Anda di halaman 1dari 7

Eco-Friendly Vertical Housing

Ardanik Hatinawati
Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Surabaya

Eco-Friendly Vertical Housing sebagai Solusi Permukiman Bantaran Sungai


Melalui Pendekatan Sustainable Urban River
PENDAHULUAN
Populasi manusia dewasa ini kian bertambah. Pasca revolusi industri,
kehidupan di bumi semakin sesak dengan kenyataan bahwa tiap tahun terjadi
penambahan jumlah penduduk sebanyak 100 juta jiwa dengan kecenderungan
yang semakin meningkat. Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) mencatat pada
tahun 2011 populasi manusia telah mencapai angka 6,8 miliar dimana 66%nya
berada di negara negara berkembang Asia. Berdasarkan demografi kewilayahan,
terdapat dua faktor yang mempengaruhi bertambahnya jumlah penduduk di suatu
daerah. Pertama adalah pertumbuhan alami yang disebabkan oleh kelahiran
(fertilitas) dan yang kedua adalah fenomena migrasi masuk yang melebihi angka
migrasi keluar.
Fenomena migrasi utamanya perpindahan dari desa ke kota sering kali
terjadi pada negara negara berkembang, terutama di Indonesia. Kondisi
geografis negara Indonesia yang memiliki banyak sungai sebagai orientasi
kehidupan pun sering dijadikan alasan untuk bermigrasi salah satunya dengan
menjadikan tepi sungai sebagai tempat bermukim dan mencari mata pencaharian
untuk memenuhi kebutuhan ekonomi. Pada awalnya permukiman-permukiman
yang tumbuh pada bantaran sungai disebabkan karena para pemukim ingin
mendekati sumber air sebagai kebutuhan kegiatan mereka sehari-hari.
Permukiman-permukiman ini kemudian senantiasa berkembang pada sepanjang
tepian sungai seiring banyaknya migran yang datang.
Berkembangnya kawasan permukiman pada bantaran sungai akan
membawa dampak negatif

antara lain menurunnya fungsi bantaran sungai

sebagai retarding pond, ancaman bencana banjir dan tanah longsor, menurunnya
kualitas dan kelestarian lingkungan. Kondisi ini akhirnya meningkatkan volume
air permukaan yang masuk ke saluran drainase dan sungai karena semakin
menyempitnya luasan lahan yang memiliki daya serap atas air hujan yang turun.

Dengan semakin bertambahnya masyarakat yang bermukim di bantaran sungai,


lambat laun dapat mengakibatkan sungai alamiah yang seharusnya mempunyai
stabilitas morphologi dan komponen retensi hidraulis (retensi tebing, dasar sungai,
alur sungai serta erosi, sedimentasi, dan banjir) yang paling tinggi itu tidak dapat
diminimalisir atau dikendalikan oleh sungai sendiri.
PEMBAHASAN
Prinsip Bangunan Ramah Lingkungan
Bangunan ramah lingkungan sangat selaras dengan kehidupan manusia
dan alam. Dimana bangunan ramah lingkungan (eco-friendly building) dapat
meminimalisasi berbagai pengaruh membahayakan pada kesehatan manusia dan
lingkungan. Untuk mendukung terciptanya eco-friendly building, perlu adanya
pendekatan yang terintegrasi antar bidang studi. Selain itu sangat perlu
memikirkan kondisi lingkungan lokal.
Green Building Council Indonesia (GBCI) sebagai lembaga yang concern
terhadap bangunan dengan konsep ramah lingkungan, menetapkan enam standar
dasar dimana suatu gedung dapat dikatakan sebagai gedung yang hijau. Ketentuan
tersebut telah mengikuti kaidah dan tata lingkungan. Menurut Assesor yang juga
CO founder dari GBCI Ning Purnomohadi, keenam standar tersebut antara lain :

1. Tepat Guna Lahan (Appropriate Site Development/ASD),


2. Konservasi dan Efisiensi Energi (Energy Efficiency and Conservation/EEC),
3. Konservasi Air (Water Conservation/WAC),
4. Siklus dan Sumber Material (Material Resources and Cycle/MRC),
5. Kesehatan dan Kenyamanan dalam Ruang (Indoor Health and Comfort/IHC),

6. Manajemen

Lingkungan

Bangunan

(Building

and

Environment

Management/BEM)

Konsep Sustainable Urban River


Sustainable sebenarnya adalah proses penyeimbangan antara pemeliharaan
kelestarian alam dengan pemenuhan kebutuhan manusia yang semakin
berkembang di masa depan. Sustainable sendiri diartikan oleh World Comission
on Environment and Development tahun 1987 sebagai pemenuhan kebutuhan
pada saat sekarang tanpa merugikan generasi masa depan untuk memenuhi
kebutuhan mereka. Bangunan yang berkonsep sustainable lebih memprioritaskan
kualitas

lingkungan,

vitalitas

ekonomi dan

keuntungan

sosial

melalui

perancangan pembangunan, operasional bangunan, perawatan dan dekonstruksi


lingkungan binaan tersebut. Sehingga pendekatan sustainable urban river yang
dimaksud adalah penyeimbangan antara pemeliharaan kelestarian sungai
perkotaan dengan pemenuhan kebutuhan manusia akan tempat tinggal dengan
harapan tidak terjadi penurunan kualitas dan kelestarian lingkungan sungai.
Penerapan Eco-Friendly Vertical Housing
Seiring terus berkembangnya permukiman di bantaran sungai, dapat
menyebabkan pendangkalan sungai atau penyempitan lebar sungai. Oleh karena
itu, penataan kembali permukiman di bantaran sungai menjadi isu yang penting
dengan harapan dapat mengurangi penurunan fungsi bantaran sungai sebagaai
retarding pond, ancaman banjir dan kerusakan alam lainnya.
Konsep utama dari rancangan ini adalah perubahan dari permukiman yang
ada di bantaran sungai (umumnya sering dijumpai pada kota kota besar di
Indonesia) menjadi vertical housing dengan strategi yang menitikberatkan pada
keenam standar yang ditetapkan oleh Green Building Council Indonesia (GBCI).
Selain itu, dengan adanya ruang terbuka hijau (RTH) dan jarak yang cukup antara

sungai dengan vertical housing diharapkan dapat mengatasi kerusakan lingkungan


dan ancaman bencana alam yang dapat merusak bumi.

KESIMPULAN
Populasi manusia yang terus bertambah dapat disebabkan oleh dua faktor
yakni

pertumbuhan alami yang disebabkan oleh kelahiran (fertilitas) dan

fenomena migrasi masuk yang melebihi angka migrasi keluar. Fenomena migrasi
yang terjadi dapat menyebabkan banyaknya kebutuhan akan tempat tinggal,
sehingga banyak dari migran yang mendirikan bangunan (tempat tinggal) pada
daerah bantaran sungai. Berkembangnya bangunan bantaran sungai akan
membawa dampak negatif kepada alam dan manusia itu sendiri.
Inovasi yang ditawarkan adalah dengan mentransformasi dari permukiman
yang ada di bantaran sungai menjadi vertical housing yang sesuai dengan standart
GBCI yakni :
1. Tepat Guna Lahan (Appropriate Site Development/ASD),
2. Konservasi dan Efisiensi Energi (Energy Efficiency and Conservation/EEC),
3. Konservasi Air (Water Conservation/WAC),
4. Siklus dan Sumber Material (Material Resources and Cycle/MRC),
5. Kesehatan dan Kenyamanan dalam Ruang (Indoor Health and Comfort/IHC),
6. Manajemen

Lingkungan

Bangunan

(Building

and

Environment

Management/BEM)
dan juga adanya ruang terbuka hijau (RTH) dan jarak yang cukup antara sungai
dengan vertical housing diharapkan dapat mengatasi kerusakan lingkungan dan
ancaman bencana alam yang dapat merusak bumi.

DAFTAR PUSTAKA
Deva Kurniawan Rahmadi. 2009. Permukiman Bantaran Sungai : Pendekatan
Penataan Kawasan Tepi Air. http://penataanruang.pu.go.id/bulletin/index.asp?
mod=_fullart&idart=221. 17 Maret 2016.
Diningrat, Rendy Adriyan., Mayang Rahmi Novita Sari., & Wahyu Kusuma
Astuti. 2015. KOTA RUMAH MANUSIA. Yogyakarta: Teknosain.
Eva Rosmala Okezone. 2012. Enam Prinsip Dasar Bangunan Ramah
Lingkungan. http://property.okezone.com/read/2012/08/25/471/680649/enamprinsip-dasar-bangunanramah-lingkungan. 19 Maret 2016.
Olivia Moningka. 2012. PERANAN ARSITEK DALAM MENYELAMATKAN
BUMI DENGAN KONSEP ECO-FRIENDLY ARCHITECTURE. Ir. Steenie
E. Wallah,MSc. PhD, Prof. DR. Jefrey I. Kindangen, DEA, DR. Ir. Oktovian
B.A. Sompie, M.Eng Servie O. Dapas, ST. MT Windy J. Mononimbar, ST.
MT. Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Dies Natalis ke-47 Fakultas
Teknik Universitas Sam Ratulangi Manado 12 September 2011 dengan tema
Selamatkan Bumi dengan Eco-Friendly Engineering. Manado. 12 September
2011. Manado. Tim Penerbit JTS FT Unsrat Manado. Hal 92-98
Purnomo, Didit. 2009. FENOMENA MIGRASI TENAGA KERJA DAN
PERANNYA BAGI PEMBANGUNAN DAERAH ASAL: STUDI EMPIRIS

DI KABUPATEN WONOGIRI. Jurnal Ekonomi Pembangunan. Vol. 10.


No.1. Juni 2009. hal. 84 102.
Yudelson, Jerry. 2009. Green Building Through Integrated Design. New York: Mc
Graw Hill.

Anda mungkin juga menyukai