Anda di halaman 1dari 2

Lawang Sewu

Salwa Adelia
Raisyah Salsabila

Mengenal Lawang Sewu


Secara etimologis kata Lawang Sewu berasal dari bahasa jawa yang berarti “pintu seribu”.
Penyebutan Lawang Swu didasarkan pada banyaknya jendela dan pintu yang terdapat di bangunan
ini walaupun jumlahnya tidak menyentuh angka seribu pintu. Pada masa kolonialisme Belanda,
gedung ini bernama Het administratiegebouw van de Nederlandsch-Indische Spoorweg-
Maatschappij, sebuah gedung perkantoran untuk mengurus perkereta apian milik Nederlandsch-
Indische Spoorweg Maatschappij (NIS). Saat ini bangunan Lawang Sewu dikelola oleh PT.Kereta Api
Indonesia (KAI) yang dialihfungsikan menjadi museum serta galeri tentang sejarah perkeretapian di
Indonesia.

Lawang Sewu terletak di Jl. Pemuda, berada tepat di depan Tugu Muda dan Museum Mandala
Bhakti. Gedung Lawang Sewu mulai dilakukan pembangunan melalui peletakan batu pertama pada
tahun 1904 dan selesai pada tahun 1919. Namun, gedung ini sudah beroperasi sejak 1907. Secara
umum, bangunan Lawang Sewu memiliki dua bangunan utama dimana setiap bangunan memiliki
dua gedung A dan B, serta C dan D. Gedung A adalah gedung yang menghadap ke Tugu Muda serta
memiliki dua menara kembar. Bangunan ini memiliki banyak kaca patri besar, memiliki tangga utama
di bagian tengah serta jalur menuju lorong bawah tanah. Tepat di belakang gedung A, terdapat
gedung B yang memiliki 3 lantai. Lantai 1 dan 2 pada gedung ini digunakan sebagai perkantoran
sedangkan lantai 3 berfungsi sebagai loteng.

Sejarah Lawang Sewu


Pada tahun 1864 ketika Belanda melakukan pembangunan jalur kereta api di Indonesia, Belanda
mulai merancang jalur kereta api Semarang-Solo-Yogyakarta dan Kedungjati-Ambarawa. NIS
merupakan perusahaan yang bertanggungjawab dalam membangun jalur kereta api ini. Dimulai dari
tahun 1864 hingga 1867, pada awalnya pembangunan jalur kereta api ini difungsikan sebagai
penghubung antara Semarang sebagai bandar pelabuhan dan industri dengan wilayah pedalaman
sebagai penghasil bahan mentah berupa hasil perkebunan dari Solo dan Yogyakarta. Dengan adanya
perkembangan teknologi membuat NIS sukses besar dan mengharuskan memiliki kantor sendiri.

Kantor yang akan mereka bangun adalah sebuah kantor urusan administrasi yang nantinya terletak di
Jalan Pemuda. Pada tahun 1904 dimulailah proses pembangunan gedung administrasi perkantoran
kereta api oleh J.F. Klinkhamer dan B.J. Queendag sebagai koordinator perencanaan, serta memilih
Cosman Citroen sebagai arsitek untuk gedung tersebut. Pembangunan gedung ini berakhir pada
tahun 1918.
Ketika memasuki masa penjajahan Jepang, bangunan Lawang Sewu berubah menjadi Kantor Ryuku
Sokyoku (Jawatan Transportasi Jepang). Selain menggunakan kantor transportasi, Jepang juga
menggunakan ruang bawah tanayh Lawang Sewu sebagai penjara dan tempat eksekusi mati.
Kemudian pada Oktober 1945, Belanda ingin mengambil alih kembali wilayah Semarang sehingga
menimbulkan perang dan memaksa Jepang mundur.

Setelah masa perang mempertahankan kemerdekaan gedung Lawang Sewu berubah menjadi kantor
DKARI (Djawatan Kereta Api Republik Indonesia). Namun, memasuiki tahun 1946 ketika Belanda
mulai menancapkan kekuasaannya di Semarang, DKARI harus berpindah ke bekas kantor de
Zustermaatschappijen kareba gedung Lawang Sewu dimanfaatkan Belanda untuk menjadi marka
Belanda.

Pada tahun 1994 dilakukan penyerahan ke PT. KAI dan dilakukan restorasi gedung Lawang Sewu pada
tahun 2009. Pada tahun 2011, Ibu Negara Ani Yudhoyono meresmikan gedung Lawang Sewu yang
kini menjadi destinasi wisata sejarah perkereta apian di Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai