Anda di halaman 1dari 7

BAB IV

PEMBAHASAN

3.1 Tinggi nya Tingkat Suku Bunga BPR


Bank Perkreditan Rakyat (BPR) adalah lembaga keuangan bank yang menerima
simpanan hanya dalam bentuk deposito berjangka, tabungan, dan /atau bentuk
lainnya yang dipersamakan dan menyalurkan dana sebagai usaha BPR. Lokasi
BPR umumnya dekat dengan tempat masyarakat yang membutuhkan. Status BPR
diberikan kepada Bank Desa, Lumbung Desa, Bank Pasar, Bank Pegawai,
Lumbung Pitih Nagari (LPN), Lembaga Perkreditan Desa (LPD), Badan Kredit
Desa (BKD), Badan Kredit Kecamatan (BKK), Kredit Usaha Rakyat Kecil
(KURK), Lembaga Perkreditan Kecamatan (LPK), Bank Karya Produksi Desa
(BKPD), dan/atau lembaga-lembaga lainnya yang dipersamakan berdasarkan UU
Perbankan Nomor 7 Tahun 1992 dengan memenuhi persyaratan tatacara yang
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Ketentuan tersebut diberlakukan karena
mengingat bahwa lembaga-lembaga tersebut telah berkembang dari lingkungan
masyarakat Indonesia, serta masih diperlukan oleh masyarakat, sehingga
keberadaan lembaga yang dimaksud telah diakui. UU Perbankan Nomor 7 Tahun
1992 memberikan kejelasan status lembaga-lembaga tersebut. Untuk menjamin
kesatuan dan keseragaman dalam pembinaan dan pengawasan, maka persyaratan

dan tata cara pemberian status lembaga-lembaga dimaksud ditetapkan dengan


Peraturan Pemerintah. Keuntungan BPR diperoleh dari spread effect dan
pendapatan bunga.
Meski Bank Perkreditan Rakyat memiliki suku bunga penjaminan yang tinggi,
Bank ini juga memiliki tingkat bunga kredit yang tinggi. Keuntungan meminjam
uang dari Bank Perkreditan Rakyat adalah proses pemberian dan pencairan kredit
sangat mudah dan cepat. Jika Anda memiliki motor atau mobil, jaminan untuk
meminjam uang dari BPR hanya Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB)
kendaraan tersebut.

Dalam hari itu atau dalam jangka waktu maksimal satu

minggu, dana Anda sudah cair. Karena dalam penyaluran kredit kepada
masyarakat menggunakan prinsip 3T, yaitu Tepat Waktu, Tepat Jumlah, Tepat
Sasaran. Proses kreditnya yang relatif cepat, persyaratan lebih sederhana, dan
sangat mengerti akan kebutuhan Nasabah. Sehingga dianggap wajar oleh BPR
tersebut untuk menetapkan tingkat bunga kredit yang tinggi. Sejauh ini tingkat
bunga kredit yang ditawarkan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) untuk sektor Usaha
Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) masih dinilai tinggi. Rata-rata BPR
membanderol bunga kredit UMKM di kisaran 30% ke atas.
Alasan mengapa tingkat suku bunga BPR yang lebih tinggi dibandingkan dengan
bank umum adalah karena tingkat suku bunga kredit BPR yang lebih tinggi
dibanding bank umum diakibatkan struktur biaya dana (cost of fund) yang juga
lebih tinggi. Cost of fund didapatkan dari tabungan, deposito dan linkage yang
masih memiliki rata-rata di atas 10%. Sehingga biaya dana BPR lebih tinggi
dibanding bank umum, yang mengakibatkan harga pokoknya lebih tinggi. Untuk

deposito BPR menetapkan bunga 10,25%, tabungan 6%, sedangkan linkage


sebesar 12%. Selain itu, biaya overhead BPR pun jauh lebih besar dibanding
bank-bank umum. Overhead juga lebih besar karena BPR membutuhkan tenaga
kerja lebih banyak untuk pendekatan pelayanan secara personal. Tingginya biaya
operasional overhead cost BPR menjadi penyebab utama mengapa bunga kredit
bank ini masih begitu tinggi. Karena penyaluran kreditnya hati-hati, maka biaya
monitoring jadi mahal akhirnya overhead cost juga mahal.
Tingginya suku bunga di BPR, masyarakat harus bisa memahami situasi yang
dihadapi oleh BPR terutama yang berkaitan dengan dasar penetapan suku bunga.
Pada umumnya BPR menghitung Cost of Money sebagai dasar penetapan suku
bunga kredit. Tingginya suku bunga di BPR lebih banyak dipengaruhi oleh
mahalnya biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan dana, baik dana dari
masyarakat dalam bentuk tabungan dan deposito maupun dana dari lembaga
keuangan lainnya, terutama dari Bank Umum yang bekerjasama dalam lingkage
program.
BPR pasti bersaing dengan Bank Umum dalam menghimpun dana masyarakat.
Berbagai upaya dilakukan untuk mempengaruhi para pemilik dana untuk
menyimpan uangnya di Bank masing-masing. Kepercayaan terhadap institusi
BPR masih relatif rendah dibandingkan kepercayaan terhadap Bank-Bank besar
yang

juga

berlomba-lomba

mendapatkan

dana

masyarakat.

Hal ini sedikit mempersulit posisi BPR yang notabene tidak mempunyai dana
promosi yang besar dalam usaha penghimpunan dana. Promosi dan pengenalan
profil BPR hanya dapat dilakukan di lingkungan yang terbatas.

Hal ini

mengakibatkan masyarakat kurang mengenal dan tentunya kurang mempercayai


lembaga BPR sebagai tempat menyimpan dana masyarakat yang aman, meskipun
sudah masuk sebagai peserta penjaminan dari Lembaga Penjamin Simpanan
(LPS). Sehingga BPR harus mengeluarkan biaya yang lebih tinggi dalam bentuk
pemberian suku bunga simpanan untuk dapat bersaing dengan Bank Umum.
Dalam lingkup kerjasama lingkage program pun, biaya bunga yang harus dibayar
oleh BPR juga relatif masih tinggi. Hal ini dikarenakan fokus utama BPR adalah
menyalurkan kredit kepada masyarakat dengan tetap memperhatikan unsur bisnis
(pencapaian laba usaha BPR), maka dalam menetapkan suku bunga kredit harus
memperhitungkan overhead cost dan target profit yang ingin dicapai. Sehingga
akan dihasilkan perhitungan Base Lending Rate (BLR) yang mencakup semua
faktor yang mempengaruhi. BLR inilah yang digunakan sebagai dasar penetapan
suku bunga BPR yang tentunya lebih tinggi dibandingkan dengan Bank Umum.
Terlebih lagi sumber pendapatan BPR banyak dipengaruhi oleh spread bunga
pinjaman dan simpanan. Berbeda dengan Bank Umum yang masih dapat berharap
dari pendapatan atas jasa keuangan yang diberikan ( Fee Based Income ).
Karena permasalahan tingginya suku bunga lebih disebabkan karena sulitnya
mendapatkan dana pihak ketiga dan mahalnya biaya untuk mendapatkan dana
(funding)

tersebut.

Terlebih lagi faktor resiko juga menjadi dasar penetapan suku bunga tinggi. Salah
satu karakteristik dari BPR adalah pelayanan pemberian kredit yang cepat. Proses
yang cepat kadang memang sedikit mengabaikan prinsip kehati-hatian, bahkan
banyak BPR yang dalam menyalurkan kredit hanya berpatokan pada nilai jaminan
yang diserahkan saja. Tentunya BPR akan berhitung untuk mengurangi resiko

kerugian akibat kredit bermasalah yang mungkin timbul atau kredit macet. Salah
satunya adalah dengan cara menaikkan suku bunga. Dengan perhitungan bahwa
pada saat kredit tersebut bermasalah, kerugian yang akan ditanggung dapat
diminimalisir karena pendapatan bunga yang telah diperoleh juga relatif besar.
Kebijakan suku bunga tinggi pun akan berdampak terhadap loyalitas nasabah dari
BPR yang bersangkutan. Tingginya tingkat persaingan antar lembaga keuangan
mikro (BPR, BMT, KSP, dan lainnya) terlebih dengan hadirnya unit layanan
mikro dari Bank Umum (BRI, Bank Mandiri, CIMB Niaga, Danamon, dan
lainnya)

tentu

membuka

kesempatan

masyarakat

untuk

memilih

dan

membandingkan. Perbedaan bunga sedikit saja dapat membuat nasabah berpindah


Bank.
Oleh karena itu faktor penyebab tingginya suku bunga BPR harus diperhatikan.
Bukan hanya karena ketatnya persaingan saja, tapi juga memperhitungkan resiko
dan

kemampuan

BPR

dalam

meyakinkan

masyarakat

untuk

bersedia

menempatkan dananya di BPR.

3.2 Eksistensi Bank Perkreditan Rakyat


Eksistensi Bank Perkreditan Rakyat (BPR) harus dipertahankan mengingat
kontribusinya dalam menggerakkan perekonomian nasional, terutama peranannya
dalam menopang pembiayaan sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
BPR saat ini memang menghadapi tantangan yang tak ringan. Sebab, banyak bank
umum dengan modal yang lebih besar juga masuk ke segmen UMKM. Dan juga
kurangnya personality approach ke masyarakat membuat BPR semakin tidak

dikenal oleh masyarakat luas. Hal itu dibuktikan dengan hasil penelitian kami
yang terjun langsung ke kalangan masyarakat di beberapa kawasan di Lampung
sebagai sample kami banyak masyarakat yang berada dalam kategori menengah
kebawah dan memiliki usaha mikro mendapatkan pinjaman dari bank umum
bukan BPR. Bahkan beberapa dari mereka bahkan tidak mengetahui BPR itu apa
dan fungsi nya apa. Hal ini membuktikan tingkat eksistensi BPR masih sangat
rendah dikalangan masyarakat luas khusus nya lagi masyarakat desa sebagai
tujuan dari BPR.
Adapun fungsi BPR adalah sebagai berikut :
1.

Memberi pelayanan perbankan kepada masyarakat yang sulit atau tidak


memiliki akses ke bank umum

2.

Membantu pemerintah mendidik masyarakat dalam memahami pola


nasional agar ekselarasi pembangunan di sektor pedesaan dapat lebih
dipercepat

3.

Menciptakan pemerataan kesempatan berusaha terutama bagi masyarakat


pedesaan.

4.

Mendidik

dan

mempercepat

pemahaman

masyarakat

terhadap

pemanfaatan lembaga keuangan formal sehingga terhindar dari jeratan


rentenir.
Dari fungsi yang dijelaskan diatas dapat kita lihat jika target market dari BPR
adalah masyarakat pedesaan. Hal ini sangatlah berbeda dengan penelitian ke
lapangan yang kami temukan di beberapa sample daerah yang telah kami
tentukan. Yang dapat kami simpulkan adalah masyarakat pedesaan pun bahkan
tidak mengetahui tentang keberadaan BPR dan beberapa responden tau tentang
BPR tetapi mereka tidak memiliki keinginan untuk melakukan pinjaman ataupun
menabung ke BPR. Hal ini membuktikan sangatlah berbeda dengan tujuan dan
fungsi BPR yang seharusnya diterapkan di masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai