Keterangan Gambar :
1. : Lebar ambang, 6. : Lubang drainase,
2. : Lebar pelimpah, 7. : Lebar kaki,
3. : Sayap, 8. : Panjang lantai,
4. : Kemiringan hulu, 9. : Tinggi sub dam, dan
5. : Kemiringan hilir, 10. : Dinding lantai.
Q = Q’ x ( 1 + α )
Dimana :
Q = debit banjir maksimum obyektif (m3/dt)
Q’= debit banjir rancangan (m3/dt)
α = koefisien konsentrasi sedimen
Q’ = 235.347 (m3/dt)
α= 0.1
Q = 258.88 (m3/dt)
Perencanaan Dimensi Pelimpah
Dalam merencanakan pelimpah perlu ditentukan letak dari
pelimpah karena secara langsung akan mempengaruhi
keadaan penampang sungai di bagian hilir ataupun dibagian
hulu pelimpah.
Penempatan pelimpah harus benar-benar pada posisi yang
tepat baik ditinjau dari segi pengamanan alur sungai maupun
dari segi penahanan material sedimen. Untuk itu sebaiknya
pelimpah ditempatkan pada posisi tegak lurus dengan bagian
hilir alur sungai (as sungai). Selain itu pelimpah harus
mempunyai potongan yang cukup untuk mengalirkan air
banjir. Posisinya harus ditentukan berdasarkan kondisi
topografi dan geologi sekitar lokasi sabodam, arah aliran dan
sebagainya.
Bagian pelimpah bendung atau tinggi ruang bebas dibuat
cukup lebar untuk dapat dilalui debit banjir rencana dengan
aman, terutama untuk sabodam yang terletak dibagian hulu.
Lebar Mercu Pelimpah
Lebar dari pelimpah didasarkan pada muka air tertinggi yang
akan terjadi dan disesuaikan dengan keadaan topografi
setempat, terutama harus sesuai dengan lebar sungai dan
keadaan tebing kanan maupun kiri. Untuk menghitung lebar
pelimpah biasanya digunakan rumus empiris “regim teori”
dengan bentuk rumusnya sebagai berikut :
Dimana :
B1 = lebar pelimpah teoritis (m)
α = konstanta ( dicari berdasarkan tabel hub. Luas DAS dgn α )
Qo = debit rancangan dengan sedimen
= 1,12 x Qrancangan
α= 5
Qrcng = 258.88 (m3/dt)
Qo = 289.9475 (m3/dt)
B1 = 85.13922 (m) diambil 85 m
(Jika nilai B1 terlalu lebar, maka dihitung dengan "Pendekatan" kondisi sungai)
Dimana :
Q= debit rencana (m3/dt)
C= koefisien (0,60 – 0,66)
g= percepatan gravitasi (9,81 m/dt2)
B1 = lebar peluap bagian bawah (m)
B2 = lebar muka air di atas peluap (m)
h3 = tinggi air di atas peluap (m)
m1 = kemiringan tepi peluap
b= 1 (m)
Tinggi Jagaan Pelimpah
Pada umumnya penentuan tinggi jagaan diambil antara 0,60
meter sampai 1,0 meter. Hal ini disebabkan adanya aliran
sedimen pekat, sehingga kecepatan air menjadi lambat
dengan demikian maka air menjadi lebih tinggi dengan disertai
gelombang air.
Namun demikian tinggi jagaan ini dapat ditambah menjadi
lebih tinggi lagi sesuai dengan keadaan topografi penempatan
as dam. Disamping itu juga untuk menghindari aliran yang
mempunyai permukaan miring akibat belokan alur sungai,
sehingga hal ini akan membahayakan keamanan sayap. Tinggi
jagaan juga dapat mengacu pada debit rancangan yang
terjadi.
H= 0.8 (m)
Perencanaan Tinggi Bangunan Utama
Tinggi bangunan utama sangat berpengaruh terhadap
kapasitas tampungan sedimen. Dalam menentukan tinggi
sabo dam, kemiringan dasar sungai yang akan dicapai
(kemiringan seimbang) setelah adanya bangunan tersebut
harus diketahui lebih dahulu. Kemiringan dasar sungai yang
akan dicapai berdasarkan pengamatan di lapangan biasanya
berkisar 1/2 - 2/3 dari kemiringan dasar sungai asli. Pada
bangunan pengendali sedimen di daerah pegunungan
seringkali pondasi ditempatkan pada posisi mengapung yaitu
di atas lapisan pasir, kerikil dan boulder yang menjadi satu,
maka tinggi bangunan tidak diperbolehkan melebihi 15 meter.
0.0233645
Dimana :
H= tinggi bangunan utama (m) 0.0278009
L= panjang aliran lahar (m)
tg α = kemiringan dasar sungai asli (Io)
tg b = kemiringan dasar sungai rencana (1/2 – 2/3) Io
Io = 0.027
L= 247 (m)
tg α = 0.027 α= 1.55 o
tg β = 0.014 β= 0.77 o
H= 3 (m)
Pondasi Bangunan Utama
Dalam merencanakan pondasi bangunan utama dapat,
ditentukan langsung atau dengan pendekatan empiris. Bila
lapisan pendukungnya cukup kuat, maka penetrasinya cukup
sedalam 1 meter. Bila mengandung pasir dan kerikil, maka
penetrasinya minimal sedalam 2 meter. Hal ini dilakukan
dengan pertimbangan keadaan di lapangan dan
memperhatikan hal-hal dibawah ini :
Lapisan pendukung yang dijumpai di lapangan tidak homogen.
Pertimbangan terhadap bahaya piping dan scouring yang
besar.
Keterangan :
D = kedalaman penanaman pondasi (m)
H = tinggi bangunan utama (m)
ha = tinggi air di atas pelimpah (m)
D1 = 1/3 x ( H + ha)
D2 = 1/4 x ( H + ha)
Dengan rumus diatas maka dapat ditentukan kedalaman
pondasi pada masing-masing sabo dam.
H= 3 (m)
ha = 2.2 (m)
D1 = 1.86 (m) diambil 1.5 m
D2 = 1.39 (m)
Kemiringan Tubuh Bangunan Utama Bagian Hilir
Kemiringan tubuh bangunan utama bagian hilir lebih banyak
terpengaruh oleh kestabilan pelimpah. Menurut Yokota's T
dalam Posthomous Text on Sabo Work (1988 : 94),
kemiringan tubuh bendung bagian hilir (n) dihitung dengan:
Dimana :
n maks = kemiringan tubuh bangunan maksimum bagian hilir
f= koefisien kekasaran gesekan antara material dasar sungai ( = 0,78 )
b= diameter batu yang dianggap dapat merusak tubuh bangunan (= 0,3 m)
γs = berat volume air + sedimen ( = 1,2 t/m )
γm = berat volume bahan dam (pasangan batu = 2,20 t/m3)
g= percepatan gravitasi ( = 9,81 m/dt2 )
H= tinggi bangunan utama (m )
α= didapat dari tg α = I
I= kemiringan dasar sungai
B= 2g = 2 x 9,81 = 19,62 m/dt2
n maks = 0.5
Kemiringan Tubuh Bangunan Utama Bagian Hulu
Untuk bagian hulu kemiringannya ditentukan dengan rumus :
α = 0.669682
B = 12.59559
γ = 1.833
n= 0.5
m= 7.7 0.000 ambil 1.5
Profil muka air di atas pelimpah
Kecepatan air pada titik jatuh pada apron atau pada Awal Loncatan:
v1 = {2g(H1+ha)}^0,5 = 10.45158 m/detik
Bilangan Froude;
Fr = 4.345224
y2 = 3.341177 m
Perencanaan Sayap
Sayap berfungsi untuk mengarahkan air banjir agar tidak
melewati peluap, sehingga banjir tidak menggerus tebing.
Tinggi sayap (hs) dihitung dari pelimpah hingga puncak sayap.
Pendekatan empiris memakai rumus sebagai berikut :
Dimana :
hs = tinggi sayap (m)
ha = tinggi air di atas pelimpah (m)
hf = tinggi jagaan di atas pelimpah (m)
hs = 3.0 m
Kemiringan Sayap
Agar banjir tidak merusak sungai, maka sayap dibuat miring
atau datar sesuai kondisi topografi dan situasi di lokasi
sabodam. Dalam perencanaan ini kemiringan sayap bagian
hulu main dam
Dimana :
H2 = tinggi ambang bangunan pembantu dari dasar apron (m)
H1 = tinggi bangunan utama (m)
H2 = 1.11 m
Dimana :
B1’ = panjang sub dam (m)
B1 = lebar ambang utama (m)
B1’ = 44.00 m
Dimana :
t2 = tebal lantai apron (m)
α = koefisien, menurut penyelidikan = 0,20
T = kedalaman gerusan (untuk tanah dasar berupa batuan diperkirakan T = 1,00 m)
H1 = tinggi bangunan utama (m)
ha = tinggi muka air di atas mercu pelimpah (m)
y3 = y2 – H2’
Dimana:
y3 = tinggi muka air di atas sub dam
y2 = tinggi muka air konjugasi (m)
H2’ = tinggi sub dam lantai apron (m)
y3 = 2.84 m
Dengan :
D = bilangan terjunan (m)
q = debit tiap satuan bias pelimpah (m3/dt/m)
g = percepatan gravitasi ( m/dt2 )
ha = tinggi diatas ambang pelimpah (m)
Ld = panjang terjunan (m)
hp = kedalaman genangan di bawah air limpah (m)
h1 = kedalaman pada mulainya loncatan (m)
h2 = kedalaman pada setelah terjadinya loncatan (m)
L1 = 6 (h2 - h1)
q = 6.16385 m3/dt/m
g= 9.81 m/dt2
ha = 2.23 m
D = 0.347806 m
Ld = 7.219861 m
hp = 1.770083 m
h1 = 0.749712 m
h2 = 2.787202 m
L1 = 12.22494 m
Dengan : L= 11 m
L = jarak sub dam – main dam
c = 1,5 ~ 2,0 (makin rendah main dam makin besar harga c)
H1 = tinggi main dam dari permukaan apron/ base rock
ha = tinggi overflow
hf’ = 0.80 m
(hs') = y3 + hf'
y3 = 2.84 m
hf’ = 0.80 m
hs’ = 3.64
selanjutnya direncanakan minimal hs’ = 3.64 m
Tembok Tepi
Tembok tepi (revetment) berfungsi untuk mencegah
terjadinya longsoran dan erosi antara main dam dan sub dam
yang disebabkan oleh aliran air atau terjunan. Tinggi tembok
tepi (hb) direncanakan sama dengan tinggi sayap sub dam
(hs')