Dosen Pengampu :
Catur Rini W, S. T., M. Sc.
Dr. Megawati, S. T., M. T.
Oleh :
Mahasiswa Program Studi Sarjana I Teknik Kimia 2014
PENGESAHAN LAPORAN
Hari
Tanggal
Pengampu
1. Tanda Tangan
2. Tanda Tangan
PRAKATA
Terlebih dahulu penyusun panjatkan rasa syukur kehadirat Allah yang telah
berkenan memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada penyusun, sehingga
penyusunan laporan praktikum mata kuliah Praktikum Teknologi Bioproses ini dapat
penyusun selesaikan dengan waktu yang telah ditentukan.
Laporan Praktikum ini disusun untuk memenuhi sebagai persyaratan guna
penilaian Ujian Akhir Semeter. Berbagai pihak membantu penyusunan dalam
menyusun laporan praktikum ini. Oleh karena itu, prakata ini penyusun mengucapkan
terima kasih kepada :
1. Catur Rini W., S. T., M. Sc., sebagai dosen pengampu yang memberikan
bimbingan kepada penyusun untuk menyusun laporan ini.
2. Dr. Megawati, S. T., M. T., yang juga menjadi dosen pengampu yang telah
memberikan penyusun bimbingan.
3. Berbagai pihak yang tidak bias kami sebutkan satu per satu.
Penyusun menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan dalam
laporan praktikum ini. Untuk itu, penyusun mengharapkan kritik dan saran untuk
menyempurnakan laporan ini, semoga laporan ini dapat bermanfaat.
Semarang, 29 Juni 2016
Penulis
DAFTAR ISI
Lembar Cover
ii
Pengesahan Laporan
iii
Prakata
iv
Daftar Isi
Daftar Tabel
vi
Daftar Gambar
vii
BAB I
DAFTAR TABEL
11
27
40
40
43
DAFTAR GAMBAR
10
14
18
23
24
25
26
35
42
49
BAB I
PEMBUATAN MEDIA PERTUMBUHAN MIKROBA
DAN STERILISASI
A. TUJUAN PRAKTIKUM
1. Mengetahui cara membuat media pertumbuhan mikroorganisme
2. Mengetahui jenis dan kegunaan media
3. Mengetahui cara mensterilkan media
B. DASAR TEORI
1. Media Pembuatan Mikroba
Mikroorganisme dapat ditumbuhkan dan dikembangkan pada suatu
substrat
yang
disebut
media.
Medium
yang
digunakan
untuk
yang
dapat
digunakan
untuk
pembelajaran
mikroorganisme.
4. Pengamatan Mikroba
Untuk menetukan jumlah mikroba suatu bahan dapat dilakukan
dengan bermacam-macam cara, tergantung dengan bahan dan jenis
mikroba yang ditumbuhkan atau dikembang biakkan. Dalam analisis
mikrobiologi, menghitung jasad renik mikroorganisme suatu sediaan,
harus diperhitungkan sifat-sifat dari bahan yang akan diperiksa, terutama
Senyawa-senyawa
yang
termasuk
sukar
didegradasi
e. Penyinaran
Sinar ultra violet dapat menghambat pertumbuhan mikroba, bahkan
pada intensitas tertentu dapat membunuh mikroba. Jenis bakteri
memiliki toleransi lebih tinggi terhadap sinar. Sedangkan jenis jamur
lebih peka terhadap sinar.
f. Ketersediaan Oksigen
Pada pembahasan jenis mikroba telah diuraikan 3 golongan
mikroba yakni aerob, anaerob dan aerob fakultatif. Pada proses
dekomposisi bahan organik ketersediaan oksigen akan mempengaruhi
produk akhir yang diperoleh. Hal ini disebabkan oleh jenis mikroba
yang dominan aktif pada proses tersebut (Dwyana, 2012).
D. SKEMA KERJA
a. Sterilisasi alat
Tabung reaksi
Sterilisasi, T=120oC dan t=15
menit
reaksiSterilisasi
steril
Gambar I. 2 Tabung
Skema Kerja
Alat
Air bersih 50 mL
Pemanasan
Air mendidih
Pengadukan
Vitamin B 0,5
butir
Pendinginan
Gambar I. 3 Skema Kerja
Pembuatan
Media
agar Media Agar
c. Inokulasi
Kawat
Dibakar
Kawat panas
Pemindahan Aspergillus sp. dari
medium lama ke media agar baru
Gambar
Tabung reaksi
1 I. 4 Skema Kerja Inokulasi
Tabung reaksi 1
E. DATA PENGAMATAN
Tabel I. 1 Data Pengamatan Pembuatan Media Pertumbuhan
No
.
1.
Perlakuan
Pengamatan
5.
6.
Hari keempat
7.
Hari kelima
8.
Hari keenam
2.
3.
4.
niger
niger
niger
niger
hari
F. PEMBAHASAN
Pada praktikum pembuatan media pertunbuhan mikroba dan sterilisasi,
sterilisasi yang dilakukan adalah sterilisasi alat, yaitu sterilisasi tabung reaksi.
Sterilisasi yang digunakan menggunakan tekanan dan pemanasan tinggi yaitu
dengan menggunakan autoklaf. Prinsip dari autoklaf adalah dengan
menggunakan metode pemanasan dengan uap air (Dwyana, 2012). Alasan
penggunaan autoklaf adalah sifat tabung reaksi yang terbuat dari kaca.
Autoklaf dapat menembus atau mengenai permukaan dalam dari tabung
reaksi tanpa mengalami kerusakan. Suhu pada autoklaf diatur pada 120 0C,
karena pada suhu ini semua mikroorganisme dapat mati. Jika sterilisasi diatur
pada suhu yang lebih tinggi, misalnya pada sterilisasi menggunakan oven,
maka tabung reaksi dapat pecah karena tidak kuat menahan aliran panas
(Srikandi Fardiaz, 1992). Waktu yang diperlukan untuk sterilisasi adalah 15
menit, hal ini sesuai dengan kondisi bahan dan jumlah alat yang di sterilisasi.
Semakin tebal alat atau semakin banyak jumlah alat yang di sterilisasi, maka
semakin
lama
waktu
yang
diperlukan
untuk
membunuh
semua
10
2006).
Cahaya
yang
ada
pada
ruang
penyimpanan
mikroorganisme merupakan cukup rendah, hal ini karena Aspergillus sp. peka
terhadap sinar matahari secara langsung (Dwyana, 2012).
Pertumbuhan Aspergillus sp. pada hari pertama dalam tahap
penyesuaian, hal ini karena Aspergillus sp. membutuhkan beberapa waktu
dalam proses penyesuaian. Dalam praktikum, dihari pertama pada media agar
sudah terlihat bercak-bercak warna hitam namun dalam jumlah yang sangat
sedikit. Hal ini dikarenakan mikroorganisme dalam tahap penyesuaian diri
ditempat yang baru. Waktu yang diperlukan dalam fase ini selama tiga hari.
Pada hari keempat, bercak-bercak hitam terlihat sangat banyak, hal ini
disebabkan
mikroorganisme
mengalami
fase
pertumbuhan.
Dimana
11
Jumlah mikroorganisme
b
0
t (Hari)
a
mikroorganisme
sama
dengan
sebelumnya,
pada
hari
ini
12
praktikum dan praktikum ini dilaksanakan selama enam hari, karena pada hari
ketujuh laboratorium tutup.
Pada praktikum, pertumbuhan mikroorganisme sesuai dengan teori
bahwa mikroorganisme tumbuh mengalami beberapa fase, diantaranya adalah
fase penyesuaian, fase prtumbuhan, fase stasioner, dan fase kematian. Namun
pada praktikum belum terlihatnya fase kematian.
13
DAFTAR PUSTAKA
Ani Murniati, 2002. Buku Penuntun Praktikum Mikrobiologi. Institut Pertanian
Bogor. Bogor.
Dwidjoseputro. 1992. Mikrobiologi Pangan. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta
Dwyana, dkk. 2012. Penuntun Praktikum Mikrobiologi. Universitas Hasanuddin.
Makassar.
Pelczar, J.M dan Chan, E.C.S. 1998. Dasar-dasar Mikrobiologi jilid 2.
Terjemahan Hadioetomo, R.S, dkk. Universitas Indonesia. Jakarta
Purves dan Sadava. 2003. Life The Science of Biology 7th Edition. Sinauer
Associates Inc. New York.
Singleton dan Sainsbury. 2006. Dictionary of Microbiology and Molecular
Biology 3rd Edition. John Wiley and Sons. Sussex, England.
Srikandi Fardiaz. 1992. Mikrobiologi Pangan 1. PT Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta.
Volk, W. A dan Wheeler. M. F. 1993. Mikrobiologi Dsar Jilid 1 Edisi ke 5.
Erlangga. Jakarta.
14
LAMPIRAN
a.
b.
c.
d.
e.
15
Keterangan:
a. Hari ke-0
c. Hari ke-1
e. Hari ke-4
b. Hari ke-5
d. Hari ke-6
BAB II
HIDROLISIS PATI ENZIMATIS
A. TUJUAN PRAKTIKUM
1. Menguraikan amilum menjadis glukosa melalui reaksi hidrolisis dengan
enzim.
2. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi hidrolisis enzimatis.
3. Menghitung konsentrasi glukosa yang dihasilkan.
B. DASAR TEORI
Pati atau amilum adalah karbohidrat kompleks yang tidak larut dalam air,
berwujud bubuk putih, tawar, dan tidak berbau. Pati merupakan bahan utama
yang dihasilkan oleh tumbuhan untuk menyimpan kelebihan glukosa (sebagai
produk fotosintesis) dalam jangka panjang. Pati merupakan komponen
terbesar pada tepung ubi kayu sehingga upaya perbaikan karakteristik tepung
dapat dilakukan melalui perabikan karakteristik patinya. Salah satu metode
untuk memperbaiki karakteristik pati adalah dengan proses pragelatinisasi
parsial (Beni, 2009).
Komponen penting penyusun pati adalah amilosa dan amilopektin. Kedua
komponen ini dapat dikatakan homogen secara kimia, tetapi masih heterogen
dalam ukuran molekul, rantai, susunan dan keacakan rantai cabang. Amilosa
merupakan komponen pati yang mempunyai rantai lurus dan larut dalam air.
Umumnya amilosa menyusun pati 17 21%, terdiri dari satuan glukosa yang
bergabung melalui ikatan -(1,4) D-glukosa. Amilopektin merupakan
komponen pati yang mempunyai rantai cabang, terdiri dari satuan glukosa
yang bergabung melalui ikatan -(1,4) D-glukosa dan -(1,6) D-glukosa.
Tidak seperti amilosa, amilopektin tidak larut dalam air tetapi larut dalam
pelarut organik seperti butanol. Amilopektin merupakan bagian dari pati yang
tidak larut dalam air dan mempunyai berat molekul antara 70.000 sampai satu
juta. Amilopektin dengan iodium memberikan warna ungu hingga merah. Jika
pati dipanaskan dengan asam akan terurai menjadi molekul-molekul yang
lebih kecil secara berurutan dan hasilnya adalah glukosa (Lehninger, 1988).
16
-amilase,
-amilase,
amiloglukosidase,
glukosa
isomerase,
pullulanase, dan isoamilase. Sebagian besar enzim bekerja secara khas, yang
artinya setiap jenis enzim hanya dapat bekerja pada satu macam senyawa atau
reaksi kimia. Hal ini disebabkan perbedaan struktur kimia tiap enzim yang
bersifat tetap. Sebagai contoh, enzim -amilase hanya dapat digunakan pada
proses perombakan pati menjadi glukosa (Winarno, 1992).
Hidrolisa pati merupakan proses pemecahan molekul amilum menjadi
bagian-bagian penyusunnya yang lebih sederhana, seperti glukosa. Untuk
memproduksi monosakarida atau gula sederhana, diperlukan hidrolisis dari
polisakarida. Hidrolisis menggunakan air akan berlangsung sangat lama,
sehingga dibutuhkan katalis berupa enzim gluco amylase untuk mempercepat
proses hidrolisis. Gluco amylase ini dihasilkan dari mikroorganisme
Aspergillus niger. Enzim gluco amylase berperan dalam memecah kedua
ikatan glukosid (a-1,4 glukosid dan a-1,6 glukosid) dari pati,oligosakarida
dan dekstrin sehingga dihasilkan glukosa. Enzim gluco amylase hanya aktif
memecah pati yang sudah menjadi gelatin (Ahza,1998).
Reaksi hidrolisis pati berlangsung dua tahap sebagai berikut:
2(C6H10O5)n + H2O C12H22O11 . . . . (1)
C12H22O11 + H2O C6H12O6 . . . . (2)
Pemilihan katalis berupa enzim yang dihasilkan oleh mikroorganisme
dikarenakan mikroorganisme dapat berkembang biak dengan cepat,
pertumbuhannya relatif mudah diatur, enzim yang dihasilkan tinggi serta
ekonomis bila digunakan untuk skala industri. Enzim yang dihasilkan oleh
mikroorganisme lebih stabil dibandingkan enzim sejenis yang dihasilkan oleh
tanaman atau hewan. Selain itu produksi enzim mikroorganisme biasanya
17
lebih mudah dengan prosedur yang lebih sederhana dibandingkan enzim dari
tanaman atau hewan (Poedjiadi,1994).
Pati dapat dihidrolisis dengan asam (non enzimatis) atau dengan enzim
(enzimatis). Hidrolisis nonenzimatis menggunakan asam sebagai katalisnya
seperti HCl. Metode hidrolisis dengan asam membutuhkan pH 1-2, suhu yang
tinggi (150-230C) dan tekanan yang tinggi. Hidrolisis enzimatik dicirikan
oleh laju reaksi yang tinggi, stabilitas yang tinggi melalui aksi denaturasi
pelarut, detergen, enzim proteolitik, penurunan viskositas dari reaksi pada
suhu tinggi, dan lain sebagainya. Kebanyakan hidrolisis enzimatik
menggunakan enzim -amilase dari berbagai sumber yang berbeda
(Kolusheva, 2006).
k.
l.
m.
n.
o.
p.
q.
r.
s.
t.
Erlenmeyer 125 mL
Erlenmeyer 250 mL
Labu takar 25 mL
Labu takar 100 mL
Ball filler
Statif, klem, boss head
Kompor listrik
Indikator universal
Kertas saring
Plat penutup
2. Bahan
a. Glukosa 1,9817 gram
b. Pati 5 gram
c. CuSO4 1,732 gram
d. NaOH 3 gram
e. Natrium Kalium Tartrat 8,65 gram
f. Aquades
g. H2SO4
D. SKEMA KERJA
1. Persiapan Bahan Baku
5 gr amilum
Aquades
100 mL aquades
Dipanaskan
Dilarutkan
Aquades mendidih
Larutan amilum
Dilarutkan
3 gr urea
Dicampur
Aspergillus niger
Larutan aerob
Fermentasi
Fermentasi
19
Hidrolisat
anaerob
Hidrolisat aerob
Gambar
II. 1 Skema
Kerja Persiapan Bahan Baku
2. Standarisasi Larutan Fehling
0,5 mL fehling B
0,5 mL fehling A
Dicampur
Campuran fehling
Aquades 10 mL
Dilarutkan
Larutan fehling
Dididihkan
Larutan gula 0,1 M
20
10 mL Hidrolisat
Diencerkan
Larutan
hidrolisat
Larutan NaOH
Larutan fehling
Dididihkan
Larutan fehling mendidih
Dinetralkan
Titrasi
biru bening
dan
Gambar II. 3 SkemaLarutan
Kerja Kadar
Gula Reduksi
Aerob
Larutan hidrolisat
endapan merah bata
b. Hidrolisat Anaerob
Hidrolisat anaerob
Disaring
100 mL aquades
10 mL Hidrolisat
Diencerkan
21
Larutan hidrolisat
Dinetralkan
Larutan
hidrolisat
Larutan NaOH
Larutan fehling
Dinetralkan
Larutan fehling mendidih
Titrasi
Larutan
biru
pudar
dan Anaerob
Gambar II. 4 Skema Kerja
Kadar
Gula
Reduksi
endapan merah bata
E. DATA PENGAMATAN
1. Hasil Pengamatan
Tabel III. 1 Data Pengamatan Hidrolisis Pati Enzimatis
No
1.
Perlakuan
Pengamatan
Membuat hidrolisat pati
a. Menimbang bubuk pati
sebanyak 5 gr
b. Mencampurkan bubuk pati Larutan bewarna putih
dengan sedikit aquades,
kemudian diaduk hingga
terlaut semua.
c. Memanaskan
100
ml
aquades hingga mendidih.
d. Mencampurkan larutan pati Larutan bewarna putih bening, agak
ke dalam aquades yang kental
mendidih sambil diadukaduk
agar
tidak
menggumpal.
e. Mencampurkan
urea
sebanyak 0.3 gr ke dalam
larutan pati.
f. Larutan pati dibiarkan
hingga dingin.
22
2.
3.
universal
c. Memasukkan
larutan
hidrolisat aerob ke dalam
buret
d. Mencampurkan 0,5 ml
fehling A dengan 0,5 ml
fehling B serta aquades 10
ml.
e. Melakukan titrasi larutan
fehling dengan larutan
hidrolisat dengan kondisi
larutan fehling mendidih
dan diguncang-guncangkan
f. Melakukan titrasi sebanyak
2 kali
- Anaerob
a. 10 ml hidrolisat anaerob
diencerkan menjadi 100 ml
dengan aquades.
b. Mengukur pH hidrolisat
anaerob dengan indikator
universal.
c. Menambahkan 11 tetes
NaOH ke dalam hidrolisat
anaerob
d. Memasukkan
larutan
hidrolisat anaerob ke dalam
buret.
e. Mencampurkan 0,5 ml
fehling A dengan 0,5 ml
fehling B serta aquades 10
ml.
f. Melakukan titrasi larutan
fehling dengan larutan gula
standar, dengan kondisi
larutan fehling mendidih
dan diguncang-guncangkan
g. Melakukan titrasi sebanyak
2 kali
Larutan bewarna
endapan merah bata
biru
dengan
pH = 5
pH=7, netral
24
25
F.PEMBAHASAN
Pada Praktikum hidrlisis pati enzimmatis, digunakan amilum yang
dilarutkan dengan aquades, dan ditambahkan dengan fungsi sebagai sumber
nutrisi untuk mikroba yaitu Aspergillus niger agar dapat menghasilkan enzim
glukoamilase, sehingga dapat memecah polisakarida (Pati) menjadi
monosakarida(glukosa) (Beni, 2009). Pada praktikum ini memakai mikroba
dan tidak menggunakan enzim langsung, karena lebih menggunakan mikroba
yang dapat mensekresi enzim (Poedjiadi, 1994).
Larutan amilum diperlukan secara aerob dan anaerob, didiamkan selama
satu minggu, sehingga terjadi proses fermentasi. Pada hidrolisat aerob,
mikroba yang didapat pada wadah lebih banyak dan pada hidrolisat anaerob ,
karena banyak oksigen untuk tumbuhnya mikroba, sehingga enzim yang
dihasilkan lebih banyak pada hidrolisat aerob.
Selanjutnya dilakukan standarisasi dengan larutan fehling. Digunakan
larutan fehling karena untuk mendeteksi adanya gula pereduksi. Pada
standarisasi larutan fehling, campuran fehling dititrasi dengan kondisi
dipanaskan dan digoyangkan, agar gugus aldehid pada glukosa bias dipecah
ikatannya dan bereaksi dengan OH- menghasilkan asam karboksilat. Titrasi
berakhir dengan terbentuknya endapan merah bata, yang menjadi hasil
samping dari pembentukan asam karboksilat. Titrasi dilakukan sebanyak 2
kali agar data yang didapatkan akurat dan dihasilkan konsentrasi dari larutan
fehling.
Untuk menentukan kadar gula reduksi, filtrat dari hidrolisat yang telah
disaring ditambahkan dengan NaOH, agar PHnya netral, Karena jika PHnya
asam tidak terbentuk asam karboksilat apabila PH larutan basa maka
larutannya akan berwarna hijau kecoklatan, dan syarat terjadinya titrasi
pHnya harus netral (Purba, 2009).
Setelah larutan PHnya netral, dimasukkan kedalam buret. Proses titrasi
untuk hidrolisat aerob dan anaerob dilakukan dengan cara yang sama. Dari
26
data yang didapatkan, disimpulkan bahwa data yang didapat sesuai dengan
teori, dimana Aspergillus niger memerlukan oksige yang cukup(aerobik) Dan
suhu optimum 35-37oC untuk Tumbuh(Winarno, 1992), Sehingga konsentrasi
aerob yang dihasilkan lebih besar dari pada yang anaerob.
27
DAFTAR PUSTAKA
Ahza, A.B. 1998. Aspek Pengetahuan Material Dan Diversifikasi Produk Sorgum
Sebagai Substitutor Terigu/ Pangan Alternatif. Dalam Laporan Lokakarya
Sehari Prospek Sorgum Sebagai Bahan Substitusi Terigu.
Beni, Hidayat, Kalsum Nurbani, dan Surfiana .2009. Karakterisasi Tepung Ubi
Kayu Modifikasi yang Diproses Menggunakan Metode Pragelatinisasi
Parsial. Jurnal Teknologi Industri dan Hasil Pertanian 14 (02), Hal:149.
Kimball, John. 1983. Biologi Edisi Kelima. Reading, MA : Addison-Wesley.
Kolusheva T, Marinova A. 2006. A study of the optimal condition of starch
hidrolisis through thermostable -amilase. J Univ Chem Technol Metal.
42(1):93-96
28
LAMPIRAN
a.
b.
29
c.
30
BAB III
PEMBUATAN WINE DARI BUAH BLEWAH
A. TUJUAN PRAKTIKUM
1. Mahasiswa dapat mengetahui komposisi gula yang terdapat pada buah
blewah melalui studi literatur.
2. Mahasiswa dapat menghitung yield alkohol yang dihasilkan dari buah
blewah.
3. Mahasiswa dapat membuat wine dari buah-buahan.
B. DASAR TEORI
1. Wine
Produk fermentasi merupakan suatu produk yang dihasilkan
dengan bantuan mikroorganisme atau bakteri yang menguntungkan. Wine
merupakan salah satu produk hasil fermentasi yang dibantu oleh bakteri
asam laktat dalam proses pembuatannya. Produk minuman fermentasi
selain menggunakan anggur sebagai bahan baku dapat juga menggunakan
buah lainnya sebagai bahan baku. Pemilihan bahan baku dan juga
penambahan volume starter yang berbeda-beda dapat menentukan rasa
maupun kualitas dari suatu minuman wine (Jutono, 1972).
Wine dapat diproduksi dari beberapa bahan secara fermentasi
dengan bantuan mikroorganisme, sebagai penghasil enzim zimosa yang
mengkatalis
reaksi
biokimia
pada
perubahan
substrat
organik.
proses
kimia
yang
melibatkan
mempengaruhi aktivitas
Saccharomyces
seperti
biotin
dan
thiamin
yang
diperlukan
untuk
cereviseae
adalah
bahwa
pertumbuhan
dapat
32
gulanya
menyebabkan
kingdom
dideskripsikan
fungi,
dengan
diklasifikasikan
telah
dapat
33
Saccharomyces
cereviseae
lebih
banyak
digunakan
untuk
34
Kandungan
Sukrosa
Glukosa
Fruktosa
Galaktosa
Maltosa
Jumlah (gram)
4,35
1,54
1,87
0,06
0,04
Kandungan
Asam oksalat
Asam tartat
Asam sitrat
Asam malat
Asam suksinat
Asam fumarik
Jumlah (gram)
7,56
3,89
2,75
1,23
0,85
0,45
35
D. SKEMA KERJA
Buah blewah
200 gram
Air 200 mL
Diblender
Sari buah blewah
Disaring
Ampas
Campuran
5 gram ragi
Fermentasi,
t= 3 hari
Wine
Disaring
Wine murni
Ampas
Uji organoleptik
Gambar III. 1 Skema Kerja Pembuatan Wine Buah Blewah
36
E. DATA PENGAMATAN
1. Hasil Pengamatan
Tabel III. 3 Data Pengamatan Pembuatan Wine Buah Blewah
No
1
Perlakuan
Membersihkan buah blewah dan
memisahkan buah dengan bijinya
Menimbang buah blewah
200 gram buah blewah dicampur
dengan 200 mL dan di blender
Sari buah blewah disaring
Sari buah blewah ditambahkan 4
sendok gula pasir dan 5 gram ragi
tape (Saccharomices cereviceae)
dan diaduk merata sampai larut
Fermentasi selama 3 hari
7
8
2
3
4
5
2. Analisis Data
- Massa buah blewah
- Kandungan glukosa/100 gram
-
Pengamatan
Buah blewah tanpa biji
Buah blewah 200 gram
Didapatkan sari buah blewah
sebanyak 250 mL
Sari buah blewah tanpa ampas
Larutan menjadi keruh
Terbentuk 3 lapisan:
- Lapisan atas: buih
- Lapisan tengah: wine
- Lapisan bawah: endapan
Wine berwarna kuning jernih
- Warna yang dihasilkan kuning
jernih
- Rasa: hambar, sedikit pahit dan
asam.
- Aroma: seperti tape
: 200 gram
: 1,54 gram (1,54 gram x 2 = 3,08
: 180 gram/mol
: 46 gram/mol
: 250 mL
: 150 mL
37
Massa glukosa
Mr glukosa
3,08 gram
180 gram/mol
= 0,0171 mol
Reaksinya:
m:
r:
s:
C6H12O6
0,0171
0,0171
-
Saccharomices cereviceae
b. Massa alkohol
Massa alkohol
x 100
Massa glukosa
1,5732 gram
x 100
3,08 gram
= 51,08 %
d. Rendemen
150 mL
x 100
250 mL
= 60 %
F. PEMBAHASAN
Pada praktikum pembuatan wine dari buah-buahan digunakan buah
blewah, dikarenakan buah blewah memiliki kandungan gula sebanyak 7,86
gram setiap 100 gram dimana kandungan glukosanya adalah 1,54 gram
38
(USDA, 2010). Hal ini memungkinkan buah blewah dapat dijadikan wine
karena kandungan glukosanya cukup tinggi, karena glukosa merupakan bahan
baku dalam pembuatan wine (Hidayat, 2006).
Pada praktikum ini, digunakan ragi roti (Saccharomyces cereviceae) untuk
mengkonversi gula menjadi alkohol dan CO 2. Ragi roti merupakan ragi yang
sering digunakan unuk menfermentasi sari buah menjadi wine. Saccharomyces
cereviceae dapat hidup pada suhu optimum 28-30 0C (Hidayat, 2006).
Saccharomyces cereviceae merupakan mikroorganisme yang dapat tumbuh
dengan baik dalam kondisi aerob maupun anaerob, mikroorganisme ini akan
menfermentasi substrat menjadi gula sangat cepat dan segera dikonversi
menjadi alkohol (Hidayat, 2006).
Pada praktikum ini untuk mendapatkan sari buah blewah di blender dan di
saring. Tujuan dari proses tersebut adalah untuk mempermudah penyaringan
dan untuk medapatkan sari buah dalam jumlah yang tinggi, sedangkan
penyaringan bertujuan agar ampas dari buah tidak ikut bercampur dengan sari
buah dikarenakan dapat menghambat proses fermentasi (Terry, 2011). Sari
buah ditambahkan gula dan ragi untuk dilakukan proses fermentasi. Fungsi
penambahan gula adalah untuk menyediakan nutrisi bagi mikroorganisme
untuk hidup selama proses fermentasi berlangsung (Robert, 1989). Fermentasi
dilakukan dalam botol fermenter yang terisolasi dengan udara luar dikarenakan
fermentasi ini tidak membutuhkan oksigen (anaerob). Untuk mencegah
oksidasi, penutupan pada botol fermenter dilakukan secara isolasi dan
dihubungkan dengan selang menyambung kedalam botol yang berisi dengan
air (Rusdimin, 2003). Fungsi penambahan air ini sebagai indikator untuk
mengetahui adanya aktivitas mikroorganisme. Fermentasi dikatakan berjalan
apabila adanya pelepasan gas CO2 oleh mikroba yang ada pada botol fermentor
dan di alirkan kedalam botol yang berisi dengan air dengan ditandai oleh
adanya gelembung-gelembung air (Suharni, 2008).
Pengamatn pada hari ketiga menunjukan gelembung-gelembung gas atau
CO2 yang dilepaskan berkurang. Hal ini disebabkan oleh berkurangnya ataupun
habisnya nutrisi yang diberikan, sehingga mikroorganisme dari Saccharomyces
cereviceae mengalami fase kematian (Terry, 2011).
39
Pada praktikum pembuatan wine ini didapatkan hasil 60%. Hasil uji
organoleptik didapatkan wine dengan warna kuning jernih, warna ini berasal dari
warna buah yang digunakan. Aroma yang dihasilkan seperti tape karena hasil
fermentasi menghasilkan alkohol sehingga aroma yang dihasilkan seperti tape
dan rasa yang dihasilkan hambar, sedikit pahit dan asam. Rasa pahit dikarenakan
proses fermentasi yang dilakukan berlangsung lama dan lambat, sehingga
menghasilkan rasa pahit, selain itu suhu rendah akan menyebabkan kepahitan
dibandingkan dengan suhu tinggi (Rusdimin, 2003).
Dari hasil praktikum sesuai dengan teori bahwa buah yang memiliki
kandungan glukosa dapat difermentasi menjadi produk wine. Yield alkohol yang
dihasilkan jika terkonversi sempurna maka yang didapatkan kurang lebih 50% dan
sesuai dengan hasil praktikum. Rendemen yang didapat terlalu sedikit
dimungkinkan karena sari buah masih mengandung banyak buih, sehingga wine
yang dihasilkan hanya 60%.
DAFTAR PUSTAKA
Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan I. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Hidayat, N. 2006. Mikrobiologi Industri. Edisi Pertama. Yogyakarta
Jutono. 1972. Dasar-dasar Mikrobiologi Umum. Departemen Mikrobiologi
Fakultas Pertanian UGM. Yogyakarta.
Robert, S dan Endel Karmas. 1989. Evaluasi gizi pada pengolahan bahan pangan.
ITB. Bandung.
Rusdimin. 2003. Mikrobiologi Dasar Dalam Praktek. Gramedia. Jakarta
Suharni, Theresia Tri. 2008. Mikrobiologi Umum. Penerbit Universitas Atma
Jaya. Yogyakarta.
41
LAMPIRAN
42
43
BAB V
PEMBUATAN YOGHURT DARI SUSU MENGGUNAKAN
Lactobacillus sp.
A.
TUJUAN PRAKTIKUM
1. Membuat yoghurt dari susu bubuk dengan proses fermentasi.
2. Mengetahui prinsip proses fermentasi oleh bakteri pembuatan yoghurt.
B.
DASAR TEORI
Salah satu cara pengolahan dan pengawetan susu yang tertua di dunia
adalah metode pengasaman susu yang dilakukan dengan proses fermentasi.
Susu yang difermentasi dengan menggunakan biakan Lactobacillus
bulgaricus dan Strepcoccus thermopillus, menghasilkan bentuk dan
konsistensi menyerupai pudding yang dikenal dengan nama Yoghurt. Di
indonesia, pengolahan susu menjadi Yoghurt sudah lama dikenal lingkungan
masyarakat
perkotaan,
terutama
masyarakat
yang
lebih
gemar
mengkonsumsi
yogurt
tanpa
mendapat
masalah
kesehatan
(Hadiwiyoto, 1983).
Fermentasi susu adalah salah satu bentuk pengolahan susu dengan
melibatkan aktivitas satu atau beberapa spesies mikroorganisme yang
44
pada
akhirnya
pertumbuhan
Lactobacillus
Streptococcus
bulgaricus,
thermophilus
45
Bahan-bahan yang terkandung dalam air susu serta kualitas air susu
juga tergantung pada jenis sapi, kepada waktu menyusui, pada musim dan
kepada faktor-faktor lainnya. Pada umumnya bisa diambil hasil rata-rata
sebagai berikut: air susu yang lazim mengandung, 87,25% air, 4,8% laktosa,
3,8% lemak, 2,8% kasein, 0,7 % albumin, 0,65% garam-garaman.
(Dwidjoseputro, 2010)
Air susu tidak bisa bebas 100% dari mikroorganisme, walaupun
dengan alat-alat mesin yang kebersihannya dapat dijamin. Bakteri yang
selalu hampir ada dalam air susu adalah bakteri penghasil asam susu, bakteri
ini kebanyakan dari famili Lactobacteriacae. Dari famili ini, terutama
Streptococus lactis banyak kedapatan dalam jumlah yang besar. Bakteri ini
berkembang biak sangat cepat dalam menguraikan laktosa, tapi pada
temperature 37O sampai 50OC aktivitasnya tidak terlalu besar. Streptococus
lactis yang terlalu banyak menyebabkan air susu lekas mencapai titik
koagulasinya yaitu proteinnya menggumpal (Dwidjoseputro, 2010)
C.
b. Kompor gas
c. Pengaduk kayu
d. Gelas arloji
46
e. Termometer
f. Toples plastik
g. Inkubator
h. Saringan plastik
2. BAHAN
a. Susu bubuk 135 gram
b. Air 400 ml
c. Biokul 150 mL.
47
D.
SKEMA KERJA
Air
Susu bubuk
Pemanasan T = 85-90oC
Larutan susu T = 90oC
Pendinginan T = 45oC
Diaduk
Yoghurt
Gambar V.2 Skema Kerja Pembuatan Yoghurt
48
E.
HASIL PENGAMATAN
Tabel V.1 Data Pengamatan Pembuatan Yoghurt dari Susu Bubuk mengunakan
Lactobacillus sp
No
Perlakuan
Hasil Pengamatan
1.
2.
3.
4.
5.
49
F.
PEMBAHASAN
Untuk praktikum pembuatan yoghurt digunakan bahan utama adalah
susu bubuk. Pembuatan yoghurt ini diawali dengan proses pelarutan susu
skim atau susu bubuk. Susu bubuk dilarutkan dalam air panas yang bersuhu
85oC 90oC. Pemanasan tidak boleh melebihi suhu 90oC karena akan
merusak kandungan protein yang terkandung di dalam susu. Proses ini
disebut pasteurisasi, yang bertujuan membunuh bakteri bakteri jahat
ataupun bakteri- bakteri yang tidak diperlukan di dalam susu. Pasteurisasi
juga dapat digunakan sebagai sebagai denaturasi dan koagulasi protein
whey, sehingga akan meningkatkan tekstru dan viskositas dari yoghurt (Iis,
R., 2007).
Setelah susu larut dalam air panas atau
telah homogeny,proses
50
C3H6O3 + CO2
Pada tahap ini belum terjadi perubahan struktur fisik yang signifikan pada
susu yang disebut prafermentasi. Galaktosa tidak akan digunakan selagi
glukosa dan laktosa masih tersedia untuk fermentasi. Oleh karena itu pada
produk yoghurt masih terdapat residu galaktosa. Setelah terjadi penurunan
pH maka gel mulai terbentuk secara bertahap hingga mencapai titik
isoelektrik pH < 7 (asam). Proses ini disebut fermentasi utama. Pada tahap
pembentukan gel dan perubahan viskositas dihasilkan flavor.
Pada praktikum pembuatan yoghurt ini sudah sesuai dengan teori,
dimana yoghurt yang baik adalah yoghurt memiliki tekstur seperti pudding,
berasa masam, dan pH asam serta memiliki aroma yoghurt yang khas
(Widodo, 2002).
51
G.
akan
memicu proses
dan
Streptococcus
fermentasi
dari
susu,
DAFTAR PUSTAKA
52
BAB VI
PEMBUATAN NATA DE COCO
MENGGUNAKAN Acetobacter xylinum
A TUJUAN PRAKTIKUM
53
oleh
bakteri
Acetobacter
xylinum.
Acetobacter
xylinum dapat hidup dalam air kelapa dan juga dalam buah-buahan
yang mengandung glukosa dalam cairan buah nanas, yang kemudian
diubah menjadi selulosa dan dikeluarkan kepermukaan sel. Lapisan
selulosa ini terbentuk selapis demi selapis pada permukaan sari buah,
sehingga akhirnya menebal inilah yang disebut nata.
Acetobacter xylinum adalah bakteri asam asetat, bersifat
aerobik, gram negatif dan berbentuk batang pendek. Dalam medium
cair Acetobacter xylinum membentuk suatu lapisan (massa) yang
dapat mencapai ketebalan. Acetobacter xylinum merupakan bakteri
yang menguntungkan manusia. Artinya dapat digunakan untuk
membuat suatu produk yang bermanfaat bagi manusia. Misalnya
seperti bakteri asam laktat yang menghasilkan yoghurt, asinan dan
lainnya. Acetobacter xylinum dapat hidup pada larutan dengan
derajat keasaman atau kebasaan 3,5-7,5 pH. Namun Acetobacter
xylinum akan lebih tumbuh dengan optimal pada derajat keasaman
54
yang
mempengaruhi
Acetobacter
xylinum
ini sangat
b Saringan plastik
d Gelas arloji
e Timbangan
h Baskom
Pengaduk kayu
Ball filler
Baki persegi
empat
m Gelas ukur 50 ml
n inkubator
57
Panci
Spatula
Pipet ukur 10 ml
Indikator
universal
o kompor
Penyaringan
Air kelapa bersih
Pemanasan
Gula pasir
Larutan mendidih
ZA
Pencampuran
CH3COOH
Pengecekan pH larutan
Pendinginan
Larutan dingin
Bibit cair
Pembibitan
Inkubasi
Nata de coco
Gambar VI.2 Skema Kerja Pembuatan Nata De Coco
58
E DATA PENGAMATAN
Tabel VI.1 Data Pengamatan Pembuatan Nata De Coco
No
Perlakuan
Hasil Pengamatan
1 1 liter air kelapa segar disaring.
Air kelapa 1 liter yang
semula
ada
sedikit
kotoran serabut kelapa
menjadi bening.
2 Air kelapa dimasukkan ke dalam panci Campuran air kelapa
dan menambahkan 30 gram gula pasir dengan gula agak keruh.
3 Merebus campuran selama 5 - 10 Campuran menjadi larut.
menit
4 Campuran dituang ke dalam baskom, Campuran dengan pH 4.
dan ditambahkan 0,4 gram pupuk ZA
dan 10 ml asam asetat glasial.
5 Campuran didinginkan pada suhu Campuran
menjadi
ruangan.
dingin.
6 Tuang campuran ke baki.
7 Campuran ditambah dengan 50 ml Tinggi campuran dalam
bibit nata cair secara merata dan baki = 1 cm
diaduk.
8 Campuran yang telah ditambahkan Terbentuk nata de coco
bibit dimasukkan di inkubator selama dengan:
7 hari.
Berat = 720 gram
Tebal = 0,8 cm
59
F PEMBAHASAN
Pada percobaan pembuatan nata de coco digunakan air kelapa
yang telah disaring terlebih dahulu. Tujuan dari peyaringan ini yaitu
untuk memisahkan air kelapa dengan pengotornya, kemudian air
kelapa direbus hingga mendidih agar bakteri-bakteri yang ada pada air
kelapa dapat hilang atau mati. Kemudian ditambahkan gula pasir.
Tujuan dari penambahan gula pasir ini adalah sebagai nutrisi bagi bibit
nata. Setelah itu, campuran tersebut dipindahkan pada baskom dan
ditambahkan pupuk ZA. Penambahan ini bertujuan sebagai sumber
nitrogen bagi bibit nata agar dapat berkembang. Selain itu ditambahan
juga asam asetat glasial. Penambahan asam asetat glasial ini agar pH
dari air kelapa dapat turun dikarenakan bibit nata yaitu Acetobacter
xylinum dapat hidup atau berkembang pada pH asam. Pada
percobaan ini pH dari air kelapa yaitu 4. Setelah penambahan pupuk
ZA dan asam asetat glasial dilakukan pendinginan agar bibit atau
bakteri dapat maksimal dalam membuat nata. Suhu optimal bagi
pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum yaitu berkisar pada suhu
28-31C (Fitria, 2010).
Apabila bakteri Acetobacter xylinum hidup pada suhu kurang
dari 28C, pertumbuhan dari bakteri akan terhambat dan apabila
bakteri hidup pada suhu diatas 31C maka akan mengalami
60
Acetobacter
xylinum.
= 720 gram
= 720 x 10-3 kg
= 1 liter
= 10-3 m3
% yield =
xV
% yield
720. 103 kg
x 100
( . V ) air kelapa
720.10 kg
x 100
kg
3 3
1018,26 3 .10 m
m
= 70,70%
62
DAFTAR PUSTAKA
Fitria,
Nurlaila.
2010.
Bakteri
Acetobacter
xylinum.
64
Pramesti,
Novita.
2007.
Faktor
Pertumbuhan
Nata.
Berta,
Aiqal
Vickry
H,
Henni
Wijayanti
Maharani.
2013.
Murniati.
2011.
Air
Kelapa
dan
Manfaatnya.
65