Anda di halaman 1dari 26

PENDAHULUAN

Low back pain (LBP) adalah rasa sakit yang terjadi di daerah lumbal atau lumbosakral
secara akut, menahun atau intermiten yang secara umumnya tanpa kelainan radiologic maupun
neurologic. Dapat juga disertai dengan penyebaran anggota gerak bawah. LBP yang disertai
kelainan neurologic, misalnya dislokasi diskus intervertebralis hanya 0.1% dari semua kasus.
LBP merupakan salah satu masalah kesehatan okupasi (occupational health problems) yang
tertua. Penemu ilmu kedokteran okupasi (occupational medicine), yaitu Ramazzini B (1713),
menyatakan bahwa gerakan-gerakan tertentu, yang bersifat kasar dan tidak beraturan, disertai
posisi tubuh yang tidak alami dapat menyebabkan kerusakan struktur tubuh. Nyeri punggung
bawah merupakan salah satu penyakit akibat kerja yang sering terjadi pada perawat di rumah
sakit, terutama di ruang rawat inap; karena sifat pekerjaannya yang banyak mengangkat beban
pasien dewasa yang berat, dengan gerakan membungkuk dan memutar tubuh, khususnya sekitar
tulang punggung bawah. Rata-rata seorang perawat akan mengangkat 20 pasien dari kursi roda/
usungan ke tempat tidur, dan memindahkan 5 s.d. 10 pasien dari tempat tidur ke kursi roda pada
setiap kali giliran jaga.1
7 LANGKAG DIAGNOSIS OKUPASI
1. DIAGNOSA KLINIS
a) Anamnesis
Anamnesis adalah suatu langkah yang penting dalam mendiagnosa pasien. Anamnesis
harus dilakukan secara terperinci agar dapat mendiagnosis dengan benar dan tepat
berdasarkan keluhan dan gejala yang dialami pasien. 2
Data umum pasien
a) Nama pasien, sebaiknya nama lengkap, bukan nama panggilan.
b) Jenis kelamin : Perempuan
c) Umur Pasien : 30 tahun
d) Alamat
e) Pekerjaan : Perawat
f) Agama
g) Suku bangsa
h)
Keluhan utama
Keluhan utama yang paling dirasakan atau yang paling berat dirasakan pasien
sehingga datang ke dokter untuk berobat atau mencari pertolongan medis. Dalam

kasus ini, pasien yang merupakan seorang perawat telah datang ke dokter dengan
keluhan utamanya nyeri pada pinggang dan menjalar ke tungkai bawah sisi kiri sejak
1 minggu yang lalu.2
Riwayat penyakit sekarang
Dari seluruh tahapan anamnesis, bagian inilah paling penting untuk menentukan
diagnosis. Tahapan ini merupakan inti dari anamnesis. Pasien ini datang dengan
keluhan nyeri punggung bawah (NPB) atau low back pain (LBP), jadi harus
ditanyakan pada pasien bagaimana perjalanan penyakitnya, gejala penyerta dan ada
atau tidak usaha untuk berobat. Perlu diketahui pada pasien hal-hal di bawah ini :
Awitan
Penyebab mekanis Nyeri Punggung Bawah (NPB) menyebabkan nyeri mendadak
yang timbul setelah posisi mekanis yang merugikan. Mungkin terjadi robekan otot,
peregangan fasia atau iritasi permukaan sendi. Keluhan karena penyebab lain timbul
bertahap.3
Lama dan frekuensi serangan
NBP akibat sebab mekanik berlangsung beberapa hari sampai beberapa bulan.
Herniasi diskus bisa membutuhkan waktu 8 hari sampai resolusinya. Degenerasi
diskus dapat menyebabkan rasa tidak nyaman kronik dengan eksaserbasi selama 2-4
minggu.3
Lokasi dan penyebaran
Kebanyakan NPB akibat gangguan mekanis atau medis terutama terjadi di daerah
lumbosakral. Nyeri yang menyebar ke tungkai bawah atau hanya di tungkai bawah
mengarah ke iritasi akar saraf. Nyeri yang menyebar ke tungkai juga dapat
disebabkan peradangan sendi sakroiliaka. Nyeri psikogenik tidak mempunya pola
penyebaran yang tetap.3
Faktor yang memperberat/memperingan

Pada lesi mekanis keluhan berkurang saat istirahat dan bertambah saat aktivitas. Pada
penderita HNP duduk agak bungkuk memperberat nyeri. Batuk, bersin atau manuver
valsava akan memperberat nyeri. Pada penderita tumor, nyeri lebih berat atau
menetap jika berbaring.3
Kualitas/intensitas
Penderita perlu menggambarkan intensitas nyeri serta dapat membandingkannya
dengan berjalannya waktu. Harus dibedakan antara NPB dengan nyeri tungkai, mana
yang lebih dominan dan intensitas dari masing-masing nyerinya, yang biasanya
merupakan nyeri radikuler. Nyeri pada tungkai yang lebih banyak dari pada NPB
dengan rasio 80-20% menunjukkan adanya radikulopati dan mungkin memerlukan
suatu tindakan operasi. Bila nyeri NPB lebih banyak daripada nyeri tungkai, biasanya
tidak menunjukkan adanya suatu kompresi radiks dan juga biasanya tidak
memerlukan tindakan operatif. Gejala NPB yang sudah lama dan intermiten, diselingi
oleh periode tanpa gejala merupakan gejala khas dari suatu NPB yang terjadinya
secara mekanis.3
Walaupun suatu tindakan atau gerakan yang mendadak dan berat, yang biasanya
berhubungan dengan pekerjaan, bisa menyebabkan suatu NPB, namun sebagian besar
episode herniasi diskus terjadi setelah suatu gerakan yang relatif sepele, seperti
membungkuk atau memungut barang yang enteng.
Harus diketahui pula gerakan-gerakan mana yang bisa menyebabkan bertambahnya
nyeri NPB, yaitu duduk dan mengendarai mobil dan nyeri biasanya berkurang bila
tiduran atau berdiri, dan setiap gerakan yang bisa menyebabkan meningginya tekanan
intra-abdominal akan dapat menambah nyeri, juga batuk, bersin dan mengejan
sewaktu defekasi. Selain nyeri oleh penyebab mekanik ada pula nyeri non-mekanik.
Nyeri pada malam hari bisa merupakan suatu peringatan, karena bisa menunjukkan
adanya suatu kondisi terselubung seperti adanya suatu keganasan ataupun infeksi.1
Riwayat penyakit dahulu

Harus ditanyakan pada pasien riwayat penyakit dahulunya, kerana besar kemungkinan
nyeri punggung bawah pasien ini datang dari penyakit yang pernah dialami si pasien
pada waktu dahulu.3
Riwayat penyakit keluarga
Tanyakan juga riwayat penyakit keluarga si pasien, penyakit yang pernah dialaminya
orang tuanya, kakek, nenek, saudara kandung, paman, bibi, saudara sepupu. Karena
besar penyakit si pasien ada hubungan dengan riwayat keluarganya.2
Riwayat kebiasaan/sosial
Tanyakan pada pasien jika dia mempunyai kebiasaan-kebiasaan tertentu. Hal ini
karena beberapa kebiasaan dapat berakibat buruk bagi kesehatan. Contohnya seperti
kebiasaan merokok, tidur di lantai tanpa alas atau selalu mengangkat beban yang
berat, adakah berolahraga yang berat.2
Riwayat pekerjaan
Ini penting dalam mendiagnosa pasien, adakah sakit yang dialami mempunyai
hubungan dengan kerja pasien. Tanyakan pada pasien jika beliau ada menggunakan
alat-alat tertentu sewaktu bekerja, bahan kerjanya dan proses berkerja. Apakah barang
yang diproduksi atau dihasilkan (kasus ini pasien adalah seoeang perawat, jadi tidak
mungkin beliau menghasilkan barang saat bekerja). Berapa lama pasien berkerja
dalam sehari, apakah ada shift kerja atau tidak, ini adalah untuk menentukan pajanan
pasien terhadap lingkungan kerjanya. Kemungkinan pajanan yang dialami pasien;
pasien ini yang merupakan seorang perawat terpajan dengan beban yang diangkatnya
setiap hari yaitu berat pasien. Apakah pasien ini ada memakai atau tidak memakai
langsung alat pelindung diri (APD) pada waktu beliau bekerja. Apakah si pasien
berasa ada hubungan gejala yang dialaminya dengan waktu kerja sehari-harinya.
Apakah teman sekerja/sejawatnya jug amengalami hal yang sama seperti yang
dialami pasien. Hal-hal ini penting ditanyakan pada pasien supaya kita dapat
menyingkir kemungkinan sakit yang dialami pasien adalah disebabkan oleh
pekerjaannya tau tidak.2
b) Pemeriksaan Fisik

Inspeksi
Gerakan aktif pasien harus dinilai, diperhatikan gerakan mana yang membuat nyeri dan
juga bentuk kolumna vertebralis, berkurangnya lordosis serta

adanya skoliosis.

Berkurang sampai hilangnya lordosis lumbal dapat disebabkan oleh spasme otot
paravertebral.3
Gerakan-gerakan yang perlu diperhatikan pada penderita:

Keterbatasan gerak pada salah satu sisi atau arah.

Ekstensi ke belakang (back extension) seringkali menyebabkan nyeri pada


tungkai bila ada stenosis foramen intervertebralis di lumbal dan artritis lumbal,
karena gerakan ini akan menyebabkan penyempitan foramen sehingga
menyebabkan suatu kompresi pada saraf spinal.

Fleksi ke depan (forward flexion) secara khas akan menyebabkan nyeri pada
tungkai bila ada Hernia Nucleus Pulposus (HNP), karena adanya ketegangan
pada saraf yang terinflamasi diatas suatu diskus protusio sehingga meninggikan
tekanan pada saraf spinal tersebut dengan jalan meningkatkan tekanan pada
fragmen yang tertekan di sebelahnya (jackhammer effect).

Lokasi dari HNP biasanya dapat ditentukan bila pasien disuruh membungkuk
ke depan ke lateral kanan dan kiri. Fleksi ke depan, ke suatu sisi atau ke lateral
yang meyebabkan nyeri pada tungkai yang ipsilateral menandakan adanya HNP
pada sisi yang sama.

Nyeri Nyeri Punggung Bawah (NPB) pada ekstensi ke belakang pada seorang
dewasa muda menunjukkan kemungkinan adanya suatu spondilolisis atau
spondilolistesis, namun ini tidak patognomonik.

Palpasi
Adanya nyeri (tenderness) pada kulit bisa menunjukkan adanya kemungkinan suatu keadaan
psikologis di bawahnya (psychological overlay).3

Kadang-kadang bisa ditentukan letak segmen yang menyebabkan nyeri dengan menekan
pada ruangan intervertebralis atau dengan jalan menggerakkan ke kanan ke kiri prosesus
spinosus sambil melihat respons pasien. Pada spondilolistesis yang berat dapat diraba adanya
ketidak-rataan (step-off) pada palpasi di tempat/level yang terkena. Penekanan dengan jari
jempol pada prosesus spinalis dilakukan untuk mencari adanya fraktur pada vertebra.
Pemeriksaan fisik yang lain memfokuskan pada kelainan neurologis.
Refleks yang menurun atau menghilang secara simetris tidak begitu berguna pada diagnosis
NPB dan juga tidak dapat dipakai untuk melokalisasi level kelainan, kecuali pada sindroma
kauda ekuina atau adanya neuropati yang bersamaan. Refleks patella terutama menunjukkan
adanya gangguan dari radiks L4 dan kurang dari L2 dan L3. Refleks tumit predominan dari
S1.1,3
Harus dicari pula refleks patologis seperti babinski, terutama bila ada hiperefleksia yang
menunjukkan adanya suatu gangguan upper motor neuron (UMN). Dari pemeriksaan refleks
ini dapat membedakan akan kelainan yang berupa UMN atau LMN.
o Pemeriksaan motoris :
Harus dilakukan dengan seksama dan harus dibandingkan kedua sisi untuk
menemukan abnormalitas motoris yang seringan mungkin dengan memperhatikan
miotom yang mempersarafinya.
o Pemeriksaan sensorik :
Pemeriksaan sensorik akan sangat subjektif karena membutuhkan perhatian dari
penderita dan tak jarang keliru, tapi tetap penting arti diagnostiknya dalam membantu
menentukan lokalisasi lesi HNP sesuai dermatom yang terkena. Gangguan sensorik
lebih bermakna dalam menunjukkan informasi lokalisasi dibanding motoris.

o Tanda-tanda perangsangan meningeal :


Tanda Laseque:
Menunjukkan adanya ketegangan pada saraf spinal khususnya L5 atau S1.
Secara klinis tanda Laseque dilakukan dengan fleksi pada lutut terlebih
dahulu, lalu di panggul sampai 900 lalu dengan perlahan-lahan dan graduil

dilakukan ekstensi lutut dan gerakan ini akan menghasilkan nyeri pada
tungkai pasien terutama di betis (tes yang positif) dan nyeri akan berkurang
bila lutut dalam keadaan fleksi. Terdapat modifikasi tes ini dengan
mengangkat tungkai dengan lutut dalam keadaan ekstensi (stright leg rising).
Modifikasi-modifikasi tanda laseque yang lain semua dianggap positif bila
menyebabkan suatu nyeri radikuler. Cara laseque yang menimbulkan nyeri
pada tungkai kontra lateral merupakan tanda kemungkinan herniasi diskus.1,3
Pada tanda laseque, makin kecil sudut yang dibuat untuk menimbulkan
nyeri makin besar kemungkinan kompresi radiks sebagai penyebabnya.
Demikian juga dengan tanda laseque kontralateral. Tanda Laseque adalah
tanda pre-operatif yang terbaik untuk suatu HNP, yang terlihat pada 96,8%
dari 2157 pasien yang secara operatif terbukti menderita HNP dan pada hernia
yang besar dan lengkap tanda ini malahan positif pada 96,8% pasien. Harus
diketahui bahwa tanda Laseque berhubungan dengan usia dan tidak begitu
sering dijumpai pada penderita yang tua dibandingkan dengan yang muda
(<30 tahun).
Tanda Laseque kontralateral (contralateral Laseque sign) dilakukan
dengan cara yang sama, namun bila tungkai yang tidak nyeri diangkat akan
menimbulkan suatu respons yang positif pada tungkai kontralateral yang sakit
dan menunjukkan adanya suatu HNP.
Tes Bragard:
Modifikasi yang lebih sensitif dari tes laseque. Caranya sama seperti tes
laseque dengan ditambah dorsofleksi kaki.
Tes Sicard:
Sama seperti tes laseque, namun ditambah dorsofleksi ibu jari kaki.
Tes valsava:
Pasien diminta mengejan/batuk dan dikatakan tes positif bila timbul nyeri. 3
c) Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Radiologis
Foto rontgen biasa (plain photos) sering terlihat normal atau kadang-kadang
dijumpai penyempitan ruangan intervertebral, spondilolistesis, perubahan degeneratif,
dan tumor spinal. Penyempitan ruangan intervertebral kadang-kadang terlihat bersamaan
dengan suatu posisi yang tegang dan melurus dan suatu skoliosis akibat spasme otot
paravertebral.3

CT scan adalah sarana diagnostik yang efektif bila vertebra dan level neurologis
telah jelas dan kemungkinan karena kelainan tulang.
MRI (akurasi 73-80%) biasanya sangat sensitif pada HNP dan akan menunjukkan
berbagai prolaps. Namun para ahli bedah saraf dan ahli bedah ortopedi tetap memerlukan
suatu EMG untuk menentukan diskus mana yang paling terkena.
MRI sangat berguna bila:

Vertebra dan level neurologis belum jelas.

Kecurigaan kelainan patologis pada medula spinal atau jaringan lunak.

Untuk menentukan kemungkinan herniasi diskus post operasi.

Kecurigaan karena infeksi atau neoplasma.

Mielografi atau CT mielografi dan/atau MRI adalah alat diagnostik yang sangat
berharga pada diagnosis NPB dan diperlukan oleh ahli bedah saraf/ortopedi untuk
menentukan lokalisasi lesi pre-operatif dan menentukan adakah adanya sekwester diskus
yang lepas dan mengeksklusi adanya suatu tumor.1,3

Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium rutin, penting untuk melihat :1

Laju endap darah (LED)


Kadar Hemoglobin (Hb)
Jumlah leukosit dengan hitung jenis
Fungsi ginjal, untuk menyingkir diagnosis kemungkinan nyeri yang di alami disebabkan
gangguan ginjal.

d) Pemeriksaan Tempat Kerja


Pemeriksaan tempat kerja dilakukan untuk melihat kondisi kerja pasien. Dalam kasus ini,
pemeriksaan tempat kerja dilakukan di rumah sakit tempat pasien berkerja. Ternyata aktivitas
cukup berat dan mempunyai potensi timbulnya gangguan kesehat pekerja. Faktor-faktor
gangguan muskuloskeletaldi rumah sakit diakibatkan oleh kondisi berdiri lebih dari 6 jam,

membungkuk lebih dari 10 x/jam dan malakukan beberapa sikap paksa. Pada pelayanan
kesehatan pajanan ergonomi dapat dapat dialami oleh perawat. Menurut literatur, terdapat
delapan tugas yang umumnya harus dikerjakan oleh perawat, yaiu sikap kerja yang dilakukan
saat pekerjaan tersebut ergonomi, diantaranya :
1. Menaruh kembali pasie ke tempat tidurnya.
2. Membalikkan pasien (posisi ).
3. Memindahkan pasien secara menyamping dari tempat tidur ke kursi roda.
4. Mendorong tempat tidur dan kerusi roda.
5. Memindahkan pasien dari tempat tidur ke kursi roda.
6. Membawa/membantu pasien bergerak dari kursi ke toilet
7. Membantu/membawa pasien dari kursi roda ke dalam mobil dan sebaliknya.
8. Membantu pasien agar dapat berjalan.

2. PAJANAN YANG DIALAMI


Pengetahuan mengenai pajanan yang dialami oleh seorang tenaga kerja adalah
esensial untuk dapat menghubungkan suatu penyakit dengan pekerjaannya. Untuk ini
perlu dilakukan anamnesis (seperti di atas) mengenai riwayat pekerjaannya secara cermat
dan teliti, yang mencakup: a) Penjelasan mengenai semua pekerjaan yang telah dilakukan
oleh

penderita

secara

khronologis,

b) Lamanya

melakukan

masing-masing

pekerjaan, c) Bahan yang diproduksi, d) Materi (bahan baku) yang digunakan, e) Jumlah
pajanannya, f) Pemakaian alat perlindungan diri (misal: masker), g) Pola waktu
terjadinya gejala, h) Informasi mengenai tenaga kerja lain (apakah ada yang mengalami
gejala serupa), i) Informasi tertulis yang ada mengenai bahan-bahan yang digunakan
(MSDS, label, dan sebagainya). 4
Dalam kasus ini, pasien adalah seorang perawat di sebuah rumah sakit, dan
pekerjaannya sehari-sehari adalah memandikan pasien dan memindahkan pasien di ruang
rawat ICU, selama kurang lebih 10 tahun. Jadi kita bisa menangkap bahawa pasien ini
mengalami nyeri bawah punggung mungkin berakibat dari kerjanya yang mengangkat
pasien. Tanyakan pada pasien bagaimana cara beliau mengangkat pasien, apakah posisi
beliau semasa mengangkat pasien, rata-rata berat pasien yang diangkat dalam sehari.

3. HUBUNGAN PAJANAN DENGAN PENYAKIT


Apakah terdapat bukti-bukti ilmiah dalam kepustakaan yang mendukung pendapat
bahwa pajanan yang dialami menyebabkan penyakit yang diderita. Jika dalam
kepustakaan tidak ditemukan adanya dasar ilmiah yang menyatakan hal tersebut di atas,
maka tidak dapat ditegakkan diagnosa penyakit akibat kerja. Jika dalam kepustakaan ada
yang mendukung, perlu dipelajari lebih lanjut secara khusus mengenai pajanan sehingga
dapat menyebabkan penyakit yang diderita (konsentrasi, jumlah, lama, dan sebagainya). 4
Penemu ilmu kedokteran, yaitu Ramazzini B (1713), menyatakan bahwa gerakangerakan tertentu, yang bersifat kasar dan tidak beraturan, disertai posisi tubuh yang tidak
dialami dapat menyebabkan kerusakan struktur tubuh. Penelitian yang dilakukan oleh J.
Smedley, dan kawan-kawan di Inggris pada 1995, dengan metode cross-sectional
menunjukkan LBP banyak terjadi pada perawat.5 Dari 1616 perawat perempuan yang
diteliti, ternyata prevalensi LBP selama hidup (lifetime prevalence) 60% dan prevalensi
tahunan (annual prevalence) sebesar 45%.
Penelitian ilmian ini membuktikan bahwa, perawat mempunyai risiko yang tinggi
untuk menagalami nyeri punggung bawah. Kita mengetahui bahwa, perawat ini kerja
sehariannya memandikan pasien dan mengangkat pasien ke ruang rawat ICU, jadi besar
kemungkinan pajanan yang dialami pasien ada hubungannya dengan gangguan yang
dialami beliau sekarang. 5
Selanjutnya, kita harus menanyakan pendapat pasien, adakah sakit/gangguan yang
dialami beliau ini mempunyai hubungan dengan kerja sehari-harinya sebagai seorang
perawat.4
4. ADAKAH PAJANAN CUKUP BESAR
Patofisiologi
Pada dasarnya, timbulnya rasa nyeri pada LBP diakibatkan oleh terjadinya
tekanan pada susunan saraf tepi yang terjepit pada area tersebut. Secara umum
kondisi ini seringkali terkait dengan trauma mekanik akut, namun dapat juga
sebagai akumulasi dari beberapa trauma dalam kurun waktu tertentu. Akumulasi
trauma dalam jangka panjang seringkali ditemukan pada tempat kerja.
Kebanyakan kasus LBP terjadi dengan adanya pemicu seperti kerja
berlebihan, penggunaan kekuatan otot berlebihan, ketegangan otot, cedera otot,
ligamen, maupun diskus yang menyokong tulang belakang. Namun, keadaan ini

dapat juga disebabkan oleh keadaan non-mekanik seperti peradangan pada


ankilosing spondilitis dan infeksi, neoplasma, dan osteoporosis.1

Epidemiologi 1,5,6
Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada 422 orang perawat perempuan di
sebuah hospital prevalensi LBP pada perawat perempuan di ruang rawat inap
dewasa adalah 23.0% (97 orang dari 422 orang pekerja yang diperiksa). Dari
kelompok perawat yang mengalami NPB, ternyata 58 orang mengalami nyeri
tekan lokal pada otot sepanjang punggung bawah.

Faktor resiko1,5,6
Beberapa keadaan merupakan faktor risiko dari LBP pada seperti yang
telah ditemukan pada beberapa penelitian sebelumnya iaitu tinggi badan, IMT,
masa kerja, jumlah rerata pasien yang diangkat dari kursi roda ke tempat tidur,
sudut lengkung punggung pada waktu mengangkat dan memindahkan pasien dari
kursi roda ke tempat tidur, dan cara mengangkat pasien.
Berdasarkan pada semua faktor risiko ini yang paling bermakna terhadap
LBP adalah sudut lengkung punggung yang terbentuk pada waktu perawat
mengangkat dan memindahkan pasien dari kursi roda ke tempat tidur. Perawat
yang membungkuk dengan sudut lengkung punggung >45 pada waktu
mengangkat dan memindahkan pasien dari kursi roda ke tempat tidur mempunyai
risiko 4,5 kali menderita NPB dibandingkan dengan perawat yang membungkuk
dengan sudut lengkung punggung <45.Dari pengamatan diperoleh hasil tinggi
tempat tidur pasien 80 cm dan tinggi dudukan kursi roda 48 cm.
Hasil analisis statistik menunjukkan tidak terdapat hubungan yang
bermakna antara tinggi badan dengan NPB. Tinggi badan sebagai faktor risiko
NPB memang masih diperdebatkan. Penelitian Palmer KT dan kawan-kawan
(2002) memperlihatkan lebih besarnya prevalensi NPB pada orang yang lebih
tinggi.
Berat badan yang berlebih menyebabkan tonus otot abdomen lemah,
sehingga pusat gravitasi seseorang akan terdorong ke depan dan menyebabkan
lordosis lumbalis akan bertambah yang kemudian menimbulkan kelelahan pada
otot paravertebra, hal ini merupakan risiko terjadinya NPB. Riihimaki
berpendapat bahwa hubungan antara postur tubuh dan kelebihan berat badan

masih kontradiksi, namun Fuortes et al (1994) menemukan bahwa overweight


dan obesitas merupakan faktor risiko LBP.
Sikap tubuh yang diamati dengan mengukur sudut/lengkung punggung
perawat pada waktu membuka kunci kursi roda dalam proses mengangkat dan
memindahkan pasien dari kursi roda ke tempat tidur, ternyata berhubungan
bermakna dengan. Hal ini berarti perawat yang melakukan pekerjaan dengan
membungkuk dengan sudut lengkung punggung >45 mempunyai risiko 4,5 kali
untuk terjadinya NPB dibandingkan dengan perawat yang membungkuk dengan
sudut lengkung punggung <45. Perawat pada penelitian ini melakukan gerakan
membungkuk dengan sudut lengkung punggung >45 pada waktu membuka kunci
kursi roda dalam proses mengangkat dan memindahkan pasien dari kursi roda ke
tempat tidur karena tinggi kursi roda yang lebih rendah daripada tinggi badan
perawat. Gerakan ini menimbulkan rasa nyeri di punggung bawah.
Mengingat bahwa jumlah rerata pasien yang diangkat hanya sekitar 3
orang per minggu, perlu dipikirkan mungkin ada faktor-faktor lain yang menjadi
penyebab NPB pada responden, antara lain gerakan-gerakan yang terjadi pada
waktu melakukan pekerjaan rumah tangga atau pekerjaan lain sebagai perawat
misalnya memandikan pasien dan atau merapikan tempat tidur.
5. FAKTOR INDIVIDU
Apakah ada keterangan dari riwayat penyakit maupun riwayat pekerjaannya, yang dapat
mengubah keadaan pajanannya, riwayat adanya pajanan serupa sebelumnya sehingga
risikonya meningkat. Apakah pasien mempunyai riwayat kesehatan (riwayat keluarga)
yang mengakibatkan penderita lebih rentan/lebih sensitif terhadap pajanan yang dialami.7
Riwayat trauma
Pada penelitian ini didapatkan riwayat trauma pada masa lalu merupakan faktor
yang paling berperan pada terjadinya nyeri pinggang. Hal ini diikuti oleh faktor praktik
terhadap pencegahan nyeri pinggang, merokok, umur, dan gangguan mental emosional.
Apabila ditinjau dari faktor trauma, pada penelitian ini didapatkan peningkatan nyeri
pinggang hampir 5 kali lebih tinggi pada responden dengan riwayat trauma dibandingkan
responden yang tidak memiliki riwayat trauma. Nyeri pinggang yang terjadi mungkin
disebabkan trauma/cedera baik pada saat berolahraga, jatuh, terpeleset, tersandung saat
sedang berjalan, kecelakaan kendaraan bermotor,dampak benturan tumpul dari suatu

benda atau stres lain pada tulang dan jaringan spinalis.Suatu trauma atau cedera dapat
menyebabkan kerusakan tulang belakang, jaringan lunak atau struktur saraf yang
menyebabkan tulang belakang menjadi tidak stabil.8
Riwayat pekerjaan dan lama kerja
Faktor lain yang mempunyai hubungan dengan nyeri pinggang adalah faktor
praktik pencegahan terhadap nyeri pinggang. Hal ini sesuai dengan kepustakaan yang
melaporkan bahwa banyak faktor dihubungkan sebagai penyebab nyeri pinggang,seperti
pekerjaan yang memerlukan posisi duduk lama dan cara mengangkat atau memindahkan
pasien yang salah. Nyeri pinggang akibat cara mengangkat dan memindahkan pasien
dengan posisi yang salah dihubungkan dengan kurangnya pelatihan cara mengangkat dan
memindahkan pasien yang benar. Tempoh pekerjaan sebagai perawat lebih lama bekerja
lebih rentan terhadap nyeri punggung.8
Faktor usia
Faktor lain yang berhubungan dengan nyeri pinggang adalah faktor umur. Pada
penelitian ini, ditinjau dari hubungan antara kelompok umur dengan nyeri pinggang
diperoleh hubungan bermakna antara usia dan nyeri pinggang (usia 35-45 tahun 3 kali
lebih tinggi dibandingkan dengan usia kurang 35 tahun). Hasil penelitian ini sesuai
dengan kepustakaan yang melaporkan bahwa dengan bertambah tua seseorang, kekuatan
tulang dan elastisitas otot cenderung menurun. Diskus vertebra akan kehilangan cairan
dan kelenturannya sehingga menurunkan kemampuannya untuk melindungi tulang
belakang. Pada penelitian ini diperoleh perbedaan bermakna nyeri pinggang antara umur
kurang dari 35 tahun dibandingkan dengan umur 35 tahun ke atas. Pada umur muda, hal
ini disebabkan oleh waktu dan pengalaman yang kurang untuk mempelajari metode
penggunaan punggung yang aman dan effisien manakala golongan yang tua lebih rentan
disebabkan oleh proses pemenuan vertebra lumbal.
Jenis kelamin
Nyeri pinggang merupakan keluhan terbanyak dari cedera tersebut dan lebih
banyak menimpa perawat wanita. Penyebabnya ditengarai adalah seringnya kerja otot
statik, seperti mengangkat pasien dan kerja bergilir.

Olahraga

Selain itu,perawat umumnya juga kurang melakukan kegiatan olahraga


disebabkan oleh faktor kerja. Olahraga bermanfaat untuk meningkatkan kelenturan,
kekuatan otot dan tahanan serta dapat mengurangi perbedaan antara kekuatan fisik yang
dibutuhkan pada pekerjaan dengan kemampuan yang ada.
Faktor psikologi
Dari hasil penelitian ini didapatkan gangguan mental emosional merupakan salah
satu faktor penentu nyeri pinggang. Hasil penelitian ini ditunjang oleh kepustakaan yang
melaporkan stres berkontribusi pada nyeri pinggang. Faktor psikologi kerja yang
berperan antara lain adalah kepuasan kerja, tugas yang monoton, dan stres. Gangguan
psikologi pada pasien nyeri pinggang sukar diketahui dengan pasti kapan terjadinya.
Gangguan ini dapat timbul sebelum terjadi nyeri pinggang atau sesudahnya. Gangguan
psikologi yang terjadi setelah timbul nyeri pinggang dapat merupakan respons akibat
kelainan fisik yang ada.
Perawat yang terpajan pada keadaan psikologi yang stress jika tidak ditanggani
akan menyebabkan kejang otot yang mana dikenali sebagai faktor presipitasi nyari
punggung atau low back pain.9
Faktor psikososial
Berbagai penelitian menunjukkan pentingnya tingkat pendidikan sebagai faktor
prognostik nyeri punggung. Hal ini karena pendidikan yang terbatas dan pekerjaan
dengan bayaran yang lebih rendah memungkinkan melakukan pekerjaan berat sehingga
menyebabkan getaran dan beban lain terhadap tulang belakang.10
6. FAKTOR LAIN DI LUAR PEKERJAAN
Apakah ada faktor lain yang dapat merupakan penyebab penyakit? Apakah penderita
mengalami pajanan lain yang diketahui dapat merupakan penyebab penyakit. Meskipun
demikian, adanya penyebab lain tidak selalu dapat digunakan untuk menyingkirkan
penyebab di tempat kerja. 7
Faktor merokok
Perilaku merokok lebih banyak yang menderita nyeri pinggang dibandingkan
yang tidak pernah merokok sama sekali. Mekanisme merokok sehingga menyebabkan
nyeri pinggang sampai sekarang belum diketahui dengan pasti. Walaupun sejumlah
peneliti telah mengemukakan terdapat hubungan antara merokok dengan nyeri pinggang,
namun mekanisme pasti belum teruji dalam penelitian prospektif jangka panjang.

Percobaan menggunakan tikus yang diikuti selama 8 minggu dan mendapat perlakuan
seperti perokok pasif, didapatkan diskus intervertebralis (intervertebral discs) retak
(cracks), sobek (tears), perubahan (misalignment) anulus fibrosus, dan peningkatan
jaringan fibrosis (fibrous tissue) dalam nukleus pulposus. Percobaan pada kelinci
menunjukkan bahwa pemberian nikotin mengakibatkan hipertrofi dinding pembuluh
darah, nekrosis sel endotelial pembuluh darah, dan penyempitan lumen vaskular.
Laporan hasil pertemuan tahunan American Association of Orthopedic Surgeons,
mendukung teori mekanisme cedera pada nyeri pinggang, yaitu adanya kerusakan
struktur pembuluh darah pada diskus dan sendi.Pada saat merokok terjadi pelepasan
bahan-bahan beracun yang dapat merusak lapisan dalam dinding pembuluh darah.
Pembuluh darah yang mengalami kerusakan terlebih dahulu adalah pembuluh darah
kecil, yang berperan menyalurkan zat nutrisi dan oksigen ke diskus intervertebralis.
Selain itu karbonmonoksida juga akan terbawa ke dalam aliran darah dan mengakibatkan
kurangnya jumlah asupan oksigen ke jaringan. Semua hal di atas menyebabkan jaringan
kekurangan nutrisi, terjadi proses degenerasi dan dapat berakibat kepada kematian
jaringan. Degenerasi diskus kemudian menimbulkan kelemahan dinding diskus dan dapat
menimbulkan rasa sakit serta hernia.8
Meskipun demikian faktor-faktor lain juga berpengaruh seperti genetika dan
pengaruh keadaan umum. Antara faktor risiko yang dapat menyebabkan penyakit ini
adalah seperti kegemaran-kegemaran dan aktiviats seperti merajut, menyulam, bowling,
penggunaan komputer dan berlebihan mengemudi. Selain itu, melakukan aktivitas fisik
yang berat, sering berkerja atau melakukan aktivitas dalam keadaan duduk contohnya
memandu dalam keadaan yang lama, sering membongkok, menolak serta menarik semasa
mengangkat barangan berat samaada ditempat kerja atau di rumah dan berkerja yang
berulangan.1
7. DIAGNOSIS OKUPASI
Sesudah menerapkan ke enam langkah di atas perlu dibuat suatu keputusan
berdasarkan informasi yang telah didapat yang memiliki dasar ilmiah. Seperti telah
disebutkan sebelumnya, tidak selalu pekerjaan merupakan penyebab langsung suatu
penyakit, kadang-kadang pekerjaan hanya memperberat suatu kondisi yang telah ada
sebelumnya. Hal ini perlu dibedakan pada waktu menegakkan diagnosis.

Suatu pekerjaan/pajanan dinyatakan sebagai penyebab suatu penyakit apabila


tanpa melakukan pekerjaan atau tanpa adanya pajanan tertentu, pasien tidak akan
menderita penyakit tersebut pada saat ini. Sedangkan pekerjaan dinyatakan memperberat
suatu keadaan apabila penyakit telah ada atau timbul pada waktu yang sama tanpa
tergantung pekerjaannya, tetapi pekerjaannya/ pajanannya memperberat/mempercepat
timbulnya penyakit. Dari uraian di atas dapat dimengerti bahwa untuk menegakkan
diagnosis Penyakit Akibat Kerja diperlukan pengetahuan yang spesifik, tersedianya
berbagai informasi yang didapat baik dari pemeriksaan klinis pasien, pemeriksaan
lingkungan di tempat kerja (bila memungkinkan) dan data epidemiologis. 1Berdasarkan
langkah-langkah diagnosis yang dilakukan diatas berserta pajanan-panjanan, diagnosis
bagi kasus ini adalah nyeri pinggang yang menjalar ke tungkai kiri ataupun low back
pain disebabkan oleh penyakit akibat kerja.

PENATALAKSANAAN 1,11,12
Penanggulangan nyeri punggung bawah berprinsip pada kondisi akut atau kronik dan
didasari oleh kelainan patologik sebagai penyebab dari nyeri itu sendiri. Penanggulangan dalam
keadaan akut dengan berbagai intervensi misalnya dengan bedrest, ortose, pemberian

non

steroid anti inflammation drug (NSAID), otot relaksan serta terapi manual tidak terlalu berperan
namun penanggulangan yang dibarengi dengan biopsikososial akan memberi dampak yang jauh
lebih efisien, Seperti dalam kasus ini wanita berumur 30 tahun telah menderita nyeri punggung
bawah semenjak 1 minggu yang lalu. Oleh karena penyebab LBP sangat beraneka ragam maka
tatalaksananya juga bervariasi. Namun dikenal 2 tahapan terapi LBP yaitu konservatif dan
operatif. Kedua tahapan terapi tadi mempunyai kesamaan tujuan ialah rehabilitative(Harsono
2009)
1. Terapi konservatif
Cara konservatif meliputi bedrest(rehat baring), medika mentosa dan fisioterapi
i.
Bed rest:
Penderita harus tetap berbaring di tempat tidur selama beberapa hari dengan sikap
tertentu. Tempat tidur harus dari papan yang lurus dan ditutup dengan lembar busa yang
nipis. Tirah baring ini sangat bermanfaat untuk nyeri punggung mekanik akut, fraktur

dan hernia nukleo polposus. Lama tirah baring bergantung pada berat ringannya
ii.

gangguan yang dideritai penderita.


Medika mentosa:
Ada 2 jenis obat yang tatalaksana LBP ini, ialah obat yang bersifat simptomatik dan
yang bersifat kausal. Obat-obat simptomatik antara lain analgetika:
Salisilat
Obat analgesik yang juga mempunyai khasiat antipiretik, antiinflamasi, dan

antitrombotik.
Aspirin
Sebagai analgesik(600-900 mg), diberikan 4x sehari
Sebagai anti inflamasi(750-1500 mg) 4x sehari
Kontraindikasi: tukak lambung, resiko pendarahan, gangguan faal ginjal,
hipersensitivitas
Efek samping: gangguan saluran cerna, anemia defisiensi besi, serangan asma

bronkial.
Paracetamol
Dianggap sebagai analgesic antipiretik yang paling aman untuk menghilangkan
rasa nyeri tanpa disertai inflamasi. Dosis terapi 600-900mg diberikan 4x sehari
Obat simtomatik yang lainnya: kortikosteroid(prednisone, prednisolon), antiinflamasi non steroid(AINS) misalnya amitriptilin dan obat penenang minor
seperti diazepam, klordiasepoksid

iii.

Fisioterapi:
Biasanya dalam bentuk diatermi (pemanasan dengan jangkauan permukaan yang lebih
dalam) misalnya pada HNP, trauma mekanik akut, serta traksi pelvis misalnya untuk
relaksasi otot dan mengurangi lordosis. Banyak pakar yang mengatakan bahwa
manipulative dan terapi fisikal harus diperlambat 2 hingga 3 minggu setelah onset dari
nyeri pinggang bawah, kerana ianya akan membaik sendirinya pada masa ini. Untuk
kasus akut latihan fisik(fisioterapi) tidak berkesan, namun sangat berkesan untuk pasien
dengan nyeri punggung bawah kronik serta berkesan untuk kaedah preventif.2
1) Terapi panas:
Terapi menggunakan kantong dingin kantong panas. Dengan menaruh sebuah
kantong dingin di tempat daerah punggung yang terasa nyeri atau sakit selama
5-10 menit. Jika selama 2 hari atau 48 jam masih terasa sakit gunakan
heating(kantong panas)
2) Elektro stimulus:

Acupuncture: menggunakan jarum untuk memproduksi rangsangan ringan


tetapi cara ini tidak terlalu efisien karena ditakutkan resiko komplikasi
akibat ketidaksterilan jarum yang digunakan sehingga menyebabkan
infeksi.
Radiofrequency lesioning: dengan menggunakan impuls listrik untuk

merangsang saraf
a. Spinal endoscopy
b. Percutaneous Electrical Nerve Stimulation(PENS)
c. Electro Thermal Disc Decompression
d. Trans Cutaneous Electrical Nerve Stimulation(TENS)
Traction: helaan atau tarikan pada badan(punggung) untuk kontraksi
otot. Traksi pelvic intermiten dengan 7 sampai 13 kg beban traksi.
Traksi memungkinkan penambahan fleksi lumbal dan relaksasi otot

tersebut.
Pemijatan atau massage: dengan terapi ini bisa menghangatkan,
merileksi otot belakang dan melancarkan peredaran darah.

Latihan low back pain dapat dilakukan sebagai berikut:


a. Lying supine hamstring stretch

b. Knee to chest stretch

c. Pelvic tilt

d. Sitting leg stretch

e. Hip and quadriceps stretch

iv.

Alat bantu
Back corsets:
Penggunaan penahan pada punggung sangat membantu untuk mengatasi low
back pain yang dapat membungkus punggung dan perut. Pemakaian korset ini
bermanfaat untuk mempertahankan kurva fisiologis yang telah diperoleh pada
tatalaksana konservatif. Pergerakan harus dimulai dari yang ringan dalam
jangka waku yang pendek. Kemudian diperberat dan lama. Setelah mobilisasi
dinilai, hasilnya memuaskan , selayaknya dilakukan usaha rekondisian. Dengan
ini dimaksudkan memulai aktivitas-aktivita yang pernah dilakukan sebelum

pasien sakit.11
Tongkat jalan

2. Terapi operatif:
Indikasi tindakan operatif pada Low Back Pain hanya dilakukan pada beberapa kondisi:
a) Adanya kelainan saraf yang menonjol.
b) Nyeri yang tetap dan berulang-ulang, tidak dapat disembuhkan dengan rawatan
konservatif
c) Kelainan saraf yang memburuk
d) Adanya kelainan bentuk dan struktur tulang belakang: skoliosis, spondilolistesis.12
Tipe-tipe operasi:

Laminectomy:
Menghendaki bagian yang diangkat dari vertebra arch untuk memperoleh
kepastian penyebab dari LPB pasien. Jika disc menonjol atau bermasalah, para
ahli bedah akan melakukan laminectomy untuk mencari tahu vertebral kanal,

mengindentisir rupture disc, dan mengambil tahu memindahkan bagian yang


baik dan yang bergenerasi, khususnya kepingan atau potongan yang menindih

saraf.
Spinal fusion:
Dilakukan jika pasien membutuhkan kesiembangan di bagian spinenya. Spinal
fusion merupakan operasi dengan menggabungkan vertebra dengan bone graft.
Kadang bone grafe tersebut dikombinasikan dengan metal plate atau dengan

alat yang lainnya.


Percutaneous discectomy:
Untuk mengobati disc yang menonjol(herniated disc). Dimana discnya
diperbaiki menembus

atau melewati kulit tanpa membedah dengan

menggunakan X-ray sebagai pemandu.


Chemoneuclolysis:
Menggunakan penyuntikan enzim-anzim ke dalam disc. Cara ini sudah jarag
digunakan.

PENCEGAHAN13
1. Seleksi calon karyawan yang tepat ,khususnya untuk pekerjaan fisik yang berat seperti
mengangkat ,memindahkan ,mendorong dan menarik barang
Untuk menyingkirkan kelainan muskuloskeletal

,diperlukan

pemeriksaan

radiologik dari kolumna vertebralis .


Dalam anamnesis ,karyawan yang bersangkutan tidak pernah mengalami LBP .
Pemilihan pekerja dilakukan dengan skrining pra-kerja. Riwayat kesehatan dan
hasil pemeriksaan fisik harus diperhatikan dengan seksama. Adanya riwayat
episode nyeri pinggang bawah sebelumnya merupakan salah satu indikator
adanya kemungkinan akan berulangnya kembali gangguan tersebut bila calon

pekerja itu berhadapan dengan faktor risiko yang ada di tempat kerja.
Tes kekuatan sebelum diterima bekerja dilakukan dengan harapan mengurangi
risiko cedera punggung dengan mencocokkan kekuatan pekerja terhadap tuntutan
pekerjaan .Memakai simulasi isometrik pekerjaan ,Chaffin (1978) menemukan
bahawa kecenderungan seorang pekerja menderita cedera punggung meningkat
bila tuntutan pekerjaan mendekati atau melampaui kapasitas kekuatan seseorang.

2. Dipelihara kondisi physical fitness karyawan


Olahraga dilakukan untuk meningkatkan kekuatan, fleksibilitas, dan ketahanan

dari punggung bawah.


Latihan dan olah raga yang memadai akan meningkatkan kapasitas fungsional
dari sistem muskuloskeletal dan menurunkan risiko cedera. Bagian tubuh atas
yang lebih ringan akan menurunkan beban tulang belakang sepanjang waktu.

3. Ergonomik pekerjaan ,peralatan bekerja ,termasuk kursi dan meja .


Cara bekerja ,misalnya mengangkat ,memindahkan barang .Bengkokkan lutut
ketika mengangkat sesuatu yang berat ,bukannya punggung .Hindari dari

memutarkan badan .
Berat barang yang diangkat .NIOSH memberikan batas 17 kilogram berat barang
yang boleh diangkat .

4. Latihan dan edukasi


khususnya untuk karyawan baru ,agar cara bekerja dan menggunakan alat bekerja

dapat dikuasai dengan baik


Pekerja perlu mendapatkan edukasi tentang cara bekerja yang baik, dalam hal ini
yang terkait dengan gangguan nyeri pinggang akibat kerja. Edukasi dapat meliputi
teknik mengangkat beban, posisi tubuh saat bekerja, peregangan, dan sebagainya.

5. Pembinaan kerjasama tim


Banyak gangguan nyeri punggung bawah terjadi ketika para perawat secara
sendiri berusaha memindahkan atau mengatur posisi pasien berat atau pasien
gelisah. Bagikan beban, bekerjalah bersama perawat lain, dan dengan pasien bila
memungkinkan. Anda tak pernah tahu kapan pasien bersikap resistan dan

membuat gerakan mendadak ketika sedang dipindahkan/diangkat.


Usahakan untuk mendistribusikan pasien-pasien berat di antara para perawat agar
muatan kerja bisa terbagi rata. Pastikan bahwa perpindahan pasien tidak
dijadwalkan di penghujung shift, karena dalam keadaan lelah mudah terjadi

cedera punggung bawah.


6. Dukung berat badan anda
Gunakan lengan untuk mendukung sebagian dari berat badan ketika membungkuk ke
depan. Misalnya ketika menunggu teman anda siap mengangkat pasien untuk pindah

maka dukung tubuh bagian atas dengan menumpu tangan ke sisi tempat tidur. Gunakan
kekuatan ekstremitas bawah untuk memindahkan pasien di tempat tidur, ini akan
mengurangi kebutuhan tenaga dan beban pada punggung anda.
7. Gunakan pengangkat mekanis dan alat pembantu lainnya
Mesin pengangkat dan peralatan lain (sabuk, kursi, lembar penggeser pasien, dll) secara
signifikan dapan mengurangi besaran usaha yang diperlukan untuk mengangkat pasien
8. Regangkan dan lemaskan otot-otot anda
Ambil waktu istirahat sejenak, regangkan otot-otot, gerakkan punggung dari sisi ke sisi,
ke depan dan ke belakang. Pijat-pijat punggung bawah . Kegiatan sederhana ini
menolong mengembalikan otot-otot ke tonus awalnya dan mengurangi ketidaknyamanan
yang dapat timbul di penghujung shift dan risiko cedera.
9. Menghindari stress
10. Poster ,baik tulisan maupun gambar untuk selalu mengingatkan karyawan pada metoda
kerja yang baik .
PROGNOSIS 1
Prognosis adalah baik apabila mendapat penatalaksanaan yang cepat dan tepat ,serta
mendapat dukungan dan perhatian serta kerjasama yang baik dari semua pihak terutama pihak
manajemen, dokter rumah sakit dan karyawan sendiri berkaitan dengan ergonomi maupun
adanya regulasi khusus dari perusahaan mengenai pembatasan jumlah beban / pesakit yang dapat
diangkat oleh perawat adalah langkah yang baik. Didapatkan hampir 40% pasien sembuh dalam
1 minggu ,80% dalam 3 minggu dan 90% dalam 6 minggu .

DAFTAR PUSTAKA
1. GunnarB.J. Andersson, Part 1 Low Back Pain, Textbook of Occupational Medicine
Practice, Lippincott Williams and Wilkins, 2006 ; 503-510
2. Anamnesis : http://razimaulana.wordpress.com/2008/12/02/anamnesis/
3. Anamnesi ,Pemeriksaan Fisik dan Penunjang :

http://dokterblog.wordpress.com/2009/05/17/diagnosis-dan-penatalaksanaan-nyeripunggung-bawah-di-puskesmas/
4. Sulistomo, Astrid. Diagnosis Penyakit Akibat Kerja dan Sistem Rujukan. Cermin Dunia
Kedokteran No. 136, 2002. Hal 1-3. Diakses 14 Maret 2011, 22:27:55 dari
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/05_DiagnosisPenyakitAkibatKerja.pdf/05_Diagnos
isPenyakitAkibatKerja.html
5. Suryanto Dh. Hubungan kejadian nyeri punggung bawah dengan pajanan getaran seluruh
tubuh dan faktor-faktor yang mempengaruhi pada pengemudi bajaj dan ojek di sekitar
Kelurahan Kayu Putih [tesis]. Jakarta: Universitas Indonesia; 2006.
6. Adnan S. Hubungan antara sikap tubuh waktu bekerja dengan nyeri punggung bawah
pada perajin pelat logam [tesis]. Jakarta: Universitas Indonesia; 2003.
7. Astrid Sulistomo. Artikel Diagnosis Penyakit Akibat Kerja dan Sistem Rujukan. Bagian
Ilmu Kedokteran Komunitas Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta. Cermin
Dunia

Kedokteran

No.

136,

2002;

6-8

(http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/05_DiagnosisPenyakitAkibatKerja.pdf/05_Diagno
sisPenyakitAkibatKerja.html)
8. Lusianawaty Tana, Frans averius Suharyanto Halim. Artikel Penelitian Determinan Nyeri
Pinggang pada Tenaga Paramedis di Beberapa Rumah Sakit di Jakarta. Pusat Teknologi
Terapan Kesehatan dan Epidemiologi Klinik Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. J Indon Med Assoc,
Volum: 61, Nomor: 4, April 2011 ; p 215
9. Fikry Effendi, Corrie Wawolumaja, Azrul Azwar, Jusuf Misbach.A risk prediction model
of the incidence of occupational low back pain among mining workers.Department of
Community Medicine, Faculty of Medicine, University of Indonesia and Department of
Neurology, Faculty of Medicine, University of Indonesia. Vol. 20, No. 3, August
2011;212
10. J. Jeyaratnam, David Koh. Buku Ajar Praktik Kedokteran Kerja. Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta :2010; p 207-10
11. Soemarmo.M. Penuntun neurologi. Peranan neurologi dalam masalah nyeri punggung
bawah oleh Arif.J dan Sumargo. S. Binarupa Aksara, Jakarta.1992: 267-75
12. Suwando.S, Koenindro.D, Praworo.S, Olivia.K, Sammy.M. Kumpulan naskah ilmiah :
penanganan Low Back Pain Dwi Windu Rumah Sakit Pertamina. Beberapa tindakan

operatif ortopedi pada Low Back Pain. Symposium dan pameran ilmiahLow Bck Pain,
Jakarta. 1987;103-27.
13. EH Lee ,HK Wong ,Textbook of Occupational Medicine practice , Prevention of LBP
,World Scientific Publishing Co.Pte.ltd , 1996 :214-5

MAKALAH PBL
BLOK 28:OCCUPATIONAL MEDICINE
OLEH: SURIANI BINTI MOHAMED SHUKOR
NIM: 102008255
KELOMPOK: C5

FAKULTAS KEDOKTERAN KRIDA WACANA, JAKARTA. 2011

Anda mungkin juga menyukai