Anda di halaman 1dari 14

TINJAUAN PEMBANGUNAN YANG BERKELANJUTAN

PADA KAWASAN RURAL


Studi Kasus pada Desa Wisata Bendosari Pujon Kabupaten Malang

_______________________________________________________________

Tugas Mata Kuliah PEMBANGUNAN YANG BERKELANJUTAN

Dosen Pengampu : DR. Ir. A. Wahid Hasyim, M.Ars

Oleh :

RIRIN DWI LESTARI – 136060500111003

2 Juli 2014

PROGRAM PASCA SARJANA ARSITEKTUR LINGKUNGAN BINAAN


FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS BRAWIJAYA
Jl. MT. HARYONO NO. 167 MALANG
TINJAUAN PEMBANGUNAN YANG BERKELANJUTAN PADA KAWASAN
RURAL
Studi Kasus pada Desa Wisata Bendosari Pujon Kabupaten Malang

Ririn Dwi Lestari


Program Magister Jurusan Arsitektur Lingkungan Binaan Fakultas Teknik Universitas Brawijaya
Jalan MT. Haryono 167, Malang 65145, Indonesia
Email : ririnlestari90@gmail.com

ABSTRAK

Penetapan Desa Bendosari sebagai desa wisata oleh Pemerintah Kabupaten Malang sejak tahun 2008
mengundang ketertarikan untuk lebih dekat mengamati penyebab desa ini dijadikan sebagai desa wisata
bahkan disebut juga sebagai “Kampung Ekowisata”. Kajian ini bertujuan mengidentifikasi potensi desa
ini dan apa saja yang telah dilakukannya dalam mensukseskan program sebagai desa wisata serta usulan
pengembangannya dari sudut pandang sustainable design atau pembangunan yang berkelanjutan yang
sedang digalakkan oleh pemerintah sebagai salah satu implementasi program adaptasi dan mitigasi
perubahan iklim global sebagai paradigma baru arah perencanaan dan pembangunan dunia. Variabel-
variabel dalam buku Sustainable Design-Ecology, Architecture, and Planning karya Daniel E. Williams,
FAIA dijadikan acuan dalam mengidentifikasi obyek studi. Dan melalui pengamatan dari variabel-
variabel tersebut ditemukan bahwa sebagian potensi yang ada yang dimiliki oleh desa wisata ini telah
dikelola secara baik menggunakan teknologi terapan yang sesuai yang berpeluang besar untuk
dikembangkan dan tentunya tetap difokuskan pada perencanaan dan pengembangan pembangunan yang
berkelanjutan. Metode kajian secara deskriptif kualitatif dari data-data primer hasil observasi di lapangan
dan data-data sekunder yang mendukung.

Kata kunci : desa wisata; pembangunan yang berkelanjutan

1. PENDAHULUAN

Perubahan iklim global yang sudah dirasakan dampaknya diseluruh penjuru dunia,
membuat semua negara melakukan langkah-langkah terintegrasi untuk berusaha menanggulangi
dan mengantisipasi bahkan berupaya menghidupkan kembali pemahaman akan pentingnya
keseimbangan alam sebagai arah pola hidup dan arah pembangunan baru di mas mendatang di
segala bidang.
Penyebab dari perubahan iklim ini telah teridentifikasi dengan lengkap sehingga langkah-
langkah penanggulangannya seharusnya tidak terlalu sulit dilakukan terutama apabila semua
negara telah berkomitmen yang sama untuk mengatasinya, melalui perencanaan yang
berkelanjutan (sustainability design) , yang berusaha memanfaatkan seluruh potensi yang bisa
diperbaharui (renewable) yang ada dan meninggalkan eksploitasi potensi yang tidak sejalan
dengan paradigma baru tentang cara-cara penanggulangan perubahan iklim tersebut.
Komitmen internasional dan nasional telah dicapai melalui berbagai kongres dunia
(Protokol Kyoto, dst) yang ditindaklanjuti dengan program-program nasional di semua negara,
termasuk Indonesia melalui semua kementerian yang dimilikinya, juga penetapan undang-
undang yang mendukung program-program tersebut, peraturan menteri, bahkan rencana-rencana
aksi (RAN-APII=Rencana Aksi Nasional-Adaptasi Perubahan Iklim Indonesia; KRAPI=Kajian
Resiko dan Adaptasi Perubahan Iklim, dsb) juga membentuk suatu badan yang khusus
menindaklanjuti program-program tersebut (DNPI=Dewan Nasional Perubahan Iklim).
Sungguh langkah positif yang perlu didukung dan diimplementasikan mulai skala
regional, wilayah kota/kabupaten sampai ke tingkat yang paling dasar atau skala lokal bahkan
sampai pada tingkat komunitas terkecil masyarakat sebagai elemen-elemen mikro bangsa yang
ada, yang tentu ikut pula bertanggungjawab akan keberlangsungan keseimbangan alam bagi
generasi selanjutnya.

2. LATAR BELAKANG

Page 1 of 13
Kampung ekowisata atau desa wisata dapat dijadikan salah satu model yang dapat
menginspirasi penerapan perencanaan pembangunan yang berkelanjutan bagi kawasan-kawasan
lainnya disekitarnya yang memiliki kondisi dan potensi-potensi alam yang sejenis. Karena
potensi yang dimiliki sebuah desa wisata secara alamiah sangat besar sehingga diharapkan akan
lebih mampu mengadaptasi dan memitigasi perubahan iklim yang ekstrim yang dialaminya
sebagai dampak dari perubahan iklim global yang melanda dunia, apabila potensi-potensi
tersebut diarahkan dan dikembangkan dengan tepat, dibandingkan dengan kawasan urban yang
mempunyai banyak keterbatasan akan sumber daya-sumber daya alam yang dimilikinya.
Desa wisata Bendosari dipilih sebagai obyek kajian karena dua hal menarik yang
dimilikinya. Yang pertama karena banyaknya potensi positif yang dimiliki dan perlu
dikembangkan, dan yang kedua adalah potensi bahaya terhadap banjir dan tanah longsor yang
tidak kalah besarnya, karena wilayah desanya berada di kaki bukit dengan topografinya yang
berkontur cukup curam.
Potensi-potensi positif tersebut perlu dikembangkan agar dapat mengatasi sumber bahaya
yang ada yaitu dengan cara mengelola sumber daya alam yang dimilikinya secara
berkelanjutan, sehingga keberadaannya dapat terpelihara dengan baik, eksistensinya sebagai
desa wisata dapat berjalan dengan lancar, dan keamanan bagi penduduk lokal dan pengunjung
yang datang tetap terjaga.

3. PARAMETER PEMBANGUNAN YANG BERKELANJUTAN

Parameter kajian berdasarkan buku Sustainable Design-Ecology, Architecture and


Planning karya Daniel E. Williams, FAIA (Fellow of The American Institute of Architects),
bahwa prinsip pembangunan yang berkelanjutan merupakan interseksi dari penggabungan
sinerginya sistem lingkungan, sistem ekonomi serta komunitas yang berada didalamnya.

Gbr. 1. Hubungan tiga unsur penting untuk mencapai pembangunan yang berkelanjutan
Sumber : “Sustainable Design-Ecology, Architecture and Planning” hal. 14

Sebagai fundamental dalam mendesign secara berkelanjutan harus dipahami dengan


mendalam bagaimana sistem ekologi bekerja terhadap lingkungan dan hubungannya dengan
setiap organisme yang hidup didalamnya (Gbr. 2). Lingkungan tempat dimana kita tinggal
secara fisik terdiri dari unsur sinar matahari, air, angin, oksigen, karbondioksida, tanah,
atmosphir, dan banyak elemen lain termasuk proses-proses yang berlangsung didalamnya.
Keragaman dan kompleksitas dari seluruh komponen yang ada didalam suatu ekosistem ini
perlu dipelajari agar dapat dipahami dengan baik hubungan antara organisme-organisme yang

Page 2 of 13
ada tersebut dengan lingkungan di mana mereka tinggal. Hal ini berkaitan pula dengan banyak
bidang ilmu dan keahlian yang lainnya sehingga pemahaman yang didapatkan terhadap
ekosistem lebih komprehensif.

Gbr. 2 Dasar Pemikiran fundamental bagi masa depan yang berkelanjutan


Sumber : “Sustainable Design-Ecology, Architecture and Planning”

Saat ini kita sampai pada titik di mana kita semua menyadari bahwa energi yang tidak
dapat diperbaharui seperti bahan bakar yang berasal dari fosil ternyata lebih mahal, semakin
kecil hasil produksi yang dihasilkan dan justru menyebabkan semakin meningkatnya pemanasan
global, hal tersebut membuat kita semua perlu mendesign suatu struktur dan komunitas yang
dapat berfungsi dengan baik tanpa mengandalkan energi semacam itu.
Selanjutnya bagaimana mendesign sebuah struktur yang bisa digerakkan oleh energi yang
terbarukan yang dapat bekerja pada setiap wilayah yang ada dan bagaimana sistem tersebut bisa
diterapkan ke dalam sebuah proyek sehingga dapat berfungsi optimal tanpa menggunakan
unsur-unsur yang tidak terbarukan.Ada tiga parameter skala yang harus menjadi pertimbangan
dalam menentukan proses design, yaitu :
1. Konektivitas atau keterhubungan. Sebuah design harus mampu memperkuat
hubungan antara sebuah proyek, site, komunitas dan ekologi yang ada pada lokasi di
mana proyek tersebut direncanakan. Membuat sesedikit mungkin perubahan terhadap
fungsi alamiah lingkungan yang sudah berlangsung serta memperkuat dan mengikuti
karakter spesifik alami lokasi.
2. Indigenous atau keaslian (originalitas). Sebuah design adalah bersama-sama dan
untuk komunitas asli daerah tersebut dan berkelanjutan bagi site sampai berabad
kemudian.
3. Berusia panjang dan tidak mengikat. Sebuah design yang bermanfaat bagi generasi
selanjutnya dan yang merefleksikan generasi sebelumnya.

Kemudian bagaimana suatu wilayah, populasi dan arsitektur dapat bekerja sebagai suatu sistem?
Lokasi Proyek terhadap wilayah :
§ Apa yang dapat kita gali dari populasi yang ada, cara mereka bercocok tanam dan karakter
alamiah lokasi proyek?
§ Kultur yang dimiliki dan bagaimana sistem ekonomi mereka?
§ Bagaimana karakter iklim pada sistem bioregional wilayah yang membentuk ciri-ciri umum
terhadap biome (flora, fauna, vegetasi yang ada, sawah, ladang, pepohonan, hutan dsb) ?
§
Lokasi Proyek terhadap Lokasi Proyek :
§ Bagaimana hubungan antara lokasi proyek dengan wilayah disekitarnya, yang secara spesifik
berpengaruh pada suasana, ukuran, adanya ruang-ruang penghubung, material yang

Page 3 of 13
digunakan, hubungan geometris, karakter wilayah sekitar dan proporsi yang digunakan yang
semuanya dapat memberikan informasi bagi bangunan yang sedang didesign?
§ Apakah semua keterhubungan yang ada pada lokasi proyek dan lingkungan tersebut dapat
dianalisa dan diakomodir ke dalam design ?
§ Apa yang dapat diinformasikan oleh microclimate dan bagaimana hal tersebut dapat
memberikan pilihan-pilihan dalam design?
§ Bagaimana tipe vegetasi, karakter tanah dan karakter penyimpanan air? Bagaimana hal-hal
tersebut mempengaruhi perubahan suhu, pergerakan udara dan kelembaban pada lokasi
proyek?
§ Bagian apa dari microclimate tersebut yang berhubungan dengan perubahan musim tahunan
maupun harian yang berpengaruh terhadap penataan guna lahan kawasan?

Lokasi Proyek terhadap Arsitektur :


§ Bagaimana hubungan yang sinergi antara iklim pada lokasi proyek dengan kebutuhan dan
kenyamanan manusianya?
§ Apakah microclimate yang ada dapat memenuhi kenyamanan dan sudah sesuai dengan
kebutuhan penghuninya? (contoh : tingkat pergerakan udara, kelembaban dan suhu)
§ Bagaimana kondisi microclimate area yang kita design?

Langkah-langkah bagi perencanaan yang berkelanjutan :


§ Pelajari dan ukur apa yang terjadi pada lokasi berdasarkan musim tahunan maupun harian
(contoh : suhu, kelembaban, pergerakan udara, penguapan, angin dan tanah).
§ Bandingkan dengan apa yang dibutuhkan oleh penghuni (kenyamanan, air, energi yang
terbarukan, dan sumber daya yang dimiliki) yang ada di lokasi. Susun pendekatan design dan
kemungkinan-kemungkinan untuk swasembada energi.
§ Lakukan pengukuran dan penilaian dalam hal efektifitas. Belajar dari kesalahan dan
kesuksesan. Keberlanjutan adalah proses yang dapat dihitung dan dapat berkembang.

Gbr. 3 Dasar Keberlajutan dari prinsip-prinsip ekologi


Sumber : “Sustainable Design-Ecology, Architecture and Planning”

4. METODE

Kajian ini dilakukan secara deskriptif kualitatif dengan mengumpulkan data-data primer
dari observasi di lapangan serta data-data sekunder yang mendukung, kemudian dianalisa dan
diklasifikasikan serta dipilih variabel-variabel yang sesuai dengan parameter yang telah
ditentukan dalam bab 3 di atas, untuk kemudian disusun usulan-usulan design yang

Page 4 of 13
berkelanjutan yang sesuai dengan kondisi dan kemampuan sumber daya yang ada pada lokasi
studi.

5. PEMBAHASAN

Desa Bendosari secara struktural merupakan bagian integral yang tak terpisahkan dari
sistem perwilayahan Kecamatan Pujon. Secara geografis wilayahnya banyak berupa dataran
tinggi di kaki pegunungan, topografi dengan kontur yang cukup curam, dan terletak di sebelah
barat jalur transportasi Pujon-Kandangan ke arah Kota Kediri. Luas wilayahnya 269,23 Ha, dari
luas tersebut yang didiami penduduknya hanya seluas 31 Ha, sisanya adalah lahan kering dan
area persawahan. Desa ini terbagi menjadi 5 dusun : Dusun Cukal, Dusun Dadapan Wetan,
Dusun Dadapan Kulon, Dusun Ngeprih dan Dusun Tretes. Batas desa sebelah Barat adalah
Wilayah Perhutani/Kecamatan Ngantang, sebelah Timur adalah Wilayah Perhutani/Desa
Sukomulyo, sebelah Utara dan Selatan berupa hutan milik Perhutani.
Desa ini berpenduduk 1.016 KK dan 3.858 jiwa terdiri dari 1.932 Pria dan 1.926
Wanita. Mata pencaharian utama masyarakatnya adalah peternakan dan pertanian dan masih
mengutamakan adat gotong royong. Masyarakatnya berprinsip “Rumangsa Melu Handarbeni,
Rumangsa Melu Hangrukebi, Mulat Sariro Hangrasa Wani” yang berarti “memikirkan
bagaimana desanya menjadi berkembang, maju dan mandiri menjadi desa yang
berswasembada.”

Peta Lokasi Studi

Gbr. 4 Peta Lokasi Studi


Sumber : Google Maps, 2014

Sejalan dengan prinsip desa tersebut dan dengan banyaknya potensi yang dimiliki desa ini,
maka akan berpeluang besar bagi perencanaan dan pengembangan yang berkelanjutan yang
lebih terarah, integratif dan komprehensif ke depan, yang lebih terstruktur dan lebih banyak

Page 5 of 13
melibatkan partisipasi masyarakat (Bottom-up Planning),agar lebih terintegrasi dengan
kenyamanan dan kebutuhan masyarakatnya.
Pengembangan yang dimaksudkan tentu berkaitan langsung dengan peningkatan
kemampuan teknologi terapan yang sudah ada dan sudah berjalan di desa ini, selain itu
berkaitan pula dengan swasembada energi dari energi yang terbarukan (renewable energy)
yang saat ini masih kecil kapasitasnya, kemudian berkaitan pula dengan faktor keamanan
dan pengamanan kontur alamiah yang ada mengantisipasinya dari bahaya banjir dan tanah
longsor dan agar dapat meningkatkan daya dukung tanah tersebut terhadap potensi
perkembangan populasi dan kunjungan wisatawan ke depan.

Potensi Desa

Gbr. 5 Peta Letak Potensi Desa


Sumber : www.bendosari5758.blogspot.com

Sedangkan potensi alamiah yang tidak terpetakan di atas adalah Iklim Mikro yang terbentuk
dari intensitas panas matahari, kelembaban, suhu udara, arah angin dan kontur tanahnya (Tabel
1).
Tabel 1. Potensi Sumber Daya, Bencana dan Teknologi Terapan yang sudah ada

Sumber : Penulis, 2014

Page 6 of 13
Dari 5 dusun yang dimiliki Desa Bendosari, obyek amatan akan kita fokuskan pada 1 dusun
terbesar yang paling banyak penghuninya dan disitu terletak Balai Desa Bendosari, Kantor
Kepala Desa, Masjid terbesar serta pemakaman dusun terbesar yang dimiliki desa, yaitu Dusun
Cukal.

Gbr. 6 Tatanan Massa Hunian Dusun Cukal


Sumber : Penulis dan Google Maps, 2014
Sesuai dengan parameter dan dasar pemikiran yang telah ditetapkan pada bab sebelumnya,
bahwa desain yang berkelanjutan adalah desain yang memanfaatkan semaksimal mungkin
potensi sumber daya yang ada yang dimiliki oleh wilayah tersebut dan ditujukan bagi
pemenuhan akan kebutuhan dan kenyamanan setiap penghuni yang ada, maka langkah-langkah
yang bisa dilakukan bagi desa Bendosari adalah sebagai berikut :

Usulan Pengembangan melalui Perencanaan yang Berkelanjutan


a. Pemanfaatan Sumber Daya :

Gbr. 7 Cluster Pemanfaatan Sumber Daya Terbarukan


Sumber : Penulis dan Google Maps, 2014

Page 7 of 13
Cluster-cluster yang terbentuk karena perbedaan tinggi kontur pada lahan hunian
masyarakatnya justru memudahkan pembagian sentra-sentra pemrosesan dan distribusi biogas
sesuai dengan kapasitas jumlah ternak yang dimiliki setiap cluster. Sebagaimana telah
dijelaskan di atas bahwa mata pencaharian utama masyarakatnya selain bertani juga sebagai
peternak yang memiliki rata-rata 3-4 ekor sapi setiap kk, memiliki ketersediaan bahan baku
yang melimpah dari kotoran sapi tersebut untuk diolah menjadi energi terbarukan (renewable)
berupa biogas, sehingga mampu meminimalisir bahkan mengatasi ketergantungan pada bahan
bakar LPG (nonrenewable) untuk memasak maupun listrik bagi penerangan lampu di rumah-
rumah mereka. Di sisi lain limbah kotoran sapi hasil dari proses pembuatan biogas ini dapat
dimanfaatkan sebagai pupuk organik kompos yang mampu menetralisir ph tanah, sehingga
dapat mempertahankan kesuburan tanah bahkan meningkatkan hasil produksi pertanian
masyarakatnya yang berimbas langsung pada peningkatan ekonomi yang lebih baik (prinsip 3
elemen interseksi design yang berkelanjutan : ekonomi-sosial/ekologi-lingkungan).

Gbr. 8 Pemanfaatan Sumber Daya Ternak


Sumber : www.bendosari5758.blogspot.com; www.bendosari.wordpress.com ; www.wisatabrantas,com

Pembagian cluster ini juga lebih memudahkan bagi simpul-simpul distribusi listrik dari
Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hydro yang berasal dari pemanfaatan potensi air terjun dan
air sungai yang dimiliki desa, yang dapat ditempatkan pada setiap ujung cluster hunian yang
ada.

Gbr. 9 Pemanfaatan Sumber Daya Air bagi Energi Listrik Terbarukan (PLTMH)
Sumber : www.bendosari5758.blogspot.com

Page 8 of 13
Sinar matahari juga memungkinkan untuk dimanfaatkan melalui teknologi terapan
panel photovoltaic atau panel surya yang bisa pula membangkitkan energi, sebagai penghangat
air bertenaga matahari bagi penyediaan air hangat serta tenaga untuk memasak terutama bagi
rumah-rumah tinggal pengunjung (home stay) desa wisata ini nantinya.
Pemanfaatan sumber daya manusia yang telah dilakukan dalam rangka pembangunan
kawasan adalah bergotong royong dalam pembangunan jalan desa dan kegiatan membangun
rumah. Dengan mempergunakan sebanyak mungkin material lokal yang dimiliki dan sesedikit
mungkin material lain yang sulit digantikan seperti semen dan kaca (untuk fasilitas umum
seperti balai desa dan masjid serta bangunan hunian).

b. Penanggulangan Bencana :

Selain potensi positif yang dimilikinya, ada potensi negatif berupa banjir dan tanah
longsor yang harus diantisipasi melalui sumber-sumber daya yang dimiliki. Yaitu penguatan
kontur-kontur tanah pada cluster-cluster hunian dengan menggunakan bahan-bahan material
lokal berupa batu kali yang dapat diperoleh dari sungai yang membelah desa, dan dengan
prinsip budaya gotong royong yang masih dipegang teguh masyarakatnya maka aktifitas
tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan tenaga kerja dari sumber daya manusia yang ada
sehingga dapat dilakukan penghematan besar dari sisi ekonomi.
Sedangkan penanggulangan banjir dapat dilakukan dengan cara konservasi lahan atau
penanaman hutan dan ladang yang ada diintensifkan kembali terutama di sekitar kawasan
hunian maupun area perbukitan di atas lahan hunian, agar apabila terjadi hujan air dapat mudah
diserap tanah dan ditahan oleh akar-akar pepohonan.Di sisi lain penanaman pohon kembali
tentu akan meningkatkan produksi O2, mengurangi emisi gas CO2, mempengaruhi iklim mikro
kawasan desa menjadi lebih nyaman bagi penghuni maupun pendatang yang berkunjung
nantinya, dalam kapasitasnya sebagai desa wisata.

Gbr. 9 Letak penguatan kontur tanah pada cluster kawasan hunian (---)
Sumber : Penulis dan Google Maps, 2014

Berkaitan dengan fasilitas yang harus diselenggarakan oleh desa dalam tujuannya
menjadi desa wisata tersebut pula, yang juga sedang digalakkan oleh pemerintah daerah
kabupaten Malang adalah dibangunnya home stay-home stay bagi pengunjung. Pembuatan
home stay ini bisa dengan memanfaatkan rumah hunian yang telah ada (rumah masyarakat

Page 9 of 13
lokal) yang diperbaharui atau membangun hunian-hunian baru dengan gaya arsitektur yang khas
Malangan atau khas desa Bendosari. Yang mempergunakan bahan material lokal,
memanfaatkan apa yang dimiliki desa, seperti telah disinggung di atas yaitu batu kali,
pepohonan bagi rangka atap maupun tiang-tiang utama, tanah liat untuk pembuatan batu bata
maupun penutup atap (genteng), dansebagainya, dan dengan tenaga ahli lokal pula.

c. Sanitasi

Saat ini jaringan pembuangan desa belum seluruhnya terencana dengan sempurna. Yang
sudah ada hanya jalur galian saluran pembuangan air hujan di sisi kiri dan kanan jalan utama
desa searah dengan arah kontur jalan yang menurun dan memanfaatkan gravitasi. Sementara
pada cluster-cluster hunian jaringan pembuangan yang terintegrasi belum ada sehingga untuk
pembuangan air hujan hanya memanfaatkan arah alamiah kontur tanah, di mana hal ini akan
memudahkan terkikisnya tanah yang nantinya akan berpengaruh terhadap kekuatan daya
dukung tanah yang ada, apalagi bila beban yang ditanggung berpotensi untuk semakin besar.
Kebutuhan akan km/wc, seperti pada umumnya sebuah desa, hanya dimiliki oleh
sebagian warga yang lebih mampu sehingga belum seluruhnya memiliki fasilitas tersebut. Perlu
pendataan lebih terperinci berapa banyak masyarakat yang tidak memiliki fasilitas tersebut
sehingga dari data tersebut dapat menjadi pertimbangan untuk kemungkinan pembuatan fasilitas
umum MCK pada setiap cluster hunian yang pembuangan air limbahnya terencana dengan baik.
Kebutuhan air bersih warga desa perlu mendapat perhatian lebih besar dengan melihat
kondisi dan potensi yang ada saat ini, di mana sebenarnya banyak sumber-sumber air yang
dimiliki oleh desa Bendosari tetapi letaknya di sekitar kawasan sungai yang secara kontur
terletak jauh di bawah wilayah pemukiman warga. Hal ini menimbulkan tantangan tersendiri
karena dibutuhkan cara khusus melalui teknologi terapan yang terjangkau agar air bersih
tersebut dapat didistribusikan ke tempat yang lebih tinggi ke seluruh kawasan hunian yang ada.
Cara lain yang dapat dilakukan adalah dengan membuat sumur-sumur resapan pada kontur yang
lebih tinggi dari kontur hunian untuk menampung air hujan yang kemudian diendapkankan ke
dalam tandon-tandon air sebelum dialirkan dan didistribusikan ke kawasan hunian yang
letaknya lebih rendah melalui pipa-pipa distribusi yang mengalir dengan memanfaatkan gaya
gravitasi.
Kebutuhan air irigasi untuk ladang dan persawahan selama ini juga mengandalkan dari air
hujan yang dikelola secara perorangan belum bersinergi secara merata untuk keseluruhan lahan
tanam yang terdapat di sana.
Belajar dari kota Banjarmasin yang sebagian besar tanahnya berupa rawa-rawa. Dalam
memenuhi kebutuhan air bersih warganya, kota ini juga harus melakukan langkah khusus
berupa pengolahan air limbah (PAL). Kemudian dalam perkembangannya dengan bekerjasama
dengan pihak luar sistem pengolahan air limbahnya saat ini lebih modern dan lebih bisa
dimaksimalkan lagi sehingga dapat memenuhi kebutuhan warganya secara lebih luas. Inspirasi
seperti ini dapat dilakukan pada daerah-daerah lain termasuk desa Bendosari bagi pengolahan
air limbah desanya dikarenakan sulitnya mendapatkan dan mendistribusikan air bersih. Dan
sistem pengolahan air limbah ini dapat dikategorikan sebagai desain yang berkelanjutan apabila
seluruh proses yang menggerakkan sistem pengolahan air limbah ini juga menggunakan
sumber-sumber energi yang terbarukan.

d. Infrastruktur

Infrastruktur yang dimiliki desa ini hanya jaringan jalan dan dua jembatan penghubung
yang menghubungkan jalan raya jurusan Batu-Kediri dengan desa Bendosari. Tetapi kondisi
saat ini jembatan yang letaknya lebih di sebelah timur jalan telah hilang karena diterjang banjir
dan belum ada perbaikan atau pembangunan kembali, sedangkan jembatan di sebelah barat
berkonstuksi utama baja dengan penutup jembatan dari batang-batang kayu yang dirangkai

Page 10 of 13
sehingga bisa dilewati kendaraan roda empat, mempunyai lebar 4 m. Kemudian jaringan jalan
utama di dalam desa yang merupakan jalan milik pemerintah daerah terbuat dari aspal dengan
lebar 4m dan bahu jalan masing-masing 0,5m masih berupa tanah. Jalan desa pada jalur utama
yang menghubungkan satu dusun dengan dusun lainnya sebagian terbuat dari susunan batu
(makadam) dengan lebar 4-5m, sebagian lagi masih berupa jalan tanah. Sedangkan jalan
lingkungan yang lebih kecilyang menghubungkan jalan desa dengan hunian warga masih berupa
jalan tanah lebar 1-2,5m.
Dari sisi penyerapan air hujan material jalan cukup mendukung, tetapi untuk jalan tanah
di saat kondisi hujan seringkali sulit dilewati karena licin. Belum adanya perkuatan-perkuatan
pada sebagian besar kontur jalan yang ada akan cukup membahayakan terutama di saat musim
hujan.
Tantangan untuk perencanaan yang berkelanjutan yang lebih spesifik sesuai kondisi
tersebut di atas dalam rangka mencari jalan keluar permasalahan tersebut sangat diharapkan.
Antara lain telah diuraikan pada point a di atas dan di sisi lain dapat juga dilakukan perkerasan
jalan untuk jalan-jalan yang masih berupa tanah dengan memanfaatkan material lokal seperti
pasir, batu kerakal dan batu kali dari sungai-sungai yang dimiliki desa adalah merupakan
langkah awal yang bisa diambil secara swadaya. Pihak-pihak dari luar desa seperti institusi dan
LSM yang sejalan dengan misi tersebut dapat diharapkan bantuannnya terutama dalam
perencanaan dan perancangan teknis yang diperlukan agar tujuan tersebut bisa dilaksanakan
dengan baik.

6. KESIMPULAN

• Melalui pemaparan di atas dapat diperoleh kesimpulan bahwa apa yang telah dilakukan
oleh desa ini secara swadaya dan swasembada sesuai dengan kemampuan dan potensi
yang dimilikinya cukup menarik untuk dilanjutkan bahkan dikembangkan.
• Dari identifikasi di atas juga dapat diketahui potensi-potensi apa yang perlu
dikembangkan dan potensi-potensi apa yang perlu perhatian lebih utama bagi keamanan
di dalam kawasan.
• Agar perencanaan dan pengembangan yang dilakukan lebih tepat sasaran maka
diperlukan partisipasi masyarakat didalamnya sebagai salah satu sumber daya manusia
yang dimiliki kawasan dan mampu menggerakkan roda ekonomi kawasan sebagai desa
wisata
• Partisipasi yang lebih terarah dapat diperoleh apabila secara intensif dilakukan
sosialisasi terhadap apa yang dimaksud dengan perencanaan yang berkelanjutan
(sustainable design) kepada seluruh warganya, sehingga diharapkan dengan
pemahaman tersebut dapat menjadi dasar dan landasan bagi tindakan perencanaan dan
pembangunan ke depan dan bagi pemecahan permasalahan yang ada yang semuanya
bertujuan untuk mengembangkan potensi desa sehingga mampu bertahan sekaligus
meningkatkan sistem ekonomi masyarakatnya.
• Kajian ini masih berupa identifikasi awal potensi, permasalahan dan usulan bagi
penerapan perencanaan yang berkelanjutan (sustainable design) pada kawasan rural
terutama kawasan yang dipilih pemerintah daerah untuk dijadikan desa wisata.
• Diperlukan data-data fisik yang lebih lengkap dan kuantitatif pada lokasi studi agar
dapat diberikan usulan perencanaan dan pengembangan yang lebih kuantitatif pula dan
berkelanjutan. Sehingga perencanaan tersebut dapat tetap sesuai dengan perkembangan
yang terjadi dan dapat bertahan sampai pada generasi-generasi berikutnya.
• Diperlukan partisipasi pemerintah yang lebih konkret dalam menentukan arah kebijakan
yang sesuai dengan potensi yang dimiliki desa agar diperoleh perencanaan yang
berkelanjutan terutama bagi sebuah desa wisata atau bagi kawasan rural pada umumnya.

Page 11 of 13
• Perlu dibentuk lembaga khusus yang mendata, menangani, mengimplementasi dan
mengawasi penerapan perencanaan yang berkelanjutan (sustainable design) agar tujuan
yang diharapkan dapat tercapai.

REFERENSI

Alexander, Stefie H. ------.Pengembangan Desa Wisata Dalam Meningkatkan Pendapatan


Masyarakat di Kabupaten Maluku Tenggara (Studi di Kecamatan Kei-Kecil
Kabupaten Maluku Tenggara).-------
Allen, Emma, et al.--------.Investasi Lokal untuk Adaptasi Perubahan Iklim. Green Jobs
melalui Pekerjaan Umum Hijau. Brosur ILO (International Labour Organization)
cabang Indonesia.
Amiuza, Chairil Budiarto. 2012. Pragmatik Bentang Alam Pedesaan. Studi kasus Dusun
Bendosari, Kec. Pujon, Kab. Malang. Jurnal RUAS, Vol. 10, No. 2.
Arnstein RS, 1969, “A Ladder of Citizen Participation”, Journal of the American Institute of
Planners 35: 216-224.
Buletin Cipta Karya. 2011. Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim. Karya Cipta Infrastruktur
Permukiman. Edisi 08/Tahun IX/Agustus 2011.
Chaves, R and Corpus, VT. 2008. Panduan Tentang Perubahan Iklim dan Masyarakat Adat.
Tentebba, Indigenous Peoples’ International Centre and Policy Research and
Education, Philippines.
Dahuri. 2011. Strategi Adaptasi Sektor Kelautan dan Perikanan Menghadapi Perubahan Iklim
Global. Artikel. http://dahuri.wordpress.com/2011/0201/strategi-sektor......
(diakses pada 21 Juni 2014).
Damanik, J., 2009, “Isu-Isu Krusial Dalam Pengelolaan Desa Wisata Dewasa Ini”, Jurnal
Kepariwisataan Indonesia 5(3): 127-137.
Djuni. 2009. Strategi Adaptasi Untuk Atasi Dampak Perubahan Iklim. Masyarakat
Penanggulangan Bencana Indonesia (MBPI). Artikel MBPI.
http://www.mpbi.org/content/strategi-adaptasi....... (diakses pada 21 Juni 2014).
Firdaus, A.2013. Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim Pada Pertanian. Penelitian.
Universitas Brawijaya. Malang.Tidak dipublikasikan.
Gambar (Bendosari5758(http://www.bendosari5758.blogspot.com, diakses pada Kamis, 14 Juni
2014)
Gambar (http://bendosari.wordpress.com, diakses pada Kamis, 14 Juni 2014)
Gambar (http://www.wisatabrantas.org, diakses pada Kamis, 14 Juni 2014)
Heston, YP. 2014. Penyusunan Model Indeks Kapasitas Adaptasi Masyarakat Daerah
Rentan Air Minum Terkait Dampak Perubahan Iklim. Jurnal Balai Penelitian dan
Pengembangan Sosial Ekonomi Bidang Permukiman. Yogyakarta.
Intergovernmental Panel On Climate Change. 2007. Climate Change at Glance. Rumah Iklim
Satu Dunia.
Kementerian Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia. 2007. Rencana Aksi Nasional
Dalam Menghadapi Perubahan Iklim.
Kurniawati, F. 2012. Pengetahuan dan Adaptasi Petani Sayuran Terhadap Perubahan Iklim.
Studi Kasus: Desa Cibodas, Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat. Tesis.
Program Studi Magister Ilmu Lingkungan Universitas Padjajaran Bandung.
Lane, 1994, “ What is Rural Tourism”, Journal of Sustainable Tourism, 2:7-21.
Mangguyang Alam Film. (http://www.youtube.com , diakses pada Kamis, 14 Juni 2014)
Marwan, A.. 2010. Apa itu REDD? Panduan untuk Masyarakat Adat. Terjemahan. Hal 1-83.
Asia Indigenous Peoples Pact (AIPP), Forest Peoples Programme (FPP), International
Work Group for Indigenous Affairs (IWGIA),Tebtebba.
Noordwijk, M. 2008. Agroforestri sebagai Solusi Mitigasi dan Adaptasi Pemanasan Global.
Seminar Pengelolaan Sumber Daya Alam Berkelanjutan. Institut Pertanian Bogor.
Bogor.

Page 12 of 13
Paramita, M., 1999, “Re-Orientasi & Rekayasa Bio-Diversity (Green Tourism) Terhadap
Pengembangan Produk Wisata”, makalah Diskusi Panel “Pembangunan
Kepariwisataan Terhadap Isu Lingkungan”, Dies Natalis Sekolah Tinggi Pariwisata
Bandung ke-35.
Permanasari, I., 2010, “Pengentasan Kemiskinan Melalui Pemberdayaan Masyarakat di Desa
Wisata”, Jurnal Kepariwisataan Indonesia 5 (1): 57-69.
Shaleh,MH. H. 2014. Desa Ngrancah Menangi Program Kampung Iklim 2014. Artikel Suara
Merdeka. http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/news/2014/06/05/2014
(diakses pada 21 Juni 2014).
Sukmana, Oman. 2005. Model Pengelolaan Lingkungan Binaan Desa Wisata Bunga pada
Kawasan Ekowisata. Studi di Desa Sidomulyo, Kota Batu-Malang. Dosen Pengajar
Ilmu Kesejahteraan Sosial, FISIP-Universitas Muhammadiyah Malang.
Sukmana, Oman. 2010. Konsep Pemberdayaan Masyarakat Melalui Pengembangan
Komunitas Berbasis Potensi Lokal. Studi di Desa Wisata Bunga Sidomulyo, Kota
Batu-Jawa Timur. Jurnal HUMANITY, Vol. 6, No. 1. Hal 59-64.
Surakusumah, W. 2012. Adaptasi dan Mitigasi. http://file.upi.edu/ (diakses pada 17 Juni 2014).
Sutamihardja, & Mulyani, M. E.2011. Climate Change, Dokumen Penting Perubahan.
The World Bank. ------. Adaptasi Terhadap Perubahan Iklim. Policy Brief. Hal. 1-4.
Titisari, Ema Yunita. 2012. Konsep Ekologis pada Arsitektur di Desa Bendosari. Jurnal
RUAS, Vol. 10 No. 2, hal. 20-31.
Vinanda, MY. 2010. Upaya WWF-NU Sosialisasikan Adaptasi Perubahan Iklim. Artikel WWF
Indonesia. http://www.wwf.or.id/?21260/Upaya-WWF-NU-sosialisasikan-adaptasi-
perubahan-iklim (diakses pada 20 Juni 2014).

Page 13 of 13

Anda mungkin juga menyukai