Anda di halaman 1dari 5

Sejarah Lawang Sewu

Gedung yang berdiri kokoh dan megah di simpang lima kota Semarang itu masih menjadi
jantung kota Semarang hingga kini. Lawang Sewu menjadi saksi bisu sejarah dan kehidupan
lintas waktu, perkembangan budaya serta perubahan zaman. Di antara hiruk pikuk peradaban
kota yang semakin maju, Lawang Sewu masih berdiri statis sebagai kebanggaan masyarakatnya
di setiap generasi.

Kehadirannya yang berada di jantung kota seolah menjadi poros yang akan selalu diikuti
orang-orang yang membawa cerita masing-masing. Jauh-dekat jarak pun sering kali tak menjadi
masalah bagi mereka yang sangat ingin menyaksikan salah satu peninggalan sejarah besar
bangsa ini.
1. Etimologi
Nama Lawang Sewu yang merupakan bahasa jawa berarti ‘seribu pintu’. Nama tersebut juga
sebuah julukan supaya masyarakat lebih mudah menyebutkannya. Dalam bahasa Belanda
Lawang Sewu juga disebut dengan Het administratiegebouw van de Nederlandsch-Indische
Spoorweg-Maatschappij. Gedung tersebut sebenarnya merupakan gedung perkantoran milik
Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij (NIS). Saat ini bangungan ini menjadi aset
miliki PT Kereta Api Indonesia (KAI), yang menjadi museum serta galeri untuk mengenang
sejarah perkeretaapian di Indonesia.
2. Tata Letak
Disebut Lawang Sewu juga karena jumlah pintu yang ada di gedung ini sebanyak 429 buah,
beserta jendela tinggi sebanyak 1000. Gedung yang memiliki 3 lantai ini tepatnya beralamat di
Jalan Pemuda, di tengah Kota Semarang. Peletakan batu pertama dilaksanakan pada tahun 1904
dan selesai pada 1919. Namun, gedung ini sudah mulai dibuka untuk digunakan pada sekitar
tahun 1907.

Secara keseluruhan, Lawang Sewu ini merupakan sebuah kompleks yang terdiri dari dua
bangunan utama. Setiap bangunan memiliki dua gedung A dan B, serta C dan D. Gedung A
merupakan bangunan yang menghadap ke Tugu Muda dan memiliki dua menara kembar.
Bangunan pertama ini juga kebanyakan menggunakan kaca patri besar, tangga utama di bagian
tengah serta jalur menuju lorong bawah tanah. Tepat di belakang gedung A, merupakan gedung
B yang memiliki 3 lantai. Pada lantai 1 dan 2 sering digunakan untuk bagian perkantoran,
sedangkan lantai 3 berfungsi sebagai loteng.
3. Sejarah
Sama halnya dengan tempat bersejarah lainnya, Lawang Sewu juga merupakan bangunan tua
yang menjadi saksi bisu perubahan zaman serta peradaban di sekitarnya. Untuk membicarakan
sejarah Lawang Sewu, mungkin kita harus kembali pada tahun 1864 saat program pemerintahan
Belanda ingin membuat jalur kereta api pertama kali di Indonesia. Pada saat itu, untuk
menempuh perjalanan antar kota membutuhkan waktu yang cukup lama. oleh karena itu,
pemerintah Belanda memutuskan membangun jalur kereta api untuk menghubungkan Semarang-
Solo-Yogyakarta dan juga Kedungjati hingga Ambarawa.

NIS menghubungkan Stasiun Samarang dan stasiun Tanggung yang dimulai pada 1864-1867.
Pada awalnya, pembuatan jalur kereta api ini bertujuan untuk mengangkut hasil tani dan
perkebunan dari Kraton Solo dan Kraton Yogyakarta ke pelabuhan Semarang. Dengan adanya
perkembangan teknologi ini, membuat pihak NIS menjadi sukses besar dan semakin banyaknya
pegawai membuat mereka memutuskan membangung kantor baru.
Kantor yang akan mereka gunakan untuk semua urusan administrasi tersebut berada di Jalan
Pemuda di kota Semarang. Sehingga pada 1904, proses pembangunan gedung kantor itu pun
dimulai dengan menunjuk J.F. Klinkhamer dan B.J. Queendag sebagai koordinator perencanaan,
serta memilih Cosman Citroen sebagai arsitek untuk gedung tersebut.
Melalui proses pembangunan bertahap, gedung Lawang Sewu akhirnya selesai dibangun pada
1918. Gedung ini menjadi kantor Pusat Perusahaan Kereta Api swasta milik NIS, namun ketika
Belanda mundur dan pemerintahan diambil alih oleh Jepang pada 1942.
Sehingga pada 1942-1945 gedung Lawang Sewu menjadi Kantor Ryuku Sokyoku (Jawatan
Transportasi Jepang). Pihak Jepang tak hanya menggunakan Lawang Sewu sebagai kantor
transportasi, tapi juga menggunakan ruang bawah tanah sebagai penjara untuk eksekusi mati.
Kemudian pada 1945, tepatnya bulan Oktober pemerintah Belanda ingin merebut kembali
wilayah Semarang, sehingga menimbulkan perang yang berhasil membuat pihak Jepang mundur.
Setelah perang akhirnya gedung ini berubah lagi kantor DKARI (Djawatan Kereta Api
Republik Indonesia). Namun, kemudian kantor DKARI harus berpindah ke bekas kantor de
Zustermaatschappijen karena Lawang Sewu akan menjadi markas tentara Belanda pada 1946.
Tahun 1994, gedung Lawang Sewu akhirnya kembali diserahkan PT Kereta Api Indonesia
yang kemudian dilakukan restorasi pada tahun 2009. Semua dinding di cat ulang, ruangan
dibersihkan dan renovasi pada beberapa bagian gedung, semata-mata karena gedung ini telah
menjadi salah satu cagar budaya Indonesia.
Oleh sebab itu, 2011 lalu, Ibu Negara Ani Yudhoyono kembali meresmikan gedung yang kini
berstatus sebagai museum yang menjadi tempat pariwisata domestik dan mancanegara. Kini di
Lawang Sewu tidak hanya menjadi saksi bisu sejarah perkembangan transportasi kereta api
Indonesia, tapi juga menjadi gedung museum kereta api yang menyimpan banyak cerita serta
perjuangan para pendahulu kita.
1. Desain Bangunan Berdasarkan Kondisi Iklim
Seperti yang kita tahu bahwa gedung Lawang Sewu ini memiliki kharisma yang unik, dimana
semua orang yang melihatnya pasti ingin menoleh ke arahnya. Tentu, hal tersebut bukan tanpa
alasan. Lawang Sewu tampak mewah dengan desain bangunan khas rupanya merupakan hasil
dari pemikiran yang cukup lama dan detail.
Awalnya, seorang arsitek bernama P.de Rieu menjadi pembuat rancangan gedung untuk
perkantoran NIS ini, tetapi akhirnya desain tersebut dirasa kurang baik sehingga mereka
mengganti arsitek. Hasil kerja sama Jacob K.Klinkhamer, B.J Oedang, dan arsitek mudah
G.C.Citroen membuahkan sebuah rancangan besar yang menawan.
Gedung Lawang Sewu ini rupanya dibangun untuk menyesuaikan kebutuhan pekerja dengan
iklim yang ada di Indonesia yang tropis dan cenderung lembab. Oleh karena itu, gedung ini
memiliki jendela yang lebar-lebar dan banyak supaya sirkulasi udara disana baik. Serta pintu
yang banyak dan saling menghubungkan ruangan satu sama lain untuk mempermudah gerak
pekerja menuju ruangan lain.
Sama halnya dengan gaya bangunan kolonial khas hindia belanda, Lawang Sewu juga
memiliki tipe atap double gevel sebagai solusi untuk sirkulasi udara yang jauh lebih baik. Selain
itu arsitek Lawang Sewu menganut gaya Romanesque Revival yang khas dengan sisi lengkung
di setiap sudutnya. Belum lagi menara kembar yang juga menjadi khas bangunan Eropa juga
menjadi ikonik Lawang Sewu.
2. Denah Ruang Menyesuaikan Kebutuhan
Dibalik gedung-gedung megah Lawang Sewu juga memuat semua kebutuhan para pegawai
setempat. Yang mana setiap ruangan dalam gedung memiliki masing-masing fungsinya. Seperti
bangunan untuk perkantoran dengan pintu-pintu saling terhubung, supaya para pegawai mudah
melakukan mobilisasi kerja.
Ruang aula besar yang berfungsi sebagai gedung pertemuan, rapat dan berbagai jenis acara.
Menara kembar yang menjadi tempat menampung air. Ketika memasuki gedung Lawang Sewu
kamu mungkin bisa melihat bahwa lantai 1 menjadi museum yang berisi tentang dokumentasi
dan juga sejarah perkeretaapian Indonesia. Selain itu, pada lantai Kemudian pada lantai dua
berisi aula, dan ruang rekreasi dan olahraga di lantai 3.
3. Mengandung Nilai Seni
Ketika memasuki bangunan tua Lawang Sewu kamu mungkin akan terpesona dengan gaya
menarik bangunan yang juga memiliki nilai-nilai seni. Seperti kaca patri yang diletakan tepat di
atas tangga utama, memiliki nilai filosofis.
Ornamen empat kaca patri tersebut memiliki nilai dan harapan yang berbeda. Kaca patri
pertama melambangkan keindahan tanah jawa yang penuh dengan sumber daya alam. Mulai dari
flora, fauna hingga hasil buminya, kemakmuran tersebut digambarkan dengan indah dengan
sedikit sentuhan gaya Eropa.
Kaca patri kedua merupakan refleksi kisah tentang Semarang dan Batavia kala itu, dimana
kedua kota besar ini menjadi pusat kegiatan maritim. Kemudian pada kaca patri berikutnya
merupakan lambang roda terbang dan gambar Dewi Fortuna dan Venus sebagai simbol
keberuntungan dan cinta.
Pada bidang lengkung yang berada di atas balkon juga terpahat karya seni dari tembikar oleh
H.A Koopman. Ada pula kubah kecil di atas menara air yang berlapis tembaga yang dirancang
oleh L. Zijl.
4. Kisah Urban Legend di Lawang Sewu
Tak dapat dipungkiri, Lawang Sewu juga tidak jauh dari kata mistis. Apalagi bangunan
tersebut pernah kosong dan mangkrak untuk waktu yang lama, sebelum akhirnya dilakukan
renovasi ulang. Mendengar nama Lawang Sewu kadang juga membuat kita penasaran tapi juga
takut karena ada banyak kisah-kisah mistis yang menjadi urban legend dan terkenal dalam
masyarakat.

Sepeninggal NIS dari Lawang Sewu, gedung tersebut digunakan oleh pihak Jepang sebagai
kantor dan juga penjara di bagian bawah tanahnya. Dibalik kemegahan gedung ini, Jepang juga
kerap melakukan eksekusi terhadap para tahanannya, dan membuang mayat mereka ke lubang
pembuangan.
Oleh karena itu, tidak heran apabila Lawang Sewu juga meninggalkan kisah duka dan pilu
didalamnya. Bahwa mungkin ada lebih banyak peristiwa lain yang tak terungkap kisahnya,
menjadikan gedung belakang dan bagian bawah tanahnya menyisakan cerita kurang
menyenangkan.
Banyak yang percaya bahwa ada banyak penampakan dan hal-hal mistis yang terjadi di
bawah Lawang Sewu. Sehingga, pengunjung pun tak diperbolehkan masuk ke beberapa bagian
gedung Lawang Sewu demi alasan keamanan dan kenyamanan.
5. Perang Lima Hari
Perpindahan kepemilikan gedung Lawang Sewu sebagai kantor NIS kepada Jepang terjadi
pada tahun 1942. Setelah dimiliki oleh pihak Jepang, pada tahun 1945 para pemuda Semarang
memutuskan untuk memperebutkan Lawang Sewu. Sehingga pada 15-19 Oktober, selama lima
hari berturut-turut Angkatan Pemuda Kereta Api (AMKA) bertempur dengan tentara Jepang di
depan Gedung.
Pihak tentara Jepang yang berjumlah sekitar 500.000 orang berada di dalam dan sekitar
gedung, sedangkan pihak AMKA berada di seberang jalan yakni Wilhelminaplein atau sekarang
dikenal sebagai daerah Tugu Muda. Pasukan AMKA yang kalah jumlah bertahan selama lima
hari meskipun pada akhirnya tetap kalah.
Perang yang menyisakan kekalahan dan kesedihan membuat banyak pejuang gugur. Pemuda
pemberani dipindahkan untuk dimakamkan di Giri Tunggal, karena sebelumnya hanya di taman
Tugu Muda.
6. Menjadi Tempat Spot Foto Terbaik
Tak dapat dipungkiri, keindahan bangunan tua Lawang Sewu tetap memukau untuk menjadi
latar foto terbaik. Desain bangunannya yang unik dan bergaya Hindia Belanda, membuat setiap
sudut Lawang Sewu tampak menawan. Mulai dari bagunan depan yang menunjukan bangunan
kok layaknya istana, lorong-lorong dinamis yang khas, hingga taman depan lawang sewu juga
sering menjadi spot foto, bahkan tempat untuk pre-wedding.
Terlebih lagi nuansa Lawang Sewu menuju senja dengan lampu-lampu temaram oranye
membuat mood foto semakin aesthetic lagi. Bahkan Lawang Sewu kadang juga menjadi tempat
penyelenggaraan acara dengan nuansa semi outdoor.
7. Lawang Sewu Sebagai Tempat Wisata Wajib di Kunjungi di Semarang
Jika membahas mengenai Kota Semarang, Lawang Sewu tentu menjadi salah satu tempat
ikonik kota tersebut. Sama dengan tempat wisata wajib di Semarang, Lawang Sewu ikut menjadi
salah satu tempat bersejarah yang berpengaruh bagi Kota Semarang. Jadi, tidak heran apabila
mengunjungi Kota Semarang, semua wisatawan akan setidaknya sekali berkunjung ke Lawang
Sewu. Menyaksikan peninggalan sejarah bangsa yang tak boleh dilewatkan.

ASYIFA MAULIDINA.P
7E\04

Anda mungkin juga menyukai