I. IDENTITAS PASIEN
Nama lengkap : NY. MAK Jenis kelamin : Perempuan
Tempat/tanggal lahir: Jakarta, 7 Agustus 1975 Suku Bangsa : Jawa
Status Perkawinan : Menikah Agama : Kristen
Pekerjaan : Ibu rumah tangga Pendidikan : SMA
Alamat: Jl. Skadron gg. Ahmad No.3 RT/RW:
Tanggal Masuk RS : 28 Juli 2016
005/003 Kec. Makasar Jakarta Timur
II. SUBJEKTIF
Anamnesis
1. Keluhan Utama:
Pasien datang ke IGD dibawa oleh keluarganya dengan keluhan sakit kepala sejak 3 jam
yang lalu
1
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan sakit kepala sejak 6 jam yang lalu. Sakit di kepala bagian
atas. Sakitnya dirasakan terus menerus, semakin lama semakin terasa sakit dan kaki terasa lemah.
Keluhan seperti ini sudah sering dirasakan sejak 1 tahun terakhir. Biasanya kepala terasa sakit
disaat pasien datang bulan. Dan terasa membaik jika dipijat-pijat kepala bagian atasnya, sehingga
tidak mengganggu aktivitas. Tetapi, sakit saat ini semakin hebat dan tidak membaik setelah
dilakukan pijatan di kepalanya. Pasien tidak memiliki riwayat trauma sebelumnya. Pasien juga
tidak memiliki riwayat kanker dalam keluarga. Keluhan tidak disertai dengan mual, muntah,
demam, dan kejang. Pasien belum meminum obat apapun. Pasien tidak memiliki riwayat darah
tinggi, kencing manis, dan asam urat.
III. OBJEKTIF
1. Status Presens
Kesadaran : Compos Mentis, GCS E4 V5M6: 15
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 94x/menit
Pernapasan : 20x/menit
Suhu : 36,5oC
Kepala : Normocephali
Leher : Simetris, tidak ada pembesaran kelenjar getah bening
Jantung : BJ I-II murni reguler, murmur (-), gallop (-)
Paru : Suara nafas vesikuler, ronki (-/-), wheezing (-/-)
Perut : Bising usus (+), tidak ada pembesaran hepar dan lien
Alat Kelamin : tidak diperiksa
2
2. Status Psikikus:
Cara berpikir : Baik
Perasaan hati : Wajar
Tingkah laku : Wajar
Ingatan : Baik
Kecerdasan : Baik
3. Status Neurologikus
A. Kepala
Bentuk : Normocephali
Nyeri tekan : Tidak dapat diperiksa
Simetris : Simetris kanan dan kiri
Pulsasi : Tidak teraba
B. Leher
Sikap : Simetris
Pergerakan : Normal
Kaku kuduk : (-)
Brudzinski I dan II : (-)
Laseque : (-)
Kernig : (-)
C. Nervus Kranialis
N. I Kanan kiri
Subjektif Normosmia Normosmia
Dengan Bahan Normosmia Normosmia
N. II Kanan Kiri
Tajam penglihatan 20/20 (bedsite) 20/20 (bedsite)
Lapangan penglihatan Normal Normal
Melihat warna Normal Normal
3
Fundus Okuli Tidak diperiksa Tidak diperiksa
N. IV Kanan kiri
Pergerakan mata (ke Normal Normal
bawah –keluar)
Sikap bulbus Normal Normal
Melihat kembar - -
N. V Kanan kiri
Membuka mulut Normal Normal
Mengunyah Normal Normal
Menggigit Normal Normal
Refleks kornea Normal Normal
Sensibilitas Normal Normal
N. VI Kanan kiri
Pergerakan mata ke lateral Normal Normal
4
Sikap bulbus Normal Normal
Melihat kembar - -
N. IX Kanan kiri
Perasaan bagian lidah Tidak diperiksa Tidak diperiksa
belakang
Sensibilitas Tidak diperiksa Tidak diperiksa
Pharynx Tidak diperiksa Tidak diperiksa
N. X Kanan Kiri
Arcus pharynx Simetris Simetris
Bicara + +
Menelan Normal Normal
Nadi Normal Normal
5
N. XI
Mengangkat bahu Normal Normal
Memalingkan kepala Normal Normal
N. XII
Pergerakan lidah Normal Normal
Tremor lidah - -
Artikulasi Normal Normal
Refleks
Refleks kulit perut atas :+
Refleks kulit perut bawah : +
Refleks kulit perut tengah : +
6
b. Anggota gerak atas
Motorik Kanan kiri
Pergerakan Normal Normal
Kekuatan 5555 5555
Tonus - -
Atrofi - -
7
Nyeri Normal Normal
Thermi Normal Normal
Diskriminasi Normal Normal
Lokalis Normal Normal
IV. Resume
Subjektif
Ny. MAK, perempuan, 41 tahun, datang dengan keluhan keluhan sakit kepala sejak 3 jam
yang lalu. Sakit di kepala bagian atas. Sakitnya dirasakan terus menerus, semakin lama semakin
terasa sakit dan kaki terasa lemah. Keluhan seperti ini sudah sering dirasakan sejak 1 tahun
terakhir. Biasanya kepala terasa sakit disaat pasien datang bulan. Dan terasa membaik jika dipijat-
pijat kepala bagian atasnya. Tetapi, sakit saat ini semakin hebat dan tidak membaik setelah
dilakukan pijatan di kepalanya. Pasien tidak memiliki riwayat trauma sebelumnya. Pasien juga
tidak memiliki riwayat kanker dalam keluarga. Keluhan tidak disertai dengan mual, muntah,
demam, dan kejang. Pasien belum meminum obat apapun. Pasien tidak memiliki riwayat darah
tinggi, kencing manis, dan asam urat.
Objektif
Pasien datang dengan kesadaran Compos Mentis, GCS 15. Tanda-tanda vital dalam batas
normal. Pemeriksaan saraf cranial tidak ada kelainan. Pemeriksaan reflek fisiologis tidak ada
kelainan. Tidak ada gerakan-gerakan abnormal.
8
V. Diagnosis:………………….., DD: ……………..
Diagnosis Klinik: …………..
Diagnosis Topik: ………..
Diagnosis Etiologik: …………….
Diagnosis Patologik: ……………….
I. DIAGNOSIS KERJA
Meningioma
Dasar Diagnosis:
• Sakit kepala dan sakit bertambah berat
• Mual
• Muntah
Pada CT Scan Lesi falks serebri s/d konveksitas frontalis kiri dengan komponen
haemorrhagik dan kalsifikasi
I. DIAGNOSIS BANDING
Astrocytoma
Oligodendroglioma
VI. Penatalaksanaan
Medikamentosa:
• Ringer Asering 20tpm
• Manitol 4x125cc
Non Medikamentosa
• Craniotromy
VII. Prognosis
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad functionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Latar Belakang
Meningioma adalah tumor pada meningens, yang merupakan selaput pelindung yang
melindungi otak dan medulla spinalis. Meningioma dapat timbul pada tempat manapun di bagian
otak maupun medulla spinalis, tetapi, umumnya terjadi di hemisfer otak di semua lobusnya.
Kebanyakan meningioma bersifat jinak (benign), sedangkan meningioma maligna jarang terjadi.1
Meningioma merupakan neoplasma intrakranial nomor 2 dalam urutan frekuensinya yaitu
mencapai angka 20%. Meningioma lebih sering dijumpai pada wanita dari pada pria terutama
pada golongan umur antara 50-60 tahun dan memperlihatkan kecenderungan untuk ditemukan
pada beberapa anggota di satu keluarga. Korelasinya dengan trauma kapitis masih dalam
pencarian karena belum cukup bukti untuk memastikannya. Pada umumnya meningioma
dianggap sebagai neoplasma yang berasal dari glioblas di sekitar vili arachnoid. Sel di medulla
spinalis yang sebanding dengan sel tersebut ialah sel yang terletak pada tempat pertemuan antara
arachnoid dengan dura yang menutupi radiks.1
Meningioma dapat tumbuh di mana saja di sepanjang meningen dan dapat menimbulkan
manifestasi klinis yang sangat bervariasi sesuai dengan bagian otak yang terganggu. Sekitar 40%
meningioma berlokasi di lobus frontalis dan 20% menimbulkan gejala sindroma lobus frontalis.
Sindroma lobus frontalis sendiri merupakan gejala ketidakmampuan mengatur perilaku seperti
impulsif, apati, disorganisasi, defisit memori dan atensi, disfungsi eksekutif, dan
ketidakmampuan mengatur mood.
10
Etiologi
Penyebab meningioma belum dipahami dengan baik, tetapi dapat mencakup factor
genetic dan lingkungan. Beberapa kondisi yang membuat resiko meningioma meningkat seperti
neurofibromatosis type 2 Kebanyakan kelainan cytogenetic dimana terjadi kehilangan kromosom
22, terjadinya delesi pada long arm (22q) termasuk daerah 22q12 itu berhubungan dengan NF2
gen. Kebanyakan hasil dari mutasi sehingga hilangnya fungsi protein. Kelainan genetik ini paling
sering pada meningioma tipe fibroblastik dan transisional pada gambaran patologi.
Riwayat terapi radiasi sebelumnya dimana penderita pernah tereksposur radiasi di kepala
memiliki resiko yang meningkat untuk timbulnya meningioma, khususnya 10-20 tahun setelah
tereksposur radiasi. Riwayat trauma kepala, Magnetic Resonance Imaging (MRI) atau Computed
Tomography (CT) yang dilakukan secara frekuen setelah kecelakaan kepala, ini meningkatkan
kesempatan dari penemuan suatu meningioma.
Terdapat pada hormon wanita dan kanker payudara, beberapa tumor meningioma
memiliki reseptor sex hormone dan berkembang cepat pada kehamilan dari penelitian pada
wanita yang menderita meningioma ditemukan reseptor progesterone 88%, reseptor estrogen
40%, reseptor androgen 38%. Wanita dengan riwayat kanker payudara memiliki insidens
meningioma yang lebih tinggi, dan wanita dengan riwayat meningioma memiliki kemungkinan
yang lebih besar terkena kanker payudara. Meskipun tidak dibuktikan, data-data ini mendukung
penyebab pokok dari meningioma.
Keberadaan dari growth factor ditemukan pada banyak tipe tumor, pada meningioma
telah ditemukan growth factor dan receptornya seperti: Epidermal Growth Factor (EGF),
Transforming Growth Factor-a (TGF-a), Platelet-Derifat Growth Factor (PDGF), Insulin-like
Growth Factor (IGF) I dan II Dan vaskuler Endothelial Growth Factor (VGEF). VGEF
bertanggung jawab pada edema peritumor white mater. Reseptor-reseptor yang disebutkan di
atas biasanya terdapat pada meningioma atipikal yang mungkin berperan dalam menstimulasi
pertumbuhan.
Pada umumnya kelainan genetik lebih luas terjadi pada meningioma yang atipikal dan
anaplastic (malignant). Genetik molecular menemukan indikasi bahwa kira-kira separuh dari
meningioma memiliki kehilangan allelic yang melibatkan q12 pada kromosom 22.
11
Meningioma atypikal sering menunjukkan kehilangan allelic dari lengan kromosom 1p,
6q, 10q, dan 18q pada atipikal juga ditemukan reseptor dari growth faktor. Kehilangan yang
lebih sering dari kromosom 1p, 6q, 9p21, 10q, 14q, 18q dan 17q25 juga terjadi pada meningioma
anaplastik. Gen tertentu yang terimplikasi pada perkembangan anaplastik meningioma adalah
p53, yang ditemukan meningkat pada tumor anaplastik.
Anatomi
Meningen adalah suatu selaput jaringan ikat yang membungkus enchepalon dan medulla
spinalis. Terdiri dari duramater, arachnoid dan piamater, yang letaknya berurutan dari superficial
ke profunda. Bersama-sama, araknoid dan piamater disebut leptomening.4
Duramater terdiri dari jaringan fibrous yang kuat, berwarna putih, terdiri dari lamina
meningialis dan lamina endostealis. Pada medulla spinalis lamina endostealis melekat erat pada
dinding kanalis vertebralis, menjadi endosteum (periosteum), sehingga di antara lamina
meningialis dan lamina endostealis terdapat spatium ekstraduralis (spatium epiduralis) yang
berisi jaringan ikat longgar, lemak dan pleksus venosus. Pada enchepalon lamina endostealis
melekat erat pada permukaan interior kranium, terutama pada sutura, basis krania dan tepi
foramen occipitale magnum. Lamina meningialis mempunyai permukaan yang licin dan dilapisi
oleh suatu lapisan sel, dan membentuk empat buah septa, yaitu: 4
1. Falx cerebri
2. Tentorium cerebella
3. Falx cerebella
4. Diaphragma sellae
Antara duramater dan arachnoid terdapat spatium subdural yang berisi cairan limf.
Arachniod adalah suatu selubung tipis, membentuk spatium subdurale dengan duramater.
Arachnoid bersama-sama dengan piamater disebut leptomeningens. Kedua lapisan ini
dihubungkan satu sama lain oleh trabekula arachnoideae. Antara arachnoid dan piamater terdapat
spatium subarachnoideum yang berisi liquor cerebrospinalis. Arachnoid yang membungkus basis
serebri berbentuk tebal sedangkan yang membungkus facies superior cerebri tipis dan transparan.
Arachnoid membentuk tonjolan-tonjolan kecil disebut granulation arachnoidea, masuk kedalam
sinus venosus, terutama sinus sagitallis superior.4
12
Lapisan di sebelah profunda, meluas ke dalam girus cerebri dan diantara folia cerebri.
Membentuk tela chorioidea venticuli. Dibentuk oleh serabut-serabut retikularis dan elastis,
ditutupi oleh pembuluh-pembuluh darah serebral. Piamater terdiri dari lapisan sel mesodermal
tipis seperti endothelium. Berlawanan dengan arachnoid, membran ini ini menutupi semua
permukaan otak dan medulla spinalis.4
Patofisiologi
Tumor otak menyebabkan gangguan neurologik progresif. Gangguan neurologik pada
tumor otak biasanya dianggap disebabkan oleh dua faktor: gangguan fokal disebebkan oleh
tumor dan kenaikan tekanan intracranial.
Gangguan fokal terjadi apabila terdapat penekanan pada jaringan otak, dan infiltrasi atau
invasi langsung pada parenkim otak dengan kerusakan jaringan neuron. Perubahan suplai darah
akibat tekanan yang ditimbulkan tumor yang bertumbuh menyebabkan nekrosis jaringan otak.
Gangguan suplai darah arteri pada umumnya bermanifestasi sebagai kehilangan fungsi secara
akut dan mungkin dapat dikacaukan dengan gangguan serebrovaskuler primer. Serangan kejang
sebagai gejala perunahan kepekaan neuron dihubungkan dengan kompesi invasi dan perubahan
suplai darah ke jaringan otak. Bebrapa tumor membentuk kista yang juga menekan parenkim
otak sekitarnya sehingga memperberat ganggguan neurologist fokal.
Peningkatan tekanan intrakranial dapat diakibatkan oleh beberapa faktor: bertambahnya
massa dalam tengkorak, terbentuknya edema sekitar tumor, dan perubahan sirkulasi cairan
serebrospinal. Beberapa tumor dapat menyebabkan perdarahan. Obstruksi vena dan edema yang
disebabkan oleh kerusakan sawar darah otak, semuanya menimbulkan kenaikan volume
intracranial dan meningkatkan tekanan intracranial. Obstruksi sirkulasi cairan serebrospinal dari
ventrikel lateral ke ruangan subaraknoid menimbulkan hidrosefalus.
Peningkatan tekanan intracranial akan membahayakan jiwa. Mekanisme kompensasi
memerlukan waktu lama untuk menjadi efektif dan oleh karena itu tak berguna apabila tekanan
intrakranial timbul cepat.
Mekanisme kompensasi ini antara lain bekerja menurunkan volume darah intracranial,
volume cairan serebrospinal, kandungan cairan intrasel dan mengurangi sel-sel parenkim,
kenaikan tekanan yang tidak diobati mengakibatkan herniasi unkus atau serebelum yang timbul
bilagirus medialis lobus temporalis bergeser ke inferior melalui insisura tentorial oleh massa
13
dalam hemisfer otak. Herniasi menekan mesensenfalon, menyebabkan hilangnya kesadaran dan
menekan saraf otak ketiga. Kompresi medula oblogata dan henti pernafasan terjadi dengan cepat.
Perubahan fisiologi lain terjadi akibat peningkatan intracranial yang cepat adalah bradikardia
progresif, hipertensi sistemik (pelebaran tekanan nadi), dan gangguan pernafasan.
Klasifikasi
WHO mengembangkan sistem klasifikasi untuk beberapa tumor yang telah diketahui,
termasuk meningioma. Tumor diklasifikasikan melalui tipe sel dan derajat pada hasil biopsi yang
dilihat di bawah mikroskop. Penatalaksanaannya pun berbeda-beda di tiap derajatnya.7
a. Grade I
Meningioma tumbuh dengan lambat, jika tumor tidak menimbulkan gejala, mungkin
pertumbuhannya sangat baik jika diobservasi dengan MRI secara periodik. Jika tumor semakin
berkembang, maka pada akhirnya dapat menimbulkan gejala, kemudian penatalaksanaan bedah
dapat direkomendasikan. Kebanyakan meningioma grade I diterapi dengan tindakan bedah dan
observasi yang berkelanjutan. 7
b. Grade II
Meningioma grade II disebut juga meningioma atypical. Jenis ini tumbuh lebih cepat
dibandingkan dengan grade I dan juga mempunyai angka kekambuhan yang lebih tinggi.
Pembedahan adalah penatalaksanaan awal pada tipe ini. Meningioma grade II biasanya
membutuhkan terapi radiasi setelah pembedahan.7
c. Grade III
Meningioma berkembang dengan sangat agresif dan disebut meningioma malignan atau
meningioma anaplastik. Meningioma malignan terhitung kurang dari 1 % dari seluruh kejadian
meningioma. Pembedahan adalah penatalaksanaan yang pertama untuk grade III diikuti dengan
terapi radiasi. Jika terjadi rekurensi tumor, dapat dilakukan kemoterapi.7
Tabel 1. Klasifikasi Meningioma Menurut WHO
Low risk of Recurrence and Aggressive Growth
Grade I
Meningothelial meningioma
Fibrous (fibroblastic) meningioma
Transitional (mied) meningioma
14
Psammomatous Meningioma
Angiomatous meningioma
Mycrocystic meningioma
Lymphoplasmacyte-rich meningioma
Metaplastic meningioma
Secretory meningioma
Greater Likelihood of Recurrence, Aggressive behavior, or any Type with a High
Proliferative Index
Grade II
Atypical meningioma
Clear cell meningioma (Intracranial)
Choroid meningioma
Grade III
Rhabdoid meningioma
Papillary meningioma
Anaplastic (malignant) meningioma
15
g. Spinal meningioma (kurang dari 10%). Banyak terjadi pada wanita yang berumur antara 40
dan 70 tahun. Akan selalu terjadi pada medulla spinalis setingkat thorax dan dapat menekan
spinal cord. Meningioma spinalis dapat menyebabkan gejala seperti nyeri radikuler di
sekeliling dinding dada, gangguan kencing, dan nyeri tungkai.
h. Meningioma Intraorbital (kurang dari 10%). Tipe ini berkembang pada atau di sekitar mata
cavum orbita.
i. Meningioma Intraventrikular (2%). Terjadi pada ruangan yang berisi cairan di seluruh bagian
otak.
2.6. Diagnosa
Gejala meningioma dapat bersifat umum (disebabkan oleh tekanan tumor pada otak dan
medulla spinalis) atau bisa bersifat khusus (disebabkan oleh terganggunya fungsi normal dari
bagian khusus dari otak atau tekanan pada nervus atau pembuluh darah). Secara umum,
meningioma tidak bisa didiagnosa pada gejala awal.8
Gejala umumnya seperti : 8
Sakit kepala, dapat berat atau bertambah buruk saat beraktifitas atau pada pagi hari.
Perubahan mental
Kejang
Mual muntah
Perubahan visus, misalnya pandangan kabur.
16
Spinal meningioma : nyeri punggung, nyeri dada dan lengan
Meningioma Intraorbital : penurunan visus, penonjolan bola mata
Meningioma Intraventrikular : perubahan mental, sakit kepala, pusing
Pada CT scan, tumor terlihat isodens atau sedikit hiperdens jika dibandingkan dengan
jaringan otak normal. Seringkali tumor juga memberikan gambaran berlobus dan kalsifikasi pada
beberapa kasus. Edema dapat bervariasi dan dapat tidak terjadi pada 50% kasus karena
pertumbuhan tumor yang lambat, tetapi dapat meluas. Edema lebih dominan terjadi di lapisan
white matter dan mengakibatkan penurunan densitas. Perdarahan, cairan intratumoral, dan
akumulasi cairan dapat jelas terlihat. Invasi sepanjang dura serebri sering muncul akibat
provokasi dari respon osteblas yang menyebabkan hiperostosis pada 25% kasus. Gambaran CT
scan paling baik untuk menunjukan kalsifikasi dari meningioma. Penelitian membuktikan bahwa
45% proses kalsifikasi adalah meningioma.
17
Gambar. Hasil CT scan meningioma konveksitas
18
Gambar. Hasil CT scan meningioma tentorial
Pada MRI, tumor terlihat isointens pada 65% kasus dan hipointens pada sisanya jika
dibandingkan dengan jaringan otak normal. Kelebihan MRI adalah mampu memberikan
gambaran meningioma dalam bentuk resolusi 3 dimensi, membedakan tipe jaringan ikat,
kemampuan multiplanar dan rekonstruksi. MRI dapat memperlihatkan vaskularisasi tumor,
pembesaran arteri, invasi sinus venosus, dan hubungan antara tumor dengan jaringan sekitarnya.
Angiografi secara khusus mampu menunjukan massa hipervaskular, menilai aliran darah
sinus dan vena. Angiografi dilakukan hanya jika direncakan dilakukan embolisasi preoperasi
untuk mengurangi resiko perdarahan intraoperatif.
Gambaran radiografi yang tidak khas seperti kista, perdarahan, dan nekrosis sentral
seringkali menyerupai gambaran glioma dan muncul pada sekitar 15% kasus meningioma.
Meningioma malignan sering menunjukan gambaran destruksi tulang, nekrosis, gambaran
iregular, dan edema yang luas. Diagnosis banding secara radiografi meliputi metastasis dural,
tumor meningeal primer lain, granuloma dan aneurisma. Metastasis seringkali dikaitkan dengan
edema luas dan destruksi tulang sementara meningioma dikaitkan dengan edema sedang dan
hiperostosis.
19
2.8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan meningioma tergantung dari lokasi dan ukuran tumor itu sendiri. Terapi
meningioma masih menempatkan reseksi operatif sebagai pilihan pertama. Beberapa faktor yang
mempengaruhi operasi removal massa tumor ini antara lain lokasi tumor, ukuran dan konsistensi,
vaskularisasi dan pengaruh terhadap sel saraf, dan pada kasus rekurensi, riwayat operasi
sebelumnya dan atau radioterapi. Lebih jauh lagi, rencana operasi dan tujuannya berubah
berdasarkan faktor resiko, pola, dan rekurensi tumor. Tindakan operasi tidak hanya mengangkat
seluruh tumor tetapi juga termasuk dura, jaringan lunak, dan tulang untuk menurunkan kejadian
rekurensi.12
Rencana preoperatif
Pada pasien dengan meningioma supratentorial, pemberian antikonvulsan dapat segera
diberikan, deksametason diberikan dan dilindungi pemberian H2 antagonis beberapa hari
sebelum operasi dilaksanakan. Pemberian antibiotik perioperatif digunakan sebagai profilaksis
pada semua pasien untuk organisme stafilokokkus, dan pemberian cephalosporin generasi III
yang memiliki aktifitas terhadap organisem pseudomonas, serta pemberian metronidazol (untuk
organisme anaerob) ditambahkan apabila operasi direncanakan dengan pendekatan melalui
mulut, sinus paranasal, telinga, atau mastoid.12
2.9. Radioterapi
Penggunaan external beam irradiation pada meningioma semakin banyak dipakai untuk
terapi. External beam irradiation dengan 4500-6000 cGy dilaporkan efektif untuk melanjutkan
20
terapi operasi meningioma reseksi subtotal, kasus-kasus rekurensi baik yang didahului dengan
operasi sebelumnya ataupun tidak. Pada kasus meningioma yang tidak dapat dioperasi karena
lokasi yang sulit, keadaan pasien yang buruk, atau pada pasien yang menolak dilakukan operasi,
external beam irradiation masih belum menunjukkan keefektifitasannya. Teori terakhir
menyatakan terapi external beam irradiation tampaknya akan efektif pada kasus meningioma
yang agresif (atypical, maligna), tetapi informasi yang mendukung teori ini belum banyak
dikemukakan.
Efektifitas dosis yang lebih tinggi dari radioterapi harus dengan pertimbangan komplikasi
yang ditimbulkan terutama pada meningioma. Saraf optikus sangat rentan mengalami kerusakan
akibat radioterapi. Komplikasi lain yang dapat ditimbulkan berupa insufisiensi pituitari ataupun
nekrosis akibat radioterapi.
Radiasi Stereotaktik
Terapi radiasi tumor menggunakan stereotaktik pertama kali diperkenalkan pada tahun
1960an menggunakan alat Harvard proton beam. Setelah itu penggunaan stereotaktik radioterapi
ini semakin banyak dilakukan untuk meningioma. Sumber energi yang digunakan didapat
melalui teknik yang bervariasi, yang paling sering digunakan adalah sinar foton yang berasal dari
Co gamma (gamma knife) atau linear accelerators (LINAC) dan partikel berat (proton, ion
helium) dari cyclotrons. Semua teknik radioterapi dengan stereotaktik ini dapat mengurangi
komplikasi, terutama pada lesi dengan diameter kurang dari 2,5 cm 12. Steiner dan koleganya
menganalisa pasien meningioma yang diterapi dengan gamma knife dan diobservasi selama 5
tahun. Mereka menemukan sekitar 88% pertumbuhan tumor ternyata dapat dikontrol.
Kondziolka dan kawan-kawan memperhitungkan pengontrolan pertumbuhan tumor dalam 2
tahun pada 96 % kasus. Baru-baru ini peneliti yang sama melakukan studi dengan sampel 99
pasien yang diikuti selama 5 hingga 10 tahun dan didapatkan pengontrolan pertumbuhan tumor
sekitar 93 % kasus dengan 61 % massa tumor mengecil. Kejadian defisit neurologis baru pada
pasien yang diterapi dengan stereotaktik tersebut kejadiannya sekitar 5 %.12
Kemoterapi
Modalitas kemoterapi dengan regimen antineoplasma masih belum banyak diketahui
efikasinya untuk terapi meningioma jinak maupun maligna. Kemoterapi sebagai terapi ajuvan
21
untuk rekuren meningioma atipikal atau jinak baru sedikit sekali diaplikasikan pada pasien,
tetapi terapi menggunakan regimen kemoterapi (baik intravena atau intraarterial cis-platinum,
decarbazine (DTIC) dan adriamycin) menunjukkan hasil yang kurang memuaskan (DeMonte dan
Yung), walaupun regimen tersebut efektifitasnya sangat baik pada tumor jaringan lunak. Laporan
dari Chamberlin pemberian terapi kombinasi menggunakan cyclophos- phamide, adriamycin,
dan vincristine dapat memperbaiki angka harapan hidup dengan rata-rata sekitar 5,3 tahun.
Pemberian obat kemoterapi lain seperti hydroxyurea sedang dalam penelitian. Pertumbuhan sel
pada meningioma dihambat pada fase S dari siklus sel dan menginduksi apoptosis dari beberapa
sel dengan pemberian hydroxyurea. Dan dilaporkan pada satu kasus pemberian hydroxyurea ini
memberikan efek pada pasien-pasien dengan rekurensi dan meningioma yang tidak dapat
direseksi. Pemberian Alfainterferon dilaporkan dapat memperpanjang waktu terjadinya rekurensi
pada kasus meningioma yang agresif. Dilaporkan juga terapi ini kurang menimbulkon toksisitas
dibanding pemberian dengan kemoterapi.12
Pemberian hormon antogonis mitogen telah juga dilakukan pada kasus dengan
meningioma. Preparat yang dipakai biasanya tamoxifen (anti estrogen) dan mifepristone (anti
progesteron). Tamoxifen (40 mg/m2 2 kali/hari selama 4 hari dan dilanjutkan 10 mg 2 kali/hari)
telah digunakan oleh kelompok onkolologi Southwest pada 19 pasien dengan meningioma yang
sulit dilakukan reseksi dan refrakter. Terdapat pertumbuhan tumor pada 10 pasien, stabilisasi
sementara pertumbuhan tumor pada 6 pasien, dan respon minimal atau parsial pada tiga pasien.12
Pada dua studi terpisah dilakukan pemberian mifepristone (RU486) 200mg perhari
selama 2 hingga 31 bulan. Pada studi yang pertama didapatkan 5 dari 14 pasien menunjukkan
perbaikan secara objektif yaitu sedikit pengurangan massa tumor pada empat pasien dan satu
pasien gangguan lapang pandangnya membaik walaupun tidak terdapat pengurangan massa
tumor; terdapat pertumbuhan ulang pada salah satu pasien tersebut. Pada studi yang kedua dari
kelompok Netherlands dengan jumlah pasien 10 orang menunjukkan pertumbuhan tumor
berlanjut pada empat pasien, stabil pada tiga pasien, dan pengurangan ukuran yang minimal pada
tiga pasien. Tiga jenis obat tersebut sedang dilakukan penelitian dengan jumlah sampel yang
lebih besar pada meningioma tetapi sampai sekarang belum ada terapi yang menjadi prosedur
tetap untuk terapi pada tumor ini.12
22
2.10. Prognosis
Pada umumnya prognosa meningioma adalah baik, karena pengangkatan tumor yang
sempurna akan memberikan penyembuhan yang permanen. Pada orang dewasa survivalnya
relatif lebih tinggi dibandingkan pada anak-anak, dilaporkan survival rate lima tahun adalah
75%. Pada anak-anak lebih agresif, perubahan menjadi keganasan lebih besar dan tumor dapat
menjadi sangat besar. Pada penyelidikan pengarang-pengarang barat lebih dari 10% meningioma
akan mengalami keganasan dan kekambuhannya tinggi.13
Sejak 18 tahun meningioma dipandang sebagai tumor jinak, dan bila letaknya mudah
dapat diangkat seluruhnya. Degenerasi keganasan tampak bila ada invasi dan kerusakan tulang
tumor tidak berkapsul pada saat operasi invasi pada jaringan otak. Angka kematian (mortalitas)
meningioma sebelum operasi jarang dilaporkan, dengan kemajuan teknik dan pengalaman
operasi para ahli bedah maka angka kematian post operasi makin kecil. Diperkirakan angka
kematian post operasi selama lima tahun (1942–1946) adalah 7,9% dan (1957–1966)
adalah8,5%. Sebab-sebab kematian menurut laporan-laporan yang terdahulu yaitu perdarahan
dan edema otak.13
23
DAFTAR PUSTAKA
24