Anda di halaman 1dari 18

TUGAS FIKOLOGI

BUDIDAYA ALGA

Disusun oleh :
Dian Wahyu Kemalaputri

24020113130115

DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN MATEMATIKA
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2016

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Alga adalah tumbuhan tingkat rendah yang tidak berpembuluh dan
termasuk dalam kelompok Thallophyta atau dikenal dengan tumbuhan
bertalus. Tidak memiliki akar batang dan daun sejati tetapi hanya
menyerupai saja. Hidup menempel pada substrat dengan menggunakan
holdfast. Berklorofil a untuk fotosintesis dan juga mengandung pigmen
lainnya.
Pemanfaatan alga untuk menunjang kehidupan manusia telah banyak
dilakukan didalam berbagai bidang baik pangan maupun sandang. Semua
usaha pemanfaatan alga telah dilakukan baik sacara tradisional maupun
intensif dalam berbagai aspek, seperti dalam budidaya untuk mendapatkan
hasil panen yang maksimal, juga di berbagai bidang industri, dalam skala
kecil, industri rumah tangga dan dalam skala besar, pabrik dan lain-lain. Di
bawah ini akan dibahas tentang bioekologi alga, budidaya dan
pemanfaatannya.

1.2 RUMUSAN MASALAH


1.2.1 Bagaimanakah deskripsi dari alga?
1.2.2 Bagaimanakah teknik budidaya alga?
1.2.3 Apakah manfaat dari alga?
1.2.4 Bagaimanakah manajemen budidaya dan pengolahan pasca panen alga
Gracilaria verrucosa?

1.3 TUJUAN
1.3.1 Mengetahui deskripsi dari alga.
1.3.2 Mengetahui cara budidaya alga.

1.3.3 Mengetahui manfaat dari dari alga.


1.3.4 Mengetahui manajemen budidaya dan pengolahan pasca panen alga
Gracilaria verrucosa.

BAB II
ISI

2.1 Deskripsi Alga


Alga (tumbuhan ganggang) merupakan tumbuhan thallus yang hidup
di air, baik air tawar maupun air laut, setidak-tidaknya selalu menempati
habitat yang lembab atau basah. Alga yang hidup di air ada yang bergerak
aktif, ada yang tidak. Jenis-jenis yang hidup di air, terutama yang tubuhnya
ber sel tunggal dan dapat bergerak aktif merupakan penyusun plankton,
tepatnya

fitoplankton.

Walaupun

tubuh

ganggang

menunjukkan

keanekaragaman yang sangat besar, tetapi semua selnya selalu jelas


mempunyai inti dan plastida, dan dalam plastidnya terdapat zat-zat warna
derivat klorofil, yaitu klorofil-a atau klorofil-b atau kedua-duanya selain
derivat klorofil terdapat pula zat warna lain inilah yang justru kadang-kadang
lebih menonjol dan menyebabkan kelompok ganggang tertentu diberi nama
menurut warna tersebut. Zat warna tersebut berupa fikosianin (berwarna
biru), fikosantin (berwarna pirang), fikoeritrin (berwarna merah). Di samping
itu juga dapat ditemukan zat-zat warna santofil, dan karoten (Tjitrosoepomo,
2005).
Perkembangbiakan makroalga dapat terjadi melalui dua cara, yaitu
secara vegetatif dengan thallus dan secara generatif dengan thallus diploid
yang menghasilkan spora. Perbanyakan secara vegetatif dikembangkan
dengan cara setek, yaitu potongan thallus yang kemudian tumbuh menjadi
tanaman baru. Sementara perbanyakan secara generatif dikembangkan
melalui spora, baik alamiah maupun budidaya. Pertemuan dua gamet
membentuk zigot yang selanjutnya berkembang menjadi sporofit. Individu
baru inilah yang mengeluarkan spora dan berkembang melalui pembelahan
dalam sporogenesis menjadi gametofit (Anggadiredja et al., 2009).
Pada thallophyta spora benar-benar merupakan alat reproduksi, yaitu
sebagai calon-calon individu baru. Sifat gamet yang beranekaragam,
demikian pula gametangiumnya, menyebabkan perbedaan-perbedaan pula

dalam terjadinya peleburan sel-sel kelamin itu. Istilah-istilah yang bertalian


dengan cara perkembangbiakan seksual pada tumbuhan thallus seperti
misalnya: isogami, anisogami, gametangiogami, dan oogami, mencerminkan
adanya perbedaan-perbedaan tersebut (Tjitrosoepomo, 2005).
Makroalga yang berukuran besar tergolong dalam tiga kelompok
besar, yaitu Chlorophyceae (alga hijau), Phaeophyceae (alga coklat) dan
Rhodophyceae (alga merah). Sebagai produsen primer, kelompok alga ini
juga menfiksasi bahan organik dari bahan anorganik dengan bantuan cahaya
matahari yang dimanfaatkan langsung oleh herbivor (Asriyana dan Yuliana,
2012).

2.2 Teknik Budidaya Alga


Begitu banyaknya manfaat alga sehingga banyak dieksploitasi dan
lebih banyak diambil dari alam sedangkan kebutuhan akan alga cukup besar
sehingga produksinya tidak memenuhi kebutuhan yang ada. Untuk
mengantisipasi hal itu semua, maka perlu adanya usaha budidaya alga untuk
mendapatkan produksi yang maksimal. Budidaya merupakan langkah yang
paling tepat dalam usaha meningkatkan produksi alga, sehingga diharapkan
kebutuhan akan alga dapat terpenuhi sesuai dengan yang diharapkan, suplai
alga dapat lebih lancar,teratur baik dalam jumlah maupun mutunya (Aslan,
1991).
Dalam usaha budidaya ada banyak permasalahan yang dihadapi
termasuk masalah lokasi kelayakan budidaya. Pemilihan lokasi budidaya
yang tepat merupakan tahap awal yang harus dilakukan untuk melakukan
kegiatan usaha budidaya rumput laut atau alga laut yang berkelanjutan.
Banyak factor yang harus diperhatikan dalam pemilihan lokasi budidaya
alga laut ini. Lokasi budidaya yang baik adalah didaerah teluk atau perairan

yang setengah terbuka dengan pergerakan arus air dan gelombang yang
tidak terlalu keras. Untuk budidaya didasar (Bottom Cultur) dasar perairan
harus diperhatikan terutama jenis substratnya haruslah sesuai dengan speises
alga yang akan dibudidayakan.Juga kualitas perairan haruslah sesuai untuk
pertumbuhan alga. Masalah biologi alga seperti bibit, pemilihan bibit yang
baik atau bibit unggul, yang tahan terhadap hama dan penyakit. Dari segi
transportasipun harus diperhatikan terutama dalam hal pemasaran nanti
(Aslan, 1991).
2.2.1 Pemilihan Jenis dan bibit unggul
Jenis alga yang ada di wilayah laut nusantara kita cukup banyak
temasuk yang mempunyai nilai ekonomis. Seperti jenis alga
carragenophyt (tanaman yang mengandung karagenan) dan jenis
agarophyt (tanaman yang mengandung agar-agar). Umumnya kedua
jenis alga tersebut telah banyak mendapat perhatian untuk diolah atau
dikembangkan melalui teknik budidaya (Winarno, 1990).
Pemilihan jenis alga yang akan dibudidayakan sangat tergantung
pada produk akhir yang diinginkan. Jika yang diinginkan hasil
akhirnya adalah agar, maka pilihlah alga jenis agarophyt seperti
Gelidium, Gracilaria, Pterocladia sp dan Acanthopeltis japonica dan
Ahnfeltia plicata. Apabila produk akhir yang diinginkan adalah
karaginan maka pilih jenis alga yang jenis caragenophyt seperti
Gigartina, Hypnea dan Eucheuma (Winarno, 1990).
Apabila hasil akhir yang diinginkan adalah asam alginate maka
alga yang akan dibudidayakan adalah kelompok alga coklat seperti
Sargassum sp, Turbinaria sp, Dictyota sp dan lain-lain. Dan dalam
pemilihan jenis alga untuk dibudidayakan harus melihat juga keadaan
thallus alga tersebut yang diambil adalah bibit unggul yang memenuhi
beberapa persyaratan yang baik seperti ; keasdaan fisik alga, harus

kuat dan tahan terhadap cuaca buruk terutama terhadap ombak, untuk
menghindari terjadinya kerontokan. Alga ini juga harus memiliki
pertumbuhan harian (daily growth rate) yang cukup baik agar
produkktivitasnya akan tinggi. Selain itu juga alga harus yang bebas
atau tahan terhadap hama dan penyakit. Salah satu ciri bibit alga yang
baik contohnya pada alga jenis Eucheuma spinosum warnanya
kemerah-merahan, dengan duri dan percabangan yang lebih banyak
(Winarno, 1990).
2.2.2 Metode Budidaya
Metoda budidaya alga dapat dilakukan dalam beberapa cara,
yang paling sederhana atau tradisional adalah menanam atau
membudidayakan alga di tempat asalnya dengan cara menebarnya di
sekitar perairan tempat tumbuhnya yaitu pada substrat alami berupa
tanah berpasir, atau batu karang mati yang ada. Sedangkan yang telah
menggunakan teknologi yang lebih baik lagi memanfaatkan bahanbahan yang ada seperti tali rafia, botol aqua untuk pelampung. Dan
yang lebih maju lagi adalah dengan memanfaatkan material sebagai
alat bantu budidaya alga yang lebih baik lagi seperti menggunakan
bola pelampung, tali nylon dan jaring dari bahan polyetilen bahkan
kerangka besi dan lain-lain hasil teknologi. Juga bibit yang di gunakan
untuk penanamanpun hasil dari kemajuan teknologi seperti kultur
jaringan.

Budidaya makro alga


Hal-hal yang perlu di perhatikan dalam budidaya alga adalah
sebagai berikut :

A. Pemilihan lokasi
Perairan dasar pasir berbatu dengan tingkat kesuburan yang
baik.
Bebas dari hempasan ombak besar, jauh dari sumber air
tawar dan bahan pencemar.
Memiliki tingkat kesuburan yang baik
Parameter kualitas air :
Kecerahan : 20-40 cm/detik
Suhu : 27-29oC
Salinitas : 30-33 ppt
pH : 7,5-8,2
Kecerahan : 4-6 m
Bahan organic: 50 ppm

B. Teknik budidaya
1. Sistem Terapung
Teknik

budidaya

menggunakan

material

system

terapung

sebagai

alat

ini
bantu

biasanya
untuk

menggantungkan alga sehingga berada dalam kondisi


terapung di dalam kolom air tempat lokasi budidaya. System
terapung ini cara budidayanya dibagi atas; long line, rakit
apung dan jalur.

2. Sistem Lepas Dasar


Sistem Budidaya dengan cara ini dimana alga laut di
tanam di dasar perairan. Menggunakan patok dan tali.

2.2.3 Hama dan Penyakit


Hama adalah organisme yang mengganggu, merusak bahkan
memangsa rumput laut sehingga dapat menimbulkan kerusakan
bahkan kematian. Hama rumput laut dapat berupa ikan herbovora,
penyu, bulu babi. Penyakit adalah organisme yang menyerang rumput
laut berupa bakteri, virus. Epifit adalah organisme yang menumpang
hidup dan tumbuh pada inangnya seperti gulma, atau rumput laut
lainnya.

Penyebab timbulnya hama dan penyakit adalah :


1. Perubahan suhu perairan yang ekstrim ;
- Suhu perairan yang tinggi (lebih dari 31 oC) ; akibat panas
matahari dan kurangnya pengadukan perairan oleh arus dan
gelombang.
- Suhu yang rendah (dibawah 26 oC) ; akibat cuaca dingin oleh
hujan pasokan air tawar
2. Salinitas yang rendah akibat hujan atau limpasan air tawar dari
sungai
3. Pencemaran lingkungan seperti limbah industri
4. Turunnya kandungan nutrien
5. Musim spawning

Tanda- tanda serangan hama dan penyakit :


-Ujung thallus memutih

-Pangkal dan batang thallus terdapat bintik putih


-Terdapat jamur di thallus, Thallus menjadi kurus, Ujung patah
dan luka
-Kulit thallus terkelupas
-Warna berubah menjadi pucat akibat kehilangan pigmen warna
-Rontok karena patah-patah , Warna rumput hitam
- Kerdil dan pertumbuhan lambat

Penanggulangan hama dan penyakit :


1. Penggunaan jaring.
Jaring yang digunakan hendaknaya bersih dari macam kotoran
yang menempel dan bebas dari bakteri atau mikroorganisme
lainnya.
2. Metode kejut.
Penggunaan bahan-bahan yang mengkilap seperti cd dan kertas
warna-warni.
3. Metode bunyi yaitu penggunaan botol-botol kecil agar
menimbulkan bunyi
4. Metode tenggelam yaitu menurunkan rumput laut beberapa
cemtimeter dari kedalaman sebelumnya.
5. Controling dan membersihkan dari epifit lain yang menempel
pada jarring maupun pada alga yang di budidayakan dengan
cara yaitu mengoyang-goyang rumput laut.
6. Panen
7. Penggantian jenis/strain bibit dan penggantian metode
penanaman.
8. Pembersihan sarana dan lokasi budidaya

9. Pembatasan jumlah areal budidaya


2.2.4 Proses Panen
A. Panen dapat dilakukan dengan beberapa cara :
1. Panen rumput laut secara langsung yaitu dengan mengambil
rumput laut dengan memotong pada tali ris
Kelemahannnya ; waktu digunakan lebih lama
Kelebihannya ; bersih, utuh
2. Panen rumput laut dengan memanen bersama tali risnya
3. Panen dengan mengangkat sarana budidayanya seperti rakit
4. Melepaskan rumput laut dengan tali risnya
B. Waktu Panen
-Waktu panen ; disesuaikan dengan pasang surut dan keadaan
musim yang terjadi.
-Prediksi jumlah panen.
C. Peralatan Panen :
- Perahu angkut ; pada sistem apung dan tanam dasar
- Rakit apung ; pada sistem tanam dasar
- Pisau atau gunting
- Karung atau kantong jaring
- Terpal
- Baju pelampung
- Sepatu karet
- Tongkat pengait

2.2.5 Proses Penjemuran Alga

Penjemuran dapat dilakukan dengan :


- Jemur dengan tali ris dengan cara digantung seperti jemuran
- Jemur di para-para yang disesuaikan dengan kapasitasnya dan
lahan
yang tersedia
- Plastik terpal
- Lantai jemur

Standar mutu rumput laut kering :


- kadar air maksimal 30%
- kadar kotoran maksimal 1%,
- umur panen 45 hari (eucheuma), dan 60 hari (gracillaria)
- bau spesifik rumput laut

Penyimpanan
- Sebelum di packing, rumput laut diangin-anginkan untuk
menghilangkan hawa
panas agar tidak lembab
- Packing sebaiknya dilakukan dengan press untuk mengurangi
volume sehingga menghemat angkutan
- Gudang harus kering dan sirkulasi udara lancar
- Kemasan packing dijaga agar tidak terjadi kontak dengan lantai
Gudang

2.3 Manfaat Alga


2.3.1 Ekonomi
Alga sejak dahulu telah dimanfaatkan oleh manusia sebagai
makanan dan obat-obatan. Dahulu kala di Cina alga digunakan sebagai

jenis makanan istimewa dan disajikan kepada kaisar Cina. Demikian


juga dengan di Jepang, orang jepang menganggap alga sebagai jenis
makanan yang penting. Alga telah dimanfaatkan untuk di makan
langsung sebagai lalapan, asinan, oleh manusia bahkan hewan ternak.
Alga dijadikan bahan makanan karena mengandung komposisi utama
sebagai bahan pangan yaitu karbohidrat. Sebagian besar karbohidrat
terdiri sebagai bahan gumi, maka hanya sebagian kecil saja yang dapat
diserap dalam pencernaan manusia, sehingga baik juga untuk di
gunakan sebagai bahan diet makanan. Kandungan protein dan lemak
juga sangat sedikit. Begitu pula dengan kandungan mineralnya, yang
paling banyak terdiri dari natrium dan kalsium. Kadar airnya cukup
besar terutama alga laut yaitu mencapai 80-90 persen. Kandungan gizi
alga yang terpenting adalah pada trace element, khususnya yodium.
Sehingga orang yang banyak mengkonsumsi alga laut terhindar dari
penyakit gondok yang disebabkan karena kekurangan zat yodium.
Dalam dinding sel alga laut yang terdiri dari senyawa polisakarida
yaitu selullosa yang mengandung bahan phycocholloid yang dapat
diekstrak untuk dimanfatkan sebagai bahan baku dalam berbagai
industri, yaitu mengandung agar, karageenan dan asam alginat, yang
dapat diekstrak untuk dipakai dalam industri makanan, tekstil, farmasi
dan industri kertas, pupuk, dan lain-lain. Sehingga alga ini mempunyai
nilai ekonomis.
Menurut Zaneveld (1956) dalam Kordi (2010) bahwa ada 56 jenis
alga yang telah di manfaatkan di Indonesia, yang meliputi 16 jenis alga
hijau, 9 jenis alga coklat dan 31 jenis alga merah. Selanjutnya
Anggadiredja et al (1996) berhasil menginventarisir 61 jenis dari 27
famili rumput laut yang sudah bisa dijadikan makanan oleh masyarakat
wilayah pesisir dan 21 jenis dari 12 famili yang telah digunakan sebagai
obat tradisional. Dan ada 10 jenis alga paling banyak dibudidayakan di

belahan dunia. Sedangkan Jenis alga yang dapat dimanfaatkan sebagai


bahan baku untuk pembuatan kertas adalah Ptilophora sp.
2.3.2 Industri Farmasi
Dalam bidang farmasi peranan agar biasanya digunakan sebagai
media kultur bakteri untuk uji coba berbagai jenis antibiotika. Selain
penumbuhan bakteri juga jamur, dimana biasanya di dalam media agar
tersebut ada penambahan nutrien kedalam media kultur bakteri. Agaragar untuk pertumbuhan bakteri sebaiknya masih tetap cair bila
digunakan sampai 42oC dan tetap kuat pada suhu 370C bakteri yaitu
menggunakan suhu incubator. Ada beberapa bakteri yang mampu
mencerna agar-agar yaitu bakteri Vibrio agar lequefaciens dan ada lagi
bakteri lainnya, ada 20 jenis bakteri. Bakteri ini juga digunakan untuk
menguji apakah kandungan phycocoloid yang diekstrak dari alga benarbenar agar atau bukan, karena bakteri ini tidak memakan karagenan.
Selain itu juga dipakai sebagai bahan tambahan pada kapsul
pembungkus obat. Juga sebagai bahan pengental dalam berbagai jenis
obat sirup. Juga sebagai bahan baku dalam kosmetika sebagai cream,
lotion, untuk mengentalkan.

2.3.3 Industri Tekstil


Agar digunakan dalam proses textile sizing. Bagi agar yang
bermutu tinggi digunakan untuk proses sizing pada kain sutra, yang
mutunya rendah digunakan untuk jenis tekstil macao, muslin, nonsoaks,
voil dan lain lain. Agar yang baik dapat diambil dari chondrus dan
Gigarina.

2.3.4 Industri Fotografi


Agar-agar bermanfaat terutama dalam proses pembuatan pelat
film. Meskipun pada mulanya mereka lebih memilih gelatin untuk
proses pembuatan pelat film tetapi sekarang memakai agar-agar karena
lebih baik dari gelatin dalam hal untuk mendapatkan pelat film yang
lebih tipis, larut dalam air dan tidak meleleh dalam suhu tropis serta
cara pembuatannya lebih muda.

2.3.5 Industri Kulit


Agar digunakan dalam proses akhir industri kulit untuk
memantapkan permukaan kulit yang halus (gloss) dan kekakuan kulit.
Juga pakai dalam pembuatan perekat (adhesive) tingkat tinggi yang
banyak digunakan dalam industri plywood.

2.1 Manajemen Budidaya dan Pengolahan Pasca Panen Alga Gracilaria


verrucosa
Gracilaria verrucosa merupakan salah satu jenis yang sangat popular
di masyarakat petani tambak Indonesia. Rumput laut ini sering dibudidayakan
di daerah tambak dengan kondisi air payau. Pemanfaatan Gracilaria verrucosa
sebagai bahan baku agar telah mengarah ke industri (Sugiyatno, 2010). Upaya
yang perlu dilakukan untuk menjaga kuantitas dan kualitas produk hasil
panen

Gracilaria

verrucosa

agar

tetap

baik

diantaranya

dengan

memberlakukan manajemen budidaya dan pengolahan pascapanen yang baik.


Salah satu daerah yang berpotensi dan sudah mulai dikembangkan usaha
budidaya Gracilaria verrucosa yaitu lahan tambak desa Mororejo, kecamatan
Kaliwungu, Kabupaten Kendal. Penelitan ini bertujuan untuk mengkaji
manajemen budidaya dan pasca panen serta kualitas Gracilaria verrucosa
secara polikultur di Mororejo, Kaliwungu, Kendal.Penelitian ini bersifat
observasi, aspek yang dikaji adalah faktor biotik, abiotik dan pengelolaan
pascapanen serta kualitas Gracilaria verrucosa. Pengambilan data dilakukan
melalui pengukuran secara kuantitatif yang dilengkapi dengan wawancara
kepada petani. Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan manajemen
budidaya dan pascapanen Gracilaria verrucosa secara polikultur di Mororejo
Kendal sudah cukup baik dari aspek biotik, abiotik dan pascapanennya.
Kualitas Gracilaria verrucosa dari Mororejo Kendal untuk kandungan agar
(0,054 % - 0,064% dari berat kering total), protein (9,28 % - 11,93 %), lemak
(0,12 % - 0,15 %) dan serat (11,44 % 12, 78 %). Kualitas yang demikian
termasuk belum memenuhi standar jika dibandingkan dengan jenis Gracilaria
yang ada di lokasi lain.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.1.1 Alga banyak di temukan dipermukaan bumi baik, di perairan darat atau
air tawar maupun laut. Dikelompokan dalam 8 division dan terdiri dari
16 kelas, dan tersebar dalam ordo, family, genus dan sejumlah spesies

yang ada. Secara morfologi tidak dapat dibedakan antara akar batang dan
daun tetapi hanyalah berupa bentuk talus belaka. Dapat bereproduksi
secara aseksual dan seksual. Ada mikro alga dan makro alga.
3.1.2 Teknologi budidaya alga dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu
system apung dan lepas dasar, untuk mendapatkan produksi yang
maksimal. Dan selama budidaya berlangsung perlu memperhatikan
kondisi lingkungan perairan yang ada dan waspada terhadap hama dan
penyakit alga.
3.1.3 Alga banyak manfaatnya; dapat dimakan langsung atau sebagai bahan
baku dalam berbagai industri baik industri makannan, tekstil, farmasi dan
lain-lain. Karena di dalam dinding selnya mengandung agar, karagenan
dan alginate yang dapat diekstrak, sehingga alga mempunyai nilai
ekonomis. Secara ekologis merupakan mata rantai dalam siklus rantai
makanan di perairan dan mensuplai oksigen.
3.1.4 Manajemen budidaya dan pasca panen Gracilaria verrucosa secara
polikultur di Mororejo Kendal sudah cukup baik dari aspek biotik,
abiotik dan pascapanennya. Kualitas Gracilaria verrucosa dari Mororejo
Kendal dilihat dari kandungan agar, protein, lemak dan serat belum
memenuhi standar.

DAFTAR PUSTAKA
Anggadiredja, J.T., Achmad, Z., Heri P., dan Sri, I. 2009. Rumput Laut. Jakarta :
Penebar Swadaya.
Aslan, I.M, 1991. Budidaya Rumput Laut. Yogyakarta : Kanisius.
Asriyana dan Yuliana. 2012. Produktivitas Perairan. Jakarta : Bumi Aksara.
Kordi, M.G.H. 2010. Ekosistem Terumbu Karang. Potensi, Fungsi dan
Pengelolaan. Jakarta : Rineka Cipta.

Sugiyatno, M. Izzati, Erma P. 2013. Manajemen Budidaya dan Pengolahan Pasca


Panen Gracilaria verrucosa(Hudson) Papenfus. Study Kasus : Tambak
Desa Mororejo, Kecamatan Kaliwungu, Kabupaten Kendal.
Tjitrosoepomo, G. 2005. Taksonomi Tumbuhan (Schizophyta, Thallophyta,
Bryophyta, Pteridophyta). Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Winarno, F.G. 1990. Teknologi Pengelolaan Alga Laut. Jakarta : Pustaka Sinar
harapan.

Anda mungkin juga menyukai