Anda di halaman 1dari 20

FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA

(UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA)

Jl. Terusan Arjuna No.6 Kebun Jeruk – Jakarta Barat

KEPANITERAAN KLINIK
STATUS ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RUMAH SAKIT MARDI RAHAYU

Nama Mahasiswa : Beby Pricilia Tanesia Tanda Tangan


NIM : 11-2014 - 073
Dokter pembimbing : dr. Irena Sandra Sari, Sp.PD

IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. M Jenis Kelamin : Laki – laki


Tempat / tanggal lahir : Kudus/24 Februari 1975 Suku Bangsa : Jawa
Status Perkawinan : Menikah Agama : Islam
Pekerjaan : Buruh Pendidikan : SD
Alamat : Panjunan RT 07 RW 02, Kudus Masuk rumah sakit: Jumat, 11
September 2015

ANAMNESIS
Diambil: Autonamnesis dan alloanamnesis, Ruang Betani B, Bed 10 Tanggal : 11 September
2015 pukul 09.15 WIB

Keluhan utama: Muntah dan buang air besar berdarah

Riwayat Penyakit Sekarang:


Pasien datang dengan keluhan BAB berdarah dengan tinja berwarna hitam seperti
bubur tepung sejak 4 hari SMRS. BAB berdarah sebanyak ± 4x, lembek, banyaknya darah ±

1
satu gelas aqua, tidak ada lendir dan juga rasa panas pada dubur. Pasien juga muntah. Muntah
sebanyak ±2x, disertai darah. Muntah berwarna merah kehitaman dan bergumpal. BAB dan
muntah darah kehitaman terjadi tiba – tiba. Batuk disangkal. Pasien kemudian dibawa di
RSKT dan dirawat selama 3 hari dan selama dirawat, pasien tidak muntah dan BAB berdarah.
Keadaan umum menunjukan perbaikan dan pasien dizinkan untuk pulang.
1 hari SMRS, pasien muntah dan BAB berdarah. Awalnya BAB normal kemudian
keluar darah merah kehitaman. BAB sebanyak 2x lembek, banyaknya darah ± 2 gelas aqua
dan kemudian diikuti muntah darah sebanyak 3x. Awalnya muntah mengeluarkan sisa – sisa
makanan kemudian muntah berikutnya mengeluarkan darah segar. Pasien juga mengeluh
nyeri ulu hati dan menjalar ke perut kanan atas. BAK 3x sehari, tidak nyeri dan berwarna
seperti teh.
Pasien juga mengeluhkan badan terasa lemas, lesu dan cepat lelah dan kulit menjadi
kuning sejak 1 bulan. Demam disangkal. Pasien juga tidak memiliki kebiasaan minum
minuman keras dan tidak pernah melakukan transfusi darah. Dalam 3 bulan terakhir, berat
badan pasien turun 10 kg.

Riwayat Penyakit Dahulu


Penyakit jantung, penyakit ginjal, kencing manis, batuk lama, sakit, dan asma disangkal.
Pasien memiliki riwayat sakit kuning 5 tahun yang lalu.

Riwayat Penyakit Keluarga


 Riwayat sakit kuning dalam keluarga disangkal
 Riwayat penyakit dengan gejala yang sama dalam keluarga disangkal
 Riwayat penyakit kencing manis, alergi, asma, tumor, sakit kuning, dan sakit jantung
dalam keluarga disangkal oleh pasien.

PEMERIKSAAN
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : tampak lemas dan pucat
Kesadaran : Somnolen
Tekanan darah : 100/70 mmHg
Nadi : 90 kali/ menit, regular, teraba kuat
Suhu : 37 0C suhu aksila

2
Pernapasan : 24x/menit
Saturasi O2 : 96%
Tinggi badan : ± 165 cm
Berat badan : ± 45 kg
BMI : 16,5 kg/cm2 Berat badan kurang (underweight)

Kulit
Warna sawo matang, hiperpigmentasi (-), kulit hangat, kelembapan kering, tekstur kasar,
sianosis (-), ikterik (+)

Kepala
Normocephali, tidak teraba benjolan,tak tampak alopesia,tidak mudah rontok, distribusi
rambut merata, warna hitam, rambut tidak mudah dicabut

Mata
Edem palpebra (-/-), konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (+/+), pendarahan sub-
conjungtival (-/-), pupil isokor, diameter 3mm/3mm, refleks cahaya langsung (+/+),
refleks cahaya tidak langsung (+/+).

Telinga
Normotia (+/+),nyeri tekan tragus (-/-), serumen (-/-)

Hidung
Septum tidak deviasi, pernafasan cuping hidung (-), sekret (-), epistaksis (-), nyeri tekan
paranasal (-).

Mulut
Simetris, bibir sianosis (-), bibir kering (+), pucat (+) , perdarahan gusi (-), atrofi papil
lidah (-), coated tongue (-), purse lips breathing (-), hiperplasia ginggiva (-), tonsil T1-T1
tenang, faring hiperemis (-)

Leher
Pembesaran kelenjar getah bening (-), pembesaran kelenjar thyroid (-), JVP 5-2 cmH2O,
hiperplasia musculus sternocledomastedeus (-)
3
Thorax
Inspeksi: Bentuk thorax normal, gerakan dinding dada saat statis dan dinamis, tipe
pernafasan abdominothorakal, retraksi sela iga (-), spider naevi (-),tidak ada
benjolan, tidak tampak ginekosmatia, atrofi musculus pectoralis mayor (-)
Palpasi: Nyeri tekan pada thoraks (-), benjolan (-), sela iga tidak melebar, bulu ketiak
rontok (-)
Pulmo
Anterior Posterior
Inspeksi Pergerakan dinding dada simetris saat Pergerakan dinding dada simetris saat
statis dan dinamis. statis dan dinamis.
Palpasi Sela iga tidak melebar, fremitus taktil Sela iga tidak melebar, fremitus taktil
simetris, nyeri tekan (-). simetris, nyeri tekan (-).
Perkusi Sonor pada seluruh lapang paru Sonor pada seluruh lapang paru
Batas paru-hati linea midclavicularis
dextra intercosta V
Batas peranjakan hati : 2 cm
Auskultasi Suara nafas dasar vesikuler Suara nafas dasar vesikuler

Cor
Inspeksi: ictus cordis terlihat pada ics ke- IV , 1 jari lateral dari linea axilaris anterior

sinistra

Palpasi: ictus cordis teraba pada ICS IV, 1 jari lateral dari linea axilaris anterior sinistra

Perkusi:
Batas kanan : ICS IV linea parasternal dextra.
Batas atas : ICS II linea sternalis sinistra.
Pinggang jantung : ICS II linea parasternal sinistra.
Batas kiri : ICS V linea midclavicula sinistra.

4
Auskultasi:
Katup Mitral dan Tricuspid : BJ I lebih besar dari BJ II, murni, reguler, gallop (-),
murmur (-)
Katup Aorta dan Pulmonal : BJ II lebih besar dari BJ I, murni, reguler, gallop (-), murmur
(-)

Abdomen
Inspeksi : Tampak membuncit, venektasi (+)
Auskultasi : Peristaltik usus 14x/menit, bruit hepar (-), friction rub (-), bruit
aorta (-), bruit arteri renalis (-),
Palpasi : Supel, nyeri tekan abdomen (+) regio hipokondrium kanan
dan epigastrium (+), hepar teraba 3 jari di bawah arcus costae
dextra, permukaan rata, tidak teraba nodul, konsistensi
lunak, tepi tumpul, lien teraba (schuffner III), ballottement
ginjal kiri (-), ballotement ginjal kanan (-)
Perkusi : Perkusi pekak hepar 20 cm dari arcus costa linea
midclavikularis kanan; 12 cm dari linea midsternal, shifting
dullness (+), undulasi (+),area traube pekak, nyeri ketok CVA
(-)

Kesan : Asites, hepatosplenomegali


Ekstremitas
Superior Inferior
Sianosis -/- -/-
Edema -/- +/+
Akral dingin +/+ +/+
Clubbing finger -/- -/-
Palmar eritem -/- -/-
Terry’s nail +/+ +/+

Ekstermitas superior Dextra Sinistra


Otot : tonus Normotonus Normotonus
Otot : massa Eutrofi Eutrofi

5
Sendi Normal Normal
Gerakan Tidak terbatas Tidak terbatas
Kekuatan +5 +5
CRT <2 detik <2 detik
Turgor kulit Cukup Cukup

Ekstermitas inferior Dextra Sinistra


Otot : tonus Normotonus Normotonus
Otot : massa Eutrofi Eutrofi
Sendi Normal Normal
Gerakan Bebas Bebas
Kekuatan +5 +5
Pulsasi arteri dorsalis Teraba Teraba
pedis
CRT <2 detik <2 detik

Colok Dubur
Tonus sphinter ani baik, mukosa licin, nyeri tekan(-), massa(-). Pada handscoon feses(-),
darah(+) menggumpal

Genitalia
Rambut pubis tidak mudah rontok, atrofi testis (-)

Daftar Abnormalitas
1. Anamnesis
a. Hematemesis melena
b. Nyeri ulu hati menjalar ke perut kanan atas
c. Lemas, lesu , cepat lelah
d. Riwayat ikterik
e. Penurunan berat badan ( 10 kg dalam 3 bulan)
2. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum: tampak lemas dan pucat
b. Keasadaran: somnolen

6
c. TTV: Tekanan darah : 100/70 mmHg
Nadi : 90 kali/ menit, regular, teraba kuat
Suhu : 37 0C suhu aksila
Pernapasan : 24x/menit
d. Berat badan kurang, dengan BMI= 16, 52 (underweight)
e. Konjungtiva anemis, sklera ikterik
f. Asites, hepatoslenomegali
g. Akral dingin
h. Edema kedua tungkai kaki
i. Tampak darah kehitaman menggumpal pada pemeriksaan colok dubur

MASALAH
1. Hipertensi Porta ec Sirosis Hepatis

Initial Assesment:
- Etiologi: Hepatitis B, Hepatitis C

Initial Plan Diagnosis


- Pemeriksaan darah rutin (leukosit, trombosit, hemoglobin, hematokrit, differential
count)
- Pemeriksaan HbsAg stick
- Pemeriksaan anti HCV stick
- Liver fungsi test ( SGOT, SGPT, albumin, globulin, bilirubin total, bilirubin indirek,
bilirubin direk, Gamma GT, Alkali fosfatase )
- Elektrolit darah (natrium, kalium, kalsium, ureum,kreatinin)
- AFP

Initial Plan Therapy


a. O2 3lpm
b. Infus NaCL 20 TPM
c. Injeksi asam tranexamat 3 x 500mg
d. Injeksi ceftriaxone 2 x 1 gr
e. Injeksi ranitidine 6 x 1 ampul
f. Omeprazole 2 x 40 mg
7
g. Sucralfat 3 x 1 C
h. Injeksi vitamin K 3 x 1 ampul
i. Lactulosa 4 x 2 C
j. Curcuma 3 x 1 tab

Initital Plan Monitoring:


a. Keluhan subyektif
b. Kesadaran
c. Tanda-tanda vital
d. Saturasi oksigen
e. Pendarahan
f. Hb, fungsi hati, fungsi ginjal

Initial Plan Education :


a. Menjelaskan mengenai kondisi pasien, perjalanan penyakit, pemeriksaan serta terapi
yang diberikan
b. Tirah baring

2. Karsinoma Hati
Initial Assesment:
- Etiologi: Hepatitis B, Sirosis Hati

Initial Plan Diagnosis


- Pemeriksaan darah rutin (leukosit, hemoglobin, hematokrit, trombosit, differential
count)
- Pemeriksaan imunoserologi: HbsAg
- AFP
- USG
- Liver fungsi test ( SGOT, SGPT, albumin, globulin, bilirubin total, bilirubin indirek,
bilirubin direk, Gamma GT, Alkali fosfatase )
- Elektrolit darah (natrium, kalium, lasium, ureum,kreatinin)

8
Initial Plan Terapi
a. O2 3lpm
b. Infus NaCL 20 TPM
c. Injeksi asam tranexamat 3 x 500mg
d. Injeksi ceftriaxone 2 x 1 gr
e. Injeksi ranitidine 6 x 1 ampul
f. Omeprazole 2 x 40 mg
g. Sucralfat 3 x 1 C
h. Injeksi vitamin K 3 x 1 ampul
i. Lactulosa 4 x 2 C
j. Curcuma 3 x 1 tab

Initital Plan Monitoring:


a. Keluhan subyektif
b. Kesadaran
c. Tanda-tanda vital
d. Saturasi oksigen
e. Pendarahan
f. Hb, fungsi hati, fungsi ginjal

Initial Plan Education :


- Menjelaskan mengenai kondisi pasien, perjalanan penyakit, pemeriksaan serta terapi
yang diberikan
- Tirah baring

PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad malam
Ad functionam : dubia ad malam
Ad sanationam : dubia ad malam

9
Follow Up
Tanggal Follow up
11 September 2015 S : Muntah dan BAB berdarah 2x
21.05 WIB O:
KU = Tampak sakit berat
Kesadaran = Somnolen
Tanda vital
- TD = 80/60 mmHg
- SaO2 96%
- Nadi 100x/menit
- RR 28x/menit
- Suhu 37,50C
Kulit: Ikterik
Mata: CA -/-, SI +/+
THT: DBN
Leher: JVP 5+3 cmH2O
Thorax:
I : Bentuk thorax simetris, gerakan dinding dada saat statis
dan dinamis simetris, tipe pernafasan thoraco abdminal, retraksi
sela iga (-)
P: NTE (-)
P: Sonor di seluruh lapang paru
A: SNV, BJ I – II reguler murni, gallop (-), murmur (-)
Abdomen:
I: Tampak membuncit, distensi vena (+), spider nevi (-)
A: Peristaltik usus 14x/menit, bruit hepar (-), friction rub (-), bruit
aorta(-), bruit arteri renalis (-),
P:Perkusi pekak hepar 20 cm dari arcus costa linea midclavikularis
kanan, shifting dullness (+), area traube pekak, nyeri ketok CVA (-)
P:nyeri tekan abdomen (+) regio hipokondrium kanan dan
epigastrium, hepar teraba 2 jari di bawah arcus costae dextra,
permukaan rata, tidak teraba nodul, konsistensi lunak, tepi
tumpul, lien teraba (schuffner III), ballotement ginjal kiri (-),
ballotement ginjal kanan (-)
Ext: akral dingin, edema perifer, terry’s nail
PP:

10
Pemeriksaan darah Hemoglobin 7,4 g/dL, Leukosit 14,90 x 103/ul,
hematokrit 21.90 %, trombosit 341 x 103/ul, eosonofil 1,10%, basofil
0,10%, neutrofil 87,20%, limfosit 5,80%, monosit 5,80%, ureum 350
mg/dl, kreatinin 5,60mg/dl, uric acid 22,5 mg/dl, SGOT 866 U/L, SGPT
364 U/L, Gamma GT 469 U/L, albumin 2,50 g/dl, globulin 2,40 g/dl,
Natrium 151,8mmol/, kalsium 8,3 nl/dl, kalium 6,30 mml/L, HbSAg (+)
A : Hipertensi porta ec sirosis hati
Sindroma Hepatorenal
P : O2 3lpm
Infus NaCL 20 TPM
Injeksi asam tranexamat 3 x 500mg
Injeksi ceftriaxone 2 x 1 gr
Injeksi ranitidine 6 x 1 ampul
Omeprazole 2 x 40 mg
Injeksi vitamin K 3 x 1 ampul
Lactulosa 4 x 2 C
Curcuma 3 x 1 tab
Dopamin 10mcg/kg/menit
Dobutamin 12,5 mcg/kg/menit
Usulan PP:
USG
Pemeriksaan ammonia darah
AFP

12 September 2015 S : menurut istri OS, pasien hanya tidur terus dan sewaktu – waktu
10.30 WIB mengerang kesakitan dan susah dibangunkan dan diajak bicara
O:
KU = TSS
Kesadaran = Somnolen
Tanda vital
- TD = 90/60mmHg
- SaO2 96%
- Nadi 103x/menit
- RR 28x/menit
- Suhu 37,30C

11
Mata: CA -/-, SI +/+
THT: DBN
Leher: DBN
Kulit: Ikterik
Mata: CA -/-, SI +/+
THT: DBN
Leher: JVP 5+3 cmH2O
Thorax:
I : Bentuk thorax simetris, gerakan dinding dada saat statis
dan dinamis simetris, tipe pernafasan thoraco abdminal, retraksi
sela iga (-)
P: NTE (-)
P: Sonor di seluruh lapang paru
A: SNV, BJ I – II reguler murni, gallop (-), murmur (-)
Abdomen:
I: Tampak membuncit, distensi vena (+), spider nevi (-)
A: Peristaltik usus 14x/menit, bruit hepar (-), friction rub (-), bruit
aorta(-), bruit arteri renalis (-),
P:Perkusi pekak hepar 20 cm dari arcus costa linea midclavikularis
kanan, shifting dullness (+), area traube pekak, nyeri ketok CVA (-)
P:nyeri tekan abdomen (+) regio hipokondrium kanan dan
epigastrium, hepar teraba 2 jari di bawah arcus costae dextra,
permukaan rata, tidak teraba nodul, konsistensi lunak, tepi
tumpul, lien teraba (schuffner III), ballotement ginjal kiri (-),
ballotement ginjal kanan (-)
Ext: akral hangat, edema perifer, terry’s nail
PP: Belum ada hasil
A : Hipertensi porta ec sirosis hati
Sindroma hepatorenal
P : O2 2 lpm
Infus NaCL 20 TPM
Injeksi asam tranexamat 3 x 500mg
Injeksi ceftriaxone 2 x 1 gr
Injeksi ranitidine 6 x 1 ampul
Omeprazole 2 x 40 mg
Sucralfat 3 x 1 C

12
Injeksi vitamin K 3 x 1 ampul
Lactulosa 4 x 2 C
Curcuma 3 x 1 tab

Pembahasan Kasus
Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis
hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari arsitektur hepar dan
pembentukan nodulus regeneratif.1 Berdasarkan hasil penelitian di Indonesia, virus hepatitis
B merupakan penyebab tersering dari sirosis hepatis yaitu sebesar 40-50% kasus, diikuti oleh
virus hepatitis C dengan 30-40% kasus, sedangkan 10-20% sisanya tidak diketahui
penyebabnya dan termasuk kelompok virus bukan B dan C. Sementara itu, alkohol sebagai
penyebab sirosis di Indonesia mungkin kecil sekali frekuensinya karena belum ada penelitian
yang mendata kasus sirosis akibat alkohol. D i seluruh dunia, sirosis menempati urutan ke
tujuh penyebab kematian. Sekitar 25.000 orang meninggal setiap tahun akibat penyakit ini.
Penderita sirosis hati lebih banyak dijumpai pada kaum laki-laki jika dibandingkan dengan
kaum wanita.2 Adapun beberapa etiologi dari sirosis hepatis antara lain: Virus hepatitis
(B,C,dan D), alkohol (alcoholic cirrhosis), kelainan metabolik (hemokromatosis (kelebihan
beban besi, penyakit Wilson (kelebihan beban tembaga, defisiensi Alpha l-antitripsin,
glikonosis type-IV, galaktosemia, tirosinemia), kolestasis, gangguan imunitas ( hepatitis
lupoid ), toksin dan obat-obatan (misalnya : metotetrexat, amiodaron, INH, dan lain-lain),
1
Nonalcoholic fatty liver disease (NAFLD), kriptogenik, sumbatan saluran vena hepatica.
Berdasarkan morfologi, Sherlock membagi sirosis hepatis atas 3 jenis, yaitu : Mikronodular
(sirosis hepatis dimana nodul-nodul yang terbentuk berukuran < 3 mm), makronodula (sirosis
hepatis dimana nodul-nodul yang terbentuk berukuran > 3 mm), campuran (gabungan dari
mikronodular dan makronodular. Secara fungsional, sirosis hepatis terbagi atas : Sirosis
Hepatis Kompensata (Sering disebut dengan latent cirrhosis hepar. Pada stadium kompensata
ini belum terlihat gejala-gejala tidak nyata. Biasanya stadium ini ditemukan pada saat
pemeriksaan screening). Sirosis Hepatis Dekompensata (Dikenal dengan active cirrhosis
hepar, dan stadium ini biasanya gejala-gejala sudah jelas, misalnya ; asites, edema dan
ikterus).3 Gejala-gejala awal sirosis meliputi perasaan mudah lelah dan lemas, selera makan
berkurang, perasaan perut kembung, mual, berat badan menurun, pada laki-laki dapat timbul
impotensi, testis mengecil dan dada membesar, serta hilangnya dorongan seksualitas.

13
Manifestasi utama lanjut dari sirosis terjadi akibat dua tipe gangguan fisiologis: gagal sel hati
dan hipertensi portal. Manifestasi gagal hepatoseluler adalah ikterus, edema perifer,
kecenderungan pendarahan, eritem Palmaris (telapak tangan merah), angioma laba laba, fetor
hepatikum dan ensefalopati hepatic. Gambaran klinis yang terutama berkaitan dengan
hipertensi portal adalah splenomegali, varises esophagus dan lambung serta manifestasi
sirkulasi kolateral, asites.2 Pada kasus Tn. M, berdasarkan hasil anamnesis, ditemukan gejala
awal berupa mudah lesu, lemas, mual, muntah, berat badan menurun dan air kencing
berwarna seperti teh. Terdapat manifestasi hipertensi porta yakni hematemesis melena, asites,
splenomegali.
Hipertensi porta di definisikan sebagai peningkatan tekanan vena porta yang menetap
di atas nilai normal yaitu 6 sampai 12 cm H2O. Penyebab hipertensi porta adalah peningkatan
resistensi terhadap aliran darah melalui hati. Selain itu, biasanya terjadi peningkatan aliran
arteria splangnikus. Kombinasi kedua faktor yaitu menurunnya aliran masuk bersama – sama
menghasilkan beban berlebihan pada sistem portal. Pembebanan berlebihan sistem portal ini
merangsang timbulnya aliran kolateral guna menghindari obstruksi hepatic (varises). Tekanan
balik pada sistem portal menyebabkan splenomegali dan sebagian bertanggungjawab atas
tertimbun asites. Asites juga disebabkan oleh hipoalbumin, meningkatnya pembentukan dan
aliran limfe hati, retensi natrium dan gangguan eksresi hati. Hipoalbuminemia terjadi karena
menurunnya sintesis yang dihasilkan oleh sel – sel hati yang terganggu. Hipoalbuminemia
menyebabkan menurunnya tekanan osmotic koloid. Edema perifer terjadi setelah timbulnya
asites. Kombinasi antara tekanan hidrostatik yang meningkat dengan tekanan osmotic yang
menurun dalam jaringan pembuluh dara intestinal menyebabkan cairan dari ruang
intravascular ke ruang intertisial. Hipertensi porta kemudian meningkatkan pembentukan
limfe hepatic, yang “menyeka” dari hati kedalam rongga peritoneum. Retensi natrium
disebabkan hiperaldosteronisme sekunder. Gangguan endokrin sering terjadi pada sirosis.
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan palmar eritem (telapak tangan berwarna merah) ini
disebabkan hormon korteks adrenal. Angioma laba – laba, atrofi testis, ginekosmatia,
alopesia pada dada dan aksila, semuannya diduga disebabkan oleh kelebihan estrogen dalam
sirkulasi. Angioma ini terdiri atas arteriola sentral tempat memancarnya banyak pembuluh
halus Pada sirosis juga ditemukannya hiperpigmentasi kulit tetapi pada pasien tidak
ditemukannya hiperpigmentasi. Hiperpigmentasi diduga akibat aktivitas hormone perangsang
melanosit (melanocyte stimulating hormone, MSH) yang bekerja secara berlebihan.2 Pada
pemeriksaan fisik Tn. M tidak ditemukan tanda – tanda tersebut. Pada pemeriksaan fisik Tn.
M tampak ikterik pada kedua mata dan kulit. Ikterik pada mata dan extremitas disebabkan
14
karena penumpukan bilirubin dalam darah, ikterik tidak nampak bila kadar bilirubin <2-3
mg/dl.2
Pada pemeriksaan fisik juga didapatkan conjungtiva anemis yang didukung
pemeriksaan laboratorium darah yang mendukung adanya anemia. Gangguan hematologi
yang sering teradi pada sirosis adalah kecenderungan pendarahan, anemia, leucopenia dan
trombositopenia, hal ini diduga karena adanya hipersplenisme. Limpa tidak hanya membesarr
(splenomegali) tetapi juga lebih aktif menghancurkan sel – sel darah daei sirkulasi.
Mekanisme lain yang menimbulkan anemia adalah defisiensi folat, vitamin B12 dan besi
yang terjadi sekunder akibat kehilangan darah, dan penilngkatan hemolisis eritrosit. 2
Pada pemeriksaan laboratorium dapat diperiksa tes fungsi hati yang meliputi
aminotransferase, alkali fosfatase, gamma glutamil transpeptidase, bilirubin, albumin, dan
waktu protombin. Nilai aspartat aminotransferase (AST) atau serum glutamil oksaloasetat
transaminase (SGOT) dan alanin aminotransferase (ALT) atau serum glutamil piruvat
transaminase (SGPT) dapat menunjukan peningkatan. AST biasanya lebih meningkat
dibandingkan dengan ALT, namun bila nilai transaminase normal tetap tidak
menyingkirkan kecurigaan adanya sirosis. Alkali fosfatase mengalami peningkatan
kurang dari 2 sampai 3 kali batas normal atas. Konsentrasi yang tinggi bisa ditemukan pada
pasien kolangitis sklerosis primer dan sirosis bilier primer. Gamma- glutamil transpeptidase
(GGT) juga mengalami peningkatan, dengan konsentrasi yang tinggi ditemukan pada
penyakit hati alkoholik kronik. Konsentrasi bilirubin dapat normal pada sirosis hati
kompensata, tetapi bisa meningkat pada sirosis hati yang lanjut. Konsentrasi albumin, yang
sintesisnya terjadi di jaringan parenkim hati, akan mengalami penurunan sesuai
dengan derajat perburukan sirosis. Sementara itu, konsentrasi globulin akan cenderung
meningkat yang merupakan akibat sekunder dari pintasan antigen bakteri dari sistem porta ke
jaringan limfoid yang selanjutnya akan menginduksi produksi imunoglobulin. Pemeriksaan
waktu protrombin akan memanjang karena penurunan produksi faktor pembekuan pada hati
yang berkorelasi dengan derajat kerusakan jaringan hati. Konsentrasi natrium serum akan
menurun terutama pada sirosis dengan ascites, dimana hal ini dikaitkan dengan
ketidakmampuan ekskresi air bebas. Selain dari pemeriksaan fungsi hati, pada pemeriksaan
hematologi juga biasanya akan ditemukan kelainan seperti anemia, dengan berbagai macam
penyebab, dan gambaran apusan darah yang bervariasi, baik anemia normokrom
normositer, hipokrom mikrositer, maupun hipokrom makrositer. Selain anemia biasanya
akan ditemukan pula trombositopenia, leukopenia, dan neutropenia akibat splenomegali
kongestif yang berkaitan dengan adanya hipertensi porta.1-3 Pada kasus ini, pada pemeriksaan
15
fungsi hati ditemukan peningkatan kadar SGOT pada serum pasien dengan peningkatan
SGOT yang lebih tinggi dibanding dengan peningkatan SGPT yaitu SGOT 866 U/L, SGPT
364 U/L. SGOT singkatan dari Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase, Sebuah enzim
yang biasanya hadir dalam dan jantung sel-sel hati. SGOT dilepaskan ke dalam darah ketika
hati atau jantung rusak. Tingkat darah SGOT ini adalah demikian tinggi dengan kerusakan
hati (misalnya,dari hepatitis virus ) atau dengan penghinaan terhadap jantung (misalnya, dari
serangan jantung). Beberapa obat juga dapat meningkatkan kadar SGOT. SGOT juga disebut
aspartateaminotransferase (AST). Dalam uji SGOT dan SGPT, hati dapat dikatakan rusak
bila jumlah enzim tersebut dalam plasma lebih besar dari kadar normalnya Peningkatan 1-3
kali normal: pankreatitis, perlemakan hati, sirosis Laennec, sirosisbiliaris. Pada kasus tidak
dilakukan pemeriksaan bilirubin, namun secara klinis ditemukan tanda peningkatan bilirubin
yang dilihat dari adanya ikterik pada sklera dan ektremitas berwarna kuning. Gamma-
glutamil transpeptidase (GGT) juga mengalami peningkatan pada pasien ini (Gamma GT 469
U/L). Enzim ini dibuat dalam banyak jaringan selain hati. Serupa dengan fosfatase alkali,
GGT dapat meningkat dalam darah pasien dengan penyakit saluran cairan empedu. Namun
tes GGT sangat peka, dan tingkat GGT dapat tinggi berhubungan dengan hampir semua
penyakit hati .Pemeriksaan GGT ini biasa dilakukan bersamaan dengan pemeriksaan ALP
untuk meyakinkan bahwa kenaikan angka pada ALP disebabkan karena adanya masalah pada
hati, bukan karena faktor lain. Pada pemeriksaan protein, didapatkan penurunan kadar
albumin dan juga penurunn kadar globulin dalam darah (Albumin 2,50 g/dL, Globulin 2,40
g/dL). Kadar albumin kurang dari 2,5 gram persen merupakan petunjuk prognosa jelek.
Sementara dari pemeriksaan elektrolit darah ditemukan peningkatan kadar natrium 151,8
g/dl, kalium 6,30 g/dl, ureum 350,0 mg/dl, kreatinin 5,60 mg/dl. Hasil ini menunjukan adanya
komplikasi ke organ ginjal yang dikenal sebagai sindrom hepatorenal. Pada sirosis hati yang
lanjut, kadar gula darah meningkat, karena berkurangnya kemampuan sel hati untuk
membentuk glikogen.1,-3,5,6 Selain itu diperlukan pemeriksaan AFP (alfa fetoprotein). Apabila
terjadi multiplikasi berlebihan, seperti pada karsinoma hepatoseluler, kadar AFP dapat
meningkat sampai beberapa ribu nanogram per mililiter. Aktivitas regenerasi yang lebih
rendah , seperti pada sirosis aktif, hepatitis aktif kronis , fase pemulihan pada hepatitis virus
atau toksik, menyebabkan peningkatan kadar AFP sampai sekitar 500 ng / ml.Penderita
dengan sirosis atau hepatitis B kronis, sebaiknya dimonitor AFP nya secara reguler karena
mempunyai resiko menjadi kanker hati . Jika penderita sudah terdiagnosa sebagai kanker
hepatoseluler, AFP harus diperiksa secara periodik untuk membantu mengetahui respon

16
terapinya. Pada kasus, AFP dianjurkan sebagai salah satu pemeriksaan penunjang tetapi tidak
dilakukan.
Terdapat beberapa pemeriksaan radiologis yang dapat dilakukan pada penderita
sirosis hati. Ultrasonografi (USG) abdomen merupakan pemeriksaan rutin yang paling sering
dilakukan untuk mengevaluasi pasien sirosis hepatis, dikarenakan pemeriksaannya yang non
invasif dan mudah dikerjakan, walaupun memiliki kelemahan yaitu sensitivitasnya yang
kurang dan sangat bergantung pada operator. Melalui pemeriksaan USG abdomen, dapat
dilakukan evaluasi ukuran hati, sudut hati, permukaan, homogenitas dan ada tidaknya massa.
Pada penderita sirosis lanjut, hati akan mengecil dan nodular, dengan permukaan yang tidak
rata dan ada peningkatan ekogenitas parenkim hati. Selain itu, melalui pemeriksaan USG juga
bisa dilihat ada tidaknya ascites, splenomegali, trombosis dan pelebaran vena porta, serta
skrining ada tidaknya karsinoma hati. Pemeriksaan endoskopi dengan menggunakan
esophagogastroduodenoscopy (EGD) untuk menegakkan diagnosa dari varises esophagus
dan varises gaster sangat direkomendasikan ketika diagnosis sirosis hepatis dibuat. Melalui
pemeriksaan ini, dapat diketahui tingkat keparahan atau grading dari varises yang terjadi serta
ada tidaknya red sign dari varises, selain itu dapat juga mendeteksi lokasi perdarahan spesifik
pada saluran cerna bagian atas. Di samping untuk menegakkan diagnosis, EGD juga dapat
digunakan sebagai manajemen perdarahan varises akut yaitu dengan skleroterapi atau
endoscopic variceal ligation (EVL). 1-3
Diagnosis pasti sirosis hati ditegakkan dengan biopsi hati. Pada stadium dekompensata
diagnosis kadang kala tidak sulit ditegakkan karena gejala dan tanda-tanda klinis sudah
tampak dengan adanya komplikasi. Pada pasien ini, melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik
didapatkan keluhan dan tanda-tanda yang mengarah pada sirosis hati. Pemeriksaan biopsi hati
sebagai gold standar penegakan diagnosis sirosis hati tidak perlu dilakukan karena tanda-
tanda klinis dari kegagalan fungsi hati dan hipertensi porta sudah terlihat jelas. Selain itu,
pemeriksaan biopsi yang invasif juga dapat menimbulkan resiko perdarahan dan infeksi
peritoneal pada pasien ini.2
Terdapat beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada penderita sirosis hati, akibat kegagalan
dari fungsi hati dan hipertensi porta, diantaranya: Ensepalopati hepatikum dan sindrom
hepatorenal. Ensepalopati hepatikum terjadi akibat kelainan metabolism ammonia dan
peningkatan kepekaan otak terhadap toksin. Amonia dan zat – zat toksik masuk kedalam
sirkulasi sistemik. Sumber ammonia adalah pemecahan protein oleh bakteri pada saluran
cerna. Pendarahan saluran cerna merupakan salah satu faktor penting yang mempercepat
terjadinya ensefalopati hepatic. Sindrom hepatorenal merepresentasikan disfungsi dari ginjal
17
yang dapat diamati pada pasien yang mengalami sirosis dengan komplikasi ascites.2 Sindrom
ini diakibatkan oleh vasokonstriksi dari arteri ginjal besar dan kecil sehingga menyebabkan
menurunnya perfusi ginjal yang selanjutnya akan menyebabkan penurunan laju filtrasi
glomerulus. Pada pasien sirosis hati, 80% kasus SHR disertai asites, 75% disertai ensefalopati
hepatic dan 40% disertai ikterus. Pada pasien sebelumnya tidak pernah menderita penyakit
ginjal. Secara klinis dapat diklasifikasikan dalam 2 type yaitu: SHR tipe 1 merupakan
manifestasi yang sangat progresif, dimana terjadi peningkatan serum kreatinin dua kali lipat
(nilai awal serum kreatinin lebih dari 2,5mg/dl) atau penurunan bersihan kreatinin 50% dari
nilai awal hingga mencapai 20 ml/menit dalam waktu kurang dari 2 minggu. Prognosis
umumnya sangat buruk, yaitu sekitar 80% akan meninggal dalam 2 minggu. SHR tipe 2
merupakan bentuk kronis SHR, ditandai dengan penurunan LFG yang lebih lambat. Kondisi
klinis pasien biasanya lebih baik disbanding SHR tipe 1 dengan angka harapan hidup lebih
lama. Diagnose sindrom hepatorenal ditegakkan ketika ditemukan cretinine clearance kurang
dari 40 ml/menit atau saat serum creatinine lebih dari 1,5 mg/dl, volume urin kurang dari 500
mL/d, dan sodium urin kurang dari 10 mEq/L.1 Peritonitis bakterial spontan, yaitu infeksi
cairan asites oleh satu jenis bakteri tanpa ada bukti infeksi sekunder intra abdominal.
Biasanya pasien ini tanpa gejala, namun dapat timbul demam dan nyeri abdomen.
Pada kasus Tn. M diduga terkena komplikasi ensefalopati hepatikum, karena terdapat
penurunan kesadaran dalam hal ini somnolen. Dan terdapat tanda sindroma hepatorenal
berdasarkan pemeriksaan kreatinin dan perhitungan urin output.
Penatalaksanaan kasus sirosis hepatis dipengaruhi oleh etiologi dari sirosis hepatis.
Terapi yang diberikan bertujuan untuk mengurangi progresifitas dari penyakit.
Menghindarkan bahan-bahan yang dapat menambah kerusakaan hati, pencegahan dan
penanganan komplikasi merupakan prinsip dasar penanganan kasus sirosis.3 Pada kasus ini,
dengan pemberian infus kombinasi NaCl 0,9%, dekstrosa 10%, jumlah 20 tetesan per menit.
Dilakukan sterilisasi usus dengan pemberian ceftriaxone 2x1 gr, dan laktulosa 3xCI, hal ini
ditujukan untuk mengurangi jumlah bakteri di usus yang bisa menyebabkan peritonitis
bakterial spontan serta mengurangi produksi amonia oleh bakteri di usus yang dapat
menyebabkan ensepalopati hepatikum jika terlalu banyak amonia yang masuk ke peredaran
darah. Pasien juga mendapatkan obat hemostatik berupa asam traneksamat untuk
menghindari terjadinya perdarahan saluran cerna akibat pecahnya varises. Pemberian obat-
obatan pelindung mukosa lambung seperti antasida 3xCI, omeprazole 2x40 mg, dan sucralfat
3xCI dilakukan agar tidak terjadi perdarahan akibat erosi gastropati hipertensi porta. Selain
perdarahan saluran cerna, pasien ini juga mengalami komplikasi berupa ascites dan
18
ensepalopati hepatikum. Pada asites pasien harus melakukan tirah baring dan disertai dengan
pemberian diuretik. Diuretic yang diberikan furosemid 1 x 40 mg.
Prognosis sirosis sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh sejumlah faktor, diantaranya
etiologi, beratnya kerusakan hati, komplikasi, dan penyakit yang menyertai. Beberapa tahun
terakhir, metode prognostik yang paling umum dipakai pada pasien dengan sirosis adalah
sistem klasifikasi Child-Turcotte-Pugh. Child dan Turcotte pertama kali memperkenalkan
sistem skoring ini pada tahun 1964 sebagai cara memprediksi angka kematian selama operasi
portocaval shunt. Pugh kemudian merevisi sistem ini pada 1973 dengan memasukkan
albumin sebagai pengganti variabel lain yang kurang spesifik dalam menilai status nutrisi.
Beberapa revisi juga dilakukan dengan menggunakan INR selain waktu protrombin dalam
menilai kemampuan pembekuan darah. Sistem klasifikasi Child-Turcotte-Pugh dapat dilihat
pada tabel Sistem klasifikasi Child- Turcotte-Pugh dapat memprediksi angka kelangsungan
hidup pasien dengan sirosis tahap lanjut. Dimana angka kelangsungan hidup selama setahun
untuk pasien dengan kriteria Child-Pugh A adalah 100%, Child-Pugh B adalah 80%, dan
Child-Pugh C adalah 45%.4

Berdasarkan kriteria di atas, total skor pada pasien adalah 7 sehingga termasuk dalam
kategori Child-Pugh B dengan angka kelangsungan hidup selama setahun adalah 80%,
sehingga prognosis dari pasien ini kurang baik (dubius ad malam).

RINGKASAN
Sirosis hepatis merupakan suatu keadaan patologis yang menggambarkan fibrosis jaringan
parenkim hati tahap akhir, yang ditandai dengan pembentukan nodul regeneratif yang dapat
mengganggu fungsi hati dan aliran darah hati. Sirosis adalah konsekuensi dari respon
19
penyembuhan luka yang terjadi terus-menerus dari penyakit hati kronis yang diakibatkan oleh
berbagai sebab. Akibat dari sirosis hati, maka akan terjadi 2 kelainan yang fundamental yaitu
kegagalan fungsi hati dan hipertensi porta. Manifestasi dari gejala dan tanda-tanda klinis ini
pada penderita sirosis hati ditentukan oleh seberapa berat kelainan fundamental tersebut.
Kegagalan fungsi hati akan ditemukan dikarenakan terjadinya perubahan pada jaringan
parenkim hati menjadi jaringan fibrotik dan penurunan perfusi jaringan hati sehingga
mengakibatkan nekrosis pada hati. Hipertensi porta merupakan gabungan hasil peningkatan
resistensi vaskular intra hepatik dan peningkatan aliran darah melalui sistem porta.
Pemeriksaan penunjang yang dapat mendukung kecurigaan diagnosis sirosis hepatis terdiri
dari pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan radiologi. Untuk penanganan pada pasien ini
prinsipnya adalah mengurangi progesifitas penyakit, menghindarkan dari bahan-bahan yang
dapat merusak hati, pencegahan, serta penanganan komplikasi. Pengobatan pada sirosis hati
dekompensata diberikan sesuai dengan komplikasi yang terjadi. Prognosis sirosis sangat
bervariasi dan dipengaruhi oleh sejumlah faktor, diantaranya etiologi, beratnya kerusakan
hati, komplikasi, dan penyakit yang menyertai.Beberapa tahun terakhir, metode prognostik
yang paling umum dipakai pada pasien dengan sirosis adalah sistem klasifikasi Child-
Turcotte-Pugh, yang dapat dipakai memprediksi angka kelangsungan hidup pasien dengan
sirosis tahap lanjut.

Daftar Pustaka

1. Sudoyo, Aru W, Setiohadi, Bambang, Alwi, Idrus. Simadibrata k, Marcellus. Buku


ajar ilmu penyakit dalam. Jakarta: Interna Publishing; 2009.h.669 – 91.
2. Price SA. Wilson LM. Patofisiologi, konsep klini proses - proses penyakit. Edisi - 6.
Jakarta: EGC; 2006. h.473 – 501.
3. Anthony S.Fauci. Harrison’s internal medicine.18th Edition. USA : Mcgraw-
Hill;2008.p1129-34.

20

Anda mungkin juga menyukai