, Bulan 2019
ISSN 2656-588X (cetak) / ISSN 2685-1598 (online)
e-mail: ivanmlubis@gmail.com
ABSTRAK
Kota Jakarta merupakan bekas kota pusat pemerintahan Hindia Belanda pada masa penjajahan. Oleh
karenanya, banyak bangunan tua peninggalan Belanda yang memiliki nilai sejarah yang besar. Bangunan-
bangunan ini tersebar terpusat dari bagian utara hingga selatan Kota Jakarta. Keberadaan bangunan-bangunan
tua ini dapat berperan menjadi penghubung sejarah Kota Jakarta dari masa lalu ke masa sekarang. Bangunan
peninggalan bernilai sejarah seperti Gedung Tjipta Niaga sangat layak untuk dilestarikan dan berikan fungsi
baru atau dibangkitkan kembali fungsi lamanya agar tak hanya jadi penghias kawasan semata, melainkan
memiliki nilai fungsi dan mampu memberikan profit untuk pemilik bangunan. Konsep penggunaan kembali
secara adaptif sangat direkomendasikan untuk bangunan yang akan kembali difungsikan, namun dirasa tidak
mungkin untuk kembali berfungsi dengan fungsi pertama kali bangunan. Terdapat banyak sekali jenis fungsi
bangunan yang dapat menghasilkan profit, terutama pada kawasan wisata sejarah seperti Kota Tua Jakarta.
Kata kunci: arsitektur; restorasi; Tjipta Niaga; redesain; penggunaan kembali adaptif
ABSTRACT
The city of Jakarta was the former center of the Dutch East Indies government during the colonial
period. Therefore, many old buildings from the Netherlands that have great historical value. These buildings
are scattered centrally from the north to the south of Jakarta. The existence of these old buildings can help
to connect Jakarta's history from the past to the present. Historical heritage buildings such as the Tjipta
Niaga Building are worth preserving and providing new functions or reviving their old functions to not only
has an aesthethic function, but also has a function value and profit the building owner. The concept of reuse
is adjusted for buildings that will be re-functioned, but it is not possible to be reused with the building's first
function. There are many types of buildings that can generate profits, especially in historical tourism areas
such as the Jakarta Old Town.
Keywords: architecture; restoration; Tjipta Niaga; redesign; adaptive reuse
1
Ivan Mustofa Lubis
PENDAHULUAN
Kota Jakarta merupakan bekas kota pusat pemerintahan Hindia Belanda pada masa
penjajahan. Oleh karenanya, banyak bangunan tua peninggalan Belanda yang memiliki
nilai sejarah yang besar. Bangunan-bangunan ini tersebar terpusat dari bagian utara hingga
selatan Kota Jakarta. Keberadaan bangunan-bangunan tua ini dapat berperan menjadi
penghubung sejarah Kota Jakarta dari masa lalu ke masa sekarang.
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar
Budaya, tercantum bahwa cagar budaya merupakan kekayaan budaya bangsa sebagai
wujud pemikiran dan perilaku kehidupan manusia yang penting artinya bagi pemahaman
dan pengembangan sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara sehingga perlu dilestarikan dan dikelola secara
tepat melalui upaya perlindungan, pengembangan, dan pemanfaatan dalam rangka
memajukan kebudayaan nasional untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Kawasan Kota Tua Jakarta ditetapkan menjadi Kawasan Cagar Budaya mengacu
kepada Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 1999. Kawasan Kota Tua Jakarta menjadi salah
satu dari empat kawasan cagar budaya di Jakarta lainnya seperti: Menteng, Kebayoran
Baru, dan Situ Babakan. Oleh karena itu, Kota Tua Jakarta perlu dilestarikan melalui upaya
perlindungan, pengembangan, dan pemanfaatan.
Hal ini diperkuat dengan adanya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor
50 Tahun 2011 Tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional Tahun
2010-2015. Disebutkan bahwa Kota Tua-Sunda Kelapa dan sekitarnya termasuk di dalam
Kawasan Pengembangan Pariwisata Nasional.
Penulis merencanakan untuk merancang pelestarian konservasi bangunan gedung
Tjipta Niaga yang sekarang dimiliki oleh PT. Perusahaan Perdagangan Indonesia (PT. PPI),
namun dalam praktiknya bangunan ini sudah tidak lagi difungsikan. Kealpaan fungsi inilah
yang membuat penulis berencana mengolah ulang bangunan ini agar gedung ini kembali
memiliki fungsi praktis, namun dengan konsep pemanfaatan kembali dengan fungsi
adaptif. Bangunan bersejarah yang sudah lama tidak digunakan ini akan difungsikan
kembali namun dengan fungsi yang berbeda dengan fungsi bangunan sebelumnya. Jika
dahulu fungsi bangunan ini adalah kantor, dalam rancangan pelestarian ini fungsi berubah
menjadi Kafe dan Restoran.
METODE
Metode deskriptif kualitatif digunakan sebagai penyusunan konsep perencanaan dan
perancangan arsitektur ini. Pertama-tama dipaparkan terlebih dahulu hasil penilaian makna
kultural dari Gedung Tjipta Niaga, kemudian dijelaskan bagaimana kondisi bangunan pada
saat sekarang. Setelah diketahui kondisinya, langkah selanjutnya adalah menetapkan
rekomendasi pelestarian berdasarkan Piagam Burra, akhirnya barulah ditampilkan
bagaimana hasil dari redesign yang dilakukan melalui visualisasi secara digital.
Informasi Umum
Gedung Tjipta Niaga terletak di Jalan Kali Besar Timur No. 17, Kecamatan
Pinangsia, Jakarta Barat. Selesai dibangun tahun 1912 oleh biro arsitek asal Belanda
bernama Edward Cuypers en Hulswit. Gedung ini memiliki fungsi awal sebagai kantor
perusahaan perkapalan Internationale Credit en Handelsvereeniging Rotterdam yang biasa
disingkat Internatio. Saat ini bangunan dimiliki PT. PPI dan tidak difungsikan.
Kondisi Bangunan
• Lantai
Lantai bangunan masih asli dari pertama kali dibangun, yakni menggunakan
keramik yang berwarna hitam, kuning, dan merah berpola kotak-kotak grid.
Kondisinya 95% baik. Hanya ada beberapa keramik yang sudah lepas seperti
gambar disamping.
• Dinding
Sebagian dinding bangunan terutama yang di bagian pintu masuk depan masih
terlihat baik, namun pada dinding di sisi samping sebagian dinding sudah ditumbuhi
lumut dan juga pepohonan yang merambat sampai ke atap.
• Pintu
Pintu-pintu di dalam bangunan ini rata-rata rusak. Ada pintu kaca yang pecah,
bahkan banyak kusen-kusen pintu yang sudah tidak memiliki daun pintu.
• Jendela
Jendela baik pada sisi depan maupun samping bangunan tidak dalam kondisi baik,
bahkan sebagian ada yang sudah pecah dan rusak. Namun ada jendela kaca mosaik
yang masih utuh dan asli dari sejak dibangun pertama kali menambah otentisitas
bangunan.
(Sumber: Pribadi)
• Kelangkaan
Tabel 3. Kejamakan Tipikal
• Keistimewaan
Tabel 4. Keistimewaan
(Sumber: Pribadi)
• Peranan Sejarah
Tabel 5. Peranan Sejarah
Hasil Redesign
KESIMPULAN
Bangunan peninggalan bernilai sejarah sangat layak untuk dilestarikan dan berikan
fungsi baru atau dibangkitkan kembali fungsi lamanya agar tak hanya jadi penghias
kawasan semata, melainkan memiliki nilai fungsi dan mampu memberikan profit untuk
pemilik bangunan.
Pihak pemerintah seharusnya turun tangan dalam melestarikan bangunan
peninggalan bersejarah jika pihak swasta pemilik saham bangunan tidak memiliki
keinginan atau enggan untuk melestarikan bangunan bersejarah sehingga dibiarkan
terlantar tak terawat.
Konsep penggunaan kembali secara adaptif sangat direkomendasikan untuk
bangunan yang akan kembali difungsikan, namun dirasa tidak mungkin untuk kembali
berfungsi dengan fungsi pertama kali bangunan. Terdapat banyak sekali jenis fungsi
bangunan yang dapat menghasilkan profit, terutama pada kawasan wisata sejarah seperti
Kota Tua Jakarta.
DAFTAR PUSTAKA
De, C. J., & Crosbie, M. J., 2001. Time-saver standards for building types. New York:
McGraw-Hill.
Julius, P., 1979. Dimensi Manusia dan Ruang Interior. Jakarta: Erlangga
Kigadye, F. S., 2012. Adaptive Reuse of Historic Building and Community Development.
ICOMOS Paris 2011
Neufert, E., Peter, N., Bousmaha B., & Nicholas W., 2000. Architects' Data. Oxford:
Blackwell Science,
Purwantiasning, A., 2015. An Implementation Strategy of the Adaptive Reuse Concept for
Historical Old Buildings within the Jakarta Old Town Area. Architectural
Conservation.
Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta No. 36 Tahun 2014
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2011 Tentang Rencana Induk
Pembangunan Kepariwisataan Nasional Tahun 2010 - 2025