Diusulkan oleh:
Linda Oktaviani I
Sri Wahyuni
Elok Dwi Putri L
Amanda Al Imaturisqi
Rina Novika Dewi
Ani Karlina
(H1A014015)
(H1A014026)
(H1A014029)
(H1A014032)
(H1A014051)
(H1A014054)
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah, Yang berhak atas segala pujian. Shalawat dan salam semoga
terlimpah kepada junjungan kita Nabi Muhammad saw, yang terpilih sebagai manusia
sempurna bagi tauladan umat manusia.
Makalah ini berisikan tentang pengertian, jenis, kekurangan dan kelebihan, serta
penetapan kadar pemanis alami dan buatan dalam sampel dengan metode kromatografi cair
kinerja tinggi. Adapun tujuan penulisan makalah ini ditunjukan untuk memenuhi tugas
analisis zat aditif. Semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi para pembaca.
Mengingat banyak kelemahan dan ketidaklayakan pada makalah ini, kami mohon
maaf atas segala kekurangnnya semoga Allah memaafkan segala kesalahan, dan menerima
apa yang sudah diusahakan, dan menjadikanya sebagai sebab turunnya hidayah bagi umat
sekalian.
2 Juni 2016
Penyusun
DAFTAR IS
Halaman Judul............................................................................................................ i
KATA PENGANTAR................................................................................................... ii
DAFTAR ISI............................................................................................................. iii
DAFTAR TABEL....................................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR.................................................................................................... v
BAB I
PENDAHULUAN.................................................................................... 1
1.1
Latar Belakang......................................................................................... 1
1.2
Tujuan................................................................................................... 2
BAB II
ISI........................................................................................................ 3
1.1
Landasan Teori......................................................................................... 3
1.1.1.
Pemanis................................................................................................. 3
1.1.2.
2.1
Metodologi Percobaan................................................................................ 7
2.1.1
2.1.2
Penentuankadar glukosa dan fruktosa pada madu randu dan madu kelengkeng dengan
metode kromatografi cair kinerja tinggi..........................................................8
2.1.3
BAB III
PENUTUP............................................................................................ 21
3.1
Kesimpulan........................................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................. 22
DAFTAR TABE
Tabel 1 Hubungan antara laju alir dan waktu retensi dari masing-masing komponen....................13
Tabel 2 Hubungan antara laju alir, suhu dan waktu retensi dari campuran senyawa standar(glukosa dan
fruktosa)....................................................................................................... 14
Tabel 3 Data luas area dari kromatogram campuran glukosa dan fruktosa pada berbagai konsentrasi16
Tabel 4 Validasi Ketepatan dan Ketelitian........................................................................17
Tabel 5 Kadar glukosa dan fruktosa dalam sampel madu......................................................19
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Gambar
Gambar
Gambar
Gambar
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dewasa ini penggunaan bahan tambahan makanan (BTM) sangat beragam, dari
pengawet sampai ke pemberi aroma dan pemanis. Penggunaan BTM dalam proses produksi
pangan perlu diwaspadai bersama, baik oleh produsen maupun konsumen, mengingat
penggunaannya mempunyai efek menguntungkan maupun merugikan bagi kesehatan
masyarakat (Donatus, 1990).
Salah satu BTM adalah pemanis buatan. Pemakaian pemanis buatan oleh produsen
makanan olahan baik industri besar maupun yang berskala rumahan (industri kecil) banyak
digunakan karena dapat menghemat biaya produksi. Hal tersebut karena harga pemanis
buatan jauh lebih murah dibandingkan dengan pemanis gula asli. Jumlah pemanis buatan
yang perlu ditambahkan juga jauh lebih sedikit jika dibandingkan dengan pemanis gula. Di
Indonesia, penggunaan pemanis buatan diatur berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia No. III/MenKes/Per/IX/88 tentang bahan tambahan makanan. Peraturan
tersebut menyatakan tentang BTM yang diizinkan, yaitu batas penggunaan secukupnya
yaitu batas penggunaan yang sesuai dengan cara produksi yang baik. Dalam hal tersebut
makalah ini menjelaskan cara Penetapan Kadar Pemanis Alami dan Buatan dalam Suatu
Sampel dengan Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (HPLC)
Madu dihasilkan oleh lebah madu dengan memanfaatkan bunga tanaman. Madu
memiliki warna, aroma dan rasa yang berbedabeda, tergantung pada jenis tanaman yang
banyak tumbuh di sekitar peternakan lebah madu (Winarno, 1982). Sebagai contoh madu
mangga (rasa yang agak asam), madu bunga timun (rasanya sangat manis), madu
kapuk/randu (rasanya manis, lebih legit dan agak gurih), madu lengkeng (rasa manis, lebih
legit dan aromanya lebih tajam). Selain itu dikenal pula madu buah rambutan, madu
kaliandra dan madu karet (Sarwono, 2001).
Standar mutu madu salah satunya didasarkan pada kandungan gula pereduksi (glukosa
dan fruktosa) total yaitu minimal 60 %. Sedangkan, jenis gula pereduksi yang terdapat pada
madu tidak hanya glukosa dan fruktosa, tetapi juga terdapat maltosa dan dekstrin.
Sementara itu proses produksi madu oleh lebah itu sendiri merupakan proses yang
kompleks, sehingga kemungkinan besar terjadi perbedaan kadar dan komposisi gula
pereduksi di antara berbagai jenis madu yang beredar di masyarakat. Komposisi gula
pereduksi tiap-tiap madu kemungkinan dapat mempengaruhi khasiat madu terutama dalam
proses pengobatan (Purbaya, 2002).
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dipandang perlu dilakukan penelitian untuk
menentukan kadar glukosa dan fruktosa dalam madu dari jenis bunga yang berbeda dengan
metode KCKT(Adnan, 1997). Sehingga kadar glukosa dan fruktosa dari kedua jenis madu
tersebut dapat dibandingkan. Penentuan kadar dilakukan dengan mengatur laju alir eluen
1
dan suhu kolom dengan menggunakan eluen air deionisasi, kolom Metacarb 87C dan
dideteksi dengan menggunakan detektor indeks bias. Kadar glukosa dan fruktosa yang
diukur adalah kadar dari dua jenis madu yang telah memenuhi ketentuan SII (kadar gula
pereduksi minimal 60 %) yaitu madu kelengkeng dan madu randu. Madu-madu tersebut
berasal dari satu merk tertentu yang beredar di masyarakat(Nur, A, & Kosasih, 1992).
Pada penelitian ini, pemanis buatan yang diteliti adalah siklamat di dalam sampel
agar-agar dengan menggunakan metode kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT)(Day &
Underwood, 1993). Sampel agaragar dipilih mengingat jenis makanan ini merupakan
makanan yang banyak digemari oleh anak-anak. Mengingat siklamat jika dikonsumsi terlalu
sering dan dalam jumlah yang banyak dapat menyebabkan efek merugikan maka menjadi
sangat penting untuk menentukan kadar siklamat dalam sampel makanan tersebut.
1.2 Tujuan
a. Mengetahui kadar glukosa dan fruktosa dengam metode KCKT terhadap dua
jenis madu dari jenis bunga yang berbeda
b. Menetapkan kadar siklamat dalam makanan kemasan metode kromatografi
cair kinerja tinggi (KCKT).
BAB II
ISI
1.1 Landasan Teori
1.1.1.
Pemanis
Zat pemanis merupakan senyawa kimia yang sering ditambahkan dan digunakan
untuk memberikan efek manis terhadap produk olahan pangan, industri, serta makanan dan
minuman kesehatan. Setiap tahunnya penggunaan zat pemanis buatan pada makanan di
dunia semakin meningkat. Hal ini dikarenakan zat pemanis buatan memiliki harga yang
relatif murah bila dibandingkan dengan pemanis alami, dan kalori yang dihasilkan lebih
rendah dari pemanis alami. Akan tetapi, banyak masyarakat yang belum mengetahui batas
atau kadar penggunaan zat pemanis buatan pada makanan, sehingga mereka menggunakan
zat pemanis buatan ini secara berlebihan. Penggunaan zat pemanis buatan secara berlebihan
dapat memberikan dampak negatif terhadap kesehatan manusia. Hal ini dikarenakan
kandungan zat kimia pada pemanis buatan bersifat karsinogenik. Untuk itu, diperlukan
informasi terkait penggunaan zat pemanis alami maupun buatan serta efek sampingnya
terhadap kesehatan manusia.
Dilihat dari sumber pemanis dapat dikelompokkan menjadi pemanis alami dan
pemanis buatan (sintetis). Pemanis alami biasanya berasal dari tanaman. Tanaman penghasil
pemanis yang utama adalah tebu (Saccharum officanarum L) dan bit (Beta vulgaris L).
Bahan pemanis yang dihasilkan dari kedua tanaman tersebut dikenal sebagai gula alam atau
sukrosa. Pemanis sintetis adalah bahan tambahan yang dapat menyebabkan rasa manis pada
pangan, tetapi tidak memiliki nilai gizi (Cahyadi, 2006).
Pemanis adalah bahan pemberi rasa manis pada makanan dan minuman. Pemanis
dibagi menjadi dua, yaitu: Pemanis alami merupakan bahan pemberi rasa manis yang
diperoleh dari bahan-bahan nabati maupun hewani. Pemanis buatan menurut peraturan
menteri kesehatan RI No 722/Menkes/per/ix/1988 tentang bahan tambahan makanan, adalah
bahan tambahan makanan yang dapat menyebabkan rasa manis pada makanan, yang tidak
atau hampir tidak mempunyai nilai gizi (Cahyadi, 2006).
Fungsi pemberian pemanis pada makanan diantaranya :
1.1.2.
Pengertian HPLC
Kromatografi cair berperforma tinggi (high performance liquid chromatography,
HPLC) merupakan salah satu teknik kromatografi untuk zatcair yang biasanya disertai
dengan tekanan tinggi. HPLC digunakan untuk memisahkan molekul berdasarkan
perbedaan afinitasnya terhadap zat padat tertentu. Cairan yang akan dipisahkan merupakan
fasa cair dan zat padatnya merupakan fasa diam (stasioner). Teknik ini sangat berguna untuk
memisahkan beberapa senyawa sekaligus karena setiap senyawa mempunyai afinitas
selektif antara fasa diam tertentu dan fasa gerak tertentu. Dengan bantuan detector serta
integrator kita akan mendapatkan kromatogram. Kromatogram memuat waktu tambat serta
tinggi puncak suatu senyawa.
Jenis- Jenis HPLC
Pemisahan dengan HPLC dapat dilakukan dengan fase normal (jika fase diamnya
lebih polar dibanding dengan fase geraknya) atau fase terbalik (jika fase diamnya kurang
non polar dibanding dengan fase geraknya). Berdasarkan pada kedua pemisahan ini, sering
kali HPLC dikelompokkan menjadi HPLC fase normal dan HPLC fase terbalik.
Selain klasifikasi di atas, HPLC juga dapat dikelompokkan berdasarkan pada sifat fase diam
dan atau berdasarkan pada mekanisme sorpsi solut, dengan jenis-jenis HPLC sebagai
berikut:
1) KromatografiAdsorbsi
Prinsip kromatografi adsorpsi telah diketahui sebagaimana dalam kromatografi
kolom dan kromatografi lapis tipis. Pemisahan kromatografi adsorbsi biasanya
menggunakan fase normal dengan menggunakan fase diam silika gel dan alumina,
meskipun demikian sekitar 90% kromatografi ini memakai silika sebagai fase diamnya.
Pada silika dan alumina terdapat gugus hidroksi yang akan berinteraksi dengan solut. Gugus
silanol pada silika mempunyai reaktifitas yang berbeda, karenanya solut dapat terikat secara
kuat sehingga dapat menyebabkan puncak yang berekor
2) Kromatografi fase terikat
Kebanyakan fase diam kromatografi ini adalah silika yang dimodifikasi secara
kimiawi atau fase terikat. Sejauh ini yang digunakan untuk memodifikasi silika adalah
hidrokarbon-hidrokarbon non-polar seperti dengan oktadesilsilana, oktasilana, atau dengan
fenil. Fase diam yang paling populer digunakan adalah oktadesilsilan (ODS atau C18) dan
kebanyakan pemisahannya adalah fase terbalik. Sebagai fase gerak adalah campuran
metanol atau asetonitril dengan air atau dengan larutan bufer. Untuk solut yang bersifat
asam lemah atau basa lemah, peranan pH sangat krusial karena kalau pH fase gerak tidak
diatur maka solut akan mengalami ionisasi atau protonasi. Terbentuknya spesies yang
terionisasi ini menyebabkan ikatannya dengan fase diam menjadi lebih lemah dibanding jika
solut dalam bentuk spesies yang tidak terionisasi karenanya spesies yang mengalami
ionisasi akan terlelusi lebih cepat.
3) Kromatografi penukar ion
KCKT penukar ion menggunakan fase diam yang dapat menukar kation atau anion
dengan suatu fase gerak. Ada banyak penukar ion yang beredar di pasaran, meskipun
4
demikian yang paling luas penggunaannya adalah polistiren resin. Kebanyakan pemisahan
kromatografi ion dilakukan dengan menggunakan media air karena sifat ionisasinya. Dalam
beberapa hal digunakan pelarut campuran misalnya air-alkohol dan juga pelarut organik.
Kromatografi penukar ion dengan fase gerak air, retensi puncak dipengaruhi oleh kadar
garam total atau kekuatan ionik serta oleh pH fase gerak. Kenaikan kadar garam dalam fase
gerak menurunkan retensi solut. Hal ini disebabkan oleh penurunan kemampuan ion sampel
bersaing dengan ion fase gerak untuk gugus penukar ion pada resin.
4) Kromatografi Pasangan ion
Kromatografi pasangan ion juga dapat digunakan untuk pemisahan sampel-sampel
ionik dan mengatasi masalah-masalah yang melekat pada metode penukaran ion. Sampel
ionik ditutup dengan ion yang mempunyai muatan yang berlawanan.
5) Kromatografi Eksklusi Ukuran
Kromatografi ini disebut juga dengan kromatografi permiasi gel dan dapat
digunakan untuk memisahkan atau menganalisis senyawa dengan berat molekul > 2000
dalton. Fase diam yang digunakan dapat berupa silika atau polimer yang bersifat porus
sehingga solut dapat melewati porus (lewat diantara partikel), atau berdifusi lewat fase
diam. Molekul solut yang mempunyai BM yang jauh lebih besar, akan terelusi terlebih
dahulu, kemudian molekul-molekul yang ukuran medium, dan terakhir adalah molekul yang
jauh lebih kecil. Hal ini disebabkan solut dengan BM yang besar tidak melewati porus, akan
tetapi lewat diantara partikel fase diam. Dengan demikian, dalam pemisahan dengan
eksklusi ukuran ini tidak terjadi interaksi kimia antara solut dan fase diam seperti tipe
kromatografi yang lain
6) Kromatografi Afinitas
Dalam kasus ini, pemisahan terjadi karena interaksi-interaksi biokimiawi yang
sangat spesifik. Fase diam mengandung gugus-gugus molekul yang hanya dapat menyerap
sampel jika ada kondisi-kondisi yang terkait dengan muatan dan sterik tertentu pada sampel
yang sesuai (sebagaimana dalam interaksi antara antigen dan antibodi).
Kromatografi jenis ini dapat digunakan untuk mengisolasi protein (enzim) dari campuran
yang sangat kompleks.
Prinsip kerja
Pada dasarnya prinsip kerja HPLC sama dengan kromatografi lapis tipis dan
kromatografi kolom, yang membedakan adalah fasa diam yang digunakan pada HPLC
memiliki ukuran yang lebih kecil sehingga luas permukaan besar sehingga keseimbangan
antar fasa menjadi lebih baik dan efisien.
Pada HPLC tekanan yang tinggi menyebabkan fasa gerak dapat bergerak lebih cepat
sehingga difusi menjadi sekecil-kecilnya. Ukuran butir kecil pada fasa diam dan tekanan
yang tinggi pada fasa gerak pada kromatografi kolom cair secara teori akan menghasilkan
pemisahan yang sebaik-baiknya.
Injeksisampel
Injeksi sample seluruhnya dilakukan secara otomatis sehingga tidak bisa mengetahui
yang terjadi pada keadaan tingkat dasar. Karena proses ini meliputi tekanan, tidak sama
halnya dengan kromatografi gas.
Waktu retensi
Waktu yang dibutuhkan oleh senyawa untuk bergerak melalui kolom menuju detektor
disebut sebagai waktu retensi.Waktu retensi diukur berdasarkan waktu dimana sampel
diinjeksikan sampai sampel menunjukkan ketinggian puncak yang maksimum dari senyawa
itu. Senyawa-senyawa yang berbeda memiliki waktu retensi yang berbeda pula. Untuk
beberapa senyawa, waktu retensi akan sangat bervariasi dan bergantung pada:
tekanan yang digunakan (karena itu akan berpengaruh pada laju alir dari pelarut)
kondisi dari fase diam (tidak hanya terbuat dari material apa, tetapi juga pada ukuran
partikel)
komposisi yang tepat dari pelarut
temperatur pada kolom
Detektor
Ada beberapa cara untuk mendeteksi substansi yang telah melewati kolom. Metode
umum yang mudah dipakai untuk menjelaskan yaitu penggunaan serapan ultraviolet.Banyak senyawa-senyawa organik menyerap sinar UV dari beberapa panjang
gelombang Jumlah cahaya yang diserap akan bergantung pada jumlah senyawa
tertentu yang melewati melalui berkas pada waktu itu.
Area yang berada dibawah puncak sebanding dengan jumlah X yang melalui
detektor, dan area ini dapat dihitung secara otomatis melalui layar komputer.Area dihitung
sebagai bagian yang berwarna hijau dalam gambar (sangat sederhana).
10
3. Ketelitian
Berdasarkan uji ketelitian diperoleh nilai koevisien variasi (KV) = 0,31 %.
Menurut (Snyder, K, & G, 1997), nilai KV yang dapat diterima adalah
2%. Dengan nilai KV yang memenuhi persyaratan menunjukkan bahwa
ketelitian metode ini dikatakan baik sehingga keterulangan hasil
pengukuran dapat dipercaya.
4. Ketepatan
Hasil uji ketepatan denganpenentuan perolehan kembali(recovery)
diperoleh nilai perolehan kembali yang tidak berada pada rentang yang
diharapkan sehingga menunjukkan bahwa metode analisis penetapan kadar
siklamat secara KCKT ini belum mampu memberikan hasil yang akurat
karena tidak memberikan % recovery yang dapat diterima (80% - 120%).
Hal tersebut kemungkinan disebabkan karena adanya kesalahan sistematik
yang berkontribusi terhadap ketepatan hasil analisis.Suatu metode
mempunyai ketepatan yang baik apabila nilai perolehan kembali berkisar
antara 80-120% (Gunawan, 1994).
Penetapan Kadar Siklamat dalam Sampel agar-agarAnalisis kualitatif
terhadap siklamat dengan metode KCKT dilakukan untuk mengidentifikasi
kebaradaan siklamat dalam sampel agar-agar sebelum dilakukan penetapan
kadarnya. Identifikasi adanya siklamat dilakukan dengan membandingkan
waktu retensi puncak baku siklamat dan puncak dari sampel. Waktu retensi
adalah selang waktu yang diperlukan oleh linarut (solut) mulai saat injeksi
sampai keluar dari kolom dan sinyalnya ditangkap oleh detektor(Mulya &
Suharman, 1995).
12
Batas Deteksi
Batas deteksi didefinisikan sebagai kadar analit terendah yang
dapat menghasilkan signal sebesar signal blanko ditambah tiga kali
simpang bakunya. Pengukuran batas deteksi dengan menggunakan
detektor indeks bias untuk glukosa dan fruktosa masing-masing
sebesar 0,104 % dan 0,136 %. Ini berarti bahwa kadar glukosa
terendah yang dapat dideteksi oleh alat KCKT yang digunakan
adalah sebesar 0,104 %. Sedangkan untuk fruktosa, kadar terendah
yang dapat dideteksi oleh alat KCKT adalah 0,136 %.
d. Analisis Kadar Glukosa dan Fruktosa Pada Sampel Madu
Perlakuan Sampel
Sampel madu yaitu madu kelengkeng dan madu randu dipipet
sebanyak 0,5 mL. Sampel diencerkan sampai volumenya 50 mL.
Sampel disentrifugasi selama 30 menit. Tujuan dari sentrifugasi
adalah untuk memisahkan komponen yang larut dalam air dengan
yang tidak larut dalam air. Hasil dari sentrifugasi adalah
terbentuknya dua lapisan. Lapisan atas diambil dan dilakukan
penyaringan dengan kertas saring 0,45 m. Filtrat hasil
penyaringan kemudian diambil 20L dan disuntikkan ke alat
KCKT.
Pola Kromatogram Sampel
Kromatogram-kromatogram sampel madu mempunyai pola yang
sederhana. Pada kondisi kromatografi yang digunakan, senyawa
standar glukosa dan fruktosa keluar sebagai puncak dengan waktu
retensi masing-masing 6,212 menit dan 7,793 menit. Berdasarkan
pola kromatogram sampel yang dianalisis, terlihat bahwa
pemisahan glukosa dan fruktosa dalam sampel madu dapat
dilakukan dengan baik. Pada kromatogram juga terlihat adanya
komponen-komponen lain yang kemungkinan merupakan
sakarida-sakarida lain yang juga menyusun madu seperti sukrosa,
17
dapat memenuhi ketentuan SII. Ini disebabkan karena jika proses penyimpanan madu
cukup lama, maka sukrosa yang terdapat pada madu akan mengalami peruraian
membentuk glukosa dan fruktosa.Penelitian yang dilakukan oleh (Dira, 1995),
menunjukkan bahwa kadar total glukosa dan fruktosa pada madu diperoleh sekitar 79
%, dimana kadar fruktosa lebih besar daripada kadar glukosa. Penelitian tersebut juga
melihat kadar sukrosa dari masing-masing sampel. Namun, kadar sukrosa jauh lebih
rendah daripada glukosa dan fruktosa. Pada beberapa madu yang diduga palsu, ternyata
kadar sukrosa lebih tinggi daripada kadar glukosa dan fruktosa.
19
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat
disimpulkan sebagai berikut :
1. Pemisahan dan analisis kadar glukosa dan fruktosa pada madu randu dan madu
kelengkeng dapat dilakukan menggunakan teknik KCKT. Kolom yang
digunakan adalah kolom metacarb 87C dengan eluen air deionisasi. Kondisi
operasional yang terbaik diperoleh pada suhu kolom 80C dan laju alir 1
mL/menit dengan menggunakan detektor indeks bias.
2. Kadar glukosa pada madu randu adalah sebesar 27,31 % dan pada madu
kelengkeng sebesar 28,09 %. Sedangkan kadar fruktosa pada madu randu
sebesar 40,99 % dan pada madu kelengkeng sebesar 40,03 %.
3. Kadar glukosa dan fruktosa dari tiap-tiap sampel madu telah memenuhi syarat
mutu madu nasional (SII) dimana kadar gula pereduksi total pada madu randu
sebesar 68,12 % dan pada madu kelengkeng sebesar 68,12 %.
4. Berdasarkan hasil penelitian dengan menggunakan metode KCKT pada sampel
agar-agar yang beredar di Pasar Wage Purwokerto maka disimpulkan bahwa di
dalam sampel yang diteliti mengandung siklamat dengan kadar rata-rata 1,99
mg/mL.
20
DAFTAR PUSTAKA
Adnan. (1997). Teknik Kromatografi untuk Analisis Bahan Makanan. Yogyakarta: Andi.
Cahyadi. (2006). Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. Jakarta: Bumi Aksara.
Day, R. A., & Underwood, A. L. (1993). Quantitative Analysis. New Delhi: Prantice-Hall of India
Private Limited.
Dira, S. I. (1995). , Kromatografi Cair Kinerja Tinggi Beberapa Senyawa Mono- dan Disakarida Serta
Penerapannya Untuk Analis Madu dan Bahan Jenis Lainnya. Bandung: Universitas
Padjajaran.
Donatus, L. A. (1990). Toksikologi Pangan (ke 1 ed.). Yogyakarta: Lab.Farmakologi dan Toksikologi
Fakultas Farmasi UGM.
Gunawan, I. A. (1994). Metode Validasi Pada Analisis Kimia, Pendidikan Kelanjutan Apoteker.
Surabaya: Fakultas Farmasi Universitas Airlangga.
Mulya, M., & Suharman. (1995). Analisis Instrumental. Surabaya: Airlangga University Press.
Nur, M., A, J. H., & Kosasih. (1992). Teknik Laboratorium. Bogor: IPB.
Purbaya, J. (2002). Mengenal dan Memanfaatkan Khasiat Madu Alami . Bandung: Ponir Jaya.
Sarwono. (2001). Kiat Mengatasi Permasalahan Praktis Lebah Madu. Tangerang: Agromedia Pustaka.
Snyder, L., K, J., & G, J. (1997). Practical HPLC Method Development Second Edition. New York
USA: John and Wiley & Sons.
Winarno, F. G. (1982). Madu Teknologi, Khasiat dan Analisa. Bogor: Ghalia Indonesia.
21