Limfoma adalah kanker yang muncul dalam sistem limfatik yang menghubungkan noda limfa
atau kelenjar getah bening di seluruh tubuh. Sistem limfatik termasuk bagian penting dalam
sistem kekebalan tubuh manusia.
Sel-sel darah putih limfosit dalam sistem limfatik akan membantu pembentukan antibodi
tubuh untuk memerangi infeksi. Tetapi jika sel-sel limfosit B dalam sistem limfatik diserang
kanker, sistem kekebalan tubuh penderita akan menurun sehingga rentan mengalami infeksi.
Jenis-jenis Limfoma
Kanker ini dapat dikategorikan dalam dua jenis, yaitu limfoma Hodgkin dan non-Hodgkin.
Perbedaan utamanya terletak pada jenis sel limfosit yang diserang kanker dan dapat diketahui
melalui pemeriksaan di bawah mikroskop oleh dokter.
Limfoma digolongkan dalam jenis Hodgkin jika dokter mendeteksi adanya sel abnormal
Reed-Sternberg dalam sel kanker. Sementara limfoma tanpa sel abnormal tersebut termasuk
dalam kategori limfoma non-Hodgkin.
Limfoma non-Hodgkin lebih sering terjadi dibandingkan limfoma Hodgkin. Diperkirakan
sekitar 8 dari 10 kasus limfoma merupakan jenis ini.
Gejala-gejala Limfoma
Gejala utama yang dialami pengidap limfoma adalah tumbuhnya benjolan. Benjolan ini tidak
terasa sakit dan umumnya muncul pada leher, ketiak, dan selangkangan.
Selain benjolan, ada beberapa gejala yang mungkin dirasakan pengidap. Indikasi-indikasi
tersebut biasanya meliputi:
Sakit perut.
Gangguan pernapasan.
Sakit dada.
Segeralah temui dokter jika Anda merasakan gejala-gejala tersebut. Meski memiliki benjolan,
bukan berarti Anda pasti menderita limfoma, tapi disarankan untuk tetap melakukan
pemeriksaan sedini mungkin.
Penyebab dan Faktor Risiko Limfoma
Limfoma terjadi karena adanya perubahan atau mutasi pada DNA sel-sel limfosit sehingga
pertumbuhannya menjadi tidak terkendali. Penyebab di balik mutasi tersebut belum diketahui
secara pasti. Tetapi ada beberapa hal yang diduga dapat meningkatkan risiko seseorang untuk
terkena limfoma. Faktor-faktor risiko tersebut meliputi:
Usia. Sebagian besar limfoma Hodgkin terjadi pada pengidap yang berusia 15-30
tahun dan lansia di atas 55 tahun. Sedangkan risiko limfoma non-Hodgkin akan
meningkat seiring usia, khususnya lansia berusia di atas 60 tahun.
Faktor keturunan. Risiko Anda untuk terkena limfoma akan meningkat jika Anda
memiliki anggota keluarga inti (ayah, ibu, atau saudara kandung) yang menderita jenis
kanker yang sama.
Pernah tertular virus Epstein-Barr atau EBV. Virus ini menyebabkan demam
kelenjar. Orang yang pernah mengalami demam kelenjar lebih berisiko mengalami
limfoma Hodgkin.
Sistem kekebalan tubuh yang lemah, misalnya karena mengidap HIV atau
menggunakan obat imunosupresan.
Jenis kelamin. Limfoma lebih sering menyerang pria dibandingkan dengan wanita.
Tes darah dan urine. Melalui langkah ini, dokter akan mengetahui kondisi kesehatan
Anda secara keseluruhan.
X-ray, CT, MRI, dan PET scan. Pemeriksaan ini digunakan untuk melihat tingkat
penyebaran limfoma.
Biopsi untuk mengambil sampel kelenjar getah bening yang membengkak serta
sumsum tulang.
Biopsi, X-ray, CT Scan, MRI, dan PET Scan juga akan membantu dokter untuk menentukan
stadium serta tingkat perkembangan limfoma yang Anda derita. Berikut ini adalah penjelasan
singkat untuk stadium-stadium dalam limfoma.
Stadium 2 kanker menyerang dua kelompok noda limfa atau menyebar ke satu
organ di sekitar noda limfa, tapi hanya terbatas pada tubuh bagian atas atau bawah
saja.
Stadium 3 kanker menyebar ke kelompok noda limfa pada bagian atas dan bawah
diafragma.
Stadium 4 kanker sudah menyebar melalui sistem limfatik dan masuk ke organ atau
sumsum tulang.
Pengobatan limfoma bisa tidak sama bagi tiap pengidap. Dokter akan menentukan langkah
yang terbaik untuk Anda berdasarkan kondisi kesehatan, jenis, dan stadium limfoma Anda.
Khusus untuk limfoma non-Hodgkin, tidak semuanya membutuhkan penanganan medis
secepatnya. Jika kanker yang Anda idap termasuk jenis yang lambat berkembang, dokter
mungkin akan menyarankan untuk menunggu dan melihat perkembangannya terlebih dulu.
Bahkan ada limfoma non-Hodgkin stadium dini dengan ukuran kecil yang dapat diatasi
melalui prosedur pengangkatan pada saat biopsi sehingga pasien tidak membutuhkan
penanganan lebih lanjut.
Jika limfoma Anda membutuhkan pengobatan, langkah utama dalam menanganinya adalah
kemoterapi. Kemoterapi dapat diberikan melalui infus atau obat minum. Jenis yang diberikan
oleh dokter tergantung pada stadium kanker yang Anda derita. Terapi ini juga terkadang
dikombinasikan dengan:
Radioterapi.
Obat-obatan steroid.
Terapi biologis, contohnya obat rituximab. Obat ini akan menempelkan diri pada selsel kanker lalu merangsang sistem kekebalan tubuh untuk menyerang dan
membunuhnya.
Transplantasi sumsum tulang. Langkah ini dibutuhkan bagi penderita limfoma yang
mengalami kerusakan sumsum tulang akibat kemoterapi dosis tinggi.