Anda di halaman 1dari 17

PSAK NO.

1 (Revisi 2009) Komponen


Laporan Keuangan Lengkap, Penyajian
Laporan Keuangan, dan
Extraordinary Items
Posted by iyenkeren0401 Juli 5, 2011 & Komentar
Filed Under komponen laporan keuangan, PSAK
(Versi pdf artikel ini tersedia dalam Akuntan Muda Juni 2011)

1. Pendahuluan
Jika seorang investor ingin mengambil keputusan bisnis, maka salah satu
pertimbangannya adalah dengan melihat dan menganalisis laporan keuangan
perusahaan. Kenapa laporan keuangan? Laporan keuangan merupakan salah satu
media utama yang dapat digunakan oleh perusahaan untuk mengkomunikasikan
informasi keuangannya kepada pihak luar. Laporan ini juga merekam peristiwa
kejadian bisnis dalam bentuk unit moneter. Dengan disediakannya laporan
keuangan maka keadaan ekonomi perusahan (yang dituangkan ke dalam bentuk
angka-angka moneter) tercermin dalam laporan keuangan tersebut. Untuk
menganalisis laporan keuangan perusahaan, tentu saja diperlukan komponenkomponen laporan keuangan yang lengkap.
Dalam kaitannya dengan komponen laporan keuangan, Dewan Standar Akuntansi
Keuangan (DSAK) telah mensahkan PSAK 1 (Revisi 2009) tentang penyajian
laporan keuangan pada tanggal 15 Desember 2009 yang merupakan revisi dari
PSAK 1 tahun 1998. Pada kesempatan ini, akan dipaparkan tentang beberapa
perubahan-perubahan yang terkait dengan PSAK 1 tantang penyajian laporan
keuangan yang akan dimulai dari istilah-istilah apa saja yang berubah, disusul
dengan komponen laporan keuangan yang lengkap, dan bagaimana bentuk
penyajian laporan keuangan, dan alasan mengapa pos luar biasa (extraordinary
items) tidak diperbolehkan lagi disajikan dalam laporan keuangan.

2. Istilah dan Perubahan Istilah


Dalam PSAK 1 (Revisi 2009) terdapat beberapa istilah baru yang diungkap dan
terdapat juga beberapa istilah yang telah berubah jika dibandingkan dengan PSAK
1 tahun 1998. Istilah-istilah baru yang diungkap dalam PSAK 1 (Revisi 2009),
yang sebelumnya tidak diungkap dalam PSAK 1 (Revisi 1998), adalah:

1. catatan atas laporan keuangan


2. laba atau rugi
3. laporan keuangan bertujuan umum
4. material
5. pemilik
6. pendapatan komprehensif lain
7. penyesuaian reklasifikais
8. standar akuntansi keuangan
9. tidak praktis
10.Total Laba rugi komprehansif
Beberapa perubahan istilah diantaranya adalah
1. Penggantian istilah kewajiban pada PSAK 1 (Revisi 1998) menjadi
liabilitas pada PSAK 1 (Revisi 2009).
2. Penggantian istilah aktiva pada PSAK 1 (Revisi 1998) menjadi aset
pada PSAK 1 (Revisi 2009).
3. Penggantian istilah neraca pada PSAK 1 (Revisi 1998) menjadi laporan
posisi keuangan pada PSAK 1 (Revisi 2009)
Satu hal penting dalam kaitannya dengan istilah, PSAK 1 (Revisi 2009) tidak lagi
memperkenankan penggunaan istilah Pos Luar Biasa, sedangkan PSAK 1 (1998)
masih memperkenankan penggunaan istilah tersebut. Pertanyaannya adalah,
mengapa pos luar biasa tidak diperkenankan lagi ada? Sayangnya, PSAK 1 (Revisi
2009) tidak menjelaskan alasan mengapa pos luar biasa dihilangkan. Alasan akan
hal ini berdasar pandangan penulis akan dibahas pada bagian 5.

3. Komponen Laporan Keuangan Lengkap


Berdasar pada PSAK 1 (Revisi 2009), komponen laporan keuangan lengkap
mengalami perubahan dari yang tadinya hanya mencakup lima item, sekarang
mencakup enam item. Berdasar PSAK 1 (Revisi 1998), komponen laporan
keuangan lengkap meliputi:
1

neraca,

laporan laba rugi,

laporan perubahan ekuitas,

laporan arus kas, dan

catatan atas laporan keuangan.

Sedangkan menurut PSAK No. 1 (Revisi 2009) yang disahkan pada tanggal 15
Desember 2009 dan mulai yang efektif berlaku untuk periode tahun buku yang
dimulai pada atau setelah tanggal 1 Januari 2011, laporan keuangan yang lengkap
harus meliputi komponen-komponen berikut ini :
1

laporan posisi keuangan pada akhir periode

laporan laba rugi komprehensif selama periode

laporan perubahan ekuitas selama periode

laporan arus kas selama periode

5
catatan atas laporan keuangan, berisi ringkasan kebijakan akuntansi penting
dan informasi penjelasan lain; dan
6
laporan posisi keuangan pada awal periode komparatif yang disajikan ketika
entitas menerapkan suatu kebijakan akuntansi secara restrospektif atau membuat
penyajian kembali pos-pos laporan keuangan, atau ketika entitas mereklasifikasi
pos-pos dalam laporan keuangannya.
Jika kita bandingkan antara PSAK 1 (Revisi 1998) dengan PSAK No. 1 (Revisi
2009), terkait komponen laporan keuangan, maka terdapat dua perbedaan utama
yaitu:
1. perubahan pada laporan laba rugi, dimana sebelumnya hanya mensyaratkan
laporan laba rugi, sekarang harus menyajikan laporan laba rugi
komprehensif
2. PSAK 1 (Revisi 1998) tidak mensyaratkan adanya laporan posisi keuangan
pada awal periode komparatif yang disajikan ketika entitas menerapkan
suatu kebijakan akuntansi secara restrospektif atau membuat penyajian
kembali pos-pos laporan keuangan, atau ketika entitas mereklasifikasi pospos dalam laporan keuangannya.
Perlu ditekankan bahwa antara laporan laba rugi dengan laporan laba rugi
komprehensif memiliki perbedaan. Laporan laba rugi adalah total pendapatan
dikurangi beban, tidak termasuk komponen-komponen pendapatan komprehensif

lain. Sedangkan laporan laba rugi komprehensif termasuk didalamnya laporan laba
rugi dan pendapatan komprehensif. Pendapatan komprehensif mencakup (paragraf
7):
1. perubahan dalam surplus revaluasi (lihat PSAK 16 (Revisi 2007): Aset
Tetap dan PSAK 19 (Revisi 2009): Aset Tidak Berwujud)
2. keuntungan dan kerugian aktuarial atas program manfaat pasti yang diakui
sesuai dengan PSAK 24: Imbalan Kerja
3. keuntungan dan kerugian yang timbul dari penjabaran laporan keuangan
dari entitas asing (lihat PSAK 10 (Revisi 2009): Pengaruh Perubahan Nilai
Tukar Valuta Asing)
4. keuntungan dan kerugian dari pengukuran kembali aset keuangan yang
dikategorikan sebagai tersedia untuk dijual (lihat PSAK 55 (Revisi
2006) : Instrumen Keuangan: Pengakuan dan Pengukuran)
5. bagian efektif dari keuntungan dan kerugian instrumen lindung nilai dalam
rangka lindung nilai arus kas (lihat PSAK 55 (Revisi 2006) : Instrumen
Keuangan : Pengakuan dan Pengukuran)

4. Penyajian Laporan Keuangan


Penyajian laporan keuangan yang dituangkan dalam PSAK No.1 merupakan
adopsi dari IAS 1 Presentation of Financial Statements (2009). Terdapat beberapa
perbedaan berdasar PSAK 1 (Revisi 2009) dengan PSAK 1 (Revisi 1998).
Beberapa perbedaan terkait penyajian laporan keuangan di antaranya:
1. Dalam paragraf 9 PSAK 1 (Revisi 2009), laporan keuangan menyajikan
beberapa informasi mengenai entitas yang meliputi: aset, liabilitas, ekuitas,
pendapatan dan beban termasuk keuntungan dan kerugian, kontribusi dari
dan distribusi kepada pemilik dalam kapasitasnya sebagai pemilik, serta arus
kas sedangkan menurut PSAK 1 (1998), informasi yang disajikan dalam
laporan keuangan meliputi: aset, kewajiban, ekuitas, pendapatan dan beban,
serta arus kas.
2. PSAK 1 (Revisi 2009) tidak mengatur kapan entitas sebaiknya
mengeluarkan laporan keuangan, sedangkan PSAK 1 (1998) mengatur
bahwa entitas sebaiknya mengeluarkan laporan keuangan paling lama 4
bulan setelah tanggal neraca.
3. Paragraf 84 PSAK 1 (Revisi 2009) tidak memperkenankan penyajian pos
luar biasa dalam laporan laba rugi komprehensif (akan dibahas spada
bagian berikutnya).

4. Dalam paragraf 78 PSAK 1 (Revisi 2009) mensyaratkan bahwa seluruh pos


penghasilan dan beban yang diakui dalam satu periode dapat disajikan
dengan dengan memilih salah satu format berikut:
Dalam bentuk satu laporan laba rugi komprehensif, atau
Dalam bentuk dua laporan, yaitu:
i.
Laporan yang menunjukkan komponen laba rugi (laporan laba rugi terpisah),
dan
ii.
Laporan yang dimulai dengan laba rugi dan menunjukkan komponen
pendapatan komprehensif lain (laporan laba rugi komprehensif)

5. Mengapa Pos Luar Biasa (Extraordinary Items)


Dihilangkan?
Tidak kita pungkiri bahwa sudah menjadi perdebatan sejak lama tentang apa yang
harus dimasukkan dalam net income, apakah hanya kegiatan yang berasal dari
aktivitas operasi ataukah juga memasukkan kegiatan yang berasal dari aktivitas
tidak biasa (irregular items). Isu ini sangat penting mengingat tidak sedikit
jumlah irregular item yang dilaporkan oleh entitas.[1] Berdasarkan
pendekatan modified all inclusive concept, perusahaan dapat melaporkan irregular
items sebagai bagian dari net income-nya. Salah satu irregular items adalah pos
luar biasa (extraordinary items)
Secara konsep, pos luar biasa merupakan transaksi dan kejadian yang tidak
berulang yang berbeda secara signifikan dari kegiatan normal perusahaan. Untuk
menentukan apakah suatu kejadian dikatakan luar biasa harus dikaitkan dengan
kegiatan normal perusahaan atau dikaitkan dengan karakteristik perusahaan.
Sebagai contoh, kerugian akibat terjadinya gempa bagi perusahaan yang terletak di
negara Jepang (sering dilanda gempa) akan menjadi kejadian yang biasa saja, tetapi
kerugian yang diderita oleh perusahaan di Indonesia (yang jarang terjadi gempa)
dapat dikatakan sebagai kejadian yang luar biasa. Ini mengandung makna kriteria
luar biasa akan berbeda antara satu perusahaan dengan perusahana lainnya
sehingga perlu menetapkan suatu kriteria untuk dapat mengkategorikan suatu
kejadian masuk dalam pos luar biasa.
Suatu aktivitas dikategorikan sebagai pos luar biasa jika memenuhi 2 persyaratan
berikut:
1. Bersifat tidak normal; kejadian atau transaksi yang bersangkutan memiliki
tingkat abnormalitas yang tinggi dan tidak mempunyai hubungan dengan
kegiatan normal perusahaan.

2. Tidak sering terjadi; kejadian atau transaksi yang bersangkutan tidak sering
terjadi dalam kegiatan normal perusahaan.
Sebagai pertimbangan lain, untuk menentukan apakah peristiwa atau transaksi
dikatagorikan sebagai pos luar biasa maka entitas perlu mempertimbangkan
lingkungan tempat entitas tersebut beroperasi. Sebagai contoh Weyerhaeuser
Company (forest and lumber) memasukan pos luar biasa atas terjadinya aktivitas
volkanik pada gunung St. Helens sejumlah $36 juta. Erupsi volkanik ini
menghancurkan logistik, bangunan, equipment, sistem transportasi, dan kayu. Bagi
Weyerhaeuser Company kerugian yang ditimbukan oleh aktivitas volkanik tersebut
sangat jarang terjadi dan bersifat tidak normal sehingga dapat diklasifikasikan
sebagai extraordinary items, tetapi mungkin saja bagi perusahaan lain yang terletak
didaerah rawan terjadinya aktivitas volkanik, kerugian sebagai akibat adanya
aktivitas volkanik tidak dapat dikatagorikan sebagai extraordinary items.
Dalam kaitannya dengan pos luar biasa, Paragraf 84 PSAK 1 (Revisi 2009) Tidak
diperkenankan lagi penyajian pos-pos penghasilan dan beban sebagai pos luar
biasa dalam laporan laba rugi komprehensif, laporan laba rugi terpisah (jika
disajikan), atau catatan atas laporan keuangan. Aturan ini menunjukkan bahwa
memang standar kita sudah tidak lagi memperkenankan disajikannya pos luar biasa
dalam laporan keuangan. sebelumnya, penyajian pos luar biasa dalam laporan laba
rugi perusahaan diatur berdasarkan PSAK No. 25 mengenai Laba atau Rugi
Bersih untuk Periode Berjalan, Kesalahan Mendasar, dan Perubahan Kebijakan
Akuntansi, paragraf 10 14.
Pertanyaan yang timbul adalah mengapa pos luar biasa tidak diperkenankan lagi
disajikan dalam laporan keuangan? Jika melihat ke belakang ketika terjadi tragedi
serangan teroris di Amerika tanggal 11 september 2001 dan peristiwa terjadinya
badai Katrina tahun 2005, seluruh media di Amerika mengkatagorikan dua
peristiwa tersebut sebagai extraordinary. Namun FASBs Emerging Issues Task
Forces (EITF) menyatakan bahwa melampirkan kerugian yang berasal dari
kejadian tanggal 11 September akan menjadi tidak efektif dalam
mengkomunikasikan akibat dari adanya serangan tanggal 11 September sehingga
hal ini bertentangan dengan tujuan luas dari disediakannya laporan keuangan yaitu
mengkomunikasikan secara efektif dan jelas (informasi laporan keuangan). Alasan
lain yang dikemukakan oleh EITF adalah sulitnya menangkap akibat-akibat
finansial dari serangan teroris pada satu item laporan keuangan. Sementara
menurut IAS, dikeluarkannya extraordinary items dari laporan keuangan karena
terdapat kesulitan dalam memisahkan efek-efek finansial dari satu kejadian dengan
kejadian lain secara objektif.
Secara umum, alasan eliminasi extraordinary items dari laporan keuangan dapat
dirangkum sebagai berikut:

1) Terdapat kesuliatan untuk menentukan apakah suatu peristiwa/transaksi dapat


dikatagorkan sebagai pos luar biasa. Hal ini disebabkan karena kriteria penentuan
pos luar biasa masih membutuhkan judgement.
2) Terdapat kesulitan untuk memisahkan efek finansial yang terjadi karena
adanya serangan teroris dengan efek finansial yang terjadi karena adanya kegiatan
ekonomi yang lemah sebelum terjadinya serangan teroris. Dengan kata lain,
terdapat kesulitan untuk memisahkan efek finansial akibat adanya kejadian yang
diduga sebagai extraordinary dengan kejadian lain sebelum adanya extraordinary.
3)
Memisahkan kos yang termasuk dalam extraordinary item dengan yang tidak
termasuk dalam extraordinary items bukan saja merupakan hal yang tidak
praktis[2] , tetapi juga merupakan hal yang tdak berguna bagi pengguna laporan
keuangan yang berfokus pada informasi yang dapat membantu prediksi future
earnings dan akibat cash flow dari adanya kejadiankejadian tersebut. Sehingga
udaha untuk memisahkan kos dalamordinary atau extraordinary akan menghalangi
(bukan meningkatkan) komunikasi informasi keuangan
4)
Salah satu katagori extraordinary items adalah tidak sering terjadi
(infrequently in practice) sehingga karena tidak sering terjadi makan sebaiknya
dieliminasi.
Secara umum penulis sependapat dengan Massoud et al. (2007) bahwa memang
sudah saatnya extraordinary items dihilangkan karena telah cukup lama manfaat
dari disajikannya extraordinary item menjadi tidak jelas. Mengapa? Dengan
mengklasifikasikan suatu kejadian dalam extraordinary items tidak akan mengubah
efek bottom-line atas kejadian tersebut terhadap organisasi, karena extraordinary
items hanya sebagian kecil dari semua pos yang ada dalam kaporan keuangan yang
bisa dijadikan pertimbangan organisasi.
(Oleh: Yeni Januarsi)

Referensi
Massoud, Raiborn, and Humphrey. 2007. Extraordinary Items: Time To Eliminate
The Classification. CPA Journal
Burke, J.A. 2006. An Extraordinary Decision Leads to Extraordinary
Changes. CPA Journal
Ikatan Akuntan Indonesia. 2009. Standar Akuntansi Keuangan per 1 Juli 2009.
Salemba Empat. Jakarta
Kieso, Weygandt, and Warfields. 2010. Intermediate Accounting. Wiley.

[1] Survey dari 600 perusahaan besar menunjukkan bahwa lebih dari 40%
perusahaan melaporkan restructuring charges, sekitar 20% melaporkan
baik extraordinary items atau perubahan discontinued operation, dan banyak
perusahaan yang mencatat assets write-down atau laba penjualan aset.
[2] Dalam PSAK 1 (revisi 2009) dinyataka definisi tidak praktis jika entitas tidak
dapat menerapkannya setelah melakukan segala upaya yang rasional

PSAK 55
INSTRUMEN KEUANGAN: PENGAKUAN DAN PENGUKURAN
A. TUJUAN PSAK 55
Tujuan pernyataan ini adalah untuk mengatur prinsip-prinsip dasar pengakuan dan
pengukuran aset keuangan, liabilitas keuangan, dan kontrak pembelian atau
penjualan item nonkeuangan.

B. RUANG LINGKUP PSAK 55


Pernyataan ini diterapkan oleh semua entitas untuk seluruh jenis instrumen
keuangan, kecuali untuk:
1. Penyertaan pada entitas anak, entitas asosiasi, dan ventura bersama
2. Hak dan kewajiban dalam sewa
3. Hak dan kewajiban pemberi kerja
4. Instrumen keuangan terbitan entitas
5. Hak dan kewajiban yang timbul dalam kontrak asuransi
6. Kontrak antara pengakuisisi dan penjual dalam kombinasi bisnis

7. Komitmen pinjaman yang diberikan selain dari yang dijabarkan

C. DEFINISI INSTRUMEN KEUANGAN


Instrumen keuangan (financial instruments) adalah setiap kontrak yang menambah
nilai aset keuangan (financial assets) entitas dan liabilitas keuangan (financial
liability) atau instrumen ekuitas (equity instruments) entitas lain.
Aset keuangan meliputi setiap aset yang menimbulkan hak kontraktual untuk
menerima kas atau aset keuangan lainnya. Liabilitas keuangan meliputi setiap
kewajiban kontrak untuk membayar kas atau aset keuangan. Instrumen ekuitas
adalah setiap kontrak yang memberikan hak residual atas aset suatu entitas setelah
dikurangi dengan seluruh liabilitasnya.

D. DEFINISI DERIVATIF
Derivatif adalah suatu instrumen keuangan atau kontrak lain yang memiliki tiga
karakteristik berikut :
1. Nilainya berubah sebagai akibat dari perubahan variabel yang telah
ditentukan (yang mendasari/underlying), antara lain : suku bunga, harga
instrument keuangan, harga komoditas, nilai tukar mata uang asing, indeks
harga atau indeks suku bunga, peringkat kredit atau indeks kredit, atau
variabel lainnya. Untuk variabel non-keuangan, variabel tersebut tidak
berkaitan dengan pihak-pihak dalam kontrak.
2. Tidak memerlukan investasi awal neto atau memerlukan investasi awal neto
dalam jumlah yang lebih kecil dibandingkan dengan jumlah yang diperlukan
untuk kontrak serupa lainnya yang diharapkan akan menghasilkan dampak
yang serupa akibat perubahan faktor pasar.
3. Diselesaikan pada tanggal tertentu di masa depan.

Akuntansi Derivatif :
1. Dicatat dalam neraca (sebagai aset atau kewajiban)
2. Pada nilai wajar

3. Perubahan atas nilai derivatif dicatat melalui laporan laba rugi, kecuali
qualified cash flow atau net investment hedge.

E. KLASIFIKASI INSTRUMEN KEUANGAN


1. Aset Keuangan
- Aset keuangan yang diukur pada nilai wajar melalui laporan laba rugi
Aset keuangan baik yang dimiliki untuk diperdagangkan (misalnya untuk dijual
dalam waktu dekat pada masa mendatang) atau pada saat pengakuan awal telah
ditetapkan oleh entitas untuk diukur pada nilai wajar melalui laba rugi.
Contoh : Aset derivatif dan investasi dalam instrumen utang dan ekuitas yang
dimiliki dalam portofolio diperdagangkan.
- Investasi yang dimiliki hingga jatuh tempo
Aset keuangan dengan pembayaran tetap atau telah ditentukan dan jatuh temponya
telah ditetapkan serta entitas mempunyai intensi positif dan kemampuan untuk
memiliki aset keuangan tersebut hingga jatuh tempo.
Contoh : Investasi dalam instrumen utang yang mempunyai kuotasi harga di mana
entitas memiliki niat dan mampu memiliki hingga jatuh tempo.
- Pinjaman yang diberikan dan piutang
Aset keuangan dengan pembayaran tetap atau telah ditentukan dan tidak
mempunyai kuotasi harga di pasar aktif.
Contoh : Piutang usaha, pinjaman yang diberikan, dan piutang wesel.
- Aset keuangan tersedia untuk dijual
Aset keuangan yang dirancang sebagai tersedia untuk dijual atau yang tidak
diklasifikasikan dalam ketiga kategori di atas.
Contoh : Investasi dalam instrumen utang dan ekuitas yang tidak termasuk dalam
kategori lain.

2. Liabilitas Keuangan

- Liabilitas keuangan yang diukur pada nilai wajar melalui laporan laba rugi
Liabilitas keuangan baik yang dimiliki untuk diperdagangkan (misalnya dibeli
kembali dalam waktu dekat pada masa mendatang) atau ditetapkan pada saat
pengakuan awal telah ditetapkan oleh entitas untuk diukur pada nilai wajar melalui
laba rugi
Contoh : Liabilitas derivatif dan liabilitas diperdagangkan lainnya
-Liabilitas keuangan yang diukur dengan biaya perolehan diamortisasi
Semua liabilitas lainnya selain daripada liabilitas yang dinillai pada nilai wajar
melalui laba rugi.
Contoh : Utang usaha, utang wesel, dan efek utang yang diterbitkan.

3. Tainting
Entitas tidak boleh mengklasifikasikan aset keuangan sebagai investasi yang
dimiliki hingga jatuh tempo, jika dalam tahun berjalan atau dalam kurun waktu dua
tahun sebelumnya, telah menjual atau mereklasifikasi investasi yang dimiliki
hingga jatuh tempo dalam jumlah yang lebih dari jumlah yang tidak signifikan
(more than insignificant) sebelum jatuh tempo.
Terdapat pengecualian atas TaintingRule tersebut jika penjualan atau reklasifikasi
tersebut:
1. Dilakukan ketika aset keuangan sudah mendekati jatuh tempo atau tanggal
pembelian kembali (contohnya, kurang dari tiga bulan sebelum jatuh
tempo).
2. Terjadi setelah entitas telah memperoleh secara substansial seluruh jumlah
pokok aset keuangan tersebut sesuai jadwal pembayaran atau entitas telah
memperoleh pelunasan dipercepat.
3. Terkait dengan kejadian tertentu yang berada di luar kendali entitas, tidak
berulang, dan tidak dapat diantisipasi secara wajar oleh entitas

F. PENGUKURAN INSTRUMEN KEUANGAN


1. Pengukuran Awal

Pada saat pengakuan awal, entitas pada umumnya mengukur aset keuangan
menggunakan akuntansi tanggal transaksi pada nilai wajar ditambah biaya
transaksi (fair value plus transaction costs), kecuali aset keuangan yang diukur
pada nilai wajar melalui laba rugi. Aset keuangan yang diukur pada nilai wajar
melalui laba rugi pada awalnya hanya diakui pada nilai wajar (fair value).
Biaya transaksi (transaction costs) adalah biaya-biaya tambahan, seperti biaya
pendaftaran dan komisi lain yang ditetapkan, biaya yang dibayarkan kepada
penasehat hukum, akuntan, dan penasehat profesional lain, biaya percetakan dan
meterai.
Biaya transaksi meliputi fee dan komisi yang dibayarkan pada para agen (termasuk
karyawan yang berperan sebagai agen penjual/selling agent), konsultan, perantara
efek dan pedagang efek; pungutan wajib yang dilakukan oleh pihak regulator dan
bursa efek, serta pajak dan bea yang dikenakan atas transfer yang dilakukan.
Biaya-biaya transaksi tidak termasuk premium atau diskonto utang, biaya
pendanaan (financing costs), biaya administrasi internal, atau biaya penyimpanan
(holding costs).
Jurnal untuk mencatat biaya transaksi yang dibayar tunai dan berkaitan dengan
instrumen keuangan yang diukur pada nilai wajar (fair value) adalah:
Biaya Transaksi
Kas

xxx
xxx

2. Pengukuran Berikutnya
Setelah pengakuan awal, aset keuangan dan liabilitas keuangan diukur pada nilai
wajar, biaya perolehan diamortisasi atau biaya perolehan tergantung klasifikasi
apakah nilai wajar dapat ditentukan dengan andal. Pengukuran awal (initial
measurement) dan pengukuran berikutnya (subsequent measurement) atas
instrumen keuangan dan perlakuan akuntansi atas perubahan nilai wajar
(keuntungan atau kerugian kepemilikan yang belum direalisasi unrealized
holding gain or loss) diklasifikasikan sebagai berikut :
Catatan :
1. *Nilai pada awal juga disesuaikan dengan biaya transaksi, kecuali aset atau
liabilitas pada nilai wajar melalui laba rugi
2. Investasi dalam instrumen ekuitas yang tidak memiliki kuotasi harga di
pasar aktif dan nilai wajarnya tidak dapat diukur secara andal, serta derivatif
yang terkait dengan dan diselesaikan melalui penyerahan instrumen ekuitas

yang tidak memiliki kuotasi harga di pasar aktif tersebut, diukur pada biaya
perolehan.
Dari tabel di atas, setelah pengakuan awal, aset keuangan dan liabilitas keuangan
diukur dengan menggunakan salah satu dari tiga atribut pengukuran berikut.
- Biaya perolehan
Biaya perolehan adalah jumlah aset yang diperoleh atau liabilitas yang
diselesaikan, termasuk biaya transaksi (misalnya komisi atau fee yang dibayar).
Setelah perolehan awal, hanya satu tipe instrumen keuangan yang diukur pada
biaya perolehan yaitu investasi dalam instrumen ekuitas yang tidak memiliki
kuotasi harga di pasar aktif dan nilai wajarnya tidak dapat diukur secara andal,
serta derivatif yang terkait dengan dan diselesaikan melalui penyerahan instrumen
ekuitas yang tidak memiliki kuotasi harga di pasar aktif tersebut, diukur pada biaya
perolehan.
- Biaya perolehan diamortisasi
Setelah pengukuran awal, kategori aset keuangan dan liabilitas keuangan ini diukur
pada biaya perolehan diamortisasi dengan menggunakan metode suku bunga
efektif di laporan posisi keuangan:
1. Investasi yang dimiliki hingga jatuh tempo;
2. Pinjaman yang diberikan dan piutang; dan
3. Liabilitas keuangan lainnya.
Biaya perolehan diamortisasi (amortized cost) adalah biaya perolehan dari aset
atau liabilitas setelah disesuaikan, jika layak, untuk mencapai suatu suku bunga
efektif yang konstan selama umur aset atau liabilitas (misalnya, pendapatan bunga
yang konstan atau beban bunga yang konstan sebagai suatu persentase jumlah
tercatat dari aset keuangan atau liabilitas keuangan). Dengan kata lain, biaya
perolehan diamortisasi dari aset keuangan atau liabilitas keuangan adalah jumlah
pada pengakuan awal aset keuangan atau liabilitas keuangan dikurangi pembayaran
pokok, ditambah atau dikurangi dengan akumulasi amortisasi berdasarkan metode
suku bunga efektif dan dikurangi penurunan nilai atau nilai yang tidak dapat
ditagih.
- Nilai wajar
Nilai wajar (fair value) adalah nilai di mana suatu aset dapat dipertukarkan atau
suatu liabilitas diselesaikan antara pihak yang memahami dan berkeinginan untuk
melakukan transaksi wajar.

Kategori aset keuangan dan liabilitas keuangan pada umumnya diukur pada nilai
wajar di laporan posisi keuangan:
1. Aset keuangan pada nilai wajar melalui laba rugi;
2. Aset keuangan tersedia untuk dijual; dan
3. Liabilitas keuangan pada nilai wajar melalui laba rugi.

G. PENGHENTIAN PENGAKUAN (DERECOGNITION)


1. Penghentian Pengakuan Aset Keuangan
Entitas menghentikan pengakuan aset keuangan, jika dan hanya jika :
1. Hak kontraktual atas arus kas yang berasal dari aset keuangan tersebut
berakhir
2. Entitas mentransfer aset keuangan yang memenuhi kriteria penghentian
pengakuan.
2. Penghentian Pengakuan Kewajiban Keuangan
Entitas mengeluarkan kewajiban keuangan (atau bagian dari kewjaiban keuangan)
dari neracanya, jika dan hanya jika kewajiban keuangan tersebut berakhir, yaitu
ketika kewajiban yang ditetapkan dalam kontrak dilepaskan atau dibatalkan atau
kadaluarsa.

H. LINDUNG NILAI
Akuntansi lindung nilai menurut Epstein & Jermakowicz (2008) adalah
penggunaan instrumen derivatif atau instrumen keuangan lainnya untuk
melindungi perusahaan dari risiko terkait perubahan nilai wajar (fair value).
Perlakuan akuntansi khusus bagi transaksi hedging yang mencakup instrumen
hedging dan hedge item, yang bertujuan untuk memastikan keuntungan atau
kerugian atas instrumen hedging dan hedge item diakui dalam laporan laba rugi
periode yang sama.
Jenis Lindung Nilai :
1. Lindung Nilai Atas Nilai Wajar

Suatu lindung nilai terhadap eksposur perubahan nilai wajar atas aset atau
kewajiban yang telah diakui, atau komitmen pasti yang belum diakui, atau bagian
yang telah diidentifikasi dari aset, kewajiban, atau komitmen pasti tersebut, yang
dapat diatribusikan pada resiko tertentu dan dapat mempengaruhi laporan laba rugi.
2. Lindung Nilai Atas Arus Kas
Suatu lindung nilai terhadap eksposur variabilitas arus kas yang dapat diatribusikan
pada resiko tertentu yang terkait dengan aset atau kewajiban yang telah diakui
(misalnya seluruh atau sebagian pembayaran bunga masa depan atas utang dengan
suku bunga variabel) atau yang dapat diatribusikan pada resiko tertentu yang
terkait dengan prakiraan transaksi yang kemungkinan besar terjadi.dan dapat
mempengaruhi laporan laba rugi.
3. Lindung Nilai atas investasi neto pada operasi di luar negeri
Sama seperti lindung nilai arus kas
Kriteria Lindung Nilai :
1. Pada saat dimulainya lindung nilai terdapat penetapan dan
pendokumentasian formal atas hubungan lindung nilai dan tujuan
manajemen resiko entitas serta strategi pelaksanaan lindung nilai.
2. Lindung nilai diharapkanakan sangat efektif dalam rangka saling hapus atas
perubahan nilai wajar atau perubahan arus kas.
3. Untuk lindung nilai atas arus kas, suatu prakiraan transaksi yang merupakan
subjek dari suatu lindung nilai harus bersifat kemungkinan besar terjadi dan
terdapat eksposur perubahan arus kas yang dapat memengaruhi laporan laba
rugi.
4. Efektivitas lindung nilai dapat diukur secara andal.
5. Lindung nilai dinilai secara berkesinambungan dan ditentukan bahwa
efektivitasnya sangat tinggi sepanjang periode pelaporan keuangan dimana
lindung nilai tersebut ditetapkan.
Instrumen Lindung Nilai :
1. Lindung nilai terhadap eksposur nilai wajar dari obligasi dalam mata uang
asing.
2. Lindung nilai menggunakan aset atau liabilitas keuangan nonderivatif

3. Akuntansi lindung nilai: penggunaan opsi yang diterbitkan dalam instrumen


lindung nilai yang digabungkan
4. Lindung nilai Internal
5. Kontrak derivatif internal yang saling hapus digunakan untuk mengelola
risiko suku bunga
Item yang dilindung nilai :
1. Derivatif
2. Penerbitan utang dengan suku bunga tetap yang telah diantisipasi
3. Deposito inti tak berwujud
Aliran pendapatan dalam mata uang asing di masa datang.

DAFTAR PUSTAKA
Exposure Draft PSAK 55 (Revisi 2011) http://iaiglobal.or.id
http://hedgeaccounting.wordpress.com/2012/09/05/akuntansi-lindung-nilaihedging/
http://rezwan-rizki.blogspot.com/2013/05/akuntansi-untuk-instrumenkeuangan.html

PSAK 57

PROVISI, LIABILITAS KONTINJENSI DAN ASET


KONTINEJENSI

Anda mungkin juga menyukai