Anda di halaman 1dari 8

PERBEDAAN KUAT TEKAN ANTARA BETON DENGAN PASIR

MUNTILAN DAN BETON DENGAN PASIR BODRI

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hampir semua faktor yang berkenaan dengan kelayakan suatu agregat endapan
(deposit) berhubungan
dengan sejarah geologi dari daerah sekitarnya. Proses geologis yang membentuk
suatu deposit atau
modifikasi yang berturutan, menentukan ukuran, bentuk, lokasi, jenis, keadaan dari
batuan, serta gradasi, kebulatan dan derajad informatisnya, dan sejumlah faktor
lain yang berkaitan dengan pertanyaan tentang penggunaannya. (L.J Murdock.,et
al.,1999)
Sifat yang paling penting dari suatu agregat (batu-batuan, kerikil, pasir dan lainlain) ialah kekuatan hancur dan ketahanan terhadap benturan, yang dapat
mempengaruhi ikatannya dengan pasta semen, porositas dan karakteristik
penyerapan air yang mempengaruhi daya tahan terhadap proses pembekuan waktu
musim dingin dan agresi kimia serta ketahanan terhadap penyusutan. (L.J
Murdock.,et al.,1999)
Gambar penambangan pasir muntilan kab. Magelang Jawa Tengah(sumber : www.rumah.com)
Agregat yang banyak digunakan karena sifatnya yang ekonomis di Inggris adalah pasir dan kerikil.
Deposit pasir dan kerikil alamiah timbul sebagai deposit pada tempat yang dangkal (mengapung)
atau terletak di dasar sungai-sungai maupun sebagai peninggalan ketika es mencair. (L.J
Murdock.,et al.,1999)
Deposit sungai masih merupakan yang paling umum dan memenuhi syarat karena deposit ini
mempunyai gradasi yang konsisten sebagai hasil dari daya seleksi oleh sungai itu, bentuknya
biasanya bulat, tak teratur, dan gaya kikis selama transportasi oleh aliran sungai dan pengendapan
sesudahnya menghasilkan eliminasi partikel-partikel yang lemah. Pada umumnya, kerikil-kerikil
sungai seragam dalam tebalnya dan deposit dapat dieksploitasi dari 1 meter sampai 6 meter.
Lembah Thames dan Trent adalah bagian dari sungai besar yang merupakan suatu cadangan kerikil
berkualitas tinggi.(L.J Murdock.,et al.,1999)
Kerikil dan pasir juga dikeruk di muara-muara sungai, terutama pasir dari selat Bristol dan teluk
Liverpool di mana digunakan batu pecah untuk betonnya. Produksi dari laut Utara dan selat Inggris
tampak melimpah dalam 10 tahun belakangan ini. Meskipun agregat yang dikeruk dari laut telah
digunakan pada beberapa tempat selama bertahun-tahun, kenaikan produksi dan penggunaannya
telah menentukan batasan tertentu, agar karang laut dan kadar garam tertentu dapat disetujui

penggunaannya untuk campuran beton. (L.J Murdock.,et al.,1999)


Di Indonesia bahan tambah telah banyak dipergunakan. Manfaat dari penggunaan bahan tambah ini
perlu dibuktikan dengan menggunakan bahan agregat dan jenis semen yang sama dengan bahan
yang akan dipakai di lapangan. Dalam hal ini bahan yang dipakai sebagian bahan tambah harus
memenuhi ketentuan yang diberikan SNI. Untuk bahan tambah yang merupakan bahan tambah
kimia harus memenuhi syarat yang diberikan dalam ASTM C.494, Standard Specification for
Chemical Admixture for Concrete (Ir.Tri Mulyono,2003)
Penambahan bahan tambah dalam sebuah campuran beton atau mortar tidak mengubah komposisi
yang besar dari bahan yang lainnya, karena penggunaan bahan tambah ini cenderung merupakan
pengganti atau substitusi dari dalam campuran beton itu sendiri. Karena tujuannya memperbaiki
atau mengubah sifat dan karakteristik tertentu dari beton atau mortar yang akan dihasilkan, maka
kecenderungan perubahan komposisi dalam berat-volume tidak terasa secara langsung
dibandingkan dengan komposisi awal beton tanpa bahan tambah. (Ir.Tri Mulyono,2003)
1.2 Rumusan Masalah
Masalah yang diteliti kali ini merupakan penggunaan beton dengan campuran pasir bodri dan beton
dengan campuran muntilan yang digunakan untuk perkuatan struktur baru (beton baru) tidak
menempel pada beton lama. Untuk memperjelas permasalahan yang akan diteliti, maka masalah
tersebut dirumuskan sebagai berikut :
1. Berapakah selisih kuat tekan, kuat lentur dan kuat tarik belah beton yang dihasilkan oleh kedua
jenis pasir tersebut ?
2. Hal apa saja yang menyebabkan perbedan kekuatan dari beton yang dihasilkan oleh masingmasing pasir ?
3. Apakah beton yang dihasilkan oleh pasir-pasir tersebut telah memenuhi Standard Nasional
Indonesia?
4. Tipe pekerjaan seperti apakah yang cocok apabila pasir-pasir tersebut digunakan untuk
pelaksanaan suatu proyek konstruksi (tanpa bahan tambahan)?
5. Bagaimanakah hasil kuat tekan beton dari masing-masing pasir yang ditambah dengan chemical
admixture dan additive berupa superplasticizer dan silica fume?
1.3 Tujuan dan manfaat
Tujuan utama penelitian ini adalah mengembangkan pasir bodri yang merupakan pasir sungai
supaya dapat digunakan seperti pasir muntilan, dalam pekerjaan beton dengan kekuatan tekan
tinggi yang dipergunakan untuk struktur seperti kolom struktur,beton pre-cast, beton pra-tegang,
dinding geser dan lain sebagainya.
Untuk memperjelas langkah dalam mencapai tujuan penelitian diuraikan sebagai berikut :
1. Mengetahui kuat tekan beton dari masing-masing pasir.
2. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kuat tekan beton dari masing-masing pasir
3. Mengetahui kelayakan pasir tersebut untuk pekerjaan konstruksi sesuai dengan SNI dan PBI.
4. Mengetahui jenis pekerjaan yang tepat untuk masing-masing pasir (tanpa bahan tambahan)
pada proyek konstruksi.

5. Mengetahui kekuatan tekan beton setelah diberi penambahan chemical admixture dan additive
berupa superplasticizer dan silica fume.
Sedangkan manfaat penelitian ini antara lain :
1. Sebagai pedoman untuk pasir sejenis yang memiliki kemiripan dari berbagai aspek dengan pasir
yang diteliti.
2. Memberikan informasi kepada masyarakat dan penyedia jasa konstruksi mengenai sifat pasir
yang telah diteliti guna membantu mereka dalam melaksanakan pekerjaan konstruksi.
3. Memberikan informasi kepada masyarakat dan penyedia jasa konstruksi mengenai sifat pasir
yang telah diteliti guna membantu mereka dalam melaksanakan pekerjaan konstruksi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pasir dibedakan menjadi 2 yaitu, Pasir beton dan Pasir pasang
Pasir Beton
Pasir beton adalah butiran-butiran mineral keras dan tajam berukuran antara 0,075 5 mm, jika
terdapat butiran berukuran lebih kecil dari 0,063 mm tidak lebih dari 5% berat. Pasir beton sering
digunakan untuk pekerjaan cor-coran struktur seperti kolom, balok dan pelat lantai.
(Drs.Daryanto,2008)
Gambar Pasir Muntilan kab. Magelang Jawa Tengah 2006
(Sumber : www.digilib.unees.ac.id)
Untuk mendapatkan kekuatan beton yang optimal maka pasir harus dapat memenuhi syarat-syarat
sebagai berikut :
a) Pasir beton harus bersih, bila diuji dengan larutan pencuci khusus, tinggi endapan pasir yang
kelihatan dibandingkan dengan tinggi seluruh endapan tidak kurang dari 70%.(Drs.Daryanto,2008)
b) Kadar butiran yang lewat ayakan 0,063 mm (kadar lumpur) tidak boleh lebih dari 5% berat.
(Drs.Daryanto,2008)
c) Angka kehalusan butir (FM) terletak antara 2,2 3,2 bila diuji dengan rangkaian ayakan 0,16 ;
0,315; 0,63; 1,25; 2,50; 0,5 dan 10 mm, fraksi yang lewat ayakan 0,3 mm minimal 15% berat.
(Drs.Daryanto,2008)
d) Pasir tidak boleh mengandung zat-zat organik yang dapat mengurangi mutu beton. Untuk
memeriksanya pasir direndam pada cairan 3% NaOH, cairan di atas endapan tidak boleh lebih
gelap dari warna larutan pembanding. (Drs.Daryanto,2008)
e) Kekekalan terhadap larutan Na4SO4; fraksi yang hancur tidak boleh lebih dari 12% berat.
Kekekalan terhadap larutan MgSO4; fraksi yang hancur tidak boleh lebih dari 10% berat.
f) Untuk beton dengan tingkat keawetan tinggi, reaksi pasir terhadap alkali harus negatif.
(Drs.Daryanto,2008)
Pasir Pasang
Berdasarkan tempat penambangan, maka pasir pasang di bedakan dalam 2 jenis sebagai berikut :
1. Pasir Gunung, adalah pasir yang diperoleh dari hasil galian , butirannya kasar dan tidak terlalu

keras. Biasanya pasir jenis ini mengandung pozolan (jika dicampur dengan kapur padam dan air
setelah beberapa waktu dapat mengeras sehingga membentuk suatu massa padat dan sukar dalam
air). (Drs.Daryanto,2008)
2. Pasir Sungai, adalah pasir yang diperoleh dari sungai yang merupakan hasil gigisan batu-batuan
yang keras dan tajam, pasir jenis ini butirannya cukup baik (antara 0,063 mm 5 mm) sehingga
merupakan adukan yang baik untuk pekerjaan pasangan. (Drs.Daryanto,2008)
Menurut Standar ASTM. C.494 (1995: .254) dan Pedoman Beton 1989 SKBI.1.4.53.1989 (Ulasan
Pedoman Beton 1989: 29), jenis bahan tambah kimia dibedakan menjadi 7 tipe bahan tambah.
Pada dasarnya suatu bahan tambahan harus mampu memperlihatkan komposisi dan unjuk kerja
yang sama sepanjang waktu pekerjaan selama bahan tersebut di gunakan dalam racikan beton
sesuai dengan pemilihan proporsi betonnya (PB, 1989:12). Jenis dan definisi bahan tambah kimia
ini sebagai berikut (Ir.Tri Mulyono,2003) :
Bahan Tambah Kimia (Chemical Admixtures)
1. Tipe A Water-Reducing Admixtures
Water-Reducing Admixtures adalah bahan tambah yang mengurangi air pencampur yang diperlukan
untuk menghasilkan beton dengan konsistensi tertentu.
Water-Reducing Admixtures digunakan antara lain untuk tidak mengurangi kadar semen dan nilai
semen dan nilai slump untuk memproduksi beton dengan perbandingan rasio faktor air semen
(wer) yang rendah. Pada kasus pertama dengan mengurangi FAS(Faktor Air Semen) secara tidak
langsung akan meningkatkan kekuatan tekannya karena dalam banyak kasus dengan FAS yang
rendah akan meningkatkan kekuatan tekan beton. Pada kasus kedua dengan tingginya nilai slump
yang didapatkan akan memudahkan penuangan adukan (placing) atau dengan hal ini waktu
penuangan adukan dapat diperlambat. Pada kasus ketiga dimaksudkan untuk mengurangi biaya
karena penggunaan semen yang lebih kecil (Mather,Bryant,1994:494-495)
Komposisi dari campuran bahan tambah ini diklasifikasikan secara umum menjadi 5 kelas :
a) Asam lignosulfonic dan kandungan garam-garam
b) Modifikasi dan turunan asam lignosulfonic dan kandungan garam-garam
c) Hydroxylated carboxylic acids dan kandungan garam-garam
d) Modifikasi hydroxylated carboxylic acids dan kandungan garam-garam.
e) Material lain seperti :
Material inorganic seperti seng, garam-garam, barak, posfat, klorida
Asam amino dan turunannya
Karbonhidrat, polisakarin dan gula asam.
Campuran polimer, seperti eter, turunan melamic, naptan, silicon, hidrokarbon-sulfat.
2. Tipe B Retarding Admixtures
Retarding Admixtures adalah bahan tambah yang berfungsi untuk menghambat waktu pengikatan
beton. Penggunaannya untuk menunda waktu pengikatan beton (setting time) misalnya karena
kondisi cuaca yang panas, atau memperpanjang waktu untuk pemadatan untuk menghindari cold
joints dan menghindari dampak penurunan saat beton segar pada saat pengecoran dilaksanakan.
(Ir.Tri Mulyono,2003)

3. Tipe C Accelerating Admixtures


Accelerating Admixtures adalah bahan tambah yang berfungsi untuk mempercepat pengikatan dan
pengembangan kekuatan awal beton. Bahan ini digunakan untuk mengurangi lamanya waktu
pengeringan (hidrasi) dan mempercepat pencapaian kekuatan beton. Accelerating Admixtures yang
paling terkenal adalah kalsium klorida. Perlu ditekankan bahwa kalsium klorida jangan digunakan
jika korosi progresif dari tulangan baja dapat terjadi. Dosis maksimum adalah 2% dari berat semen
yang digunakan. (Ir.Tri Mulyono,2003)
Secara umum, kelompok bahan tambah ini dibedakan menjadi 3 yaitu :
a) Larutan garam organik
b) Larutan campuran organik
c) Material miscellaneous
4. Tipe D Water Reducing and Retardding Admixtures
Water Reducing and Retarding Admixtures adalah bahan tambah yang berfungsi ganda yaitu
mengurangi jumlah air pencampur yang diperlukan untuk menghasilkan beton dengan konsistensi
tertentu dan menghambat pengikatan awal.
Water Reducing and Retarding Admixtures yaitu pengurang air dan pengontrol pengeringan (Water
Reducing Admixture). Bahan ini digunakan untuk menambah kekuatan beton. Bahan ini juga akan
mengurangi kandungan semen yang sebanding dengan pengurangan kandungan air. Bahan ini
hampir semuanya berwujud cair. Air yang terkandung dalam bahan ini akan menjadi bagian dari air
campuran beton. Jadi, dalam perencanaan air ini harus ditambahkan sebagai berat air total dalam
campuran beton. Perlu ditekankan bahwa perbandingan antara mortar dengan agregat kasar tidak
boleh berubah. Perubahan kandungan air, atau udara, atau semen, harus diatasi dengan perubahan
kandungan agregat halus sehingga volume tidak berubah. (Ir.Tri Mulyono,2003)
5. Tipe E Water Reducing and Accelerating Admixtures
Water Reducing and Accelerating Admixtures adalah bahan tambah yang berfungsi ganda yaitu
mengurangi jumlah air pencampur yang diperlukan untuk menghasilkan beton yang konsistensinya
tertentu dan mempercepat pengikatan awal. (Ir.Tri Mulyono,2003)
6. Tipe F Water Reducing,High Range Admixtures
Water Reducing,High Range Admixtures adalah bahan tambah yang berfungsi untuk mengurangi
jumlah air pencampur yang diperlukan untuk menghasilkan beton dengan konsistensi tertentu,
sebanyak 12% atau lebih. (Ir.Tri Mulyono,2003)
Gambar Superplasticizer
(Sumber : www. freewebs.com)
Kadar pengurangan air dalam bahan ini lebih tinggi sehingga diharapkan kekuatan beton yang
dihasilkan lebih tinggi dengan air yang sedikit, tetapi tingkat kemudahan pekerjaan juga lebih
tinggi. Jenis bahan tambah ini dapat berupa superplasticizer, Bahan jenis ini termasuk sebagai
bahan kimia tambahan yang baru, dan disebut sebagai bahan tambah kimia pengurang air. Tiga
jenis plastitisizer yang dikenal adalah : (Ir.Tri Mulyono,2003)

a) Kondensi sulfonat melamin formadehid dengan kandungan klorida sebesar 0.005%.


b) Sulfonat nafthalin formaldehid dengan kandungan florida yang dapat diabaikan.
c) Modifikasi lignosulfonat tanpa kandungan klorida
Ketiga bahan di atas disebut superplasticizer, karena dapat mengurangi pemakaian air pada
campuran beton dan meningkatkan slump beton sampai 8 inch (208 mm) atau lebih. Dosis yang
disarankan adalah 1% sampai 2% dari berat semen. Dosis yang berlebihan akan mengakibatkan
menurunnya kekuatan tekan beton. (Ir.Tri Mulyono,2003)
Gambar Bahan Superplasticizer
(Sumber : www.haiixingzz.en.alibaba.com)
7. Tipe G Water Reducing, High Range Retarding Admixtures
Water Reducing, High Range Retarding Admixtures adalah bahan tambah yang berfungsi untuk
mengurangi jumlah air pencampur yang diperlukan untuk menghasilkan beton dengan konsistensi
tertentu sebanyak 12% atau lebih dan juga untuk menghambat pengikatan beton. Jenis bahan
tambah ini merupakan gabungan superplasticizer dengan menunda waktu pengikatan beton.
Biasanya digunakan untuk kondisi pekerjaan yang sempit karena sedikitnya sumber daya yang
mengelola beton yang disebabkan oleh keterbatasan ruang kerja. (Ir.Tri Mulyono,2003)
Bahan Tambah Mineral (Additive)
1. Abu Terbang Batu bara (Fly Ash)
Menurut ASTM C.618 (ASTM, 1995:304) abu terbang (fly ash) didefinisikan sebagai butiran halus
hasil residu pembakaran batubara atau bubuk batu bara. Fly ash dapat dibedakan menjadi dua,
yaitu abu terbang yang normal yang dihasilkan dari pembakaran batu bara antrasit atau batu bara
bitomius dan abu terbang kelas C yang dihasilkan dari batubara jenis lignite atau subbitumeus.
Abu terbang kelas C kemungkinan mengandung kapur (lime) lebih dari 10% beratnya. Kandungan
kimia yang dibutuhkan dalam fly ash tercantum dalam ASTM C.618-95:305 (Ir.Tri Mulyono,2003)
Gambar Abu Terbang (Fly Ash)
(Sumber : www.themoderngreen.com)
2. Silica Fume
Menurut standar Spesification for Silica Fume for Use in Hydraulic Cement Concrete and Mortar
(ASTM.C.1240,1995:637-642) silica fume adalah material pozzolan yang halus, dimana komposisi
silica lebih banyak yang dihasilkan dari tanur tinggi atau sisa produksi silicon atau alloy besi silicon
dikenal sebagai gabungan antara microsilica dengan silica fume. (Ir.Tri Mulyono,2003)
Penggunaan silica fume dalam campuran beton dimaksudkan untuk menghasilkan beton dengan
kekuatan tekan yang tinggi. Beton dengan kekuatan tinggi, digunakan, misalnya, untuk kolom
struktur atau dinding geser, pre-cast atau beton pra-tegang dan beberapa keperluan lain. Kriteria
beton dengan kekuatan tekan tinggi saat ini adalah 50-70 MPa untuk umur 28 hari. Penggunaan
silica fume berkisar antara 0 30% untuk memperbaiki karakteristik kekuatan dan keawetan beton

dengan factor air semen sebesar 0,34 dan 0,28 dengan atau tanpa superplasticizer dan nilai slump
50 mm ( Yogendran, et al.1987:124-129 )
Gambar Silica Fume
(Sumber : www. en.wikipedia.org)
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu
Penelitian akan dilaksanakan di laboraturium Fakultas Teknik Unissula karena ketersediaan
peralatan yang mendukung penelitian ini. Sedangkan waktu penelitian akan dilaksanakan apabila
proposal disetujui.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan berasal dari laboraturium Fakultas Teknik Unissula, berupa :
1) Alat cetak beton (kubus,silinder dan balok)
2) Alat uji Slump Beton
3) Saringan Pasir
4) Cawan
5) Mesin Uji Tekan
6) Gelas Ukur
7) Timbangan
8) Batang besi 16 panjang 60 cm (untuk Rodding)
9) Alat penggetar
10) Oven
11) Alat Pengaduk Beton (Molen)
Bahan yang digunakan antara lain :
1) Portland Cement
2) Pasir muntilan
3) Pasir Bodri
4) Kerikil 1/2
5) Air
6) Bahan Chemical Admixture meliputi superplasticizer
7) Bahan additive meliputi silica fume
3.3 Cara Kerja
I. Sebelum dimulai penelitian semua alat dibersihkan sebelum dipakai
II. Masing-masing pasir di uji gradasi ukuran butirnya (Finnes Modulus).
III. Masing-masing pasir di uji kadar airnya.
IV. Masing-masing pasir di cari berat jenis masing-masing.

V. Masing-masing pasir di uji kadar lumpurnya.


VI. Masing-masing pasir di campur dengan campuran semen, kerikil, dan air dalam takaran yang
sama.
VII. Masing-masing pasir di campur dengan campuran semen, kerikil, bahan tambah (chemical
admixture dan additive) dan air sesuai dengan ketentuan SNI atau ASTM dalam campuran beton
dengan penggunaan bahan tambah.
VIII. Adonan beton hasil dari masing-masing pasir baik yang tanpa atau bahan tambah dicetak pada
cetakan kubus, balok dan silinder.
IX. Adonan beton tanpa bahan tambah di buat dalam 3 benda uji kubus, 3 benda uji silinder, dan 1
benda uji balok.
X. Adonan beton dengan bahan tambah di buat dalam 3 benda uji kubus, 3 benda uji silinder, dan
1 benda uji balok.
XI. Setelah 24 jam benda uji dilepas dari cetakan kemudian dilakukan perawatan (curing)
XII. Setelah 28 hari benda uji beton dengan pasir bodri dan pasir muntilan baik yang dengan dan
tanpa bahan tambah di tes kuat tekan, kuat belah dan kuat lenturnya.
DAFTAR PUSTAKA
Murdock, L.J,Brook K.M., Stephanus Hindarko.,1999, Bahan dan Praktek Beton (4th edition),
Erlangga, Jakarta.
Mulyono Tri, 2003, Teknologi Beton, Penerbit Andi, Yogyakarta.
Daryanto, 2008, Kumpulan Gambar Teknik Bangunan, Rineka Cipta, Jakarta.
Yogendran, V., et.al., 1987, Silica fume in High-Strength Concrete,Technical Paper, Title No. 84M.15 ACI Material Journal. Pp. 124-129.

Anda mungkin juga menyukai