Anda di halaman 1dari 2

Istilah Broken home dalam bahasa indonesia adalah perpecahan dalam keluarga.

Istilah
broken home sangat sering terdengar di masyakat dan identik dengan kasus suami-isteri yang
bertengkar dan anak yang kabur dari rumah. Padahal kasus seperti itu belum tentu telah
terjadi keretakan keluarga (broken home).Istilah broken homebiasanya digunakan untuk
menggambarkan keluarga yanng sudah tidak harmonis dan tidak berjalan dengan rukun dan
sejahtera disebabkan karena adanya konflik yang menyebabkan pertengkaran sehingga
berujung pada perceraian.
Sofyan Willis (2009, hlm. 66) menyebutkan bhawa yang dimaksud kasus keluarga pecah
(broken home) dapat dilihat dari dua aspek: (1) keluarga itu terpecah karena strukturnya tidak
utuh sebab salah satu dari kepala keluarga itu meninggal dunia atau telah bercerai; (2) orang
tua tidak bercerai akan tetapi struktur keluarga itu tidak utuh lagi karena ayah atau ibu sering
tidak dirumah, dan atau tidak memperlihatkan hubungan kasih sayang lagi, misalnya orang
tua sering bertengkar sehingga keluarga itu tidak sehat secara psikologis.
Broken home ialah keadaan di dalam keluarga dimana tidak terdapat keharmonisan sehingga
timbul situasi yang tidak kondusif dan tidak terdapat rasa nyaman dalam sebuah keluarga.
Broken Home merupakan kurangnya perhatian dari keluarga atau kurangnya kasih sayang
dari orang tua sehingga membuat mental seorang anak menjadi frustasi, brutal dan susah
diatur dan tidak mempunyai minat untuk berprestasi (Sukoco KW, dkk. 2016, hlm 39).
Ulwan (2002) mengatakan bahwa yang dimaksud dengan keluarga broken home adalah
keluarga yang mengalami disharmonis antara Ayah dan Ibu.
Dari tiga pendapat diatas bisa disimpulkan bahwa keretakan keluarga atau broken home
adalah suatu keluarga yang sudah tidak terdapat keharmonisan didalamnya antara ayah ibu
dan anak sehingga menyebabkan situasi yang tidak kondusif, tidak rukun, tidak sejahtera dan
tidak adanya rasa nyaman dalam keluarga dan orang tua tidak lagi dapat menjadi tauladan
yang baik untuk anak-anaknya karena sering terjadinya pertengkaran dan berakhir pada
perceraian. .
Banyak sekali sumber konflik yang menyebabkan terjadinya keretakan keluarga, contohnya
faktor ekonomi, soal mertua, kecurigaan perselingkuhan, atau anak yang memiliki perilaku
negatif sehingga menyebabkan ketegangan dalam keluarga. Sofyan Willis (2009, hlm 155)
menyebutkan bahwa faktor yang menyebabkan keretakan keluarga ada dua faktor besar yaitu
faktor internal dan faktor eksternal.
1. Faktor internal :
a. Beban psikologis ayah / ibu yang berat seperti tekanan di tempat kerja, kesulitan
keuangan keluarga
b. Tafsiran dan perlakuan terhadap perilaku marah-marah dan sebagainya
c. Kecurigaan suami/istri bahwa salah satu dari mereka berselingkuh
d. Sikap egoisitis dan kurang demokratis.
2. Faktor eksternal :
a. Campur tangan pihak ketiga dalam masalah keluarga atau issue-issue negatif yang
sengaja disebarkan

b. Pergaulan negatif anggota keluarga seperti kecanduan narkoba sehingga sering


mencuri uang dan harta orangtua.
Dalam keluarga yang tidak harmonis sering ditemukan seorang anak yang kehilangan
ketauladanan. Orang tua yang diharapkan oleh anaknya sebagai teladan, ternyata
belum mampu memperlihatkan sikap dan perilaku yang baik. Akhirnya anak kecewa
terhadap orang tuanya. anak merasa gelisah, mereka tidak betah tinggal di rumah,
keteduhan dan ketenangan merupakan hal yang langka baginya. Sehingga Broken
home bisa membuat mental seorang anak menjadi frustasi, brutal, dan susah diatur
karena kurangnya perhatian dan kasih sayang dari keluarga khususnya orangtua.

KW, Sukoco, dkk. (2016). Pengaruh broken home terhadap[ perilaku agresif.
Penelitian Tindakan Bimbingan dan Konseling. 2(1). hlm 38-42.

Jurnal

Ulwan, Abdullah Nasih (2002). Pendidikan Anak dalam Islam. Jakarta: Pustaka Amani.
Willis, Sofyan. (2009). Konseling Keluarga (Family Counseling). Alfabeta : Bandung.

Anda mungkin juga menyukai