Anda di halaman 1dari 20

IMAN DAN TAQWA IMPLEMENTASINYA

DALAM KEHIDUPAN MODERN


DOSEN PENGAMPU :
MIFTAKHUL MUNIR, S.Pd.I, M.Ps.I

DISUSUN OLEH KELOMPOK 4 :


RISKI INTAN PRATITIS
(06)
SAVIRA ANNISA FAKALILANIA PUTRI(26)
DEDY ARRAFI
(12)

SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


(STKIP)
PGRI KOTA PASURUAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA INGGRIS
Semester Ganjil 2016 / 201

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kita diciptakan di dunia ini untuk satu hikmah yang agung dan bukan hanya
untuk bersenang-senang dan bermain-main. Tujuan dan hikmah penciptaan ini telah
dijelaskan dalam firman Allah:





Artinya: Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya
mereka menyembah-Ku. Aku tidak menghendaki rezeki sedikitpun dari mereka dan
Aku tidak menghendaki supaya memberi Aku makan. Sesungguhnya Allah Dialah
Maha Pemberi rezeki Yang Mempunyai Kekuatan lagi Sangat Kokoh. (QS. AdzDzariyat 51:56-58)
Allah telah menjelaskan dalam ayat-ayat ini bahwa tujuan asasi dari
penciptaan manusia adalah ibadah kepadaNya saja tanpa berbuat syirik. Sehingga
Allah pun menjelaskan salahnya dugaan dan keyakinan sekelompok manusia yang
belum mengetahui hikmah tersebut dengan menyakini mereka diciptakan tanpa satu
tujuan tertentu dalam firmanNya :


Artinya: Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami
menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan
dikembalikan kepada Kami. (QS. Al-Muminuun 23:115)
Ayat yang mulia ini menjelaskan bahwa manusia tidak diciptakan secara mainmain saja, namun diciptakan untuk satu hikmah. Allah tidak menjadikan manusia
hanya untuk makan, minum dan bersenang-senang dengan perhiasan dunia, serta tidak
dimintai pertanggung jawaban atas semua perilakunya di dunia ini. Tentu saja
jawabannya adalah kita semua diciptakan untuk satu hikmah dan tujuan yang agung
dan dibebani perintah dan larangan, kewajiban dan pengharaman, untuk kemudian
dibalas dengan pahala atas kebaikan dan disiksa atas keburukan (yang dia amalkan)
serta (mendapatkan) syurga atau neraka.

Demikianlah seorang manusia yang ingin sukses harus dapat bersikap


profesional dalam mencapai tujuan tersebut, sebab sesungguhnya tujuan akhir seorang

manusia adalah mewujudkan peribadatan kepada Allah dengan iman dan taqwa. Oleh
karena itu orang yang paling sukses dan paling mulia disisi Allah adalah yang paling
taqwa, sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah:

Artinya: Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah
ialah orang yang paling bertaqwa di antara kamu.Sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Mengenal. (QS. Al-Hujurat 49:13)
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian iman?.
2. Apa saja wujud iman?.
3. Bagaimana proses terbentuknya iman?.
4. Sebutkan tanda-tanda orang beriman?.
5. Bagaimana korelasi keimanan dan ketaqwaan?.
6. Bagaimana problematika tantangan dan resiko dalam kehidupan modern?.
7. Cara Iman dan taqwa menjawab problem dan tantangan kehidupan modern?.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Iman
Pengertian Iman secara Etimologi
Iman berasa dari kata amana - yu'minu - imanan yang artinya percaya. Oleh
karena itu iman berarti percaya menunjuk sikap batin yang terletak dalam hati.

Pengertian Iman secara Terminologi


Iman adalah 'aqdun bil qalbi, waiqraarun billisaani, wa'amalun bil arkaan
yang artinya diyakini dengan hati diucapkan dengan lisan dan diwujudkan dengan

amal perbuatan.
Iman Menurut Bahasa
Iman menurut bahasa adalah percaya atau yakin, keimanan berarti
kepercayaan atau keyakinan. Dengan demikian, rukun iman adalah dasar, inti, atau
pokok pokok kepercayaan yang harus diyakini oleh setiap pemeluk agama Islam.
Dalam surat al-Baqarah 165, dikatakan bahwa orang yang beriman adalah
orang yang amat sangat cinta kepada Allah (asyaddu hubban lillah). Oleh karena
itu, beriman kepada Allah berarti sangat rindu terhadap ajaran Allah. Oleh karena
itu beriman kepada Allah berarti amat sangat terhadap ajaran Allah yaitu Al-Quran
dan sunnah rasul.
Dalam hadist yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah Atthabrani, iman

didefinisikan dengan keyakinan dalam hati, diikrarkan dengan lisan, dan diwujudkan
dengan amal perbuatan (al-Imaanu aqdun bil qalbi waiqraarun billisaani waamalun
bil arkaan)
Istilah iman dalam al-quran selalu dirangkaikan dengan kata lain yang
memberikan corak dan warna tentang suatu yang diimani, seperti
dalam surat an-Nisa: 51 yang dikaitkan dengan jibti (kebatinan/Idealisme)
dan thaghut (realita/nasionalisme).



Artinya: Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang diberi bahagian dari
Al kitab? Mereka percaya kepada jibt dan thaghut, dan mengatakan kepada orangorang Kafir (musyrik Mekah), bahwa mereka itu lebih benar jalannya dari orangorang yang beriman.
Sedangkan dalam surat al-Ankabut: 52 dikaitkan dengan kata bathil, yaitu
wallaziina aamanuu bil baathili. Bathil berarti tidak benar menurut Allah.



Katakanlah: "Cukuplah Allah menjadi saksi antaraku dan antaramu. Dia
mengetahui apa yang di langit dan di bumi. Dan orang-orang yang percaya kepada
yang batil dan ingkar kepada Allah, mereka itulah orang-orang yang merugi.

Sementara dalam surat al-Baqarah: 4 iman dirangkaikan dengan kata ajaran


yang diturunkan oleh Allah.

Artinya: Dan mereka yang beriman kepada Kitab (Al Quran) yang telah
diturunkan kepadamu dan Kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka
yakin akan adanya (kehidupan) akhirat.
Dengan demikian, kata iman yang tidak dikaitkan dengan kata Allah atau
ajarannya dikatakan sebagai iman haq, sedangkan yang dikaitkan dengan selainnya
dinamakan iman bathil.
Keimanan adalah perbuatan yang bila diibaratkan pohon, mempunyai pokok
dan cabang. Bukankah sering kita baca atau dengar sabda Rasullah saw. Yang kita
jadikan kata-kata mutiara, misalnya malu adalah sebagian dari iman, kebersihan
sebagian dari iman, cinta bangsa dan Negara sebagian dari iman, bersikap ramah
sebagian dari iman, menyingkirkan duri atau yang lainnya yang dapat membuat orang
sengsara dan menderita, itu juga sebagian dari iman. Diantara cabang - cabang
keimanan yang paling pokok adalah keimanan kepada Allah SWT.
B. Wujud Iman
Wujud iman termuat dalam 3 unsur yaitu isi hati, ucapan, dan perbuatan.
Dalam artian diyakini dalam hati yaitu dengan percaya akan adanya Allah SWT,
diucapkan dengan lisan yaitu dengan mengucapkan 2 kalimat syahadat, dan dilakukan
dengan perbuatan maksudnya menjalankan seluruh perintah Nya dan menjauhi
seluruh larangan Nya.
Iman bukan hanya berarti percaya, melainkan keyakinan yang mendorong
seorang muslim berbuat amal soleh. Seseorang dinyatakan beriman bukan hanya
percaya terhadap sesuatu, melainkan mendorongnya untuk mengucapkan dan
melakukan sesuatu sesuai keyakinannya.
Akidah Islam adalah bagian yang paling pokok dalam agama Islam. Seseorang
dipandang muslim atau bukan muslim tergantung pada akidahnya. Apabila ia
berakidah muslim maka segala sesuatu yang dilakukannya akan bernilai sebagai amal
saleh. Apabila tidak berakidah, maka segala perbuatannya dan amalnya tidak
mengandung arti apa-apa.
Oleh karena itu, menjadi seorang muslim berarti meyakini dan menjalankan segala
sesuatu yang diajarkan dalam ajaran Islam.
C. Proses Terbentuknya Iman

Benih iman yang dibawa sejak dalam kandungan memerlukan pembinaan


yang berkesinambungan. Pengaruh pedidikan keluarga secara langsung maupun tidak
langsung sangat berpengaruh terhadap iman seseorang.
Pada dasarnya, proses pembentukan iman, diawali dengan proses perkenalan,
kemudian meningkat menjadi senang atau benci. Mengenal ajaran Allah adalah
langkah awal dalam mencapai iman kepada Allah. Jika seseorang tidak mengenal
ajaran Allah maka orang tersebut tidak mungkin beriman kepada Allah. Disamping
proses pengenalan, proses pembiasaan juga perlu diperhatikan, karena tanpa
pembiasaan, seseorang bisa saja seorang yang benci menjadi senang. Seorang anak
harus dibiasakan terhadap apa yang diperintahkan Allah dan menjauhi larangan Allah
agar kelak nanti terampil melaksanakan ajaran Allah. Berbuat sesuatu secara fisik
adalah satu bentuk tingkah laku yang mudah dilihat dan diukur. Tetapi tingkah laku
tidak terdiri dari perbuatan yang nampak saja. Di dalamnya tercakup juga sikap-sikap
mental yang tidak terlalu mudah ditanggapi kecuali secara langsung
(misalnya , melalui ucapan atau perbuatan yang diduga dapat menggambarkan sikap
sikap mental tersebut). Terdapat 5 prinsip dalam proses penanaman iman, yaitu :
1. Prinsip pembinaan berkesinambungan
Proses pembentukan iman adalah suatu proses yang penting, terus menerus,
dan tidak berkesudahan. Belajar adalah suatu proses yang memungkinkan
orang semakin lama semakin mampu bersikap selektif. Implikasinya ialah
diperlukan motivasi sejak kecil dan berlangsung seumur hidup. Oleh karena
itu penting mengarahkan proses motivasi agar membuat tingkah laku lebih
terarah dan selektif menghadapi nilai-nilai hidup yang patut diterima atau yang
seharusnya ditolak.
2. Prinsip internalisasi dan individuasi
Suatu nilai hidup antara lain iman dapat lebih mantap terjelma dalam
bentuk tingkah laku tertentu, apabila anak didik diberi kesempatan untuk
menghayatinya melalui suatu peristiwa internalisasi (yakni usaha menerima
nilai sebagai bagian dari sikap mentalnya) dan individuasi (yakni
menempatkan nilai serasi dengan sifat kepribadiannya). Melalui pengalaman
penghayatan pribadi, ia bergerak menuju satu penjelmaan dan perwujudan
nilai dalam diri manusia secara lebih wajar dan amaliah, dibandingkan
bilamana nilai itu langsung diperkenalkan dalam bentuk utuh, yakni
bilamana nilai tersebut langsung ditanamkan kepada anak didik sebagai suatu
produk akhir semata-mata. Prinsip ini menekankan pentingnya mempelajari
iman sebagai proses (internalisasi dan individuasi). Implikasi metodologinya

ialah bahwa pendekatan untuk membentuk tingkah laku yang mewujudkan


nilai-nilai iman tidak dapat hanya mengutamakan nilai-nilai itu dalam bentuk
jadi, tetapi juga harus mementingkan proses dan cara pengenalan nilai hidup
tersebut. Dari sudut anak didik, hal ini bahwa seharusnya anak didik mendapat
kesempatan sebaik-baiknya mengalami proses tersebut sebagai peristiwa
pengalaman pribadi, agar melalui pengalaman-pengalaman itu terjadi
kristalisasi nilai iman.

3. Prinsip sosialisasi
Pada umumnya nilai-nilai hidup baru benar-benar mempunyai arti
apabila telah memperoleh dimensi sosial. Oleh karena itu suatu bentuk tingkah
laku terpola baru teruji secara tuntas bilamana sudah diterima secara sosial.
Implikasi metodologinya ialah bahwa usaha pembentukan tingkah laku
mewujudkan nilai iman hendaknya tidak diukur keberhasilannya terbatas pada
tingkat individual (yaitu hanya dengan memperhatikan kemampuan seseorang
dalam kedudukannya sebagai individu), tetapi perlu mengutamakan penilaian
dalam kaitan kehidupan interaksi sosial (proses sosialisasi) orang tersebut.
Pada tingkat akhir harus terjadi proses sosialisasi tingkah laku, sebagai
kelengkapan proses individuasi, karena nilai iman yang diwujudkan ke dalam
tingkah laku selalu mempunyai dimensi sosial.
4. Prinsip konsistensi dan koherensi
Nilai iman lebih mudah tumbuh terakselerasi, apabila sejak semula
ditangani secara konsisten, yaitu secara tetap dan konsekuen, serta secara
koheren, yaitu tanpa mengandung pertentangan antara nilai yang satu dengan
nilai lainnya. Implikasi metodologinya adalah bahwa usaha yang
dikembangkan untuk mempercepat tumbuhnya tingkah laku yang
mewujudkan nilai iman hendaknya selalu konsisten dan koheren. Alasannya,
caranya dan konsekuensinya dapat dihayati dalam sifat dan bentuk yang jelas
dan terpola serta tidak berubah-ubah tanpa arah. Pendekatan demikian berarti
bahwa setiap langkah yang terdahulu akan mendukung serta memperkuat
langkah-langkah berikutnya. Apabila pendekatan yang konsisten dan koheren
sudah tepat, maka dapat diharapkan bahwa proses pembentukan tingkah laku

dapat berlangsung lebih lancar dan lebih cepat, karena kerangka pola tingkah
laku sudah tercipta.
5. Prinsip integrasi
Hakikat kehidupan sebagai totalitas, senantiasa menghadapkan setiap
orang pada problematika kehidupan yang menuntut pendekatan yang luas dan
menyeluruh. Jarang sekali fenomena kehidupan yang berdiri sendiri. Begitu
pula dengan setiap bentuk nilai hidup yang berdimensi sosial. Oleh karena itu
tingkah laku yang dihubungkan dengan nilai iman tidak dapat dibentuk
terpisah-pisah. Makin integral pendekatan seseorang terhadap kehidupan,
makin fungsional pula hubungan setiap bentuk tingkah laku yang berhubungan
dengan nilai iman yang dipelajari. Implikasi metodologinya ialah agar nilai
iman hendaknya dapat dipelajari seseorang tidak sebagai ilmu dan
keterampilan tingkah laku yang terpisah-pisah, tetapi melalui pendekatan yang
integratif, dalam kaitan problematik kehidupan yang nyata.
D. Tanda-tanda orang beriman
Al-quran menjelaskan tanda-tanda orang yang beriman sebagai berikut:
a) Jika disebut nama Allah, hatinya akan bergetar dan berusaha ilmu Allah tidak
lepas dari syaraf memorinya (al-anfal : 2)
b) Senantiasa tawakal, yaitu bekeja keras berdasarkan kerangka ilmu Allah. (Ali
imran : 120, Al maidah: 12, al-anfal : 2, at-taubah: 52, Ibrahim:11)
c) Tertib dalam melaksanakan shalat dan selalu melaksanakn perintah-Nya. (alanfal: 3, Al-muminun: 2, 7)
d) Menafkahkan rizki yang diterima dijalan Allah. (al-anfal: 3, Al-mukminun: 2,
7)
e) Menghindari perkataan yang tidak bermanfaat dan menjaga kehormatan. (Almukminun: 3, 5)
f) Memelihara amanah dan menepati janji. (Al-mukminun: 6)
g) Berjihad di jalan Allah dan Suka menolong. (al-Anfal : 74)
h) Tidak meninggalkan pertemuan sebelum meminta izin. (an-nur: 62)
E. Korelasi keimanan dan ketaqwaan
Iman dan taqwa adalah dua unsur pokok bagi pemeluk agama. Keduanya
merupakan elemen yang penting dalam kehidupan manusia dan sangat erat
hubungannya dalam menentukan nasib hidupnya serta memiliki fungsi yang urgen.
Menurut ahli hukum, iman itu hanya sekedar pengakuan suatu makna yang
terkandung dalam lubuk hati, menurut para teolog, iman itu adalah kepercayaan yang
tertanam dalam lubuk hati dengan keyakinan yang kuat tanpa tercampuri oleh
keraguan dan berperan terhadap pendangan hidup atau amal perbuatan sehari-hari.

Sedangkan menurut berbagai filosof, iman diartikan lebih jauh dari lafidz dan
makna serta tidak terikat dengan dalil-dalil. Isi iman falsafi baginya, bahwa Allah itu
ada, manusia harus mampu memilih memilih yang baik secara tak bersarat, dunia
tidak merupakan kenyataan terakhir dan bahwa cinta kasih manusia merupakan suatu
bukti adanya Allah. Semua pengertian-pengertian yang dikemukakan diatas pada
dasarnya menunjukkan, bahwa iman itu berperanan dan berpengaruh terhadap tindak
laku manusia dalam segala aspek kahidupan manusia.
Menurut filosof islam Imam Ghozali bahwa iman itu berkaitan dengan hal-hal
yang bersifat spiritual atau batin, dimana hati dapat menangkap iman dalam
pengertian hakiki melalui kasyaf yang diperoleh berkat pancaran sinar Ilahi padanya.
Dalam kesempatan lain beliau menegaskan, bahwa arti iman adalah pengakuan yang
kuat tidak ada pembuat (faa`il) selain Allah.
Bagi Imam Ghozali iman itu bukan lawan dari syirik, tetapi peng-Esaan
kepada Kholiq (Pencipta). Oleh karena itu bagi orang yang meng-Esakan Allah harus
bersikap tawakkal. Tawakkal bukan berarti maniadakan ikhtiar, tetapi maniadakan
kebebasan berikhtiar, karena dalam tawakkal manusia berkesempatan untuk kasab
(berusaha). Bahkan dengan tawakkal itu dapat mengenal hakekat ikhtiar dan sekaligus
dapat mengetahui nilai dan kualitas iman. Iman yang sebenarnya harus membuahkan
tawakkal, sehingga dapat memperoleh ridho Allah. Dalam kitab suci dikemukakan,
bahwa Nabi Hud, Nabi Musa dan nabi lainya telah menjadikan tawakkal sebagai
benteng kekuatan bertaqwa dalam menghadapi kaumnya. Ini semua menunjukkan,
bahwa antara iman dan taqwa saling berpengaruh dalam membentuk membentuk
manusia berkepribadian luhur.
Taqwa itu pada prinsipnya adalah amal batin atau lahir, baik yang bersifat
mengikuti perintah Tuhan maupun amal yang berbentuk menjauhi larangan Tuhan.
Iman adalah sesuatu yang tersembunyi dalam jiwa (Ma waqaro fil qalbi). Berdasarkan
eksperimen sebagian besar ahli jiwa berkesimpulan, bahwa iman kepada Allah
termasuk obat yang manjur untuk menyembuhkan penyakit jiwa atau menghilangkan
gangguan jiwa..
Menurut filosof Islam Jamaluddin Alafghoni, bahwa iman kepada Allah
menumbuhkan keteguahan pendirian dalam menghadapi kesulitan dan bahaya,
bahkan mampu untuk membentuk kerelaan dan meninggalkan kemewahan hidup,
manakala ada seruan untuk berjuang dijalan Allah. Dalam Islam pengaruh iman
diantaranya rasa tawakkal (Ali Imron: 160). Tawakkal dalam tinjauan tasawuf ini
harus seiring dengan kesabaran. Keberhasilan manusia tidak mungkin sepenuhnya

dari usaha sendiri. Sedangkan kecil dan tidaknya ditentukan oleh berbagai faktor
diluar kemampuannya. Faktor-faktor itu adalah sebab keberhasilan. Banyak akibat
yang sebabnya bermacam-macam dan sebaliknya, banyak sebab yang akibatnya
bermacam-macam. Banyak akibat yang sulit diketahui sebabnya dan banyak sebab
yang sulit diketahui akibatnya. Dalam situasi diatas sikap tawakkal sangat diperlukan.
Namun untuk mencapai kemulian tersebut membutuhkan dua hal:
1. Itishom bihablillah. Hal ini dengan komitmen terhadap syariat Allah dan
berusaha merealisasikannya dalam semua sisi kehidupan kita. Sehingga
dengan ini kita selamat dari kesesatan. Namun hal inipun tidak cukup tanpa
perkara yang berikutnya, yaitu;
2. Itishom billah. Hal ini diwujudkan dalam tawakkal dan berserah diri serta
memohon pertolongan kepada Allah dari seluruh rintangan dan halangan
mewujudkan yang pertama tersebut. Sehingga dengannya kita selamat dari
rintangan mengamalkannya.
Sebab seorang bila ingin mencapai satu tujuan tertentu, pasti membutuhkan dua
hal, pertama pengetahuan tentang tujuan tersebut dan bagaimana cara mencapainya
dan kedua, selamat dari rintangan yang menghalangi terwujudnya tujuan tersebut.
Imam Ibnu Al Qayyim menyatakan: Poros kebahagian duniawi dan ukhrowi
ada pada Itishom billahi dan Itishom bihablillah dan tidak ada kesuksesan kecuali
bagi orang yang komitmen dengan dua hal ini. Sedangkan Itishom bi hablillah
melindungi seseorang dari kesesatan dan Itishom billahi melindungi seseorang dari
kehancuran. Sebab orang yang berjalan mencapai (keridhoan) Allah seperti seorang
yang berjalan diatas satu jalanan menuju tujuannya. Ia pasti membutuhkan petunjuk
jalan dan selamat dalam perjalanan, sehingga tidak mencapai tujuan tersebut kecuali
setelah memiliki dua hal ini. Dalil (petunjuk) menjadi penjamin perlindungan dari
kesesatan dan menunjukinya kejalan (yang benar) dan persiapan, kekuatan dan senjata
menjadi alat keselamatan dari para perampok dan halangan perjalanan. Itishom bi
hablillah memberikan hidayah petunjuk dan mengikuti dalil sedang Itishom billah
memberikan kesiapan, kekuatan dan senjata yang menjadi penyebab keselamatannya
di perjalanan.

Sedangkan aktualisasi taqwa adalah bagian dari sikap bertaqwa seseorang.


Karena begitu pentingnya taqwa yang harus dimiliki oleh setiap mukmin dalam
kehidupan dunia ini sehingga beberapa syariat islam yang diantaranya puasa adalah
sebagai wujud pembentukan diri seorang muslim supaya menjadi orang yang
bertaqwa, dan lebih sering lagi setiap khatib pada hari jumat atau shalat hari raya
selalu menganjurkan jamaah untuk selalu bertaqwa. Begitu seringnya sosialisasi
taqwa dalam kehidupan beragama membuktikan bahwa taqwa adalah hasil utama
yang diharapkan dari tujuan hidup manusia (ibadah).
Taqwa adalah satu hal yang sangat penting dan harus dimiliki setiap muslim.
Signifikansi taqwa bagi umat islam diantaranya adalah sebagai spesifikasi pembeda
dengan umat lain bahkan dengan jin dan hewan, karena taqwa adalah refleksi iman
seorang muslim. Seorang muslim yang beriman tidak ubahnya seperti binatang, jin
dan iblis jika tidak mangimplementasikan keimanannya dengan sikap taqwa, karena
binatang, jin dan iblis mereka semuanya dalam arti sederhana beriman kepada Allah
yang menciptakannya, karena arti iman itu sendiri secara sederhana adalah percaya,
maka taqwa adalah satu-satunya sikap pembeda antara manusia dengan makhluk
lainnya. Seorang muslim yang beriman dan sudah mengucapkan dua kalimat syahadat
akan tetapi tidak merealisasikan keimanannya dengan bertaqwa dalam arti
menjalankan segala perintah Allah dan menjauhi segala laranganNya, dan dia juga
tidak mau terikat dengan segala aturan agamanya dikarenakan kesibukannya atau
asumsi pribadinya yang mengaggap eksistensi syariat agama sebagai pembatasan
berkehendak yang itu adalah hak asasi manusia, kendatipun dia beragama akan tetapi
agamanya itu hanya sebagai identitas pelengkap dalam kehidupan sosialnya, maka
orang semacam ini tidak sama dengan binatang akan tetapi kedudukannya lebih
rendah dari binatang, karena manusia dibekali akal yang dengan akal tersebut manusia
dapat melakukan analisis hidup, sehingga pada akhirnya menjadikan taqwa sebagai
wujud implementasi dari keimanannya
Taqwa adalah sikap abstrak yang tertanam dalam hati setiap muslim, yang
aplikasinya berhubungan dengan syariat agama dan kehidupan sosial. Seorang muslim
yang bertaqwa pasti selalu berusaha melaksanakan perintah Tuhannya dan menjauhi
segala laranganNya dalam kehidupan ini. Yang menjadi permasalahan sekarang
adalah bahwa umat islam berada dalam kehidupan modern yang serba mudah, serba
bisa bahkan cenderung serba boleh. Setiap detik dalam kehidupan umat islam selalu

berhadapan dengan hal-hal yang dilarang agamanya akan tetapi sangat menarik naluri
kemanusiaanya, ditambah lagi kondisi religius yang kurang mendukung. Keadaan
seperti ini sangat berbeda dengan kondisi umat islam terdahulu yang kental dalam
kehidupan beragama dan situasi zaman pada waktu itu yang cukup mendukung
kualitas iman seseorang. Oleh karenanya dirasa perlu mewujudkan satu konsep
khusus mengenai pelatihan individu muslim menuju sikap taqwa sebagai tongkat
penuntun yang dapat digunakan (dipahami) muslim siapapun. Karena realitas
membuktikan bahwa sosialisasi taqwa sekarang, baik yang berbentuk syariat seperti
puasa dan lain-lain atau bentuk normatif seperti himbauan khatib dan lain-lain terlihat
kurang mengena, ini dikarenakan beberapa faktor, diantaranya yang pertama muslim
yang bersangkutan belum paham betul makna dari taqwa itu sendiri, sehingga
membuatnya enggan untuk memulai, dan yang kedua ketidaktahuannya tentang
bagaimana, darimana dan kapan dia harus mulai merilis sikap taqwa, kemudian yang
ketiga kondisi sosial dimana dia hidup tidak mendukung dirinya dalam membangun
sikap taqwa, seperti saat sekarang kehidupan yang serba bisa dan cenderung serba
boleh.
Oleh karena itu hendaknya kita menekuni bidang kita masing-masing sehingga
menjadi ahlinya tanpa meninggalkan upaya mengenal, mengetahui dan mengamalkan
ajaran islam yang merupakan satu kewajiban pokok setiap muslim. Agar dapat
mencapai tujuan penciptaan tersebut dengan menjadikan keahlian dan kemampuan
kita sebagai sarana ibadah dan peningkatan iman dan takwa kita semua.
Tentu saja hal ini menuntut kita untuk dapat mengambil faedah dan
pengetahuan tantang syariat sebagai wujud syukur kita atas nikmat yang Allah
anugerahkan. Semua itu agar mereka mengakui bahwa mereka adalah makhluk yang
tunduk dan diatur dan mereka memiliki Rabb yang maha pencipta dan maha mengatur
mereka.
F. Problematika tantangan dan resiko dalam kehidupan modern
Problem-problem manusia dalam kehidupan modern adalah munculnya
dampak negatif (residu), mulai dari berbagai penemuan teknologi yang berdampak
terjadinya pencemaran lingkungan, rusaknya habitat hewan maupun tumbuhan,
munculnya beberapa penyakit, sehingga belum lagi dalam peningkatan yang makro
yaitu berlobangnya lapisan ozon dan penasan global akibat akibat rumah kaca.

Manusia tidak mampu lari seperti kuda dan mengangkat benda-benda berat seperti
sekuat gajah, namun akal manusia telah menciptakan alat yang melebihi kecepatan
kuda dan sekuat gajah. Kelebihan manusia dengan mahkluk lain adalah dari Akalnya.
Sedangkan dalam bidang ekonomi kapitalisme-kapitalisme yang telah melahirkan
manusia yang konsumtif, meterialistik dan ekspoloitatif.
Yang menjadi permasalahan sekarang adalah bahwa umat islam berada dalam
kehidupan modern yang serba mudah, serba bisa bahkan cenderung serba boleh.
Setiap detik dalam kehidupan umat islam selalu berhadapan dengan hal-hal yang
dilarang agamanya akan tetapi sangat menarik naluri kemanusiaanya, ditambah lagi
kondisi religius yang kurang mendukung. Keadaan seperti ini sangat berbeda dengan
kondisi umat islam terdahulu yang kental dalam kehidupan beragama dan situasi
zaman pada waktu itu yang cukup mendukung kualitas iman seseorang. Oleh
karenanya dirasa perlu mewujudkan satu konsep khusus mengenai pelatihan individu
muslim menuju sikap taqwa sebagai tongkat penuntun yang dapat digunakan
(dipahami) muslim siapapun. Karena realitas membuktikan bahwa sosialisasi iman
serta taqwa sekarang, baik yang berbentuk syariat seperti puasa dan lain-lain atau
bentuk normatif seperti himbauan khatib dan lain-lain terlihat kurang mengena, ini
dikarenakan beberapa faktor, diantaranya yang pertama muslim yang bersangkutan
belum paham betul makna dari iman dan taqwa itu sendiri, sehingga membuatnya
enggan untuk memulai, dan yang kedua ketidaktahuannya tentang bagaimana,
darimana dan kapan dia harus mulai merilis sikap iman dan taqwa, kemudian yang
ketiga kondisi sosial dimana dia hidup tidak mendukung dirinya dalam membangun
sikap iman dan taqwa, seperti saat sekarang kehidupan yang serba bisa dan cenderung
serba boleh. Oleh karenanya setiap individu muslim harus paham pos pos alternatif
yang harus dilaluinya, diantaranya yang paling awal dan utama adalah gadhul bashar
(memalingkan pandangan), karena pandangan (dalam arti mata dan telinga) adalah
awal dari segala tindakan, penglihatan atau pendengaran yang ditangkap oleh panca
indera kemudian diteruskan ke otak lalu direfleksikan oleh anggota tubuh dan
akhirnya berimbas ke hati sebagai tempat bersemayam taqwa, jika penglihatan atau
pendengaran tersebut bersifat negatif dalam arti sesuatu yang dilarang agama maka
akan membuat hati menjadi kotor, jika hati sudah kotor maka pikiran (akal) juga ikut
kotor, dan ini berakibat pada aktualisasi kehidupan nyata, dan jika prilaku, pikiran dan
hati sudah kotor tentu akan sulit mencapai sikap taqwa. Oleh karenanya dalam situasi
yang serba bisa dan sangat plural ini dirasa perlu menjaga pandangan (dalam arti mata

dan telinga) dari hal hal yang dilarang agama sebagai cara awal dan utama dalam
mendidik diri menjadi muslim yang bertaqwa. Menjaga mata, telinga, pikiran, hati
dan perbuatan dari hal-hal yang dilarang agama, menjadikan seorang muslim
memiliki kesempatan besar dalam memperoleh iman dan taqwa. Karena iman dan
taqwa adalah sebaikbaik bekal yang harus kita peroleh dalam mengarungi kehidupan
dunia yang fana dan pasti hancur ini, untuk dibawa kepada kehidupan akhirat yang
kekal dan pasti adanya. Adanya kematian sebagai sesuatu yang pasti dan tidak dapat
dikira-kirakan serta adanya kehidupan setelah kematian menjadikan iman dan taqwa
sebagai obyek vital yang harus digapai dalam kehidupan manusia yang sangat singkat
ini. Memulai untuk beriman dan bertaqwa adalah dengan mulai melakukan hal-hal
yang terkecil seperti menjaga pandangan, serta melatih diri untuk terbiasa
menjalankan perintah Allah dan menjauhi segala laranganNya, karena arti taqwa itu
sendiri sebagaimana dikatakan oleh Imam Jalaluddin Al-Mahally dalam tafsirnya
bahwa arti taqwa adalah imtitsalu awamrillahi wajtinabinnawahih, menjalankan
segala perintah Allah dan menjauhi segala laranganya
a. Problem dalam Hal Ekonomi
Semakin lama manusia semakin menganggap bahwa dirinya
merupakan homo economicus, yaitu merupakan makhluk yang memenuhi
kebutuhan hidupnya dan melupakan dirinya sebagai homo religious yang
erat dengan kaidah kaidah moral. Ekonomi kapitalisme materialisme
yang menyatakan bahwa berkorban sekecil kecilnya dengan
menghasilkan keuntungan yang sebesar besarnya telah membuat
manusia menjadi makhluk konsumtif yang egois dan serakah.
b. Problem dalam Bidang Moral
Pada hakikatnya Globalisasi adalah sama halnya dengan Westernisasi.
Ini tidak lain hanyalah kata lain dari penanaman nilai nilai Barat yang
menginginkan lepasnya ikatan ikatan nilai moralitas agama yang
menyebabkan manusia Indonesia pada khususnya selalu berkiblat
kepada dunia Barat dan menjadikannya sebagai suatu symbol dan tolok
ukur suatu kemajuan.
c. Problem dalam Bidang Agama
Tantangan agama dalam kehidupan modern ini lebih dihadapkan
kepada faham Sekulerisme yang menyatakan bahwa urusan dunia
hendaknya dipisahkan dari urusan agama. Hal yang demikian akan
menimbulkan apa yang disebut dengan split personality di mana seseorang

bisa berkepribadian ganda. Misal pada saat yang sama seorang yang rajin
beribadah juga bisa menjadi seorang koruptor.
d. Problem dalam Bidang Keilmuan
Masalah yang paling kritis dalam bidang keilmuan adalah pada corak
kepemikirannya yang pada kehidupan modern ini adalah menganut faham
positivisme dimana tolok ukur kebenaran yang rasional, empiris,
eksperimental, dan terukur lebih ditekankan. Dengan kata lain sesuatu
dikatakan benar apabila telah memenuhi criteria ini. Tentu apabila
direnungkan kembali hal ini tidak seluruhnya dapat digunakan untuk
menguji kebenaran agama yang kadang kala kita harus menerima
kebenarannya dengan menggunakan keimanan yang tidak begitu poluler
di kalangan ilmuwan ilmuwan karena keterbatasan rasio manusia dalam
memahaminya.
G. Iman dan taqwa menjawab problem dan tantangan kehidupan modern
Pengaruh iman terhadap kehidupan manusia sangat besar. Berikut ini
dikemukakan beberapa pokok manfaat dan pengaruh iman pada kehidupan manusia:
a. Iman dan taqwa melenyapkan kepercayaan pada kekuasaan benda
Orang yang beriman hanya percaya pada kekuatan dan kekuasaan Allah.
Kalau Allah hendak memberikan pertolongan, maka tidak ada satu kekuatanpun
yang dapat mencegahnya. Sebaliknya,jika Allah hendak menimpakan bencana,
maka tidak ada satu kekuatanpun yang sanggup menahan dan mencegahnya.
Kepercayaan dan keyakinan demikian menghilangkan sifat mendewa-dewakan
manusia yang kebetulan sedang memegang kekuasaan, menghilangkan
kepercayaan pada kesaktian benda-benda keramat, mengikis kepercayaan pada
takhyul, jampi-jampi dan sebagainya. Pegangan orang yang beriman adalah
firman Allah surat Al Fatihah ayat 1-7
b. Iman dan taqwa menanamkan semangat berani menghadapi maut
Takut menghadapi maut menyebabkan manusia menjadi pengecut. Banyak
diantara manusia yang tidak berani mengemukakan kebenaran, karena takut
menghadapi resiko. Orang yang beriman yakin sepenuhnya bahwa kematian di
tangan Allah. Pegangan orang beriman mengenai soal hidup dan mati adalah
firman Allah:
Dimana saja kamu berada, kematian akan datang mendapatkan kamu
kendatipun kamu di benteng yang tinggi lagi kokoh.( An Nisa 4: 78)

c. Iman dan taqwa menanamkan sikap self help dalam kehidupan


Rezeki memegang peranan penting dalam kehidupan manusia. Banyak orang
yang melepaskan pendirian bahkan tidak segan-segan melepaskan
prinsip,menjual kehormatan,bermuka dua,menjilat dan memperbudak diri
karena kepentingan materi. Pegangan orang beriman dalam hal ini adalah firman
Allah:
Dan tidak ada satu binatang melatapun dibumi melainkan Allah-lah yang
memberi rezekinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang dan tempat
penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam kitab yang nyata (lauhul mahfud)
(Hud, 11:6)
d. Iman dan taqwa memberikan kententraman jiwa
Acapkali manusia dilanda resah dan duka cita, serta digoncang oleh keraguan
dan kebimbangan. Orang yang beriman mempunyai keseimbangan , hatinya
tentram(mutmainah), dan jiwanya tenang(sakinah), seperti dijelaskan firman
Allah:
..(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram
dengan mengingat Allah. Ingatlah,hanya dengan mengingat Allah hati
menjadi tentram (Ar-Rad,13:28)
e. Iman dan taqwa mewujudkan kehidupan yang baik (hayatan tayyibah)
Kehidupan manusia yang baik adalah kehidupan orang yang selalu melakukan
kebaikan dan mengerjakan perbuatan yang baik. Hal ini dijelaskan dalam firman
Allah :
Barang siapa yang mengerjakan amal shaleh baik laki-laki maupun
perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami
berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri
balasan kepada mereka dengan pahal yang lebih baik dari apa yang mereka
kerjakan. (An Nahl, 16:97)
f. Iman dan taqwa melahirkan sikap ikhlas dan konsekuen
Iman memberi pengaruh pada seseorang untuk selalu berbuat ikhlas, tanpa
pamrih , kecuali keridaan Allah. Orang yang beriman senantiasa konsekuen
dengan apa yang telah diikrarkannya, baik dengan lidahnya maupun dengan
hatinya. Ia senantiasa berfirman pada firman Allah:
Katakanlah : Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku
hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. (Al-Anaam, 6:162)

g. Iman dan taqwa memberikan keberuntungan


Orang yang beriman selalu berjalan pada arah yang benar karena Allah
membimbing dan mengarahkan pada tujuan hidup yang hakiki. Dengan
demikian orang yang beriman adalah orang yang beruntung dalam hidupnya.
Hal ini sesuai dengan firman Allah:
Mereka itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhan mereka, dan
merekalah orang-orang yang beruntung. (Al-Baqarah, 2:5)
h. Iman mencegah penyakit
Akhlak, tingkah laku, perbuatan fisik seorang mukmin, atau fungsi biologis
tubuh manusia mukmin dipengaruhi oleh iman.
Jika seseorang jauh dari prinsip-prinsip iman, tidak mengacuhkan azas moral
dan ahlak, merobek-robek nilai kemanusiaan dalam setiap perbuatannya, tidak
pernah ingat kepada Allah, maka orang yang seperti ini hidupnya akan dikuasai
oleh kepanikan dan ketakutan.
Hal itu akan menyebabkan tingginya hormon adrenalin dan persenyawaan
kimia lainnya. Selanjutnya akan menimbulkan pengaruh yang negatif terhadap
biologi tubuh serta lapisan otak bagian atas. Hilangnya keseimbangan hormon
dan kimiawi akan mengakibatkan terganggunya kelancaran proses metabolisme
zat dalam tubuh manusia. Pada waktu itulah timbullah gejala penyakit, rasa
sedih, dan ketegangan psikologis, serta hidupnya selalu dibayangi oleh
kematian.
Demikianlah pengaruh dan manfaat iman pada kehidupan manusia, ia bukan
hanya sekedar kepercayaan yang berada dalam hati, tetapi menjadi kekuatan
yang mendorong dan membentuk sikap perilaku hidup. Apabila suatu
masyarakat terdiri dari orang-orang yang beriman, maka akan terbentuk
masyarakat yang aman, tentram, damai, dan sejahtera

KESIMPULAN
Iman dan taqwa sangat penting di kehidupan modern, jika dalam kehidupan modern
yang serba canggih tidak menghiraukan lagi keimanan dan ketaqwaan kepada Allah maka
akan banyak timbul problem dan tantangan yang terjadi, baik dibidang ekonomi, social,
agama, maupun keilmuan itu sendiri.
Iman dan taqwa mempunyai peran antara lain:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Iman dan taqwa melenyapkan kepercayaan pada kekuasaan benda,


Iman dan taqwa menanamkan semangat berani menghadap maut
Iman dan taqwa menanamkan sikap self-help dalam kehidupan.
Iman dan taqwa memberikan ketenteraman jiwa.
Iman dan taqwa mewujudkan kehidupan yang baik (hayatan tayyibah).
Iman dan taqwa melahirkan sikap ikhlas dan konsekuen.
Iman dan taqwa memberi keberuntunganIman mencegah penyakit

Dapat disimpulkan, bahwa peran iman, diantaranya menghilangkan gangguan jiwa,


menumbuhkan keteguahan pendirian, menumbuhkan kekuatan pengendali hawa nafsu,
menumbuhkan tawakkal, menciptakan tekat berbuat baik dan berperan menciptakan rasa
cinta dan bahagia. Pegaruh kekuatan iman melahirkan akhlak dan moral dalam kehidupan
manusia, seperti jujur, adil dala segala situasi, diucapkan kebenaran walaupun terasa sangat
berat, ditegakkan kebenaran sekalipun berakibat merugikan dirinya dan keluarganya, bersikap
adil terhadap lawan sebagaimana bersikap adil di tengah-tengah kawan, masih banyak lagi
norma-norma luhur yang dicetuskan oleh kekuatan iman. Oleh karena itu sangat patut sekali
apabila dinyatakan bahawa iman dan taqwa adalah kunci pengalaman nilai-nilai luhur

DAFTAR PUSTAKA

1. Pengertian Iman dan Takwa


http://syahruddinchariik20.blogspot.co.id/2012/09/pengertian-iman-dantaqwa.html
2. Wujud Iman dan Taqwa
https://tafany.wordpress.com/2007/10/09/keimanan-ketakwaan-by-kel-ii-pls/
3. Proses Terbentuknya Iman dan Taqwa
http://klikjendeladunia.blogspot.co.id/2012/05/proses-terbentuknya-iman.html
4. Tanda Tanda Orang Beriman
http://cintaislam1.blogspot.co.id/2013/04/tanda-tanda-orang-yang-berimankepada.html
5. Korelasi dan Problematika Iman dan Taqwa

http://tugaskuliahseptian.blogspot.co.id/2010/06/keimanan-danketakwaan.html
6. Problematika tantangan dan resiko dalam kehidupan modern
o

o
o

Imtihana,aida.dkk.2009.Buku Ajar Mata Kuliah


Pengembangan Kepribadian Pendidikan Agama Islam Untuk
Perguruan Tinggi Umum.Palembang:Universitas Sriwijaya.
Labay,Mawardi.2000.Zikir dan Doa Iman Pengaman
Dunia.Jakarta:Al Mawardi Prima
http://google.search./implementasi.imandantaqwa .com

7. Iman dan taqwa menjawab problem dan tantangan kehidupan


modern
http://meyheriadi.blogspot.com/2011/02/pengertian-iman-dantaqwa.html

Anda mungkin juga menyukai