Anda di halaman 1dari 21

UAS

DESAIN ARSITEKTUR TROPIS

DOSEN PEMBIMBING

Ir. KELIK HENDRO BASUKI, S.T., M.T.

Ir. AGUNG CAHYO NUGROHO, S.T., M.T.

Agus Fajar Mahardeka (2015012072)

FAKULTAS TEKNIK

PRODI S1ARSITEKTUR

UNIVERSITAS LAMPUNG

2022/2023
SOAL UAS

DESAIN BANGUNAN TROPIS

SEMESTER GANJIL 2022/2023

PROGRAM STUDI S1 ARSITEKTUR UNILA

Soal

1. Uraikan isu terkini mengenai arsitektur tropis dan kaitkan dengan upaya perbaikan lingkungan
akibat perubahan iklim dan konsep pembangunan berkelanjutan (jelaskan dan uraian minimal
500 kata) (bobot nilai 20%)

2. Apakah yang disebut dengan Iklim Tropis Lembab di Indonesia? Dan apa saja pengaruhnya
terhadap kehidupan manusia dan tatanan lingkungan binaan di Indonesia? (Uraikan minimal
500 kata dan lengkapi dengan gambar) (bobot nilai 15%)

3. Uraian prinsip-prinsip perancangan bangunan tropis lembab (tata orientasi, rancangan atap,
rancangan bukaan/ventilasi, material bangunan, tata ruang luar dan tata ruang dalam),
lengkapi dengan sketsa/gambar atau contoh-contoh foto! Uraikan minimal 800 kata (Bobot
nilai 20%)

4. Apa yang dimaksud dengan Green Building? Uraikan minimal 800 kata, beri contoh gambar/
sketsa (bobot nilai 25%)

5. Apa yang dimaksud dengan Climate Responsive Architecture? Uraikan minimal 800 kata
(bobot nilai 20%)

Jawaban diketik dengan spasi 1,2 ukuran huruf helvetica 11, gambar menyesuaikan

Jawaban dicetak dan dikumpulkan paling lambat pada hari Senin 19 Desember 2022 lewat admin
(Mbak Indah) dengan mengisi absen pengumpulan (sebutkan hari, tanggal dan jam berapa
mengumpulkan)

Selamat mengerjakan
1. Uraikan isu terkini mengenai arsitektur tropis dan kaitkan dengan upaya
perbaikan lingkungan akibat perubahan iklim dan konsep pembangunan
berkelanjutan.

Indonesia merupakan sebuah negara yang berada di lintasan sabuk tropis


atau lebih dikenal dengan khatulistiwa. Berdasarkan data Administrasi
Kependudukan, hingga akhir 2021, negara yang berada di lintasan tropical
belt ini tercatat memiliki jumlah penduduk sebanyak 272.229.372 jiwa.
Dengan sekian banyak jumlah penduduk di Indonesia, tentu saja tempat
tinggal menjadi sebuah permasalahan yang penting untuk dibahas.

Tempat tinggal tidak lepas kaitannya dengan membahas kondisi lingkungan


di sekitar tempat tinggal tersebut. Secara keseluruhan, lingkungan di
Indonesia memiliki kesamaan akan permasalahan yang dihadapi yaitu iklim.
Iklim menjadi suatu hal yang krusial bagi sebuah lingkungan karena sangat
besar pengaruhnya terhadap bangunan di sekitarnya mulai dari
ketahanannya hingga kenyamanan bagi penggunanya.

Berbicara tentang bangunan, sangat erat hubungannya dengan ilmu


arsitektur. Selama ratusan tahun, sudah banyak arsitek yang mempelajari
berbagai teknik untuk membuat bangunan yang dapat menyediakan
kenyamanan pengguna bangunan dan juga menjaga ketahanan bangunan di
berbagai kondisi iklim yang ekstrim sekalipun.

Pembangunan berkelanjutan mencakup semua segi kehidupan, mulai dari


kebijakan politik pemerintah, strategi bisnis, hingga gaya hidup.
Pembangunan berkelanjutan mencakup tidak hanya proses perencanaan
saja tetapi mencakup sampai dengan hasil akhir. Realisasinya
pembangunan berkelanjutan bersifat kompleks dan harus menerapkan
sistem indisipliner.

Definisi berkelanjutan muncul pertama kali pada tahun 1987 dari “Brutland
Report”, dimana pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan untuk
memenuhi kebutuhan generasi masa kini tanpa mengorbankan generasi
masa depan dalam memenuhi kebutuhannya mendatang. Dalam konteks
pembangunan di masa mendatang, pembangunan berkelanjutan mencakup
3 hal, yakni berkelanjutan sosial, berkelanjutan ekonomi, dan berkelanjutan
ekologi.
Kemajuan sosial

Setiap konstruksi berkelanjutan wajib menyokong standar etika sosial


tertinggi dan mendukung kesetaraan sosial di setiap tingkat atau tahapan
konstruksi, mulai dari tahap perencanaan, pembangunan, hingga proses
penggunaan bangunan tersebut. Dilihat dari kacamata sosial, pembangunan
berkelanjutan berarti bangunan mampu merespon kebutuhan emosional dan
psikologis manusia dengan memberikan stimulasi positif terhadap
lingkungan, meningkatkan kesadaran terhadap nilai-nilai penting kehidupan,
memberi inspirasi bagi jiwa manusia, dan mempererat hubungan sosial,
komunitas serta lingkungan. Kondisi psikologis penggunaan bangunan
sangat dipengaruhi oleh beberapa hal, salah satunya adalah kenyamanan
pengguna. Hendaknya bangunan juga menyediakan lingkungan yang
inklusif, dimana bangunan menjadi wadah interaksi pengguna bangunan
dengan konteks lingkungan disekitarnya.

Untuk bangunan publik, kemudahan juga harus didukung dengan


ketersediaan informasi di luar maupun didalam bangunan. Kesempatan
semua pihak untuk berpartisipasi dan mengontrol konstruksi merupakan
indikator berikutnya. Dalam proses desain lebih baik jika pengguna
dilibatkan. Realitanya, banyak proyek berkelanjutan yang dikembangkan
secara bersama-sama oleh tim dengan pendekatan kolektif. Jadi, dari sisi
pemegang modal dan pengguna terlibat dalam proses desain.

Pertumbuhan ekonomi

Sektor konstruksi merupakan sektor yang berpengaruh terhadap kondisi


perekonomian suatu negara secara signifikan. Sektor ini juga berperan
sebagai indikator pesat-tidaknya dalam menentukan kemajuan suatu negara.
Dilain pihak, sektor konstruksi juga sebagai pihak dalam mendukung
pertumbuhan ekonomi, baik sebagai wadah dalam kegiatan interaksi
ekonomi maupun sebagai media dalam penyediaan pekerjaan bagi
masyarakat. Dalam penyediaan lapangan pekerjaan tersebut, konstruksi
berperan sebagai media pemberdayaan, masyarakat yang tinggal di lokasi
pembangunan dapat dilibatkan langsung sebagai tukang maupun teknisi
tertentu sesuai dengan keahliannya. Selain itu, material yang digunakan
dalam proses konstruksi dapat disediakan melalui material lokal yang
merupakan hasil sumberdaya lingkungan tersebut.

Kualitas ekonomi dalam konstruksi berkelanjutan bisa dicapai melalui


banyak hal, seperti efisiensi desain, dengan jalan memperhitungkan volume
secara seksama. Efisiensi material juga harus dilakukan agar tidak
meninggalkan sisa material yang berlebihan. Kemampuan bangunan untuk
beradaptasi dengan berbagai kebutuhan atau fungsi juga menjadi indikator
kualitas keberlanjutan suatu lingkungan buatan. Hal ini berkaitan dengan
seberapa fleksibel ruang tersebut dapat digunakan untuk berbagai
keperluan. Sebagai patokan, bangunan berdesain modular memiliki tingkat
adaptasi yang lebih besar terhadap perubahan internal bangunan.

Biaya tahap awal hingga bangunan beroperasi merupakan indikator ekonomi


yang lain. Setelah bangunan tersebut selesai, penilaian juga dilakukan
mengenai nilai kebermanfaatan bangunan tersebut bagi lingkungan sekitar,
apakah bangunan tersebut meningkatkan kesejahteraan atau tidak. Dengan
memperhatikan kepentingan ekonomi lokal, efisiensi, kualitas adaptasi,
biaya operasional, dan kebijakan modal, proyek yang dihasilkan tidak hanya
menjadi investasi jangka panjang, namun juga memiliki nilai keberlanjutan
dengan merangsang pertumbuhan bahkan meningkatkan standar ekonomi
lokal.

Keseimbangan ekologi dan lingkungan

Prinsip utama dalam pembangunan berkelanjutan adalah menjaga bumi


dalam kondisi mendukung kehidupan di masa mendatang. Tidak dapat
dipungkiri, hal tersebut menjadi tantangan besar, sebab kondisi ekosistem
global saat ini sudah rusak karena eksploitasi secara berlebihan. Sebagai
pengguna material dan energi terbesar, sektor konstruksi juga memberi
peran besar dalam penurunan kualitas lingkungan. Jika tidak ada tindakan
untuk melestarikan maupun mengembalikan untuk masa mendatang,
kualitas ekologi akan semakin menurun. Energi yang digunakan sebagai
sumber peralatan elektronik juga dapat diminimalisir dengan memilih produk
hemat energi.

Selain itu, masalah limbah juga harus mendapatkan perhatian ekstra.


Penanganan masalah limbah seharusnya menjadi prioritas utama karena
limbah meracuni lingkungan dan makhluk hidup. Instalasi pengelolaan
limbah sebaiknya diterapkan diberbagai lokasi, mulai dari instalasi
sederhana yang diaplikasikan dalam skala rumah tangga hingga instalasi
besar dalam skala perkotaan. Lokasi pembangunan limbah juga patut
diperhatikan. Keberadaan vegetasi sampai usaha menciptakan bangunan
yang tidak merugikan bangunan lain merupakan usaha untuk menciptakan
konstruksi berkelanjutan.

Dalam skala bangunan, konstruksi berkelanjutan bertujuan untuk


meningkatkan penyediaan bangunan yang kuat, tahan lama, sehat dan
bermanfaat bagi kehidupan saat ini dan mendatang. Melalui desain yang
harmonis dengan alam, sudah selayaknya konstruksi berkelanjutan
mendukung dan menjaga ekosistem lingkungan agar tidak musnah, dan
mampu berperan dalam pembangunan berkelanjutan ke depannya.

2. Apakah yang disebut dengan Iklim Tropis Lembab di Indonesia? Dan apa
saja pengaruhnya terhadap kehidupan manusia dan tatanan lingkungan
binaan di Indonesia?

Daerah lembab mencakup savanna lembab, daerah dengan angin musim


dan hutan hujan tropis. Daerah savanna lembab dan daerah bermusim hujan
memiliki satu atau dua musim hujan dengan batas yang jelas. Tumbuhan di
daerah ini lebat dan mampu melewati musim kering panjang tanpa akibat
yang berarti. Ciri khas daerah ini adalah temperature harian dan tahunan;
pada kelembaban yang tinggi dan rendahnya perbedaan pada kelembaban
yang tinggi dan temperature selalu hampir sama sepanjang tahun. kekayaan
tumbuhan di daerah yang sangat lembab sangat luar biasa. Terdapat lebih
dari 35.000 jenis tumbuhan berbunga. Beberapa jenis pohon menjulang
tinggi sampai 60 m dari tinggi rata-rata hutan tropis khatulistiwa mencapai
sekitar 20 m.

Ciri yang menonjol pada iklim tropis adalah tingginya suhu rata-rata harian
dibanding pada iklim lain. Persoalan yang ditimbulkan oleh iklim ini dalam
kaitannya tropis adalah tingginya suhu rata-rata harian dibanding pada iklim
lain. Persoalan yang ditimbulkan oleh iklim ini dalam kaitannya dengan kota
sebagai tempat manusia bermukim dan melangsungkan aktifitas kerja
sehari-hari adalah sebagai berikut:

1. Pemanasan yang ditimbulkan oleh Radiasi Matahari

Matahari memancarkan panasnya melalui radiasi ke permukaan bumi.


Panas yang dipancarkan oleh matahari ke permukaan bumi tidak tergantung
apakah permukaan bumi tersebut berupa urban (kota) atau rural (desa),
terhadap radiasi tapi lebih bergantung pada sudut jatuh–radiasi akan
mencapai jumlah maksimum apabila sudut jatuhnya 90˚, demikian juga
bergantung pada kondisi awan yang dapat menghalangi pemancaran radiasi
tersebut. Implikasi radiasi matahari ke permukaan bumi akan berbeda ketika
permukaan tersebut memiliki perbedaan karakter dalam hal penyerapan dan
pemantulannya. Permukaan keras cenderung akan menyerap panas lebih
banyak, yang pada saatnya akan dipantulkan kembali. Warna permukaan
juga menentukan jumlah panas yang diserap, warna terang cenderung akan
lebih banyak memantulkan, sementara warna gelap cenderung lebih banyak
menyerap panas radiasi tersebut. tersebut.
2. Terjadinya ‘heat urban island’

Akibat tertutupnya permukaan tanah oleh beton (yang dapat berupa


bangunan atau perkerasan permukaan tanah) serta aspal (jalan dan parkir),
radiasi matahari yang jatuh pada permukaan tersebut sebagian besar
diserap dan dilepaskan lagi ke udara diatas dan sekitarnya. Pelepasan
panas yang diserap oleh material keras sebagaimana beton atau aspal akan
jauh lebih besar dibanding yang terjadi pada tumbuhan. Karena sebagian
besar area kota tertutup oleh material keras, maka suhu udara kota menjadi
lebih tinggi dibanding kawasan yang masih bersifat rural (pedesaan).

3. Berkurangnya kecepatan angin pada kawasan Urban

kawasan urban Kawasan kota dicirikan dengan kerapatan bangunan yang


lebih tinggi dengan kurangnya penyediaan ruang terbuka hijau. Dengan
kepadatan bangunan yang tinggi; yang berarti mengecilnya ruang terbuka,
kecepatan angin dalam kota berkurang secara mencolok dibanding pada
kawasan rural yang masih terbuka.

4. Berkurangnya vegetasi

Seperti yang diuraikan diatas, kawasan kota dicirikan dengan menurunkan


jumlah vegetasi per satuan luas tertentu dibanding kawasan yang masih
bersifat rural/desa. Karena kemampuan tumbuhan untuk (misalnya desa)
cenderung memiliki suhu udara yang lebih rendah dibanding kawasan yang
banyak tertutup oleh material keras, seperti halnya kawasan urban.

3. Uraian prinsip-prinsip perancangan bangunan tropis lembab (tata orientasi,


rancangan atap, rancangan bukaan/ventilasi, material bangunan, tata ruang
luar dan tata ruang dalam), lengkapi dengan sketsa/gambar atau contoh-
contoh foto!

Organisasi Ruang dan Orientasi Bangunan

Orientasi atau hadapan bangunan bangunan mempengaruhi


tinggirendahnya temperatur udara didalam ruang. Pada siang hari umumnya
temperatur udara di dalam bangunan lebih rendah dibandingkan temperatur
luar, sementara pada malam hari temperatur udara didalam bangunan lebih
tingga dibanding temperatur luar. Untuk wilayah tropis di Wilayah dataran
rendah hingga tinggi, ruangruang utama seperti ruang tidur, ruang keluarga,
dll, sebaiknya tidak diletakkan di sisi barat, kecuali jika ada pembayangan
dari bangunan lain atau pohon besar pada sisi tersebut. (Sumber : Arsitektur
Tropis, 2016 : 70)
Rancangan Atap

Dalam rancangan arsitektur di wilayah iklim tropis lembab, dengan


temperatur udara luar relatif tinggi, peran atap untuk mengatasi persoalan
kalor matahari yang masuk dari sisi atas bangunan, menjadi dominan. 85
Penutup atap dari material yang relatif tipis seperti genteng, asbes, sirap,
akan menerima kalor matahari dan dalam waktu singkat menyalurkan
(meradiasikan) kalor tersebut ke ruang di bawahnya dan menjadi panas.
Untuk memastikan agar temperatur udara di dalam ruangan tidak tinggi,
maka perlu dilakukan usaha untuk mengurangi radiasi matahari yang jatuh
ke permukaan atap dengan cara memberikan bukaan untuk ventilasi silang
di ruang atap “ruang atap”. Namun dalam membuat bukaan untuk ventilasi
ruang atap perlu dilakukan langkah untuk mencegah masuknya hewan
seperti burung atau kelelawar ke dalam ‘ruang apa’. untuk itu, lubang-lubang
ventilasi perlu diberi kawat.(Sumber : Arsitektur Tropis, 2016 : 71-73)

Bukaan dan Ventilasi

Rancangan arsitektur tropis harus memungkinkan terjadinya aliran udara


silang secara maksimum di dalam bangunan, sehingga untuk
mengoptimalkan ventilasi silang pada bangunan, perlu dipertimbangkan
untuk menyediakan ruang-ruang terbuka disekitar bangunan. Dengan kata
lain, sedapat mungkin jangan menutup s8eluruh tapak dengan bangunan.
Hal ini akan menyulitkan terjadinya aliran udara secara menerus dari luar 86
ke dalam bangunan dan sebalikanya. Aliran udara sangat diperlukan untuk
menciptakan efek dingin bagi tubuh manusia. untuk itu harus diciptakan
ruang-ruang terbuka disekitar bangunan untuk mengoptimalkan terjadinya
ventilasi silang di dalam bangunan. (Sumber : Arsitektur Tropis, 2016 : 73)

Dinding Transparan dan Pembayangan

Sinar matahari merupakan gelombang pendek yang dapat menembus


dinding transparan bangunan seperti halnya kaca. ketika sinar ini melewati
dinding transparan dan masuk ke dalam ruang, sinar ini akan memanaskan
benda-benda yang ada di dalam ruang tersebut, seperti lantai, furnitur dan
sebagainya, akibatnya kalor terperangkap didalam ruang di dalam bangunan
tersebut dan mengakibatkan kenaikan temperatur udara diruang tersebut.
Peristiwa ini disebut dengan ‘efek rumah kaca’. Untuk mencegah hal itu
terjadi maka terdapat beberapa cara untuk mencegahnya seperti mencegah
masuknya radiasi matahari secara langsung ke bidang kaca, atau dengan
memberi pembayang berupa atap teras atau kanopi, agar radiasi panas
matahari tidak langsung masuk ke dalam ruangan. (Sumber : Arsitektur
Tropis, 2016 : 74).

Material Bangunan

Material yang digunakan oleh bangunan seringkali dapat mencerminkan


kondisi iklim setempat dimana bangunan tersebut dibangun. Temperatur luar
rata-rata diwilayah iklim yang tidak ekstrim ini berkisar antara 24-30 derajat
selsius. Material bangunan yang digunakan untuk kondisi iklim semacam ini
cenderung tidak menyimpan kalor jumlah besar. Dengan menggunakan
material dinding luar semacam ini temperatur di dalam bangunan akan
mendekati temperatur diluar bangunan. Warna materiall bangunan (atap dan
dinding luar) dipengaruhi oleh iklim setempat seperti warna atap dan dinding
luar yang terang atau mengarah ke putih akan membantu memantulkan
sinar matahari kembali ke angkasa, sehingga mengurangi terjadinya
peningkatan temperatur di dalam bangunan serta mengurangi efek
pemanasan kawasan. (Sumber : Arsitektur Tropis, 2016 : 77-79).
Penataan Ruang Luar dan Penghijauan

Dalam rancangan aritektur tropis, rancangan ruang luar bangunan memgang


peran penting untuk memodifikasi temperatur udara luar. Agar temperatur di
luar bangunan tidak panas, maka penggunaan material keras (beton, aspal)
pada permukaan halaman, taman, atau parkir yang tidak mendapat
peneduhan perlu diminimalkan. Permukaan tanah yang tertutup material
keras dn langsung terkena radiasi matahari akan membuat temperatur udara
disekitar bangunan menjadi panas. Jika hal ini terjadi, maka ruang dalam
bangunan akan sulit untuk menjadi sejuk atau nyaman. 88 Penghijauan
diperlukan di kawasan beriklim tropis sebagai upaya menurunkan temperatur
udara kawasan. Selain berfungsi sebagai penghasil oksigen, pohon juga
berperan sebagai ‘pembersih’ (penyerap) CO2 dan SO2 dalam udara serta
oksida logam berat dalam air. Pada sisi lain keberadaan pohon secara
langsung atau tidak akan menurunkan temperatur udara di sekitarnya,
karena radiasi kalor matahari akan diserap oleh dau untuk proses
fotosintesis dan penguapan. (Sumber : Arsitektur Tropis, 2016 : 80).

4. Apa yang dimaksud dengan Green Building?

Indonesia memiliki lembaga untuk melakukan sertifikasi bangunan hijau


yaitu Green Building Council Indonesia (GBC Indonesia). Lembaga
bangunan hijau Indonesia atau Green Building Council Indonesia (GBC
Indonesia) adalah lembaga swadaya dan nirlaba yang didirikan pada tahun
2009 dan didirikan oleh sinergi para pemangku kepentingan meliputi
profesional bidang jasa konstruksi, kalangan industri sektor bangunan dan
properti, pemerintah, institusi pendidikan dan penelitian, asosiasi profesi, dan
masyarakat peduli lingkungan yang menyelenggarakan kegiatan
pembudayaan penerapan prinsip-prinsip
hijau/ekologis/keberlanjutan/sustainability dalam perencanaan, pelaksanaan
dan pengoperasian bangunan serta lingkungannya di Indonesia. GBC
Indonesia telah memperoleh status Emerging Member dari World Green
Building Council (WGBC) yang berpusat di Toronto, Kanada. GBC Indonesia
menyelenggarakan sertifikasi bangunan berdasarkan Greenship. Kini
terdapat 111 organisasi yang tergabung dalam GBC Indonesia.
Menurut GBC Indonesia dalam Greenship EB, ada 6 kategori
penilaian Green Building. Keenam katgori tersebut antara lain:

1. Appropriate Site Development.


Kategori Appropriate Site Development atau Tepat Guna Lahan yang
disingkat ASD ini mengangkat isu pemilihan lahan gedung yang
memperhatikan keberlanjutan dan ramah lingkungan. Sebagian besar
alokasi lahan yang ada saat ini dipakai untuk bangunan gedung, oleh
karena itu penggunaan lahan yang tepat untuk membangun gedung
memiliki dampak secara langsung terhadap lingkungan, terutama dampak
negatifnya. Padahal, jika pengguna dan pengelola gedung dapat
menggunakan gedung dengan bijak, dampak negatif tersebut bisa
dihilangkan atau dibalik menjadi dampak positif. Maka dari itu, kategori ini
akan menekankan pada keberadaan gedung untuk meningkatkan kualitas
lingkungan di sekitarnya.
Tujuan utama dari kategori tepat guna lahan (ASD) dalam
greenship Interior Space adalah membangun rasa tanggung jawab,
mendorong inovasi dan memperhatikan desain yang berkelanjutan serta
ramah lingkungan kepada pihak pengguna. Kontribusi pengguna gedung
dalam kategori ini ini adalah dengan cara memilih gedung dan
menerapkan kebijakan manajemen yang sesuai.

Kategori ASD ini dibagi menjadi 5 kriteria utama dengan 1 kriteria


prasyarat sebagai berikut:

 ASD P Motor Vehicle Reduction Policy atau Kebijakan Pengurangan


Kendaraan bermoto
 ASD 1 Greenship Certified Building atau Gedung Bersertifikat
Greenship
 ASD 2 Community Accessibility atau Aksesibilitas Penggun
 ASD 3 Bicycle atau Fasilitas Seped
 ASD 4 Motor Vehicle Space Reduction atau Pengurangan Ruang
Untuk Kendaraan Bermoto
 ASD 5 Landscaping atau Lansekap

2. Energy Efficiency and Conservation.

Ketergantungan manusia terhadap energi yang berasal dari sumber daya


fosil yang sifatnya tidak bisa diperbarui masih sangat tinggi di Indonesia.
Data pada tahun 2009 menunjukkan bahwa 77,26% dari total
penggunaan sumber daya fosil digunakan sebagai sumber energi primer.
Jumlah ini tidak terlalu mengejutkan mengingat bahwa mayoritas energi
listrik Indonesia dihasilkan oleh pembangkit listrik tenaga uap yang
menggunakan bahan bakar batu bara yang merupakan sumber daya fosil.

Ketergantungan terhadap sumber daya fosil untuk sumber energi ini


harus segera diakhiri karena jika kita terus menerus bergantung pada
sumber daya fosil, maka lambat laun kita akan merasakan dampak
negatif yang ditimbulkannya, baik dari segi lingkungan maupun
kesehatan. Upaya yang dapat dilakukan untuk menghindari dampak
negatif tersebut adalah dengan melakukan konservasi energi.

Prinsip utama dari konservasi energi adalah efisiensi energi


melalui pemanfaatan atau pemakaian teknologi yang membutuhkan
energi lebih rendah dalam melakukan fungsi yang sama. Contoh
sederhananya adalah menyalakan AC pada suhu yang nyaman dan tidak
terlalu dingin dan mematikan lampu dan peralalatan elektrik saat tidak
digunakan.

Dalam kategori EEC pada GREENSHIP interior space ini, tujuan


utamanya adalah untuk menumbuhkan kesadaran akan pentingnya
penghematan energi, mendorong adanya tindakan penghematan serta
mengendalikan konsumsi energi pada area interior.
Kriteria penilaian EEC pada interior space dibagi menjadi 5 kriteria utama
dengan 1 kriteria prasyarat, yaitu:
 EEC P, Energy Conservation Campaign atau Kampanye Konservasi
Energi
 EEC1, Simple Commissioning atau Komisioning Sederhana
 EEC2, MVAC Control atau Kontrol MVAC
 EEC3, Lighting Power Density and Control atau Densitas Daya
Pencahayaan dan Kontrol
 EEC4, Energy Monitoring and Control atau Pemantauan Energi dan
Kontrol
 EEC5, Electrical Equipment and Appliances atau Peralatan Elektrik

3. Water Conservation

Upaya penghematan air bersih menjadi salah satu fokus utama dalam
agenda pihak pengelola gedung. Hal ini karena Indonesia dengan lebih
dari 200 juta penduduk hanya memiliki sekitar 4,85% ketersediaan air
bersih. Maka dari itu, kriteria ini hadir untuk meningkatkan kesadaran
akan pentingnya melakukan penghematan air penggunaan air bersih
yang berkaitan dengan penggunaan operasional ruang.

Secara umum, air bersih yang dikonsumsi oleh pengguna gedung


digunakan untuk minum, memasak, aktivitas kebersihan, sampai dengan
aktivitas pemeliharaan seperti penyiraman tanaman dalam ruang atau
pun irigasi untuk lansekap. Sumber air bersih di area gedung biasanya
berasal dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) yang mengambil air
dari sumber mata air terdekat, sumur tanah dalam dan dari sungai.
Ketergantungan terhadap sumber air bersih ini seringkali tidak disertai
dengan perilaku yang mendukung penghematan air.
Langkah pertama yang bisa dilakukan dalam penghematan air adalah
dengan melakukan kampanye hemat air. Kemudian bisa dilanjutkan
dengan pemantauan dan pengendalian pemakaian air pada ruang
pengguna. Memperhatikan kondisi unit alat plambing juga bisa dilakukan
sebagai salah satu langkah penghematan air.

 Kriteria WAC ini bertujuan untuk meningkatan pengetahuan dan


kesadaran akan pentingnya konservasi air pada area ruangan tertentu.
WAC pada interior space dibagi menjadi 1 kriteria prasyarat dan 4
kriteria penilaian, yaitu:
 WAC P Water Conservation Campaign atau Kampanya Konservasi Air
 WAC 1 Water Fixture atau Alat Pengatur Keluaran Air
 WAC 2 Water Use Monitoring atau Pemantauan Penggunaan Air
 WAC 3 Potable Water atau Air Minum

4. Material Resources and Cycle.

Tahap daur hidup sebuah gedung terdiri dari konstruksi, operasi,


pemeliharaan, dan pembongkaran yang tentunya akan mengonsumsi
suatu material atau produk. Contohnya, saat sebuah tahap operasional
dimana seluruh area di dalamnya tidak hanya ditempati oleh pemiliknya
saja, tetapi disewakan atau digunakan oleh beberapa pihak lain yang
berbeda-beda. Pihak lain tersebut disebut dengan pengguna. Dalam
kasus ini, pihak manajemen atau pemilik gedung tidak memiliki kuasa
secara langsung terhadap aktivitas konsumsi material atau produk yang
dilakukan oleh pengguna.

Untuk itu, kategori MRC pada GREENSHIP Interior Space ini berusaha
untuk mengarahkan pengguna berpartisipasi menjaga operasi gedung
yang ramah lingkungan melalui penggunaan material atau produk dalam
setiap tahap konstruksi fit out, operasi dan pemeliharaan ruang
interiornya.
Melalui kriteria MRC ini, diharapkan akan terjadi peningkatan
pengetahuan dan kesadaran akan pentingnya penggunaan material yang
memiliki daur hidup yang berkesinambungan. MRC pada interior
space dibagi menjadi 7 kriteria penilaian dengan 2 prasyarat, yaitu:
 MRC P1 Purchasing Policy atau Kebijakan Pembelian
 MRC P2 Waste Management Policy atau Kebijakan Pengelolaan
Limbah
 MRC 1 Non ODP Usage atau Penggunaan Refrigeran Tanpa ODP
 MRC 2 Existing Material Conservation atau Melestarikan Material
Bekas
 MRC 3 Certified Wood atau Kayu Bersertifikat
 MRC 4 Low Environmental Impact Material atau Material Berdampak
Lingkungan Rendah
 MRC 5 Green Cleaning Agent atau Bahan Pembersih yang Ramah
Lingkungan
 MRC 6 Waste Management Practice atau Praktek Pengelolaan
Limbah
 MRC 7 Purchasing Practice atau Praktik Pembelian

5. Indoor Health and Comfort

Kategori IHC pada interior space bertujuan untuk mencegah masalah


kulaitas udara dalam ruang pada proyek ruang interior sehingga
pengguna ruang dapat beraktivitas dengan sehat, nyaman dan lebih
produktif. Selain itu, perusahaan juga mendapat keuntungan karena
menghemat biaya jaminan kesehatan karyawan dan memberi nilai
tambah bagi pengguna ruang. Perlu adanya kerjasama antara
manajemen pengguna, desainer interior, kontraktor, teknisi mekanikal
elektrikal, lansekaper, vendor, dan pengguna ruang.

Proses ini dilakukan dari mulai tahap pemilihan lokasi dan negosiasi,
tahap desain dan perencanaan, tahap konstruksi fit out, sampai tahap
operasi dan pemeliharaan. Untuk menyediakan kualitas udara ruang yang
optimal dapat menggunakan beragam cara, antara lain: mengeliminasi
kadar senyawa yang mudah menguap (volatile organic compound/VOC)
dengan pengendalian sumber polutan kimia dan biologi, kenyamanan
termal, kebisingan, kualitas cahaya alami dan akses pemandagan ke luar
ruang, tanaman dalam ruang, pengendalian hama, serta survei pengguna
ruang.

Melalui kriteria IHC ini, diharapkan akan terjadi peningkatan tingkat


kenyamanan pada ruang interior gedung. IHC pada ruang interior memiliki
penilaian yang paling banyak dibandingkan bangunan baru dan bangunan
hijau. Sebabnya, memanglah penekanan penerapan green building pada
ruang interior adalah kenyamanan dalam ruangnya. IHC pada interior
space dibagi menjadi 12 kriteria penilaian, yaitu:

 IHC P No Smoking Campaign atau Kampanye Bebas Asap Rokok


 IHC 1 Outdoor Air Introduction atau Introduksi Udara Luar
 IHC 2 CO2 Monitoring atau Pemantauan Kadar CO2
 IHC 3 Chemical Pollutant atau Polutan Kimia
 IHC 4 Indoor Pollutant Source Control atau Pengendalian Sumber
Pencemar di dalam Ruangan
 IHC 5 Biological Pollutant atau Polutan Biologi
 IHC 6 Visual Comfort atau Kenyamanan Visual
 IHC 7 Outside View and Daylight atau Pemandangan ke Luar dan
Chaya Matahari
 IHC 8 Thermal Comfort atau Kenyamanan Suhu Udara
 IHC 9 Acoustic Level atau Tingkat Kebisingan
 IHC 10 Interior Plants atau Tanaman dalam Ruang
 IHC 11 Pest Management atau Pengendalian Hama
 IHC 12 Room Occupant Survey atau Survei Terhadap Pengguna
Ruang

6. Building Environment Management

Green building memiliki konsep ramah lingkungan secara menyeluruh


terhadap seluruh aktivitasnya, termasuk aktivitas fit out, mulai dari
furnishing sampai dengan finishing. Sering kali aktivitas fit out kurang
memperhatikan aspek manajemennya, karena alasan skala aktivitas yang
tidak sebesar aktivitas suatu bangunan gedung secara utuh. Hal ini
sangat disayangkan karena sekecil apapun suatu ruang tetap merupakan
bagian dari bangunan gedung. Begitu pula halnya dengan penanganan
dini yang membantu pemecahan masalah, termasuk manajemen sumber
daya manusia dalam penerapan konsep bangunan hijau untuk
mendukung penerapan tujuan pokok dari kategori lain sangat diperlukan.
Seluruh konsep hijau atau ramah lingkungan tetap harus diterapkan
secara menyeluruh dan komprehensif.

Seluruh aktivitas dari pengguna ruang sangat menentukan berhasil atau


tidaknya penerapan konsep bangunan hijau itu sendiri. Faktor ini sangat
dipengaruhi oleh faktor keterlibatan manusia sebagai salah satu sumber
daya yang memegang peranan penting dalam keberlangsungan suatu
bangunan hijau. Pihak manajemen pengguna sebagai pihak yang
memegang tanggung jawab dalam manajemen ruang tersebut. BEM pada
greenship mengambil bagian pada manajemen pengelolaan ruang
gedung.
Melalui kriteria BEM ini, diharapkan akan terjadi peningkatan
pengetahuan dan kesadaran akan pentingnya green building pada
manajemen pengelolaan area gedung. BEM pada interior space dibagi
menjadi 4 kriteria penilaian, yaitu:

 BEM P, yaitu Green Training atau Pelatihan Konsep Hijau


 BEM 1, yaitu GA / GP As a Member of Project Team atau GA / GP
Sebagai Anggota Tim Proyek
 BEM 2, yaitu Green Fit Out Activity atau Aktivitas Fit Out Ramah
Lingkungan
 BEM 3, yaitu Invention atau Invensi
 BEM 4, yaitu Green Activities atau Aktivitas Hijau

5. Apa yang dimaksud dengan Climate Responsive Architecture?

Arsitektur merupakan proses menciptakan sebuah ruang dengan


menggunakan tatanan tahapan yang dipikirkan secara seksama dan matang
dengan memperhatikan pembaharuan konsepsi lingkup arsitektural yang
dirancang untuk kepentingan pengguna (Ven, 1987). Hadirnya salah satu
pengembangan arsitektur terkait iklim yakni arsitektur responsif iklim
(Climate Responsive Architecture) menjadi tantangan para arsitek untuk
menjaga konduktivitas lingkup desain agar menjaga keseimbangan akan
pengguna, bangunan, iklim, dan lingkungan setempatnya (Imran, 2013).
Indonesia merupakan negara yang dilintasi oleh garis khatulistiwa, yang
menyebabkan berada pada sumbu iklim tropis. Indonesia termasuk dalam
lingkup iklim tropis basah dengan 2 musim yang menyertainya yakni musim
hujan dan kemarau dengan intensitas yang berbeda setiap bulannya (Allaby,
2002). Iklim memiliki pengaruh yang besar pada dengan rancangan
bangunan (Broadbent,1973). Musim hujan yang menimbulkan permasalahan
curah hujan sedangkan musim kemarau memberikan efek sinar matahari
secara merata sepanjang tahunnya, dengan intensitas tertinggi di bulan-
bulan tertentu. Terkait 2 poros yang menjadi faktor kajian utama, maka
desain bangunan pada lingkup wilayah iklim tropis basah diharapkan dapat
merespon dan menangulangi setiap permasalahan namun juga tetap
memperhatikan kenyamanan sedari pengguna bangunan tersebut dan tidak
melupakan implementasi kaidahkaidah dasar dalam arsitektur seperti fungsi,
struktur, dan estetika bangunan(Prasetyo,Y.H.&Astuti,2017). Arsitektur
ekologis merupakan usaha perancangan yang berupaya menciptakan
sebuah desain lingkungan/bangunan yang lebih sedikit mengkonsumsi daya
(energi). Perkembangan arsitektur ekologis memfokuskan peningkatan
kualitas interaksi bangunan dan konteks lingkungannya, dimana lingkungan
yang dimaksud merupakan lingkungan alami yang mencangkupi unsur
tanah, udara, air, hingga energi yang dilestarikan serta pemanfaatan
arsitektur yang berorientasi kepada konservasi lingkungan setempat
(Sukawi, 2008). Diluar aspek lingkungan, melalui rancangan arsitektur ramah
lingkungan juga dipengaruhi persepsi dan juga perilaku para pelaku wisata
ekologi yang merupakan bagian wisata berkelanjutan (Nugroho, 2011).

Dengan prinsip tersebut, beberapa manfaat tidak langsungnya adalah

1) apresiasi warisan budaya dan alam;

2) fasilitas penunjang wisata dengan merespon konteks ekologi lokal


misalnya iklim;

3) mendukung upaya pelestarian dan konservasi,

4) tidak menimbulkan dampak negatif pada bentang alam/struktur fisik alam,

5) keuntungan sosial dan ekonomi,

6) peran serta dan partisipasi penduduk lokal. Penelitian ini mengambil studi

kasus bangunan fasilitas penunjang wisata berupa penginapan berbahan


bambu Firefly Eco-Lodge, Ubud, sebagai wujud objek arsitektur dengan
fungsi wisata. Bahan lokal dan sistem struktur sederhana merupakan bentuk
dan wujud bangunan vernakular yang mudah dibangun oleh masyarakat
setempat. Diharapkan dengan analisa penelitian ini dapat menunjukan
bahwa model bangunan ini dapat menjadi contoh bangunan ramah iklim dan
lingkungan dengan konteks lokal dalam komponen desainnya. Model ini
sebagai sebuah sinergivitas yang baik dalam model akomodasi wisata yang
membaur alam sebagai bentuk apresiasi bentang alam dan lansekap lokal.
Dilain pihak mampu mengadaptasi fungsi hunian dan rekreasi dengan
prinsip arsitektur ekologi. Adapun pengaruh yang diberikan iklim terhadap
desain arsitektur yakni klimatologi, biologi, dan teknologi. Untuk tahapan
pertama dengan merancang desain arsitektur yang tanggap iklim
(mengetahui iklim pada lokasi tertantu) yang menjadi syarat pemenuhan
kebutuhan biologis calon pengguna). Tahapan kedua adalah bagaimana
mengevaluasi efek yang diberikan iklim terhadap pengguna. Tahapan ketiga
tentang mengimplementasikan solusi terkait terknologi dalam mengatasi
pengkondisian iklim dan menyesuaikan dengan kepentingan bangunan dan
penggunanya (Olgyay, 1992). Konsep climate-responsive design merupakan
upaya terkait desain yang bertanggung jawab terhadap lingkungan sekitar
untuk turut serta memnimalisir dampak negatif yang diberikan sedari pihak
pengguna maupun lingkungan. Climate responsive design yang merupakan
kajian yang bersumber sedari arsitektur ekologi yang mengkaji hubungan
secara menyeluruh sedari bangunan dan lingkungannya. Adapun tantangan
sedari menciptakan desain rancangan yang bersifat responsif terhadap iklim,
dibutuhkan strategi yang matang agar dapat tetap mengoptimalkan
hubungan antara manusia, bangunan, lingkungan, dan iklim setempat (Hyde,
2013). Beberapa analisa dalam objek kasus ini adalah

1) aspek dan implementasi rancangan arsitektur responsif iklim pada pada


bangunan Firefly Eco-Lodge;

2) keuntungan dan kendala penerapan rancangan arsitektur responsif


responsif iklim pada objek studi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengidentifikasi dan memaparkan penerapan rancangan arsitektur responsif
iklim pada objek studi.
Daftar Pustaka

Dimas Eky Rinaldi, 2016. “ Arsitektur Tropis Lembab”.


http://repository.unika.ac.id/19458/7/12.11.0091%20DIMAS%20EKY%20RIN
ALDI%20%288.31%29..pdf%20BAB%20VI.pdf. Diakses pada 14 Desember
2022 Pukul 23:19

_.2021. “Konsep Konstruksi Berkelanjutan dalam Lingkup Pembangunan


Berkelanjutan”. https://perkim.id/infrastruktur/konsep-konstruksi-
berkelanjutan-dalam-lingkup-pembangunan-berkelanjutan/. Diakses pada 14
Desember 2022 Pukul 23:20

Khalid Khisyam, 2021.” Penerapan Green Building di Indonesia”.


https://environment-indonesia.com/penerapan-green-building-di-indonesia/.
Diakses pada 15 Desember 2022 Pukul 00:23

_. 2022.”Bangunan Hijau”. https://bangunanhijau.com/gb/is/bem-is/. Diakses


pada 15 Desember 2022 Pukul 14:11

Anda mungkin juga menyukai