A. PENDAHULUAN
Obyek arsitektur pada abad 19 sampai abad 20 adalah kota itu sendiri. Pada saat itu belum
dipisahkan antara disiplin arsitektur dengan perencanaan kota; dan yang menjadi obyek
penelitian ini adalah tatanan segmen kota yang diwariskan oleh arsitek Belanda. Disebut
tatanan karena obyek arsitektur yang dibahas terdiri dari sekelompok bangunan dengan
penataannya. Bentuk warisan arsitektur yang ada tidak hanya berupa bangunan tunggal yang
biasa menjadi landmark seperti Gedung Sate (di Bandung), namun bisa berupa kompleks
bangunan atau suatu daerah tertentu yang mempunyai nilai tersendiri, seperti: bagian kota
lama Semarang, lingkungan permukiman Candi Baru Semarang, lingkungan permukiman
Menteng di Jakarta atau perumahan yang cantik di sepanjang jalan Ijen di Malang.
Pada beberapa kota di Indonesia, terdapat suatu bentuk tatanan yang sering dibicarakan,
sebagian menyebutnya sebagai tatanan GARDEN CITY, namun sebagian lagi mengatakannya
hanya sebagai bentuk tatanan yang mirip. Sehingga terjadi semacam beda pendapat dari
kalangan arsitek kita. Karena beberapa segmen kota yang diduga menerapkan konsep tatanan
garden city merupakan hasil perencanaan Karsten, maka sangat perlu disimak latar belakang
pemikiran Karsten tentang perencanaan dan penataan kota yang dilakukannya.
Pada tahun 1920 an - 1930 an, Karsten membangun reputasi sebagai penasehat perencana
kota; namun ia juga aktif sebagi seorang arsitek. Dalam hal ini ia bekerja bertahun-tahun bagi
dua belas dari sembilan belas penguasa lokal di Jawa, bagi tiga penguasa lokal di Sumatera
dan bagi sebuah penguasa lokal di Kalimantan. di Jawa, antara lain: Semarang, Bandung,
Batavia/Jakarta, Magelang, Malang Buitenzorg/Bogor, Madiun, Cheribon/Cirebon dan
Meester Cornelis/Jatinegara, Yogyakarta, Surakarta serta Purwokerto. Di Sumatera ia sebagai
penasehat untuk Palembang, Padang dan Medan; dan di Borneo / Kalimatan, untuk
Banjarmasin.
Pengaruh Karsten menyebar melalui banyak kota di Hindia Timur Belanda, dan dalam hal ini
ia membuat sebuah kesan lebih mendalam pada pengembangan perencanaan kota Hindia
Timur lebih daripada orang lain.
Melihat hal ini semua, maka penurut penulis, untuk mengatahui awal perencanaan kota
Semarang dengan baik, adalah lebih bijak bila kita mengerti lebih dulu ide dan konsep
perencanaan kota menurut Karsten.
* Makalah ini disajikan di dalam acara: Kuliah Pengantar untuk mahasiswa S1 Universitas Gajah
Mada, Semarang 28/05/2015.
-------------------------1.
Kedatangan Berlage ke Indonesia yang kemudian mengeritik para arsitek Belanda yang berkarya di
Indonesia, di mana mereka hanya menerapkan konsep arsitektur Eropa langsung tanpa mempedulikan
unsur tradisional, membuat Karsten berubah total, sejak itu dia senantiasa memadukan unsur tradisional
dan lokal dalam karyanya.
Karsten menerima sebagai kenyataan : bahwa masyarakat kota terbentuk dari beberapa
kelompok masyarakat dengan ciri dan kebutuhannya masing-masing. Dalam hal ini
pendapat Karsten mirip dengan ide pengelompokan masyarakat dan penggunaan pola radial
concentric yang diusulkan oleh Ebenezer Howard dengan Garden City-nya. Namun di
dalam masyarakat Hindia Belanda, menurut pendapatnya masalah ras lebih berlaku ( valid )
dibanding dengan di dalam masyarakat Eropa berdasar pada hadirnya ke tiga ras ( Eropa,
Indonesia dan Cina ).
Ide para arsitek Belanda bahwa arsitektur seharusnya merupakan sebuah profesi dengan
tanggung jawab sosial berasal dari Gottfried Semper yang memiliki pengaruh langsung.
Dipengaruhi langsung oleh Semper, H.P. Berlage merupakan kunci figur di dalam memahami
effek sosialisme pada ide-ide para arsitek Belanda termasuk Karsten. Berlage percaya, bahwa
sosialisme lebih daripada politik. Ia merupakan sebuah etika pernyataan berfikir,
berevolusi menjadi sebuah budaya; dan budaya bukan lain daripada
sebuah sikap
filosofikal dalam sebuah bentuk yang nyata, yang bersama-sama membentuk style setiap
waktu. (Donald I.Grinberg, 1982;46)
.
Dalam ide perencanaan kotanya, kecenderungan - kecenderungan pola pemikiran Karsten ini
nyata. Di satu pihak ia melihat karakter kota yang terbagi secara kacau, dan di lain pihak ia
sadar akan satu kesatuan yang nyata, satu organisme yang koheren. Ide utamanya
mengenai perencanaan kota adalah untuk membentuk kota dan desa di dalam suatu cara
untuk menjamin formasi atau kesatuan organik yang utuh. Dalam tahun 1935, ia pernah
menulis :
Manajemen dan perencanaan oleh pemerintah penting bagi perencanaan Hindia
Timur, bila ia ingin menyelenggarakan peran administratifnya secara penuh. Bahkan
bila tugas ini sulit haruslah dimengerti bahwa perencanaan di dalam sebuah arti
material harus diperjuangkan sebagaimana ia juga sebuah kondisi untuk pengaturan
sosial & internal.
( Erica Bogaers & Peter de Ruijter, 1986: 79).
Pemerintah memiliki kemampuan untuk bertindak di dalam kepentingan dua faktor ini:
perencanaan - pengetahuan pengembangan kota yang terencana - harus memainkan sebuah
peran penting. Perencanaan secara prinsip tidak harus dipandang sebagai pekerjaan tehnikal
tetapi sebagai pengorganisasian. Segala sesuatu berguna bagi konsep kota sebagai unit
terakhir, bahkan arsitektur. Layout yang harmonis pada bangunan, sistem, jalan, lapangan dan
ruang terbuka umum membutuhkan pertimbangan secara cermat :
Keperluan-keperluan estetika harus menerima sama banyaknya dengan faktor-faktor tehnikal,
kesehatan dan ekonomi.
Jadi tidak seperti perencana-perencana kota tahun 1920-an, Karsten memberi perhatian pada
kenyataan
bahwa
sebuah kota itu adalah sebuah organisme yang hidup,
bertumbuh, ia harus dipertimbangkan sebagai sesuatu yang dinamis dan tidak pernah
menjadi statis.
Namun Karsten tidak menyadari kenyataan pula bahwa suatu kota tidak selalu dapat
dipertimbangkan sebagai sesuatu yang dinamis, suatu kota bahkan dapat seakan-akan
menjadi sakit dan tertidur serta statis, contohnya kota Lasem statis dari sejak dulu kala sampai
dengan tahun 1991-nya, dan baru mulai bangun pada awal tahun 1992, karena ada kebijakan kebijakan baru dari aparat pemerintahnya.
3
Dengan kata lain, menurut Karsten elemen-elemen fisik kota bila diuraikan ( di dalam
Indische Stendebouw ) akan terdiri dari :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Bangunan Perumahan.
Bangunan publik dan semi publik
Jalan
Titik - titik penting sebagai pemandangan kota
Taman - taman kota.
Elemen pendukung lainnya ( Thomas Karsten, 1920: 161).
Alat yang segera dapat digunakan untuk mengimplementasikan perencanaan kota adalah
rencana kota, perluasannya di dalam bentuk rencana-rencana detail dan peraturan bangunan.
Yang terakhir membentuk satu supplement yang penting bagi rencana kota dan bersama-sama
tidak hanya dengan aspek-aspek teknis yang biasa, tetapi juga dengan cara - cara di mana
bangunan dibagi ke dalam zone-zone berbeda dan kelas-kelas bangunan serta dengan ijin ijin pembangunan. Dengan demikian sarana utama pelaksanaan rencana kota adalah
Rencana Kota (Master plan) itu sendiri, selain menampung kemungkinan peningkatan dan
pengembangan kota, dituntut juga Perencanaan Penataan Bangunan ( Building Regulation ).
Sistem ini secara penuh dikembangkan di dalam publikasi-publikasi selanjutnya; terlebih
dalam tahun 1935 dan 1940.
Ketika dalam tahun 1935 Karsten memberikan ceramah tentang posisi seorang insinyur dan
perencanaan kota, ia memperluas bidang perencanaan, mencakup dalam prinsip keseluruhan
territory suatu daerah. Ia diberi inspirasi oleh contoh-contoh dan literatur dari bermacammacam negara.
Karsten cepat bereaksi terhadap meluasnya bidang kegiatan ini. Dalam tahun 1935 ia
berbicara tentang kebutuhan untuk perencanaan - perencanaan regional dan sebuah
perencanaan nasional. Ia melihat perencanaan juga sebagai satu bagian yang
sesungguhnya dari organisasi penataan kota yang terpenting, sebagai bagian dari
perencanaan ekonomi yang berguna. (Thomas Karsten, 1935 : 4).
Sebagai hasil semua perkembangan ini, perencanaan kota menjadi multifacet, dan juga
berdasarkan pada sejumlah pelayanan sipil dan tim kerja yang jelas. Pusat dari tim ini adalah
ahli perencanaan. Ia harus melayani untuk mengkoordinasi pekerjaan dari ahli-ahli spesialis
yang berbeda (ahli bangunan, insinyur sipil, insinyur elektro).
Perencana yang terlatih seharusnya mengetahui sesuatu tentang masing-masing elemen, tetapi
hal ini jelas belum sejauh itu, sehingga Karsten berkata bahwa :
....., hoezeer de stedebouwkunde als technisch vak een eagen karakter heeft,
hoezeer zij niet alleen bouwt, doch voor alles samenvat, organiseert en
koordineert, ......... (Thomas Karsten, 1935 : 10)
( ...., betapapun perencanaan kota sebagai sebuah subyek yang teknikal
memiliki karakternya sendiri, betapapun ia tidak sendirian membangun tetapi ia
adalah untuk semua risalah, organisasi dan koordinasi, ........
Atau, dalam hubungan dengan meluasnya tugas seperti yang disebut terdahulu:
meningkatkan nilai (jual) tanah mereka dengan menentukan peruntukannya sebagai lahan
perumahan.
Dalam tahun 1919, bersama dengan ahli setempat yang lain, Karsten merevisi dan
menyatukan kedua rencana, bersama dengan dua rencana perluasan yang lain untuk Sompok
dan Semarang Timur. Rencana-rencana yang diperbaiki seperti yang terlihat mengenalkan
ide tentang pembedaan-pembedaan dalam kelas ekonomi sebagai basis untuk divisi tipe
bangunan.
Agak berbeda dengan yang terjadi di Malang,2 maka untuk kota Semarang Karsten justru
menghadapi kenyataan bahwa lahan-lahan yang direncanakannya merupakan milik pemilik
tanah perorangan yang ingin direncanakan agar memiliki nilai jual yang akan meningkat.
Namun satu hal yang jelas, untuk kawasan Sompok, Karten mengusulkannya sebagai
kawasan hunian golongan ekonomi menengah, hal ini dianggapnya layak karena Sompok
merupakan tempat pemberhentian trem terakhir dan memiliki drainase yang baik serta
berdekatan dengan jalan-jalan utama yaitu jalan MT. Haryono dan A. Yani. Jadi sistem
transportasi mempengaruhi Karsten dalam merencanakan rencana-rencana ini. Secara
bersama-sama, semua daerah ini direncanakan menjadi satu kesatuan yang utuh dan
menyatu dengan kawasan kota lama.
Jadi walaupun Karten merencanakan beberapa daerah yang terpisah bagi perluasan kota
Semarang, yang secara garis besar terdiri dari lima lokasi yaitu :
daerah perbukitan Candi Baru (1916)
daerah Pekunden, Peterongan, Batan, Wonodri (1919)
daerah Sompok (1919)
daerah Semarang Timur (1919)
daerah Mlaten (1924), 3
tetapi ke lima lokal tersebut bersama dengan bagian kota Semarang lain yang telah lama ada.
mambentuk satu kesatuan jalinan struktur kota (gambar 1), karena Karsten sangat
memperhatikan keberadaan jalan-jalan utama yang lebih dulu ada seperti jalan Dr. Cipto, MT.
------------------------------------2. Karten merumuskan tujuan pengembangan kota Malang secara keseluruhan sebagai berikut :
- Melindungi tanah perkotaan dan perkampungna dari spekulasi tanah yang dilakukan oleh kaum Eropa,di
mana mereka membeli tana secara besar-besaran dengan harga murah.
- Melindungi tanah milik bumiputra dengan status hak waris penuh.
- Memberikan arahan pembangunan kota yang benar.
- Mengatasi pertumbuhan penduduk yang pesat.
Selain itu Karten merencanakan sistem jaringan kota Malang (1934) dengan hirarki : jalan utama dan jalan
pembagi ; jalan utama kota dibuat lebar dan aman, menghubungkan seluruh lingkungan kota.
(disarikan dari : Ir. Karten, HET ONTWIKKELINGSPLAN DER GEMEENTE MALANG, IBT LOCATE
TECHNIEK, 5e Jaargang, No 3, Mei 1936, halaman 59-72).
3. Data empat daerah pertama didapat berdasarkan Doktoraalskriptie Plonologi yang ditulis oleh Erica Bogaers,
yang berjudul Ir. THOMAS KARTEN EN DE ONTWIKKELING VAN DE STEDEBOUW IN NEDERLANDSINDIE 1915-1940, halaman 92-125. Menurut penulis, data tersebut kurang lengkap, karena masih terdapat
satu data lagi yaitu daerah Mlaten, yang penulis temukan dari majalah LOCATE TECHNIEK, ie JAARGANG,
No 1/2, JAN.?APRIL 1932, halaman 10-16
.
Haryono, A. Yani, pandanaran danGajah Mada. Hal ini mencerminkan konsistensi Karsten
di dalam perencanaan dengan perlunya totalitas di dalam suatu perencanaan kota.
Perencanaan perluasan kota ini memakai model yang mirip dengan gabungan model klasik
Konsep Daerah Konsentris/Concentric Zone Concept & Konsep sektoral/sector concept,4
namun dalam hal ini Karten menyadari adanya ketidak mungkinan mengandalkan pusat kota
lama Semarang yaitu yang terdapat di daerah kota kolonial sebagai pusat aktifitas; maka ia
seakan-akan memindahkan pusat kota pada sekitar persimpangan jalan pandanaran - A. Yani
(Simpang lima yang sekarang), yang memang terletak sentris pada kota Semarang (masa
kini). Dengan demikian pertumbuhan kota akan cenderung bergerak melebar keluar dan kota
akan cenderung membengkak.
Dalam setiap bagian dari masing-masing lokasi, daerah diatur dengan pola Radial
Concertric5, dan pengaturan layout jalan mengikuti gradasi pembagian jalan yang besar di
sebelah luar dan makin ke dalam jalan makin sempit. Penggunaan pola radial concentric
dipakai bukan hanya disebabkan kontur tanah yang berbukit-bukit, melainkan juga terdapat
pada daerah yang relatif datar. Pola tersebut dikombinasikan dengan pola grid seperti yang
terlihat pada rencana perluasan pada daerah Pekunden, Peterongan, Batan dan Wonodri.
-----------------------------------------4. Konsep daerah konsentris diajukan oleh Ennest W. Burgess pada tahun 1923, dan konsep sektoral diajukan
oleh Homer Hoyt pada tahun 1939; jadi pada tahun-tahun berkaryanya Karten. Konsep kota sentris dan
kota sektoral mempunyai kesamaan yaitu bahwa pusat kota terletak pada inti kota itu yang secara geografis
lokasinya sentris. Perbedaanya terletak pada teori pertumbuhannya, dimana pada konsep sentris,
pertumbuhan bagian kota dianggap bergerak melebar secara radial, daerah-daerah lain berkembang meluas
kearah luar, sehingga kota makin membengkak. Pada konsep sektoral dikatakan bahwa struktur kota itu
bukan terbagi-bagi secara sentris, tetapi secara sektoral dan perkembangannyapun mengikuti arah pada
masing-masing sektornya itu.
5. Dalam hal ini, Radial Cencentric yang dipakai oleh Karsten agak berbeda dengan prinsip yang dicetuskan oleh
Ebenezer Howard. Kalau pada ide pengelompokan masyarakat sesuai dengan pekerjaannya pada satu kota
yang relatif memiliki skala yang cukup besar : sedangkan pada Karsten, ide penataan tidak didasarkan pada
pengelompokan masyarakat yang sesuai dengan pekerjaannya, tetapi berdasarkan pada penataan jalan dan
unit rumah yang disesuaikan dengan keadaan geografis lahan dan skala penataan lebih kecil ( per sektor
maupun keseluruhan ). Jadi dalam hal ini, yang sama di antara ke duanya hanya pada gradasi lebar jalan,
pengakhiran jalan memusat yang berakhir pada taman, dan penanaman pohon pada kanan kiri sepanjang
jalan : yang semuanya untuk menciptakan suasana yang asri.
10
Dengan demikian sangat perlu dan penting adanya kerja sama yang baik antara seorang
planologi dan seorang arsitek agar dapat mencapai gagasan yang ideal ini. Namun dalam hal
ini
11
diperlukan intervensi pemerintah untuk menentukan pembagian bangunan dalam zone - zone
berbeda dan kelas-kelas bangunan serta ijin - ijin pembangunan. Dengan demikian sarana
utama pelaksanaan rencana kota adalah Rencana kota/Master Plan itu sendiri, yang selain
menampung kemungkinan peningkatan dan pengembangan kota, dituntut juga adanya
Perencanaan Penataan Bangunan / Building regulation.
D.2. KARYA-KARYA KARSTEN PADA MASA KINI
Seperti telah diuraikan di atas, Karsten merencanakan beberapa daerah yang terpisah bagi
perluasan kota semarang, yang secara garis besar terdiri dari lima lokasi yaitu :
daerah perbukitan Candi Baru (1916); daerah Pekunden, Petorangan, Batan, Wonodri
(1919); daerah Sompok (1919); daerah Semarang Timur (1919); & daerah Mlaten ( 1924 )
Dari ke lima (5) lokasi ini, yang sekarang masih terasa pengaruh penataan Karsten adalah
pada kawasan Candi Baru yang secara keseluruhan kebanyakan masih bertahan. Bahkan pada
kampung Kalilangse yang terletak pada kawasan Candi Baru, terjadi perkembangan yang
sangat menggembirakan. Bangunan rumah yang tadinya dibuat dari bilik, sekarang boleh
dikatakan hampir semuanya menjadi bangunan permanen, seiring dengan kemajuan
perekonomian penghuninya. Jalan-jalan kampung yang tadinya terdiri dari tanah tanpa
pengerasan, sekarang telah memakai pengerasan dari aspal dengan lebar jalan yang
diperlebar
sehingga dapa dilalui oleh mobil. Pada kelompok bangunan huni yang dulu
dihuni oleh kaum Eropa, secara fisik tidak banyak berubah dan sekarang tetap dihuni oleh
masyarakat berstatus ekonomi tinggi mengingat nilai / harga tanah di kawasan ini sangant
mahal dan merupakan simbol prestise diri.
Beberapa lokasi di sini yang tadinya dibiarkan kosong oleh Karsten yang mungkin
disebabkan oleh karena kontur yang sangat curam, sekarang mulai dieksploitasi oleh investor
/ pemilik baru sesuai dengan majunya teknologi di bidang pembangunan. Hal ini disebabkan
naiknya status tanah dikawasan Candi Baru sebagai kawasan hunian yang elite, dan
masyarakat yang telah jenuh dikota bawah yang panas, ingin tinggal di daerah ini yang
memang nyaman.
Hal - hal tersebut diatas berbeda dengan yang terjadi di kota bawah. Karsten yang dulu
merencanakan Kavling-kavling yang berukuran kecil, ternyata setelah kemerdekan R.I.
dimana banyak orang membutuhkan hunian di kota, mereka mengangga kavling kecil (250
m2) tadi masih dirasakan terlalu besar, sehingga dirajang lagi menjadi lebih kecil. Hal ini
terjadi pada bagi kawasan kota bawah. Untuk kawasan Sompok yang pernah mengalami
kebakaran pada masa setelah kemerdekaan, ternyata pembangunannya tidak mengikuti pola
yang telah dibuat oleh Karsten. Demikian juga untuk Semarang Timur terdapat bagian yang
dibangun tidak menurut pola yang dibuat oleh Karsten dengan pertimbangan kurangnya dana
pembangunan.
Pada pengembangan kawasan Pekunden, Peterongan, gagasan Karsten ternyata menjadi
kenyataan, perkembanan kota Semarang demikian pesat, sehingga pusat kota memang
bergesar dari kota lama kearah Simpanglima sesuai dengan rencana yang dibuat oleh Karsten
;
hanya sayangnya daerah jalan Erlangga, Pleburan, sampai Wonodri dibangun bukan
berdasarkan rencana Karsten. Juga untuk daerah Seroja, hanya jalan Seroja Raya yang
mengikuti rencana Karsten, selebihnyan berbeda.
12
Sedangkan pada kawasan Sompok yang sebetulnya direncanakan cukup asri oleh Karsten,
dimana terdapat taman umum, maka sekarang ini sedang dibangun bangunan kantor
kecamatan Semarang Selatan pada taman tersebut.
Jelas hal ini merupakan suatu tindakan yang dilakukan dengan tidak melihat peruntukan yang
dilakukan dalam suatu perencanaan; di satu pihak pemerintah mencanangkan pelestarian
lingkungan, maka di lain pihak justru aparat pemerintah sendiri merusak lingkungan. Hal ini
tentunya mencerminkan suatu perencanaan yang tidak totalitas pada perencanaan kota
Semarang.
Adapun daerah Mlaten, yang dulu merupakan kawasan hunian untuk masyarakat papan
bawah, sekarang masih mencerminkan penataan yang pernah dibuat oleh Karsten. dengan
adanya peningkatan status sosial warganya, maka berubah pula penampilan bangunan
huniannya, walaupun di sana sebagaian besar masih dihuni oleh masyarakat golongan
ekonomi bawah.
Pengaruh Karsten memang masih terasa pada kota Semarang, namun pertumbuhan ekonomi
kota yang langsung mempengaruhi perkembangan dan pembangunan kota Semarang, kurang
diimbamgi dengan perencanaan master-plan dan perencanaan penataan bangunan yang
memadai, sehingga berakibat kadang-kadang terjadi hasil pembangunan yang kurang
harmonis.
E. KESIMPULAN DAN PENUTUP
Gagasan ide pemikiran dan karya-karya Karsten memang memiliki pengaruh besar dalam
perkembangan kota Semarang.
Namun Karsten memiliki kesalahan dugaan dalam
menentukan besaran luas pada ukuran kavling pada pembagian kavling terutama pada kavling
ukuran kecil, yang ternyata menurut masyarakat sekarang, masih dianggap terlalu besar,
sehingga kavling tersebut diperkecil lagi dan akibatnya mempengaruhi pemandangan pada
bangunan.
Secara garis besar, Karsten masih diikuti terutama pada jalan utama suatu kawasan,
sedangkan pada lapisan dalamnya cenderung untuk berubah/berbeda, mungkin disebabkan
adanya pertimbangan ekonomi dalam penyediaan dana pembangunan. Mungkin Perencanaan
Karsten dinilai mahal oleh penguasa/pemerintah daerah sekarang. Jadi dalam hal ini terjadi
perubahan persepsi skala obyek antara masa Karsten dan masa kini.
Pembangunan yang sekarang terjadi di Semarang cenderung untuk dilaksanakan berdasarkan
suatu rencana yang tidak totalitas sifatnya. Jadi dengan demikian konsep Karsten tentang
layout suatu terdiri dari tiga elemen : detail, bentang kota dan perencanaan sebagai satu
totalitas, adalah merupakan suatu tawaran yang masih dapat diterima pada masa kini,
demikian juga idenya membuat kendali yang dapat menciptakan heterogenitas di dalam suatu
tantangan bagi kehidupan dan perencanaan kota masa kini, khususnya kota Semarang yang
kita cintai ini.
13
DAFTAR PUSTAKA
14