Anda di halaman 1dari 26

RIWAYAT HIDUP

Nama Lengkap

: Ir. F.X. Sugianto Pudjohartono, M.Eng., Ph.D.

Tempat/Tgl. Lahir : Yogyakarta, 29 Agustus 1960


Alamat

: Jl. Brigjen Katamso 34, Yogyakarta

HP

: 085100142171

Alamat Email

: francis.sugianto@yahoo.com

Istri

: dr. Maria Meiwati Widagdo, Ph.D.

Anak

: Maria Fransiska

Riwayat Pendidikan

Strata
Pendidikan

Tahun
Instansi Pendidikan
Lulus

Strata-1 (Ir.)

1986

Universitas Gadjahmada, Yogyakarta

Strata-2 (M.Eng.)

1990

Asian Institute of Technology,


Bangkok

Strata-3 (Ph.D.)

1999

University of Melbourne, Melbourne

Riwayat Pekerjaan
Tahun

:
Pekerjaan

1986 - 2004

Dosen tetap Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik,


Universitas Kristen Immanuel Yogyakarta

2002 - 2005

Dosen Tamu Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik,


Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Unika Soegijapranata
Semarang

2004 - 2006

Instruktur Yayasan Pondok Penaga Yogyakarta

2006 - 2009

Dosen Tamu Sekolah Tinggi Teknologi Akprind


Yogyakarta

2006 - 2012

Instruktur Sekolah Tinggi Teologia Getsemani Yogyakarta

2011 - 2014

Dosen Magister Teknik Sipil Universitas Janabadra


Yogyakarta

2005 - 2015

Pimpinan PT Berkah Pertama Mandiri Cabang Yogyakarta

2015 -

Pimpinan PT Alpha Gratia Mandiri Cabang

2015 - ...

Dosen tamu Magister Teknik Arsitektur, Universitas


Kristen Duta Wacana, Yogyakarta

2016 - ....

Dosen tamu Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik,


Universitas Atma Jaya, Yogyakarta

ANALISIS STRUKTUR-III (3 SKS) : RENCANA KULIAH


Minggu
1

4
5

6
7
8

Materi Bahasan
I. Analisis Struktur: dahulu, sekarang dan yang akan datang.
1. Analisis Struktur Zaman Kuna
2. Awal Analisis Struktur Mederen
3. Perkembangan Pesat Analisis Struktur Moderen
4. Ledakan Analisis Struktur Moderen
II. Metode Fleksibilitas vs Metode Kekakuan
1. Derajad kebebasan statik vs Derajad kebebasan kinematik struktur
2. Metoda Fleksibilitas (Metoda Gaya)
3. Metoda Kekakuan (Metoda Lendutan)
4. Hitungan Skalar vs Hitungan Matriks
III. Struktur Rangka Batang (Truss)
1. Definisi
2. Anggapan Dasar
3. Matriks Kekakuan Elemen pada Koordinat Lokal
4. Matriks Tranformasi Koordinat
5. Matriks Kekakuan Elemen pada Koordinat Global.
6. Menggabungkan Kekakuan Semua Elemen pada Koordinat Global
7. Hubungan Gaya Luar dan Lendutan Global
8. Menghitung Gaya Batang Setiap Elemen
9. Menghitung Reaksi Perletakan
Latihan soal: Struktur Rangka Batang (Truss)
IV. Struktur Rangka Kaku (Rigid Frame):
1. Definisi
2. Anggapan Dasar
3. Matriks Kekakuan Elemen pada Koordinat Lokal
4. Matriks Tranformasi Koordinat
5. Matriks Kekakuan Elemen pada Koordinat Global.
6. Menggabungkan Kekakuan Semua Elemen pada Koordinat Global
7. Hubungan Gaya Luar dan Lendutan Global
8. Menghitung Gaya Batang Setiap Elemen
9. Menghitung Reaksi Perletakan
Latihan soal: Struktur Rangka Kaku (Rigid Frame)
Ujian Tengah Semester
V. Struktur dengan batang terkekang (Structures with Constraints)
1. Contoh kasus
2. Prosedur analisis
3. Contoh soal
VI. Struktur dengan tumpuan pegas (Structure with Elastic Support)
1. Contoh kasus

10

11

12

13
14

2. Prosedur analisis
3. Contoh soal
VII. Struktur dengan deformasi geser yang signifikan ( Structures with Significant
Shear Deformation)
1. Contoh kasus
2. Prosedur analisis
3. Contoh soal
VIII.Struktur dengan sendi di dalam (Structures with internal Hinges)
1. Contoh kasus
2. Prosedur analisis
3. Contoh soal
IX.Struktur dengan memperhatikan daerah kaku ( Structures with rigid zones)
1. Contoh kasus
2. Prosedur analisis
3. Contoh soal
X. Menghadapi volume analisis yang besar
1. Penomoran buhul yang efisien
2. Analisis separo struktur karena simetri
3. Pemanfaatan sifat simetri dan anti-simetri
4. Kondensasi
5. Substructuring
Presentasi Tugas Mahasiswa
Ujian Akhir Semester

Yogyakarta, 15 Februari 2016


Pengampu matakuliah,

Ir. F.X. Sugianto, M.Eng.,Ph.D.

I. ANALISIS STRUKTUR: DULU, SEKARANG DAN YANG AKAN DATANG


I.1. Analisis Struktur Zaman Kuno
Rekayasa struktur sesungguhnya sudah tercatat sejak ribuan tahun yang lalu. Beberapa
contoh dapat disebut di sini. Diantaranya konstruksi piramida Giza di Mesir oleh Imhotep pada
abad ke-27 SM dengan stabilitas konstruksinya yang luar biasa dan kemampuannya untuk dapat
dikembangkan secara moduler hampir tanpa batas. Archimedes (287-212 SM),matematikawan
dari Yunani, menemukan hukum gaya ungkit (Law of Lever) dalam paparannya di On The
Equilibrium Of Planes.Orang Romawi kuno tercatat dalam De Architectura karya Vitruvius pada
25 SM telah mampu membangun jalan raya, jembatan, talang air bahkan stadion raksasa yang
memuat ribuan orang. Demikian juga, tembok besar Cina sepanjang 2,250 km (satu-satunya
bangunan buatan manusia yang dapat dilihat dari bulan) dibangun abad ke-3 SM selama
pemerintahan Dinasti Qin. Tidak lupa Candi Borobudur yang mengesankan dari segi kestabilan
dan geometrinya sudah dibangun pada abad ke-8 M oleh pemerintahan Wangsa Syailendra;
demikian juga candi Prambanan yang harus dikagumi karena kestabilan dan ketinggiannya
sudah dibangun oleh pemerintahan raja Sanjaya dari Kerajaan Mataram kuno.
Akan tetapi semua pencapaian manusia di atas dilakukan berdasarkan pengetahuan dan
pengalaman yang diuji-cobakan secara trial and error seperti yang ditulis dalam Wikipedia
Throughout ancient and medieval history most architectural design and construction was carried out by
artisans, such as stone masons and carpenters, rising to the role of master builder. No theory of
structures existed and understanding of how structures stood up was extremely limited, and based
almost entirely on empirical evidence of 'what had worked before'. Structures were repetitive, and
increases in scale were incremental. Bahkan selama masa Rennaissance abad ke-15 dan -16, ketika

ilmu pengetahuan mulai digandrungi, banyak karya bangunan dan jembatan yang dihasilkan
sebagai karya seni dengan sentuhan teori dan matematika yang sangat minim. Maestro
Leonardo Da Vinci adalah salah satu tokoh Rennaissance yang banyak menghasilkan karya
design struktur berdasarkan pengamatan yang rinci dan pengalaman.
I.2. Awal Analisis Struktur Moderen.
Penjelasan secara ilmiah baru dimulai sejak abad ke-17 M oleh Galileo Galilei dalam
Dialoques Relating to Two New Sciences pada tahun 1638 yang menguraikan tentang kekuatan
bahan dan gerakan suatu obyek. Pada 1676 Robert Hooke menjelaskan teorinya tentang
elastisitas bahan dan tingkah lakunya ketika menanggung beban. Sir Issac Newton menjelaskan
Hukum Geraknya dalam Philosophiae Naturalis Principia Matematica pada tahun 1687.
Pada abad yang sama, Sir Issac Newton dan Gottfried Leibniz meletakkan dasar-dasar
kalkulus yang sangat penting dalam analisis struktur. Pada tahun 1717, Jean Bernoulli

menjelaskan prinsip kerja mayanya (virtual work) kepada sejawatnya Pierre Varignon.
Selanjutnya bersama Leonard Euler, Daniel Bernoulli juga mempersembahkan persamaan balok
Euler-Bernoulli (Euler-Bernoulli Beam Equation) untuk pertama kalinya pada tahun 1750. Dan
pada tahun 1757 Leonard Euler berhasil memperkenalkan rumus tekuknya yang kelak
dinamakan Euler buckling load.
Untuk penyelesaian suatu persoalan, para ahli mendasarkan usahanya pada penyelesaian
analitik. Banyak para pakar saling berkunjung untuk bertukar pikiran tentang sesuatu
penyelesaian masalah tertentu. Tidak jarang pula, mereka saling berkompetisi, saling menantang
untuk penyelesaian suatu masalah-masalah aktual pada waktu itu. Masing-masing pakar rupanya
memliki pengikutnya masing-masing.
I.3. Perkembangan Pesat Analisis Struktur Moderen
Semenjak ditemukan teknologi berbagai material menjelang pada abad ke-19 analisis
struktur mengalami perkembangan yang pesat. Pada tahun 1821 Claude Louis Navier
mengokohkan teori elastisitas yang sudah dikenal lebih dari seabad sebelumnya, dan pada tahun
1826 memperkenalkan modulus elastik bahan.
Pada tahun 1824, semen Portland dipatenkan oleh Joseph Apsdin. Semenjak itu, banyak
struktur berintikan semen Portland berkembang; diantaranya ferrocement yang dipatenkan oleh
Joseph Louis Lambot pada tahun 1855, penggunaan tulangan tarik dalam beton oleh Joseph
Monier pada tahun 1867.
Dengan ditemukannya proses pemurnian baja yang dipatenkan Henry Bessemer pada
tahun 1855 dan 1856, konstruksi baja mulai digunakan dimana mana menggantikan besi tuang
dan besi tempa sebagai bahan konstruksi.
Untuk mendukung hitungan aritmatik (+,-,x,/), goneometrik (sin,cos,dst.) dan logaritmik
(log, ln) para ahli masih bertumpu kepada kemampuan penyelesaian analitik yang terkadang
dibantu dengan mistar geser (slide rule) yang sesungguhnya sudah diperkenalkan oleh William
Oughtred pada abad ke-17 untuk membantu masalah logaritma yang diperkenalkan oleh John
Napier. Terkadang, penyelesaian secara grafis juga dilakukan dalam bentuk pembacaan grafik
(masalah dua dimensi) atau nomographs (biasanya terbatas pada masalah yang melibatkan
sebanyak-banyaknya tiga dimensi).

I.4. Ledakan Analisis Struktur Moderen


Walaupun penemuan alat hitung komputer sudah dimulai sejak pergantian abad ke-20,
namun penemuan transistor pada tahun 1950-an benar-benar melejitkan cara hitung secara
revolusioner. Seiring dengan penemuan ini, kalkulator elektronik mulai diperkenalkan pada
tahun 1974 secara luas. Karena pada dasar operasinya komputer hanya melakukan pekerjaan

aritmatik, maka cabang matematika yang dinamakan Analisis Numerik berkembang dengan
pesat. Persoalan-persoalan analitik struktur yang semula rumit penyelesaiannya, sekarang dapat
dilakukan dengan lebih mudah dengan hanya mengandalkan hitungan tambah/kurang/kali/bagi
saja. Walaupun mudah, tetapi penyelesaian semacam ini membosankan; maka dari itu komputer
sangat sesuai digunakan.
Ledakan teknik analisis struktur diperhebat dengan diperkenalkannya nama Metoda
Elemen Hingga (Finite Element Method) oleh Prof. Ray W Clough dari University of California
di Berkeley. Pada dasarnya, struktur yang kompleks dapat dibagi-bagi menjadi banyak stuktur
yang sederhana yang mudah penyelesaiannya. Semakin banyak elemen yang terlibat, semakin
banyak punya besaran yang harus dihitung. Oleh karenanya, pendekatan matriks digunakan
untuk mempresentasikan hitungan dan selanjutnya analisis numerik diterapkan.
Dengan dikembangkannya teknik grafis komputer pada milenium ini, keunggulan
Metoda Elemen Hingga diperhebat dengan memasukkan animasi dan memungkinkan what-if
analysis dilakukan pada sebarang tahap dalam waktu yang singkat.

II. METODA FLEKSIBILITAS vs METODA KEKAKUAN


II.1. Derajad Ketidak-tentuan Statis vs Derajad Ketidak-tentuan Kinematis
Ketika Metoda Kekakuan belum banyak digali kegunaannya, para analis struktur banyak
menggunakan Metoda Fleksibilitas. Metoda yang disebut belakangan menggunakan struktur
dasar Struktur Statis Tertentu. Suatu struktur disebut Statis Tertentu apabila dengan
menggunakan ketiga persamaan kesetimbangan statis saja (i.e. Fx=0, . Fy=0 dan . M=0) solusi
lengkap bisa didapat. Ada dua pilihan jenis Struktur Statis Tertentu yang bisa dipakai, yaitu
Struktur Jepit-Bebas atau Struktur Sendi-Roll. Di luar itu, struktur dinamakan Statis Tak Tentu.
Derajad ketidak tentuan statis (=DKTstatis) dapat ditetapkan dengan rumus sederhana berikut ini:
Untuk rangka batang-2 dimensi: DKTstatis=(m+2h+r)-2j
Untuk rangka kaku-2 dimensi:
Dimana

DKTstatis=(3m+3f+2h+r)-3j

(2.1)
(2.2)

m: cacah batang/elemen
f: cacah tumpuan jepit
h: cacah tumpuan sendi
r: cacah tumpuan roller
j: cacah buhul
Apabila DKTstatis=0, struktur termasuk katagori Statis Tertentu; DKTstatis>0 berarti Struktur

Statis Tak Tentu. Namun, apabila DKTstatis<0 dikatakan Struktur Tidak Stabil artinya struktur
tidak bisa berdiri tegak. Jadi dalam setiap design haruslah DKTstatis0. Semakin tinggi DKTstatis
semakin tinggi cadangan kekuatan struktur terhadap batas mekanisme runtuhnya; tentu saja
hal ini harus dibayar mahal dengan komplikasi hitungannya yang memerlukan data hubungan
antara tegangan-regangan E,G, luas tampang A dan kekuatan inersia tampang I.
Perlu dicatat bahwa DKTstatis yang disebut di atas adalah DKTstatis total. Sesungguhnya
DKTstatis total harus dibedakan atas DKTstatis luar dan DKTstatis dalam. Apabila tumpuan struktur
memiliki komponen reaksi lebih dari tiga, maka kelebihannya disebut DKTstatis luar; adapun
DKTstatis dalam= DKTstatis total- DKTstatis luar.
Pada kebalikannya, Metoda Kekakuan menggunakan struktur dasar Struktur Kinematis
Tertentu, yang tidak lain adalah Struktur Jepit-Jepit. Di luar itu, struktur dinamakan Kinematis
Tak Tentu. Derajad Ketidak-tentuan Kinematis (=DKTkinematis) atau terkadang disebut Derajad
Kebebasan Struktur (=Degree of Freedom) cacah lendutan bebas yang mungkin terdapat pada
seluruh buhul struktur yang ada. Struktur dasar Jepit-Jepit tidak memiliki lendutan bebas pada
kedua buhulnya; oleh karenanya disebut Struktur Kinematis Tertentu.

Untuk memberikan gambaran beda keduanya, berikut diberikan beberapa contoh


struktur yang lazim. Apabila DKTstatis <DKTkinematis Metoda Fleksibilitas lebih sesuai digunakan;
sebaliknya bila DKTkinematis <DKTstatis Metoda Kekakuan lebih sesuai digunakan.
Struktur

DKTstatis

DKTkinematis

1.

2.

3.

DKTstatis=(3.1+3.0+2.1+1)-3.2=0
Statis Tertentu
DKTstatis=(3.2+3.0+2.1+2)-3.3= 1
Statis Tak Tentu Berderajad-1
(DKTstatis luar=1 , DKTstatis dalam=0)
DKTstatis=(3.1+3.2+2.0+0)-3.2=3
Statis Tak Tentu Berderajad-3
(DKTstatis luar=3 , DKTstatis dalam=0)

DKTkinematis=3
Carilah!
DKTkinematis=5
Carilah!
DKTkinematis=0
Kinematis Tertentu

4.
DKTstatis=(3.3+3.2+2.0+0)-3.4=3
Statis Tak Tentu Berderajad-3
(DKTstatis luar=3 , DKTstatis dalam=0)

DKTkinematis=6
Carilah!

DKTstatis=(3.49+3.4+2.0+0)-3.32=63
Statis Tak Tentu Berderajad-63
(DKTstatis luar=12 , DKTstatis dalam=51)

DKTkinematis=35
Carilah!

5.

II.2. Metoda Fleksibilitas (=Metoda Gaya= Force Method)


Metoda fleksibilitas mendasarkan hitungannya pada Struktur Statis Tertentu. Apabila
struktur ternyata Statis Tak Tentu Berderajad-n, maka sebanyak n-buah batang redundant
dan/atau tumpuan redundant harus dihilangkan sehingga menjadi Struktur Statis Tertentu.
Selanjutnya, dengan Struktur Statis Tertentu yang sama dikerjakan n-buah gaya-gaya redundant
tadi {s1,, s2, , sn}. Vektor gaya redundant {sn} belum diketahui besarnya dan dijadikan bilangan
anu. Dari sejumlah n+1 hitungan Struktur Statis Tertentu di atas, ditetapkanlah syarat
kompatibilitas yaitu kesesuaian deformasi dan lendutan. Hasil akhir adalah terbentuknya
persamaan
{u} = [f] {s}

(2.3)

Dimana {u}: vektor lendutan yang bersesuaian berdasarkan Struktur Statis Tertentu
[f]: matriks fleksibilitas
{s}: vektor gaya redundant yang akan dicari.
Contoh-1: Metoda Fleksibilitas pada Struktur Statis Tak Tentu di Luar
Problem:

DKTstatis=(3.1+3.1+2.0+1)-3.2= 1
q,EI,l

Struktur Dasar:
=

Struktur Dasar dengan Gaya Redundant (dalam contoh ini, reaksi perletakan)

Syarat kompatibilitas:
=

atau

(gaya redundant tumpuan terhitung dulu).

Hasil Analisa lengkap:


q

EI,l

EI,l

EI,l

Contoh-2: Metoda Fleksibilitas pada Struktur Statis Tak Tentu di Dalam


Problem: Hitunglah masing-masing gaya batang yang ada.

Gambar(a) Problem Statis Tak Tentu berderajad satu, (b) Struktur Statis Tertentu dengan
menghilangkan batang redundant L1-U2 dan (c) Struktur Statis Tertentu dengan gaya X
bekerja pada arah L1-U2.

Dengan dasar Struktur Statis Tertentu yang sama, apabila pada arah batang redundant
dikenakan beban satuan, maka Pergerakan relatif antara buhul-L1 dan buhul- U2 terhitung
sebagai . Apabila pada arah batang redundant itu diperkirakan ada beban sebesar X maka
Pergerakan relatif antara buhul-L1 dan buhul- U2 haruslah sebesar X..
Syarat Kompatibilitas:
Penjumlahan ( . ) haruslah sama dengan deformasi yang terjadi dalam batang L1U2, yaitu sebesar

sehingga persamaan gaya-dalam vs deformasi sistem menjadi


.

atau = ( +

)X

(2.4)

Karena , dan AEL diketahui lebih dulu, maka besarnya gaya redundant X dapat dihitung.
Hasil analisa lengkap penyelesaian adalah superposisi Gbr.(b) dan Gbr.(c)
Apabila DKTstatis>1, maka persamaan (2.4) menjadi persamaan matriks (2.5)
{} = [ ]{ } atau { } = [ ]{ }

(2.5)

II.3. Metoda Kekakuan (=Metoda Lendutan= Displacement Method)


Metoda kekakuan mendasarkan diri pada Struktur Kinematis Tertentu; tegasnya pada
struktur Jepit-jepit. Berdasarkan struktur standar ini dan sistem beban yang bekerja dihitunglah
gaya luar { }. Apabila ternyata struktur memiliki DOF=DKTkinematis>0, maka pada setiap DOF
dikenakan lendutan {u} yang besarnya belum diketahui. Berdasarkan struktur standar dan
lendutan yang diberikan, dihitunglah gaya luar {s} yang diperlukan untuk mengimbangi
lendutan itu. Selanjutnya syarat kesetimbangan gaya { } = { }harus diterapkan untuk
mendapatkan lendutan {u}. Hasil analisa adalah superposisi antara Struktur Standar dengan
sistem beban yang bekerja dan Struktur Standar dengan lendutan pada setiap DOF yang ada.

Contoh-3: Metoda Kekakuan pada Struktur Kinematis Tak Tentu

Problem:

DKTkinematis= 1

q,EI,l

Struktur Dasar:

S0

(beban luar ekivalen)

Struktur Dasar dengan Lendutan Redundant (dalam contoh ini, rotasi jepit kanan)

u, s

.u (gaya luar untuk mempertahankan

bentuk lenturan)

Syarat kesetimbangan:
=

atau didapat

(roller tidak menerima momen)

(lendutan buhul kanan terhitung lebih dulu).

Hasil Analisa lengkap:

q, EI, l

EI,l

II.4. Hitungan Skalar vs Hitungan Matriks


a). Hitungan Skalar
Notasi : S=K.U atau K.U=S
Apabila K dan S diketahui, maka U didapat
Contoh: 10=5.X atau 5.X=10, maka X=5-1.10=

=5

b) Hitungan Matriks
Notasi { } = [ ]{ } atau [ ]{ } = { }
Apabila matriks [ ] dan vektor { }diketahui, maka vektor { } = [ ] {S} didapat.
Dimana [ }

adalah invers [ ]

Persamaan matriks (2.6) terkadang disajikan dalam bentuk Persamaan Simultan (2.7)
11
21

12
22

1
2

1
2 =

1
2

(2.6)

K11.U1 + K12.U2+ ..+K1n.Un = S1


K21.U1 + K22.U2 + + K2n.Un = S2
. + + ..+ ...= ..
Kn1.U1 + + ... + Knn.Un = Sn

(2.7)

Contoh:
1 2
2 2
3 2

3
2
1

1
14
2 = 12
3
10

atau

1. 1 + 2. 2 + 3. 3 = 14
2. 1 + 2. 2 + 2. 3 = 12
3. 1 + 2. 2 + 1. 3 = 10

III. STRUKTUR RANGKA BATANG (TRUSS)


III.1. Definisi
Rangka batang (truss) adalah struktur yang disusun atas elemen-elemen aksial yang
berhubungan satu sama lainnya dengan hubungan sendi , yang menerima beban luar berupa
gaya lurus yang bekerja pada titik buhulnya saja. Oleh karenanya, semua elemen struktur
rangka batang hanya mengalami desak/tarik saja (NFD=Normal Force Diagram).
III.2. Anggapan Dasar
1. Lendutan yang ditinjau pada setiap buhul hanya berupa translasi (x,y dan z) saja;
lendutan rotasi buhul tidak dibahas.
2. Beban luar hanya berupa gaya lurus saja (bukan momen) dan bekerja pada titik buhul
saja (tidak pada badan elemen).
3. Gaya dalam setiap elemen hanya berupa gaya desak atau tarik saja.
4. Hubungan gaya dalam dan deformasi elemen dinyatakan oleh Hukum Hooke.
Catatan:
1. Lendutan (=displacement) vs Deformasi
Apabila ada suatu elemen aksial mengalami deformasi aksial seperti Gbr.(a) di bawah ini,
maka yang dinamakan:
uxi, uyi, u xj, uyj : berturut-turut adalah lendutan-x titik-I, lendutan-y titik-I, lendutan-x
titik-j dan lendutan-y titik-j.
=

.
+ .
+ .
: deformasi aksial yang dialami
batang i-j (bisa perpanjangan, bisa pula perpendekan)

uyj

syj
uxj
d

AE
l

uxi

sxj
d

AE
l

sxi
H

uyi
(a) Lendutan vs deformasi

syi
(b) Gaya luar vs gaya dalam

2. Gaya Luar vs Gaya Dalam


Dari Gbr.(b) di atas, terlihat beda antara gaya luar dan gaya dalam sebagai berikut:
sxi, syi, s xj, syj : berturut-turut adalah gaya luar arah-x pada buhul-i, gaya luar arah-y pada
buhul-i, gaya luar arah-x pada buhul-j dan gaya luar arah-y pada buhul-j.
= .
.
+
(bisa tarik, bisa pula desak)

: gaya dalam batang aksial i-j

III.3. Matriks Kekakuan Elemen pada Koordinat Lokal


Pada sistem rangka batang sebidang, setiap buhul memliki dua komponen lendutan,
yaitu lendutan horisontal dan lendutan vertikal. Demikian juga, gaya luar yang bekerja pada
kedua ujung batang memiliki dua komponen yang serupa. Dalam hal rangka batang sebidang,
u2,s2

u4,s4

AE,L
u1,s1

u3,s3

Gaya-gaya luar yang bekerja pada kedua ujungnya adalah:


= (
=0
= ( +
=0

(3.1)

Atau dalam notasi matriks, dapat ditulis sebagai

1
0
1
0

0 1 0
0 0 0
0 1 0
0 0 0

(3.2)

III.4. Matriks Transformasi Koordinat


Apabila batang elemen menyudut terhadap sumbu horizontal (diukur berlawanan
dengan arah jarum jam), maka koordinat lokal masing-masing elemen harus dibawa ke

koordinat global agar semua elemen dapat digabungkan/dirangkai menjadi satu koordinat.
Untuk itu diperlukan matriks tranformasi koordinat
Y
y
x

U2
u2

u1
X

U1

(3.3)

Atau dalam notasi matrik dituliskan sebagai


=

(3.4)

Ketika dua titik koordinat pada kedua ujung batang harus ditransformasi, maka
=

0
0

0
0

0
0

0
0

{ } = [ ]{ }

(3.5)

(3.6)

Dimana [ ]disebut matriks transformasi koordinat.


Gaya luar {s} yang berdasarkan koordinat lokal perlu juga di transfer ke dalam koordinat
global dengan matriks tranformasi [T] yang sama.
Y
y
x

S2
s2

s1
S1

+ .

= .

+ .

(3.7)

Atau dalam notasi matrik dituliskan sebagai


=

(3.8)

Ketika ada dua gaya luar bekerja pada kedua ujung batang, maka
=

0
0

0
0

0
0

0
0

(3.9)

{ } = [ ]{ }

(3.10)

III.5. Matriks Kekakuan Elemen pada Koordinat Global.


Hubungan gaya luar dan lendutan pada koordinat lokal adalah
{ } = [ ]{ }
Apabila vektor gaya dan vektor lendutan dibawa ke koordinat global, maka
[ ]{ } = [ ][ ]{ }
Bila kedua sisi persamaan dikalikan dengan [ ]

dari depan, maka

{ } = [ ] [ ][ ] { }
{ } = [ ]{ }

Atau
Dimana

(3.11)

[ ] = [ ] [ ][ ]

(3.12)

{ }: vektor gaya luar masing-masing elemen pada koordinat global.


[ ]: matriks kekakuan masing-masing elemen pada koordinat global
{ }: vektor lendutan masing-masing elemen pada koordinat global.

Catatan:
[ ]: matriks transformasi koordinat ini bersifat orthogonal, artinya [ ]

=[ ]

III.6. Menggabungkan Kekakuan Semua Elemen dalam Koordinat Global.


Ketika setiap elemen sudah dihitung matriks kekakuannya dalam koordinat global,
misalnya [ ] , [ ] , [ ] , .[ ] , maka matriks kekakuan keseluruhan struktur [ ] harus
didapat dengan menggabungkan semua elemennya berdasarkan vektor tujuan masing-masing.
Diambil sebuah contoh Struktur dengan tiga batang elemen

U3
3

U2

3
2

U1

Vektor tujuan harus sesuai dengan penetapan ujung-I dan ujung-j setiap elemen. Apabila tidak
ada DOF, vektor tujuan haruslah diisi dengan angka 0.
Elemen

Ujung-i

Ujung-j

{ID}
{0 0 1 0}
{0 0 2 3}
{1 0 2 3}

Secara diagram, matriks kekakuan global setiap elemen dapat dituliskan seperti berikut
0 0 1
[ ] =

0 0

2 3

[ ] =
@

1 0 2 3

[ ] =

#
#

#
#

(3.13)

Akhirnya, matriks kekakuan seluruh struktur dapat di perlihatkan seperti di bawah ini.
1
2
3
@+

1
[ ]=

#+ #+ 2

#+ #+ 3

(3.14)

III.7. Hubungan Gaya Luar dan Lendutan Global


Hubungan gaya luar dan lendutan global dapat disajikan dalam bentuk yang berikut
{ } = [ ]{ }

(3.15)

Atau

= ..

..

.. ..

(3.16)

Dimana n: cacah derajad kebebasan (DOF)


Begitu [ ] didapat dan { } diketahui, maka { } dapat dihitung.
III.8. Menghitung Gaya Batang Setiap Elemen.
Begitu lendutan global { } terhitung, maka langkah-langkah hitungan gaya batang setiap
elemen dapat dilakukan dengan urutan seperti berikut ini.
1) Menghitung Lendutan Elemen dalam Koordinat Lokal { }
{ } = [ ] { }

(3.17)

Sehubungan dengan contoh di atas, maka

u2

u4

u1

u3, U1

Elemen-1:

u4

=[ ]

U3

u3

u2

U2
Elemen-2:

u1

0
0

=[ ]

u3, U3

0
0

U2

u4

=[ ]

Elemen-3:
U1

u2
u1

2) Menghitung gaya luar setiap elemen dalam koordinat lokal.


{ } =[ ] { }

(3.18)

3) Menggambar diagram benda bebasnya (Free Body Diagram)


6.25

13.75

2
3
6.25

13.75

4) Menetapkan gaya batang setiap elemen


Setelah diagram benda bebasnya tergambar, dengan mudah dapat ditetapkan gaya
batang setiap elemennya.
= 5 kN (tarik), = 6.25 kN (tarik) dan = -13.75 kN (desak).
III.9 Menghitung Reaksi Tumpuan
Ketika gaya luar yang bekerja pada setiap elemen sudah terhitung, maka reaksi tumpuan
dapat dihitung dengan rumus berikut ini.
{ }=

-{ }

(3.19)

Dimana m: cacah batang yang ujung-i nya bertumpu pada tumpuan yang dimaksud
n: cacah batang yang ujung-j nya bertumpu pada tumpuan yang dimaksud
{ }: vektor beban yang bekerja pada tumpuan yang dimaksud.

Contoh:
Dengan menggunakan contoh soal di atas, didapat:
Tumpuan-1: Batang yang ujung-I nya bertumpu di sana adalah elemen-1 dan elemen-2; sedang
batang yang ujung-j nya bertumpu di sana tidak ada. Jadi, m=2 dan n=0.
Sementara itu, tidak ada beban yang bekerja pada tumpuan itu, Jadi, { } = {0}

{ }=
=

0
0

0
0

5
+
0

(3.20)

6.25
0

1 0 5
0.8 0.6 6.25
+
0 1 0
0.6 0.8
0

10
5
5
+
=
3.75
0
3.75

Tumpuan-2: Batang yang ujung-I nya bertumpu di sana adalah elemen-3;


batang yang ujung-j nya bertumpu di sana adalah elemen-1;
5
beban yang bekerja pada tumpuan-2 adalah
=
0
{ }=

0
0

0
0

{ }

5
+
0

90
90

1 0 5
0
+
0 1 0
1

0
0
5
5
+

=
13.75
13.75
0
0

(3.21)
90 13.75
5

90
0
0

1 13.75
5

0
0
0

IV. STRUKTUR RANGKA KAKU (RIGID FRAME)


IV.1. Definisi
Rangka kaku (rigid frame) adalah struktur yang disusun atas elemen-elemen lentur,aksial
dan geser yang berhubungan satu sama lainnya dengan hubungan buhul kaku; beban luar
berupa beban berarah lurus dan/atau momen dapat bekerja pada titik buhulnya atau pada
bentangan batang. Adapun gaya dalam yang ditinjau adalah gaya aksial (NFD=Normal Force
Diagram) , gaya geser (SFD=Shearing Force Diagram) dan momen(BMD=Bending Moment
Diagram).
IV.2. Anggapan Dasar
1. Berlaku untuk deformasi yang kecil saja sehingga wilayah elastik dapat dijamin.
2. Lendutan yang ditinjau pada setiap buhul ada tiga, yaitu dua lendutan translasi (x,y ) dan
satu rotasi ();
3. Buhul benar-benar kaku sehingga setiap batang yang bertumpu di sana akan melendut
dengan sama besar dan arahnya.
4. Hubungan gaya dalam dan deformasi elemen didasarkan kepada Hukum Hooke dan
Slope Deflection.
5. Deformasi geser tidak diperhitungkan karena pada umumnya tidak signifikan.
6. Daerah kaku pada pertemuan elemen-elemen tidak diperhitungkan.
7. Deformasi aksial balok lantai biasanya diabaikan karena memang dianggap sangat kaku;
deformasi aksial kolom terkadang juga diabaikan untuk pengurangan volume hitungan;
deformasi lentur balok yang menyatu dengan lantai terkadang dapat pula dianggap
sangat kaku sehingga dapat diabaikan.

(a) 6 DOF

(b) 5 DOF

(c) 3 DOF

(d) 1 DOF

Catatan:
(a) Deformasi aksial dan lentur semua elemen diperhitungkan.
(b) Deformasi aksial balok tidak diperhitungkan.
(c) Deformasi aksial balok dan kolom tidak diperhitungkan.
(d) Deformasi aksial balok dan kolom serta deformasi lentur balok diabaikan.

IV.3. Matriks Kekakuan Lokal


Apabila yang kita bicarakan adalah rangka kaku sebidang, maka komponen lendutan
setiap buhul yang harus ditinjau ada tiga, yaitu lendutan horizontal , lendutan vertikal
dan
rotasi seperti gambar berikut.
u2
Lendutan:

u5

u3

u6

A,E,I,L

u4

u1
s2
Gaya luar:

s1

1. Hukum Hooke:
Gaya luar dan

s3

s5
s6

A,E,I,L

s4

hanya dipengaruhi oleh lendutan


=
=

dan

menurut hukum Hooke

(4.1.a)

(4.1.b)

2. Persamaan Slope-Deflection.
Gaya luar , , dan
dipengaruhi oleh lendutan
persamaan slope deflection.
=

dan

dan

dan

menurut

(4.1.c)

u2
=
U5

=
u3

dan

dan

dan

dan

(4.1.d)
.
.
.

(4.1.e)
(4.1.f)
(4.1.g)
(4.1.h)

u6

dan

dan

.
.

(4.1.i)
(4.1.j)

Bila digabungkan, maka matriks kekakuan lokal dapat dituliskan dalam hubungannya
dengan gaya luar dan lendutannya sebagai

0
0
=

0

0

0
0

(4.2)

Catatan: Matriks {s} didisi dengan beban titik ekivalen yang bekerja pada kedua ujung elemen.
(lihat Tabel 4.3, hal 169)
IV.4. Matriks Tranformasi Koordinat
Apabila setiap titik buhul memiliki 3 DOF, maka matriks transformasi koordinatnya adalah

0
0
[ ]=

[0]

[0]

0
1

0
0
0
1

Catatan: 1) Matrik transformasi [ ] bersifat orthogonal. Jadi [ ]

= [ ]

(4.3)

=[ ] .

= [ ]

(4.4)

IV.5. Matriks Kekakuan Elemen pada Koordinat Global


Hubungan gaya luar dan lendutan pada koordinat lokal adalah
{ } = [ ]{ }
Apabila vektor gaya dan vektor lendutan dibawa ke koordinat global, maka
[ ]{ } = [ ][ ]{ }
Bila kedua sisi persamaan dikalikan dengan [ ]

dari depan, maka

{ } = [ ] [ ][ ] { }
Atau

{ }

=[ ]

{ }

(4.5)

Dimana

{ }

=[ ]

{ }

(4.6)

[ ]

=[ ]

[ ]

[ ]

{ }

: vektor gaya luar masing-masing elemen pada koordinat global.

[ ]

: matriks kekakuan masing-masing elemen pada koordinat global


: vektor lendutan masing-masing elemen pada koordinat global.

{ }

(4.7)

IV.6. Menggabungkan Kekakuan Semua Elemen pada Koordinat Global.


Dengan prosedur yang sama dengan bab III.6.,ketika setiap elemen sudah dihitung matriks
kekakuannya dalam koordinat global, misalnya [ ] , [ ] , [ ] , .[ ] , maka matriks
kekakuan keseluruhan struktur [ ] harus didapat dengan menggabungkan semua elemennya
berdasarkan vektor tujuan masing-masing.
IV.7. Hubungan Gaya Luar vs Lendutan Global Struktur
Apabila hubungan gaya luar vs lendutan global masing-masing elemen dalam pers.(4.3)
digabungkan, maka didapat hubungan gaya luar vs lendutan untuk seluruh struktur seperti
diperlihatkan oleh pers.(4.4)
{ }

=[ ]

{ }

Dimana n: cacah DOF


Transformasi dilakukan dengan bantuan vektor tujuan {ID} yang sudah dibahas didepan.

(4.8)

Jadi,

{ }

{ID}

{ }

[ ]

{ID}

[ ]

{ }

DOF

{ }

Begitu [ ] didapat dan { } diketahui, maka { } dapat dihitung.


Catatan perihal vektor gaya luar global struktur:
*) Bila ada beban bekerja pada titik buhul, beban itu ditambahkan langsung pada { }
dengan memperhatikan letak dan arah beban.
IV.8. Menghitung Gaya Batang Setiap Elemen.
Begitu lendutan global { } terhitung, maka langkah-langkah hitungan gaya batang setiap
elemen dapat dilakukan dengan urutan seperti berikut ini.
1) Menghitung Lendutan Elemen dalam Koordinat Lokal
{ }

=[ ]

{ }

(4.9)

{ }

(4.10)

2) Menghitung gaya luar dalam koordinat lokal


{ }

=[ ]

3) Menggambar diagram benda bebasnya (Free Body Diagram)


4) Menetapkan gaya batang setiap elemen pada kedua buhulnya.
5) Dengan superposisi akibat struktur sendi-roll, gaya-gaya dalam elemen digambarkan
dalam NFD, SFD dan BMDnya.

IV.9. Menghitung Reaksi Tumpuan:


{ }= [ ]

{ }=
0

0
0
1

{ }

+
0

0
0
0
1

(4.11)

{ }

Dimana { } adalah vektor beban yang bekerja pada tumpuan yang dimaksud.

(4.12)

Anda mungkin juga menyukai