Anda di halaman 1dari 7

KONSERVASI GEDUNG JUANG

A. PENDAHULUAN
Secara

umum

konservasi

mempunyai

arti

pelestarian

yaitu

melestarikan/ mengawetkan daya dukung, mutu fungsi, dan kemampuan


lingkungan secara seimbang (MPL, 2010; Anugrah, 2008). Konservasi lahir
akibat adanya semacam kebutuhan untuk melestarikan sumber daya
alam yang diketahui mengalami degradasi mutu secara tajam. Dampak
degradasi

tersebut

menimbulkan

kekhawatiran

dan

kalau

tidak

diantisipasi akan membahayakan umat manusia, terutama berimbas pada


kehidupan generasi mendatang. Konservasi merupakan upaya perubahan
atau pembangunan yang tidak dilakukan secara drastis dan serta merta,
merupakan perubahan secara alami yang terseleksi. Ada beberapa nilai
yang terkandung dalam konsep konservasi, yaitu menanam, melestarikan,
memanfaatkan, dan mempelajari.
Sebagaimana diketahui, kesinambungan masa-lampau masa-kini
masa-depan, yang mengejawantahkan dalam karya-karya arsitektur
setempat, merupakan faktor kunci dalam penimbuhan rasa harga diri,
percaya diri, dan jati diri, atau identitas. Keberadaan bangunan kuno yang
mencerminkan kisah sejarah, tata cara hidup, budaya, dan peradaban
masyarakat,

memberikan

peluang

bagi

generasi

penerus

untuk

menyentuh dan menghayati perjuangan nenek moyangnya.


Bangunan yang menjadi obyek konservasi dipertahankan persis
seperti keadaan aslinya. Sasarannyapun lebih terbatas pada benda
peninggalan

arkeologis.

Konsep

yang

statis

tersebut

kemudian

berkembang menjadi konsep konservasi yang bersifat dinamis, dengan


cakupan yang lebih luas pula. Sasarannya tidak terbatas pada obyek
arkeologis saja, melainkan meliputi karya arsitektur lingkungan atau
kawasan dan bahkan kota bersejarah. Konservasi lantas merupakan istilah
yang menjadi payung dari segenap kegiatan pelestarian lingkungan
binaan, yang meliputi preservasi, restorasi, rehabilitasi, rekonstruksi,
adaptasi, dan revitalisasi. Salah satu bangunan di Banda Aceh yang
memerlukan konservasi adalah Gedung Juang.

Gedung Juang adalah gedung tua dengan arsitektur Belanda terletak


di Jalan Sultan Alaidin Mansyur Syah, Kota Banda Aceh merupakan salah
satu simbol perjuangan berdirinya Republik Indonesia. Gedung Juang
dikenal juga dengan Gedung Badan Pembina Rumpun Iskandar Muda
(Baperis). Kiri kanannya dipenuhi makam-makam Sultan Aceh, termasuk
Sultan Iskandar Muda. Gedung ini dibangun oleh Pemerintah Belanda
tahun

1883,

hampir

seangkatan

dengan

selesainya

pembangunan

Pendopo yang berada di seberangnya. Dibangun dengan beton kokoh dan


kayu bermutu tinggi, gedung ini dulunya difungsikan sebagai Kantor
Gubernur Belanda. Gedung ini sekarang dijadikan Markas Daerah Legiun
Veteran

Republik

Indonesia

(LVRI)

Aceh,

serta

kantor

Persatuan

Purnawirawan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (PPABRI).


B. SEJARAH GEDUNG JUANG
Menurut riwayat, gedung berarsitektur klasik ini dibangun oleh
Pemerintah Hindia Belanda tahun 1883, hampir seangkatan dengan
selesainya pembangunan pendapo gubernur yang berada di seberangnya.
Gedung ini terdiri dari beton kokoh dipadu dengan kayu bermutu tinggi.
Dalam buku Banda Aceh Heritage, Jalur Jejak Budaya & Tsunami
disebutkan, gedung ini fungsinya sebagai Kantor Gubernur Belanda
beserta Kantor Keuangan Pemerintahan kolonial Belanda.
Setelah gagal menaklukkan Aceh secara menyeluruh, Belanda angkat
kaki dari Serambi Mekkah. Masuklah Jepang dengan embel-embel sebagai
pelindung, cahaya, dan pemimpin Asia tahun 1942. Nippon menyusun
kekuatannya untuk merebut kuasa di Aceh.
Mereka menjadikan bekas gedung Gubernur Hindia Belanda ini sebagai
Kantor Pemerintahan Militernya atau Residen Aceh (Shu-chokan). Dari
gedung ini mereka mengatur siasat politik dan mengontrol militernya.
Jepang menyerah pada sekutu selepas bom atom menghantam Kota
Hiroshima pada 6 Agustus 1945, disusul Nagasaki tiga hari kemudian.
Kekuasaan Nipon di Indonesia ikut melemah. Momen ini dimanfaatkan
pejuang Indonesia untuk memproklamasikan kemerdekaan.

Atas nama bangsa Indonesia, Soekarno-Hatta memproklamasikan


kemerdekaan di Jakarta pada 17 Agustus 1945. Tujuh hari kemudian kabar
itu sampai ke Aceh. Rakyat Serambi Mekkah menyambut suka cita, dan
langsung mengibarkan di gedung yang masih dikuasai Jepang itu pada 24
Agustus 1945.
Tentara Jepang melarang pengibaran merah putih. Namun rakyat Aceh
ngotot melawan dan berhasil memukul mundur Jepang. Sang saka merah
putih akhirnya berhasil dikibarkan di depan gedung ini untuk pertama
kalinya pada 70 tahun silam.
Paska-kemerdekaan gedung ini sempat difungsikan sebagai kantor
Baperis, organisasi tentara yang bertugas mengelola Museum Aceh saat
dipindahkan dari Blang Padang ke komplek Pendopo tahun 1969. Sejak itu
bangunan ini disebut Gedung Baperis.
C. TATA RUANG GEDUNG JUANG
Gedung ini terdiri dari ruang tamu, aula dan dua kamar. Kondisinya
sudah serupa gedung hantu. Di dalam ruang tamu hanya ada sebuah
miniatur Pinto Khop, sedangkan pada bagian aula hanya terdapat
perabotan-perabotan di sudut ruangan yang tidak terawat dan sudah
bersarang laba-laba. Terdapat dua kamar pada gedung ini, ruangan
pertama pada sebelah kanan seperti ruang kepala/pemimpin. Ruang ini
sudah diperbaiki interiornya, dinding sudah dilapisi wallpaper, perabotan
sudah diganti, bahkan lengkap dengan pewangi ruangan. Sedangkan
kondisi ruang kedua sangat berbeda dengan ruang pertama. Dari segi
interiornya, ruang ini seperti tempat karyawan berkerja. Namun isi dalam
pada ruangan tersebut belum diperbaiki, terlihat dari perabotan lama
yang tidak diganti, serta ruangan yang tidak terawat (terdapat banyak
debu).

Gambar c.1.

Langit-langitnya dipenuhi jaring laba-laba. Beberapa bagian daun


jendela dan kanopi mulai disantap rayap. Lantai dan dinding berlumuran
debu. Meski lampu klasik tergantung di ruangan, tapi arus listrik sudah
berhenti mengalir ke gedung ini. Gedung ini sempat memiliki koleksi
barang-barang

bersejarah

peninggalan

penjajah,

dan

sempat

jadi

museum mini.
D. TAMPAK DAN VISUAL GEDUNG JUANG
Kondisi gedung ini walaupun sudah tua namun sangat baik. Pohonpohon dengan rindangnya tumbuh dihalaman gedung ini. Di atas pintu
masuk, tertulis Udep Saree Matee Sjahid slogan penabuh semangat
perang rakyat Aceh yang dalam bahasa Indonesia artinya hidup bersatu

atau mati syahid. Di depannya berjejer peralatan perang peninggalan


Belanda.

Cat pada dinding terlihat rapi dari kejauhan, namun apabila di amati
dengan baik, terdapat lumut dan retak pada dindingnya
Bentuk jendela pada gedung ini sangat unik, besar dan berbentuk
persegi. Daun jendela masih bisa difungsikan dengan baik. Dari jendela
kita dapat melihat sekeliling eksterior Gedung Juang. Terdapat makam
Sultan Iskandar Muda di bagian kiri gedung ini, makam yang terjaga
kerapian nya dan juga megah. Pada tahun 1536 beliau menghembuskan
nafas terakhir dan di semayamkan di kompleks Gedung juang ini. Tidak
Hanya makam Sultan Iskandar Muda, di dalam kompleks ini juga terdapat
Makam Kandang Meuh dan juga Makam Keluarga Kerajaan di bagian kiri
gedung.

E. MATERIAL GEDUNG JUANG

. Pintu utama untuk memasuki gedung masih sangat kokoh, pintu


bermaterial kayu ini tidak terlihat ada kerusakan besar, namun beberapa
bagian telah di gerogoti oleh rayap. Kondisi atap pada bangunan ini
terdapat sedikit kerusakan pada bagian depan gedung, namun tidak
mempengaruhi kesan monumental gedung ini. Lantai pada Gedung Juang
ini terbuat dari Ubin keramik bercorak bungan bewarna kekuningan dan
juga merah hati, kondisi ubin di gedung ini terdapat beberapa retakan
kecil yang dipengaruhi oleh umur dan zaman.

Kondisi gedung ini terdapat beberapa perubahan pada material


penutup lantainya yaitu jenis dan model ubin yang di gunakan di ruang
kantor Bapperis berbeda dengan ubin asli, dan material penutup atapnya
pun terlihat sangat modern karena menggunakan seng metal yang tidak
mencirikan karakteristik bangunan kolonial belanda.
F. SISTEM KONSTRUKSI GEDUNG JUANG
Sistem

konstruksi

bangunan

ini

menggunakan

kuda-kuda

kayu,

dindingnya menggunakan pasangan satu bata dan kolomnya berukuran


40 x 40 sehingga membuat bangunan Gedung Juang ini kokoh.
G. USULAN KONSERVASI
Untuk Kegiatan Konservasi terhadap bangunan sejarah ini ialah
bagaimana menghadirkan kesan kolonial yang tetap dilestarikan sebagai

aset sejarah. Penggunaan material yang serupa atau mirip dengan aslinya
merupakan tantangan dalam konservasi, ini dilihat dari bahan dan jenis
material yang digunakan berbeda.
Semoga kedepannya Gedung Juang Banda Aceh menjadi salah satu
situs sejarah yang mulai dilirik masyarakat Aceh dan bisa dimanfaatkan
dengan sebaik-baiknya tanpa merusak nilai dan cerita dibalik kokohnya
gedung itu.semakin hidup dan terpelihara, semakin banyak wisatawan
yang

berkunjung

ke

bangunan

bersejarh

ini,

semakin

meluasnya

informasi, bulletin, brosur tentang sejarah gedung ini yang membuat


masyarakat aceh tidak segan untuk berkunjung langsung merasakan
suasana perjuangan para pejuang kita di masa lampau.
H. KESIMPULAN
Gedung Juang adalah gedung peninggalan Belanda yang dulunya
digunakan sebagai kantor gubernur oleh Belanda pada masa perang.
Sekarang gedung ini dialihfungsikan sebagai kantor veteran, namun akhirakhir ini gedung sudah tidak digunakan lagi. Terbukti dari ruanganruangan yang tidak terurus serta aliran listrik yang sudah dicabut karena
dana kepengurusan tidak cukup untuk membayar listrik sehingga
menyebabkan gedung ini terlihat sedikit angker. Kepengurusan gedung ini
dulunya dibawah pemerintah, namun sekarang telah diurus oleh Kodam
Iskandar Muda. Melalui kodam, seluruh barang antik yang dulunya
dipamerkan di gedung ini ditarik ke Kodam, padahal dulunya fungsi
gedung ini hampir sama dengan museum mini.
Dewasa ini banyak masyarakat Aceh yang masih tidak tahu dimana
letak gedung juang, padahal letaknya cukup strategis (tepat di sebelah
pendopo). Diperlukan konservasi pada gedung ini agar peninggalan
sejarah dapat terjaga dan tidak termakan
umur, lalu masyarakat dapat berkunjung
untuk

mempelajari

bangunan tersebut.

sejarah

dibalik

Anda mungkin juga menyukai