Anda di halaman 1dari 46

BAB VI

PERENCANAAN KONSTRUKSI

6.1

TINJAUAN UMUM
Dalam perencanaan konstruksi pada Embung Solok Selatan ini dibatasi

pada perencanaan tubuh embung, stabilitas embung, dan bangunan pelengkap


seperti bangunan pelimpah.
6.2

PENENTUAN TINGGI JAGAAN


Tinggi jagaan adalah jarak bebas antara mercu embung dengan permukaan

air maksimum rencana. Tinggi jagaan dapat dihitung dengan menggunakan


persamaan sebagai berikut :
H f h (h w atau

Hf h w

he
) ha hi
2

he
ha hi
2

Dengan :
Hf

= Tinggi jagaan (m)

= tinggi ombak akibat timbulnya banjir abnormal (m)

he

= tinggi jagaan ombak akibat gempa (m)

ha

= tinggi kemungkinan permukaan air, apabila terjadi kemacetan pada


pintu bangunan pelimpah (m)

hw

= tinggi jagaan ombak yang disebabkan oleh angin (m)

hi

= tinggi tambahan yang didasarkan pada tingkat urgensi embung (m).

Gambar 6.1 Tinggi Jagaan (Free Board)


6.7.1

Tinggi Ombak Akibat Timbulnya Banjir Abnormal (H)


Dihitung berdasarkan persamaan sebagai berikut :

2 Q0
h

3 Q 1 A h
Q

Dimana :
Q0

= Debit banjir rencana (m3/det)

= kapasitas rencana (m3/det)

= 0,2 untuk bangunan pelimpah terbuka, 0,1 untuk bangunan pelimpah


tertutup

= kedalaman pelimpah rencana (m)

= luas permukaan air pada elevasi banjir rencana (km2)

Untuk perhitungan digunakan data-data sebagai berikut :


Qinflow = 165,993 m3/det
Qoutflow = 83,775 m3/det

= 0,2 untuk bangunan pelimpah terbuka

= 1,53 m

= 0,0092 km2

Tinggi kenaikan air yang disebabkan oleh banjir abnormal (h) adalah,

2 Q0
h

3 Q 1 A h
Q
2 0,2 165,993
1,53

0,0092 1,53
3
83,775
1
83,775

h 0,4038 m

6.7.2

Tinggi Ombak yang Disebabkan oleh Angin (hw)


Tinggi ombak yang disebabkan oleh angin ini perhitungannya sangat di

pengaruhi oleh panjangnya lintasan ombak (F) dan kecepatan angin diatas
permukaan embung. Panjang lintasan ombak yang dipakai adalah Fetch Effective
sebesar 63,195 m dapat dilihat pada Gambar 6.2. Kecepatan angin adalah 30
m/det. Perhitungan tinggi ombak (hw) ini menggunakan grafik metode SMB yang
dikombinasikan dengan metode saville dengan kemiringan hulu adalah 1 : 2,5.
Tinggi jangkauan ombak (hw) yang didapat adalah 0,12 m.

Gambar 6.2 Panjang Lintasan Ombak Efektif

Perhitungan Fetch Effective rata-rata digunakan persamaan berikut (Triatmodjo,


1996) :
Feff

X Cos
Cos

Dimana :
Feff

= Fetch rerata efektif

= panjang Fetch yang diukur dari titik observasi gelombang ke ujung akhir
Fetch

= deviasi pada kedua sisi dari arah angin, dengan mengggunakan


pertambahan 60 sampai sudut sebesar 840 pada kedua sisi dari
arah mata angin.

Tabel 6.1 Perhitungan Fetch Effective


(o)

cos

X (m)

X cos

48
42
36
30
24
18
12
6
0
6
12
18
24
30
36
42
48
54
60
66
72
78
84
Jumlah

0,6691
0,7431
0,8090
0,8660
0,9135
0,9511
0,9781
0,9945
1,0000
0,9945
0,9781
0,9511
0,9135
0,8660
0,8090
0,7431
0,6691
0,5878
0,5000
0,4067
0,3090
0,2079
0,1045
16,9652

44,3772
45,0455
45,038
45,6235
47,8316
52,7566
57,5824
70,5956
78,1684
85,0875
116,0156
73,8222
73,8516
73,4472
69,4119
60,6252
54,256
49,5996
47,2531
44,4143
43,0689
42,6504
43,0541

29,694
33,475
36,437
39,511
43,696
50,175
56,324
70,209
78,168
84,621
113,480
70,209
67,467
63,607
56,155
45,053
36,304
29,154
23,627
18,065
13,309
8,868
4,500
1072,11

(Sumber : Perhitungan)
Berdasarkan Tabel 6.1 diatas maka diperoleh :
X Cos

Cos

= 1072,11
= 16,9652

Sehingga,
Feff

X Cos
Cos

Feff

1072,11
16,9652

Feff 63,1948 m

Setelah didapatkan nilai Feff maka tinggi ambang (hw) dapat dicari dengan grafik
pada Gambar 6.3 dibawah ini. Dengan kemiringan hulu 1 : 2,5, dan kecepatan
angin 30 m/s.

Gambar 6.3 Grafik Perhitungan Metode SMB


(Sumber : Sosrodarsono, 1989)
Maka berdasarkan perhitungan metode SMB dan Grafik 6.3 diatas didapatkan
nilai tinggi ambang (hw) sebesar 0,12 m.

6.7.3 Tinggi Ombak yang Disebabkan oleh Gempa (he)


1. Koefisien Zona Gempa

Gambar 6.4 Peta Zona Gempa Indonesia


Berdasarkan Peta Zona Gempa Indonesia pada Gambar 6.4, Daerah Solok
Selatan termasuk dalam zona D dengan koefisien gempa (Z) adalah 1,2.
2. Percepatan Dasar Gempa
Tabel 6.2 Tabel Percepatan Dasar Gempa
Periode Ulang (Tahun)
10
20
50
100
200
500
1000
5000
10000

Percepatan Dasar Gempa (AC) cm/s2


98,42
119,62
151,72
181,21
215,81
271,35
322,35
482,80
564,54

(Sumber : DHV Consultant 1991)


Berdasarkan Tabel 6.2 diatas didapatkan Percepatan Dasar Gempa (AC) sesuai
dengan rencana periode ulang 50 Tahun adalah 151,72 cm/s2
3. Faktor Koreksi
Tabel 6.3 Faktor Koreksi
Tipe Batuan
Rock Foundation
Diluvium (Rock Fill Dam)
Aluvium
Soft Aluvum

(Sumber : DHV Consultant 1991)

Faktor
0,9
1
1,1
1,2

Berdasarkan Tabel 6.3 diatas faktor koreksi didapat adalah 1, dengan Tipe
batuan diluvium.
Maka didapatkan data sebagai berikut :
Z

= 1,2

Ac

= 151,72 cm/det2

=1

= 980 cm/det2

Perhitungan intensitas seismis Horizontal dihitung dengan persamaan berikut :


e Z Ac

V
g

e 1,2 151,72

1,0
980

e 0,186

Tinggi Ombak disebabkan oleh gempa (he) adalah sebagai berikut :


he

e
g h0

Dengan :
e

= Intensitas seismis horizontal

= siklus seismis (1 detik)

h0

= kedalaman air di dalam embung


= Elv. HWL Elv. Dasar Kolam
= (+ 805,53) (+ 795,03)
= + 10,5 (MSL)

he

e
g h0

he

0,186 1
9,81 10,5

h e 0,6 m

Jadi puncak ombak diatas permukaan air rata-rata adalah he/2 = 0,3 m
6.7.4

Kenaikan

Permukaan

Air

Embung

yang

Disebabkan

oleh

Ketidaknormalan Operasi Pintu Bangunan (ha)


Karena embung di Solok Selatan ini direncanakan dengan pelimpah tanpa
pintu (over Flow), maka kenaikan air akibat kemacetan pintu pelimpah sama
dengan 0. Maka diambil ha = 0,5 m (Sosrodarsono,1981).
6.7.5

Angka Tambahan Tinggi Jagaan yang didasarkan pada Tipe


Bendungan (hi)
Dalam perencanaan Embung Solok Selatan ini direncanakan dengan

bendungan tipe urugan dengan tambahan tinggi jagaan 0,5 m.


Berdasarkan data pada perhitungan sebelumnya didapatkan :
h
= 0,264 m
hw

= 0,13 m.

he/2

= 0,3 m

ha

= 0,5 m

hi

= 0,5

Maka tinggi jagaan dapat ditentukan, yang hasilnya adalah sebagai berikut :
Hf1

+ h w + ha

= 0,4038 + 0,13 + 0,5


= 1,034 m
Hf2

+ he/2 + ha + hi

= 0,4038 + 0,3 + 0,5 + 0,5


= 1,704 m
Hf3

= hw + he/2 + ha
= 0,13 + 0,3 + 0,5
= 0,930 m

The Japanese National Comitte on Large Dams (JANCOLD) telah


menyusun standar minimal tinggi ruang bebas seperti Tabel 6.4. Di dalam standar
ini maka yang diambil sebagai permukaan air tertinggi.
Tabel 6.4 Standar Ruang Bebas Menurut JANCOLD
No
1
2
3

Tinggi Bendungan (m)


< 50
50 100
> 100

Beton
1m
2m
2,50 m

Urugan
2m
3m
3,5 m

(Soedibyo, 1993)
Berdasarkan Tabel 6.4 diatas di ambil tinggi ruang bebas 2 m untuk
embung tipe urugan karena tinggi embung tidak lebih dari 50 m. Dari ke empat
cara tersebut (Hf1, Hf2, Hf3, dan Tabel). Lalu diambil salah satu nilai yang terbesar
sebagai tinggi ruang bebas. Maka diambil Hf berdasarkan Tabel 6.4 Sandar Ruang
Bebas Menurut JANCOLD adalah 2 m.
6.3

TINGGI EMBUNG
Besarnya tinggi tubuh embung sangat dipengaruhi oleh besarnya masing-

masing tampungan yang ada. Tampungan tersebut adalah :


Tampungan Banjir (Flood Storage), yaitu merupakan tampungan debit banjir dan
tinggi jagaan. Dari hasil Flood Routing didapat elevasi muka air banjir (MAB)
adalah + 105,53 m dpl.
Maka tinggi embung

= Elv. MAB Elv. Dasar Kolam + Tinggi Jagaan


= (+ 805,53) (+ 795,03) + 2
= 12,499 m

Maka, Tinggi embung berada pada elevasi = Elv. Dasar Kolam + Tinggi Embung
= (+ 795,03) + 12,499
= + 807,60 m

Gambar 6.5 Tinggi Tampungan Pada Embung Solok Selatan


6.4

LEBAR MERCU EMBUNG


Lebar mercu embung yang memadai diperlukan agar mercu embung dapat

bertahan terhadap hempasan ombak diatas permukaan lereng yang berdekatan


dengan mercu tersebut dan dapat bertahan terhadap aliran filtrasi yang melalui
bagian mercu tubuh embung yang bersangkutan. Disamping itu, pada penentuan
lebar mercu perlu diperhatikan kegunaannya sebagai jalan eksploitasi dan
pemeliharaan.
Untuk memperoleh lebar minimum mercu embung, dihitung dengan
menggunakan rumus sebagai berikut :
B 360 (H) 1/3 3

Dengan :
B

= Lebar puncak Embung (m)

= Tinggi Embung (m) = 12,499 m

Maka lebar mercu embung adalah :


B 360 (H) 1/3 3
B 360 (12,499)1/3 3

B 5,355 m

6m
6.5

PANJANG DASAR EMBUNG

Panjang tubuh mercu embung yang dimaksud adalah seluruh panjang


mercu embung yang membentang dari ujung kiri sampai dengan ujung kanan
tebing termasuk dengan gaIian yang masuk ke masing-masing ujung tebing, dan
apabila bangunan pelimpah ataupun penyadap terdapat pada bagian dari mercu
embung maka lebar bangunan-bangunan tersebut juga diperhitungkan sebagai
panjang embung sehingga panjang mercu utama 75 meter.
6.6

KEMIRINGAN TUBUH EMBUNG


Kemiringan lereng tanggul adalah perbandingan antara panjang garis

vertikal yang melalui puncak dengan panjang garis horizontal yang melalui tumit
masing masing. Dari data teknis yang ada, kemiringan Embung ini direncanakan :
Kemiringan lereng hulu (m) = 1 : 2,25
Kemiringan lereng hilir (n) = 1 : 2
Tabel 6.5 Kemiringan Tanggul
Material Timbunan
Homogen Well Graded
Homogen Course Silt
Homogen Sity Clay
a. H < 15 m
b. H > 15 m
Sand atau Sand Gr avel

Slope
Hulu
1 : 2,5
1 : 3,0

Slope Hilir
1:2
1 : 2,25

1 : 2,5
1:3
1 : 2,25

1 : 2,5
1:3
1:2

(Sumber : Suyono Sosrodarsono, 1981)


Dari data tanah yang ada, diketahui bahwa jenis tanah di sekitar Embung adalah
Sand atau Sand Gravel sehingga kemiringan hulu diambil 1 : 2,25,0 dan hilir 1 : 2.
6.7
6.7.1

PERHITUNGAN STABILITAS EMBUNG


Stabilitas Embung Terhadap Aliran Filtrasi
Stabilitas lereng embung terhadap rembesan ditinjau dengan cara sebagai

berikut :
1. Formasi Garis Depresi Tubuh Embung Kondisi Tanpa Menggunakan Chimney
Diketahui :
h = 10,50 m
l1 = 23,63 m
l2 = 35,5 m

= 42,589 m

Gambar 6.6 Sket Depresi Tubuh Embung Tanpa Menggunakan Chimney


Persamaan parabola Seepage Line :
Y0 h 2 d 2 d
Y0 10,5 2 42,589 2 42,589

Y0 1,275 m
A0

Y0 1,275

0,637 m
2
2

Maka garis parabola bentuk dasar dapat diperoleh dengan persamaan berikut :
Y 2 Y0 X Y0

Y 2 1,275 X 1,275 2

Dengan memasukkan nilai - nilai X pada persamaan tersebut diperoleh nilai


kurva
Seepage seperti pada tabel berikut :
Tabel 6.6 Perhitungan Harga X dan Y
X
-0,6374607

Y
0

X
41

Y
10,3038

0
1
2
3

1,2749
2,0433
2,5933
3,0455

42
43
44
45

10,4268
10,5484
10,6686
10,7874

Tabel 6.6 Lanjutan Perhitungan Harga X dan Y


X
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34

Y
3,4387
3,7914
4,1139
4,4130
4,6930
4,9572
5,2081
5,4474
5,6766
5,8969
6,1093
6,3145
6,5133
6,7062
6,8937
7,0762
7,2541
7,4278
7,5975
7,7635
7,9260
8,0853
8,2414
8,3947
8,5452
8,6932
8,8386
8,9817
9,1225
9,2612
9,3979

X
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64
65
66
67
68
69
70
71
72
73
74
75
76

Y
10,9050
11,0213
11,1363
11,2502
11,3630
11,4746
11,5852
11,6947
11,8033
11,9108
12,0173
12,1230
12,2277
12,3315
12,4345
12,5366
12,6379
12,7383
12,8380
12,9370
13,0351
13,1326
13,2293
13,3253
13,4207
13,5153
13,6093
13,7027
13,7954
13,8875
13,9790

35
36
37
38
39
40

9,5326
9,6654
9,7964
9,9257
10,053
10,179

77
78
79
80
81
82

14,0699
14,1603
14,2500
14,3392
14,4278
14,5159

(Sumber : Perhitungan)

Permukaan aliran keluar untuk

d
d
a

cos
cos

Sin

42,689
42,589

a

cos 27
cos 27

= 27o (< 30o) adalah :


2

10,5

Sin 27

a 5,966 m
a a

Y0
1 Cos

5,966 a

1,275
1 Cos 27

a 5,7308 m
a a 11,697 m

2. Formasi Garis Depresi Tubuh Embung Menggunakan Drainase Kaki


Diketahui :
h = 10,50 m
l1 = 23,63 m
l2 = 25,5 m
d = 32,589 m

Gambar 6.7 Sket Depresi Tubuh Embung dengan Drainase Kaki


Persamaan parabola Seepage Line :
Y0 h 2 d 2 d

Y0 10,5 2 32,589 2 32,589

Y0 1,649 m

Maka garis parabola bentuk dasar dapat diperoleh dengan persamaan berikut :
Y 2 Y0 X Y0

Y 2 1,649 X 1,649 2

Dengan memasukkan nilai - nilai X pada persamaan tersebut diperoleh nilai


kurva
Seepage seperti pada tabel berikut :
Tabel 6.7 Perhitungan Harga X dan Y dengan Drainase Kaki
X
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14

Y
1,6493
2,4534
3,0525
3,5519
3,9894
4,3833
4,7447
5,0805
5,3953
5,6928
5,9755
6,2455
6,5042
6,7530
6,9930

X
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55

Y
11,7459
11,8855
12,0234
12,1598
12,2947
12,4282
12,5602
12,6908
12,8201
12,9481
13,0749
13,2004
13,3248
13,4480
13,5701

15
16
17
18
19
20

7,2250
7,4498
7,6680
7,8801
8,0867
8,2882

56
57
58
59
60
61

13,6911
13,8110
13,9299
14,0478
14,1648
14,2807

Tabel 6.7 Lanjutan Perhitungan Harga X dan Y dengan Drainase Kaki


X
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40

Y
8,4848
8,6770
8,8651
9,0492
9,2297
9,4067
9,5804
9,7511
9,9188
10,0837
10,2459
10,4057
10,5630
10,7180
10,8708
11,0215
11,1701
11,3168
11,4616
11,6046

X
62
63
64
65
66
67
68
69
70
71
72
73
74
75
76
77
78
79
80
81

Y
14,3958
14,5099
14,6231
14,7355
14,8470
14,9576
15,0675
15,1766
15,2849
15,3924
15,4992
15,6052
15,7106
15,8152
15,9191
16,0224
16,1250
16,2270
16,3283
16,4290

(Sumber : Perhitungan)

Permukaan aliran keluar untuk


Cos = -0,559
a a

Y0
1 Cos

a a

1,649
1 (0,559)

a a 1,0578

= 124o (> 30o) adalah :

Permukaan aliran keluar ,

= 124, maka nilai C = a / (a + a) dapat dicari

dengan gambar di bawah ini :

Gambar 6.8 Hubungan Antara Sudut Bidang Singgung

dengan C

Berdasarkan Tabel 6.8 nilai C didapat 0,189


C = a / (a + a)
0,189 = a / 1,0578
a = 0,2 m
Substitusikan a = 0,2 ke ( a + a ) = 1,0578
( a + a ) = 1,0578
a

= 0,858 m

3. Jaringan Trayektori Aliran Filtrasi (Seepage Flow Net)


Kapasitas aliran filtrasi asumsi Kh = Kv
Dengan menggunakan persamaan jaringan trayektori aliran sebagai berikut :
Nf
Qf
k hL
Ne
Dengan :
Qf = kapasitas aliran filtrasi (kapasitas rembesan)
Nf = angka pembagi dari garis trayektori aliran filtrasi
Ne = angka pembagi dari garis equipotensial
k
= koefisien filtrasi

h
L

= tinggi tekanan air total


= panjang profil melintang tubuh embung

Dari data yang ada di dapat :


Nf

=3

(Asumsi)

Ne

= 10

(Asumsi)

= 5 . 10-8

(Asumsi)

= 10,5 m

= 59,13 m

Qf

3
5 10 8 10,5 59,13
10

Q f 9 10 6

Syarat Q lebih kecil dari 2% Q outflow rata-rata embung


Q Outflow

= 83,7748 m3/det

2 % Q Outflow

= 1,68 m3/det

Maka, Qf < 2% Qoutflow (Aman)


6.7.2

Stabilitas Embung Terhadap Longsor


Stabilitas lereng embung ditinjau dalam tiga keadaan yaitu pada saat air

embung mencapai elevasi penuh, pada saat embung baru selesai dibangun dan
sebelum dialiri air dan pada saat air embung mengalami penurunan mendadak.
Data Teknis :
Tinggi Embung (H)

= 12,5 m

Lebar Mercu (B)

=6m

Kemiringan Hulu

= 1 : 1,25

Kemiringan Hilir

=1:2

Elv. MAB

= + 805,53

Tinggi Air

= 10,50 m

Kondisi perencanaan teknis material urugan sebagai dasar perhitungan :

Tabel 6.8 Data Mekanika Tanah di Lokasi Perencanaan Embung Solok Selatan
Kekuatan Geser
Tubuh
Embung

C
(kg/cm2)

0,07

20,049

timbunan dalam beberapa kondisi


Kering
d
1,28

Basah
b
1,83

Jenuh
sat
1,963

Air
w
1

'
sat - w
0,963

Intensitas
Seismis
Horizontal
e
0,186

Metode analisis stabilitas lereng untuk embung tipe tanah urugan (earth
fill type dam) dan timbunan batu (rock fill type dam) didasarkan pada bidang
longsor bentuk lingkaran. Faktor keamanan dari kemungkinan terjadinya
longsoran dapat diperoleh dengan menggunakan rumus keseimbangan sebagai
berikut (Sosrodarsono, 1981) :

Fs

Fs

Cl (N U Ne) Tan

(T Te)
Cl ( A Cos - e Sin - V) Tan
A(Sin e Coso

Dengan :
Fs = Faktor keamanan
N

= beban komponen vertikal yang timbul dari berat setiap irisan bidang luncur

= A Cos

= beban komponen tangensial yang timbul dari berat setiap irisan bidang

luncur = A Sin

= tekanan air pori yang bekerja pada setiap irisan bidang luncur

Ne = komponen vertikal beban seismic yang bekerja pada setiap irisan bidang

luncur = e A Sin
Te = komponen tangensial beban seismic yang bekerja pada setiap irisan bidang

luncur = e A Cos

= sudut gesekan dalam bahan yang membentuk dasar setiap irisan bidang
Luncur

= angka kohesi bahan yang membentuk dasar setiap irisan bidang luncur

= lebar setiap irisan bidang luncur

= intensitas seismis horisontal

= berat isi dari setiap bahan pembentuk irisan bidang luncur

= luas dari setiap bahan pembentuk irisan bidang luncur

= sudut kemiringan rata-rata dasar setiap irisan bidang luncur

= tekanan air pori.

Stabilitas embung terhadap longsor dilihat pada keadaan 3 kondisi yaitu :


1. Pada Saat Embung Baru Selesai Dibangun (Belum Terisi Air)
Dalam kondisi ini, stabilitas lereng yang ditinjau adalah lereng sebelah hulu
dan hilir.Tanah timbunan masih mengandung air pada saat proses pemadatan
timbunan. Hasil perhitungan dapat dilihat pada Tabel 6.9 dan Gambar 6.9,
serta Tabel 6.10 dan Gambar 6.10.
2. Pada Saat Air Embung Mencapai Elevasi Penuh
Dalam kondisi ini, stabilitas lereng yang ditinjau adalah sebelah hilir. Hasil
perhitungannya dapat dilihat pada Tabel 6.11 dan Gambar 6.11.
3. Pada Saat Embung Mengalami Penurunan Air Mendadak (Rapid Down)
Dalam kondisi ini stabilitas lereng yang ditinjau adalah lereng sebelah hulu.
Tanah timbunan masih mengandung air yang sangat lambat merembes keluar
dan masih membasahi timbunan. Hasil perhitungannya dapat dilihat pada
Tabel 6.12 dan Gambar 6.12.

Stabilitas embung terhadap longsor yang dimaksud adalah sebagai berikut :


1. Pada Saat Embung Baru Selesai Dibangun (Belum Terisi Air)

Gambar 6.9 Sliding Metode Irisan Bidang Luncur, Kondisi Selesai Dibangun Pada Bagian Hulu

Tabel 6.9 Perhitungan Sliding Metode Irisan Bidang Luncur, Kondisi Selesai Dibangun Pada Bagian Hulu
Irisan

A (m )

W
(t/m)

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

(8)

(9)

7,15

1,28

9,177

57

0,839

0,545

7,697

4,998

17,77

1,28

22,807

44

0,695

0,719

15,843

16,406

23,16

1,28

29,719

35

0,574

0,819

17,046

24,344

24,40

1,28

31,311

26

0,438

0,899

13,726

28,142

24,04

1,28

30,849

18

0,309

0,951

9,533

29,340

22,33

1,28

28,666

10

0,174

0,985

4,978

28,230

19,42

1,28

24,930

0,999

1,305

24,896

15,36

1,28

19,713

-5

0,996

-1,718

19,638

10,13

1,28

13,004

-12

0,978

-2,704

12,720

10

3,67

1,28

4,714

-20

0,052
0,087
0,208
0,342

0,940

-1,612

4,429

Jumlah

Sin

Cos

T = W. Sin

N = W. Cos

Tan
(10)
0,36
5
0,36
5
0,36
5
0,36
5
0,36
5
0,36
5
0,36
5
0,36
5
0,36
5
0,36
5
3,64
9

64,094

193,144

Ne = e. W. Sin

Te = e. W. Cos

CL

(11)

(12)

(13)

(14)

1,428

0,928

2,940

3,045

3,164

4,518

2,547

5,223

1,769

5,445

29,73
5

2,0814
5

0,924

5,239

0,242

4,620

-0,319

3,645

-0,502

2,361

-0,299

0,822
29,73
5

2,0814
5

11,895

(Sumber : Perhitungan)
Maka, Faktor keamanan tubuh embung pada kondisi selesai dibangun (Hulu) adalah sebagai berikut :

35,846

Fs

Fs

Cl (N U Ne) Tan

(T Te)

2,08146 (193,144 0 11,895) 3,649


(64,094 35,846)

Fs 6,64

> 1,2 (AMAN)

Gambar 6.10 Sliding Metode Irisan Bidang Luncur, Kondisi Selesai Dibangun Pada Bagian Hilir
Tabel 6.10 Perhitungan Sliding Metode Irisan Bidang Luncur, Kondisi Selesai Dibangun Pada Bagian Hilir

Irisan

A (m2)

W (t/m)

Sin

Cos

T = W. Sin

N = W. Cos

Tan

Ne = e. W. Sin

Te = e. W. Cos

CL

(1)
1
2
3
4
5
6
7
8
9

(2)
6,89
17,32
22,05
22,51
21,33
18,76
14,93
9,88
3,59

(3)
1,28
1,28
1,28
1,28
1,28
1,28
1,28
1,28
1,28

(4)
8,846
22,231
28,303
28,885
27,374
24,081
19,164
12,680
4,603
Jumlah

(5)
49
37
28
20
12
5
-2
-9
-16

(6)
0,755
0,602
0,469
0,342
0,208
0,087
-0,035
-0,156
-0,276

(7)
0,656
0,799
0,883
0,940
0,978
0,996
0,999
0,988
0,961

(8)
6,676
13,379
13,288
9,879
5,691
2,099
-0,669
-1,984
-1,269
47,091

(9)
5,803
17,755
24,990
27,143
26,776
23,990
19,152
12,524
4,425
162,558

(10)
0,365
0,365
0,365
0,365
0,365
0,365
0,365
0,365
0,365
3,284

(11)
1,239
2,483
2,466
1,834
1,056
0,390
-0,124
-0,368
-0,235
8,740

(12)
1,077
3,295
4,638
5,038
4,969
4,452
3,554
2,324
0,821
30,169

(13)

(14)

27,495

1,92465

27,495

1,92465

(Sumber : Perhitungan)
Maka, Faktor keamanan tubuh embung pada kondisi selesai dibangun (Hulu) adalah sebagai berikut :
Fs

Fs

Cl (N U Ne) Tan

(T Te)

1,9247 (162,558 0 8,740) 3,284


(47,091 30,169)

Fs 6,56

> 1,2 (AMAN)

2. Pada Saat Air Embung Mencapai Elevasi Penuh

Gambar 6.11 Sliding Metode Irisan Bidang Luncur, Kondisi Air Embung Mencapai Elevasi Penuh Bagian Hilir

Tabel 6.11 Sliding Metode Irisan Bidang Luncur, Kondisi Air Embung Mencapai Elevasi Penuh Bagian Hilir
Irisa
n

A (m2)

6,89

15,48
1,84

15,41
6,64

13,22
9,28

11,44
9,89

10,38
8,38

7
11,51
3,42

1,2
8
1,2
8
1,8
3
1,2
8
1,8
3
1,2
8
1,8
3
1,2
8
1,8
3
1,2
8
1,8
3
1,2
8
1,8
3

W (t/m)

Sin

Cos

T = W. Sin

N = W. Cos

Tan

Ne = e. W. Sin

Te = e. W. Cos

U = ub/Cos

8,846

49

0,755

0,656

6,676

5,803

0,365

1,239

1,077

19,874

37

0,602

0,799

11,960

15,872

0,365

2,220

2,946

2,18

3,359

37

0,602

0,799

2,022

2,683

0,365

0,375

0,498

19,784

28

0,469

0,883

9,288

17,469

0,365

1,724

3,242

12,139

28

0,469

0,883

5,699

10,718

0,365

1,058

1,989

16,971

20

0,342

0,940

5,804

15,947

0,365

1,077

2,960

16,979

20

0,342

0,940

5,807

15,955

0,365

1,078

2,961

14,682

12

0,208

0,978

3,052

14,361

0,365

0,567

2,665

18,088

12

0,208

0,978

3,761

17,692

0,365

0,698

3,284

13,327

0,087

0,996

1,161

13,276

0,365

0,216

2,464

15,326

0,996

1,336

15,267

0,365

0,248

2,833

14,774
6,256

-2
-2

0,087
0,035
0,035

0,999
0,999

-0,516
-0,218

14,765
6,252

0,365
0,365

-0,096
-0,041

2,740
1,160

7,63

9,97

10,20

8,53

3,96

CL
1,92465

9,88

3,59

1,2
8
1,2
8

12,680
4,603
Jumlah

-9
16

0,156
0,276

0,988

-1,984

12,524

0,365

-0,368

2,324

0,961

-1,269
52,581

4,425
183,009

0,365
5,474

-0,235
9,759

0,821
33,965

0
42,460

(Sumber : Perhitungan)

Fs

Cl (N U Ne) Tan
(T Te)

1,9247 (183,009 42,460 9,759) 5,474


(52,581 33,965)

Fs 8,2949

> 1,2 (AMAN)


3. Pada Saat Embung Mengalami Penurunan Air Mendadak (Rapid Down)

1,92465

Gambar 6.12 Sliding Metode Irisan Bidang Luncur, Kondisi Embung Mengalami Penurunan Air Mendadak Bagian Hulu
Tabel 6.12 Sliding Metode Irisan Bidang Luncur, Kondisi Embung Mengalami Penurunan Air Mendadak Bagian Hulu
Irisan

A (m2)

W (t/m)

Sin

Cos

T = W. Sin

N = W. Cos

Tan

Ne = e. W. Sin

Te = e. W. Cos

U = ub/Cos

CL

7,15
13,30
4,47
9,70
13,46
4,13
20,27
0,17
23,86
22,33
19,42
15,36
10,13
3,67

2
3
4
5
6
7
8
9
10

1,28
1,28
1,83
1,28
1,83
1,28
1,83
1,28
1,83
1,96
1,96
1,96
1,96
1,96

9,177
17,074
8,171
12,448
24,611
5,296
37,072
0,221
43,647
43,838
38,125
30,146
19,887
7,208
Jumlah

57
44
44
35
35
26
26
18
18
10
3
-5
-12
-20

0,839
0,695
0,695
0,574
0,574
0,438
0,438
0,309
0,309
0,174
0,052
-0,087
-0,208
-0,342

0,545
0,719
0,719
0,819
0,819
0,899
0,899
0,951
0,951
0,985
0,999
0,996
0,978
0,940

7,697
11,860
5,676
7,140
14,117
2,322
16,251
0,068
13,488
7,612
1,995
-2,627
-4,135
-2,465
78,999

4,998
12,282
5,878
10,197
20,160
4,760
33,320
0,210
41,510
43,172
38,073
30,031
19,452
6,774
270,818

0,365
0,365
0,365
0,365
0,365
0,365
0,365
0,365
0,365
0,365
0,365
0,365
0,365
0,365
5,109

(Sumber : Perhitungan)

Fs

Cl (N U Ne) Tan
(T Te)

Fs 4,4946

> 1,2 (AMAN)

2,0814 (270,818 142,852 14,661) 5,109


(78,999 50,261)

1,428
2,201
1,053
1,325
2,620
0,431
3,016
0,013
2,503
1,413
0,370
-0,488
-0,767
-0,458
14,661

0,928
2,279
1,091
1,892
3,742
0,883
6,184
0,039
7,704
8,012
7,066
5,573
3,610
1,257
50,261

0,00
6,32
16,55
22,63
25,32
22,74
19,50
15,46
10,40
3,92
142,852

2,0814

2,08145

6.8

BANGUNAN PELIMPAH (SPILLWAY)


Fungsi Spillway adalah untuk membuang/ menyalurkan sebagian debit air

yang tidak diperlukan dalam pengoperasian embung, kembali ke sungai. Spillway


juga berfungsi untuk mengamankan bendungan dan kelebihan muatan sesuai
rencana. Dalam perencanaan embung Solok Selatan ini direncanakan dengan
Pelimpah Ogee Tipe Terbuka (Over Flow).
Secara umum pelimpah jenis ini terdiri dari empat bagian, yaitu :
1.
2.
3.
4.
5.

Saluran pengarah aliran


Saluran pengatur aliran
Saluran transisi
Saluran Peluncur
Peredam Energi.
6.8.1

Data Teknis Perencanaan

Debit banjir rencana (Q50 TH)

= 165,99 m3/det

Debit Outflow Spillway

= 83,77 m3/det

Lebar Total Pelimpah (B)

= 20 m

Kemiringan Pelimpah Hulu

= Vertikal (900)

Tinggi Jagaan (W)

=1m

Pelimpah banjir diletakkan pada tebing sebelah kiri embung, pondasi


bagian kiri sungai mempunyai daya dukung yang baik, profil ambang yang
digunakan adalah ambang overflow atau pelimpah bebas dengan tipe OGEE yang
mercunya mengikuti lengkung Harold.
Dalam pra desain ini lebar pelimpah banjir direncanakan sebesar 20,00 m,
dimana nilai ini merupakan hasil yang dianggap paling sesuai dari beberapa
alternatif dimensi yang telah dianalisis, sedangkan puncak atau crest pelimpah
berada pada elevasi + 806,6 m. Pelimpah direncanakan dengan debit outflow
spillway sebesar 83,77 m3/det.
6.8.2
Lebar Efektif Spillway
Untuk menghitung lebar Spillway embung digunakan rumus sebagai
berikut :
Be = B 2 ( n. Kp + Ka ). He
Dengan :

Be

= Lebar Effektif Spillway (m)

= lebar Spillway (m) = 20 m

Kp

= Koefisien kontraksi pilar = 0

Ka

= Koefisien kontraksi pangkal bendung (abutmen bulat) = 0,1

= Jumlah Pilar = 0

He

= Tinggi Energi (m)

Jadi lebar efektif Spillway embung adalah : Be = 20 2 ( 0 + 0,1) . He


Be = 20 0,2 . He
6.8.3
Tinggi Air Banjir di Atas Mercu Spillaway
Perhitungan Tinggi energi di atas mercu menggunakan rumus debit
embung dengan mercu Ogee sebagai berikut :
2 2
Q Cd
g Be He 3/2
3 3

Dengan :
Q

= Debit (m3/det) = 83,77 m3/det

Cd

= koefisien debit = C0 . C1 . C2
= untuk nilai C0 = 1,3 (KP 02 Hal 49)
untuk nilai C1 = 1
untuk nilai C2 = 1

= percepatan grafitasi (m/det2)

Be

= lebar efektif mercu pelimpah (m)

He

= tinggi energi di atas mercu pelimpah (m).

Maka dapat ditulis sebagai berikut,


2 2
83,77 1,3
9,81 (20 0,2 He) He 3/2
3 3

Dengan cara trial, di coba He = 1,5381 m

2 2
Q 1,3
9,81 (20 0,2 1,5381) (1,5381) 3/2
3 3
Q 83,77 m 3 /det

(OK)
Didapatkan nilai B adalah sebagai berikut :
Be = 20 0,2 . He
Be = 20 0,2 . 1,5381
Be = 19,6924 m
Tinggi air banjir diatas bendung :
Hd = He k
Dengan :
K

= tinggi kecepatan

V2
2g
=

Q
A
Q
(Be He)

=
83,77
(20 19,6924)

=
= 2,766 m/s
( 2,766) 2
2 9,81
k
=
= 0,3899 m
Hd
= He k
= 1,5381 0,3899
= 1,1482 m
Jadi tinggi air diatas mercu pelimpah (Hd) = 1,1482 m
6.8.4

Saluran Pengaruh Aliran Bangunan Pelimpah

Saluran pengarah aliran dimaksudkan agar aliran air senantiasa dalam


kondisi hidrolika yang baik dengan mengatur kecepatan alirannya tidak melebihi
4 m/det dengan lebar semakin mengecil ke arah hilir. Apabila kecepatan aliran
melebihi 4 m/det, maka aliran akan bersifat helisoidal dan kapasitas alirannya
akan menurun. Disamping itu aliran helisoidal tersebut akan mengakibatkan
peningkatan beban hidrodinamis pada bangunan pelimpah tersebut. Berdasarkan
pengujian-pengujian yang ada saluran pengaruh aliran ditentukan sebagai berikut :

Gambar 6.6 Saluran Pengarah Aliran dan Ambang Pengatur Debit pada Pelimpah
Dari analisis data sebelumnya di mana didapat :
Ketinggian air di atas meru (Hd)

= 1,1482 m

Qout yang melewati Spillway

= 83,77 m3/det

Maka :

1
H
5

1
1,1482
5

W = 0,2296 m
W pakai = 9 meter
W = 9 m 0,2296 (OK)

6.8.5

Penampang Mercu Ambang Penyadap

Dipakai tipe pelimpah dengan menggunakan metode yang dikembangkan


oleh Civil Engineering Department U.S. Army. Dasar-dasar yang digunakan dalam
metode ini adalah penentuan bentuk penampang lintang embung dengan
persamaan empiris, tetapi didukung oleh angka kooefisien limpahan (C) yang
diperoleh dari hasil eksperimen. Persamaanpersamaan yang digunakan untuk
menghitung penampang lintang embung dengan metode C.E.D.U.S. Army terdiri
dari 2 (dua) bagian sebagai berikut:
1. Penampang lintang sebelah hulu dapat diperoleh dengan persamaan sebagai
berikut :
r1 = 0,5 Hd
r2 = 0,2 Hd
a = 0,175 Hd
b = 0,282 Hd
Dengan :
Hd = tinggi muka air banjir di hulu pada saat banjir = 1,1485 m
Dari penjelasan diatas didapat lengkung mercu Spillway bagian hulu sebagai
berikut :
a

= 0,175 x 1,1485

= 0,201 m

= 0,282 x 1,1485

= 0,324 m

r1 = 0,5 x 1,1485

= 0,544 m

r2 = 0,5 x 1,1485

= 0,230 m

Gambar 6.7 Koordinat Penampang Memanjang Ambang Penyadap Saluran


Pengatur Debit

2. Penampang lintang sebelah hilir dari titik tertinggi mercu pelimpah dapat
diperoleh dengan persamaan lengkung Harold sebagai berikut :
X n K Hd 0,85 Y
Dengan :
Hd = Tinggi tekangan rencana (m)
X = jarak horizontal dari titik tertinggi mercu embung ke titik permukaan
mercu disebelah hilirnya (m)
Y = jarak vertikal dari titik tertinggi mercu embung ke titik permukaan
Mercu disebelah hilirnya (m)
Untuk nilai K dan n dapat dilihat pada Tabel 6.6 berdasarkan kemiringan
permukaan hilirnya.
Tabel 6.6 Nilai K dan n
Kemiringan Permukaan Hilir
Vertikal
3:1
3:2
1:1

K
2,000
1,936
1,939
1,873

n
1,850
1,836
1,810
1,776

(Sumber : Modul Ajar Rekayasa Irigasi Bambang Sulistyono, 2010)


Contoh Perhitungan :
X = 0,2 m
Hd = 1,1482 m
Maka,
X n K Hd 0,85 Y

0,21,85
2 (1,1482) 0,85

Y 0,023 m

Dengan perhitungan yang sama lengkung Harold dapat dilihat pada Tabel 6.7
Tabel 6.7 Perhitungan Lengkung Harold
Koordinat Lengkung
X
0,2
0,4
0,6
0,8

Y
0,023
0,082
0,173
0,294

Elevasi
803,977
803,918
803,827
803,706

1
1,2
1,4
1,6
1,8
2
2,2
2,4
2,6
2,8
3

0,445
0,623
0,829
1,061
1,319
1,603
1,912
2,246
2,604
2,987
3,393

803,555
803,377
803,171
802,939
802,681
802,397
802,088
801,754
801,396
801,013
800,607

(Sumber : Perhitungan)
Koordinat X =1 dan Y = 0,5 m merupakan titik pertemuan antara lengkung dan
garis lurus.
6.8.6
Rencana Kolam Olak
Sebelum aliran air yang melintasi bangunan pelimpah dikembalikan ke
sungai, maka aliran dengan kecepatan yang tinggi dalam kondisi super kritis
tersebut harus diperlambat dan dirubah pada kondisi aliran sub kritis. Guna
meredusir energi yang terdapat di dalam aliran tersebut, maka di ujung hilir
saluran peluncur harus dibuat suatu bangunan yang disebut peredam energi
(stilling basin). Ada beberapa tipe peredam energi yang sangat tergantung pada
karakteristik hidrolis aliran seperti kecepatan aliran (v), bilangan froude (Fr), dan
debit persatuan lebar (q) dan harus aman dari banjir 50 tahunan.
1. Menentukan Bilangan Froude
Diketahui data dari perhitungan sebelumnya :
Z = Tinggi jatuh = 9 m
Be = lebar lffektif = 19,69 m
Qout = debit pelimpah = 83,77 m3/det
H1 = tinggi air diatas ambang = 1,538 m
a. Kecepatan Awal Loncat (v)

v1 2 g 0,5H 1 Z
v1 2 9,81 0,5 1,538 9
v1 13,84 m/s

b. Nilai Debit per lebar (q)


q = Qout/ Be

q = 83,77 / 19,69
q = 4,254 m/s
c. Kedalaman Awal Loncat Air (y1)
q = v1 . y1
y1 = q / v1
y1 = 4,254 / 13,84
y1 = 0,307 m
d. Bilangan Froude (Fr)
v1
Fr
g y1
Fr

13,84
9,81 0,307

Fr 7,974

e. Kedalaman Air di atas Ambang Ujung (y2)


y2 1
1 8 Fr 2 1
y1 2
y2

y2

1
1 8 Fr 2 1 y1
2

1
1 8 (7,974) 2 1 0,307
2

y 2 3,315 m

Berdasarkan perhitungan di atas diperoleh bilangan Froude (Fr) sebesar


7,974 > 4,5 dan v1 sebesar 13,84 m/det < 18 m/det, sehingga kolam olak yang
digunakan adalah kolam olak tipe USBR tipe III (Sosrodarsono, 1981).

Gambar 6.8 Kolam Olak USBR Tipe III


(Sumber : KP 02 Perencanaan Irigasi)
2. Menentukan Panjang Kolam Olak
Ukuran panjang kolam olak USBR tipe III tergantung pada bilangan Froude
aliran yang akan melintasi kolam tersebut.
Diketahui dari perhitungan sebelumnya :
y2 = d2 = 3,315 m
Fr = 7,974
Didapatkan nilai L/d2 = 2,81
L = 2,81 . 3,315 = 9,4 m
Jadi panjang kolam olak USBR tipe III sebesar 9,4 m.
3. Menentukan Gigi Pemencar Aliran, Gigi-Gigi Benturan, dan Ambang Ujung
Hilir Kolam Olakan
Gigi-gigi pemencar aliran berfungsi sebagai berkas aliran, terletak di ujung
saluran masuk ke dalam olakan. Gigi-gigi benturan berfungsi sebagai
penghadang aliran serta mendeformir loncatan hidrolis menjadi pendek,
terletak pada dasar kolam olakan sedangkan ambang ujung hilir kolam olakan
dibuat tanpa bergerigi.
a. Dimensi Kolam Olakan (Sosrodarsono, 1981)
Ukuran Kolam Olakan adalah 20 m x 9,4 m.
1) Gigi-gigi pemancar
Ukuran gigi pemancar (d1) = yu = 0,307 0,4 m

Lebar kolam olak


= 20 m
Jumlah gigi-gigi dibuat
= 25 bh @ 40 cm
Jarak antara gigi-gigi (d1)
= 0,4 m
Jarak ke dinding masing-masing = 0,2 m
Control Jarak
= (25 x 0,2) + (24 x 0,4) + (2 x 0,2)
= 20 m Oke
2) Gigi-gigi pembentur
Ukuran gigi pemancar (d3) = n3 = 0,8 m
Lebar kolam olak
= 20 m
Jumlah gigi-gigi dibuat
= 15 bh @ 60 cm
Jarak antara gigi-gigi (0,75 x d3) = 0,6 m
Jarak ke dinding masing-masing = 0,7 m
Control Jarak
= (15 x 0,6) + (14 x 0,6) + (2 x 0,7)
= 20 m Oke

3) Ambang Hilir Kolam Olakan

Ukuran Ambang (d4) = n =

yu (18 Fr)
18

0,4 (18 7,974)


18

=
= 0,6 m
Kemiringan
=1:2
4) Jarak Antara Gigi-Gigi Pemancar
0,82 x y2 = 0,82 x 3,315 = 2,718 m

b. Tinggi Jagaan (Sosrodarsono, 1981)


Tinggi jagaan pada bangunan pelimpah (spillway), dihitung dengan
menggunakan rumus sebagai berikut :
Fb = c . v . d
Atau
Fb = 0,6 + 0,037 . v . d1/3
Fb minimal = 0,5 s/d 0,6 m di atas permukaan aliran.
Dengan :
Fb
= Tinggi jagaan (m)
c
= koefisien, 0,1 untuk penampang saluran berbentuk persegi
panjang dan 0,13 untuk penampang berbentuk trapesium
v
= kecepatan aliran (m/det)
d
= kedalaman air di dalam saluran (m).
Tinggi jagaan pada kolam olakan adalah sebagai berikut :
d2 = y2 = 3,315 m
B
= 20 m

Qout

= 83,77 m3/det

= y2 x B
= 3,315 x 20 = 66,30 m2

= Q/A
= 83,77 / 66,30
= 1,264 m/s
Tinggi Jagaan :
Fb
=c.v.d
= 0,1 . 1,264 . 3,315
= 0,418 m
Atau
Fb
= 0,6 + 0,037 . v . d1/3
= 0,6 + 0,037 . 1,264 . (3,315)1/3
= 0,670 m
Dipakai nilai tertinggi yaitu Fb = 0,670 m dibulatkan Fb = 1,00 m.
c. Tinjauan Terjadinya Scouring
Tinjauan scouring diperlukan untuk mengantisipasi adanya gerusan lokal
di ujung hilir pelimpah. Untuk mengantisipasi hal tersebut dipasang apron
yang berupa pasangan batu kosong. Batu yang dipakai untuk apron harus
keras, padat, awet, serta mempunyai berat jenis 2,4 T/m3. Panjang apron
diambil 4 kali kedalaman gerusan atau scouring (KP 02 hal 104). Rumus
yang digunakan adalah rumus Lacey untuk menghitung kedalaman lubang
gerusan :

Q
R 0,47
f

1/ 3

Dengan :
R

= Kedalaman gerusan dibawah permukaan air banjir (m)

= debit Outflow Spillway (m3/det)

= faktor lumpur lacey


= 1,76 . Dm0,5

Dm

= diameter nilai tengah (mean) untuk bahan jelek (mm).

Untuk menghitung turbulensi dan aliran yang tidak stabil, R ditambah 1,5
nya lagi (data empiris).Tebal lapisan pasangan batu kosong sebaiknya
diambil 2 sampai 3 kali d40 dicari dari kecepatan rata-rata aliran dengan

bantuan Gambar 6.9. Gambar 6.9 dapat dipakai untuk menentukan d40 dari
campuran pasangan batu kosong dari kecepatan rata-rata selama terjadi
debit rencana diatas ambang bangunan.

Gambar 6.9 Grafik untuk Perencanaan Batu Kosong


Didapatkan dari data sebelumnya :
Qout
= 83,77 m3/det
Hd
= 1,1482 m
Be
= 19,692 m
Apenampang = Hd x Be
= 1,1482 x 19,692
= 22,611 m2

Q out

penampang

v Rerata =
83,77

22,611
v Rerata =
= 3,705 m/s
Berdasarkan grafik pada Gambar 6.9 didapatkan Dm = 0,4 m
Faktor lumpur Lacey :
F = 1,76 . Dm0,5
F = 1,76 . (0,4)0,5
F = 1,11

Kedalaman lubang gerusan :

Q
R 0,47
f

1/ 3

83,77
R 0,47

1,11

1/ 3

R 1,98

m
Sehingga didapatkan :
Kedalaman gerusan dibawah permukaan air banjir adalah 1,98 m 2,0 m.
Untuk keamanan dari turbulensi dan aliran tidak stabil R = 1,5 x 2 = 3 m
Panjang lindungan dari pasangan batu kosong = 4 x R = 4 x 3 = 12m
Diambil panjang lindungan pasangan batu kosong 12 m.

Gambar 6.10 Penampang memanjang spillway, kolam olak dan pasangan batu untuk gerusan

Anda mungkin juga menyukai