Anda di halaman 1dari 282

PENGENDALIAN PROSES

Disusun oleh
Ir. HERIYANTO, M.T.

Pengendalian
Proses

2010

Pengendalian
Proses

KATA PENGANTAR

Buku ini disusun dengan dua tujuan yaitu, sebagai buku pegangan kuliah mahasiswa dan
sebagai referensi bagi teknisi dan operator pabrik. Buku berisi konsep, prinsip, prosedur
dan perhitungan yang dipakai oleh ahli teknik atau teknisi untuk menganalisa, memilih,
merancang sistem pengendalian. Setelah memahami isi buku ini diharapkan dapat
memiliki pengetahuan dan pemahaman pengendalian proses sehingga mampu menerapkan
pada kondisi nyata.
Pengendalian proses umumnya sarat dengan matematika. Tetapi dalam buku ini
matematika tidak menjadi landasan utama, meskipun tidak dapat dihindari. Oleh sebab itu
pendekatan yang dilakukan bukan dengan analisis transformasi Laplace seperti yang biasa
dilakukan di hampir seluruh perguruan tinggi. Ini atas dasar pertimbangan, bahwa dalam
kondisi nyata, pada saat operator berhadapan langsung dengan sistem pengendalian di
pabrik, mereka tidak memerlukan analisis transformasi Laplace. Transformasi Laplace
hanya dipakai untuk pemodelan dan analisis sistem linier.
Sasaran pemakai buku ini adalah untuk mahasiswa Diploma III atau Politeknik
Jurusan Teknik Kimia dan Kimia Inudstri serta umumnya untuk mahasiswa dari bidang
yang berkaitan atau sedang mempelajari teknologi proses misalnya Teknik Mesin, Teknik
Energi, dan Teknik Refrigerasi.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Politeknik Negeri Bandung atas
Penyusunan Bahan Ajar dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi (Kurikulum 2007) yang
dibiayai dari DIPA tahun anggaran 2010, sehingga penulisan Buku Ajar ini dapat
dilaksanakan. Tidak lupa penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua fihak, baik
yang langsung maupun tidak langsung telah membantu penulisan buku ini. Penulis
menyadari sepenuhnya bahwa buku ini masih kurang sempurna. Oleh sebab itu segala
saran dan kritik yang bersifat membangun sangat dinantikan. Semoga buku ini bermanfaat.

Bandung, Juni 2010

Ir. Heriyanto, M.T.

DAFTAR ISTILAH

Gangguan yaitu besaran yang menyebabkan penyimpangan keadaan proses.


Mengendalikan (kata kerja) adalah memperoleh keadaan yang diinginkan dengan cara
mengatur variabel tertentu dalam sistem.
Offset adalah selisih antara nilai setpoint dan variabel proses setelah tercapat kondisi tunak
(steady state).
Pengendalian proses adalah cara memperoleh keadaan proses agar sesuai dengan yang
diinginkan.
Pengendalian umpan balik adalah pengendalian yang memakai variabel keluaran sistem
untuk mempengaruhi masukan dari sistem yang sama.
Pengendalian umpan maju (feedforward control) adalah pengendalian yang memakai
variabel masukan untuk mempengaruhi variabel masukan lain dalam sistem.
Proportional gain atau sensitivitas proporsional adalah perbandingan antara perubahan
sinyal kendali (u) dan perubahan error (e).
Proportional band (PB), yaitu persentase perubahan error atau pengukuran yang
menghasilkan perubahan sinyal kendali atau manipulated variable sebesar 100%.
Proses dalam kata pengendalian proses dan industri proses menunjuk pada cara
perubahan materi atau energi untuk memperoleh produk akhir.
Setpoint adalah nilai variabel proses yang diinginkan.
Sistem proses adalah rangkaian operasi yang menangani perubahan material dan/atau
energi secara fisiko-kimia sehingga diperoleh produk atau keadaan yang diingink.
Variabel keadaan adalah besaran yang menyatakan keadaan dinamik sistem
Variabel proses (process variable, PV) adalah besaran yang menyatakan keadaan proses.
Variabel pengendali atau variabel termanipulasi (manipulated variable, MV) yaitu
besaran yang dipakai untuk mengendalikan atau mempertahankan keadaan proses.

BAB-1 PENDAHULUAN

TUJUAN PEMBELAJARAN UMUM


Mengenal dasar-dasar pengendalian proses secara kualitatif.

TUJUAN PEMBELAJARAN KHUSUS


Setelah menyelesaikan bab ini, mahasiswa diharapkan dapat:
1.1 menjelaskan alasan mengapa proses perlu dikendalikan.
1.2 menjelaskan prinsip pengendalian proses
1.3 membedakan jenis pengendalian lingkar terbuka dan tertutup
1.4 menyebutkan hakikat utama tujuan pengendalian proses
1.5 menjelaskan kriteria pengendalian yang baik.

1.1 SISTEM PROSES DAN PENGENDALIAN


Sistem pengendalian banyak ditemui dalam kehidupan sehari-hari. Beberapa contoh
o
misalnya mempertahankan suhu tubuh 37 C oleh pusat kendali hipotalamus;
mempertahankan arah kendaraan bermotor dalam jalur yang benar; mempertahankan suhu
o
ruangan dalam kisaran 18 hingga 22 C; dan masih banyak lagi. Dalam industri proses,
sistem pengendalian bertujuan untuk mencapai kondisi proses agar diperoleh produk akhir
yang sesuai. Namun, apakah memang betul-betul diperlukan pengendalian proses? Proses
tidak perlu dikendalikan jika memang tujuan proses tercapai tanpa aksi pengendalian.
Contoh sederhana mempertahankan suhu air pada titik didih. Meskipun tanpa pengendalian
suhu air akan tetap. Sebaliknya, proses perlu dikendalikan jika untuk mencapai tujuan
o
perlu pengawasan terus-menerus. Misalnya mempertahankan suhu air pada 40 C dalam
kondisi lingkungan normal.
Proses dalam kata pengendalian proses dan industri proses menunjuk pada
cara perubahan materi atau energi untuk memperoleh produk akhir.
Dalam industri proses modern terdapat peralatan proses yang bekerja pada suhu
dan tekanan ekstrem. Rangkaian peralatan sudah sedemikian kompleks. Sementara kondisi
proses bersifat dinamik. Dari waktu ke waktu dapat berubah-ubah. Perubahan sedikit pada
kondisi proses bisa berakibat fatal. Inilah yang menjadi alasan mengapa diperlukan suatu
sistem pengendalian.
Mengendalikan (kata kerja) adalah memperoleh keadaan yang diinginkan
dengan cara mengatur variabel tertentu dalam sistem.
Sistem pengendalian atau sistem kontrol adalah susunan beberapa komponen yang
terangkai membentuk aksi pengendalian. Sistem pengendalian yang diterapkan dalam
teknologi proses disebut sistem pengendalian proses. Dalam bidang ini, pengendalian
proses diterapkan pada reaktor, penukar panas (heat exchanger), kolom pemisahan
(misalnya distilasi, absorpsi, ekstraksi), tangki penampung cairan, aliran fluida, dan masih
banyak lagi.

Pengendalian proses adalah cara memperoleh keadaan proses agar sesuai dengan yang diing

1.2 PERANAN PENGENDALIAN PROSES


Peranan pengendalian proses dalam pabrik kimia mecakup tiga kelompok yaitu keamanan
(safety), kehandalan operasi (operability), dan keuntungan eknomi (profitability).

1.2.1

Keamanan (safety)

Dalam kelompok ini, keamanan meliputi: keselamatan manusia, perlindungan peralatan,


dan perlindungan lingkungan.

(a)Keselamatan Manusia
Sistem pengendalian bertugas menjaga keselamatan kerja. Beberapa sistem proses
di pabrik memiliki kondisi operasi yang berbahaya bagi keselamatan manusia.
Kondisi operasi pada suhu dan tekanan tinggi dengan bahan kimia berbahaya
sangat berpotensi menimbulkan kecelakaan. Perlengkapan sistem alarm dan safety
valve dapat memperkecil kemungkinan kecelakaan akibat kondisi ekstrem
terlampaui.
(b)Perlindungan Peralatan
Sistem pengendalian bertugas mempertahankan batas aman operasi. Peralatan
industri biasanya mahal dan sulit diperoleh. Jika terjadi kondisi darurat, sistem
dapat melakukan penghentian (automatic shutdown) dan penguncian darurat
(automatic emergency interlock) sehingga kegagalan satu peralatan tidak menjalar
ke peralatan lain. Sistem ini selain melindungi peralatan juga melindungi manusia
dari kecelakaan.
(c) Perlindungan Lingkungan
Sistem pengendalian bertugas mempertahankan batas aman pencemaran. Proses
industri dapat menghasilkan bahan berbahaya bagi lingkungan. Kebocoran gas,
cairan, atau padatan beracun dan yang merusak lingkungan perlu dihindari. Gas-gas
yang berbahaya dan mudah terbakar disalurkan ke menara pembakar (flare). Jika
menara pembakar tidak mampu menangani, gas terpaksa dibuang ke atmosfer
melalui pressure safety valve untuk menghindari kondisi ekstrem yang
membahayakan peralatan dan manusia.

1.2.2

Kehandalan Operasi (operability)

Kehandalan operasi meliputi ketahanan terhadap gangguan produktivitas dan kualitas


produk. Sistem pengendalian proses harus mampu menekan pengaruh gangguan sehingga
dapat mempertahankan kondisi operasi yang mantap (steady operation) dalam batas
operasional (operational constraint). Dengan perkataan lain, pengendalian proses mampu
memperkecil keragaman kualitas dan produktivitas. Kualitas dan produktivitas sesuai
spesifikasi dengan tingkat keragaman (variability) sekecil mungkin.

1.2.3

Keuntungan Ekonomi (profitability)

Keuntungan ekonomi menjadi tujuan akhir dari proses produksi. Proses yang tidak aman
dengan kondisi operasi tidak optimal, akan memperkecil keuntungan. Oleh sebab itu
sistem pengendalian bertujuan menghasilkan kondisi operasi optimum. Ini mengandung

arti kuantitas dan kualitas produk utama (yield) maksimum dengan biaya produksi
minimum.
Kuantitas dan kualitas (atau spesifikasi) produk ditetapkan oleh permintaan pasar.
Jika terjadi penyimpangan dari spesifikasi akan menurunkan nilai jual produk. Misalnya,
spesifikasi produk dengan batas maksimum pengotor, maksimum viskositas, minimum
ketebalan, minimum konsentrasi, dsb.
Pengendalian proses bekerja untuk menghasilkan kualitas produk sedekat mungkin
dengan batas spesifikasi agar keuntungan maksimum. Pada proses tanpa pengendalian

keragaman produk lebih besar. Sehingga rata-rata kualitas produk lebih jauh dari
spesifikasi agar tidak ada produk yang keluar batas. Sebaliknya dengan pengendalian
proses yang baik, produk lebih seragam, sehingga rata-rata kualitas produk bisa lebih dekat
dengan batas spesifikasi.

Keamanan (safety). Menjaga dan mempertahankan batas aman keselamatan kerja, operasi, dan
Kehandalan operasi (operability). Mempertahankan kondisi tetap mantap dalam batas operasio
Keuntungan (profitability): proses berjalan optimum dengan keuntungan maksimum.

Batas spefisikasi

Rata-rata produk

Waktu
(a) Tanpa Pengendalian

Keuntungan

Keuntungan

Semua tujuan pengendalian proses seperti yang telah diuraikan adalah untuk pabrik
secara keseluruhan. Sementara itu, pengendalian pabrik kimia dapat dirinci ke dalam
pengendalian unit-unit proses atau operasi secara individual. Oleh sebab itu pembahasan
dalam buku ini difokuskan pada metode pengendalian untuk variabel proses individual.

Batas spefisikasi

Rata-rata produk

Waktu
(b) Dengan Pengendalian

Gambar 1.1 Peranan pengendalian dalam industri proses.

1.3 PRINSIP PENGENDALIAN PROSES


Langkah pertama dalam memahami pengendalian proses dapat dimulai dengan
mempelajari contoh proses pemanasan dalam alat penukar panas seperti dilukiskan pada
gambar 1.2. Tujuan proses adalah memanaskan aliran minyak hingga suhu tertentu.
Minyak dingin masuk penukar panas dan dipanaskan oleh aliran air panas. Suhu minyak
keluar menunjukkan hasil kerja proses pemanasan. Oleh sebab itu suhu minyak keluar
disebut sebagai nilai proses (process value), variabel proses (process variable), atau
variabel keluaran (output variable) sistem proses.

Pada proses pemanasan, minyak dingin menjadi panas karena terjadi perpindahan
panas dari aliran air panas ke minyak dingin. Proses ini dipengaruhi oleh: (1) laju aliran
minyak masuk, (2) suhu minyak masuk, (3) laju alir air panas, (4) suhu air panas, dan (5)
kehilangan panas ke lingkungan. Dengan kata lain, suhu minyak keluar dipengaruhi oleh
ke lima besaran tersebut. Ke lima besaran itu sebagai variabel masukan sistem proses yaitu
besaran yang mempengaruhi variabel keluaran (suhu minyak keluar).

Gambar 1.2 Proses pemanasan cairan dalam penukar panas

Laju dan suhu aliran minyak masuk serta kehilangan panas bersifat membebani
proses, sehingga disebut beban proses. Perubahan pada beban bersifat sebagai gangguan
beban (load disturbance) atau variabel gangguan beban. Berbeda dengan ketiganya,
perubahan suhu air panas bersifat sebagai gangguan murni (bukan beban proses) karena
bertindak sebagai pemanas. Sedangkan laju alir air panas yang digunakan sebagai
pengendali suhu disebut sebagai variabel pengendali atau termanipulasi (manipulated
variable).

Gambar 1.3 Diagram blok sistem proses pemanasan minyak.

Pengendalian proses bertujuan menjaga suhu minyak keluar (variabel proses) pada
nilai yang diinginkan (setpoint). Ini dilakukan karena adanya gangguan yang berupa
perubahan suhu aliran air panas, laju aliran minyak masuk, suhu minyak masuk, dan/atau
kehilangan panas. Suhu minyak keluar disebut juga sebagai variabel terkendali (controlled
variable) karena nilainya dikendalikan.
Mekanisme pengendalian dimulai dengan mengukur suhu minyak keluar. Hasil
pengukuran dibandingkan dengan nilai yang diinginkan (setpoint). Berdasar perbedaan

keduanya ditentukan tindakan apa yang akan dilakukan. Bila suhu minyak keluar lebih
rendah dibanding suhu yang diinginkan, maka laju aliran air panas diperbesar. Dan
sebaliknya, laju aliran air panas diperkecil. Mekanisme demikian disebut pengendalian
umpan balik (feedback control).

Pada pengendalian otomatik, yang menjalankan mekanisme pengendalian


diperankan oleh instrumen. Instrumen yang diperlukan dalam pengendalian suhu adalah
unit pengukuran suhu (berisi sensor dan transmitter suhu), pengendali suhu (temperature
controller) dan katup kendali (control valve). Ketiga komponen ini bersama dengan sistem
proses (penukar panas) membentuk lingkar pengendalian umpan balik (feedback control
loop) atau sistem lingkar tertutup (closed-loop system). Mekanisme pengendalian lingkar
tertutup dapat dijelaskan melalui gambar 1.4.

(a)

(b)

Gambar 1.4 Pengendalian umpan balik pada proses pemanasan cairan.


(a) Hubungan antar komponen sistem pengendalian.
(b) Diagram instrumentasi pengendalian.

Sensor mengindera variabel proses (suhu minyak keluar, T). Informasi suhu dari
sensor selanjutnya diolah oleh transmitter dan dikirimkan ke pengendali dalam bentuk
sinyal listrik atau pneumatik. Dalam pengendali, variabel proses terukur dibandingkan
dengan setpoint (Tr). Perbedaan antara keduanya disebut error (e). Berdasar besar error,
lamanya error, dan kecepatan error, pengendali suhu (temperature controller) melakukan
perhitungan sesuai algoritma kendali untuk menghasilkan sinyal kendali (controller output,
u) yang berupa sinyal listrik atau pneumatik yang dikirimkan ke elemen kendali akhir
(final control element biasanya berupa katup kendali atau control valve). Perubahan pada
sinyal kendali menyebabkan perubahan bukaan katup kendali. Perubahan ini menyebabkan
perubahan manipulated variable (laju alir air panas, S). Jika perubahan manipulated
variable dalam arah dan nilai yang benar, maka variabel proses terukur dapat dijaga pada
nilai setpoint. Dengan cara demikian akan tercapai tujuan pengendalian.
Pengendalian umpan balik adalah pengendalian yang memakai variabel
keluaran sistem untuk mempengaruhi masukan dari sistem yang sama.

Prinsip pengendalian suhu tersebut di atas berlaku umum untuk semua


pengendalian proses umpan balik. Di sini terdapat empat fungsi dasar, yaitu: mengukur
(measurement), membandingkan (comparision), menghitung (computation, decision, atau
evaluation) dan mengoreksi (correction atau action).

Tabel 1.1 Contoh empat fungsi dasar pengendalian.


Mengukur
Suhu cairan
keluar (T)

Membandingkan
Suhu T dengan
nilai setpoint (Tr)

Menghitung
Jika T > Tr perkecil pemanas
Jika T < Tr perbesar pemanas

Mengoreksi
Perkecil bukaan katup
Perbesar bukaan katup

Gambar 1.5 Diagram blok proses pemanasan minyak dalam penukar panas
Keterangan
Tr setpoint (suhu minyak yang diinginkan)
F laju alir minyak masuk
To suhu minyak masuk
T suhu minyak keluar (variabel terkendali)
Th suhu air panas
Tm suhu minyak keluar terukur
S laju air panas (manipulated variable)
e error (= Tr Tm)
u sinyal kendali (controller output)

Diagram blok pengendalian proses pemanasan minyak dingin dengan penukar


panas dilukiskan pada gambar 1.5. Termokopel (sebagai sensor) mengukur variabel proses
terukur (suhu minyak keluar) kemudian dikirimkan oleh transmitter dan diumpan-balikkan
ke pengendali. Sinyal pengukuran yang diumpan-balikkan dikurangkan dari setpoint untuk
menghasilkan error. Oleh pengendali, error dihitung melalui algoritma tertentu untuk
menghasilkan sinyal kendali (controller signal atau controller output). Sinyal kendali
dipakai untuk melakukan aksi mekanik katup kendali yang akan mengubah manipulated
variable. Perubahan manipulated variable dipakai untuk menjaga variabel proses terukur
pada nilai setpoint dari adanya perubahan pada variabel gangguan.

1.3.1

Pengendalian Lingkar Tertutup, Lingkar Terbuka dan Manual

Terdapat dua metode pengendalian, yaitu pengendalian umpan balik (feedback control)
dan umpan maju (feedforward control). Pengendalian umpan balik bekerja berdasar
perubahan variabel proses terkendali yaitu penyimpangan variabel proses terhadap
setpoint. Sedangkan pengendalian umpan maju bekerja berdasar perubahan gangguan yang
masuk sistem.
Pengendalian umpan balik yang dilakukan oleh instrumen kendali disebut
pengendalian lingkar tertutup (closed loop control) atau pengendalian otomatik. Jika tidak
ada umpan balik oleh instrumen kendali, disebut pengendalian lingkar terbuka (open loop
Pengendalian
Proses

10

control). Besar nilai sinyal kendali yang dikirimkan ke elemen kendali akhir ditetapkan
berdasar perhitungan atau skala kebutuhan proses. Pada pengendalian lingkar terbuka
(open loop control) jika tindakan umpan balik dilakukan oleh manusia, disebut
pengendalian manual (manual control). Perlu ditegaskan, pada pengendalian manual, tetap

Pengendalian
Proses

11

terjadi mekanisme umpan balik. Peran pengendali digantikan oleh operator (manusia).
Operator melihat variabel proses terkendali, membandingkan dengan nilai yang diinginkan
dan akhirnya memutuskan untuk memperbesar atau memperkecil bukaan katup kendali.
Posisi manual diperlukan pada saat mengatur parameter pengendali ketika penalaan
(tuning). Pergantian dari otomatik ke manual juga umum dikerjakan pada saat darurat,
bilamana pengendali menimbulkan masalah kestabilan operasi.

1.3.2

Pengendalian Umpan Maju

Instrumen yang diperlukan dalam pengendalian umpan maju adalah unit pengukuran
gangguan (sensor dan transmitter), pengendali (controller) dan katup kendali (control
valve). Susunan ketiga komponen ini bersama dengan sistem proses (misalnya penukar
panas) membentuk lingkar pengendalian umpan maju (feedforward control loop).
Mekanisme pengendalian umpan dapat dijelaskan melalui gambar 1.7.
Pengendalian umpan maju (feedforward control) adalah pengendalian yang
memakai variabel masukan untuk mempengaruhi variabel masukan lain dalam sistem.

Gambar 1.7 Diagram instrumentasi pengendalian umpan maju pada proses pemanasan
(FT flow transmitter dan TT temperature transmitter).

Prinsip pengendalian umpan maju dimulai dari mengukur gangguan, mengevaluasi


dan selanjutnya melakukan koreksi besar variabel pengendali. Sensor-sensor FT dan TT
berturut-turut menerima rangsangan dari gangguan yaitu laju alir cairan masuk, suhu cairan
masuk, dan suhu pemanas. Informasi tersebut selanjutnya diolah oleh pengendali umpan
maju. Dalam pengendali, dilakukan perhitungan untuk menentukan laju aliran pemanas
(manipulated variable) yang dibutuhkan berdasar perubahan beban atau gangguan yang

terjadi. Hasil perhitungan dikirimkan ke katup kendali agar dapat mengalirkan aliran
pemanas sesuai kebutuhan.
Pengendalian umpan maju tidak mengukur variabel proses melainkan gangguan.
Padahal tidak semua gangguan dapat atau mudah diukur. Sebagai contoh, kehilangan
panas ke lingkungan termasuk besaran yang sukar diukur. Karena tidak semua gangguan

dapat diukur, maka hasil pengendalian umpan maju tidak terlalu bagus. Lebih jauh, tidak
ada jaminan bahwa nilai variabel proses sama dengan setpoint. Oleh sebab itu
pengendalian umpan maju hampir selalu dipakai bersama pengendalian umpan balik.
Pengendalian umpan balik bertugas mengantisisapi gangguan tak terukur serta memastikan
nilai variabel proses sesuai yang diharapkan. Pengendalian umpan maju dipakai untuk
mengantisipasi gangguan sebelum berpengaruh ke variabel proses. Satu-satunya
keunggulan pengendalian umpan maju adalah kestabilan sistem.

Gambar 1.8 Diagram blok pengendalian umpan maju pada proses pemanasan.
Keterangan
S aliran pemanas sebagai manipulated variable
F laju alir cairan masuk
To suhu cairan masuk
u sinyal kendali (controller output)
Th suhu aliran pemanas

1.4 TANGGAPAN TRANSIEN SISTEM PENGENDALIAN


Dalam sistem pengendalian umpan balik, variabel proses terkendali dipengaruhi oleh
setpoint dan beban (gangguan). Perubahan setpoint dapat dilakukan oleh operator atau
pengendali lain. Sedangkan beban dapat berubah secara acak tergantung sistem proses dan
lingkungannya. Jika terjadi perubahan setpoint atau beban, idealnya nilai variabel proses
terkendali selalu sama dengan setpoint. Tetapi kondisi demikian tidak selalu dapat
diperoleh. Variabel proses mungkin akan mengalami beberapa cara perubahan, yaitu:
sangat teredam (overdamped), redaman kritik (critically damped), teredam (underdamped),
osilasi kontinyu (sustained oscillation), atau tidak stabil (amplitudo membesar).
Tanggapan tanpa osilasi bersifat lambat namun stabil. Tanggapan redaman kritik
merupakan batas mulai terjadi osilasi teredam. Sedangkan tanggapan osilasi teredam
mengalami sedikit gelombang di awal perubahan, dan selanjutnya amplitudo mengecil dan
akhirnya hilang. Tanggapan ini cukup cepat meskipun sedikit terjadi ketidakstabilan. Pada
tanggapan dengan osilasi kontinyu, variabel proses secara terus menerus bergelombang

dengan amplitudo dan frekuensi yang tetap. Terakhir, tanggapan tak stabil, memiliki
amplitudo membesar. Kondisi denikian sangat berbahaya karena dapat merusak sistem
keseluruhan.

Gambar 1.9 Bentuk respons variabel proses pada perubahan nilai setpoint.

Dari keempat kemungkian tadi, yang paling dihindari, bahkan sama sekali tidak
boleh terjadi adalah tanggapan tidak stabil (amplitudo membesar). Sedangkan tanggapan
osilasi kontinyu dalam beberapa hal masih bisa diterima, meskipun cukup berbahaya.

1.5 TUJUAN PENGENDALIAN


Tujuan ideal pengendalian proses adalah mempertahankan nilai variabel proses agar sama
dengan nilai yang diinginkan (setpoint). Tetapi tujuan tersebut sering tidak dapat atau
sukar dipenuhi karena keterbatasan operasi dan kemampuan sistem pengendalian. Oleh
sebab itu, tujuan praktis atau tujuan nyata pengendalian proses adalah mempertahankan
nilai variabel proses di sekitar nilai yang diinginkan dalam batas-batas yang ditetapkan.
Namun perlu diingat bahwa hakikat utama pengendalian proses dalam industri adalah
untuk memperoleh hasil akhir proses produksi agar sesuai target. Makna dari pernyataan
ini adalah, satu atau beberapa nilai variabel proses mungkin perlu dikorbankan sematamata untuk mencapai tujuan yang lebih besar yaitu hasil akhir proses produksi.
Tujuan Ideal
Mempertahankan nilai variabel proses agar sama dengan setpoint.
Tujuan Praktis
Mempertahankan nilai variabel proses di sekitar setpoint dalam batas yang ditetapkan.

Tujuan pengendalian erat berkaitan dengan kualitas pengendalian yang didasarkan


atas tanggapan variabel proses bila ada perubahan setpoint atau beban. Jika terjadi
perubahan setpoint atau beban, variabel proses diharapkan:
secepat mungkin mencapai kondisi mantap (settling time sekecil mungkin);
setepat mungkin mencapai setpoint (offset sekecil mungkin); dan
sekecil mungkin terjadi osilasi (maximum error sekecil mungkin).
Kualitas pengendalian
Setelah terjadi perubahan beban atau sepoint, diharapkan;
settling time sekecil mungkin (cepat)
offset sekecil mungkin (tepat)
maximum error sekecil mungkin (stabil)

1.6 KRITERIA KUALITAS PENGENDALIAN


Evaluasi kinerja sistem pengendalian memerlukan dua hal, yaitu jenis uji dan kriteria yang
tepat. Jenis uji yang sering dipakai adalah dengan cara mengubah nilai setpoint atau beban
(step response test). Dari hasil uji, selanjutnya dianalisa apakah memenuhi kriteria atau
tidak. Kriteria yang umum dipakai adalah: redaman seperempat amplitudo, redaman kritik,
dan nilai minimum dari integral galat absolut (integral absolute error, IAE).
Kriteria Redaman Seperempat Amplitudo
Kriteria ini cukup populer, sebab mampu mengakomodasikan ketiga tujuan
pengendalian sebagaimana tersebut di atas. Arti kriteria ini adalah, besar amplitudo
berikutnya adalah seperempat dari sebelumnya. Atau decay ratio sebesar 0,25.

Gambar 1.10. Tanggapan sistem pengendalian lingkar tertutup pada perubahan setpoint.

Gambar 1.11. Tanggapan sistem pengendalian lingkar tertutup pada perubahan beban.

Kriteria Nilai Minimum dari Integral Galat (Error) Absolut


Kriteria integral galat (error) absolut menunjukkan luas total galat (error). Kriteria
IAE lebih disukai di kalangan praktisi industri karena kemudahan dalam mengukur.

Gambar 1.12. Kriteria redaman seperempat amplitudo dan IAE.

Kriteria Redaman Kritik


Kriteria ini dipakai variabel proses tidak boleh melebihi batas spesifikasi yang
ditetapkan. Kondisi redaman kritik merupakan batas osilasi teredam.

1.7 PERANCANGAN SISTEM PENGENDALIAN


Perancangan sistem pengendalian sebenarnya tidak bisa dilepaskan dari perancangan
proses. Sebab sistem proses yang telah dibangun tanpa mempertimbangkan metode
pengendaliannya tidak dapat menghasilkan kinerja yang baik. Antara kebutuhan
pengendalian dan proses kadang-kadang bertentangan. Sebagai contoh, katup kendali yang
dipakai mengatur laju alir fluida. Bagi proses, katup sebaiknya mempunyai hambatan
sekecil mungkin, sehingga menghemat energi. Sebaliknya bagi pengendalian proses, katup
sebaiknya mempunyai hambatan besar, agar dapat dicapai pengendalian yang baik.
Langkah perancangan sistem pengendalian sekaligus bisa dijadikan urutan
pembelajaran. Langkah pertama adalah memperoleh model proses baik dari analisis
matematika maupun empirik melalui identifikasi sistem. Dari model proses diperoleh
parameter proses atau diubah ke dalam bentuk fungsi transfer (transformasi Laplace atau
z). Atas dasar model proses dianalisis perilaku dinamik atau digunakan untuk sintesis
pengendalian. Bagaimana respon model terhadap masukan dapat dipelajari. Dari hasil
analisis dapat ditentukan batas-batas dan cara mengendalikan. Sintesis sistem pengendalian
dibuat dari model proses dengan kriteria yang ditetapkan. Hasilnya dianalisa apakah
memenuhi kinerja yang diinginkan atau tidak. Pada saat ini dapat ditentukan parameter

pengendali yang cocok. Bilamana hasilnya tetap belum memuaskan tetapi masih
memungkinkan dari sisi teknologi dan ekonomi, perlu dicari strategi pengendalian lain
yang lebih kompleks.

Sistem fisik
sebenarnya

PEMODELAN
MATEMATIKA

Model
teoritik

TRANSFORMASI
(LAPLACE atau Z)

Fungsi transfer

IDENTIFIKASI
SISTEM

Model
empirik

ANALISIS
DINAMIKA
Perilaku sistem
SINTESIS
PENGENDALIAN
Sistem pengendalian

Implementasi
pengendalian
proses

PENALAAN
PARAMETER

Perilaku
dinamik
ANALISIS SISTEM
PENGENDALIAN

Gambar 1.13 Diagram langkah perancangan atau pembelajaran pengendalian proses.

1.8 TERMINOLOGI
Variabel keadaan adalah besaran yang menyatakan keadaan dinamik sistem
Variabel proses (process variable, PV) adalah besaran yang menyatakan keadaan proses.
Variabel Terkendali (controlled variable) adalah variabel yang secara langsung
dikendalikan.
Variabel Tak Dikendalikan (uncontrolled variable) adalah variabel proses yang tidak
dikendalikan atau tidak langsung dikendalikan.
Variabel pengendali atau variabel termanipulasi (manipulated variable, MV) yaitu
besaran yang dipakai untuk mengendalikan atau mempertahankan keadaan proses.
Gangguan adalah besaran yang menyebabkan penyimpangan keadaan proses.

Beban (load) atau gangguan beban (load disturbance) adalah besaran yang membebani
proses dalam mencapai tujuan.
Setpoint, Titik Setel, atau Nilai Acuan (reference) adalah nilai variabel proses yang
diinginkan atau nilai acuan variabel proses

SOAL-SOAL
A. ULANGAN
1. Apa peranan pengendalian proses di pabrik kimia?
2. Perhatikan pengendalian suhu pada setrika listrik.
(a) Apa yang dikendalikan?
(b) Apa yang dipakai mengendalikan?
(c) Jelaskan mekanisme kerja pengendaliannya!
3. Apa hakikat utama dan tujuan pengendalian proses?
4. Apa arti kriteria redaman seperempat amplitudo, redaman kritik, dan IAE?

B. PILIHAN GANDA
Pilih satu jawab yang benar.
1. Hal berikut bukan merupakan sebab mengapa proses perlu dikendalikan,
A. Agar PV sesuai yang diinginkan
B. Agar MV di sekitar 50%
C. Keamanan proses
D. Efisiensi energi
2. Hal berikut bukan alasan mengapa perlu pengendalian proses
A. proses berlangsung aman
B. operasi berlangsung halus (tidak berfluktuasi)
C. keuntungan yang besar
D. variabel pengendali tidak berfluktuasi
3. Tersebut di bawah alasan sistem proses perlu dikendalikan, kecuali
A. nilai variabel proses tetap
B. nilai manipulated variable tetap
C. nilai variabel proses dan setpoint sama
D. energi minimum
4. Arti kriteria redaman seperempat amplitudo adalah
A. perbandingan puncak dan puncak yang berurutan = 0,25
B. perbandingan puncak dan lembah yang berurutan = 0,25
C. perbandingan lembah dan puncak yang berurutan = 0,25
D. persentase overshoot = 25%
5. Kriteria kontrol yang menunjukkan error maksimum adalah
A. settling time
B. offset
C. overshoot dan offset
D. overshoot
6. Kriteria kontrol meliputi besaran yang berkaitan dengan ketepatan respons adalah
A. overshoot
B. settling time
C. offset

D. offset dan settling time

7. Kriteria kontrol meliputi besaran:


(1) overshoot,
(2) settling time, dan
(3) offset.
Dari ketiga besaran, yang menunjukkan kecepatan respon adalah
A. 1
B. 2
C. 3
D. 1 dan 3
8. Diameter maksimum produk 0,5 mm. Kriteria pengendalian yang cocok adalah
A. redaman seperempat amplitudo
B. redaman kritik
C. nilai minimum dari integral error absolut
D. redaman seperempat amplitudo dan redaman kritik
9. Sistem pengendalian dilakukan dengan mengatur besar manipulated variable tanpa
mengukur variabel proses. Ini adalah sistem pengendalian...
A. umpan balik
B. lingkar tertutup
C. lingkar terbuka
D. otomatik
10. Pada contoh pengendalian proses yang telah dibahas, ternyata suhu aliran proses keluar
dipengaruhi oleh kehilangan panas ke lingkungan. Maka kehilangan panas termasuk...
A. variabel proses
B. manipulated variable
C. error
D. gangguan beban

BAB-2

INSTRUMEN SISTEM PENGENDALIAN


Instrumen atau piranti utama dalam pengendalian proses adalah: sensor, transmiter,
pengendali, transduser/konverter (bila diperlukan), dan katup kendali. Pada pengendali
pneumatik, seluruh sinyal pengendalian memakai tekanan udara. Sehingga insteumen
pengendalian hanya terdiri atas tiga macam. Sensor/transmiiter, pengendali, dan katup
kendali pneumatik. Berbeda dengan sistem pengendalian pneumatik, pada pengendali
elektronik, sinyal pengendalian memakai arus listrik. Oleh karena katup kendali biasanya
jenis pneumatik, maka diperlukan konverter atau transduser I/P (arus ke pneumatik).
Sehingga instrumen yang diperlukan adalah: sensor/transmiiter, pengendali, transduser I/P,
dan katup kendali pneumatik.

Gambar 2.1 Instrumen atau piranti pengendali pneumatik.

Gambar 2.2 Instrumen atau piranti pengendali elektronik.

1.8.1

Unit Pengukuran

Unit pengukuran berfungsi mengubah informasi besaran fisik terukur (variabel proses)
menjadi sinyal standar. Unit ini terdiri atas dua bagian besar yaitu sensor dan transmiter.
Sensor (elemen perasa atau pengindera) adalah piranti yang merespon rangsangan
fisik. Sensor berhubungan langsung atau paling dekat berhubungan dengan variabel
proses. Disebut dengan detecting element (elemen pendeteksi) atau elemen primer.

Transmiter yaitu piranti yang berfungsi mengubah energi atau informasi yang
datang dari sensor menjadi sinyal standar. Dua macam sinyal standar yang sering
dapat dipakai yaitu sinyal listrik dan pneumatik.

Tabel 2.1 Sinyal standar dalam pengendalian proses.


NILAI
NILAI
SINYAL
MINIMUM
MAKSIMUM
Pneumatik
3 psi(g)
15 psi(g)
(udara tekan)
20 kPa(g)
100 kPa(g)
Listrik

4 mA

20 mA

Umum

0%

100%

SIMBOL

Dalam beberapa hal lebih sederhana dengan memasukkan sensor dalam blok transmiter.
Sehingga dalam arti sempit, transmiter adalah instrumen yang mengukur besaran fisik dan
mengirimkannya dalam bentuk sinyal pengukuran standar. Bila besaran fisik bertambah

besar, maka sinyal pengukuran juga akan bertambah besar (bersifat direct acting).
(a) Gambar lengkap

(b) Penyederhanaan gambar (sensor termasuk dalam


transmiter).

Gambar 2.3 Unit pengukuran terdiri atas sensor dan transmiter.

Pengendalian
Proses

20

1.8.2

Unit Kendali Akhir

Unit kendali akhir bertugas menerjemahkan sinyal kendali menjadi aksi atau tindakan
koreksi melalui pengaturan variabel pengendali atau variabel termanipulasi. Unit ini terdiri

Pengendalian
Proses

21

atas dua bagian besar, yaitu actuator dan elemen regulasi. Actuator atau penggerak adalah
piranti yang mampu melakukan aksi fisik. Fungsinya mengubah sinyal kendali menjadi
pengaturan fisik untuk pengendalian variabel proses. Jenis penggerak yang penting dalam
industri proses adalah pneumatik, elektrik, dan hidrolik. Katup kendali (control valve)
merupakan unit kendali akhir yang paling banyak dipakai di industri kimia. Piranti ini
terdiri atas penggerak (actuator) dan katup (valve). Sebagai energi penggerak adalah udara
tekan (pneumatik). Meskipun demikian kadang-kadang memakai penggerak listrik, baik
motor listrik (motorized valve) maupun solenoida (solenoide valve). Bukaan katup diatur
oleh penggerak.

Gambar 2.4 Penggerak (actuator) dan elemen regulasi.

Fungsi katup kencali adalah mengatur laju alir. Prinsipnya adalah bertindak sebagai
penyempitan variabel (variable restriction) dalam perpipaan proses. Dengan mengubah
bukaan akan mengubah hambatan, sehingga laju alir berubah. Gambar 2.12 dan 2.13
manampilkan sebuah katup kencali dengan penggerak pneumatik jenis air-to-close. Sinyal
kendali 4-20 mA yang berasal dari pengendali elektronik memerlukan sebuah transduser
yang mengubah sinyal arus ke tekanan udara (I/P) yaitu mengubah sumber udara tekan 20-

25 psig (140-170 kPa) menjadi 3-15 psig (20 - 100 kPa).


Gambar 2.5 Katup kendali pneumatik.

Gambar 2.6 Rangkaian unit kendali akhir.

Gambar 2.7 Sketsa dan simbol katup kendali pneumatik.


(FO fail-open, FC fail-closed).

Penggerak pneumatik berisi diafragma yang terbuat dari karet sintetis (misalnya
neoprena) dan pegas. Tekanan udara dari atas atau bawah diafragma akan melawan gaya
pegas. Gerakan penuh stem terjadi pada rentang tekanan udara 3-15 psig. Oleh tekanan
udara yang dikenakan pada diafragma stem bergerak dan katup membuka atau menutup.
Berdasar aksi katup oleh adanya perubahan tekanan udara, katup kencali dibedakan
menjadi dua macam, yaitu air-to-open (AO) atau disebut fail-closed (FC) dan air-to-close
(AC) atau disebut fail-open (FO). Pada jenis air-to-open, katup akan membuka jika
mendapat tekanan udara. Atau dengan kata lain, bila terjadi kegagalan pasokan udara
hingga tekanan jatuh ke minimum, katup akan menutup. Sebaliknya, pada jenis air-toclose, katup akan menutup jika mendapat tekanan udara. Atau dengan kata lain, bila
terjadi kegagalan pasokan udara hingga tekanan jatuh ke minimum, katup akan
membuka.
Berdasar aksi penggerak (actuator) oleh adanya perubahan tekanan udara, katup
kendali dibedakan menjadi dua macam, yaitu: direct acting dan reverse acting. Pada
modus direct acting, sinyal tekanan udara masuk dari atas. Dengan kenaikan sinyal
tekanan udara, stem bergerak ke bawah. Sebaliknya, pada modus reverse acting, sinyal
masuk dari bawah. Dengan kenaikan sinyal tekanan udara, stem bergerak ke atas.
Di kalangan praktisi industri telah berlaku kaidah umum bahwa kenaikan stem
berarti katup membuka. Operator lebih berminat untuk mengetahui dan mengatur posisi
katup, dan bukan nilai sinyal kendali. Sehingga nilai sinyal kendali 0% pada tampilan
panel kendali selalu berarti katup kendali menutup, dan 100% membuka penuh, tanpa
peduli jenis katup kendali. Oleh sebab itu jenis katup kendali yang populer adalah jenis
direct acting air-to-close dan reverse acting air-to-open.
Kenaikan stem katup kendali, berarti katup membuka.
Sinyal kendali 0 % berarti katup menutup, dan 100% katup membuka penuh

1.8.3

Unit Pengendali

Unit pengendali merupakan "otak" sistem dalam pengendalian. Pengendali adalah piranti
yang melakukan perhitungan atau evaluasi nilai error menurut algoritma kendali. Evaluasi
yang dilakukan berupa operasi matematika seperti, penjumlahan, pengurangan, perkalian,
pembagian, integrasi dan diferensiasi. Hasil evaluasi berupa sinyal kendali yang dikirim ke
unit kendali akhir. Sinyal kendali berupa sinyal standar yang serupa dengan sinyal
pengukuran.

Gambar 2.8 Skema dasar unit pengendali.

Pengendali paling tidak memiliki tampilan nilai variabel proses (PV), pengatur dan
tampilan setpoint (SP), pengatur dan tampilan nilai variabel pengendali (MV), serta sakelar
AUTO/MANUAL. Yang terakhir merupakan satu sakelar penting. Sakelar ini menentukan
operasi pengendali. Ketika sakelar pada posisi AUTO (otomatik), sinyal kendali diperoleh
dari hasil pengolahan nilai error. Ketika sakelar pada posisi MANUAL, pengendali
menghentikan pengolahan. Sinyal kendali diperoleh dari penyetelan manual oleh operator.
Hanya dalam posisi auto pengendali memberi manfaat pengendalian proses.
Penentuan aksi algoritma pengendali, memerlukan pengetahuan bagaimana
kebutuhan proses yang dikendalikan dan aksi katup kendali (control valve). Kedua
pengetahuan tersebut mutlak harus dimiliki. Ahli proses dapat bertanya kepada diri sendiri,
misalnya, apa aksi pengendali yang tepat untuk pengendalian tinggi permukaan cairan jika
dipakai katup air-to-close dengan aliran keluar sebagai variabel pengendali. Aksi
pengendali biasanya dapat disetel dengan sakelar pada sisi panel pengendali pneumatik
atau elektronik.

Blok algoritma kendali dapat berupa perangkat keras atau perangkat lunak. Sinyal
kendali yang diperoleh selanjutnya diproses menjadi sinyal kendali standar (4 - 20 mA
DC). Hubungan antara pengukuran dan sinyal kendali bergantung pada modus langsung
(direct acting) atau berlawanan (reverse acting).

Tabel 2.2 Aksi pengendali.


Aksi

Variabel Proses (PV)

Variabel Pengendali (MV)


atau Sinyal Kendali

Direct acting
Reverse acting

Naik | Turun
Naik | Turun

Naik | Turun
Turun | Naik

Tabel 2.3 Aksi sistem proses, pengendali, dan katup kendali.


Aksi Sistem Proses

Aksi Pengendali

Aksi Katup Kendali

Direct acting
Reverse acting

Reverse acting
Direct acting

Biasanya FC
Biasanya FO

Gambar 2.9 Pengendali direct acting dan katup kendali fail-open (air-to-close).

Gambar 2.10 Pengendali reverse acting dan katup kendali fail-closed (air-to-open).

Pada sistem pengendali digital pada umumnya memisahkan kebutuhan aksi direct
atau reverse dari posisi kegagalan katup kendali (control valve). Sinyal kendali atau
controller output signal pada sistem kendali digital berkisar dari 0 hingga 100%, yang

merepresentasikan persen bukaan katup kendali (control valve). Oleh sebab itu, aksi
direct atau reverse merepresentasikan arah perubahan variabel proses dan katup (valve),
tanpa memperhatikan apakah katup kendali jenis fail-open atau fail-closed.

1.9 DIAGRAM BLOK


Penggambaran suatu sistem atau komponen dari sistem pengendalian dapat berbentuk blok
(kotak) yang dilengkapi dengan anak panah masuk dan keluar. Anak panah
menggambarkan informasi besaran fisik dan atau sinyal. Informasi yang dimaksud dapat
berupa nilai suhu, laju alir, tekanan, tinggi permukaan, konsentrasi, bukaan katup, dan lainlain. Sedangkan sinyal yang dipakai dalam sistem pengendalian dapat berupa sinyal listrik
(4-20 mA atau 1-5 V) dan sinyal pneumatik (20-100 kPa). Sinyal ini menunjukkan
informasi besaran fisik.

Sinyal kendali
(4 - 20 mA)

Control valve

Laju pemanas
(0 -500 kg/jam)

Gambar 2.11 Diagram blok.

Titik penjumlahan atau pengurangan (summing junction) sinyal digambarkan sebagai


bulatan dengan anak panah masuk dan keluar.

Gambar 2.12 Titik penjumlahan dan pengurangan sinyal.

Gambar 2.13. Diagram blok pengendalian umpan balik reverse acting.


(MV manipulated variable dan PV Process variable).

Gambar 2.14. Diagram blok pengendalian umpan balik direct acting.

Perhatikan tanda (+) dan (-).

Gambar 2.15. Diagram blok pengendalian umpan maju.

Diagram blok sistem pengendalian umpan balik secara umum diperlihatkan seperti pada
gambar 2.13. Perhatikan tanda (+) dan (-) pada bagian penjumlah antara setpoint sinyal
pengukuran untuk membedakan antara pengendali direct acting dan reverse acting. Bila
tidak ada keterangan lain, pengendali adalah reverse acting sesuai gambar 2.13.

1.10 DIAGRAM INSTRUMENTASI


Simbol instrumen untuk diagram instrumentasi telah dibakukan oleh ISA (Instrumentation
System and Automation), yang di uraikan dalam Instrumentation Symbols and
Identifications ANSI/ISA-S5.1-1984. Penulisan label yang diletakkan dalam simbol pada
tabel di atas mengikuti standar ANSI/ISA S5.1-1984 (R 1992) seperti pada tabel berikut.

Tabel 2.4 Simbol Instrumen Menurut Standar ISA S5.1-1984


Instrumen
Diskret

Lokasi

Tampilan pada
DCS (Distributed Control System)

Dipasang di lapangan secara


langsung pada peralatan

Dipasang di ruang kendali pusat


atau panel kendali utama

V
AV
FV
LV
PV
TV

Y
AY
FY
LY
PY
TY

Calculation

Calculation

IC
C FC R
AIC AC AFC AR
FIC FC FFC FR
LIC LC LFC LR
PIC PC PFC PR
TIC TC TFC TR

Control Valve

I
AI
FI
LI
PI
TI

Recorder

T
AT
FT
LT
PT
TT

Controller

Analisis (konsentrasi)
Aliran (flow)
Level
Tekanan (pressure)
Suhu (temperature)

Kode
A
F
L
P
T

Controller

Tipe
Elemen

Indicator

Variabel Proses

Transmitter

Tabel 2.5 Simbol instrumentasi dan standar identifikasi ANSI/ISA S5.1-1984 (R 1992)

Ratio

Ratio

controller Indicator

Dipasang di belakang panel


kendali utama atau tak
ditampilkan pada layar monitor

FY
AFY
FFY
LFY
PFY
TFY

Gambar 2.16 Simbol fungsi dan koneksi instrumen

Contoh-2.2: Diagram Instrumentasi Pengendalian Suhu.


Pemanasan aliran minyak dalam sebuah alat penukar panas memakai aliran steam sebagai
pemanas. Variabel terkendali adalah suhu minyak keluar. Variabel pengendali
(manipulated variable) adalah aliran steam. (laju panas yang dipindahkan ke minyak
dingin). Aksi penukar panas terhadap perubahan aliran steam adalah diret acting, sehingga
pengendali harus reverse acting.

(a)

(TV sudah termasuk FY)

Diagram lengkap.

(b) Diagram sederhana


(c) Diagram paling
sederhana
(TC sudah termasuk TT)

Gambar 2.17 Diagram instrumentasi pengendalian suhu minyak.

Contoh-2.3: Diagram Instrumentasi Pengendalian Suhu dan Level Reaktor.

(a) Diagram lengkap

(b) Diagram disederhanakan

(c) Diagram paling sederhana


Gambar 2.18 Diagram instrumentasi lengkap pengendalian suhu dan level reaktor tangki.
Aksi reaktor (suhu) terhadap perubahan aliran steam adalah direct
ating, sehingga pengendali suhu harus reverse ating.

Aksi reaktor (level) terhadap perubahan aliran produk adalah reverse


ating, sehingga pengendali level harus direct ating.

Contoh-2.4: Pengendalian Suhu Reaktor Tangki

Suhu reaksi dikendalilkan oleh aliran steam. Diinginkan suhu reaksi sebesar 120 C. Gangguan
terhadap suhu reaksi adalah: suhu dan laju alir umpan, konsentrasi umpan, suhu steam, dan
kehilangan panas ke lingkungan.

Gambar 2.19 Diagram instrumentasi pengendalian umpan balik suhu reaktor tangki.

Gambar 2.20 Diagram blok pengendalian umpan balik suhu reaktor tangki
Keterangan:
c suhu campuran reaksi.
m laju alir steam.
r suhu campuran reaksi yang diinginkan.
y suhu terukur
u sinyal kendali
Control valve sebagai unit kendali akhir.
Transmiter suhu sebagai unit pengukuran.

Pengendalian
Proses

30

Contoh-2.5: Pengendalian Umpan Maju Suhu Reaktor Tangki


Pengendalian suhu reaktor tangki seperti pada contoh-2.6 akan dikendalikan dengan
pengendali umpan maju. Suhu reaksi dikendalilkan oleh aliran steam. Diinginkan suhu
o
reaksi sebesar 120 C. Gangguan terukur adalah: suhu dan laju alir umpan.

Gambar 2.21 Diagram instrumentasi pengendalian umpan maju suhu reaktor tangki.

Strategi Pengendalian Umpan Maju. Pengendalian umpan maju pada gambar 2.24 dan
2.25 menganggap gangguan hanya berasal dari laju alir umpan dan suhu umpan. Laju alir
dan suhu berturut-turut dideteksi. Oleh transmiter (FT dan TT), dikirimkan sinyal
pengukuran ke dalam feedforward control (TC). Dalam bagian ini dilakukan perhitungan
matematik berdasar hubungan antara laju alir steam, laju alir, dan suhu umpan. Perubahan
laju alir dan suhu umpan menyebabkan perubahan laju steam. Dengan demikian suhu
produk akan tetap meskipun terjadi perubahan laju alir dan suhu umpan.

Gambar 2.22 Diagram blok pengendalian umpan maju suhu reaktor tangki.

Contoh-2.6: Pengendalian Umpan Balik dan Umpan Maju


Gabungan dua strategi ini menghasilkan pengendalian suhu yang lebih sempurna.

Gambar 2.23 Diagram instrumentasi pengendalian umpan balik dan umpan maju.

Gambar 2.24 Diagram blok pengendalian umpan balik dan umpan maju.

SOAL-SOAL
A. URAIAN
1. Level Control-1
Sebuah tangki mempunyai aliran masuk dan keluar.
Laju alir keluar berubah-ubah tergantung pada
pemakaian. Level cairan dikendalikan dengan cara
mengatur laju alir masuk sesuai pemakaian aliran
keluar.
(a) Sebutkan apa yang menjadi: variabel proses,
manipulated variable, dan gangguan.
(b) Buat diagram blok dan diagram instrumentasi
sistem pengendalian.

Gambar 2.25 Sistem level cairan.

2. Level Control-2
Sebuah tangki mempunyai aliran masuk dan keluar. Laju alir masuk berubah-ubah
tergantung proses sebelumnya. Level cairan dikendalikan dengan cara mengatur laju
alir keluar sesuai perubahan alirna masuk.
(a) Sebutkan apa yang menjadi: variabel proses, manipulated variable, dan gangguan.
(b) Buat diagram blok dan diagram instrumentasi
sistem pengendalian.
3. Pressure Control-1
Laju alir gas masuk ke dalam tangki dapat
berubah-ubah tanpa diketahui sebabnya. Tekanan
dalam tangki gas dikendalikan dengan laju alir
keluar.
(a) Sebutkan apa yang menjadi: variabel proses,
manipulated variable, dan gangguan.
(b) Buat diagram blok dan diagram instrumentasi
sistem pengendalian.

Gambar 2.26 Pengendalian tekanan gas.

4. Pressure Control-2
Laju alir gas keluar ke dalam tangki dapat berubah-ubah tanpa diketahui sebabnya.
Tekanan dalam tangki gas dikendalikan dengan laju alir masuk.
(a) Sebutkan apa yang menjadi: variabel proses, manipulated variable, dan gangguan.
(b)Buat diagram blok dan diagram instrumentasi sistem pengendalian.
5. Flow Control
Beda tekanan antara aliran masuk dan keluar dapat beruba-ubah. Laju alir keluar
dikendalikan oleh hambatan aliran.
(a) Sebutkan apa yang menjadi: variabel proses, manipulated variable, dan gangguan.

(b) Buat diagram blok dan diagram instrumentasi sistem pengendalian.

Gambar 2.27 Pengendalian laju alir.

6. Temperature Control
Suhu dan laju alir fluida dingin dapat berubah-ubah. Suhu ke reaktor dikendalikan oleh
aliran fluida panas.
(a) Sebutkan apa yang menjadi: variabel proses, manipulated variable, dan
gangguan.
(b) Buat diagram blok dan diagram instrumentasi sistem pengendalian.

Gambar 2.28 Pengendalian suhu.

7. Perhatikan flash drum berikut. Agar proses


dapat berjalan dengan baik diperlukan loop
pengendalian. Level cairan dikendalikan
oleh aliran produk bawah. Tekanan operasi
dikendalian oleh aliran produk atas.
(a) Lengkapi gambar di samping dengan
diagram instrumentasi untuk
pengendalian tersebut.
(b) Buat diagram blok sistem pengendalian
tekanan.
Gambar 2.29 Pengendalian flash drum.

8. Reaksi polimerisasi monomer A berlangsung dalam


reaktor CSTR yang dilengkapi jaket pendingin.
Reaksi berlangsung endotermik. Kondisi proses yang
o
diinginkan: volume konstan 100 L, suhu reaksi 80 C,
dan konversi A 90%.
Soal:
(a) Sebutkan besaran apa yang menjadi PV, MV, SP,
dan gangguan/beban
(b) Buat diagram blok dan diagram instrumentasi
sistem pengendalian.

Gambar 2.30 Pengendalian reaktor tangki-1.

9. Sebuah tangki pencampur digunakan untuk mengencerkan larutan asama setat. Karena
konsentrasi larutan asam asetat yang masuk berubah-ubah, diperlukan pengendali yang
mengatur laju alir air yang masuk ke tangki tersebut agar konsentrasi larutan tetap 25%
dengan mengukur konduktivitas larutan yang keluar tangki.
(a)Sebutkan apa yang yang menjadi variabel proses (PV), variabel termanipulasi (MV),
nilai acuan (SP), dan gangguan.
(b)Buat diagram blok dan diagram instrumentasi sistem pengendalian.
`
10. Perhatikan reaktor yang dilengkapi pemanas berikut. Suhu, tinggi permukaan cairan,
dan konsentrasi produk, harus dijaga tetap. Suhu dikendalikan oleh laju alir steam.
Level dikendalikan oleh laju alir reaktan.
(a) Gambarkan diagram instrumentasi
(b) Gambarkan diagram blok pengendalian level

Gambar 2.31 Pengendalian reaktor tangki-2.

11. Pengenceran aliran umpan dengan pelarut dilakukan dengan tangki pencampur.

Gambar 2.32 Pengendalian pengenceran-1.

Berdasar gambar yang ada jawablah pertanyaan berikut.


(a) Apa tujuan pengendalian proses tersebut.
(b) Apa variabel keluaran proses yang diukur?
(c) Apa variabel masukan proses yang dimanipulasikan?
(d) Apa saja gangguan yang mungkin terjadi?
(e) Apa aksi sistem proses?
(f) Apa aksi control valve yang dipilih? Mengapa?
(g) Apa aksi pengendali yang dipilih.
(h) Buat diagram blok sistem pengendalian
Pengendalian
Proses

35

12. Perhatikan diagram instrumentasi proses pengenceran dalam tangki berikut. Dari

gambar ini, untuk masing-masing pengendalian:

Gambar 2.33 Pengendalian pengenceran-2.

Berdasar gambar yang ada jawablah pertanyaan berikut.


(a) Apa tujuan pengendalian proses tersebut.
(b) Apa variabel keluaran proses yang diukur?
(c) Apa variabel masukan proses yang dimanipulasikan?
(d) Apa saja gangguan yang mungkin terjadi?
(e) Apa aksi sistem proses?
(f) Apa aksi control valve yang dipilih? Mengapa?
(g) Apa aksi pengendali yang dipilih.
(h) Buat diagram blok sistem pengendalian
13. Perhatikan diagram instrumentasi proses pemekatan cairan encer dalam evaporator.

Gambar 2.34 Pengendalian evaporator.

Berdasar gambar yang ada jawablah pertanyaan berikut.


(a) Apa tujuan pengendalian proses tersebut.
(b) Apa variabel keluaran proses yang diukur?
(c) Apa variabel masukan proses yang dimanipulasikan?
(d) Apa saja gangguan yang mungkin terjadi?
(e) Apa aksi sistem proses?
(f) Apa aksi control valve yang dipilih? Mengapa?
(g) Apa aksi pengendali yang dipilih.
(h) Buat diagram blok sistem pengendalian
Pengendalian
Proses

36

14. Sebuah sistem pengendalian level berikut.

Gambar 2.35 Pengendalian level cairan dalam tangki.

(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
(g)
(h)

Berdasar gambar yang ada jawablah pertanyaan berikut.


Apa tujuan pengendalian proses tersebut.
Apa variabel keluaran proses yang diukur?
Apa variabel masukan proses yang dimanipulasikan?
Apa saja gangguan yang mungkin terjadi?
Apa aksi sistem proses?
Apa aksi control valve yang dipilih? Mengapa?
Apa aksi pengendali yang dipilih.
Buat diagram blok sistem pengendalian

15. Sebuah tanur (furnace) dipakai untuk memanaskan aliran fluida proses dari suhu kamar
o
hingga 300 C. Suhu fluida proses keluar dikendalikan oleh laju alir bahan bakar..

Gambar 2.36 Pengendalian tanur.

Berdasar gambar yang ada untuk setiap nomor soal di atas, jawablah pertanyaan berikut.

(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
(g)
(h)

Apa tujuan pengendalian proses tersebut.


Apa variabel keluaran proses yang diukur?
Apa variabel masukan proses yang dimanipulasikan?
Apa saja gangguan yang mungkin terjadi?
Apa aksi sistem proses?
Apa aksi control valve yang dipilih? Mengapa?
Apa aksi pengendali yang dipilih?
Buat diagram blok sistem pengendalian

16. Perhatikan tiga metode pengendalian penukar panas (heat exchanger). Tujuan
pengendalian adalah menjaga suhu proses keluar penukar panas pada nilai tertentu.
Fluida proses keluar menjadi umpan reaktor. Suhu tersebut tidak boleh melebihi
setpoint.
(a) Pengendalian Dasar
Apakah gain antara suhu fluida ke reaktor dan manipulated variable bernilai
positif atau negatif? Aksi katup kencali jenis fail-closed (FC) atau fail-open (FO)?
Mengapa?

Gambar 2.37 Pengendalian dasar penukar panas.

(b) Pengendalian dengan Aliran Pintas (bypass) Memakai Fluida Panas


Apakah gain antara suhu fluida ke reaktor dan manipulated variable bernilai positif
atau negatif? Aksi katup kencali jenis fail-closed (FC) atau fail-open (FO)?
Mengapa?

Gambar 2.38 Pengendalian dengan aliran pintas fluida panas.

PC
1
PT
1

PV-1

FC
1
FT
1

FV-1

LT
1

(c) Pengendalian dengan Aliran Pintas (bypass) Memakai Aliran Fluida Dingin Apakah
gain antara suhu fluida ke reaktor dan manipulated variable bernilai positif atau
negatif? Aksi katup kencali jenis fail-closed (FC) atau fail-open (FO)? Mengapa?

FV-2

LC
1

FT
2
FC
2

LV-1

FV-3

Kondensat

Gambar 2.39 Pengendalian dengan aliran pintas fluida dingin.

(d) Dari ketiga strategi pengendalian tersebut di atas, manakah yang mempunyai
respons paling cepat? Mengapa?
17. Pneumatic control valves dipakai untuk mengatur aliran pada penerapan berikut.
(a) Tekanan steam dalam koil pemanas reaktor.
(b) Laju alir reaktan ke dalam reaktor polimerisasi.
(c) Aliran keluaran pengolah tangki limbah ke sungai..
(d) Aliran air pendingin untuk kondensor distilasi.
Tentukan aksi control valve, air-to-open (AO) atau air-to-close (AC) dan jelaskan.
18. Diagram instrumentasi proses diperlihatkan pada gambar berikut. Steam dipakai
menguapkan sebagian umpan dan produk cair dikeluarkan degan pompa. Terdapat
control valve untuk steam (FV-2), produk uap (LV-1), produk cair (PV-1), aliran umpan
(FV-1), dan steam
chest (FV-3) yang dipakai
untuk mengalirkan uap
secara cepat pada kondisi
darurat. Tentukan aksi
kelima
control
valve
Uap
apakah fail-closed (FC)
atau fail-open (FO) untuk
kondisi berikut.
(a) Kondisi paling aman
dicapai ketika
Umpan
tekanan dan suhu
dalam bejana paling
Steam
rendah.
(b) Aliran uap dan cair
ke peralatan
beriktunya dapat
Cair
menyebabkan situasi
berbahaya

Gambar 2.40 Pengendalian separator uap-cair.

BAGIAN-2: SOAL PILIHAN GANDA


Sistem Proses
1. Variabel yang menjadi masukan sistem proses adalah
A. variabel keadaan
B. variabel proses
C. variabel terkendali
D. variabel tak dikendalikan
E. variabel pengendali
2. Besaran yang menunjukkan keadaan proses adalah .
A. Variabel proses
B. Manipulated variable
C. Gangguan
D. Beban
E. setpoint
3. Besaran yang digunakan untuk mengendalikan keadaan proses adalah
A. Variabel proses
B. Manipulated variable
C. Gangguan
D. Beban
E. setpoint
4. Besaran yang menjadi nilai acuan atau target yang diinginkan adalah
A. variabel proses
B. setpoint
C. manipulated variable
D. gangguan
E. beban
5. Anak panah pada diagram blok menunjukkan
A. aliran proses
B. aliran informasi atau sinyal
C. aliran variabel proses
D. tindakan
E. besaran variabel proses
6. Yang bukan sifat variabel proses
A. menyatakan keadaan sistem proses.
B. sebagai variabel masukan.
C. dipengaruhi oleh gangguan
D. bersifat dinamik.
E. sebagai variabel pengendali.
7. Yang bukan beban adalah
A. gangguan yang perlu dihilangkan
B. diperlukan dalam proses
C. mempengaruhi kecepatan respons variabel proses
D. selalu ada dalam proses
Pengendalian
Proses

40

E. besarnya dapat berubah.

Pengendalian
Proses

41

Instrumentasi
8. Piranti yang secara langsung memungut informasi dari medium terukur adalah
A. transduser
B. transmiter
C. sensor
D. elemen konversi.
E. control valve
9. Piranti yang mengubah bentuk energi atau besaran fisik menjadi sinyal standar adalah
A. sensor
B. transduser
C. transmiter
D. elemen elektromekanik
E. elemen konversi
10. Dalam sistem pengendalian proses dikenal unit atau piranti berikut.
(1) Unit pengukuran
(2) Unit pengendali
(3) Unit kendali akhir
(4) Unit konversi
Untuk dapat mengendalikan proses, paling sedikit membutuhkan ...
A. 1, 2, dan 3
B. 1 dan 3
C. 2 dan 4
D. 4
E. 1,2,3, dan 4
11. Transmiter berfungsi sebagai
A. pengubah besaran fisis
B. pembawa singal kontrol
C. mengirim sinyal kontrol
D. mengirimkan sinyal pengukuran
E. mengirim sinyal setpoint.
12. Unit kendali akhir dalam sistem pengendalian proses, berfungsi sebagai
A. pengubah sinyal kendali menjadi aksi pengendalian
B. pengubah sinyal kendali menjadi aksi pemantauan
C. pengubah sinyal pengukuran menjadi sinyal kendali
D. pengubah sinyal pengukuran menjadi aksi pengendalian
E. penerima sinyal setpoint
13. Pada katup kendali jenis direct acting air-to-open, jika tekanan udara naik,
A. stem ke atas, valve menutup
B. stem ke atas, valve membuka
C. stem ke bawah, valve menutup
D. stem ke bawah, valve membuka
E. stem ke atas saja

14. Jika pasokan tekanan udara hilang, maka plug dari control valve jenis air-to-close
akan
A. membuka
B. menutup
C. setengah membuka
D. membuka lantas menutup
E. tak terpengaruh
15. Jika stem pada katup kendali bergerak ke atas maka...
A. katup membuka.
B. katup menutup.
C. bersifat fail closed
D. bersifat fail open
E. bersifat air-to-open
16. Arti istilah direct-acting pada pengendali, adalah bila
A. PV naik, MV turun
B. PV turun, MV turun
C. PV naik, SP naik
D. PV naik, SP turun
E. SP naik, MV turun
17. Pengendalian tinggi permukaan cairan memakai aliran keluar sebagai variabel
pengendali. Maka aksi pengendali dan katup kendali berturut-turut adalah
A. direct acting dan FO
B. direct acting dan FC
C. reverse acting dan FO
D. reverse acting dan FO atau FC
E. reverse acting dan FC
18. Tampilan manipulated variable terbaca 60%. Ini berarti bukaan katup sebesar
A. 40%
B. 40% untuk aksi reverse acting
C. 60%
D. 60% untuk aksi reverse acting
E. tergantung nilai variabel proses
Pengendalian Umpan Balik
19. Pengendalian proses pada dasarnya adalah bertujuan untuk menjaga variabel
A. keadaan proses.
B. setpoint
C. gangguan
D. beban
E. pengendali
20. Ciri utama pengendalian umpan balik
A. adanya offset
B. setpoint tetap
C. adanya umpan balik negatif
D. adanya error

E. adanya osilasi kontinyu

21. Pengendalian suhu minyak dengan penukar panas memakai air panas sebagai pemanas.
Suhu minyak keluar dikendalikan oleh laju air panas yang masuk. Maka
A. beban adalah laju alir minyak
B. setpoint adalah suhu minyak panas
C. gangguan adalah laju alir air panas
D. variabel proses adalah suhu air panas
E. error adalah beda antara suhu minyak keluar dan suhu air panas masuk
22. Dari langkah berikut:
1. mengevaluasi
2. mengoreksi
3. mengukur
4. membandingkan
Urutan langkah pengendalian umpan balik adalah
A. 1, 2, 3, 4
B. 2, 1, 3, 4
C. 3, 2, 1, 4
D. 3, 4, 1, 2
E. 4, 3, 1, 2
23. Besaran yang dikendalikan disebut...
A. process variable.
B. manipulated variable.
C. disturbance.
D. load.
E. Setpoint
24. Langkah terpenting pada pengendalian
A. mengukur dan membandingkan
B. mengukur
C. membandingkan
D. mengevaluasi
E. mengoreksi
25. Ciri pengendalian umpan balik
A. aksi koreksi bergantung perubahan variabel terkendali
B. sinyal error selalu negatif
C. setpoint selalu tetap
D. terdapat offset bila terjadi perubahan beban
E. selalu tak stabilan.
26. Kelebihan pengendalian umpan balik adalah sebagai berikut, kecuali ...
A. dapat mengantisipasi gangguan yang tak terukur
B. tidak perlu mengetahui perilaku sistem proses secara tepat.
C. bersifat tegar (robust) yaitu tahan terhadap perubahan perilaku sistem proses.
D. tindakan koreksi terjadi sebelum PV berubah.
E. dapat mengantisipasi perubahan beban yang tak terukur

Diagram Instrumentasi
Perhatikan diagram instrumentasi berikut.
27. FY-10001 adalah
A. I/P converter.
B. Input Pressure converter.
C. pemasok udara tekan.
D. unit kalkulasi
E. unit kendali akhir

28. FC-10001 adalah


A. I/P converter.
B. High Low Controller.
C. flow calculation.
D. flow controller.
E. flow calculation
29. Arti FT pada FT-10001 adalah
A. flow transducer
B. flow transmitter
C. flow temperature
D. float transmitter
E. float transducer
Diagram instrumentasi berikut dipakai untuk menjawab soal nomor 17 hingga 20.
Gas proses pada suhu dan tekanan tertentu dialirkan ke dalam quench tower untuk
didinginkan dan dibersihkan. Sebagai pendingin adalah air yang disirkulasikan oleh pompa
GA-108 dan didingin-kan oleh EA-116 dan EA-117.
Perhatikan pengendali TIC-114.
30. Variabel proses terkendali adalah
A. suhu aliran-7
B. suhu aliran-8
C. aliran-7
D. aliran-8
E. suhu dan laju aliran-8
31. Variabel pengendali adalah
A. suhu aliran-6
B. aliran-7
C. aliran-8
D. suhu aliran-9
E. suhu dan laju aliran-7
32. Gangguan beban adalah
A. suhu aliran-6
B. suhu aliran-7
C. suhu aliran-8
D. suhu aliran-9

E. suhu aliran-6 dan 7

33. Aksi plant & pengendali berturut-turut


A. reverse acting dan direct acting
B. reverse acting dan reverse acting
C. direct acting dan reverse acting
D. direct acting dan direct acting
E. bukan salah satu di atas
34. Jika suhu aliran-8 terlalu tinggi, maka
A. Bukaan control valve bertambah
B. Bukaan control valve berkurang
C. Aliran-6 berkurang
D. Aliran-7 bertambah
E. Aliran-8 bertambah

BAB-3 KARAKTERISTIK SISTEM PROSES

TUJUAN PEMBELAJARAN UMUM


Memahami karakteristik sistem proses untuk digunakan dalam menentukan parameter
pengendali yang sesuai.
TUJUAN PEMBELAJARAN KHUSUS
Setelah menyelesaikan bab ini, mahasiswa diharapkan dapat:
1) Dapat menentukan karakteristik statik.
2) Dapat membuat sketsa grafik respons step.
3) Dapat mengidentifikasi persamaan matematik sistem.
4) Dapat menentukan gain dan konstanta waktu sistem orde-1.

5)
6)
7)
8)

Dapat menentukan aksi integral dalam proses.


Dapat menentukan gain, waktu mati dalam proses aliran cair dan padat.
Dapat menentukan gain, konstanta waktu dan waktu mati dari sketsa respons langkah.
Dapat menentukan apakah proses sukar, sedang, atau mudah dikendalikan dari bentuk
respons langkahnya.
9) Dapat menerangkan sistem nonlinier dan salah satu metode linierisasi di lapangan.

3.1 PERANCANGAN DAN PENGENDALIAN PROSES


Bab ini menjelaskan karakteristik sistem dinamik khususnya sistem proses. Meskipun
demikian pemahamam ini dapat diterapkan pada sistem dinamik lain, misalnya control
valve, sensor, transmiter, dan sistem lingkar tertutup (closed-loop system). Pemahaman
terhadap karakteristik sistem sangat penting dalam kaitan dengan merancang, menganalisa,
dan mengoperasikan sistem pengendalian proses. Meskipun demikian, cara pandang ahli
pengendalian (control engineer) terhadap sistem khususnya sistem proses terkendali
biasanya berbeda dengan ahli perancangan proses (process design engineer). Berikut
contoh perbedaan cara pandang itu.

Tabel 3.1 Perbedaan cara pandang perancangan proses dengan pengendalian proses.
NO.

PERANCANGAN PROSES

PENGENDALIAN PROSES

Menitikberatkan pada laju produksi dan Menitikberatkan pada eksistensi proses


spesifikasi kualitas, yang biasa disebut pada saat beroperasi, sebagai contoh
kondisi perancangan.
mengurangi variasi umpan proses atau
kondisi tak normal lain.

Menginginkan biaya investasi peralatan


serendah mungkin dan umur peralatan
selama mungkin.
Variabel perancangan sebagai variabel
bebas. Variabel lain yang diturunkan
dari sini berlaku sebagai variabel
terikat. Sebagai contoh, tekanan steam
jenuh
sebagai
variabel
bebas,
sementara suhu menjadi variabel
terikat.

Menginginkan biaya operasional proses


serendah mungkin.

Menitikberatkan pada kondisi proses


tunak (steady-state) yang menunjukkan
kebutuhan operasi normal yang
seharusnya.

Menitikberatkan pada kondisi dinamik


atau transien yang
menunjukkan
perilaku proses selama beroperasi secara
nyata.

Titik operasi pengendalian (misalnya,


bukaan valve atau laju alir) sebagai
variabel bebas. Sebagai contoh, tekanan
steam menjadi variabel terikat selama
operasional sebagai hasil dari bukaan
valve atau laju alir dan suhu sebagai
variabel bebas.

Dalam teknologi proses, setiap proses memiliki karakteristik berbeda-beda. Dari


cara pandang pengendalian proses, banyak karakteristik proses yang serupa meskipun
berbeda proses. Sebagai contoh, proses pemanasan berbeda dengan proses pengenceran.
Tetapi ditinjau dari cara pandang pengendalian, keduanya memiliki karakteristik respon
dinamik yang serupa.

3.2 SISTEM PROSES DALAM PENGENDALIAN UMPAN BALIK

Sistem pengendalian proses terdiri atas sistem proses terkendali (controlled process
system) dan sistem kendali (controlling system). Sistem proses terkendali berisi: elemen
regulasi (misalnya valve), sistem proses atau plant, dan elemen pengindera (sensor). Sistem
kendali berisi: transmiter, pengendali, dan penggerak atau actuator (misalnya motor atau

penggerak pneumatik). Pada praktiknya, antara penggerak (pada sistem kendali) dan
elemen regulasi (pada sistem terkendali) dibuat menjadi satu yang disebut unit kendali
akhir atau elemen kendali akhir. Demikian pula antara elemen pengindera (pada sistem
terkendali) dan transmiter (pada sistem kendali) dibuat menjadi satu dan disebut unit
pengukuran. Di lapangan, unit pengukuran seringkali disebut transmiter saja. Dalam hal ini
elemen pengindera sudah termasuk dalam transmiter.

Variabel pengendali
(manipulated variable)

Variabel proses terkendali


(controlled variable)

Gambar 3.1 Sistem pengendalian umpan balik.

Gambar 3.2 Sistem pengendalian umpan balik ditinjau dari sistem kendali.

Ditinjau dari sudut pandang sistem kendali, pengendali mengeluarkan perintah ke


sistem proses yang berada di lapangan lewat sinyal kendali dan menerima informasi
variabel proses lewat sinyal pengukuran dari transmiter. Pengendali hanya melihat
proses melalui informasi dari transmiter. Hubungan antara sinyal pengukuran dan variabel
proses diperoleh dari kalibrasi transmiter. Demikian pula, pengendali hanya memberi
aksi pengendalian proses lewat sinyal kendali. Hubungan antara sinyal kendali dan variabel

pengendali diperoleh dari kalibrasi elemen kendali akhir. Dengan demikian, dari sisi
pengendali, sistem proses hanya dilihat sebagai hubungan antara masukan proses (sinyal
kendali, u) dan keluaran proses (sinyal pengukuran, y).

3.2 SEKILAS RESPON PROSES


Bentuk respon keluaran y(t) akan berbeda tergantung masukan u(t). Untuk selanjutnya, jika
tidak disebutkan secara khusus, dianggap respon step. Perubahan masukan dalam bentuk
fungsi step.
0 t0

u(t)

A t0

(3.1)

Jika A = 1, disebut fungsi step satuan (unit step function) dan keluaran y(t) disebut respon
step satuan (unit step response). Ini secara matematika sudah mencukupi. Lebih penting
mengetahui perubahan keluaran dari nilai sebelumnya dari pada nilai sesungguhnya. Oleh
sebab itulah mengapa dibuat u(t) = 0 pada waktu t < 0.

3.2.1

SISTEM TANPA REGULASI DIRI (INTEGRATOR)

Gambar 3.2 memperlihatka respon sistem tanpa regulasi (non-self-regulating) atau tak
mantap (integrator). Keluaran secara kontinyu naik atau turun pada kemiringan tetap
hingga mencapai batas kendala sistem. Sebagai contoh adalah level cairan dalam bejana
ketika laju alir keluar tetap tetapi aliran masuk berubah sehingga lebih besar dari pada
aliran keluar. Level cairan naik terus hingga luber dari tangki.

Gambar 3.3 Integrator

3.2.2

SISTEM DENGAN REGULASI DIRI ORDE SATU

Gambar 3.4 memperlihatkan respon sistem orde satu, yang juga disebut respon
eksponensial. Karakteristik penting respon ini adalah reaksi cepat pada saat awal,
kemudian kemiringannya mengecil dan akhirnya nol, sehingga tercapai kondisi steady
state baru. Sebagai contoh, pemanasan air dalam ketel. Ketika pemanas dinyalakan, energi
panas masuk ke air hingga tercapai suhu tertentu yang menghasilkan respon sistem orde
satu. Respon sistem tidak berubah seketika akibat adanya kapasitansi termal ketel dan air.
Suhu akan tetap ketika energi panas masuk sama dengan energi panas keluar.

Gambar 3.4 Sistem Orde Satu

3.2.3

SISTEM DENGAN REGULASI DIRI ORDE DUA SANGAT TEREDAM

Gambar 3.5 memperlihatkan respon orde dua sangat teredam (over-damped). Karakteristik
penting pada respon ini adalah, respon lambat di awal, kemudian diikuti respon yang mirip
orde satu. Banyak proses industri memperlihatkan tipe respon ini. Sebagai contoh,
pemanasan campuran reaksi secara tidak langsung. Steam memanaskan air. Air panas
selanjutnya memanaskan campuran reaksi. Perubahan laju steam lebih dulu menaikkan
suhu air sebelum berpengaruh pada suhu campuran reaksi.

Pengendalian
Proses

50

Gambar 3.5 Respon orde dua sangat teredam.

Pengendalian
Proses

51

3.2.4

SISTEM DENGAN REGULASI DIRI ORDE DUA TEREDAM

Gambar 3.6 memperlihatkan respon orde dua teredam (under-damped). Ciri respon ini
adalah terjadi overshoot yang melewati nilai tunak (steady-state) dan diikuti osilasi dengan
amplitudo berangsur mengecil sampai hilang. Seperti pada respon sangat teredam, terdapat
respon awal yang lambat. Respon tipe ini adalah karakteristik sistem dengan kelembamam
(inersia), misalnya perubahan suhu reaksi oleh perubahan konsentrasi reaktan.

Gambar 3.6 Respon orde dua teredam

3.2.5

WAKTU MATI

Waktu mati adalah waktu antara aksi (perubahan sinyal kendali) hingga munculnya reaksi
(perubahan sinyal pengukuran) Gambar 3.7 diperlihatkan respon waktu mati (deadtime)
atau respon kelambatan transpor (transport-lag response). Di sini respon keluaran muncul
setelah waktu tertentu yaitu sebesar waktu mati. Contoh pengangkutan material (sehingga
disebut kelambatan transpor). Jika terjadi perubahan berat aliran material di ujung
konveyor akan dibutuhkan waktu untuk sampai di sensor berat.

Gambar 3.7 Respon waktu mati

Table 3.2 Rangkuman sistem dinamik dasar.


Respon
Elemen
Awal
Integrator
Cepat
Orde-satu
Cepat
Orde dua sangat teredam
Lambat
Orde dua teredam
Lambat
Waktu mati
Tidak ada

Osilasi

Mempunyai Nilai Tunak

Tidak
Tidak
Tidak
Ya
Tidak

Tidak
Ya
Ya
Ya
Ya

Dalam kondisi nyata, respon step dapat terlihat berbeda dari elemen sederhana
tersebut. Karena pada umumnya berupa kombinasi beberapa elemen sederhana.

(a)
(b)
(c)
(d)

Contoh-3.1
Respon step yang diperlihatkan dalam gambar 3.8 memiliki karakteristik berikut:
memerlukan waktu beberapa saat sebelum terjadi respon;
respon awal adalah berangsur-angsur;
respon berlanjut naik terus hingga tak terbatas;
terdapat osilasi.

Gambar 3.8 Contoh respon sistem


Dari karakterisitk elemen sederhana, dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:
Karakteristik (a) menunjukkan elemen waktu mati;
Karakteristik (b) dan (d) menunjukkan elemen orde dua teredam.
Karakteristik (c) menunjukkan elemen integrator;

Berdasar respon step dapat diturunkan model matematika sistem kompleks dengan
menganggap sebagai gabungan antara elemen orde satu dan waktu mati (First Order Plus
Dead Time, FOPDT). Dengan model yang diperoleh dapat dianalisa, dirancang, dan
disimulasikan.

3.3 ELEMEN DASAR

Sistem selalu membutuhkan waktu untuk merespon setiap rangsangan yang masuk, baik
teramati maupun tidak. Secara umum dapat dikatakan, bila masukan ke dalam sistem
berubah, maka keluaran sistem akan berubah dalam bentuk dan waktu tertentu.

Ditinjau dari sudut pandang sistem dan pengendalian, adalah sangat penting untuk
mengetahui lebih dari sekedar respon. Jika keluaran sistem dinamik digambarkan terhadap
waktu, bagaimana bentuk respon? Bagaimana respon dapat digolongkan? Dapatkah model
dinamika sistem diturunkan dari respon yang diperoleh? Dapatkah parameter sistem
dinamik diidentifikasi? Inilah sederet pertanyaan mengenai dinamika sistem proses.
Sistem dinamik berisi elemen-elemen dasar yang tersusun sedemikian rupa
sehingga menghasilkan karakteristik tertentu. Terdapat dua elemen dasar penting dalam
sistem proses yaitu elemen resistansi (hambatan) dan elemen kapasitansi (penyimpanan).
Sistem dinamik dibentuk oleh kombinasi elemen resistansi dan kapasitansi. Jumlah dan
susunan elemen-elemen tersebut menghasilkan karaktersitik tertentu.

3.4 KARAKTERISITK STATIK DAN DINAMIK


Karakteristik atau perilaku sistem ditentukan oleh bagaimana hubungan antara variabel
bebas (masukan) dan variabel terikat (keluaran). Dalam teknik pengendalian, karakteristik
atau perilaku sistem dibedakan atas perilaku statik dan dinamik. Kata statik atau dinamik
menunjukkan ada atau tidak adanya pengaruh waktu pada keadaan sistem.
Contoh 3.2 Perilaku Statik dan Dinamik
Dua buah bejana masing-masing berisi 1 liter dan 5 liter air. Keduanya dipanaskan dengan
o
o
suhu nyala api yang sama dari suhu 25 C hingga mendidih (100 C). Grafik pemanasan
kedua tangki ditunjukkan pada gambar 3.2. Dari gambar tersebut, setelah 12 menit
o
pemanasan, suhu air dalam kedua tangki sama besar yaitu 100 C. Artinya karakterisitk
o
statik keduanya sama. Tetapi untuk mencapai suhu 100 C, tangki kecil hanya
membutuhkan waktu 5 menit, sedangkan tangki besar membutuhkan waktu 12 menit.
Artinya karakterisitk dinamik keduanya berbeda. Dengan perkataan lain dinamika untuk
o
mencapai suhu 100 C adalah berbeda.

Gambar 3.9 Pemanasan air pada volume berbeda.

3.4.1

KARAKTERISTIK STATIK

Gain Proses. Karakteristik statik atau perilaku statik adalah perilaku sistem yang tidak
dipengaruhi waktu. Secara numerik dinyatakan oleh steady-state gain atau static-gain (di
kalangan praktisi disebut dengan process gain atau gain saja), yaitu perbandingan antara
perubahan keluaran dan perubahan masukan setelah tercapai keadaan tunak (steady-statei).
Dengan mengetahui karakteristik statik maka batas pengendalian dapat diketahui.
Karakterisitk statik menunjukkan hubungan satu-satu antara variabel bebas dan
variabel terikat. Sebagai contoh, proses pemanasan cairan dalam tangki berikut.

Gambar 3.10. Proses pemanasan cairan dalam tangki.

Tujuan proses adalah memanaskan cairan dingin hingga menjadi cairan panas pada suhu
tertentu. Sinyal kendali digunakan untuk memerintahkan temperature control valve (TV)
membuka atau menutup aliran steam. Besar bukaan valve (atau aliran steam) sebagai
variabel bebas. Steam memanaskan cairan dalam tangki hingga suhu tertentu. Suhu cairan
panas sebagai variabel terikat, yaitu tergantung pada aliran steam. Meskipun demikian,
selain oleh aliran steam, suhu cairan juga dipengaruhi laju alir cairan dingin (F), suhu
cairan dingin (To), suhu steam (Ts), hambatan perpindahan panas, dan kehilangan panas ke
lingkungan. Kelimanya dimasukkan dalam kelompok gangguan pemanasan. Jika gangguan
tidak berubah, maka suhu cairan panas hanya dipengaruhi oleh aliran steam. Pada satu nilai
aliran steam akan menghasilkan satu nilai suhu cairan panas. Oleh sebab itu terdapat
hubungan satu-satu antara aliran steam (variabel bebas) dan suhu cairan panas (variabel
terikat).
Hubungan satu-satu antara variabel bebas dan variabel terikat dapat digambarkan
sebagai kurva karakterisitk statik. Pada kebanyakan proses, kurva karakteristik statik tidak
linier. Pada gambar 3.11 disajikan kurva karakteristik statik proses pemanasan tersebut.
Dari kurva dapat dilihat bahwa suhu cairan panas berkisar antara nilai suhu cairan dingin

(To) dan suhu cairan panas maksimum (Tmax). Pada bukaan valve (aliran steam) sebesar S,
maka dihasilkan suhu cairan panas sebesar T.
Perlu mendapat perhatian, bahwa kurva karaterisitk seperti tersebut di atas, hanya
berlaku pada nilai beban (gangguan) tertentu. Pada nilai beban yang lain kurva akan
bergeser ke atas atau ke bawah (gambar 3.12).

Gambar 3.11. Kurva karakteristik statik pemanasan cairan.


Ts suhu steam.
Tmax suhu cairan panas maksimum
To suhu cairan dingin

Gambar 3.12. Kurva karakteristik statik pada perubahan beban.

Salah satu cara menentukan nilai steady-state gain yaitu dengan metode uji stepresponse atau kurva reaksi. Kedalam sistem diberikan perubahan variabel masukan dari
satu nilai steady-state awal ke nilai steady-state akhir. Variabel keluaran sistem diamati
hingga tercapai steady-state baru. Dari sini diperoleh nilai steady-state gain atau staticgain, Kp.

y
K
x

Gambar 3.13. Uji step-response.

Pada sistem proses, steady-state gain memiliki beberapa nilai kemungkinan


tergantung pada pengambilan variabel masukan dan keluarannya.
antara sinyal pengukuran terhadap sinyal kendali (tanpa satuan)

K
y
p

antara variabel proses terhadap sinyal kendali

u
K
c
p

u
K
c
p

antara variabel proses terhadap variabel pengendali


m

Berhubung ketidaklinieran sistem proses, steady-state gain dapat memiliki nilai berbeda
jika titik operasi berbeda.

CONTROL
VALVE

SISTEM
PROSES

TRANSMITTER

Gambar 3.14. Diagram blok sistem proses dan piranti yang terlibat.

u - sinyal kendali
m - variabel pengendali (manipulated variable)
c - variabel proses terkendali (controlled variable)
y - sinyal pengukuran

Direct Acting dan Reverse Acting. Satu hal penting lainnya adalah arah kemiringan
perubahan variabel proses, yaitu langsung (direct acting atau respon positif) atau
berlawanan (reverse acting atau respon negatif). Pada direct acting, kenaikan sinyal
kendali menghasilkan kenaikan variabel proses. Dan sebaliknya, pada reverse acting
kenaikan sinyal kendali menghasilkan penurunan variabel proses.

(a) Proses direct acting.

(b) Proses reverse acting.

Gambar 3.15. Kurva karakteristik statik.

3.4.2

KARAKTERISTIK DINAMIK

Perilaku dinamik atau karakteristik dinamik adalah perilaku sistem yang dipengaruhi
waktu. Karakteristik dinamik dinyatakan oleh dynamic gain. Dengan mengetahui
karakteristik dinamik maka bagaimana cara mengendalikan sistem proses dapat diketahui.
Salah satu cara mengetahui karakteristik dinamik suatu sistem adalah dengan uji respon
frekuensi (frequency response). Masukan sistem berupa sinusoida. Keluaran sistem
dibandingkan dengan masukan. Dari sini diperoleh dua besaran, yaitu perbandingan
amplitudo (Ar) dan kelambatan atau beda fase () antara masukan dan keluaran.

Gambar 3.16. Uji respon sinusoida.

3.5 KLASIFIKASI SISTEM DINAMIK


Klasifikasi sistem dinamik didasarkan atas bentuk respon variabel keluaran. Berdasar
kemampuan mencapai kestabilan sendiri, sistem dinamik dibedakan menjadi: sistem
mantap (self-regulating); sistem tak mantap (non-self-regulating atau integrator); dan
sistem tak stabil (unstable atau runaway).
(1) Sistem Mantap (self-regulating). Sistem ini adalah sistem dinamik yang mampu
mencapai kondisi steady state baru setelah terjadi perubahan variabel masukan.
(2) Sistem Tak Mantap (non-self-regulating). Sistem ini adalah sistem dinamik yang
tidak mampu mencapai kondisi steady state baru setelah terjadi perubahan variabel
masukan. Sistem tak mantap sering disebut dengan sistem integrator. Sistem
demikian perlu pengendalian. Hanya dengan pengendalian umpan balik sistem
dapat mencapai kondisi stabil. Berdasarkan pengalaman, sistem mantap lebih
mudah dikendalikan dari pada sistem tak mantap.
(3) Sistem Tak Stabil (unstable atau runaway). Sistem ini adalah sistem dinamik yang
keluarannya berubah secara eksponensial jika terjadi perubahan masukan.

3.5.1

SISTEM ORDE NOL (PROPORSIONAL)

Sistem orde nol hanya mengandung elemen resistansi. Dalam sistem ini, perubahan
variabel keluaran selalu proporsional atau sebanding dengan perubahan variabel masukan.
Variabel keluaran dapat berubah mengikuti variabel masukan tanpa terjadi keterlambatan.

Model Sistem Orde Nol

Sistem dinamik proporsional memiliki model matematika,


y = Kp u
(3.2)
dengan:
y = variabel keluaran;
u = variabel masukan; dan
Kp = steady-state gain, static gain, atau sensitivitas proporsional.
Persamaan 4.2 dapat diubah ke dalam bentuk fungsi transfer, yaitu berupa perband
antara keluaran dan masukan.
YKU
(3.3)
p
dengan,
Y = ( y - y o)
U = (u - uo)

yo = nilai awal y
uo = nilai awal u

Diagram blok dan respon variabel keluaran diperlihatkan pada gambar 3.17. Di sini respon
variabel keluaran terjadi seketika tanpa keterlambatan dan dapat mencapai kestabilan baru,
sehingga termasuk sistem mantap (dengan regulasi diri).

Gambar 3.17 Diagram blok dan respon sistem sistem orde-0 (proporsional).

Contoh 3.3 Laju Alir-1


Sebuah sistem hanya berisi elemen resistansi (R). Beda tekanan (P) sebagai variabel
keluaran (variabel terikat) dan laju alir (Q) sebagai variabel masukan (variabel bebas).

Gambar 3.18 Rangkaian resistansi sebagai sistem proporsional.

Contoh 3.4 Laju Alir-2


Sebuah sistem hanya berisi elemen resistansi (R). Laju alir sebagai variabel
keluaran (variabel terikat) dan laju tekanan (P) sebagai variabel masukan (variabel
bebas).

Gambar 3.19 Rangkaian resistansi sebagai sistem proporsional.

Contoh 3.5 Pengendalian Laju Alir


Sistem proses terdiri atas control valve, perpipaan, dan sensor laju alir. Sistem dialiri air.
Jika valve travel (u) berubah naik atau turun maka laju alir air (Q) seketika berubah. Dalam
sistem ini sebagai variabel keluaran (terikat) adalah laju alir dan sebagai variabel masukan
(variabel bebas) adalah valve travel (u). Laju alir proporsional dengan gerakan valve.
Persamaan hubungan antara laju alir dan valve travel adalah,

Q K pu Qo

Gambar 3.20 Pengendalian laju alir sebagai sistem proporsional

3.5.2 SISTEM ORDE SATU


Sistem orde satu berisi gabungan satu elemen resistansi dengan satu kapasitansi. Oleh
adanya komponen tersebut, keadaan sistem (energi atau massa yang tersimpan) hanya
dapat berubah secara berangsur, baik saat pengisian maupun pengeluaran. Akibatnya
terdapat kelambatan respon variabel keluaran.
Kelambatan sistem disebabkan adanya komponen yang bersifat menyimpan
massa dan/atau energi.
Kecepatan respon variabel keluaran selama periode transisi, sebelum tercapai
steady state, tergantung pada besar kapasitas dan hambatan aliran yang memasuki
komponen penyimpan. Sistem orde satu hanya memiliki satu komponen penyimpan energi
dan/atau massa.

dengan :
u = masukan sistem
y = keluaran sistem
p= konstanta waktu sistem, dan
Kp = steady state gain.
Fungsi transfer (Gp) sistem orde satu dapat dibuat dengan mengganti operator diferensial (d/dt) de

de
Y
U
Jik

Konstanta Waktu. Waktu yang diperlukan oleh variabel keluaran sistem dinamik untuk
mencapai 63,2 % dari nilai akhirnya yang dihitung dari kondisi awal, jika masukan
berubah sebagai fungsi step disebut konstanta waktu. Besaran ini menunjukkan seberapa
cepat waktu yang digunakan untuk mencapai steady-state baru. Sehingga konstanta waktu
menjadi ukuran keterlambatan. Semakin besar konstanta waktu (p), berarti semakin besar
komponen penyimpan massa/energi dan respon variabel keluaran semakin lambat.
Pengendalian
Proses

Konstanta waktu menentukan perilaku dinamik sistem

60

Gain Proses. Steady-state gain, static-gain, atau gain saja menunjukkan besar perubahan
variabel keluaran terhadap masukan setelah tercapai steady-state baru. Sehingga steadystate gain menunjukkan karakteristik statik dan menjadi ukuran kepekaan (sensitivitas).
Steady-state gain menentukan kepekaan atau perilaku statik sistem.
Sistem orde satu (first-orde lag) biasa ditulis dengan PT1 yang berati sistem proporsional
dengan keterlambatan. Banyak proses di industri dapat dimodelkan sebagai sistem orde
satu.

Gambar 3.21 Diagram blok dan respon step sistem orde satu

Sebagai ilustrasi diperlihatkan pada gambar 3.21. Suhu cairan dalam tangki dapat
diatur melalui keran pencampur. Tergantung pada volume tangki, suhu cairan hanya dapat
berubah secara berangsur setelah bukaan keran diubah.

Gambar 3.22 Sistem orde satu dengan suhu sebagai variabel keluaran.

3.5.3 SISTEM ORDE DUA

Sistem orde dua disebut juga sistem osilatori, sebab sistem ini dapat mengalami osilasi,
baik osilasi teredam maupun kontinyu.

Model Sistem Orde Dua


Sistem orde dua memiliki model persamaan sebagai berikut.
2
2yd 2 dy y K
x
p
p
p
p dt
dt 2
dengan:
p = waktu karakterisitik proses;
p = faktor redaman (damping factor) proses;
Kp = steady state gain proses. Fungsi transfer sistem orde dua adalah,
Kp
Y
G p
2 sp 2 2p
s1
U
p

(3.7)

(3.8)

Bentuk respon step sistem orde dua, tergantung nilai faktor redaman (p ).

Gambar 3.23. Respon step pada sistem orde dua.

Gambar 3.24. Spesifikasi respon osilasi teredam sistem orde dua.

Spesifikasi Respon Osilasi Teredam. Spesifikasi respon osilasi teredam dinyatakan oleh
beberapa besaran berikut (indeks p pada dan sengaja dihilangkan, untuk memberi
pengertian, bahwa respon ini berlaku umum, bukan hanya untuk proses).

Waktu tunda, td, (delay time) adalah waktu pertama yang dibutuhkan variabel
keluaran sistem untuk mencapai setengah dari nilai akhirnya.

Waktu naik, tr, (rise time) adalah waktu yang dibutuhkan oleh variabel
keluaran sistem untuk naik dari 10% ke 90%, atau 0% ke 100% dari nilai
akhirnya. Untuk sistem orde dua dengan osilasi teredam (underdamped) dipakai
0% ke 100% waktu naik. Untuk sistem sangat teredam (overdamped), biasa
dipakai 10% ke 90% waktu naik.

(3.9)
tr

1
tan

(3.10)

Waktu puncak, tp, (peak time) adalah waktu yang dibutuhkan variabel
keluaran sistem untuk mencapai puncak gelombang yang pertama.

tp

Overshoot adalah amplitudo maksimum dari variabel keluaran sistem dihitung


dari nilai akhirnya. Jika nilai akhir tidak sama dengan satu, biasanya overshoot
dinyatakan dalam persen overshoot. Besaran ini langsung menunjukkan
kestabilan relatif dari sistem. Semakin besar overshoot, sistem semakin tak
stabil. Tetapi semakin kecil overshoot, sistem semakin lambat.
Mp = a .100%
exp(
b

)
100%

(3.12)

Waktu mantap, ts, (settling time) adalah waktu yang dibutuhkan variabel
keluaran sistem untuk mencapai nilai dengan penyimpangan di sekitar 5% (atau
2%) dari nilai akhirnya untuk seterusnya berada dalam batas nilai tersebut.
Waktu mantap berhubungan erat dengan konstanta waktu sistem.
Kriteria 5%:

(3.13)

t
3
s

(3.11)

Decay ratio adalah perbandingan antara amplitudo kedua dan pertama.


Decay ratio =

Periode osilasi,

a
T

=
exp(

(3.14)
(3.15)

Jika, = 0, akan terjadi osilasi kontinyu dan periode osilasinya disebut periode
osilasi alami (Tn).

Respon sistem orde dua sangat penting untuk difahami, karena mirip dengan perilaku
sistem pengendalian umpan balik. Dengan adanya umpan balik, sistem dapat mengalami
osilasi, baik teredam maupun kontinyu bahkan tidak stabil.
Sedikit catatan tentang respon transien sistem orde dua. Kecuali untuk penerapan
khusus yang tidak membolehkan adanya osilasi, biasanya respon transien diinginkan cukup
cepat dan cukup teredam. Berdasar pengalaman, nilai faktor redaman () yang memenuhi
syarat demikian terletak antara 0,4 dan 0,8. Nilai yang lebih kecil dari 0,4 menyebabkan
overshoot berlebihan. Sedangkan lebih besar dari 0,8 menyebabkan respon terlalu lambat.
Sementara itu, overshoot dan waktu mantap saling tarik menarik secara berlawanan. Jika
overshoot kecil, waktu mantap menjadi panjang. Sebaliknya, jika waktu mantap dibuat
pendek, overshoot menjadi besar.

3.5.4 SISTEM ORDE SATU SERI


Susunan seri dua sistem orde satu atau lebih berperilaku sebagai sistem orde tinggi. Jika
keluaran sistem berikutnya mempengaruhi sistem sebelumnya disebut sistem dengan
interaksi, dan sebaliknya disebut sistem tanpa interaksi.
2

Gambar 3.25 Dua sistem orde satu seri dengan interaksi.

Gambar 3.26 Dua sistem orde satu seri tanpa interaksi.

Gambar 3.27 Respon step sistem orde satu seri


(angka dalam kurva menunjukkan jumlah sistem orde satu)

Pada gambar 3.25, laju alir masuk ke tangki-2 tergantung pada perbedaaan kedua
tinggi air. Artinya, kecepatan perubahan tinggi air tangki-2 tergantung pada tinggi air
tangki-1, dan sebaliknya. Berbeda untuk sistem tanpa interaksi sebagaiamana contoh pada
gambar 3.26. Laju alir air ke tangki-2 hanya dipengaruhi tinggi air tangki-1. Tinggi air
tangki-2 tidak mempengaruhi kecepatan perubahan tinggi air tangki-1.

3.5.5 WAKTU MATI (DEAD TIME)


Waktu mati adalah waktu antara aksi pada masukan dan munculnya reaksi pada keluaran.
Salah satu contoh, aliran cairan melalui pipa dengan luas penampang A dan panjang L.

Gambar 3.28. Waktu mati pada aliran dalam pipa.

Mula-mula air dengan laju alir volumetrik Q masuk ujung pipa kiri pada suhu mantap T o.
Suatu saat suhu air yang masuk ujung kiri dipanaskan menjadi T 1. Maka perubahan suhu
cairan tidak akan terdeteksi sensor suhu di ujung pipa kanan, sampai waktu mencapai,
A.L
p
(3.16)
Q
Model Waktu Mati
Waktu aktu mati memiliki model matematika,
(3.17)
y(t) = u(t - p)
yang berarti keluaran sistem tertunda sebesar . Sedangkan fungsi transfernya adalah,
12
Y e
ps
Gp
(3.18)
U

Respon step sistem waktu mati diperlihatkan pada gambar berikut.

Gambar 3.29. Diagram blok dan respon step waktu mati.

3.5.6 SISTEM ORDE TINGGI


Rangkaian sistem dinamik biasanya memiliki banyak elemen dinamik yang terhubung
secara rumit. Akibatnya sistem demikian merupakan sistem kompleks dan memiliki orde
tinggi. Sebagai contoh, kolom distilasi 50 tahap memiliki 50 elemen dinamik. Apabila
masing-masing elemen dibuat neraca massa dan energinya, maka diperoleh 100 persamaan
model matematika dalam bentuk persamaan diferensial sistem orde satu. Hubungan seri ke50 elemen dinamik tersebut, menghasilkan model matematika persamaan massa dan energi
masing-masing dengan orde 50. Karena kerumitan sistem orde tinggi, maka kemudian
dibuat pendekatan sebagai usaha penyederhanaan. Pendekatan dapat dilakukan dengan
mengangggap sistem orde tinggi sebagai hubungan seri waktu mati dan sistem orde satu
atau dua. Apabila satu konstanta waktu elemen dinamik jauh lebih besar (dominan), maka
konstanta waktu yang lain menghasilkan waktu mati.

3.5.7 SISTEM TAK MANTAP (INTEGRATOR ATAU NON-SELF REGULATING)


Sistem tak mantap adalah sistem yang tidak dapat mencapai keadaan seimbang dengan
sendirinya.
Model Sistem Tak mantap (Integrator)
Sistem tak mantap memiliki model matematika,

y 1 u.dt
(3.19)
i
Dalam bentuk fungsi transfer,
G Y
1
p
U s
i
dengan, i adalah waktu integral. Sistem tak mantap tidak memiliki static gain, hanya memiliki dy

Contoh sistem tak mantap atau integrator adalah tangki dengan aliran keluar pada laju
tetap. Jika terjadi perubahan laju alir masuk akan menyebabkan tinggi air berubah terus

menerus hingga tangki kosong atau air tumpah. Ini berarti, sistem tidak dapat mencapai
keseimbangan baru.

Gambar 3.30. Contoh sistem tak mantap atau integrator.

Gambar 3.31 menunjukkan respon step sistem tak mantap. Pada perubahan
masukan step, keluaran terus naik dengan kemiringan yang tergantung pada besar waktu
integral. Semakin kecil waktu integral, kemiringan semakin besar.

Gambar 3.31 Respon step sistem tak mantap (integrator).

3.5.8 SISTEM DENGAN RESPON TERBALIK (INVERSE RESPONSE)


Sistem dengan respon terbalik (inverse response) atau nonminimum phase ketika mendapat
masukan step mula-mula memberikan keluaran ke satu arah (naik atau turun). Setelah
beberapa saat keluaran berbalik arah (gambar 3.32).

Gambar 3.32 Sistem dengan respon terbalik (inverse response).

Contoh sistem dengan respon terbalik adalah proses pemanasan cairan dalam alat penukar
panas shell-and-tube yang disajikan pada gambar 3.33.

Gambar 3.33 Contoh sistem dengan respon terbalik.

Jika laju alir cairan hangat bertambah besar, maka laju alir campuran yang masuk penukar
panas bertambah. Ini menyebabkan laju cairan yang berada dalam penukar panas terdorong
lebih cepat, sehingga pertukaran panas antara pemanas dan cairan lebih singkat. Akibatnya
suhu yang keluar dari penukar panas lebih dingin. Ini ditandai dengan grafik penurunan
suhu cairan panas. Setelah beberapa saat, campuran yang lebih hangat masuk, sehingga
beban pemanasan lebih ringan dan suhu keluar naik dengan cepat.

3.6 IDENTIFIKASI SISTEM


Identifikasi sistem bertujuan untuk menentukan nilai parameternya. Hal ini sangat penting
agar dapat dihasilkan pengendalian yang baik sesuai tujuan proses. Metode identifikasi
dapat dilakukan dengan beberapa cara berdasar bentuk masukan.

Gambar 3.34 Bentuk masukan pada identifikasi sistem proses.

3.6.1

METODE KURVA REAKSI ATAU STEP-RESPONSE

Masukan sistem diubah dari satu nilai steady-state ke nilai steady-state lain. Respon
keluaran kemudian dianalisa. Identifikasi dengan metode step memiliki enam langkah.
1) Pengaruh integral dihilangkan dengan mendeferensiasi variabel keluaran, yaitu
dilakukan dengan mengurangi suatu nilai dengan nilai berikutnya.
2) Menormalkan respon, sehingga semuanya dimulai dari nol dan berakhir pada nilai
satu. Dari sini dapat ditentukan steady-state gain.
3) Komponen waktu mati dihilangkan dengan cara menggeser kurva respon ke kiri
sehingga respon dimulai tepat dari titik nol. Dari sini dapat ditentukan waktu mati.
4) Membuat model sistem orde satu atau dua sesuai respon yang diperoleh.
5) Menggabungkan perolehan integrator, gain, waktu mati dan bagian dinamik untuk
mendapatkan model akhir.
Metode ini memiliki kelebihan dalam hal kesederhanaan analisis dengan hasil cukup
memuaskan asalkan perubahan masukan tidak terlalu besar. Tetapi metode ini tidak dapat
dipakai jika sistem bersifat integrator. Jika masih ingin memakai metode kurva reaksi
untuk sistem inetgrator, disarankan memakai uji step ganda (double step).

a) First-Order Plus Dead Time (FOPDT) Metode Garis Singgung-1


Metode grafik memakai grafik respon step gambar 3.35. Kelemahan metode ini adalah
dalam hal ketelitian. Di samping itu jika respon sistem terlalu lambat maka nilai steadystate sukar diperoleh.

Gambar 3.35. Penentuan waktu mati dan konstanta waktu dengan metode garis singgung-1.

Konstanta waktu adalah nilai terkecil antara t1 dan t2. Bila t1 lebih kecil dari t2 maka
konstanta waktu diambil t1, dan sebaliknya, diambil t2. Kasus pertama adalah paling umum

ditemui dalam industri proses. Bila t1 lebih besar dari t2 berarti respon sangat cepat,
kemudian melambat. Ini terjadi jika terdapat susunan paralel beberapa waktu mati.

b) First-Order Plus Dead Time (FOPDT) Metode Garis Singgung-2


Metode ini serupa dengan metode sebelumnya, tetapi tidak perlu menunggu respon hingga
konstan, hanya sampai pada penentuan titik belok (gambar 3.36). Nilai konstanta waktu ( )
diperoleh dari hubungan,
Kp
R
(3.20)

p p u

Gambar 3.36 Penentukan konstanta waktu dengan metode garis singgung-2.

Gambar 3.37 Grafik respon step metode Smith (1985).

c) First-Order Plus Dead Time (FOPDT) Metode Smith


Pengendalian
Proses

70

Mungkin model ini yang paling baik dikerjakan secara manual (Smith, 1985). Menurut
Smith, diperlukan dua pengukuran nilai waktu, yaitu y mencapai 28,3% dan 63,2% dari

Pengendalian
Proses

71

rentang perubahan (gambar 3.37). Waktu t1 dan t2 dihitung sejak masukan mulai berubah.
Dari data tersebut diperoleh,
time constant, p = 1,5 (t2 - t1)

deadtime, p = t2 - p
Jika negatif, maka

time constant, = t2
deadtime, p = 0

3.6.2

METODE PULSA

Masukan sistem berupa pulsa dengan lebar tertentu. Metode ini bagus karena hampir tidak
mengganggu sistem proses. Tetapi analisis hasil keluaran proses lebih rumit. Kurang baik
jika sistem proses mengandung integrator.

3.6.3

METODE ANALISIS RESPON FREKUENSI

Masukan sistem berupa gelombang sinusoida dengan frekuensi bervariasi. Metode ini
bagus karena dapat mengungkap karakteristik sistem proses dengan baik, tetapi hanya
dapat dilakukan dengan baik untuk respon variabel proses yang cepat. Bila respon variabel
proses terlalu lambat, metode ini banyak memakan waktu sehingga tidak praktis.

3.6.4

METODE ANALISIS PRBS (PSEUDO RANDOM BINAY SEQUENCE)

Masukan sistem berupa pulsa-pulsa dengan amplitudo sama tetapi periode berubah secara
acak. Metode ini bagus tetapi analisisnya paling rumit. Beruntung pada saat sekarang
sudah tersedia komputer dan perangkat lunak yang sesuai sehingga mudah menganalisa.
Kekurangan metode ini adalah relatif memakan waktu jika konstanta waktu terlalu besar.

METODE RESPON STEP GANDA (DOUBLE STEP RESPONSE)


Metode ini memakai perubahan masukan dalam dua arah (doublet) ke atas dan ke bawah
secara berurutan. Dengan cara ini dapat dilakukan untuk sistem yang bersifat integrator.
Analisis dan hasilnya sama dengan metode kurva reaksi.

Gambar 3.38 Grafik respon step ganda.

SOAL-SOAL
A. URAIAN
1. Uji step terhadap penukar panas dilakukan dengan mengubah aliran pemanas. Respon
suhu aliran proses keluar pemanas disajikan pada gambar di bawah.

Aliran
pemanas
(%)

Suhu (oC)

Gambar 3.39 Uji step-response penukar panas.


o

Transmiter memiliki nilai zero 50 dan span 100 C. Tentukan parameter proses
menurut model sistem orde-1 ditambah waktu mati.
2. Sebuah ban berjalan (belt conveyor) dengan kecepatan 4 m/menit digunakan untuk
mengangkut partikel padatan. Sensor berat diletakkan pada jarak 1 m dari tempat
pemuatan padatan. Dengan membuka katup padatan 10 %, menyebabkan perubahan 15
% pada berat padatan pada ban berjalan. Hitung waktu mati dan steady-state gain.

1m
Gambar 3.40 Uji step-response ban berjalan.

3. Respons suhu reaktor pada perubahan sinyal kendali sebesar +5% adalah sebagai
o
berikut. Transmiter suhu memiliki rentang pengukuran 50 hingga 100 C. Tentukan
parameter proses model sistem orde-2 ditambah waktu mati.

Gambar 3.41 Uji step-response suhu reaktor eksotermal.

4. Suhu cairan bagian bawah kolom separasi dikendalikan dengan memanipulasi laju alir
steam ke pendidih ulang (reboiler). Transmiter suhu memiliki rentang pengukuran 60
hingga 120C. Pengendali disetel ke manual. Sinyal kendali dinaikkan sebesar 5%
pada menit ke-2. Respon suhu diperlihatkan pada gambar berikut. Tentukan parameter
proses (karakteristik proses) Kp , p, and p.

Gambar 3.42 Uji step-response suhu kolom separasi.

5. Pengenceran larutan pekat dilakukan dalam tangki berpengaduk. Kepekatan larutan


diukur ditunjukkan oleh densitas larutan. Transmiter densitas memiliki rentang
3
pengukuran 800 hingga 960 kg/m . Sinyal kendali diubah sebesar 3% pada t = 1
menit. Tentukan parameter proses.

Gambar 3.42 Uji step-response pengenceran.

B. PILIHAN GANDA
Pilih satu jawab yang benar
1. Perhatikan respon suhu pemanasan berikut.
60%
50%
o

70 C

Masukan

Keluaran

50 C
Steady-sate gain proses adalah
O
A. 60/70 %/ C
o
B. 70/60 C/%
o
C. 70/10 C/%
o
D. 10/20 %/ C
o
E. 20/10 C/%
2. Dengan menganggap perilaku proses pada soal (1) adalah sistem orde satu maka
setelah waktu selama 2 kali tetapan waktu sistem (), suhu proses adalah
A. 0,393
B. 0,865
C. 8,65
D. 57,3
E. 67,3
3. Sistem orde-0 merupakan sistem
A. proporsional
B. lag
C. osilatori
D. waktu mati
E. integrator
4. Pada saat respon tekanan gas terhadap masukan step-input mencapai 63,2% dari
maksimum ternyata diperlukan waktu 2 menit. Jadi tetapan waktu sistem adalah

A. 2 menit
B. 1,632 menit
C. 1 menit
D. 0,632 menit
E. 0,367 menit
5. Waktu mati adalah
A. waktu tanpa respon
B. waktu antara aksi dan reaksi
C. waktu setelah ada respon

D. waktu di antara aksi


E. waktu di antara reaksi

6. Konstanta waktu dan waktu mati sistem dari respon step gambar di bawah ini adalah ...

A.
B.
C.
D.
E.

1,5 dan 1
1 dan 1,5
0,5 dan 1
1 dan 0,5
0 dan 1,5

Respons sistem pemanasan terhadap step-input pada perubahan controller-ouput sebesar


20% adalah sebagai berikut.
o
7. Steady state gain sistem proses adalah A. 280/20 C/%
o
B. 20/280 %/ C
o
C. 280/20 %/ C
o
D. 20/80 %/ C
o
E. 20/80 %/ C
8.

Time constant sistem proses adalah


A. 2,1 menit
B. 4,3. menit
C. 6,4 menit
D. 8,4 menit
E. 12 menit

9. Dead time sistem proses adalah


A. 2,1 menit
B. 4,3. menit
C. 6,4 menit
D. 8,4 menit
E. 12 menit
10. Sistem orde satu 4
adalah
A. 4 dan 1
B. 1 dan 4
C. 2 dan 1
D. 2 dan 0,5
E. 1 dan 0,5

dy
dt

2 y u . Konstanta waktu dan steady-state gain berturut-turut

11. Ke dalam sebuah tangki dialirkan air dengan laju 20 L/menit. Dari tangki dikeluarkan
dengan laju 15 L/menit. Maka sistem bersifat sebagai
A. proporsional
B. sistem orde satu
C. orde satu self-regulation
D. orde satu nonself-regulation
E. diferensiator

12. Dari soal nomor (11), laju akumulasi dalam tangki adalah
A. + 20 L/menit
B. - 20 L/menit
C. + 5 L/menit
D. -5 L/menit
E. +15 L/menit
13. Respon underdamped terjadi jika
A. faktor redaman kurang dari 0
B. faktor redaman sama dengan 0
C. faktor redaman antara 0 dan 1
D. faktor redaman sama dengan 1
E. faktor redaman lebih dari 1
2

14. Sebuah pipa dengan luas penampang 5 cm mengalir air pada laju 25 cm /menit. Pipa
dilengkapi koil pemanas dan pada jarak 50 cm dari koil diletakkan sensor suhu. Waktu
mati sistem ini adalah
A. 1 menit
B. 5 menit
C. 10 menit
D. 15 menit
E. 20 menit
15. Masukan sistem tak mantap berubah sebesar 10 %. Setelah 2 menit keluaran sistem
berubah 40 %. Maka waktu integral sebesar menit
A. 2
B. 1
C.
0,5
D. 0,25
E. 0,1
16. Sistem tanpa regulasi diri mendapat perubahan masukan sebesar 10 %. Ternyata
setelah 2 menit keluaran sistem mengalami perubahan sebesar 20 %. Maka waktu
integral sistem tersebut adalah menit
A. 4
B. 2
C. 1
D.
0,5
E. 0,25
17. Sketsa step response di bawah ini adalah sistem ....
A. orde-0
B. orde satu
C. orde dua
D. integrator
E. waktu mati

18. Uji sistem integrator paling baik memakai metode


A. step response positif
B. step response negatif
C. pulsa
D. pulsa
E. step response ganda
19. Respon step sistem proses adalah sebagai berikut.

Dari grafik tersebut, maka ...


A. overshoot 150%, decay ratio 1/5
B. overshoot 150%, decay ratio 5/1
C. overshoot 50%, decay ratio 15/11
D. overshoot 50%, decay ratio 1/5
E. overshoot 50%, decay ratio 5/1
20. Sistem respon terbalik (inverse response atau non-minimum phase) adalah sistem
A. integrator
B. diferensiator
C. orde satu
D. orde dua
E. bukan salah di atas

BAB-4 SISTEM PENGENDALIAN UMPAN BALIK

TUJUAN PEMBELAJARAN UMUM


1) Memahami prinsip kerja dan penerapan pengendali on-off, P, PI, dan PID.
2) Memilih mode pengendalian yang sesuai dengan proses.
3) Menentukan parameter pengendali berdasar karakteristik proses

TUJUAN PEMBELAJARAN KHUSUS


Setelah menyelesaikan bab ini, mahasiswa diharapkan dapat:
1) Dapat menentukan cycling time dan differential gap pada pengendali on-off
2) Dapat menggambarkan respons pengendali on-off
3) Dapat menjelaskan keunggulan dan keterbatasan pengendali on-off
4) Dapat menjelaskan pengertian offset, PB, dan bias
5) Dapat menggambar respons pengendali P
6) Dapat menentukan lebar proportional band, bias,dan offset
7) Dapat menjelaskan keunggulan dan keterbatasan pengendali P
8) Dapat menjelaskan fungsi aksi integral dalam pengendali PI
9) Dapat menggambar respons pengendali PI
10) Dapat menentukan waktu integral secara grafis.
11) Menjelaskan kriteria redaman seperempat amplitudo.
Pengendalian
Proses

78

12) Menghitung nilai PB pada pengendali proporsional sesuai kriteria redaman seperempat
amplitudo
13) Menentukan nilai IE, ISE, IAE, ITAE secara grafis
14) Menentukan gain (Kc), waktu integral (Ti), dan waktu derivatif (Td) dengan metode
trial and error, kurva reaksi, osilasi lingkar tertutup, dan respons frekuensi.

Pengendalian
Proses

79

4.1 PROSES DENGAN PENGENDALIAN UMPAN BALIK


Pengendalian terhadap proses berkaitan dengan kebutuhan untuk memperkecil pengaruh
perubahan beban. Hal ini dilakukan dengan membuat hubungan antara sistem proses dan
pengendali membentuk sistem lingkar tertutup (closed-loop system) atau disebut juga
sistem pengendalian umpan balik (feedback control system). Antara sistem proses dan
pengendali dihubungkan melalui unit pengukuran (sensor/transmiter) dan unit kendali
akhir (biasanya berupa control valve).
Berdasar bentuk keluaran pengendali, sistem pengendalian umpan balik dibedakan
menjadi pengendalian diskontinyu dan kontinyu. Termasuk kelompok pengendali
diskontinyu adalah pengendali dua posisi. Sedangkan kelompok pengendali kontinyu
adalah pengendali proporsional (P), proporsional-integral (PI), proporsional-integralderivatif (PID) dan proporsional-derivatif (PD).

4.2 PENGENDALIAN DISKONTINYU


4.2.1

Pengendali Diskontinyu Dua Posisi

Pengendali dua posisi, dahulu on-off, adalah jenis pengendali paling sederhana dan murah.
Keluaran pengendali hanya memiliki dua kemungkinana nilai, yaitu maksimum (100%)
atau minimum (0%). Secara matematik,
y
b u 100%;

0%; y a
y
b u 100%;

0%; y a

untuk aksi reverse acting

(4.1)

untuk aksi direct acting

(4.2)

dengan,
u = nilai keluaran pengendali (%),
y = nilai pengukuran (variabel proses),
a = nilai batas atas variabel proses,
b = nilai batas bawah variabel proses.

4.2.2

Pengendalian Dua Posisi

Mekanisme pengendalian dua posisi mudah difahami bila ditinjau pengendalian tinggi
air dalam tangki pada gambar 4.1. Air dalam tangki secara terus menerus dikeluarkan

dengan laju tetap. Apabila permukaan air turun melebihi titik acuan (R), maka sensor
tinggi air akan memberi sinyal bahwa telah terjadi penurunan permukaan air melebihi
batas. Sinyal ini masuk ke pengendali dan pengendali memerintahkan pompa untuk
bekerja. Dengan bekerjanya pompa, air akan masuk ke tangki dan permukaan air naik
kembali. Pada saat tinggi air tepat mencapai R pompa berhenti sehingga terjadi
pengosongan tangki, dan proses di atas berulang lagi. Siklus ini berlangsung terus

menerus. Dengan demikian pompa akan selalu mati-hidup secara periodik seiring
dengan perubahan tinggi permukaan air.

Gambar 4.1 Pengendali dua posisi pada proses pengendalian tinggi air.

Peristiwa naik-turun pada tinggi permukaan air secara periodik disebut cycling atau
osilasi. Ini adalah ciri khas pengendali dua posisi. Untuk mencegah osilasi terlalu cepat,
perlu dibuat lebih dari satu batas yaitu batas atas (BA) dan batas bawah (BB). Batas atas
adalah batas tertinggi permukaan air pada saat air naik. Sedangkan batas bawah adalah
batas terbawah permukaan air saat air turun. Lebar celah antara dua titik batas disebut
celah diferensial (differential gap), histeresis, atau daerah netral.

Gambar 4.2 Pengendali dua posisi dengan celah diferensial

Pengendalian
Proses

80

Dengan adanya dua titik acuan (batas atas dan bawah), maka terdapat daerah
netral yang berada di antara dua titik acuan. Jika permukaan air berada pada daerah netral,
terdapat dua kemungkinan. Pertama, bila air sedang turun maka pompa tidak bekerja,

Pengendalian
Proses

81

karena permukaan air masih di atas batas bawah. Kedua, bila permukaan air sedang naik
maka pompa sedang bekerja, karena permukaan air di bawah batas atas.
Pengendali dua posisi mencatu energi atau massa ke dalam proses dengan bentuk
pulsa-pulsa, sehingga menimbulkan osilasi atau cycling pada variabel proses. Amplitudo
cycling bergantung pada tiga faktor, yaitu: konstanta waktu proses, waktu mati, dan besar
perubahan beban. Amplitudo osilasi menjadi kecil jika konstanta waktu proses besar,
waktu mati pendek, atau perubahan beban proses kecil.

(a) Osilasi pada variabel proses (PV)

(b) Keluaran pengendali

Gambar 4.3 Osilasi variabel proses

4.2.3

Pengendalian Tiga Posisi

Pada proses dengan konstanta waktu kecil, frekuensi osilasi menjadi besar. Keadaan ini
dapat mempercepat kerusakan peralatan kendali dan sistem proses. Untuk proses demikian
lebih baik memakai pengendali tiga posisi. Keluaran pengendali tiga posisi memiliki tiga
kemungkinan, yaitu: 0% - 50% - 100% (gambar 4.4).

Gambar 4.4 Keluaran pengendali tiga posisi.


ya = batas atas, yb = batas bawah, r = setpoint

4.2.4

Pengendalian Siklus Waktu (Modulasi Lebar Pulsa)

Pengendali siklus waktu biasanya disetel sedemikian, sehingga ketika pengukuran sama
dengan setpoint, sinyal kendali bernilai maksimum (on) selama setengah periode waktu
dan minimum (off) selama setengah periode waktu yang lain. Ketika beban bertambah
besar maka sinyal kendali akan bernilai maksimum (on) selama lebih dari setengah
periode waktu dan bernilai minimum (off) selama kurang dari setengah periode waktu.

Gambar 4.5 Pengendali siklus waktu.

Pengendalian siklus waktu banyak diterapkan pada pengendalian suhu dengan


elemen pemanas listrik. Misalnya, pada kondisi operasi normal dibutuhkan daya 500 W
dan dipakai elemen pemanas 1000 W. Pada operasi normal, pemanas akan menyala selama
5 detik (50% siklus) dan padam 5 detik (50% siklus) sehingga periode siklus waktunya 10
detik. Jika karena beban bertambah besar pemanas harus memberikan daya 800 W, maka
elemen pemanas akan menyala selama 8 detik (80% siklus) dan padam 2 detik (20%
siklus). Jadi persentase kebutuhan daya pemanasan sama dengan persentase waktu
penyalaan elemen pemanas. Atau secara umum, besar variabel pengendali ditentukan oleh
persen siklus waktu. Diagram pengendalian siklus waktu disajikan pada gambar 4.5.
Menilik kesederhanaan pengendalian diskontinyu, jenis ini memiliki kelebihan
dalam kemudahan perancangan, murah, dan handal. Sedangkan kekurangannya adalah
terjadi fluktuasi besar pada variabel proses, terutama bila perubahan beban cukup besar.
Oleh sebab itu jenis pengendalian diskontinyu jarang dipakai dalam industri proses.

4.3 PENGENDALIAN KONTINYU


Pengendali secara kontinyu membandingkan nilai sinyal pengukuran (variabel proses)
dengan setpoint untuk memutuskan tindakan yang tepat. Jika ada error, pengendali
mengatur nilai keluaran berdasar pada nilai parameter yang telah ditetapkan dalam

pengendali. Sehingga perlu menala parameter. Penalaan parameter dibutuhkan untuk


menentukan:
Seberapa besar koreksi harus dilakukan? Besar koreksi atau perubahan nilai sinyal
kendali ditentukan oleh bagian proporsional.

Seberapa lama koreksi harus dilakukan? Lamanya koreksi ditentukan oleh bagian
integral.
Seberapa cepat koreksi harus dilakukan? Kecepatan koreksi ditentukan oleh
bagian derivatif.
Pengendali ditala dalam usaha menjodohkan antara karakteristik peralatan kendali dan
sistem proses, sehingga sistem mampu merespon error secara cepat (variabel proses cepat
mencapai setpoint), tepat (variabel proses sama dengan setpoint), dan stabil (variabel
proses tak berosilasi di sekitar setpoint).

4.3.1

Pengendalian Proporsional

Karakteristik Pengendali. Pengendali proporsional menghasilkan sinyal kendali yang


besarnya sebanding (proporsional) dengan sinyal galat (error). Sehingga terdapat
hubungan tetap dan linier antara variabel proses (PV) dan sinyal kendali (posisi elemen
kendali akhir). Persamaan pengendali proporsional adalah,
u K c e uo
dengan,
u = sinyal kendali (%),
Kc = proportional gain (tanpa satuan)
e = error (%)
= (r y) untuk reverse acting
= (y r) untuk direct acting
uo = bias, yaitu nilai (u) pada saat pengukuran sama dengan setpoint (%)

Gambar 4.6 Diagram blok pengendali proporsional.

(4.3)

Variabel pengukuran (y) dan setpoint (r) diubah ke dalam persentase dari lebar rentang
pengukuran (span). Sehingga dari persamaan di atas, satuan sinyal kendali adalah persen.
Tanggapan sinyal kendali terhadap perubahan error disajikan pada gambar berikut. Terlihat
bahwa keluaran pengendali sebanding dengan besar error. Tanggapan sinyal kendali terjadi
seketika tanpa ada keterlambatan atau pergeseran fase (c = 0).

Gambar 4.7 Tanggapan pengendali proporsional

Gain Proporsional. Penalaan pengendali dibuat untuk mengatur agar control valve (final
control element) merespon error. Pengaturan gain pengendali dilakukan agar perubahan
pada sinyal pengukuran (variabel proses) akan menghasilkan perubahan sinyal kendali
yang akan mengubah posisi valve secukupnya sehingga mampu menghilangkan error.
Gain proporsional adalah perbandingan antara perubahan sinyal kendali dan error atau
sinyal pengukuran.
Pada proses cepat (volume kecil), perlu lebih gain kecil agar diperoleh kestabilan.
Sebaliknya pada proses lambat (volume besar), perlu gain lebih besar agar diperoleh
respon yang baik.

Gambar 4.8 Contoh proses cepat (kiri) dan lambat (kanan).

Proportional gain atau sensitivitas proporsional adalah perbandingan antara


perubahan sinyal kendali (u) dan perubahan error (e). Di kalangan praktisi industri,
besaran gain (Kc) kurang populer. Sebagai gantinya dipakai besaran proportional band
(PB), yaitu persentase perubahan error atau pengukuran yang menghasilkan perubahan
sinyal kendali atau manipulated variable sebesar 100%.

Proportional band, PB =

100
Kc

(4.4)

Besaran ini lebih mencerminkan kebutuhan pengendalian dibanding gain proporsional,


sebab PB pada dasarnya menunjukkan persentase lebar rentang pengukuran yang dapat
dikendalikan.

Gambar 4.9 Hubungan antara sinyal kendali, error, pengukuran, dan PB

Modus Pengendalian Proporsional. Pengendalian proporsional merupakan jenis paling


sederhana dalam pengendalian kotinyu. Meskipun demikian pengendalian ini menjadi
dasar pengendalian lain. Dengan hanya proporsional, maka keluaran pengendali (setara
dengan posisi elemen kendali akhir) sebanding atau proporsinal dengan besar nilai
pengukuran. Pada moda proporsional, nilai keluaran pengendali tidak tergantung pada nilai
pengukuran sebelumnya. Demikian juga, nilai keluaran pengendali tidak tergantung pada
kecepatan perubahan pengukuran.
Satu-satunya problem pengendalian proporsional adalah selalu menghasilkan galat
sisa (residual error, steady-state error, atau offset) yang disebabkan perubahan beban atau
setpoint. Dengan perubahan beban, diperlukan nilai sinyal kendali yang berbeda. Nilai
sinyal kendali baru diperoleh jika ada penambahan atau pengurangan dari nilai bias (sinyal
kendali saat tidak ada error). Ini dilakukan dengan menambahkan atau mengurangkan
dengan kelipatan nilai offset.
Sebagai ilustrasi disajikan contoh pengendalian level air dengan pengendalian
proporsional seperti pada gambar 4.10 dan 4.11. Pada gambar 4.10 terlihat kondisi operasi
normal. Tinggi air diinginkan 60%. Pada saat tinggi air nyata 60%, laju air masuk (beban)

dan laju air keluar (manipulated varieble) sama dengan 25 L/menit. Perhatikan bukaan
katup kendali pada aliran air keluar yang membuka kira-kira setengahnya.
Dalam gambar 4.11 diperlihatkan kondisi pada aliran air masuk (beban) 40
L/menit. Pada saat katup aliran air masuk diperbesar sehinga laju alir menjadi 40 L/menit
sementara keluaran tetap 25 L/menit maka permukaan air dalam tangki akan naik.
Kenaikan air akan mengangkat pelampung (sebagai sensor ketinggian) yang
akan

menaikkan tuas pengungkit katup (sebagai pengendali) dan membuka katup kendali aliran
air keluar lebih besar. Kenaikan katup terus berlangsung sampai tepat terjadi keseimbangan
laju alir masuk sama dengan laju air keluar pada 40 L/menit. Pada saat kondisi baru sudah
tercapai, permukaan tinggi air ternyata menjadi 70%. Kenaikan tinggi air ini diperlukan
untuk mengangkat katup aliran air keluar. Perbedaan antara setpoint dan tinggi nyata
disebut offset. Dengan demikian offset memang harus ada, agar terjadi keseimbangan
massa/energi yang baru (gambar 4.12 dan 4.13).

Air masuk
25 L/menit

Gambar 4.10

Pengendalian level dengan pengendali proporsional pada beban normal 25


L/menit.

Air masuk
40 L/menit

100%
Tinggi air 70%
Setpoint 60%

0%

Gambar 4.11

Air keluar
40 L/menit

Pengendalian level dengan pengendali proporsional pada beban 40 L/menit.

Gambar 4.12

Kurva respon pengendalian level dengan pengendali proporsional pada


proportional band yang besar.

Gambar 4.13

Kurva respon pengendalian level dengan pengendali proporsiona pada


proportional band yang kecil.

Gambar 4.14 Tanggapan variabel proses (PV) pada perubahan setpoint.

Gambar 4.15 Tanggapan variabel proses (PV) pada perubahan beban.

Offset pada pengendalian proporsional dapat diperkecil dengan memperbesar gain


proporsional (memperkecil proportional band, PB). Semakin kecil nilai proportional band
(semakin besar gain) pengendali semakin peka (tanggapan semakin cepat), offset yang
terjadi semakin kecil, tetapi sistem cenderung tidak stabil (terjadi osilasi). Sebaliknya,
dengan proportional band yang besar sistem menjadi stabil tetapi pengendali tidak peka
(lambat) dan offset besar. Pada proportional band sama dengan nol (secara nyata tidak
dapat dilakukan) perilaku pengendali proporsional sama dengan pengendali dua posisi.
Diperlukan kompromi terhadap nilai PB sehingga diperoleh tanggapan cepat, offset dapat
diterima, tetapi sistem cukup stabil (gambar 4.14 dan 4.15).
Analisis tanpa banyak melibatkan banyak persamana matematika dapat dipelajari
dari contoh pengendalian tinggi mermukaan air tersebut di atas. Variabel pengendali
(manipulated variable) adalah laju alir air keluar. Beban proses adalah laju alir air masuk.
Pada kenaikan bukaan katup kendali (atau sinyal kendali) tinggi permukaan air (variabel
proses atau sinyal pengukuran) akan turun. Jadi gain sistem proses adalah negatif atau
dengan kata lain sistem proses bersifat reverse acting. Agar terjadi umpan balik negatif,
pengendali harus bersifat direct acting. Persamaan garis kendali proporsional direct acting
adalah,
(4.5)
u K c y r uo

Titik keseimbangan
(titik operasi)
100%

Variabel proses (pengukuran)

Garis kendali

Setpoint
Grafik proses

100%

0%
0%

uo
Sinyal kendali

100%

Setpoint 60%

Gambar 4.16. Hubungan grafik pengendalian proporsinal ketika tidak ada offset.
0%

Air keluar
25 L/menit

Pada perubahan beban, grafik proses berubah. Pada kasus pengendalian tinggi
permukaan air dalam contoh di atas, kenaikan beban (laju alir air masuk) menyebabkan
kenaikan tinggi permukaan. Akibatnya titik keseimbangan berubah ke atas mengikuti garis
kendali. Pada kedudukan ini, titik keseimbangan tidak lagi bersesusaian dengan sepoint.

Gambar 4.17. Perubahan beban menghasilkan offset.

Grafik pada gambar 4.17 menjelaskan fenomena sebagaimana gambar 4.10 dan
4.11. Dengan pengendali proporsional hanya ada satu kondisi beban yang menghasilkan
nilai pengukuran sama dengan setpoint. Pada nilai beban lain, selalu akan terjadi offset.

Variabel proses (pengukuran)

100%

Offset lama
Offset baru

Garis kendali lama


(gain kecil)
Garis kendali baru
(gain besar)

Setpoint
Grafik proses baru
u (baru)

0%
0%

uo

Grafik proses lama


100%

Sinyal kendali

u (lama)

Gambar 4.18. Perubahan gain untuk memperkecil offset.

Pengurangan atau penghilangan offset dapat dilakukan dengan memperbesar gain,


mengubah setpoint atau mengubah bias. Gambar 4.18 memperlihatkan bahwa offset dapat
diperkecil dengan memperbesar gain proporsional (memperkecil proportional band).
Semakin besar gain garis kendali semakin mendatar sehingga perbedaan antara setpoint
dan pengukuran semakin kecil.
Gambar 4.19 memperlihatkan bahwa offset dapat dihilangkan dengan mengubah
nilai setpoint. Bila beban berubah, setpoint yang baru perlu diberikan. Namun dengan cara
ini berarti mengubah target operasi (nilai variabel proses yang diinginkan).

100%

Garis kendali lama

Variabel proses (pengukuran)

Garis kendali baru


Setpoint
(lama)
Setpoint
(baru)

Grafik proses baru


Grafik proses lama
0%
0%

uo
Sinyal kendali

100%

Gambar 4.19. Perubahan setpoint untuk menghilangkan offset.

100%

Garis kendali lama

Variabel proses (pengukuran)

Garis kendali baru

Pengendalian
Proses

Setpoint

Grafik proses baru


Grafik proses lama

90

0%
0%

uo
uo 100%
(lama) (baru)
Sinyal kendali

Gambar 4.20. Perubahan bias untuk menghilangkan offset.

Pengendalian
Proses

91

Penghilangan offset dapat juga dilakukan dengan mengubah nilai bias (uo) pada
pengendali proporsional. Dari kasus pengendalian tinggi permukaan air yang telah dibahas
sebelumnya, bila offset berilai positif (tinggi permukaan melebihi setpoint), bias perlu
diperbesar. Bila offset bernilai negatif (tinggi permukaan kurang dari setpoint), bias perlu
diperkecil. Perhatikan, pernyataan tersebut hanya berlaku jika aksi pengendali pada direct
acting. Untuk reverse acting, pernyataanya kebalikan dari direct acting.
Dari gambar 4.20 terlihat bawah penghilangan offset dapat dilakukan tanpa
mengubah setpoint tetapi dengan menambahkan atau mengurangkan dari nilai bias
sebagaimana gambar 4.19. Cara ini lebih baik dibanding sebelumnya. Oleh sebab itu, agar
offset hilang, perlu ditambahkan mekanisme penambahan atau pengurangan nilai bias.

4.3.2

Pengendalian Proporsional-Integral (PI)

Karakteristik Pengendali. Besar keluaran pengendali proporsional-integral (PI)


sebanding dengan besar galat (error) dan integral galat (error). Persamaan pengendali PI
ideal (standar ISA) adalah sebagai berikut.
u K ce

Kc

(4.6)

edt
uo

dengan i adalah waktu integral atau waktu reset yang memiliki satuan detik atau menit
tiap pengulangan. Pada pengendali PI, suku bias (uo) bisa ditiadakan. Sebab suku integral
mampu memberikan nilai bias yang tepat. Tanggapan pengendali PI dengan aksi reverse
acting disajikan pada gambar 3.10.

Gambar 4.21 Diagram blok pengendali proporsional-integral (PI).

Sebuah integrator adalah piranti ideal untuk mengatur nilai bias. Jika pengaturan
nilai bias dilakukan secara manual, disebut manual reset. Sebaliknya, jika dilakukan secara
otomatik dengan memakai integrator, disebut automatic reset atau lebih populer dengan
reset saja. Dengan demikian fungsi utama bagian integral adalah menghilangkan offset.

Gambar 4.22 Tanggapan loop terbuka pengendali proporsional-integral (PI) reverse acting.

Pengendalian Proporsional-Integral. Gambar berikut kembali memperlihatkan respon


pengendalian level dengan pengendali proporsional. Jika ingin mengembalikan variabel
proses (level) ke setpoint, maka manipulated variable (laju alir keluar) harus diperbesar
melebihi kebutuhan. Setelah mencapai setpoint aliran keluar dikembalikan hingga tercapai
keseimbangan massa. Penambahan laju alir keluar adalah untuk mengganti kehilangan
volume dan kemudian mengembalikan ke keseimbangan massa (gambar 4.24).
Penambahan sinyal kendali harus dilakukan hingga error hilang. Ini dikenal sebagai aksi
reset. Artinya mampu melakukan reset pada proses ke setpoint. Dalam matematika aksi
reset adalah integrasi dari error oleh sebab itu disebut juga aksi integral.

Gambar 4.23 Respon pengendalian proporsional.

Besar aksi integral ditentukan oleh waktu integral atau reset ( i). Beberapa
produsen, melakukan kalibrasi terhadap besaran 1/i (pengulangan per menit) yang dikenal
dengan reset rate dan bukan i (menit per pengulangan). Istilah ini dapat difahami dengan
melihat tanggapan step untuk loop terbuka. Dapat dilihat, bahwa pada awalnya keluaran

pengendali adalah Kce (belum ada pengaruh integral). Setelah satu periode i, maka hasil
integrasi adalah,

K
K c edt c e
Kce
i
i i

(4.7)

Artinya aksi integral telah mengulang aksi proporsional. Pengulangan ini terjadi setiap
periode waktu i. Oleh sebab itu aksi integral disebut juga aksi reset. Waktu reset adalah
waktu yang dibutuhkan aksi integral untuk mengulang aksi proporsional.

Gambar 4.24 Penambahan sinyal kendali mengembalikan variabel proses ke setpoint.

(e)

Aksi integral menyebabkan keluaran pengendali (u) berubah terus selama ada error
sampai error hilang. Aksi integral pada pengendali PI secara kontinyu menggeser letak
proportional-band (PB) dalam usaha mengubah bias. Penggeseran letak PB tidak
mengubah besar PB. Mekanisme ini menyebabkan variabel proses selalu sama dengan
setpoint (SP) untuk segala perubahan beban dalam batas pengendalian.

Gambar 4.25 Perubahan beban pada pengendali PI.

Sebagai contoh, pengendali PI memiliki PB = 50%. Mula-mula pada saat tidak ada
error (e = 0) sinyal kendali, u = 40%. Pada keadaan ini perubahan nilai variabel proses (y)
yang menyebabkan perubahan sinyal kendali sebesar 100% adalah dari 30% hingga 80%.
u 2e 40

(4.8)

Bila dimisalkan terjadi perubahan beban sehingga mengharuskan sinyal kendali, u = 70%,
maka dengan PB tetap 50% dan tidak ada error rentang perubahan variabel proses menjadi
45% hingga 95%. Persamaan keluaran pengendali yang baru adalah,
u 2e 70

(4.9)

Penambahan aksi integral menambah kelambatan dan ketidakstabilan sistem.


Pengaturan waktu integral (i) tergantung pada waktu mati sistem proses. Waktu integral
tidak boleh lebih kecil dibanding waktu mati. Jika waktu integral lebih kecil dari waktu
mati, maka keluaran pengendali terlalu cepat berubah dibanding tanggapan sistem proses.
Hal ini mengakibatkan overshoot dan osilasi berlebihan.

Keterangan:
(1) i terlalu besar
(2) i cukup
(3) i terlalu kecil

Gambar 4.26 Tanggapan loop tertutup pengendali proporsional-integral pada perubahan beban.

4.3.3

Pengendalian Proporsional-Integral-Derivatif (PID)

Karakteristik Pengendali. Besar sinyal kendali yang yang dihasilkan sebanding dengan
besar error, integral error, dan derivasi error. Suku derivatif bereaksi terhadap kecepatan
perubahan error. Persamaan pengendali PID adalah,

u Kce

Kc

edt K
c

dengan d adalah waktu derivatif.

de
dt

u
o

(4.10)

Gambar 4.27 Diagram blok pengendali proporsional-integral-derivatif (PID).

Gambar 4.28 Tanggapan loop terbuka pengendali proporsional-integral-derivatif (direct acting).

Pengendalian Proporsional-Integral-Derivatif. Kelambatan akibat aksi integral dapat


dihilangkan dengan menambah aksi derivatif (preact). Aksi derivatif bertujuan untuk
mempercepat tanggapan sekaligus memperkecil overshoot variabel proses. Hal ini dapat
terjadi, karena suku derivatif sebanding dengan besar laju perubahan error (atau
pengukuran). Oleh sebab itu dengan penambahan derivatif pengendali
dapat
mengantisipasi perubahan beban atau dengan kata lain mengurangi total penyimpangan.
Berbeda dengan penambahan integral yang bertujuan menghilangkan offset,
penambahan derivatif hanya memperbaiki perilaku lingkar (loop) pengendalian. Sehingga
muncul pertanyaan penting, dimana perlu menerapkan derivatif? Atau pertanyaan
dimana tidak perlu memakai derivatif?
Derivatif tidak diperlukan atau tidak boleh dipakai dalam lingkar pengendalian
yang menghasilkan banyak derau (noise) atau turbulensi. Penambahan derivatif
menyebabkan sistem menjadi peka terhadap noise atau perubahan cepat pada pengukuran.

Ini disebabkan karena derivatif memperkuat noise dan muncul dalam sinyal kendali.
Dengan demikian lingkar pengendalian laju alir dan level tidak cocok memakai derivatif.
Proses yang memiliki karakterisitk cepat tidak perlu memakai derivatif untuk lebih
mempercepat respons. Sehingga laju alir dan tekanan gas tidak perlu memakai derivatif.

Sebaliknya proses dengan respons lambat dan bebas noise, seperti pada pengendalian suhu
dan komposisi, perlu memakai derivatif. Demikian juga pada proses tak stabil, seperti
reaktor eksotermik, pengendalian suhunya lebih baik jika ditambahkan derivatif untuk
menstabilkan sistem. Tetapi, penambahan aksi derivatif tidak sesuai untuk proses yang
memiliki waktu mati dominan (lebih dari setengah konstanta waktu).

4.3.4

Pengendalian Proporsional-Derivatif (PD)

Karakteristik Pengendali. Bentuk persamaan pengendali PD adalah,


u Kce Kc d de
dt

(4.11)

Respons terahadp masukan step diperlihatkan pada gambar di bawha ini.

Gambar 4.29 Tanggapan loop terbuka pengendali proporsional-derivatif (direct acting).

Pengendalian Proporsional-Derivatif. Modus ini hampir tidak pernah dipakai di industri.


Disebabkan kepekaan terhadap noise dan tidak sesuai untuk proses yang memiliki waktu
mati dominan, pengendali PD banyak menimbulkan masalah dalam pengendalian.
Meskipun demikian, sebenarnya pengendali PD sesuai untuk proses multikapasitas, proses
tumpak (batch), dan proses lain yang memiliki tanggapan lambat.
Pada proses yang memiliki konstanta waktu jauh lebih besar dibanding waktu mati,
penambahan aksi derivatif dapat memperbaiki kualitas pengendalian. Proses dengan waktu
mati dominan, penambahan aksi derivatif dapat menyebabkan ketidakstabilan, sebab
adanya keterlambatan (lag) respons pengukuran.

4.4 KRITERIA DAN PENERAPAN


Pertanyaan mendasar bagi para praktisi adalah, pengendali jenis apa yang paling sesuai
dengan proses yang diberikan. Untuk dapat menjawab pertanyaan ini, dapat dikembalikan
ke masalah dinamika sistem dan karakteristik pengendali. Setelah itu ditetapkan kriteria

kinerja atau performa sistem pengendalian yang dikehendaki. Dari sini dapat disimpulkan
jenis pengendali apa yang paling tepat.

4.4.1

Kriteria Kinerja Sistem Pengendalian

Kriteria kinerja yang dikehendaki di dasarkan atas kebutuhan sistem proses. Sebagai
contoh, ada proses yang bisa menerima offset tetapi ada juga proses yang tidak dapat
menerima. Atau, ada proses yang bisa menerima osilasi, sementara proses yang lain justru
menghendaki tanggapan lambat.
Pada setiap penerapan pengendalian pada sistem proses, dapat dibedakan dua
macam kriteria, yaitu kriteria tanggapan tunak dan kriteria tanggapan dinamik. Kriteria
tanggapan tunak biasanya dinyatakan dengan tidak adanya kesalahan atau galat (error)
pada saat keadaan tunak. Dalam hampir semua kondisi pengendalian, kriteria ini tidak
dapat dicapai, kecuali digunakan pengendali PI atau PID. Kriteria tanggapan dinamik
didasarkan atas tanggapan transien lingkar tertutup yang menghasilkan galat sekecil
mungkin. Kriteria ini dibedakan menja di dua macam, yaitu kriteria sederhana dan kriteria
integral.
Kriteria sederhana didasarkan atas karakteristik tanggapan undak (step) lingkar
tertutup. Dengan kriteria ini hanya dibutuhkan sedikit titik tanggapan. Besaran yang
menentukan adalah: overshoot, waktu naik, waktu mantap, decay ratio, dan frekuensi
osilasi (lihat kembali karakteristik sistem orde dua). Dari seluruh kriteria ini, yang paling
populer karena sering digunakan adalah kriteria decay ratio yang tidak lain adalah kriteria
redaman seperempat amplitudo.
Kriteria integrasi membutuhkan data tanggapan mulai dari t = 0 hingga mencapai
keadaan tunak. Dengan demikian kriteria ini didasarkan pada seluruh tanggapan dari
proses yang bersangkutan. Kriteria yang paling sering digunakan adalah: ISE (integral of
square error), IAE (integral of absolute error), dan ITAE (integral of product of time and
the absolute error).
Secara umum tujuan kriteria integral adalah untuk mendapatkan nilai ISE, IAE,
atau ITAE sekecil mungkin. Pemilihan kriteria tergantung pada karakteristik sistem proses
dan beberapa syarat tambahan yang diperoleh dari tanggapan loop tertutup.
(1) Integral Galat Kuadrat (ISE)
Kriteria ini sangat populer di bidang akademik dan cocok digunakan untuk menekan
galat yang besar dibanding IAE.

ISE =
(2) Integral Galat Absolut (IAE)

e dt

(4.12)

Kriteria ini lebih populer di kalangan praktisi industri sebab mudah dalam
pemakaiannya. Di samping itu, kriteria ini cocok untuk menekan galat yang kecil.
IAE =

dt

(4.13)

(3) Integral Waktu dan Galat Absolut (ITAE)


Kriteria ini cocok digunakan untuk menekan galat yang terjadi dalam waktu lama.
Sebab dapat menekan galat yang sangat kecil.
IAE =

te

(4.14)

dt

4.4.2

PEMILIHAN DAN PENERAPAN JENIS PENGENDALI

Pemilihan jenis pengendali dapat dilakukan dengan dua cara. Pertama, secara teliti dengan
pendekatan matematika. Kedua, secara kualitatif dengan pendekatan umum. Jika ketelitian
menjadi prioritas utama dapat digunakan urutan sebagai berikut.
Memilih kriteria kinerja yang dikehendaki (ISE, IAE, atau ITAE).
Menghitung nilai integral kriteria tersebut untuk pengendali P, PI, dan PID, pada
parameter yang berbeda-beda.
Memilih pengendali dan parameter yang menghasilkan nilai terbaik.
Meskipun cara tersebut teliti ditinjau dari segi matematika, tetapi sangat sulit dilaksanakan.
Sebab diperlukan model proses yang akurat dan memerlukan perhitungan yang sangat
panjang. Belum lagi kesulitan akibat banyaknya kriteria. Oleh sebab itu pemilihan secara
kualitatif berikut ini masih menjadi pilihan pertama.
(1) Jika mungkin, digunakan pengendali dua posisi. Jenis ini dapat digunakan jika:
variabel proses tidak memerlukan ketelitian tinggi;
cycling pada variabel proses dapat diterima;
laju perubahan variabel proses cukup lambat.
(2) Jika pengendali dua posisi tidak mencukupi, perlu digunakan pengendali proporsional.
Jenis ini dapat digunakan jika:
offset dapat diterima dengan nilai gain (atau proportional band) yang moderat;
sistem proses memiliki aksi integrasi, misalnya tekanan gas dan level cairan;
beban tidak banyak berubah secara berlebihan;
sistem proses yang mengizinkan gain proporsional besar sehingga offset kecil.
(3) Jika pengendali proporsional tidak mencukupi, perlu digunakan pengendali
proporsional-integral (PI). Jenis ini dapat digunakan jika:
variabel proses memiliki tanggapan yang cepat, misalnya laju alir. Sebab aksi
integral memperlambat tanggapan, sehingga jika prosesnya cepat, penambahan aksi
integral masih tetap memuaskan. Oleh sebab itu tekanan gas dan tinggi permukaan
cairan jarang dikendalikan dengan PI.
Sistem proses yang tidak membolehkan adanya offset.

(4) Jika pengendali PI tidak mencukupi, perlu digunakan pengendali proporsional-integralderivatif (PID). Jenis ini dapat digunakan jika sistem proses memiliki tanggapan
lambat, offset tidak diperbolehkan, waktu mati cukup kecil (tidak dominan), perlu
antisipasi perubahan beban, dan tidak ada noise, misalnya suhu, komposisi, dan pH.

(5) Pengendali jenis proporsional-derivatif (PD) hampir tidak pernah digunakan di industri.
Adanya aksi derivatif memang mempercepat tanggapan, tetapi sangat peka terhadap
noise. Padahal variabel proses di industri hampir selalu mengandung noise. Namun
demikian jika diinginkan memakai PB yang kecil sementara overshoot diharapkan
tetap kecil, penambahan derivatif dapat membantu. Demikian pula untuk proses
tumpak (batch) dan multikapasitas pengendali PD cocok untuk dipakai, dengan catatan,
gangguan noise tidak ada.

START

Offset
diterima
?

Ya

Pengendali Proporsional

Tidak

Ada
Noise
?

Pengendali ProporsionalYa
Integral (PI)

Tidak

Waktu
mati dominan
?

Ya

Tidak

Pengendali Proporsional- Integral-Derivatif (PID)

STOP

Gambar 4.30 Diagram alir pemilihan jenis pengendali PID.

4.5 UMPAN BALIK DAN KESTABILAN


4.5.1

Umpan Balik Negatif

Terdapat dua macam umpan balik yang mungkin dalam loop pengendalian proses, yaitu
positif atau negatif. Umpan balik positif akan menyebabkan proses tidak seimbang dan
terjadi ketidakstabilan. Jika pengendalian suhu digunakan untuk memanaskan aliran
proses, maka laju pemanasan akan bertambah jika suhu aliran proses di atas setpoint.
Sebaliknya, laju pemanasan berkurang jika suhu aliran proses di bawah setpoint. Loop
dengan umpan balik positif akan menyebabkan variabel proses berada pada satu posisi dari
dua posisi ekstrim yang mungkin.
Umpan balik negatif bekerja untuk mencapai keseimbangan. Jika suhu (variabel
proses) terlalu tinggi, laju pemanasan (manipulated variable) dikurangi. Aksi ini bersifat
berlawanan dengan arah variabel proses. Gambar berikut menunjukkan aliran informasi
dalam loop umpan balik. Perlu dicatat, dalam gambar ini blok elemen kendali akhir dan
transmiter tidak digambarkan semata-mata untuk penyederhanaan.
Pada gambar 4.27 sistem pengendalian hanya dibagi menjadi dua bagian, yaitu
sistem proses dan pengendali. Transmiter dan elemen kendali akhir sudah termasuk dalam
proses. Sinyal kendali adalah representasi dari manipulated variable dan sinyal
pengukuran adalah representasi dari variabel proses.
Fungsi pengendali adalah untuk mengatasi gangguan atau perubahan beban. Ini
dapat dicapai dengan membuat nilai gain pengendali (Gc) sebesar mungkin. Jika Gc kecil,
maka diperlukan error (e) yang besar untuk mengemudikan manipulated variable (u) agar
sesuai dengan perubahan beban. Sebaliknya, jika Gc terlalu besar, maka perubahan kecil
pada error, akan terjadi perubahan besar pada manipulated variable (u), yang bisa jadi
tidak sebanding dengan besar perubahan beban. Jika ini terjadi, variabel proses dapat
mengalami osilai terus menerus. Oleh sebab itu, terdapat batas nilai Gc agar proses tetap
stabil.

Pengendalian
Proses

100

Gambar 4.32 Pengendali memanipulasi manipulated variable (u) untuk mengantisipasi gangguan
(w) dan mengembalikan error ke nol.

Pengendalian
Proses

101

4.5.2

Osilasi dalam Loop Tertutup

Osilasi dalam loop tertutup terjadi bila sejumlah energi diumpan balikkan pada saat yang
tepat sedemikian hingga dapat mengatasi rugi-rugi sistem. Hal ini terjadi jika dipenuhi
syarat berikut.
o
Umpan balik memiliki beda fase, = -360 , dengan sinyal masukan.
Gain total sistem pengendalian, G = 1, pada periode osilasi. Bila
salah satu syarat di atas tak dipenuhi, ada dua kemungkinan.
o
o
Terjadi osilasi teredam jika, = -360 dengan G < 1 atau < -360 dengan G = 1.
o
Terjadi osilasi dengan amplitudo membesar jika, = -360 dengan G > 1. Berhubung dalam
o
sistem pengendalian umpan balik telah terjadi beda fase sebesar -180 pada bagian
pembanding (antara setpoint dan variabel proses), maka osilasi akan terjadi bila pergeseran
o
fase oleh pengendali (c) dan sistem proses (ps) sebesar -180 dengan gain total (Gc +
Gps) sama dengan satu. Dapat disimpulkan, osilasi dalam loop tertutup terjadi jika, pada
periode osilasi,
o
c + ps = -180
(4.15)
Gc + Gps = 1
(4.16)

Gambar 4.33 Peristiwa osilasi kontinyu akibat interferensi saling menguatkan.

Peristiwa osilasi kontinyu pada sistem pengendalian proses dapat dijelaskan


melalui gambar 4.33. Sistem proses mendapat masukan dari manipulated variable (u) dan
memberi keluaran sebagai variabel proses (y). Dalam sistem proses, sinyal keluaran

mengalami pergeseran fase (akibat keterlambatan) sebesar ps. Keluaran (y) setelah
dibandingkan dengan setpoint masuk ke pengendali. Dalam unit pengendali, sinyal kendali

mengalami pergeseran fase sebesar c. Sinyal kendali yang telah mengalami pergeseran
fase masuk ke elemen kendali akhir untuk memanipulasi variabel masukan proses
(manipulated variable). Akhirnya antara masukan proses semula dan hasil manipulasi
yang telah tergeser fasenya mengalami interferensi. Proses demikian terus menerus
berlangsung. Dan jika antara energi yang hilang dan yang ditambahkan sama besar serta
terjadi interferensi saling menguatkan, maka variabel proses akan mengalami osilasi
kontinyu.
Pada osilasi teredam, amplitudo variabel proses semakin lama semakin kecil dan
akhirnya hilang. Waktu yang diperlukan hingga tidak terjadi osilasi, bergantung pada beda
fase dan gain totalnya.

4.5.3

Periode Osilasi

Periode osilasi bergantung pada karakterisitk proses dan pengendali yang dipakai atau
dengan kata lain tergantung pada kombinasi elemen dinamik di dalamnya. Pada osilasi
kontinyu, jika pergeseran fase hanya disebabkan oleh sistem proses maka osilasi yang
dihasilkan disebut osilasi alami dan periode osilasinya disebut periode alami (Tn). Periode
osilasi alamai hanya tergantung karakterisitk sistem proses. Dari ketergantungan ini, dapat
diambil manfaat berikut.
Jika karakterisitk seluruh elemen diketahui, maka periode alami dapat ditentukan.
Jika periode alami diketahui, dapat diperkirakan karakterisitk seluruh elemen. Disebabkan
karena besar pergeseran fase oleh pengendali dapat diatur, dengan mengatur nilai waktu
integral dan waktu derivatif, maka dimungkinkan mengatur besar periode osilasi.
Pada osilasi teredam, karena amplitudo semakin kecil, dapat dimengerti jika
periode osilasinya semakin panjang. Hubungan antara periode osilasi alami dan periode
osilasi teredam adalah,
Tr

Tn

(4.17)

dengan Tr = periode teredam (underdamped period)


Tn = periode alami (natural period), dan
= faktor redaman
Faktor redaman berhubungan dengan decay ratio, yaitu perbandingan amplitudo suatu
gelombang dengan gelombang sebelumnya. Dari gambar 4.34 maka,

c
decay ratio =

=
exp(

(4.18)
)

Pada redaman seperempat amplitudo, decay ratio = 0,25 atau = 0,215.

Gambar 4.34 Osilasi teredam

4.5.4

Kestabilan

Dalam kondisi normal, sistem pengendalian harus menghasilkan operasi yang stabil.
Artinya pengendali mampu mengembalikan penyimpangan variabel proses ke nilai yang
diinginkan dengan sesedikit mungkin overshoot dan osilasi.
Pada gain pengendali yang besar (proportional band terlalu kecil) dapat
menyebabkan sistem berosilasi meskipun memiliki tanggapan cepat. Sebaliknya jika gain
terlalu kecil, penyimpangan variabel proses terlalu besar. Kalaupun kembali ke nilai yang
dikehendaki, akan membutuhkan waktu yang lama. Untuk mendapatkan kompromi antara
kecepatan dan kestabilan sistem, telah dibakukan kriteria redaman seperempat amplitudo.
Artinya, amplitudo puncak gelombang berikutnya adalah seperempat amplitudo
sebelumnya. Ini terjadi jika gain total pada periode osilasi,
Gc Gv Gp Gt = 0,5

(4.19)

dengan G adalah gain, indeks c, v, p, t berturut-turut menunjukkan pengendali, elemen


kendali akhir, proses, dan transmiter.
Dinamika elemen kendali akhir dan transmiter biasanya diabaikan terhadap
dinamika proses, sehingga hanya memiliki nilai Kv dan Kt. Dengan memasukkan gain
keduanya ke dalam dinamika proses, maka persamaan (4.19) menjadi,
Gc Gps = 0,5

(4.20)

Di sini Gps = Kv Gp Kt, yaitu gain sistem proses termasuk elemen kendali akhir dan
transmiter. Agar terjadi redaman seperempat amplitudo, dapat dilakukan dengan mengatur
gain proporsional atau proportional band.

4.6 PENALAAN PENGENDALI (Controller Tuning)

Penalaan adalah pekerjaan menepatkan atau menyelaraskan dengan sesuatu. Dalam


konteks ini, penalaan pengendali bertujuan mendapatkan nilai paramater pengendali yang

sesuai dengan kebutuhan proses. Parameter pengendali yang ditentukan meliputi gain (Kc)
atau proportional band (PB), waktu integral (i), dan waktu derivatif (d).

4.6.1

Metode Kurva Reaksi

Metode kurva reaksi didasarkan atas tanggapan undak sistem proses. Asumsi yang
digunakan adalah, proses sebagai sistem orde satu disertai waktu mati. Langkah metode
kurva reaksi adalah sebagai berikut.
Pengendali disetel pada posisi manual.
Dilakukan sedikit perubahan mendadak pada sinyal kendali (sebaiknya kurang dari
10%), sehingga terjadi perubahan variabel proses (PV) yang dapat diamati.
Tanggapan variabel proses direkam dan dari hasil yang diperoleh ditentukan nilai
waktu mati (p), konstanta waktu sistem (p), dan steady-state gain (Kp).

p
Dari uji tersebut di atas diperoleh: K y
R
, dan N y

p
p
,
p
u

4.6.1.1 Metode Ziegler-Nichols I, Cohen-Coon dan Kriteria IAE


Berikut adalah parameter pengendali metode Ziegler-Nichols I, Cohen-Coon dan IAE.
Tabel 4.1 Persamaan penalaan pengendali memakai data kurva reaksi.
PENGENDALI
Proporsional
(P)

Proporsional
+
Integral (PI)

Proporsional
+
Integral
+
Derivatif
(PID)

Kc
Kc

ZIEGLER-NICHOLS

p
K p p
0,9

p
K p p

3,3 p
1,2 p

Kc

K p p

2 p

0,5 p

COHEN-COON

1
K p p
3
0,9 p 1 R

K
12
p p

30 3R
p

9 10R
p 4 R

K
3 4
p p

32 6R
13 8R

4
p

11 2R

IAE
0,985
0,902 p
K
p
p
0,986
0,984 p
K
p
p
0,293
p

1,645 p

p
0,921
1,435 p

K
p
p
0,251
p

1,139 p

pp

0,137
0,482

p

p

4.6.1.2 Metode Chien-Hrones-Reswick


Berikut adalah parameter pengendali metode Chien-Hrones-Reswick.
Tabel 4.2 Parameter pengendali dengan metode Chien-Hrones-Reswick
TANGGAPAN 20%
TANGGAPAN TEREDAM
OVERSHOOT
PENGENDALI
Perubahan
Perubahan
Perubahan
Perubahan
Gangguan
Setpoint
Gangguan
Setpoint
P

PI

PID

4.6.2

Kc

0,3 p
K p p

0,3 p
K p p

0,7 p
K p p

0,7 p
K p p

Kc

0,6 p
K p p

0,35 p
K p p

0,7 p
K p p

0,6 p
K p p

4 p

1,2 p

2,3 p

Kc

0,95 p
K p p

0,6 p
K p p

1,2 p
K p p

0,95 p
K p p

2,4 p

2 p

1,35 p

0,42 p

0,5 p

0,42 p

0,47 p

Metode Osilasi Lingkar Tertutup

Metode osilasi lingkar tertutup dikenal dengan metode Ziegler-Nichols II. Pada prinsipnya
dalam lingkar tertutup dibuat kondisi osilasi alami. Ini terjadi ketika pergeseran fase hanya
disebabkan oleh sistem proses. Dengan kata lain pengendali pada modus proporsional saja.
Adapun langkah penalaan adalah sebagai berikut.
1) Pengendali disetel pada posisi automatik.
2) Aksi integral dan derivatif dimatikan, dengan membuat waktu integral maksimum,
waktu derivatif nol, dan proportional band (PB) maksimum.
3) Secara berangsur PB diperkecil setengahnya, sambil diadakan perubahan kecil pada
gangguan (beban) atau setpoint.
4) Langkah nomor (3) diulang terus sampai muncul osilasi kontinyu pada variabel proses
(PV). Pada keadaan ini, proportional band sebagai proportional band kritik (PBu) atau
proportional gain sebagai proportional gain kritik (Kcu), dan periode osilasi sebagai
periode osilasi kritik (Tu). Selanjutnya parameter pengendali mengikuti tabel berikut.
Tabel 4.3 Parameter pengendali dengan metode Zigler-Nichols II
PENGENDALI

Kc

0,5Kcu

PI

0,45Kcu

PID

0,6 Kcu

Tu
1,2
0,5Tu

0
0
0,125 Tu

4.6.3

Metode Coba-Coba

Metode coba-coba (trial and error) sangat efektif jika dikerjakan oleh operator yang berpengalaman. Dengan bekal pengalaman bekerja dalam pengendalian proses, biasanya
operator memiliki intuisi tajam dan mampu melakukan penyetelan yang tepat. Meskipun
demikian, metode ini dapat dicoba oleh mereka yang belum berpengalaman dengan
melaksanakan langkah berikut.
Pengendali PI
1) Pertama-tama pengendali disetel ke posisi manual (MANU).
2) Manipulated variable (MV) diubah sebesar 5 - 10%. Kemudian diukur waktu yang
dibutuhkan variabel proses saat mulai memberi tanggapan. Watu integral (T i) dibuat
lima kali waktu tersebut.
3) Proportional band dibuat maksimum, dan pengendali di taruh ke posisi automatik
(AUTO).
4) Sambil memberi gangguan perubahan setpoint, PB diperkecil sepertiganya.
5) Langkah nomor (4) diulang terus hingga diperoleh tanggapan variabel proses yang
dikehendaki.
6) Waktu integral diperkecil sehingga diperoleh tanggapan secepat mungkin tetapi
overshoot masih dapat diterima.
Pengendali PID
1) Proportional band dibuat maksimum, waktu integral maksimum, dan waktu derivatif
minimum (nol).
2) Perlahan-lahan PB diperkecil hingga diperoleh cukup overshoot pada variabel proses
jika sistem proses diberi gangguan.
3) Waktu derivatif dinaikkan, hingga overshoot hilang.
4) Langkah (2) dan (3) diulang, hingga diperoleh tanggapan transien sesuai yang
diinginkan.
5) Waktu integral diperkecil, hingga diperoleh cukup overshoot pada variabel proses jika
sistem proses diberi gangguan.
6) Waktu derivatif dinaikkan hingga diperoleh tanggapan transien yang diinginkan.

4.7 KOMENTAR SEKITAR PENALAAN


Penalaan pengendali merupakan pekerjaan rumit yang menuntut kesabaran dan
pengalaman operator. Oleh sebab itu metode penalaan yang diuraikan di atas, hanya
sebagai acuan awal. Selanjutnya diperlukan penalaan halus agar diperoleh kualitas
pengendalian yang optimal.
Beberapa catatan yang perlu diperhatikan adalah, metode kurva reaksi tidak dapat
dipakai jika sistem proses bersifat integrator. Jika dalam rangkaian proses terdapat
integrator, maka bagian ini harus dibuat mantap terlebih dahulu dengan cara manipulasi

proses atau dengan pengendali lokal. Metode osilasi lingkar tertutup, kadang-kadang tidak
dapat dilakukan pada proses yang peka terhadap variasi variabel proses, misalnya reaktor
eksotermal atau reaktor bioproses. Sekedar acuan, di sini disampaikan nilai parameter
pengendali yang umum ditemui.

Tabel 4.4 Parameter pengendali pada berbagai proses.


PROPORTIONAL
BAND

WAKTU
INTEGRAL

WAKTU
DERIVATIF

Tekanan Gas

2-5%

Tidak perlu

Tekanan Cair

50 - 200%

0,1 0,25 menit

Tekanan Uap

10 50%

2 - 10

0,1 2,0

SISTEM PROSES

Suhu

10 50 %

2 - 10 menit

Hingga 2 menit
(lebih kecil dari
waktu integral)

Aliran

150 - 250 %

0,1 0,25 menit

Komposisi

100 - 1000 %

10 - 30 menit

Bervariasi

2 hmax

Level

Keterangan: hmax adalah persen penyimpangan maksimum level yang diinginkan.

4.8 PENGENDALIAN PROSES FUNGSI DASAR


4.8.1

Pengendalian Level

Satu fungsi dasar yang sangat umum dan sering menjadi masalah dalam proses adalah
tinggi permukaan cairan (level) dalam tangki. Meskipun terdapat beberapa alasan untuk
mengendalikan tinggi permukaan, dalam kaitan dengan operasi dan dinamika proses
beberapa hal berikut menjadi dasar pertimbangan.
(1) Sejumlah volume cairan perlu dijaga tetap yang berfungsi sebagai penyangga
(buffer) atau penampung sementara untuk mencegah penghentian (shutdown)
proses kontinyu akibat kegagalan di bagian hulu atau hilir proses. Dalam hal ini
tidak diperlukan pengendalian yang teliti. Meskipun demikian hendaknya dicatat,
bahwa menjaga tinggi permukaan cairan terlalu rendah akan memberikan cadangan
cairan terlalu sedikit bagi proses bagian hilir. Sebaliknya jika permukaan terlalu
tinggi akan memberikan cadangan cairan terlalu sedikit bagi proses bagian hulu.
(2) Banyak fungsi unit proses berjalan baik jika volume cairan tetap. Sebagai contoh
adalah bagian bawah kolom distilasi, volume padatan dalam gilingan bola (ball
mill), tinggi permukaan cairan dalam tangki pencampur, reaktor tumpak (batch),
dan lain-lain. Proses-proses ini biasanya memerlukan tinggi permukaan cairan
secara ketat, hanya boleh menyimpang beberapa persen dari setpoint.
(3) Pengendalian tinggi cairan dapat dipakai untuk memperhalus fluktuasi aliran dalam
sistem bertingkat, jika aliran keluar dari satu unit menjadi masukan unit berikutnya.
Sebagai contoh adalah umpan ke kolom distilasi. Agar operasi berjalan baik,
umpan tidak boleh berubah-ubah. Meskipun demikian, umpan biasanya merupakan
produk dari kolom distilasi atau proses lain sebelumnya. Jika dilengkapi dengan

pengendalian tinggi permukaan yang sangat peka, akan menghasilkan variasi laju
alir terlalu besar bagi unit sesudahnya. Di sini dibutuhkan tangki stabilisator (surge

tank) yang dilengkapi pengendali level yang ditala dengan benar hingga meredam
fluktuasi laju alir. Hasilnya akan dapat memperbaiki operasi kolom bagian hilir.
Gambar berikut disajikan beberapa struktur berbeda untuk mengendalian level cairan
dalam tangki.

LT

LC

LCV

Gambar 4.21 Pengendalian level dengan mengatur laju alir keluar.

LC

LCV

LT

Gambar 4.22 Pengendalian level dengan mengatur laju alir masuk.

Pengendali level pada umumnya mengendalikan proses integrator. Ini disebabkan


karena cairan yang terakumulasi adalah jumlah (integral) dari perbedaan antara aliran
masuk dan keluar. Dalam kondisi nyata, tinggi permukaan biasanya bukan sebagai penentu
laju alir masuk atau keluar.

Lingkar pengendalian level biasanya banyak noise yang diakibatkan oleh golakan
permukaan cairan. Apalagi jika aliran masuk berada di atas permukaan cairan. Selain itu,
noise juga dapat disebabkan oleh osilasi efek manometer-U antara cairan dalam tangki dan
cairan dalam pipa sensor (gambar 4.23). Osilasi yang terjadi serupa dengan osilasi variabel

LT

proses itu sendiri, meskipun tidak terjadi perubahan volume cairan. Oleh sebab itu sinyal
pengukuran hendaknya diberi filter untuk menindas noise atau osilasi.

Gambar 4.23 Efek manometer-U antara cairan dalam tangki dan pipa sensor.

Umumnya, pengendalian level tidak kritik. Lebih penting menjaga level rata-rata
selama perioda waktu yang panjang dibanding pengendalian yang teliti dari waktu ke
waktu. Disebabkan karena bersifat integrator, prosedur penalaan berbeda dengan prosedur
untuk proses mantap seperti yang telah dibahas sebelumnya.
Berdasar pengendalian level gambar 4.21 dengan variabel pengendali aliran keluar
dan gangguan aliran masuk, penalaan parameter pengendali dimulai dengan menentukan
konstanta waktu dan gain katup kendali.
Penentuan konstanta waktu untuk sistem integrator berbeda dengan sistem mantap
yang telah dibahas dalam bab sebelumnya. Penentuan konstanta waktu dimulai dari kodisi
tunak di titik operasi normal dengan pengendali pada otomatik. Katup kendali sebaiknya
dilengkapi positioner atau paling tidak bebas histeresis. Kemudian pengendali diubah ke
manual dan dibuat sedikit perubahan pada sinyal kendali (u) selama waktu tertentu (t)
sehingga terjadi perubahan laju alir keluar (Qo) dan perubahan level (h). Setelah waktu
tertentu sinyal kendali dikembalikan ke nilai semula. Nilai-nilai u, Q, dan h
dinyatakan dalam persen terhadap skala penuh (atau span). Konstanta waktu dan gain
katup kendali dihitung sebagai berikut.
Qo
t
p
h

(4.19)

Q
Kv uo

(4.20)

Penalaan parameter pengendali dibuat atas dasar perubahan gangguan (Qi) dan perubahan
level maksimum yang diinginkan (hmax).
Catatan:
Penalaan pengendali level dengan aliran masuk sebagai variabel pengendali dan
aliran keluar sebagai gangguan (gambar 4.22) dilakukan dengan cara seperti
yang telah dibahas, tetapi dengan saling menukar besaran Qi dan Qo.

Tabel 4.5 Parameter penalaan untuk pengendalian level.


RASIO
REDAMAN
(Decay Ratio)

PARAMETER PENGENDALI
GAIN PROPORSIONAL (Kc)

WAKTU INTEGRAL (i)

KRITIK
( 1)

Qi
1 0,5
0,74 h
(1 R) Kv

max

p hmax

5,44
Qi

0,05
( 0,430)

0,50 Qi 1
hmax (1 R)Kv


max
1,47 p h0,25
(1 R) Q

0,25
( 0,215)

Qi
1 1,5 K
0,32 h
(1 R)

max
v


max
0,58 p h0,9
(1 R) Q

Keterangan tabel:
p
R
dengan
p
p

4.8.2

adalah waktu mati (menit)

Pengendalian Laju Alir

Karakteristik lingkar pengendalian laju alir dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain
sebagai berikut.
Wujud aliran yaitu apakah berupa fase cair, gas, cair dan uap, atau uap saja.
Cara pengukuran yaitu bagaimana laju alir diukur.
Cara memanipulasi laju yaitu bagaimana aliran dimanipulasikan melalui elemen
kendali akhir.
Hubungan antara elemen kendali akhir dan perpipaan.
Jenis pengendali
Terlepas dari hal-hal tersebut, secara ringkas, lingkar pengendalian laju alir memiliki sifat:
relatif cepat;
tak linier; dan
biasanya banyak noise.
Karakteristik dinamik lingkar pengendalian laju alir didominasi oleh dinamika elemen
kendali akhir. Juga akibat gesekan stem dapat menimbulkan histeresis. Sebenarnya
dinamika elemen kendali akhir dapat diperbaiki dengan menambahkan positioner karena
akan mengurangi histeresis hingga dapat memperbaiki kinerja lingkar pengendalian.
Pemakian positioner sangat dianjurkan pada kebanyakan pengendalian, kecuali laju alir.
Pada pengendalian laju alir, positioner dan pengendali laju saling berinteraksi yang justru
akan menurunkan kinerja pengendalian. Namun demikian kebanyakan praktisi tidak setuju
Pengendalian
Proses

110

dengan anjuran ini. Akibatnya, positioner dipakai pada semua katup kendali tidak
terkecuali pengendalian laju alir. Memang interaksi antara positioner dan pengendali dapat
ditekan dengan cara mengurangi kepekaan pengendali.

Pengendalian
Proses

111

Faktor linieritas pengendalian laju alir ditentukan oleh karakteristik katup kendali,
tipe instrumen ukur laju alir yang dipakai dan penyempitan dalam pipa. Faktor lain yang
berkaitan dengan perancangan pengendalian laju alir adalah sensor laju alir dan sinyal
pengukuran yang dikirim ke pengendali. Jika laju alir diukur dengan intrumen beda
tekanan melintas pelat orifis, maka siyal pengukuran sebanding dengan akar laju alir. Jika
sinyal dipakai sebagai variabel proses untuk pengendali, maka hubungan akar laju alir
menambah ketidalinieran lingkar pengendalian. Katup kendali jenis persentase sama
(equal-percentage) akan menghasilkan perubahan besar pada gain proses sepanjang
rentang bukaan katup. Pilihan yang lebih baik adalah dengan memakai katup jenis bukaan
cepat (quick-opening) jika tidak ada perubahan tekanan jatuh melintas katup. Jenis linier
dapat dipakai jika terjadi cukup penurunan tekanan melintas katup saat kenaikan laju alir.

Pengendali aliran
FT

Transmiter aliran

Sensor aliran

Katup kendali

Gambar 4.24 Pengendalian laju alir.

Dengan kemajuan teknologi instrumentasi, piranti ekstraksi akar (root extraction) dapat
diletakkan sebelum sinyal pengukuran masuk ke pengendali. Atau dapat pula dilakukan
linierisasi secara perangkat lunak dalam pengendali berbasis digital. Dengan cara demikian
ketidaklinieran dapat dihilangkan. Hasilnya, katup kendali jenis persentase sama akan
dapat dipakai jika terjadi cukup penurunan tekanan melintas katup pada kenaikan laju alir.
Katup jenis linier juga dapat dipakai, jika tekanan jatuh cukup konstan.
Selain ketidaklinieran, masalah noise pengukuran akibat turbulensi dalam pipa
menambah masalah pengendalian. Beberapa tipe sensor dapat menghasilkan lebih banyak
noise. Vorteks meter dan beda tekanan menghasilkan sangat banyak noise. Pengukur jenis
magnetik dan Coriolis kurang mengandung noise. Sedangkan jenis turbin sedikit sekali
menimbulkan noise. Untuk menghilangkan noise pengukuran, perlu ditambah filter baik
dengan perangkat keras maupun perangkat lunak
Pengendalian laju alir biasanya ditala dengan gain rendah (proportional band lebar)
dan waktu integral cukup kecil. Hal ini benar, khususnya untuk pengendali digital. Sebab

pada pengendali digital terjadi waktu tunda di antara dua perioda cuplik yang besarnya
cukup berarti dibanding dengan keterlambatan proses. Pada pengendali analog, kasus ini
tidak terjadi, sehingga dapat dipakai gain besar dan waktu integral yang lama. Disebabkan
karena noise pengukuran, aksi derivatif tidak pernah dipakai dalam pengendalian laju alir.

4.8.3

Pengendalian Suhu

Pengendalian suhu bertolak belakang dengan pengendalian laju alir. Pengendalian suhu
biasanya relatif lambat dan bebas noise. Dalam kebanyakan pengendalian suhu, gain
proses berbanding terbalik dengan aliran proses.
Karakteristik dinamik proses berbeda-beda untuk pengendalian suhu penukar
panas, pemanas proses, dan kolom distilasi. Penukar panas memiliki waktu mati cukup
besar. Berbeda dengan pemanas proses yang didominasi oleh konstanta waktu.
Kebanyakan sistem proses pemanasan berupa sistem mantap (self-regulating). Dengan
demikian proses pemanasan dapat dimodelkan sebagai sistem orde satu. Namun demikian
oleh adanya dinamika katup kendali, sistem perpipaan, instrumen ukur, dan lain-lain,
menyebabkan adanya waktu mati semu. Di samping itu juga terdapat waktu mati
sebenarnya, yang berupa kelambatan transpor (transportation lag) akibat waktu yang
dibutuhkan aliran energi dari proses ke sensor suhu. Oleh sebab itu pemodelan dengan
FOPDT (first-order plus dead time) umumnya lebih baik.
Pengendalian suhu pada umumnya ditala dengan gain relatif tinggi atau
proportional band sempit dan waktu integral cukup panjang. Berhubung tidak ada noise,
pengendalian suhu dapat memakai derivatif. Penambahan derivatif akan membantu
mengantisipasi kelambatan yag disebabkan pengukuran suhu.

4.8.4

Pengendalian Tekanan

Pengendalian tekanan dibedakan untuk tekanan cair, uap dan gas. Untuk tekanan aliran,
dibedakan atas regulator tekanan (pressure regulator) dan regulator tekanan balik
(back pressure regulator). Jika sensor tekanan terletak di bagian hilir katup kendali,
lingkar pengendalian disebut regulator tekanan. Sebaliknya, jika sensor tekanan terletak di
bagian hulu katup kendali, lingkar pengendalian disebut regulator tekanan balik.

Gas
(a) Regulator tekanan

Gas
(b) Regulator tekanan balik

Gambar 4.25 Pengendalian tekanan.

Pengendalian tekanan cairan tidak umum dilakukan. Jika diperlukan, tekanan


cairan dikendalikan dengan mengatur aliran masuk dan keluar volume cairan terkendali.
Karakteristiknya serupa dengan pengendalian aliran.
Pengendalian tekanan uap cairan yang dihasilkan dari pendidihan dilakukan dengan
mengatur aliran pemanas. Dalam kasus ini sistem proses bersifat mantap (self-regulating).
Sebagai contoh proses penguapan cairan umpan dalam evaporator berikut. Aliran uap
melalui penyempitan. Laju alir uap tergantung pada tekanan dan hambatan penyempitan.

Jika hambatan tetap, maka laju alir uap hanya tergantung pada tekanan dalam evaporator.
Dalam kondisi demikian, setiap nilai tekanan uap, akan menghasilkan laju alir tertentu.
Dengan kata lain, sistem proses akan selalu mencapai kestabilan baru (self-regulatingi).
Karakteristik pengendalian proses ini serupa dengan pengendalian suhu. Sehingga bisa
memakai gain proporsional besar dan waktu integral lambat. Bergubung prosesnya bebas
noise dapat ditambah derivatif.

Uap

Umpan
Steam

FC

Cair
Gambar 4.26 Pengendalian tekanan uap pada proses mantap (self-regulating).

Uap

PC

PC

Umpan
Steam

Cair
Gambar 4.27 Pengendalian tekanan uap pada proses tak mantap (non-self-rgulating).

Pengendalian tekanan pada proses integrator atau tak mantap (non-self-regulating)


dilukiskan pada gambar 4.27. Aliran uap keluar dipertahankan konstan oleh pengendali
aliran (FC). Perubahan tekanan dalam evaporator tidak mempengaruhi laju uap. Tekanan
proses merupakan jumlah (integral) dari perbedaan energi masuk (panas) dan energi keluar
(uap bertekanan). Penalaan untuk proses integrator ini memerlukan gain proporsional besar
(proportional band sempit) dan waktu integral besar agar offset sekecil mungkin.
Pengendalian tekanan gas satu fase (tidak ada cairan) pada umumnya berperilaku
cepat dan bebas noise. Jika sistem perpipaan relatif pendek (tidak termasuk transmisi gas)
maka sistem berperilaku sebagai sistem orde satu dengan sedikit waktu mati. Penalaan
pengendali hendaknya memakai gain proporsional yang besar (proportional band sempit)
tanpa integral, sebab offset cukup kecil sehingga dapat diabaikan. Aksi derivatif tidak
diperlukan.
Kasus lain adalah pengendalian tekanan pada sistem perpipaan transmisi gas.
Dalam hal ini, energi yang tersimpan tersebar sepanjang sistem perpipaan yang panjang.
Oleh sebab itu pengendali harus ditala pada gain lebih rendah dibanding pengendali pada
sistem proses di pabrik (process plant). Agar tidak ada offset perlu ditambahkan aksi
integral.

SOAL-SOAL
A. PILIHAN GANDA
Plih satu jawab yang benar.
1. Fungsi celah diferensial adalah
A. membuat batas atas dan bawah
B. memperlambat saat PV turun
C. memperlambat saat PV naik
D. memperlambat cycling
2. Jika pengendali proporsional dibuat PB 0%, akan bersifat sebagai pengendali
A. dua posisi
B. integral
C. PD
D. PI
3. Suku integral pada pengendali PID nilainya sebanding dengan
A. besar error
B. kecepatan error
C. lamanya error
D. lama dan kecepatan error
4. Pengendali yang peka terhadap noise adalah

A. dua posisi
B.
FC P
C. PI
D. PD

PC

Kondensat

5. Respons aksi PID berikut.

Dari gambar tersebut


A. i = 4 menit, d = 1 menit
B. i = 1 menit, d = 4 menit
C. i = 0,25 menit, d = 4 menit
D. i = 4 menit, d = 4 menit
6. Persamaan pengendali PID standar ISA adalah
Kc
u K c e
edt uo
i

u K c e Kc i edt uo
Kc
de
uo
u K c e
i edt K c dt
de
d
B.

Kc

uo
u K c e Kc i edt
d dt

7. Grafik antara sinyal kendali (u) dan PV sebagai berikut.

Besar proportional band ...


A. 20%
B. 40%
C. 60%
D. 100%

PC

8. Persamaan u = Kce + uo. Pada dasarnya uo adalah


A. keluaran pengendali saat Kc=0
B. keluaran pengendali saat e = 0
Kondensat
C. keluaran pengendali saat u = 0
D. keluaran pengendali saat tunak

9. Proportional band adalah


A. persen error yang menghasilkan perubahan keluaran 100%
B. persentase keluaran oleh perubahan error 100%
C. persentase gain proporsional
D. persentase offset
10. Respons step pengendali PI pada perubahan
error 5%. Nilai PB, Kc, dan i adalah ...
A. 50 %; 2 dan 4 menit
B. 50 %; 2 dan -4 menit
C. 200 %; 2 dan 4 menit
D. 200 %; 2 dan -4 menit
11. Offset pada pengendalian proporsional saja dapat diperkecil dengan cara
A. memperkecil gain dan bias
B. memperkecil gain
C. memperkecil PB
D. memperbesar PB
12. Fungsi aksi integral adalah
A. mempercepat respon
B. menghilangkan offset
C. mengurangi osilasi
D. membuat sistem lebih stabil
13. Respons pengendalian PI untuk kurva-2 terjadi jika
Kc = 2 dan i = 4 menit. Maka kurva 1 terjadi jika ..
A. i < 4
B. Kc > 2
C. Kc < 2 atau i > 4
D. Kc > 2 atau i < 4

1
2
3

14. Fungsi aksi derivatif adalah


A. menghilangkan offset
B. menghilangkan error
C. memperkecil overshoot
D. menghilangkan bias
15. Tuning pengendali dengan metode step response dilakukan dengan cara,
A. loop terbuka dan posisi otomatik
B. loop terbuka dan posisi manual
C. loop tertutup dan posisi otomatik
D. loop tertutup dan posisi manual

16. Pada proses dengan banyak turbulensi atau fluktuasi nilai variabel proses terkendali,
tidak cocok memakai aksi derivatif, sebab aksi derivatif merespons
A. lamanya error
B. besar error
C. kecepatan error
D. besar dan lamanya error
17. Sebuah proses memiliki tetapan waktu 5 menit dan dead time 4 menit. Proses tidak
mengandung noise. Diinginkan tidak ada offset dan tidak berosilasi terus menerus.
Maka jenis pengendali yang tepat adalah
A. on-off
B. P
C. PI
D. PID
18. Sebelum ada gangguan harga keluaran pengendali PI sebesar 50 %. Setelah mendapat
gangguan ternyata PV dapat kembali ke nilai SP. Maka keluaran pengendali adalah
A. 0%
B.
50%
C.
100%
D. tak dapat dipastikan
19. Tipe proses yang sangat perlu memakai aksi derivatif adalah
A. tinggi cairan
B. aliran gas
C. suhu
D. aliran cairan
20. Pada pengendali proporsional, setelah terjadi perubahan beban yang tetap ternyata
diperoleh, uo=50%, u=60%, Kc=2, maka
A. PB = 50%
B. offset = 5%
C. e = 5%
D. jawab A, B, dan C benar
21. Pada pengendali proporsional, jika pengukuran menunjukkan harga yang sama dengan
acuan (setpoint), maka keluaran pengendali
A. tak dapat dipastikan
B. 100%
C. 50%
D. 0%
22. Pada pengendali PD, pernyataan berikut yang benar adalah ...
o
A. aksi proporsional menggeser fase sebesar -90

B.
C.
D.

aksi derivatif menggeser fase sebesar +90


o
aksi proporsional menggeser fase sebesar +90
o
aksi derivatif menggeser fase sebesar -90

23. Jika pada sistem pengendalian lingkar tertutup diinginkan redaman seperempat
amplitudo, maka gain total sistem sebersar
A. 0,1
B. 0,25
C. 0,5
D. 1
24. Dalam sebuah sistem pengendalian diketahui : Gc = Kc, Gv = 0,20 (L/s)/%, Gt = 2 %/K,
Gp = 20 K/(L/s). Maka besarnya PB agar terjadi redaman seperempat amplitudo adalah
A. 12,5 %
B. 62,5 %
C. 80 %
D. 160 %
25. Terdapat langkah penalaan,
1. pengendalidisetel ke AUTO
2. pengendalidisetel ke MANUAL
3. melakukan perubahan PV
4. melakukan perubahan MV
Pada penalaan metode kurva reaksi dilakukan ...
A. 1 dan 3
B. 2 dan 3
C. 1 dan 4
D. 2 dan 4

B. HITUNGAN
1. Sebuah tangki berdiameter 50 cm. Dari tangki dikeluarkan minyak tanah secara terus
menerus pada laju 60 L/menit. Tinggi permukaan minyak dikendalikan dengan
pengendali dua posisi. Aliran minyak ke dalam tangki diatur dengan katup kendali.
Saat terbuka penuh aliran minyak 80 L/m, dan tertutup penuh 0 L/menit. Bila celah
diferensial sebesar 20 cm, tentukan periode cycling.
2. Sebuah tangki silindris berdiameter 3 m diisi air melalui katup kendali. Katup hanya
3
mempunyai posisi membuka atau menutup. Saat membuka laju air 2 m /menit. Tangki
3
dikosongkan secara kontinyu dengan laju 1 m /menit. Variasi ketinggian air diinginkan
antara 3,5 hingga 4,5 meter. Hitung periode cycling.
3. Pengendali proporsional mengendalikan variabel proses dalam daerah suhu 50 130
o
o
C dan setpoint pada 75 C. Pada saat error = 0, keluaran pengendali = 50%. Hitung
offset yang terjadi pada saat keluaran pengendali 55% dengan Kc = 0,5.

4. Pengendali proporsional dipakai untuk mengendalikan suhu. Rentang transmiter adalah


273 - 323 K. Pengendali diatur hingga keluarannya berkisar antara 3 psi dan 15 psi
yang bersesuaian dengan katup kendali menutup dan membuka penuh. Jika PB 80%,

tentukan perubahan suhu yang diperlukan agar katup kendali dapat berubah dari
bukaan 25% ke 75%.
5. Pengendali proporsional digunakan untuk mengendalikan suhu. Diketahui PB 20%.
o
Pada harga setpoint 55 C, katup kendali terbuka penuh bila mendapat sinyal kendali
o
20 mA dan suhu aliran keluar penukar panas 50 C. Katup tertutup penuh jika sinyal
o
kendali 4 mA dan suhu aliran proses 60 C.
(a) Hitung rentang suhu yang dapat dikendalikan.
(b) Berapa gain pengendali?
6. Tekanan dalam tangki dikendalikan dengan mengatur laju alir gas yang meninggalkan
tangki. Transmiter tekanan mempunyai rentang 0 1000 kPa. Pengendali adalah jenis
proporsional dengan sinyal keluaran 0 5 V. Pengendali memiliki nilai bias yang
disetel pada titik tengah, dan setpoint 600 kPa. Ketika tekanan dalam tangki 800 kPa,
katup kendali terbuka penuh. Hitung:
(a) PB untuk pengendali ini;
(b) nilai sinyal kendali dalam persen dan dalam volt jika tekanan tangki 500 kPa.
o

7. Pengendali proporsional dipakai untuk mengendalikan suhu tanur pada 750 C dengan
o
cara mengatur laju alir bahan bakar. Rentang pengukuran transmiter suhu 0 1000 C.
Elemen kendali akhir jenis air-to-open (FC). Proportional band 15%. Pengendali
mengeluarkan sinyal 4 20 mA, dan sinyalnya mengecil jika suhu tanur naik. Jika
keluaran pengendali 12 mA ketika suhu tanur pada nilai yang diinginkan, tentukan:
(a) suhu tanur jika sinyal kendali 4, 8, dan 16 mA;
o
(b) nilai sinyal kendali jika suhu turun 15 C dari nilai yang diinginkan.
8. Uji step terhadap penukar panas
dilakukan dengan mengubah
aliran pemanas dari 50% ke
o
57%. Respons suhu ( C) aliran
proses keluar pemanas disajikan
sebagai
berikut. Transmiter
memiliki nilai zero 0 dan span
o
100 C. Tentukan parameter
pengendali
PID
menurut:
Ziegler-Nichols I, Cohen-Coon,
dan Chien- Hrones-Reswick.
Mana yang Anda pilih?

9. Sebuah sistem proses orde-1 memiliki konstanta waktu 0,6 menit dan waktu mati 0,1
menit. Gerakan control valve sebesar 10% menyebabkan perubahan variabel proses

25%. Sistem proses ini dilengkapi dengan pengendali proporsional. Tentukan besar
proportional band jika dipakai kriteria redaman seperempat amplitudo.

BAB-5 STRATEGI PENGENDALIAN LANJUT

TUJUAN PEMBELAJARAN UMUM


Memahami mekanisme pengendalian kompleks yang terdiri atas lebih dari satu lingkar
TUJUAN PEMBELAJARAN KHUSUS
Setelah menyelesaikan bab ini, mahasiswa diharapkan dapat:
1) Menyebutkan tujuan pengendalian umpan maju
2) Menyebutkan tujuan pengendalian cascade
3) Menyebutkan tujuan pengendalian rasio
4) Menyebutkan tujuan pengendalian split-range
5) Menyebutkan tujuan pengendalian override
6) Menggambar diagram pengendalian umpan maju
7) Menggambar diagram pengendalian cascade
Pengendalian
Proses

120

8) Menggambar diagram pengendalian rasio


9) Menggambar diagram pengendalian split-range
10) Menggambar diagram pengendalian override
11) Menentukan nilai rasio pada dua variabel atau lebih

Pengendalian
Proses

121

Sistem proses di pabrik hampir dapat dipastikan merupakan sistem kompleks. Hal
demikian menyebabkan perilaku sistem memiliki orde tinggi dan waktu mati besar yang
berakibat tanggapan variabel proses menjadi lambat. Belum lagi adanya gangguan yang
sukar diatasi dengan pengendalian umpan balik. Persoalan menjadi kian rumit disebabkan
adanya kenyataan bahwa sistem proses memiliki banyak masukan dan banyak keluaran.
Menghadapi persoalan demikian ternyata sistem pengendalian sederhana kurang dapat
diterapkan dengan baik. Bahkan terhadap sistem yang memiliki banyak masukan dan
banyak keluaran tidak dapat dipakai pengendali PID biasa.

5.1 PENGENDALIAN BERTINGKAT (CASCADE CONTROL)


5.1.1

PRINSIP PENGENDALIAN

Prinsip pengendalian bertingkat adalah meredam pengaruh gangguan yang masuk melalui
manipulated variable dengan memakai lingkar pengendali tambahan (primary controller,
inner controller, slave controller, sub-controller) yang terletak di dalam lingkar utama
(secondary controller, outer control, master control, atau main controller). Jika gangguan
dapat diredam oleh pengendali tambahan, maka gangguan dapat mudah ditangani secara
efisien dan tanggapan sistem menjadi lebih baik. Dengan demikian akan diperoleh
pengendalian yang halus, akurat, dan cepat. Jadi tujuan pengendalian kaskade adalah:
Meredam gangguan yang masuk melalui manipulated variable.
Menambah keamanan operasi.
Memperhalus pengendalian (memperbaiki linieritas).
Menambah akurasi pengendalian
Pengendalian cascade memerlukan dua pengendali. Satu pengendali bertindak
sebagai induk (master) dan yang lain sebagai hamba (slave). Sehingga terbentuk dua
lingkar pengendalian. Lingkar pengendalian dalam (inner loop) menjadi bagian dari
lingkar luar (outer loop). Satu hal penting di sini, tanggapan lingkar dalam (inner loop)
harus lebih cepat paling tidak tiga kali lingkar luar (outer loop), tetapi biasanya 10 sampai
20 kalinya. Dengan kata lain konstanta waktu lingkar salam harus jauh lebih kecil
dibanding lingkar luar primer.
Contoh-5.1 Pengendalian Suhu reaktor. Sebagai contoh pengendalian suhu dalam
reaktor dengan memakai air sebagai medium pendingin. Suhu reaktor dikendalikan dengan
memanipulasi laju alir air. Di sini terdapat gangguan, yang bila tidak diperhatikan bisa
menjadi masalah serius, yaitu suhu. Begitu terjadi perubahan, pengendali suhu tidak segera
merasakan perubahan, sampai suhu reaktor benar-benar berubah. Perubahan suhu jaket
dapat diatasi bila terhadap laju alir air juga dilakukan pengendalian. Dengan demikian
terdapat dua pengendali. Pertama, pengendali suhu reaktor (TC-1) sebagai pengendali
induk (master controller atau primary controller). Kedua, pengendali suhu jaket (TC-2)
sebagai pengendali hamba (slave controller atau secondary controller). Suhu jaket

dikendalikan dengan mengatur laju alir air. Jika suhu air masuk jaket berubah, suhu jaket
berubah meskipun laju alirnya tetap. Perubahan suhu jaket menunjukkan perubahan
gangguan.

Gambar 5.1 Diagram instrumentasi pengendalian cascade pada reaktor.


Keterangan:
TT-1 Transmiter suhu reaktor
TT-2 Transmiter suhu jaket
TC-1 Pengendali suhu reaktor
TC-2 Pengendali suhu jaket

Gambar 5.2 Diagram blok pengendalian cascade pada reaktor.

Contoh-5.2 Pengendalian Suhu Tanur. Dalam pengendalian umpan balik konvensional,


suhu minyak panas dikendalikan oleh laju alir bahan bakar. Karakteristik katup kendali
tidaklah linier, sehingga menurunkan kinerja pengendali PID. Jika tekanan bahan bakar
(sebagai gangguan) berubah, maka laju alir bahan bakar berubah meskipun bukaan katup
kendali tetap.

Gambar 5.3 Pengendalian suhu tanur dengan umpan balik konvesional

Pada pengendalian cascade, sebagai loop primer adalah pengendalian suhu minyak
keluar yang mengatur setpoint tekanan bahan bakar. Loop sekunder adalah pengendalian
tekanan bahan bakar yang menjaga tekanan bahan bakar tanpa menghiraukan tekanan
umpan bahan bakar dan karakteristik katup kendali.

Gambar 5.4 Pengendalian suhu tanur dengan pengendalian cascade.

Beberapa hal penting pada implementasi pengendalian cascade.


Loop dalam (sekunder) harus lebih cepat paling tidak tiga kali loop luar (primer).

Pengendalian loop dalam (sekunder) tidak perlu akurat, yang penting memiliki
tanggapan cepat terhadap perubahan gangguan atau setpoint. Oleh sebab itu
pengendali proporsional (P) biasanya mencukupi.

5.1.2

Dalam beberapa hal, jika loop dalam (sekunder) tidak dapat mengikuti setpoint
dalam waktu yang lama diperlukan reset feedback untuk penjejakan keluaran
(output tracking) semacam anti-reset windup.
Sistem pengendalian cascade akan menaikkan frekuensi alami dan memperkecil
konstanta waktu sistem. Keduanya merupakan keuntungan sistem ini. Tetapi
keuntungan utama adalah kemampuan mengurangi pengaruh gangguan.
Pengendalian cascade dapat menyempurnakan kinerja sistem pengendalian umpan
balik secara dramatik, jika dirancang dan diterapkan dengan benar.

PENALAAN PENGENDALIAN CASCADE

Penalaan pengendalian cascade di samping untuk menentukan nilai parameter pengendali,


juga untuk memastikan bahwa loop dalam tidak mempengaruhi loop luar. Langkah
penalaan dimulai dari loop dalam baru diikuti loop luar.
1) Loop luar disetel pada posisi manual (MANU).
2) Loop dalam ditala hingga diperoleh tanggapan yang cukup mantap.
3) Loop luar kemudian diubah ke posisi automatik (AUTO) dan dilakukan penalaan. Yang
perlu dijaga adalah, jangan sampai terjadi osilasi pada variabel proses utama. Jika
terjadi osilasi sensitivitas loop luar perlu diturunkan dengan memperbesar PB (atau
memper-kecil gain).
4) Tanggapan loop dalam dibuat secepat mungkin, tetapi tidak boleh terlalu cepat. Jika
terlalu cepat, loop dalam dapat mempengaruhi kestabilan loop luar.
5) Jika loop akan ditala ulang, pertama-tama loop luar diubah ke manual baru loop dalam
ditala. Setelah loop dalam pada posisi automatik, baru diikuti loop luar dikembalikan
ke automatik.

5.2 PENGENDALIAN UMPAN MAJU (FEEDFORWARD CONTROL)


5.2.2

PRINSIP PENGENDALIAN UMPAN MAJU

Prinsip pengendalian umpan maju adalah mengantisipasi gangguan sebelum berpengaruh


pada sistem proses dengan cara mengatur besar manipulated variable sesuai dengan besar
gangguan yang akan masuk tanpa perlu mengetahui nilai variabel proses. Pengendalian
umpan maju tidak mengukur variabel proses, tetapi mengukur gangguan yang masuk. Jadi
tujuan utama pengendalian umpan maju adalah menganitisipasi atau mengurangi pengaruh
gangguan sebelum masuk ke dalam sistem proses. Idealnya seluruh gangguan dideteksi
dan dihilangkan pengaruhnya. Tetapi berhubung tidak semua gangguan dapat dideteksi
atau dihilangkan secara sempurna, maka pada sistem pengendalian umpan maju masih
perlukan umpan balik. Di sini umpan balik bertugas mengatasi gangguan yang tidak dapat
dihilangkan oleh umpan maju.

Sebagai contoh ditinjau kembali pengendalian suhu dalam alat penukar panas
dengan memakai kukus sebagai medium pemanas (gambar 5.1). Di sini terdapat gangguan
yang disebabkan oleh perubahan laju alir dan suhu fluida. Dengan mempertahankan laju
alir dan suhu fluida, maka diharapkan suhu fluida keluar tidak berubah, jika suhu kukus
dan panas hilang ke lingkungan juga tidak berubah. Tetapi berhubung suhu kukus dan

panas hilang besar kemungkinan dapat berubah, di sini masih diperlukan pengendali
umpan balik.

F
T

F
To

Gambar 5.5 Diagram instrumentasi pengendalian umpan balik dan umpan maju.

Gambar 5.6 Diagram blok pengendalian balik dan umpan maju umpan maju.

Pada gambar di bawah simbol FY dan TY berturut-turut adalah kompensator laju


alir dan suhu. Kompensator ini berfungsi untuk menyesuaikan agar pengaruh gangguan

pada proses seminimal mungkin. Jika blok FY dan TY hanya berisi steady-state gain, yaitu
berupa faktor pengali dengan bilangan tetap, maka disebut kompensator tunak (steadystate). Sedangkan jika berisi elemen dinamik, disebut kompensator dinamik. Dengan
kompensator dinamik dapat diperoleh tanggapan variabel proses yang lebih baik dibanding
kompensator tunak.
Blok G1 dan G2 berturut-turut adalah fungsi transfer gangguan suhu dan laju alir.
Pada keadaan sebenarnya, blok ini berada di dalam sistem proses itu sendiri. Di sini
sengaja digambarkan untuk menunjukkan cara kerja pengendalian umpan maju. Idealnya,
hasil kali blok TT-1 dan TY ditambah hasil kali FT dan FY, dan dikalikan dengan TV, sama
dengan jumlah G1 dan G2. Jika ini terjadi, maka gangguan yang masuk ke dalam proses
dapat dihilangkan.

5.2.3

ALGORITMA PENGENDALI UMPAN MAJU

Pengendali umpan maju sering disebut sebagai kompensator atau komponesasi umpan
maju. Ini dapat berupa elemen statik saja atau elemen dinamik lead-lag. Baik elemen statik
atau elemen dinamik, keduanya harus mampu merepresantikan model sistem proses sebaik
mungkin. Semakin jauh model sistem dengan sistem sebenarnya, semakin buruk hasil
pengendalian umpan maju. Ketepatan model sistem proses merupakan prasyarat
keberhasilan pengendalian umpan maju.
Pada prinsipnya, elemen kompensasi harus dapat menyatakan model matematika
yang berupa hubungan antara variabel pengendali (manipulated variable) dan variabel
gangguan (disturbace variablei).

5.2.3.1 Model Statik (Steady-State Model)


Model statik hanya berisi elemen steady-state gain proses dan gangguan. Secara umum
elemen ini berupa faktor perbandingan antara steady-state gain gangguan (Kw) dan proses
(Kp). Sebagai contoh, pengendalian umpan maju pada penukar panas. Suhu minyak panas
dipengaruhi oleh variabel pengendali (laju alir steam) dan gangguan (laju minyak dan suhu
minyak dingin). Neraca energi dari proses di atas menghasilkan hubungan antara laju alir
steam (S) dan gangguan (F dan To)
S

Cp

T T
F

o
Hh

(5.1)

Karena suhu minyak panas (T) tidak diukur dan nilainya harus sama dengan setpoint (Tr)
maka,

Cp

Hh

T
F
r

(5.2)

Dengan model diatas, jika nilai laju alir minyak (F) dan suhu kinyak dingin (To) diperoleh
dari pengukuran terus menerus, maka laju alir steam (S) akan menyesuaikan dengan besar
gangguan.

Gambar 5.7 Proses pemanasan minyak dalam penukar panas.

Gambar 5.8 Diagram instrumentasi pengendalian umpan maju.

5.2.3.2 Model Dinamik (Dynamic Model)


Model dinamik diturunkan dari persamaan neraca massa/energi unsteady-state. Ini
dilakukan dengan bantuan diagram blok pengendalian umpan maju berikut.

Gambar 5.9 Diagram blok pengendalian umpan maju.

Dari gambar di atas, maka berlaku,


c = (Gw + Gt Gf Gv Gp) w

(5.3)

Variabel (c) dan (w) merupakan variabel relatif (dihitung terhadap kondisi nominal steadysate). Ini berarti pada kondisi itu c = 0 dan w = 0. Jika terdapat gangguan maka (w) tidak
sama dengan nol. Agar (c) tetap nol harus berlaku,

Sehingga diperoleh,

Gw + Gt Gf Gv Gp = 0

(5.4)

Gw
GG
G

(5.5)

Gf

Persamaan (5.5) merupakan fungsi transfer pengendali umpan maju yang diperlukan.

5.2.4

ELEMEN LEAD-LAG

Elemen lead-lag adalah piranti yang dapat digunakan sebagai pengendali umpan maju.
Elemen ini terdiri atas:
elemen statik (static gain), K

elemen dinamik yang bersifat mempercepat (lead), 1

elemen dinamik yang bersifat memperlambat (lag) , 2

TC
2
TT
2

S
Ts

FYTY

FT
1

TT
1

Gambar 5.10 Diagram blok elemen lead-lag.

Dalam bentuk fungsi transfer, elemen lead-lag berbentuk,

G K
1
dengan,
K = static gain

1s

(5.6)

2s
1

1 = Konstanta waktu-1
2 = Konstanta waktu-2
s = variabel Laplace

5.2.5

PENALAAN PENGENDALI UMPAN MAJU (LEAD-LAG)

Penalaan unit lead-lag dimulai dengan penalaan kasar sebagau berikut.


Pengaturan gain (K) sesuai model proses sehingga tidak ada offset pada perubahan
gangguan.
Pengaturan nilai konstanta waktu lead (1) sebesar penjumlahan semua konstanta
waktu bagian pembilang.
Pengaturan nilai konstanta waktu lag (2) sebesar penjumlahan semua konstanta
waktu bagian penyebut.
Setelah diperoleh nilai-nilai tersebut di atas, selanjutnya dilakukan penalaan halus (fine
tuning) sebagai berikut.
Konstanta waktu lead (1) diatur agar dihasilkan luas di atas dan di bawah setpoint
sama besar pada perubahan step gangguan.
Konstanta waktu lag (2) diatur agar dihasilkan osilasi sekecil mungkin dengan
selisih kedua konstanta waktu (1 - 2) tetap.

Contoh-5.3: Penalaan Pengendalian Umpan Maju


Tanggapan step pada perubahan gangguan diperoleh hasil sebagaimana gambar 5.7.

Gambar 5.11 Penalaan pengendali umpan maju

Semakin besar konstanta waktu lead tanggapan semakin cepat, dan sebaliknya. Mula-mula
nilai 1 = 1 dan 2 = 0,5 dan diperoleh tanggapan seperti gambar 5.7 (a). Dengan
menaikkan 1 menjadi 2, tanggapan semakin cepat meskipun terjadi osilasi. Terlihat
bahwa luas daerah di atas dan di bawah setpoint sama besar dan (1 - 2) sama dengan 1,5.
Selanjutnya 1 dinaikkan menjadi 2,5 untuk mempercepat tangapan. Nilai 2 dinaiikan juga
menjadi 1 agar selisih (1 - 2) tetap 1,5. Hasil terakhir ini sudah cukup.
Contoh-5.4: Pengendalian Umpan Maju pada Ketel Uap
Laju steam yang dikeluarkan oleh ketel uap tergantung pada beban pemakaian. Sehingga
beban pemakaian berlaku sebagai gangguan produksi steam. Oleh transmiter laju (FT) nilai
laju alir steam dikirimkan ke pengendali umpan maju (FFC) untuk dievaluasi. Selanjutnya
pengendali umpan maju memberikan sinyal kendali untuk mengatur bukaan katup kendali
(control valve).

Gambar 5.12 Diagram instrumentasi pengendalian umpan maju pada ketel uap.

5.3 PENGENDALIAN RASIO


Pengendalian rasio (ratio control) digunakan untuk mengendalikan perbandingan dua
variabel proses atau lebih. Sebagai contoh, perbandingan laju alir dua reaktan yang masuk
ke dalam reaktor, perbandingan laju rafluks dan distilat dalam kolom distilasi,
pencampuran dua cairan, perbandingan bahan bakar/udara, dan lain-lain.
Terdapat dua metode pengendalian rasio. Metode-1 yaitu dengan membandingkan
dua aliran. Hasil perbandingan dikirimkan ke pengendali rasio. Nilai rasio, R adalah (lihat
gambar 5.9),
m
R
(5.1)
w
Gain proses sebesar,
Pengendalian
Proses

130

Kp

Pengendalian
Proses

dR 1

dm w

(5.2)

131

SV2

RC

FV

Perpipaan

FT-1

RY

FT-2

Terlihat bahwa hubungan antara gain (Kp) dan gangguan (w) tidak linier. Oleha sebab itu
model-1 tidak biasa digunakan.
Metode-2 dilakukan dengan mengalikan nilai gangguan dengan bilangan atau
faktor rasio. Hasilnya dikirimkan ke setpoint pengendali aliran. Dengan model seperti ini
maka pengendali rasio merupakan tipe khusus dari pengendali umpan maju (feedfoward
control).

Gambar 5.13 Metode-1 Pengendalian rasio


(RY - faktor rasio)

F2

F1
Gambar 5.10 Diagram blok pengendalian rasio metode-1.

Gambar 5.14 Metode-2 Pengendalian rasio (FY - faktor rasio)

FT-1

FY

RC

FV

Perpipaan

FT-2

F1

F2

Gambar 5.12 Diagram blok pengendalian rasio metode-2.

5.4 RESET FEEDBACK


Reset feedback adalah umpan balik positif yang diambil sinyal kendali (internal reset) atau
sinyal dari luar (external reset). Tujuan reset feedback adalah untuk melakukan
kompensasi integrasi ketika sinyal kendali hasil perhitungan berbeda dibanding sinyal
kendali nyata. Seperti diketahui sinyal kendali nyata memiliki rentang 0 - 100%.
Sementara hasil perhitungan bisa lebih dari 100% atau kurang dari 0%.

Gambar 5.15 Diagram blok reset feedback.

5.5 OVERRIDE CONTROL


Override control adalah sistem pengendalian yang dipakai untuk menjaga variabel proses
dalam daerah batas operasi. Jadi tugas override control adalah sebagai sistem pengaman.
Selain itu terdapat juga sistem pengaman lain, yaitu interlock, yang berfungsi menjaga
peralatan dari malfungsi. Jika terjadi malfungsi peralatan, sistem intelock akan
menghentikan sistem proses. Berbeda dengan interlock, aksi override control tidak bekerja
drastis, tetapi tetap menjaga operasi proses dalam kondisi aman. Jika proses kembali ke
kondisi normal, override control kembali ke status normal. Loop normal akan diabaikan
(overridden) oleh loop lain yang berada dalam situasi tak normal.
Override control sering dinamakan dengan selective control. Sebutan override
control menunjukkan kondisi pengendali yang override (lebih penting). Sedangkan
selective control menunjukkan tugas pemilihan variabel mana yang menjadi masukan ke

pengendali. Pada prinsipnya jenis pengendalian ini mendapat masukan dari beberapa
variabel proses terpilih dan menghasilkan satu sinyal kendali. Variabel proses mana yang
menjadi masukan tergantung nilai variabel itu sendiri. Pemilihan variabel proses dilakukan
oleh unit selektor. Terdapat dua jenis selektor, yaitu selektor tinggi (high selector) dan
selektor rendah (low selector).

Gambar 5.16 Dua jenis selektor.

Selektor tinggi memilih sinyal masukan tertinggi kemudian meneruskannya sebagai sinyal
keluaran. Selektor rendah memilih sinyal masukan terendah kemudian meneruskannya
sebagai sinyal keluaran.
Contoh-5.5: Pengendalian suhu hot spot pada reaktor.
Reaktor aliran sumbat (PFR) yang dilengkapi dengan pendingin, pada tempat-tempat
tertentu sepanjang reaktor dapat terjadi daerah panas (hot spot). Karena daerah panas dapat
begerak acak, maka perlu dipasang beberapa transmiter suhu yang mendeteksi adanya
panas berlebih. Sinyal pengukuran selanjutnya dimasukkan ke selektor tinggi. Keluaran
selektor digunakan untuk mengendalikan laju alir pendingin. Jika salah satu transmiter
menunjukkan suhu tinggi, maka pengendali memakai sinyal pengukuran ini untuk
mengendalikan laju pendingin, sedangkan transmiter lain dikalahkan (override). Dengan
demikian batas suhu operasi dapat terus dijaga dalam batas aman.

Gambar 5.17 Pengendalian selektif tinggi.

Contoh-5.6: Pengendalian Tekanan Steam Header


Tekanan steam header harus dijaga pada nilai di atas tekanan minimumnya. Tekanan
steam header lebih penting dibanding suhu air panas. Setpoint pengendali tekanan (PIC-

102) disetel pada batas minimum tekanan steam header. Jika tekanan turun di bawah setpoint
maka sinyal keluaran PIC-102 akan mengecil. Ketika sinyal keluaran ini lebih rendah
dari pada sinyal keluaran TIC-101 maka selektor rendah (LS) akan berpindah

terhubung ke PIC-102 dan katup kendali mulai menutup. Penutupan katup kendali
mengakibatkan pasokan steam ke penukar panas berkurang, sehingga suhu air panas turun.
Tetapi ini kurang penting dibanding penurunan tekanan pada steam header.

Gambar 5.18 Pengendalian tekanan steam header.

Contoh-5.7: Pengendalian Level


Tujuan:
(1) Mengendalian tinggi permukaan cairan dan laju alir keluaran.
(2) Laju alir keluaran harus berada atas minimum untuk menghindari pengendapan.

Gambar 5.19 Pengendalian override pada level.

Tabel 5.1 Kondisi Operasi Holding Tank


KONDISI
KETERANGAN
Normal
Level Controller (LC) bekerja baik.
Laju alir keluar terlalu kecil Flow Controller (FC) mengatur pompa untuk menaikkan
laju alir
Tabel 5.2 Parameter Pengendali Holding Tank
PENGENDALI
KETERANGAN
Level Controller
Pengendali proporisonal (P) dengan respon lambat (PB
besar) dan setpoint pada normal, tidak perlu pengendalian
yang ketat.
Flow Controller
Pengendali proporsional-integral (PI) dengan respons
cepat (PB dan TI kecil), setpoint di atas normal (tinggi)
dilengkapi reset feedback.

Contoh-5.8: Pengendalian Level dan Laju pada Surge Tank


Tujuan:
(1) Menjaga laju alir pad nilai yang diinginkan.
(2) Laju alir harus di atas nilai minimum agar NPSH tidak terlalu kecil sehingga terjadi
kavitasi.

Gambar 5.20 Pengendalian level dan Laju pada Surge Tank.

Tabel 5.3 Kondisi Operasi Surge Tank


KONDISI
KETERANGAN
Normal
Flow Controller (LC) bekerja baik.
Level terlalu rendah
Level Controller (FC) mengambil alih pengendalian
untuk menurunkan laju alir

Tabel 5.4 Parameter Pengendali Surge Tank


PENGENDALI
KETERANGAN
Flow Controller
Pengendali proporsional-integral (PI) dengan respons cepat (PB
dan TI kecil), setpoint normal dilengkapi reset feedback.
Level Controller
Pengendali proporisonal (P) dengan respon cepat (PB kecil) dan
setpoint pada batas minimum level.

5.6 PENGENDALIAN SPLIT-RANGE


Pengendalian jenis ini menghasilkan banyak sinyal kendali. Masing-masing sinyal kendali
mengatur manipulated variable (MV) yang berbeda. Sebagai contoh, pengendalian laju alir
medium pemanas dan pendingin untuk reaktor eksotermik. Reaktor ini pada saat awal
reaksi memerlukan pemanasan. Setelah reaksi berlangsung beberapa saat, sejumlah panas
dikeluarkan hingga perlu pendinginan. Sebuah katup kendali digunakan untuk mengatur
laju alir pendingin, sedang katup yang lain mengatur laju alir pemanas. Pada saat keluaran
pengendali 50 %, kedua katup kendali dalam keadaan setengah terbuka (untuk katup yang
bekerja bersamaan) atau tertutup penuh (untuk katup yang bekerja bergantian). Jika sinyal
kendali lebih 50 %, katup kendali CV-1 lebih membuka, dan CV-2 lebih menutup (gambar
5.19b) atau tertutup penuh (gambar 5.19c). Jika sinyal kendali kurang dari 50%, katup
kendali CV-1 lebih menutup (gambar 5.19b) atau tertutup penuh (gambar 5.19c) dan CV-2
lebih membuka (gambar 5.19b)

Gambar 5.21 Satu sinyal pengukuran menghasilkan dua sinyal kendali.

SOAL-SOAL

1.
1.

URAIAN
Cairan panas pada titik didih pada tekanan tinggi tiba-tiba diturunkan ke tekanan
rendah melalui sebuah katup kilat (flash valve) ke dalam sebuah drum. Hasilnya
adalah berupa fraksi uap dan cairan. Tujuan perancangan adalah mengendalikan tinggi
permukaan cairan dalam drum. Jika permukaan terlalu tinggi, pengendali buang
hendaknya memerintahkan bukaan katup lebih besar sehingga laju alir bertambah. Dan
sebaliknya jika permukaan terlalu rendah. Sebagai gangguan adalah tekanan di atas
cairan, yang dapat berubah. Jika tekanan di atas cairan berkurang, tinggi permukaan
cairan akan bertambah dan pengendali akan memerintahkan pengurangan aliran
cairan. Dan sebaliknya, jika tekanan bertambah besar. Buat diagram instrumentasi
untuk pengendalian umpan maju dan umpan balik.

Gambar 5.22 Pengendalian pada flash drum.

2.

Perhatikan diagram instrumentasi pengendalian proses pada tangki penampung. Aliran


slurry out tidak boleh terlalu rendah agar tidak terjadi pengendapan padatan di dalam
pipa. Tetapi level dalam tangki penampung boleh di bawah atau di atas setpoint.

Gambar 5.23 Satu sinyal pengukuran menghasilkan dua sinyal kendali.

1. Sistem pengendalian termasuk override control

(Betul)/(Salah)

2. Setpoint LC disetel pada tinggi normal

(Betul)/(Salah)

3. LC disetel pada respons lambat dan offset dibolehkan

(Betul)/(Salah)

4. Jika (q) terlalu kecil maka p1 > p2

(Betul)/(Salah)

5. Jika (q) terlalu kecil maka FC mengambil alih pengendalian

(Betul)/(Salah)

6. Setpoint FC disetel di atas normal

(Betul)/(Salah)

7. FC disetel pada respons cepat dan tidak boleh ada offset

(Betul)/(Salah)

8. Jika level terlalu tinggi LC mengambil alih pengendalian

(Betul)/(Salah)

2.

PILIHAN GANDA

1. Dari hal-hal berikut yang bukan tujuan pengendalian cascade adalah


A. meredam gangguan
B. pengamanan sistem proses
C. mempercepat tanggapan sistem
D. mencegah fluktuasi besar variabel proses
2. Syarat penerapan pengendali kaskade sebagai berikut, kecuali
A. Variabel proses terukur
B. Gangguan terukur
C. Loop dalam lebih cepat
D. Perlu dua pengendali
3. Pengendali proporsional biasa dipakai pada inner loop pada pengendali kaskade. Sebab
A. lebih cepat dibanding PI
B. tidak perlu akurat
C. lebih stabil dibanding PI
D. Jawab A, B, dan C
4. Pengendali cascade memperbesar frekuensi alami sistem pengendalian, karena
konstanta waktunya
A. mengecil
B. membesar
C. tak berubah
D. berubah-ubah
5. Dalam sistem pengendalian cascade, loop dalam (sekunder) dapat berupa ..
A. valve actuator
B. control valve dengan positioner
C. control valve tanpa actuator
D. sistem pengendalian yang lambat

6. Jika konstanta waktu loop dalam lebih besar dibanding loop luar, maka dengan sistem
pengendalian cascade
A. memperkecil periode osilasi
B. memperbesar periode osilasi
C. memperbaiki operasi sistem
D. tidak menguntungkan
7. Penalaan sistem pengendalian cascade dimulai dengan
A. pengendali luar pada manual dan pengendali dalam ditala.
B. pengendali dalam pada manual dan pengendali luar ditala.
C. pengendali luar dan dalam ditala bersama.
D. pengendali luar dan dalam bebas ditala tanpa urutan tertentu.
8. Antisipasi gangguan pada proses tanpa mengukur PV dilakukan dengan pengendali
A. Cascade
B. split range
C. umpan maju
D. override
9. Dari hal-hal berikut yang bukan tujuan pengendalian umpan maju adalah
A. mencegah terjadinya offset
B. meredam gangguan
C. pengamanan sistem proses
D. kestabilan tinggi
10. Keuntungan memakai pengendali umpan maju adalah .
A. Akurat
B. Stabil
C. Tidak ada offset
D. Semua gangguan dapat diantisipasi
11. Sistem pengendalian umpan maju
A. diterapkan pada semua proses
B. diterapkan jika teknologi memungkinkan
C. menguntungkan dari sisi ekonomi
D. diterapkan jika menguntungkan dari segi ekonomi dan teknologi
12. Perhatikan hal-hal berikut:
(1) Gangguan terukur
(2) Model proses
(3) Elemen lead-lag
(4) Satu sensor/transmiter
Syarat penerapan pengendali umpan maju paling tidak terdiri atas
A. 1
B. 1 dan 2

C. 1, 2 dan 3
D. 1, 2, 3
dan 4

13. Perhatikan pernyataan berikut.


(1) mengukur variabel proses
(2) mengevaluasi berdasar model proses
(3) mengoreksi
(4) mengukur gangguan
Prinsip mekanisme pengendalian umpan maju adalah
A. 2, 3, 4
B. 4, 2, 3
C. 1, 4, 3
D. 1, 3, 4
14. Pernyataan yang salah tentang sebab pengendalian umpan maju biasa digabung dengan
umpan balik, adalah
A. tidak semua gangguan dapat diukur
B. model proses tidak akurat
C. antisipasi gangguan tidak dapat sempurna
D. tidak perlu mengukur variabel proses
15. Kestabilan sistem tidak dipengaruhi oleh pengendali umpan maju, sebab
A. pengendalian umpan maju bukan pengendali PID
B. tidak berpengaruh pada persamaan karakteristik sistem
C. tidak memerlukan transduser I/P
D. tidak memerlukan control valve
16. Agar dua aliran reaktan yang masuk ke dalam reaktor selalu mempunyai perbandingan
stoikhiometri yang tepat, diperlukan . control
A. Override
B. Ratio
C. split range
D. cascade
17. Sebuah proses pendinginan yang dilengkapi dengan kontrol umpan maju. Sebagai
gangguan terdeteksi adalah laju fluida yang didinginkan (F).

Dari diagram, pengendali umpan maju (FFC) berisi fungsi transfer


A. Gp
B. Gp Gw
C. Gw/Gp
Pengendalian
Proses

140

D. D. Gp/Gw

Pengendalian
Proses

141

18. Pengendali rasio


A. Dapat digunakan untuk sembarang kombinasi PV
B. memiliki satu masukan pengukuran dan dua keluaran
C. hanya untuk rasio bilangan genap
D. harus memakai pengendali PI
19. Ratio control termasuk
A. tipe khusus feedforward control
B. override control
C. cascade control
D. split range control
20. Pengendali split range memiliki jumlah PV
A. satu
B. dua
C. tiga
D. empat
21. Pengendali override (selektor) dipakai jika
A. proses memiliki lebih banyak PV dan satu MV
B. proses memiliki lebih banyak MV dan satu PV
C. dua atau lebih PV harus diisolasi
D. dua atau lebih MV harus diisolasi
22. Pengendali split range yang digunakan untuk mengendalian pemanasan dan
pendinginan reaktor eksotermal memiliki jumlah sinyal kendali ke control valve ...
A. satu
B. dua
C. tiga
D. empat
23. Sebuah reaktor memerlukan sistem pengamanan terhadap heat spot. Untuk kebutuhan
ini diperlukan jenis pengendalian
A. Cascade
B. Override
C. split range
D. ratio

BAB-6 ANALISIS SISTEM PENGENDALIAN

TUJUAN PEMBELAJARAN UMUM


Memahami analisis sistem pengendalian proses dengan memakai transformasi Laplace dan
TM
program paket MATLAB .
TUJUAN PEMBELAJARAN KHUSUS
Setelah menyelesaikan bab ini, mahasiswa diharapkan dapat:
1) Mengubah fungsi waktu menjadi fungsi Laplace.
2) Melakukan fraksi parsial fungsi (s).
3) Mengubah fungsi Laplace menjadi fungsi waktu.

4)
5)
6)
7)
8)
9)

Menentukan fungsi transfer dari persamaan diferensial sistem.


Menggambarkan respon dinamik dari suatu fungsi transfer.
Menentukan fungsi transfer lingkar tertutup.
Menentukan perilaku dinamik sistem lingkar tertutup
Menentukan kestabilan sistem pengendalian dengan metode Routh
Menentukan batas kestabilan parameter pengendali dengan metode Routh.

6.1 TINJUAN SINGKAT TRANSFORMASI LAPLACE


Analisis dan sintesis sistem pengendalian dengan menggunakan transformasi Laplace
adalah hal yang umum dilakukan para ahli khususnya jalur akademik. Dengan perangkat
transformasi Laplace, penyelesaian persamaan diferensial dan integral menjadi lebih
sederhana. Ini sangat membantu memahami hubungan antara masukan dan keluaran
sistem. Sayangnya transformasi Laplace hanya dapat diterapkan pada sistem linier yang tak
berubah (time invariant) dan kurang populer di kalangan praktisi industri. Selain terasa
abstrak, transformasi Laplace terasa sangat teoritis.
Pemakaian transformasi Laplace pada buku ini semata-mata ditujukan untuk
menambah wawasan, yang sangat boleh jadi, bermanfaat di kelak kemudian hari. Untuk
menghindari pembahasan yang cenderung teoritis dan membosankan, sengaja penyelesaian
TM
analisis dan sintesis memakai bantuan program paket MATLAB .

6.1.1

DEFINISI

Transformasi Laplace adalah pengubahan bentuk fungsi waktu, f(t), menjadi bentuk dalam
ranah frekuensi (frequuency domain), F(s), yang memenuhi hubungan,

st

(6.1)

F (s) f (t) e dt
o

atau dapat dituliskan,


F(s) = L{f(t)}

(6.2)

dengan L adalah operator Laplace. Transformasi Laplace hanya berlaku untuk waktu lebih
besar atau sama dengan nol dan f(t) kontinyu dalam rentang tersebut.
Transformasi Laplace pada dasarnya merupakan perangkat (tools) untuk
menyelesaikan persamaan diferensial dan integral. Bentuk persamaan diferensial atau
integral lebih dulu diubah ke dalam bentuk Laplace, F(s), untuk diselesaikan secara aljabar
biasa. Hasilnya kemudian diubah kembali ke bentuk f(t) yang merupakan penyelesaian
persamaan semula melalui inversi Laplace.

6.1.2

TRANSFORMASI FUNGSI

Transformasi beberapa fungsi penting yang sering dipakai disajikan dalam tabel 6.1

a) Trasformasin Derivatif

Transformasi, d
f (t) , adalah
n
dt
dn

L f (t) = F (s) n1 f (0)


n
s
s
s

n
dt

n
2

f '(0)
s

n 3

f "(0) ...
sf

n
2

(0) f

n
1

(0)

(6.3)

Tabel 6.1. Transformasi beberapa fungsi.


Nama Fungsi
Bentuk Grafik
Fungsi waktu
F(t)

Transformasi
Laplace
F(s)

(t)

Delta

A
s

Step

Eksponensial

A e-at

tn e-at

A
sa

n!
(s a)

n!

tn

Ramp

Sinusoida

sin (t)

Kosinusoida

cos (t)

-at

e sin (t)

-at

cos (t)

n1

sn1

s
2

(s a)
2

sa
(s a)
2

Jika nilai awal f(0) = 0, maka,


dn

n
L n f (t) = F(s)
s
dt

(6.4)

Contoh 6.1. Bentuk Laplace dari persamaan diferensial,


d2 y
dy
2
4 y 3x
2
dt
dt
dengan, y(0) = 0, adalah, Y (s)

3
2

2s 4s
1

X (s)

b) Transformasi Integral

Transformasi dari,

jika nilai awalnya nol, adalah,

f (t) dt

L f (t) dt

F (s)

(6.5)

Contoh 6.2. Bentuk Laplace dari persamaan integral berikut,

X (s)

y x dt

dengan, x(0) = 0, adalah,

c)

Y(s) =

Teorema Nilai Awal

Nilai awal dari f(t) adalah, lim f (t) lim sF


(s)
t 0

(6.6)

d) Teorema Nilai Akhir


Nilai akhir dari f(t) adalah, lim f (t) lim sF
(s)
t

s0

(6.7)

e)

Teorema Translasi Transformasi

Translasi dari fungsi f(t), adalah,

L e

at

f (t) F (s

(6.8)

a)

f)

Teorema Translasi Fungsi

Translasi dari fungsi f(t-a) adalah,


L f (t a) e as F
(s)

(6.9)

6.1.3

INVERSI LAPLACE

Inversi Laplace adalah mengembalikan bentuk fungsi F(s) menjadi fungsi waktu, f(t).
Penyelesaian inversi relatif lebih sulit dibandingkan dengan tranformasi ke bentuk F(s).
Inversi fungsi, F(s), adalah,

dengan, L

L -1 F
(s)
-1

f (t)

(6.10)

= inversi Laplace.

Contoh 6.3. Akan dicari inversi Laplace dari,


s1

F (s)

(s 4)(s 3)
Untuk menyelesaikan, persamaan tersebut terlebih dahulu diubah ke dalam bentuk,
F (s)

2
s1
1
(s 4)(s 3) s 4 s 3

Dengan mengacu pada persamaan (6.5) diperoleh,

4t

f (t) e

3t

2e

6.2 FUNGSI TRANSFER


Fungsi transfer sistem linier tak berubah waktu adalah perbandingan antara bentuk Laplace
variabel keluaran dan bentuk Laplace variabel masukan, dengan kondisi awal sama dengan
nol. Meskipun fungsi transfer hanya dapat digunakan pada sistem linier, tetapi lebih
informatif dari pada bentuk persamaan diferensial. Bentuk umum fungsi transfer adalah
polinomial dalam variabel Laplace (s),
G(s)
atau

N (s)
D(s)
m

b s

G(s) m

dengan m n
.

(6.14)

bm1 m1 bm2 m2 b1s


bo
s
s

n1
n
an2 n2 a1s ao
ans an1
s
s

Contoh 6.4. Fungsi Transfer

(6.15)

Sistem proses yang dilengkapi control valve dan transmiter memiliki persamaan sebagai
berikut.

d 2c

12

dc

c 2m

Sistem proses

Control
valve

Transmiter

dm
0,2 dt m u
dy
0,05 y c
dt

dt

dt

Transformasi Laplace persamaan diferensial di atas menghasilkan,

Sistem proses

Control valve

2
Gp 9s 2 12s 1
1
Gv 0,2s
Gv

Transmiter

1
1
0,05s
1

Gabungan ketiga fungsi transfer tersebut menghasilkan fungsi transfer keseluruhan antara
Y dan U.

G
G

Gv Gp Gt
2
2

(9s 12s 1)(0,2s 1)(0,05s 1)


2
G (0,09s 4 2,37s 3 12,01s 2 12,25s 1)
Fungsi transfer sistem mencerminkan karakteristiknya, baik karakteristik statik
maupun dinamik. Karakteristik statik diperoleh dengan membuat nilai s sama dengan nol.
Sedangkan karakteristik dinamik diperoleh dengan mengganti nilai s = j. Gain dinamik
diperoleh dari nilai magnitudonya dan sudut fasenya.
Steady state gain, K = lim G(s) G(s) s0
s0

Dynamic gain, G = G(s)


s j
Im

1
Sudut fase, tan

Re

(6.11)
(6.12)
(6.13)

dengan, Im adalah bagian imajiner, dan Re adalah bagian nyata (real).

6.3 ANALISIS FUNGSI TRANSFER


6.3.1

AKAR-AKAR POLINOMIAL

Akar-akar dari sebuah polinomial dapat dihitung dengan memakai perintah roots(p)
dengan p adalah vektor baris yang berisi koefisien polinomial. Jika r adalah vektor kolom
yang berisi akar-akar polinomial, maka dengan perintah poly(r), akan diperoleh kembali
harga koefisien polinomial.

Contoh 6.5.

Tentukan akar-akar polinomial


5

s 3s 11s 27s 10s 24


Penentuan akar-akar polinomial dapat dilihat pada program berikut.

Program 6.1: Menghitung akar persamaan polinomial dan mengembalikannya .


% FILE: polinom.m
% Menghitung akar-akar polinomial p = [13-11-271024];
r = roots(p)
%
polinomial
Memperoleh
kembali r = [-4; koefisien
3; -2;
-1;
1];
p = poly(r)

Hasil eksekusi program di atas adalah,


>> polinom
r=
-4.0000
3.0000
-2.0000
-1.0000
1.0000
p=
1

3 -11 -27

10

24

6.3.2 HARGA NOL , HARGA KUTUB, DAN PERSAMAAN KARAKTERISTIK


Akar-akar polinomial pembilang, N(s), disebut harga nol atau zero. Akar-akar polinomial
penyebut, D(s), disebut harga kutub atau pole. Harga nol menentukan amplitudo tanggapan
sistem. Sedangkan harga kutub menentukan karakteristik dinamik sistem. Oleh sebab itu
polinom penyebut disebut juga sebagai persamaan karakteristik sistem.
Harga nol dan harga kutub dapat dihitung dengan perintah, tf2zp. Koefisien
pembilang dan penyebut ditulis dalam bentuk vektor baris. Perhatikan contoh berikut.
Contoh 6.6.

Hitung harga nol dan harga kutub dari fungsi transfer berikut.
5

s s 7s s 6s

G(s) 5
4
3
2
s 3s 19s 43s 18s 40

Perhitungan harga nol dan harga kutub dapat dilihat pada prgram
berikut.

Program 6.2: Menghitung harga nol dan harga kutub.


% FILE : polezero.m
% Menentukan harga nol dan
num = [1-1-7
den = [1-3-19
% z = harga nol
% p = harga kutub
% k = steady-state gain
[z, p, k] = tf2zp(num,den)

harga kutub
160];
4318-40];

Hasil eksekusi adalah sebagai berikut.

polezero
z =
0
3.0000
-2.0000
-1.0000
1.0000
p =
5.0000
-4.0000
2.0000
1.0000
-1.0000
k =
1
Dengan mengetahui harga nol, harga kutub, dan steady-state gain dapat ditentukan fungsi
transfer dalam bentuk polinomialnya dengan perintah zp2tf. Harga nol dan harga kutub
ditulis dalam bentuk vektor kolom.
Contoh 6.7.

Sebuah sistem memiliki harga nol pada -5, -4, 1, harga kutub pada
-3, -2, -1, 4, dan steady-state gain 5. Tentukan fungsi transfer.

Program 6.3: Menentukan fungsi transfer.


% FILE : zpkfalih.m
% Menentukan fungsi alih
z = [-5; -4;
1];
p = [-3; -2;
-1; 4];
k = 5;
[num, den] = zp2tf(z,p,k)

Hasil eksekusi program tersebut adalah,


zpkfalih
num =
05

40

55-100

den =
1

Jadi fungsi transfernya,

-13

-38
G(s)

-24
3

5s 40s 55s 100


4

s 2s 13s 38s 24

6.3.3 EKSPANSI FRAKSI PARSIAL


Ekspansi fungsi transfer menjadi bentuk fraksi parsial dapat dilakukan dengan memakai
perintah [r, p ,k] = residue(b,a). Vektor b dan a adalah vektor baris dari koefisien
polinomial
b s
(6.16)
G(s) m m bm1 m1 bm2 m2 b1s
bo
s
s
n1
n
an2 n2 a1s ao
ans an1
s
s

Residu diperoleh sebagai vektor kolom, r, lokasi harga kutub sebagai vektor kolom, p, dan
harga konstanta dalam vektor baris, k.
Contoh 6.7.

Tentukan ekspansi ke dalam fraksi parsial untuk,


5
4
3
2
s s 7s s 6s
G(s) 5
4
3
2
s 3s 19s 43s 18s 40
Penentuan ekspansi fraksi parsial dapat diikuti pada program
berikut.

Program 6.4: Ekspansi fraksi parsial.


% FILE : residu.m
Pengendalian
% Menentukan ekspansi fraksi parsial
Proses
[r, p, k] = residue(b,a)

150

b = [1
a = [1

Pengendalian
Proses

-1
-3

-7
-19

1
43

6
18

0];
-40];

151

Hasil eksekusi program tersebut adalah,


residu
r =
2.5926
-1.0370
0.4444
0.0000
0.0000
p =
5.0000
-4.0000
2.0000
-1.0000
1.0000
k =
1
Jadi bentuk ekspansi fraksi parsialnya,
G(s) 1 2,5926 1,0370 0,4444
s4
s5
s2
Pengubahan kembali bentuk ekspansi fraksi parsial menjadi bentuk polinomial memakai
perintah, [b,a] = residue(r,p,k).

6.4 ANALISIS PENGENDALIAN UMPAN BALIK


Analisis sistem pengendalian memerlukan informasi fungsi transfer seluruh elemen yang
terlibat dalam lingkar pengendalian.

6.4.1 SISTEM PROSES


Sistem proses memiliki masukan manipulated variable (MV) dan gangguan. Sedangkan
keluarannya adalah variabel proses terkendali (controlled variable). Hubungan antara
manipulated variable, M(s), dan variabel proses terkendali, C(s), digambarkan dalam
diagram blok berikut.

Gp(s)

Gambar 6.1 Diagram blok sistem proses.

Tabel 6.2 Fungsi transfer sistem proses.


FUNGSI TRANSFER, G (s)

SISTEM PROSES

C(s)
M (s)

Kp

Orde nol (proporsional)

Kp

Orde-1

ps 1
Kp
s 2 s 1

Orde-2

Waktu mati

ps

6.4.2 PENGENDALI
Pengendali memiliki masukan sinyal error dan keluaran sinyal kendali.

Gc (s)

E(s)

G (s)
c

U(s)

U (s)
E(s)

Gambar 6.2 Diagram blok pengendali.

Tabel 6.3 Fungsi transfer pengendali.


PENGENDALI
Proporsional (P)
Proporsional-Integral (PI)

Proporsional-Integral-Derivatif (PID)
Proporsional-Derivatifd (PD)

FUNGSI TRANSFER
Gc(s)
Kc

1
K 1

T si

1
K 1
T s

c
d

T is
Kc 1 Td s

6.4.3 SISTEM LINGKAR TERTUTUP


Sistem pengendalian umpan balik merupakan sistem lingkar tertutup. Diagram blok sistem
disajikan kembali tetapi seluruh variabel dan fungsi dituliskan dalam bentuk Laplace.

Gambar 6.3 Diagram blok sistem pengendalian umpan balik.

Hubungan antara variabel proses, setpoint, dan gangguan yaitu,

Gc (s) Gv (s) G p (s)

C(s)

1 Gc (s) Gv (s) G p (s) H


(s)

G p (s)

R(s)

W
1 G (s)G (s) G (s) H (s)(s)

c
v
p

(6.17)

Fungsi transfer antara C(s) dan W(s) pada setpoint tetap (R(s) = 0) adalah,
C(s)
G p (s)
W (s)
1 Gc (s) Gv (s)G p (s) H
(s)

(6.18)

Fungsi transfer antara C(s) dan R(s) pada setpoint tetap (W(s) = 0) adalah,
Gc (s)Gv (s) G p (s)
C(s)
R(s) 1 G (s) G (s)G (s) H
c
v
p
(s)

Offset pada pengendali proporsional ditentukan dengan menghitung nilai akhir E(s).

(6.19)

E (s) R(s) H (s) C(s)

(6.20)

Offset = ess = limsE(s)

(6.21)

s0

Contoh 6.9.

Sistem pengendalian proporsional dengan data sebagai berikut.


1
.
Gc(s) = 5, Gv(s) = 1, H(s) = 1, Gp(s) =
10s 1

Maka fungsi transfer antara C(s) dan W(s) pada R(s) = 0,


C(s)
W (s)

G p (s)

1 Gc (s) Gv (s)G p (s) H


(s)

1

10s 6

Jika beban berubah sebesar 10%, maka besarnya offset,

E(s) = R(s) - Y(s) = R(s) - H(s) C(s) = 0

W (s)
10s 6

W(s)=

10
s

10

E(s) = s (10s
6)

Sehingga,

Offset adalah nilai akhir dari E(s),

10
ess = lims E(s) lim
s0

s0

1,67

10s 6

Jadi terdapat offset sebesar -1,67%.

6.4.4 TANGGAPAN SISTEM


Tanggapan sistem sangat penting dalam menentukan kinerja lingkar tertutup, sebab sistem
pengendalian bekerja atas dasar waktu. Kinerja sistem dinamik dalam ranah (domain)
waktu biasanya didasarkan atas tanggapan step (step response) atau sinusoida.
Contoh 6.10. Buat grafik tanggapan step untuk sistem berikut,
C(s)
R(s)

2
2

s 0,5s 1

Program-6.6: Tanggapan step lingkar tertutup (closed-loop).

% FILE: clstep.m
% Step-response sistem lingkar tertutup
num = 2;
den = [1 0.5 1];
step(num,den)
Hasil eksekusi program tersebut adalah sebagai berikut.

Gambar 6.4 Tanggapan step lingkar tertutup.

6.4.5 KESTABILAN
Tujuan pengendalian adalah membawa variabel proses (c) dengan memakai sinyal kendali
(u) ke nilai yang dikehendaki. Jika dengan sinyal kendali terbatas dihasilkan nilai variabel
proses yang terbatas pula, sistem disebut stabil. Tanggapan variabel proses akan terbatas,
jika seluruh harga kutub (pole) dari persamaan karakteristik berada di sebelah kiri sumbu
imajiner dalam bidang-s. Dengan kata lain sistem akan stabil jika seluruh akar-akar
persamaan karakteristik dari fungsi transfer bernilai negatif.
Salah satu teknik untuk menentukan kestabilan sistem pengendalian adalah dengan
kriteria Routh-Hurwitz yang berdasar atas persamaan karakteristik fungsi transfer,
n

n1

ans an1s

a1s ao 0

(6.22)

+jImajiner
Daerah stabil

Daerah tak stabil

+
Real
-j
Gambar 6.5 Bidang-s

Jika salah satu koefisien polinomial berharga negatif, maka sistem adalah stabil, dan tidak
perlu melakukan tes Routh. Tetapi jika seluruh koefisien berharga positif, maka sistem
dapat stabil atau tak stabil. Untuk kasus ini, maka dibuat tabel Routh sebagai berikut.

sn sn-1 sn-2 sn3

dengan,

Kolom
2
3

an
an-1
b1
c1

an-2
an-3
b2
c2

an-4
an-5
b3
c3

,
an 1an 2 anan 3
b1
an 1
b2
b1an 3 an 1b2

an 1an 4 anan 5 ,

an 1
b1an 5 an 1b3

dst.

,
dst.
,
c2
b1
b1
Perhitungan tersebut diteruskan sampai diperoleh semua elemen bernilai nol.
c1

Teorema Routh
(1) Sistem akan stabil jika seluruh elemen dalam kolom pertama berharga positif dan
bukan nol.
(2) Jika dalam kolom pertama terdapat elemen yang berharga negatif, maka terdapat harga
kutub yang berharga positif dan perubahan tanda dalam kolom.
(3) Jika terdapat sepasang akar yang berada pada sumbu imajiner, sedangkan harga kutub
yang lain negatif, maka seluruh elemen pada baris itu dan baris sesudahnya menjadi
hilang, dan sistem tak stabil.
Contoh 6.11. Tentukan, apakah sistem yang memiliki persamaan karakteristik
berikut stabil.
4
3
2
s 10s 35s 50s 24 0
Tabel Routh yang dihasilkan adalah,

1
1
10
30
42
24

Kolom
2
35
50
24
0
0

3
24
0
0
0
0

Seluruh elemen dalam kolom pertama berharga positif, maka sesuai


teorema-1, sistem adalah stabil.

SOAL-SOAL
1. Cari inversi Laplace dari,
s3
F (s) (s 1)(s 2)s

2. Tentukan akar-akar polinomial


5

3s 2s 10s 7s s 4 = 0
2. Hitung harga nol dan harga kutub dari fungsi transfer berikut.
4
3
2
s 5s 2s s
G(s) 5 4
3
2
s s 9s 4s 8s 4
4. Sebuah sistem memiliki harga nol pada -2, -3, 1, harga kutub pada -1, -3, -4, 2, dan
steady-state gain 2. Tentukan fungsi transfer sistem.
5. Sistem pengendalian proporsional dengan data sebagai berikut.
2
Gc(s) = 2, Gv(s) = 1, H(s) = 1, Gp(s) =
.
5s
1

Jika beban berubah sebesar 10%, tentukan besarnya offset proporsional.


6. Buat grafik respon step.
C(s)
1

R(s) s2 0,3s 1
7. Apakah sistem yang memiliki persamaan karakteristik berikut stabil?
4

s 5s 3s 2s 4 0

DAFTAR PUSTAKA

1. Anonim (1994). Kumpulan Materi Kursus Sistem Kontrol. Jurusan Teknik Mesin,
Politeknik ITB, Bandung.
2. Anonim (2001). The ECOSSE Control HyperCourse. Department of Chemical
Engineering, University of Edinburgh, Scotland.
3. Anderson, N.A. (1980). Instrumentation for Process Measurement and Control.
Chilton Co., Radnor, Pennsylvania.
4. Bateson, R.N. (1993). Introduction to Control System Technology. Maxwell Macmillan
International, Singapore.
5. Coughanowr, D. R. (1991). Process Systems Analysis and Control. Edisi 2, McGrawHill Int. Ed., Singapore.
6. Cooper, D. J. (2004). Practical Process Control. Control Station LLC, Storrs.
7. Gillum, D.R. (1984) Industrial Level Measurement, Instrument Society of America,
Research Triangle Pk, NC, USA.
8. Gillum, D.R. (1982) Industrial Level Measurement, Instrument Society of America,
Research Triangle Pk, NC, USA.
9. Gunterus, F. (1994). Falsafah Dasar Sistem Pengendalian Proses. PT Elex Media
Komputindo, Jakarta.
10. Kadiman, K. (1991). Pengantar Kontrol Proses Berbasis Komputer. Jurusan Teknik
Fisika, ITB, Bandung.
11. Kerlin, T.W. and Shepard, R.L. (eds) (1982) Industrial Temperature Measurement,
Instrument Society of America, Research Triangle Pk, NC, USA.
12. Link, W. (1993). Pengukuran, Pengendalian dan Pengaturan dengan PC. PT
Elexmedia Komputindo, Jakarta.

13. Luyben, W.L. (1990). Process Modeling, Simulations, and Control for Chemical
Engineers. Graw-Hill Pub. Co., Singapore.

14.Marlin, T. E. (2000). Process Control. Edisi 2, McGraw-Hill International Ed.,


Singapore.
15.Moore, A. (1986). Selecting a flowmeter. The Chemical Engineer, April, 39-45.
16.Saadat, H. (1993). Computational Aids in Control Systems Using MATLAB. McGrawHill Int. Editions., Singapore.
17.Shinskey, F.G. (1988). Process Control System. Ed. 3, MacGraw-Hill, Int. Ed.,
Singapore.
18.Smith, C.A. (1985). Principles and Practice of Automatic ProcessControl. John Wiley
and Sons, Singapore.
19.Stephanopoulos, G. (1988). Chemical Process Control. Prentice-Hall Inc., N. J.
20.Wade, H. L. (2004). Basic and Adavanced Regulatory Control: System Design and
Application. Ed. 2, ISA, NC.

Anda mungkin juga menyukai