untuk mengurangi pencemaran kotoran ternak.
Mengingat potensi zeolite di bidang peternakan cukup besar, maka perlu
diketahui pengkajian zeolite alam dan manfaatnya
dalam industri
dan
sangat
,mengharapkan
adanya
kritikan
untuk
BAB I
ENDAPAN ZEOLITE DAN KEGUNAANNYA
1. Pendahuluan
Sumberdaya alam di Indonesia baik bahan galian maupun tenaga kerja,
masih melimpah. Sampai sekarang, sebagian besar seolah-olah masih
tertidur dan belum dijamah ilmu dan teknologi.
Salah satu sumber daya alam yang masih melimpah dan belum diolah
secara modern, yaitu bahan galian zeolite. Zeolite merupakan paduan
berbagai mineral, antara lain clinoptilolite dan modernite. Secara
makroskopi, zeolite nampak berbutir halus dan memiliki warna putih,
coklat muda, hijau atau lainnya. Perawakannya padat, tidak keras dan
permukaannya ada yang kasar dan ada pula yang halus.
Zeolite terbentuk dari abu gunung api purba yang telah mengalami
perombakan mineral akibat kegiatan alam yang sudah berlangsung sejak
25 tahun yang lalu hingga sekarang. Abu gunung api semacam ini
disebut tufa dan sampai sekarang masih terus dihasilkan oleh kegiatan
gunung
api.
Berdasarkan
matra
waktu
dan
ruang
(lingkupan
produsen
atau
peternak
yang
sudah
memberanikan
diri
untuk
Pustaka
Darsoprajitno, S. 1986. Bahan Muntahan Gunung Api Purba di Daerah
Cikalong, Kabupaten Tasikmalaya. PT. Aneka Jenis Batuan,
Bandung.
Harjanto, S. 1982. Zeolite. New Industry Mineral Commodity in Indonesia.
Geosurvey Newsletter. Vol. 14. Ditjen Pertambangan Umum.
Bandung.
Harjanto, S. 1986. Geoagronomi. Geoagrikultur atau Agrogeologi. Berita
Geologi. Vol. 18. Ditjen Pertambangan Umum. Bandung.
Suryartono, 1988. Percontohan model Pengolahan Zeolite Bayah untuk
Pertanian dan Pengolahan Air. Bul. PPTM. Bandung.
BAB II
PENGKAJIAN ZEOLITE DAN STRATEGI
PENDAYAGUNAANNYA
1. Pendahuluan
Zeolite adalah salah satu kelompok senyawa alumina silikat hidrat yang
mempunyai komposisi dan sifat multistruktur dan banyak mendapat
perhatian dari kalangan ilmuwan karena merupakan jenis bahan dasar yang
multifungsi;
sehingga
kemungkinan
besar
dapat
dimanfaatkan
bagi
2. Pengkajian
Agar biaya pengelolaan atau riset tidak terbuang sia-sia, maka perlu dikaji
sebelumnya, apakah arah pengembangan pemanfaatan yang ingin dituju
memenuhi kriteria kelayakan.
Dalam mengkaji prospek pengembangan zeolite, dapat dilihat dari seluruh
jaringan sistem pengembangan pemanfaatan zeolite dengan penekanan
pada dimensi tekno-ekonomik yaitu pada resiko biaya atau modal yang
dihabiskan dalam penggunaan teknologi tertentu: dan yang dapat kembali
karena potensi sosio-ekonomiknya dalam meraih keuntungan sebesar
mungkin, karena kemampuannya menembus pasar.
2.1. Kelemahan dan kelebihan zeolite
UNIDO mengkatagorikan kelompok zeolite sebagai bahan non-logam: pada
hal per definisi group zeolite merupakan kelompok mineral aluminosilikat
hidrat alkali.
Selain diperoleh dari alam, zeolite dapat dibuat secara sintetik: kelebihan
zeolite sintetik, mempunyai efektivfitas dalam adsorpsi/carrier kation/anion,
penyaring molekuler, penukar ion dan sifat hidrasi/dehidratasi yang lebih
tinggi dibandingkan dengan zeolite alam dengan jenis yang sama. Selain itu,
zeolite alam umumnya berupa campuran mineral sehingga selalu hadir
berbagai
tingkat
iklim
dan
kelembaban,
daya
hidratasi-
perbedaan
fisis,
antara
lain
perbedaan
proses
Secara garis besar ada tiga teknik pengolahan zeolite yang sudah
dikembangkan di Indonesia:
1. Peningkatan mutu (up grading)
Meliputi proses pengolahan bahan sebagai benda alam menjadi benda
terkonsentrasi untuk meningkatkan kadar, pengaturan bentuk atau besar
partikel sampai tercapai produk yang memenuhi standar. Proses
peningkatan mutu tergantung dari kondisi sumber daya yang ada.
2. Dressing (aktivasi)
Meliputi
proses
penataan
parameter-parameter
zeolite
untuk
3. Sintesa
Karena sifat-sifat intrensik zeolite alam terbatas, maka dilakukan sintesa
zeolite untuk mensubstitusi yang berasal dari alam. Beberapa jenis
zeolite sudah dibuat secara artificial dengan memanfaatkan bahan-bahan
kimia dan/atau dari bahan-bahan alam kemurnian tinggi.
Dalam prakteknya, untuk mendapatkan bahan yang diinginkan, seringkali
yang dilakukan adalah gabungan diantara tecniques di atas, misalnya
setelah
peningkatan
mutu
dilakukan
pengaktifan,
atau
setelah
PUSTAKA
Bachtiar, T dan E. Rahin. Endapan zeolite daerah Suwakan. Bayah Banten
Selatan. Proceding pertemuan ilmiah tahunan XVI Ikatan Ahli
Geologi Indonesia. Bandung 7-10 Desember 1987.
Burhanuddin, B.M. dan B.P. Kuncoro. 1986. Status pengembangan tanah
lempung. Kelompok Ilmu Bahan. Direktorat Pengkajian dan
Penerapan Ilmu Dasar Deputi Bidang PIDT BPP Teknologi.
Burhanuddin, B.M. 1988. Studi tinjauan pengembangan pemanfaatan
mineral untuk bahan baku industri dari sistem penggolongan.
Kelompok Ilmu Bahan. Direktorat Pengkajian dan Penerapan Ilmu
Dasar Deputi Bidang PIDT BPP Teknologi.
_______________ 1990. Pengkajian Zeolite Alam dan Strategi
Pendayagunaannya dalam Industri Agro. Seminar Nasional Zeo
agroindustri 18 Juli 1990. Kerjasama PPSKI-HKTI. Bandung.
BAB III
Tidak ada satupun jenis tanaman pakan ternak seperti rumput dan legume
yang mengandung enersi, protein, lemak, vitamin dan mineral yang
dibutuhkan oleh ternak ruminansia. Demikian pula tidak ada satupun jenis
zeolite
sebagai
imbuhan
pakan
dimungkinkan
karena
strukturnya yang terbuka dan sifatnya yang dapat dengan mudah melepas
molekul air dan sebaliknya dengan mudah mengikatnya kembali atau diganti
sebaliknya dengan mudah mengikatnya kembali atau diganti dengan zat cair
lainnya misalnya alkohol, amoniak dan sebagainya. Disamping sifat itu,
kation-kation zeolite terdiri dari alkali-alkali dapat diganti dengan alkali-alkali
lain.
Kedua sifat itu yang memungkinkan zeolite dipakai sebagai bahan imbuhan
pakan untuk menambah mineral dan mengurangi bau amoniak dalam
kotoran.
Tulisan ini merupakan informasi dan sekaligus arahan penggunaan dan
pemanfaatan zeolite sebagai bahan imbuhan pakan pada khususnya dan
zeolite sebagai bahan tambang yang diperlukan untuk industri peternakan di
Indonesia.
bahwa
penggunaan
bahan
mineral
zeolite
dapat
dan dapat dapat pula meningkatkan produktivitas ikan dan ternak bila
diberikan sebagai imbuhan pakan.
Untuk mengetahui prospek zeolite sebagai imbuhan pakan perlu diketahui
terlebih dahulu prospek peternakan Indonesia.
1. Populasi ternak rata-rata meningkat setiap tahun. Sapi potong naik 2.9%
sapi perah naik 9.,78%, kerbau 1.15%, kambing 4.05%, domba 3.20%,
babi 5.86%, ayam buras 1.96%, ayam ras petelur 14.12% dan itik 2.94%
per tahun.
2. Produksi daging, telur dan susu dalam Pelita IV juga meningkat setiap
tahun. Produksi daging dalam Pelita IV rata-rata meningkat 7.85% per
tahun, telur 11.95%, dan susu 12.5% per tahun.
3. Proyeksi populasi ternak
pemotongan
ternak
(tepung
darah,
tepung
tulang)
banyak
Dari uraian diatas jelas bahwa produk-produk imbuhan pakan yang terbuat
dari zeolite harus mengandung unsur-unsur mineral penting yang diperlukan
ternak, baik untuk pertumbuhan; reproduksi maupun produksi, yang tidak
cukup tersedia didalam ransum pakan yang disusun/diberikan pada ternak.
Oleh karena itu perlu dibuat berbagai macam bahan imbuhan pakan dari
zeolite yang kandungan mineralnya berbeda-beda disesuaikan dengan jenis
ternak dan jenis bahan pakan yang tersedia untuk ransum ternak. Hal ini
perlu diperhatikan karena kondisi lahan pertanian di Indonesia tidak sama
sehingga kandungan mineralnya pun tidak sama.
BAB III
PEMANFAATAN ZEOLITE DI BIDANG
PETERNAKAN
1. Pendahuluan
Penggunaan mineral di bidang peternakan bukan merupakan hal yang baru.
Penambahan mineral sebagai bahan aditif pada pakan umumnya dilakukan
oleh para peneliti atau peternak untuk memenuhi kebutuhan mineral ternak
yang
bersangkutan.
Pada
akhir
tahun
1950,
para
peneliti
mulai
mineral serta komposisi kimia dan struktur kristal. Banyak penelitian dan
pemanfaatan zeolite telah dilakukan di berbagai bidang kegiatan peternakan
antara lain sebagai additive makanan ternak.
2.1. Komposisi dan struktur zeolite
Zeolite adalah tektosilikat, senyawa aluminosilikat terhidrasi dari alkali dan
alkali tanah, terdiri dari kerangka tiga dimensi
tetrahedra, dimana
).
dan
Dimana M adalah suatu alkali atau kation alkali tanah, n adalah valensi
kation, x adalah suatu angka dari 2 sampai 0, dan y adalah suatu angka dari
atau
O
Ion ion dalam tanda kurung pertama dalam formula unit sel diketahui
sebagai kation-kation yang dapat bertukar, sedangkan ion-ion yang berada
dalam tanda kurung kedua disebut kation-kation struktural dengan oksigen
membentuk kerangka tetrahedra struktur tersebut.
Perlu diketahui bahwa imbangan (Al + Si) : O selalu 1 : 2 dalam formula
kristal zeolite. Tidak ada zeolite yang dikenal yang mengandung atom Al
lebih banyak dibandingkan dengan atom Si, sehingga imbangan molekul
:
Molekul air yang mudah lepas juga terdaat dalam struktur semua zeolite dan
mengelilingi kation yang dapat bertukar tempat. Air menyusun 10 sampai
20% berat struktur dan umumnya dapat dihilangkan dengan pemanasan
sampai sekitar 350C.
Tiap spesies zeolite mempunyai struktur kristal, sifat fisik serta kimiawi
tersendiri. Beberapa contoh spesies zeolite dengan formula, kapasitas tukar
kation, imbangan SI : Al serta kation yang dominan tertera pada Tabel 1 dan
2.
Formula kristal
Kapasitas
tukar
kation,
meq/g
Analcime
4,54
Chabazite
3,84
Clinoptilolite
2,16
Erionite
3,12
Heulandite
Laumontite
Mordenite
Phillipsite
2,91
4,25,
2,29
3,31
Imbangan Si:Al
Kation
dominan
Analcime
1,7 - 2,9
Na
Chabazite
1,7 3,8
Ca, Na
Clinoptilolite
4,0 5,1
K > Na
Erionite
3,0 3,6
Na, K
Heulandite
2,9 4,0
Ca, Na
Laumontite
2,0
Ca
Mordenite
4,3 5,3
Na>K
Phillipsite
1,3 3,4
K, Na, Ca
kation yang tersedia untuk pertukaran. Kapasitas tukar kation ini sangat
terciri bagi setiap spesies zeolite (Weber, 1972).
Pertukaran kation tidak merupakan proses yang mudah dan cepat. Proses
tersebut memerlukan waktu bagi ion-ion untuk mengalami difusi ke dalam
atau ke luar dari struktur zeolite. Apabila waktu kontak antara zeolite dan
larutan tidak cukup untuk pertukaran kation yang sempurna, maka perlu
penambahan
jumlah
zeolite.
Salah
satu
parameter
penting
yang
sedikit
dalam
kerangka
zeolite,
misalnya
clinoptilolite
akan
dan
meningkat,
2.2.2 Adsorpsi
Air harus dihilangkan dari kristal zeolite sebelum adsorpsi molekul dapat
terlaksana, yaitu dengan pengeringan pada suhu antara 350 sampai 400C.
Faktor yang mempengaruhi variasi sifat adsorpsi zeolite antara lain
imbangan Si : Al (bervariasi antara 1 sampai 5), tipe, konsentrasi dan letak
kation dalam struktur zeolite alam. Dibidang peternakan, sifat adsorpsi
zeolite dapat diaplikasikan misalnya pada pemurnian metan yang dihasilkan
dalam pencernaan aerobik atau kotoran ternak.
2.3. Mekanisme kerja zeolite dalam tubuh ternak
Sehubungan dengan sifat-sifat fisik dan kimia yang dibahas dijelaskan pada
bab terdahulu, berikut ini akan dibahas bagaimana aktivitas-aktivitas zeolite
ini apabila diberikan kepada ternak, serta manfaat apa yang diperoleh.
Mengingat adanya perbedaan prinsip metabolisme antara golongan ternak
ruminansia dan non ruminansia, maka pembahasan diperinci kedalam dua
golongan ini:
2.3.1. Ternak Ruminansia
Ternak ruminansia dewasa (misalnya sapi, kerbau, kambing, domba) terciri
dengan perut gandanya, terdiri atas reticulum, rumen, omasum dan
abomasum. Perhatian akan difokuskan kepada rumen. Kecuali ukurannya
yang sangat besar, yang menurut Church (1969) ukuran rumen merupakan
media yang kompleks untuk terselenggaranya interaksi antara pakan,
mikrobia dalam rumen dan si ternak, yang secara terperinci dibahas oleh
Van Soest (1982). Disinilah terjadi proses metabolisme karbohidrat dan
protein, yang oleh manusia dapat diatur terutama melalui jenis dan cara-cara
pemberian pakan, agar diperoleh hasil yang dikehendaki.
Untuk ruminansia, nitrogen (unsur pkok dalam protein) diberikan melalui
pakan dalam bentuk protein dan dalam bentuk non protein. Tujuan akhir
adalah tersedianya asam amino yang akan diserap dalam intestine, setelah
melewati reticulo-rumen.
Ada dua strategi yang utama dalam pemberian nitrogen (Chalupa, 1975).
Pertama, nitrogen non protein (NNP) misalnya ures, yang menghasilkan
amonia diharapkan dapat dimanfaatkan oleh mikrobia rumen untuk
berkembang biak, sekaligus ke intestine dapat diserap dan dimanfaatkan
untuk produksi daging, susu atau produk lain ternak ruminansia. Kedua,
nitrogen dalam protein terutama dari bahan pakan sumber protein yang
biasanya berharga mahal, harus di-bypass-kan, langsung ke intestine untuk
menyediakan asam amino. Apabila tidak di-bypass-kan protein demikian
akan mengalaim degradasi dalam rumen, dan yang terjadi adalah produksi
amonia, sama saja dengan yang terjadi dalam pemberian ure yang relatif
sangat murah. Jadi, sebenarnya strategi tersebut tiada lain adalah
memaksimumkan sintesis protein oleh mirobia dalam rumen dengan
menggunakan amonia yang berasal dari HHP; sementara itu, bypass protein
juga harus dimaksimumkan.
cairan rumen, terutama bila ruminansia diberi bahan pakan NNP misalnya
urea dan biuret.
Amonium yang terbentuk dari dekomposisi NNP oleh enzim urease akan
segera ditukar dengan kation zeolite sehingga
struktur zeolite selama beberapa jam sampai akhirnya dilepas kembali oleh
aksi regeneratif
keasaman
rumen)
dapat
mengakibatkan
penyakit
banyak difokuskan pada proses fermentasi dalam rumen dan peranan zeolit
sebagai reservoir nitrogen, sebenarnya pada ternak non ruminansia serupa,
karena sifat fisik dan kimia yang dimiliki oleh zeolit yaitu struktur kristal,
kemampuan adsorpsi dan pertukaran ion. Dengan demikian dalam proses
pencernaan pakan pada ternak non ruminansia, zeolit dapat berperan 1)
bagaimana
mekanisme
zeolit
melakukan
perananya;
2)
Pustaka
Ames, L.L., JR. 1967. Zeolite removal of ammonium ions from agricultural
waste - waters. Proc. 13th Pasific Northwert Indust. Waste Conf.
Washington State Univ.: 135-52.
Breck, D.W. 1974. Zeolite Molecular Sieves. Wiley, New York.
Chalupa, W.1975. Rumen bypass and protection of proteins and amino
acids. J. Dairy Sci. 30:215.
Church, D.C. 1969. Digestive Physiology and Nutrition of Ruminants. Vol.1.
Metropolitan Printing Co., Portland, Oregon.
Galyean, M.L. and R.C. Chabot. 1981. Effects of sodium bentonite, buffer
salts, cement kiln dust and clinoptilolite on rumen characteristics of
beef steers fed a high roughage diet. J. Anim. Sci. 52:1197.
Hawkins, D.B. 1984. Occurance and availability of natural zeolites. In: ZeoAgriculture: Use of Natural Zeolites in Agriculture and Aquaculture,
ed., W.G. Pond and F.A. Mumpton. Wesview Press. Colorado: 55-63.
Hay, R.L. 1977. Geology of Zeolites in Sedimentary Rocks. In: In: Zeo
Agriculture: Use of Natural Zeolites in Agriculture and Aguaculture,
ed., W.G. Pond and F.A. Mumpton. Westivew Press. Coloradeo.: 3343.
Johnson, M.A., T.F. Sweeney and L.D. Muller. 1988. Effects of feeding
synthetic zeolite A and Sodium bicarbonate on milk production nutrient
digestion, and rate of digesta passage in dairy cows. J. Dairy Sci.
71:946.
Kilmer, L.H.,, L.D. Muller and T.J. Snyder. 1981. Addition of sodium
bicarbonate to rations of post-partum dairy cows: physiologycal and
metabolic effects. J. Dairy Sci. 64:2357.
McCollum and M.L. Galyean. 1983. Effects of Clinoptilolite on rumen
fermentation, digestion and feedlot performance in beef steers fed
high concentrate diets. J. Anim. Sci. 56:517.
Muller, L.D. and L.H. Kilmer. 1979. Sodium bicarbonate in dairy nutrition.
Na1 Feed Ingred. Assoc., Des Moines, IA.
Mumpton, F.A. 1984. Natural zeolites. In: Zeo Agriculture: Use of Natural
Zeolites in Agriculture and Aguaculture, ed., W.G. Pond and F.A.
Mumpton. Westivew Press. Coloradeo.: 33-43.
Mumpton, F.A. and F.H. Fishman. 1977. The application of natural zeolite in
animal science and aquaculture. J. Anim. Sci. 45: 1188-203.
Pond, W.G. 1989. Effects of dietary protein level and clinoptilolite on the
weight gain and liver mineral response of growing lambs to copper
supplementation. J. Anim. Sci. 67:2772.
Shurson, G.C., P.K. Ku, E.R. Miller and M.T. Yokohama. 1984. Effects of
zeolite A or Clinoptilolite in diets of growing swine. J. Anim. Sci.
59:1536.
Sweeney, T.F. and A. Cervantes. 1984. Effect of dietary clinoptilolite on
digestion and rumen fermentation in steers. In: Zeo Agriculture: Use of
Natural Zeolites in Agriculture and Aquaculture, ed., W.G. Pond and
F.A. Mumpton. Wesview Press. Colorado: 177-81.
Van Soest, P.J. 1982. Nutritional Ecology of the Ruminant.O&B Books, Inc.,
Corvallis, Oregon.
Weber, W. 1972. Physico-Chemical Process for Water Control. Wiley, New
York.
White, J. L and A.J Ohlrroge. 1974. Ion exchange materials to increase
consumption of non protein nitrogen in ruminants. Canadian Patent
93986, Jan. 2. 1974.
BAB IV
PENGGUNAAN ZEOLITE UNTUK MAKANAN TERNAK
1. Pendahuluan
Kebutuhan akan protein akan semakin meningkat dengan semakin
meningkatnya jumlah penduduk. Meskipun sebagian telah dapat dipenuhi
dari protein nabati tetapi protein hewani lebih diutamakan karena protein
hewani mempunyai beberapa kelebihan, antara lain kandungan asam amino
dalam keadaan relative seimbang.
Pada usaha peternakan, 60-80% dari biaya total produksi adalah biaya
ransum, dengan demikian sangat penting untuk menyusun suatu ransum
yang baik dari berbagai bahan makanan dan juga dari pelengkap makanan
untuk mendapatkan biaya yang rendah dengan produksi optimal.
Salah
satu
bahan
penggunaannya
untuk
dalam
pencampur
makanan
ransum
diharapkan
adalah
zeolite
yang
dapat
meningkatkan
beberapa
penelitian
bertujuan
untuk
membuktikan
teori
Hasil penelitian Dion dan Carew Jr. (1984) memperlihatkan bahwa dengan
pemberian 5% clinoptilolite pada ransum broiler dengan protein rendah
(17,9%) selama 5 minggu menyebabkan peningkatan konsumsi ransum
secara nyata pada umur 2, 3 dan 5 minggu, pertambahan berat badan tidak
dipengaruhi, sedangkan pada ransum seimbang (24,3% protein) masih
dapat meningkatkan efisiensi penggunaan makanan, akan tetapi hal inipun
hanya terjadi pada minggu pertama dan tidak memberi pengaruh lagi pada
minggu berikutnya.
Woldroup et al (1984) menyatakan bahwa dengan pemberian satu persen
zeolite dalam ransum broiler umur 21 hari, tidak memberi pengaruh terhadap
pertambahan berat badan maupun terhadap kebutuhan pakan selama
periode penelitian 21-49 hari. Sedangkan penambahan 0,66 dan 0,99% yang
diberikan selama 49 hari memberikan hasil bobot badan ayam broiler yang
lebih besar dibanding dengan kontrol (Hebert et al, 1986).
Peneliti Nauke et al (1981) melaporkan bahwa dengan pemberian 10%
clinoptilolite dalam ransum broiler umur 1-49 hari secara nyata tidak
berpengaruh terhadap rataan berat badan, konversi pakan, konsumsi pakan,
akan tetapi kelembaban dan kadar amonia (NH3-N) pada litter nyata lebih
rendah dibanding dengan kontrol.
meningkatkan
konsumsi
ransum,
masing-masing
99,0
air
minum,
namun
sangat
nyata
meningkatkan
efisiensi
Pemberian zeolite untuk ternak babi selama periode pertumbuhan akhir telah
diteliti oleh Ma et al (1980). Hasil penelitian memperlihatkan bahwa
pemberian zeolite pada kedua periode tersebut memberikan kenaikan rataan
pertambahan berat badan harian sebesar 588 gram. Pemberian zeolite juga
mengurangi kandungan air feses sebesar 30% akan tetapi konsentrasi
amoniak di jejenum naik sedangkan di ileum adalah tetap. T5total karbon
dioksida dan pH tetap dalam jejenum dan illeum dan penyerapan kalsium
naik sekitar 17% (Cool dan Wilard, 1982).
Shurson et al (1984) menyatakan bahwa kotoran ternak babi yang tidak
mendapat zeolite dalam ransumnya kaya akan nitrogen dalam semua bentuk
bila dibandingkan dengan kotoran babi yang mendapat zeolite, keadaan ini
memberi
indikasi
bahwa
zeolite
memberi
sumbangan
dalam
Penggunaan zeolite untuk babi bunting juga telah dilakukan terhadap hasil
produksi dan reproduksinya. Penelitian Tzeng (1980) memperlihatkan bahwa
babi
bunting
yang
diberi
zeolite
sebanyak
tiga
dan
lima
persen
Pustaka
Ballard, R and H.M. Edwards Jr. 1988. Effects of dietary zeolite and vitamin
A on Tybial Dyschondroplasia in chickens. Poul. Sci. 67:113-119.
Castro, M and Elias. 1978. Effect of inclusion of zeolite in final molasses
based diets on performance of growing fattening pigs. Chem. Abstr.
96 (24).
Cool, W.M. and J.M. Willard. 1982. Effect of clinoptilolite on swine Nutrition.
Nutr. Rep. Int. 26 (2): 759.
Dion, J.A. and L.B. Carew Jr. 1984. Dietary dilution with clinoptilolite in a Iowprotein broiler diet Nutrition Reports International. 29 (6): 1419-1427.
Hebert, J.A. and L.F. Berrio and D.R. Ingram. 1986. Evaluation of Sodium
aluminosilicate in broiler feed. Poul.Sci. Abstr. 66:21.
Ingram, D.R. and C.D. Aquillard. 1987. Influence of ethical-tm feed
component on broiler performance. Poultry Sci. Abstr. 66:21.
Lon-wo, E., F.Perez and J.L. Gonzaler. 1987. Inclution of 5% of zeolite
(clinoptilolite) in diets for fattening chickens under commercial
conditions. Cuban J.Agric.Sci. 21:165-169.
Mumpton, F.A. and F.H. Fishman. 1977. The application of natural zeolite in
animal science and aquaculture. J. Anim. Sci. 45: 1188-1203.
Ma, L.S., J. Zeng and C.M. Tsai. 1980. Effect of continous feeding of zeolite
and protease on performance of growing-finishing pigs. Nutr.Abstr.and
Rev. 53(1):661.
Nakaue, H.S. and J.K. Koelliker. 1981. Studies with clinoptilolite in poultry. I.
Effect of feeding varying levels of clinoptilolite (zeolite) to dwarf single
comb white leghorn pullets and ammonia production. Poultry Sci.
60:944-949.
Nakaue, H.S. , J.K. Koelliker and M.L. Pierson. 1981. Studies with
clinoptilolite in poultry. II. Effect of feeding broilers and the direct
application of clinoptilolite (zeolite) on clean and reused broiler
performance and house envirovement. J. Poultr. Sci. 60:1221-1228.
DAFTAR PUSTAKA
Burhanuddin, B.M. 1990. Pengkajian zeolit alam dan strategi
pendayagunaannya dalam industri agro. Seminar Nasional Zeo
agroindustri. Bandung.
Little, T.M. 1981. Statistics: A Tool for the horticulturalscientist, Proceed.
Symp. Hort. Sci. 16 (5): 637-40.
McCollum and M.L. Galyean. 1983. Effects of Clinoptilolite on rumen
fermentation, digestion and feedlot performance in beef steers fed
high concentrate diets. J. Anim. Sci. 56:517.
NRC. 1979. Nutrient Requirements of Domestic Animals. No. 2. Nutrient
Requriements of Swine. Ed.
. National Academy of SciencesNational Research Council. Washington, DC.:23.
Steel, R.G.D. and J.H. Torries. 1980. Principles and Prosedures of Statistic,
Ed. 2 th Mc-Graw-Hill International Book Co. New Delhi.
Dryer, A. 1988. An Introduction to Zeolite Molecular Sieces. Jhin Wiley &
Sons Ltd., Chichester.