Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perwujudan kualitas lingkungan yang sehat merupakan bagian pokok
bidang kesehatan. Udara sebagai komponen lingkungan yang penting dalam
kehidupan perlu dipelihara dan ditingkatkan kualitasnya sehingga dapat
memberikan daya dukungan bagi mahluk hidup untuk hidup secara optimal.
Pencemaran udara dewasa ini semakin menampakkan kondisi yang sangat
memprihatinkan. Sumber pencemaran udara dapat berasal dari berbagai
kegiatan antara lain industri, transportasi, perkantoran, dan perumahan.
Berbagai kegiatan tersebut merupakan kontribusi terbesar dari pencemar
udara yang dibuang ke udara bebas. Sumber pencemaran udara juga dapat
disebabkan oleh berbagai kegiatan alam, seperti kebakaran hutan, gunung
meletus, gas alam beracun, dll. Dampak dari pencemaran udara tersebut
adalah menyebabkan penurunan kualitas udara, yang berdampak negatif
terhadap kesehatan manusia.
Udara merupakan media lingkungan yang merupakan kebutuhan dasar
manusia perlu mendapatkan perhatian yang serius, hal ini pula menjadi
kebijakan Pembangunan Kesehatan Indonesia 2010 dimana program
pengendalian pencemaran udara merupakan salah satu dari sepuluh program
unggulan. Pertumbuhan pembangunan seperti industri, transportasi, dll
disamping memberikan dampak positif namun disisi lain aka memberikan
dampak negatif dimana salah satunya berupa pencemaran udara dan
kebisingan baik yang terjadi didalam ruangan (indoor) maupun di luarr
uangan (outdoor) yang dapat membahayakan kesehatan manusia dan
terjadinya penularan penyakit.
Diperkirakan pencemaran udara dan kebisingan akibat kegiatan industri
dan kendaraan bermotor akan meningkat 2 kali pada tahun 2000 dari kondisi
tahun 1990 dan 10 kali pada tahun 2020. Hasil studi yang dilakukan oleh
Ditjen PPM & PL, tahun 1999 pada pusat keramaian di 3 kota besar di
Indonesia seperti Jakarta, Yogyakarta dan Semarang menunjukkan gambaran
sebagai berikut : kadar debu (SPM) 280 ug/m3, kadar SO2 sebesar 0,76 ppm,

dan kadar NOx sebesar 0,50 ppm, dimana angka tersebut telah melebihi nilai
ambang batas/standar kualitas udara.
Udara, sebagai salah satu komponen lingkungan merupakan kebutuhan
yang paling utama untuk mempertahankan kehidupan. Metabolisme dalam
tubuh makhluk hidup tidak mungkin dapat berlangsung tanpa oksigen yang
berasal dari udara. Selain oksigen terdapat zat-zat lain yang terkandung di
udara, yaitu karbon monoksida, karbon dioksida, formaldehid, jamur, virus,
dan sebagainya. Zat-zat tersebut jika masih berada dalam batas-batas tertentu
masih dapat dinetralisasi, tetapi jika sudah melampaui ambang batas maka
proses netralisasi akan terganggu. Peningkatan konsentrasi zat-zat di dalam
udara tersebut dapat disebabkan oleh aktivitas manusia.
Udara dapat dikelompokkan menjadi, udara luar ruangan (outdoor air)
dan udara dalam ruangan (indoor air). Kualitas udara dalam ruang sangat
mempengaruhi kesehatan manusia karena hampir 90% hidup manusia berada
dalam ruangan (Susanna, 1998 ). Sebanyak 400 sampai 500 juta orang
khususnya di negara yang sedang berkembang sedang berhadapan dengan
masalah polusi udara dalam ruangan (Chandra, 1992) . Di Amerika, isu polusi
udara dalam ruang ini mencuat ketika EPA pada tahun 1989 mengumumkan
studi polusi udara dalam ruangan lebih berat daripada di luar ruangan. Polusi
jenis ini bahkan bisa menurunkan produktivitas kerja hingga senilai US $10
milyar (www.epa.gov/iaq/pubs/sbs.html. 2007).
B. Rumusan Masalah
1. Apa Definisi Udara?
2. Apa Definisi Dari Kualitas Udara Di Dalam Ruangan?
3. Elemen-Elemen Apa Saja Yang Mempengaruhi Kualitas Udara Dalam
Ruangan?
4. Apa aja Parameter Kualitas Udara Dalam Ruangan?
5. Bagaimana Cara Pengendalian Kualitas Udara Dalam Ruangan?

C. Tujuan Dan Manfaat.


1. Untuk Mengetahui Apa Definisi Udara.
2. Untuk Mengetahui Apa Definisi Dari Kualitas Udara Di Dalam Ruangan.
3. Untuk Mengetahui Elemen-Elemen Apa Saja Yang Mempengaruhi
Kualitas Udara Dalam Ruangan.
4. Untuk Mengetahui Apa aja Parameter Kualitas Udara Dalam Ruangan.
5. Untuk Mengetahui Bagaimana Cara Pengendalian Kualitas Udara Dalam
Ruangan.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Udara
Udara adalah atmosfer yang berada di sekeliling bumi yangfungsinya
sangat penting untuk kehidupan di muka bumi ini.Udara digunakan untuk
untuk bernafas, untuk prosesfotosintesis dan untuk menahan sinar ultrafiolet
dari matahari.Udara di alam tidak pernah ditemukan bersih tanpa
polutansama sekali karena beberapa gas selalu dibebankan ke udarasebagai
produk sampingan dari proses-proses alami(Atamakusuma, 1996).
Udara merujuk kepada campuran gas yang terdapat pada permukaan
bumi. Udara bumi yang kering mengandungi 78% nitrogen, 21% oksigen,
dan 1% uap air, karbon dioksida, dan gas-gas lain.Kandungan elemen
senyawa gas dan partikel dalam udara akan berubah-ubah dengan ketinggian
dari permukaan tanah. Demikian juga massanya, akan berkurang seiring
dengan ketinggian. Semakin dekat dengan lapisan troposfer, maka udara
semakin tipis, sehingga melewati batas gravitasi bumi, maka udara akan
hampa sama sekali.Apabila makhluk hidup bernapas, kandungan oksigen
berkurang, sementara kandungan karbon dioksida bertambah. Ketika
tumbuhan menjalani sistem fotosintesa, oksigen kembali dibebaskan
Udara dapat dibedakan menjadi 2, yaitu :
1. Udara bersih.
Udara yang bersih adalah udara yang belum tercampur dengan gasgas yang berbahaya. Ciri-ciri udara bersih yaitu : tidak berwarna, tidak
berbau, terasa segar dan ringan saat dihirup.
2. Udara kotor.
Udara kotor adalah udara yang sudah terpapar atau tercampur
dengan gas-gas yang berbahaya.ciri-cirinya yaitu : berbau( biasanya tidak
enak baunya), berwarna(seperti pada asap kendaraan bermotor).

B. Definisi Udara Dalam Ruagan


Menurut NHMRC (1989,1993), udara dalam ruangan adalalah udara
didalam area kerja dimana orang menghabiskan waktu selama 1 hari atau
lebih dan bukan merupakan gedung industri. Yang termasuk area tersebut
antara lain tempat penghuni (rumah(, kantor, rumag dan rumah sakit.
Sedangkan pengertian kualitas udara dalam ruangan menurut EPA (1991)
adalah hasil interaksi antara tempat, suhu, sistem gedung (baik desain asi
maupun modifikasi terhadap struktur dan sistem mekanik), teknik kontruksi,
sumber kontaminan (material, peralatan gedung serta sumber dari luar) dan
pekerja.
C. Elemen-Elemen Yang Mempengaruhi Kualitas Udara Dalam Ruangan.
Terdapat empat elemen yang mempengaruhi kualitas dalam ruangan
menurut EPA & NIOSH (1991) dan Pudjiastuti (1998) yaitu sumber
kontaminan udara dalam ruangan sistem HVAC (fungsi sistem HVAC dalam
mengendalikan kontaminan udara dan kenyamanan thermal pengguna
gedung), jalur kontaminan, dan pengguna gedung (keaneragaman penghuni
bangunan).
1. Sumber Kontaminan Udara Dalam Ruangan.
Berikut adalah beberapa sumber kontaminan dalam udara menurut EPA
(1991) :
a. Sumber dari luar bangunan yang terdiri dari :
1) Udara luar bangunan yang terkontaminasi debu, spons jamur,
kontaminasi industri dan gas buangan kendaraan.
2) Emisi dari sumber di sekitar bangunan seperti gas buangan dari
kendaraan pada area sekitar atau area parkir, temapt bingkar muat
barang, bau dari tempat pembuangan sampah, udara buangan yang
berasal dari gedung itu senduru atau gedung sebelahnya yang
dimasukkan kembali, kotoran disekitar intake udara luar bangunan.
3) Soil gas seperti radon, kebocoran gas dari bahan yang disimpan di
bawah tanah, kontaminan yang berasal dari penggunaan lahan
sebelumnya dan pestisida.
4) Kelembaban atau rembesan air yang memicu perkembangan
mikroba.
b. Peralatan, yang terdiri dari :

1) Peralatan HVAC seperti debu atau kotoran pada saluran atau


komponen lain, pertumbuhan mikroba pada humidifier, saluran,
coil, penggunaan biosida, penggunaan produk pembersih yang
tidak sesuai ketentuan, sistem ventilasi yang kurang baik, alat
pendingin (refrigerator) yang bocor.
2) Peralatan non-HVAC seperti emisi peralatan kantor (VOCs, ozon),
suplai )pelarut, toner, ammonia), emisi dari toko, laboratorium,
proses pembersihan, mesin penggerak elevator dan sistem mekanik
lainya.
c. Kegiatan manusia, yang terdiri dari :
1) Kegiatan personal seperti merokok, memasak, aroma kosmetik, dan
bau badan.
2) Kegiatan housekeeping seperti bahan pembersih, emisi dari gudang
penyimpanan bahan suplai atau sampah, penggunaan pengharum,
debu atau kotoran dari menyapu.
3) Kegiatan pemeliharaan seperti mokroorganisme dalam uap air
akibat kurangnya pemeliharaan colling tower, debu atau kotoran
udara, VOCs dari penggunaan perekat dan cat, pestisida dari
kegiatan pengendalian hama, emisi dari gudang penyimpanan.
d. Komponen bangunan dan peralatan interior, yang terdiri dari :
1) lokasi yang menghasilkan debu atau serat seperti permukaan yang
dilapisi (penggunaan karpet, tirai, dan bahan tekstil lainnya),
peralatan interior yang sudah tua dan rusak bahan yang
mengandung asbestos.
2) Bahan kimia dari komponen bangunan atau peralatan interior
seperti VOCs dan senyawa anorganik.

e. Sumber lainnya, yang terdiri dari :


1) Kejadian kecelakaan seperti tumpahan cairan, pertumbuhan
mikroba akibat banjir, kebocoran atap pipa, kerusakan akibat
kebakaran.
2) Penggunaan area secara khusus seperti area asap merokok, ruang
print, laboratorium, penyiapan makanan.
3) Redecorating, remodeling, repair activities seperti emisi dari
peraltan interior yang baru, bau dari uap organik maupun anorganik
dari cat atau bahan perekat.
2. Desain dan Pengoperasian Sistem HVAC.
Sistem HVAC merupakan sistem

alat

yang

bekerja

untuk

menghangatkan, mengdinginkan, dan mensirkulasi udara pada suatu


banguan yang terdiri dari boiler atau furnace, coolling tower, chilling, air
handling unit (AHU), exhaust fan, ductwork, steam, filter, fans (supply
udara, make up-air, exhaust ruangan), dampers, room air diffuser, dan
return air grills. Komponen sistem HVAC pada umumnya terdiri dari
pemasukan udara dari luar ruangan, pencampuran air plenum dengan
kontrol udara outdoor, penyaringan udara, pemanasan dan gulungan
pendingin, proses pelembaban dan tau pengurangan kelembaban.
Berdasarkan Building Code of Australia (2005( dan EPA (1991), suatu
desain dan sistem HVAC berfungsi untuk :
a. Memenuhi kebutuhan thermal compfort.
Sejumlah variabel seperti tingkat aktifitas, pemerataan suhu,
peningkatan atau pengurangan panas radiasi, dan kelembaban dapat
berinteraksi dan mempengaruhi kenyamanan para pengguan gedung
akan suhu udara indoor. Faktor individu yang juga terlibat dalam
pemerimaan thermal compfort atau kenyamanan termal antara lain
tingkat usia, aktifitas, dan fisiologi dari masing masing orang.
b. Memenuhi kebutuhan pengguna gedung.
Sebagian besar Air Handling Unit (AHU) bekerja untuk
mendistribusikan campuran udara luar dengan udara dalam ruangan
yang diresirkulasi. Ada juga sistem HVAC yang menggunakan 100%
udara luar atau hanya mensirkulasikan udara dalam ruangan saja.
Kenyamanan thermal dan kebutuhan ventilasi dicapai dengan

mensuplai udara yang telah dikondisikan (campuran udara luar dengan


udara yang telah diresirkulasikan dari dalam ruangan yang telah di
saring, dipanaskan atau didinginkan, atau terkadang dilembabkan serta
dikurangi kelembabannya).
c. Mengisolasi serta memindahkan bau serta kontaminan.
Salah satu teknik pengendalian bau dan kontaminan adalah
dengan teknik dilusi, yaitu mengencerkan idara terkontminasi
tersebuut dengan udara yang berasal dari luar ruangan. Dilusi dapat
efektif bila terdapat aliran suplai udara konsisten dan cukup untuk
mencampur dengan udara dalam ruangan.
D. Parameter Kualitas Udara Dalam Ruangan
1) Parameter Fisik.
a. Particulate Matter.
Debu partikulat merupakan salah satu polutan

yang sering

disebut sebagai partikel yang melayang di udara ( suspended


particulate matter/spm) dengan ukuran satu mikron samapai dengan
500 mikron.Dalam kasus pecemaran udara baik dalam maupun di
ruang gedung (indor dan outdoor pollutan) debu sering dijadikan salah
satu indikator pencemaran yang digunakan untuk menunjukkan
tingkat bahaya baik terhadap lingkungan maupun terhadap kesehatan
dan keselamatan kerja.Partikel debu akan ada di udara dalam waktu
yang relatif lama dengan keadaan melayang-layang di udara kemudian
masuk ke dalam tubuh manusia melalui pernafasan.Selain dapat
membahayakan terhadap kesehatan juga dapat menggangu daya
tembus pandang mata dan dapat mengadakan berbagai reaksi kimia
sehingga komposisi debu di udara menjadi partikel yang sangat rumit
karena merupakan campuran dari berbagai bahan dengan ukuran dan
bentuk yang relatif berbeda.(Pudjiastuti al.1998; Farmer 1997)
b. Suhu.
Definisi suhu yang nyaman (thermal comfort) menurut ASHRAE
adalah suatu kondisi yang dirasakan dan menunjukkan kepuasam
terhadap suhu yang ada di lingkungan.Untuk pekerja kantor dimana

pekerjaan yang berulang-ulang selama beberapa jam,aktivitas


personal,pakaian,tingkat kebugaran,dan pergerakan udara merupakan
faktor yang cukup berpengaruh terhadap persepsi seseorang terhadap
kenyamanan

suhu.Sedangkan

kelembapan

aktif

juga

turut

berpengaruh terhadap suhu dimana kelembaban yang rendah akan


membuat suhu semakin dingin dan begitu juga sebaliknya.(BiNardi
2003).
Hasil dar Northen European Studies bahwa ada hubungan antara
peningkatan temperatur sekitar 230c,kepadatan penghuni dan ventilasi
terhadap gejala-gejala ketidak nyamanan dalam ruangan.Menurut
Kepmenkes No.1405 tahun 2002,agar ruang kerja perkantoran
memenuhi persyaratan ,bila suhu > 280c perlu menggunakan alat
penetralan udara seperti Air Conditioner (AC),kipas angin.Bila suhu
udara luar <180c perlu menggunakan alat pemanasan ruang.
c. Kelembaban Relatif (Relative Humadity /Rh).
Kelembaban udara yang ekstrim dapat berkaitan dengan buruknya
kualitas udara .RH yang rendah dapat mengakibatkan terjadinya gejala
SBS seperti iritasi mata,iritasi tenggorokan dan batuk-batuk .Selain itu
rendahnya kelembaban relatif juga dapat meningkatkan kerentanan
terhadap penyakit infeksi ,serta penyakit asthma.RH juga merupakan
salah

satu

faktor

yang

mikroorganisme.Beberapa

mempengaruhi
jenis

virus

kelangsungan
hidup

pada

hidup
tingkat

kelembababan yang sedang.Sedangkan bakteri seperti legionella hidup


pada range kelembaban yang terbatas yaitu sekitar 55%-65% dan
bertahan dalam bentuk aerosol ( bioaerosol).Selain itu kelangsungan
hidup mikroorganisme dan debu rumah yang terdapat pada permukaan
akan meningkat pada RH 60 % dan dapat menyebabakan gangguan
pernafasan seperti astma.Pada tingkat

kelembaban yang rendah

,permukaan yang menjadi dingin dapat mempercepatan pertumbuhan


jamur dan penggumpulan debu.(BiNardi 2003).
Menurut SK Gubernur No.54 tahun 2008 tahun 2002,agar ruang
kerja perkantoran memenuhi persyaratan ,bila kelembaban udara

ruang . 60 % perlu menggunakan alat dehumidifier,dan bila < 40 %


perlu menggunakan humidifer misalnya mesin pembentikan aerasol.
d. Pencahayaan.
Cahaya merupakan pencaran gelombang elektromagnetik yang
melayang melewati udara,iluminasi mrupakan jumlah atau kualitas
cahaya yang jatuh kesuatu permukaan.Apabila suatu gedung tingkat
ilmunasinya tidak memenuhi syarat maka dapat menyebabkan
kelelahan mata. ( Spengler et al.2000)
e. Kecepatan Aliran Udara.
Pergerakan udara yang tinggi akan mengakibatkan menurunnya
suhu tubuh dan menyebabkan tubuh mersakan suhu yang yang lebih
rendah.Namun apabila kecepatan aliran udara stagnan ( minimal air
movement) dapat membuat terasa sesak dan buruknya kualiatas udara
( BiNardi 2003)
f. Bau.
Bau merupakana salah satu permsalaha buruknya kualitas udara
yang dapat dirasakan dengan jelas.jenis bau dapat berasal dari tubuh
manusia,bau asap rokok,bau masakan,dan sebagainya.Selain itu bau
zat kimia yang khas juga dapat mengindikasikan konsentrasi zat kimia
yang tinggi seperyti bau formaldehyde,acrolein,formid acid,acetic,acid
dan acetone.Untuk polutan lain,nilai ambang bau yang baik adalah
apabila pada konsentrasi tertentu menimbulkan gangguan kesehatan
serta mempengaruhi psikologis seseorang.(BiNardi 2003)

10

g. Kebisingan.
Menurut Kepmen No.48 tahun 1996,kebisingan adalah bunyi
yang tidak diinginkan dari usaha atau kegiatan dalam tingkat dan
waktu tertentu yang dapat menimbulkan ganguan kesehatan manusia
dan kenyamanan limgkungan .Kebisingan dapat berasal dari mesinmesin industri ,alat perkantoran yang menimbulkan bunyi yang cukup
tinggi dan lain-lain.
2) Parameter Biologi.
Mikrooragbisme dapat muncul dalam waktu dan tempat yang
berbeda.penyebaran lewat udara, mikroorganisme harus mempunyai
habitt untuk tumbuh dan berkembang biak (tillman, 2007). Seringkali
ditemui tumbuh pada sistem ventilaasi atau karpet yang terkontaminasi.
a. Jamur.
Menurut Hargreaves dan Parappukkaran (1999) menyatakan
bahwa pajajan terhadap khamir dan kapang terjadi setiap hari,
namun ada 3 faktor yang mempengaruhi populasi fungi adalah
teknik konstruksi yang buruk, kegagalan dalam mengidentifikasi
atau memperbaiki kerusakan air, kesalahan dalam mengoperasikan
dan menjaga sistem AC.
ACGIH 1989 merekomendasikan inspeksi secara rutin bagi
sumber yang berpotensi terhadap tumbuhnya mikroorganisme. Fungi
merupakan organnisme yang dipercaya memiliki keterkaitan erat
dengan SBS pada sistem ventilasi mekanik di gedung perkantoran di
kota Sydney. Dalam penelitian sampel udara untuk mengetahui
kandungan mikroorganisme dalam suatu gedung, dibutuhkan metode
yang terstandarisasi. Rekomendasi yang terbaik bagi gedung adalah
tidak ada satupun sampel yang melebihi 1000 CFU, tidak lebih dari
5 sampel yang jumlah mikroorganisme melebihi 100 CFU, dan tidak
ada kelompok microbial pathogen yang tercacat.

11

b. Bakteri .
Selain, jamur bakteri juga merupakan makhluk hidup yang tidak
kasat mata, dan dapat menyebabkan berbagai gangguan kesehatan
serta efek deteriorasi bagi gedung apabila tumbuh dan berkembang
biak pada lingkungan indoor. Gangguan kesehatan yang muncul
dapat bervariasi tergantung dari jenis dan rute pajanan. Bakteri
dalam gedung datang dari sumber luar serta dapat memberi pengaruh
bagi manusia seperti bernafas, batuk, bersin. Selain itu, bakteri juga
didapat pada sistem coolong towers(seperti Legionella).

Bahan

bangunan dan funiture, wallapaper, dan karpet lantai. Didalam


gedung, bakteri tumbuh dalam standing water tempat water spary
dan kondensasi AC.
3) Parameter Kimia
a. Karbon Dioksida (CO2).
Karbon dioksida pada dasarnya bukan merupakan tipe yang
mempengaruhi Kontaminan udara dalam ruangan, namun CO2 tetap
diukur untuk menilai sistem ventilasi gedung serta mengetahui kontrol
yang tepat untuk ventilasi pada ruang yang memiliki aktivitas yang
bervariasi dalam rangka investigasi kualias udala dalam ruangan.
Konsentrasi karbondioksida dalam atmosfer yang tidak tercemar
sekitar 0.03% tetpai 5 % udara yang kita keluarkan adalah
karbondioksida, sehingga bila kita berada dalam ruangan

yang

ventilasinya kurang baik, menyebabkan kenaikan CO2 dalam ruangan


(Pudjiastuti 1998).
Sumber CO2 yang terbanyak berasal dari hasil ekshalasi udara
hasil pernapasan manusia, namun Environmental Tobacco Smoke
(ETS) juga dapat menjadi sumber CO2. Nila ambang batas CO2 yang
diperbolehkan menurut OSHA adalah 500 ppm. Pada dasarnya CO2
tidak menimbulkan efek kesehatan yang berbahaya apabila berada
pada konsentrasi di atas 550 ppm namun jika berada pada konsentrasi
di atas 800 ppm, CO2 dapat mengindikasikan kurangnya udara segar
dan buruknya percampuran udara pada area pengguna gedung. Upaya
pengendalian CO2 dalam ruangan adalah dengan menyesuaikan
12

supply udara dalam ruangan tergantung dari tingkat kegunaan ruang


yang bervariasu, selain itu sirkulasi udara dalam ruangan dengan luar
ruangan juga harus ditingkatkan (Binardi, 2003).
b. Karbon Monoksida (CO).
Karbon monoksida merupakan gas beracun yang tidak berbau
dan tidak berwarna. Oleh karena itu tidak mungkin untuk melihat,
merasakan dan mencium usap asap CO, karbonmonoksida dapat
membunuh sebelum kita menyadari keberadaannya disekitar kita.
(EPA 1991: Binardi 2003).
Karbon monoksida dibentuk dari hasil pembekalan tidak
sempurnah material yang tersusun dari karbon (lebih banyak
berbentuk bahan bakar fosil). Karbon monoksida pada udara ruang
biasanya berasal dari peralatan-peralatan yang digunakan dan mudah
terbakar. Selain itu, karbon monoksida juga dapat berasal dari
kendaraan bermotor yang diparkir di bawah tanah atau parkiran
tertutup dimana asap dari parker mobil tersebut bisa masuk ke celah
bangunan dan melalui sistem ventilasi. Pada rumah tinggal, asap
kendaraan bermotor

dari garasi masuk ke dalam tempat tinggal

melalui pintu dalam (Pudjiastuti er.al.1998).


CO dapat diukur menggunakan alat aktif dan pasif direct-rading
electrochemical CO monitor dengan nilai ambang batas menurut
ACGIH adalah 25 ppm. Efek kesehatan yang ditimbulkan oleh CO
yang mengikata Hb adalah hipoksia (kurangnya distribusi oksigen ke
jaringan), kelelahan, nausea, sakit kepala, napas pendek. Sedangkan
level

C0Hb

di

atas

4-5

dapat

mengakibatkan

gejala

kardiovaskuler.Pengendalian CO pada udara dalam ruangan antara


lain dengan pembatasan merokok, menerapkan sistem ventilasi yang
sesuai pada area parkir, dan penempatan udara-udara masuk seperti
exhaust pada loading docks, dan area parkir (Binardi 2003).
c. Nitrogen dan Sulfuroksida (Nox dan Sox).
Nitrogen oksida merupakan pencemar. Sekitar 10% pencemar
udara setiap tahun adalah nitrogen oksida. NO yang ada diudara
belum

lama

diketahui,

kemungkian

sumbernya

berasal

dari

13

pembakaran pada suhu tinggi. Mula-mula terbentuk NO tetapi zat ini


akan mengalami oksidasi lebih lanjut

oleh oksigen atau ozon,

menghasilkan NO2. Nitrogen oksida yang terdapat dalam udara


ambient dapat masuk kedalaman ruangan yang akan mempengaruhi
kualitas udara dalam ruang (Pudjiastuti, 1998).
Sebagian besar oksida nitrogen terbentuk di daerah perkotaan
yang paling utama dari senyawa ini adalah NO (nitric oxide). Ada
delapan kemungkinan hasil reaksi bila nitrogen bereaksi dengan
oksigen yang jumlahnya cukup banyak hanyalah tiga, yaitu N2O, NO
dan NO2. Yang berhubungan dengan pencemaran udara adalah NO
dan NO2 adalah pemanas dan peralatan masak, pemanas dari minyak
tanah dan asap rokok. Pada konsentrasi di atas 200 ppm, NO2 dapat
mengakibatkan acute pulmonary edema sert a acute building-related
diseasae, dan kematian (Binardi 2003)
d. Environmental Tobacco Smoke ( ETS ).
Sebagai pencemar dalam ruangan, asap rokok (Environmental
Tobacco Smoke )merupakan bahan pencemar yang biasanya
mempunyai kuantitas paling banyak dibandingkan dengan pencemar
lain. Oleh karena itu, ETS merupakan salah satu hal yang sering
dikeluhkan pengguna gedung. Asap rokok merupakan campuran yang
kompleks dari kimia dan partikel diudara. Zat kimia seperti CO,
partikel, nitrogen oksida, CO2, hidrogen sianida, dan formaldehid
juga diproduksi oleh asap rokok bersamaan dengan kandungan gas
lainnya yang bervariasi. Walaupun asap rokok telah dinetralkan oleh
udara ruangan namun produk sampingannya tetap mengandung zat
zat yang beracun dan bersifat karsiogenik yang dapat membahayakan
pengguna gedung (Pudjiastuti et.al.1998; Binardi 2003).
e. Fiber.
Beberapa studi menunjukan bahwa pajanan fiber glass dapat
meningkatkan risiko kanker saluran pernafasan, meskipun bukan
faktor signifikan. Disamping efek kronis, efek akut seperti ruam
wajah, gatal gatal, iritasi mata dan pernafasan juga dapat disebabkan
oleh pajanan fiber glass. Pengendalian pajanan ini dapat dimulai dari
14

pemeliharaan instalasi fiber glass, seperti pembersihan bahan bahan


fiber glass agar tetap terawat dan berada dalam kondisi bagus. Nilai
ambang batas pajanan dilingkungan menurut ACGIH adalah 1 fiber/cc
atau 5 mg/m3 udara.
f. Ozon (O3).
Peralatan kerja yang dapat mengeluarkan ozon antara lain;
printer lazer, lampu UV, mesin photo copy dan ioniser. Ozon
merupakan gas yang sangat beracun dan mempunyai efek pada
konsentrasi rendah. Ozondapat menyebabkan iritasi pada mata dan
saluran pernafasan. Ozon merupakan gas yang sangat mudah bereaksi
namun hanya mempunyai pengaruh yang kecil pada lingkungan udara
dalam ruang kerja.
Hal ini yang dapat dilakukan adalah pengadaan ventilasi yang
memadai dan pengeceka sistem ventilasi secara teratur, National
Ambient Air Quality Standart menetapkan bahwa nilai ambang batas
pajanan ozon adalah 0,12 ppmdalam rata rata 1 jam pajanan.
g. Formaldehyde ( HCHO).
Formaldehyde digunakan secara besar-besaran dalam berbagai
proses industri, merupakan volatile organic compounds ( senyawa
organik yang mudah menguap) yang sering terdapat pada bahan
perekat, tekstil, kertas maupun produk produk tekstil dan kosmetik.
Pada dosis atau pajanan yang melebihi nilai 103 ppm akan
menyebabkan iritasi selaput lendir, gangguan kulit kering secara
kronik maupun akut. Selain itu, pajanan yang melebihi nilai 1 ppm
akan menyebabkan pajanan kronis dan diduga bersifat karsiogenik.
OSHA menetapkan batas aman pajanan 8 jam untuk lingkungan
kerja adalah 0,75 ppm, sedangkan untuk pajanan singkat adalag 2
ppm, sedangkan ASHRAE dan Swdish mengambil batas pajanan
adalah 0,1 ppm. Pengendalian bagi zat ini diantaranya adalah dengan
pemilihan bahan banguna yang rendah formaldehyde, peninkatan
kualitas ventilasi pada saat penggunaan produk formaldehyde baru,
dan pengendalian suhu dan kelembaban (BiNardi, 2003).
h. Radon.

15

Dipasaran beredar beberapa jenis bahan bangunan yang terbuat


dari bahan tambang maupun sisa pengolahan bahan tambang maupun
sisa pengolahan bahan tambang yang berkadar radioaktif tinggi.
Beberapa bahan tersebut antara lain asbes, garnit, italian tuff, gipsum,
batu bata dari limbah pabrik alumunia, cone block, yang terbuat dari
limbah abu batubara, acrated concrete, blast-furnace slag dari limbah
pabrik besi, mengandung konsentrasi tinggi radium 226 yang dapat
menjadi sumber migrasi radon di didalam ruangan ( Pudjiastutu et.al.
1998 ).
i. VOC lain.
Gas gas VOC lain dapat timbul dari penggunaan bahan-bahan
personal care, bahan pembersih, pestisida, dan produk-produk yang
terbuat dari bahan kayu. Selain, itu mikroorganisme juga dapat
mengeluarkan VOC ( microbal volatile organik compounds) yang
biasanya timbul dari bau pengap dan jamur. Berbagai jenis VOC
seperti benzene diketahui bersifat karsiogenik, jika digunakan dalam
jumlah yang sangat besar pada proses industri. VOC lainnya seperti
karbon tetrachloride, chloroform) berdasarkan hasil laboratorium juga
bersifat karsinogen pada hewan, tetapi belum ada bukti langsung
tentang pengaruh yang sama pada mannusia. Masuknya VOC ke
dalam tubuh dengan caa inhalasi atau terserap dalam pembuluh darah.
Pada umumnya bersifat neurotix. Pada level pajanan yang melewati
ambang batas menyebabkan gangguan sistem saraf sentral, vertigo,
gangguan penglihatan, tremor, fatiguc, anorexia.
Tidak ada standart tertentu untuk total VOC, karena setiap VOC
memiliki standart TLV masing-masing. Rata rata hasil pengukuran
VOC pada kualitas udara dalam ruangan masih di bawah nilai ambang
batas. Pegendalian yang paling memungkinkan adalah menyediakan
sistem ventilasi yang memadai, peningkatan kecepatan ventilasi agar
VOC dapat cepat menguap, dan penyimpanan bahan bahan kimia
baik (BiNArdi 2003)
E. Pengendalian Kualitas Udara Dalam Ruangan.
16

Menurut Tilman (2007) pengendalian maslah IAQ terutama terletak pada


desain gedung, untuk itu perlu dilakukan langkah-langkah seperti :
1. Pemilihan material gedung dengan tingkat emisi rendah, termasuk
peraltan, dan furniture.
2. Memastikan sistem ventasali sesuai dengan standart yang ada
(menggunakan metode terbaru dari sistem ventilasi mekanik jika
mnggunakan,hybrid ventilation ).
3. Mempunyai perancanaan untuk operasi dan pemeliharaan gedung.
4. Pendokumentasian untuk setiap kegiatan pemeliharaan gedung termasuk
sistem HVAC sebagai perbaikan di massa yang akan datang.
Selain itu, perlu dilakukan pengambilan sampel udara secara berkala
serta menganalisis dan membandingkannya dengan standart yang digunakan
untuk menilai kualitas udara yang ada di dalam ruangan sehingga tidak
membahayakan bagi penggunannya.

17

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kualitas udara dalam ruangan menurut adalah hasil interaksi antara
tempat, suhu, sistem gedung (baik desain asi maupun modifikasi terhadap
struktur dan sistem mekanik), teknik kontruksi, sumber kontaminan (material,
peralatan gedung serta sumber dari luar) dan pekerja.
Terdapat empat elemen yang mempengaruhi kualitas dalam ruangan
yaitu sumber kontaminan udara dalam ruangan sistem HVAC (fungsi sistem
HVAC dalam mengendalikan kontaminan udara dan kenyamanan thermal
pengguna gedung), jalur kontaminan, dan pengguna gedung
Parameter Kualitas Udara Dalam Ruangan terdiri atas parameter fisik,
biologi dan kimia. Dan cara Pengendalian Kualitas Udara Dalam Ruangan
dilakukan langkah-langkah seperti : Pemilihan material gedung dengan
tingkat emisi rendah, termasuk peraltan, dan furniture, Memastikan sistem
ventasali sesuai dengan standart yang ada (menggunakan metode terbaru dari
sistem ventilasi mekanik jika mnggunakan,hybrid ventilation ), Mempunyai
perancanaan

untuk

operasi

dan

pemeliharaan

gedung,

serta

Pendokumentasian untuk setiap kegiatan pemeliharaan gedung termasuk


sistem HVAC sebagai perbaikan di massa yang akan datang.
B. Saran
Demikian makalah yang telah kami susun, kami menyadari masih
terdapat beberapa kekurangan dalam penulisan makalah ini, kami sebagai
penyusun mengharap kritik dan saran yang bersifat membangun demi
kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat manambah
pengetahuan serta lebih bisa memahami pokok bahasan, bagi para
pembacanya dan khususnya bagi kami sebagai penyusun.

18

DAFTAR PUSTKA
Aditama, Tjandra Y. (1992) : Polusi Udara dan Kesehatan , Jakarta : Arcan
Susanna, D. et al. 1998. Kesehatan dan Lingkungan. Depok: Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Indonesia.
Chandra,Y. 1992. Polusi Udara dan Kesehatan. Jakarta: Arcan.
Environmental Protection Agency. Indoor Air Facts No. 4 (revised) Sick Building
Syndrome (SBS). Environmental Protection Agency, United States.
(online) http://www.epa.gov/iaq/pubs/sbs.html. 2013.
Baechler, et al. 1991, Scik Building Syndrome : Sources, Health Dffects,
Mitigation, Noyes Data Corporation, New Jersey.
Burroughs, et al. 2004, Managing Indoor Air Quality. 3th edn, Fairmont Press,
Inc, United States of America.
EPA.1997, : An Office Building Occupants Guide to Indoor Air Quality,
www.epa.gov/iaq/pubs/occupgd.html. Office of Air and Radiation
(OAR), indoor Environments Division (6609J) Wangshington, DC
20460.
Pujiastuti, Lily 1998, Kualitas Udara Dalam Ruang, Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

19

Anda mungkin juga menyukai