Anda di halaman 1dari 7

Jalan Layang Tak Selalu Jadi Solusi Kemacetan

MENGATASI kemacetan
dengan
membangun flyover di
Pasar
Sungai
Dama,
Samarinda, menuai pro dan kontra. Rencana pembangunan jalan layang di salah satu
titik kepadatan kendaraan di Kota Tepian ini dikhawatirkan bernasib sama
dengan flyover Air Hitam. Proyek seharga Rp 116 miliar itu belum tuntas hingga kini.
Bahkan, sekarang di lokasi proyek, kepadatan kendaraan menjadi semakin parah.
Tim Riset, Badan Diklat Kaltim Post, selama dua hari terakhir melakukan survei dan
wawancara warga di kawasan Sungai Dama. Fokusnya terhadap rencana pemkot
membangun jalan layang di kawasan tersebut. Wawancara dilakukan terhadap 50
responden di Sungai Dama, khususnya warga yang sering melintas di daerah tersebut
dengan teknikaccidental sampling. Sebanyak 62 persen responden mengaku setuju
dengan pembangunanflyover di Sungai Dama. Sedangkan sisanya menolak dengan
sejumlah alasan. (lihat grafis)
Koordinator Tim Riset Kaltim Post Erizal Respatti mengatakan, dari hasil riset juga
terlihat 32 persen responden menilai, salah satu solusi kemacetan di kawasan itu dapat
diatasi dengan menyediakan lahan parkir yang memadai di sekitar pasar. Sehingga
pengunjung tidak menggunakan badan jalan untuk parkir. Selain itu, warga meminta
penertiban pedagang yang berjualan di luar lingkungan pasar. Seperti yang berjualan di
trotoar.
TITIK BARU
Secara umum, tingginya tingkat kemacetan di ibu kota Kaltim tak ditampik Wakil Wali
Kota Samarinda Nusyirwan Ismail. Kemacetan itu salah satu indikator pertumbuhan
cepat yang dialami suatu kota dengan meningkatnya jumlah kendaraan, ujar
Nusyirwan, kemarin (21/11). Mantan Asisten Ekonomi dan Pembangunan Pemprov
Kaltim itu mengungkapkan, salah satu indikator penyebabnya adalah keberadaan
Pelabuhan Terminal Peti Kemas (TPK) Palaran yang melebih prediksi. Jika awalnya bakal
menampung 2.500 per tahun pada 2018, ternyata sudah mencapai angka tersebut
tahun ini. Apalagi, barang yang dipasok bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan
Samarinda, tetapi juga untuk Kutai Barat, Kutai Timur, Bontang, dan Kutai Kartanegara.
Jika kebutuhan barang bertambah, maka kebutuhan kendaraan juga terjadi. Jadi
muncul titik-titik kemacetan baru di Samarinda, kata dia.
Upaya mengurai kemacetan memang sudah dilakukan pemkot dengan melakukan
sejumlah pembangunan infrastruktur dengan skala sedang hingga besar. Mulai dari
membangunflyover di Air Hitam, jalan intersection (persimpangan) di Jalan RE
Martadinata-Slamet Riyadi, Jembatan Kembar Mahakam, outer ring road I-III, dan
terakhir ada Jembatan Mahkota II yang menghubungkan Palaran-Samarinda Ilir. Upaya

tersebut, kata dia, tetap dengan memerhatikan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)
Samarinda yang sudah ditetapkan dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 2 Tahun
2014.
Selain itu, politikus Partai NasDem tersebut memaparkan, mengurangi kemacetan di
pusat kota, pemkot kini fokus mendorong investor perumahan membangun di daerah
pinggiran kota. Seperti Palaran, Loa Janan Ilir, dan Samarinda Seberang. Di pinggiran
diharapkan menjadi kawasan mandiri dengan adanya kompleks pertokoan dan niaga.
Kemudian, membuat pasar-pasar tradisional di tiap kecamatan. Di antara proyek
terdekat adalah pembangunan pasar tradisional di Palaran dan Jalan P Suryanata. Selain
itu, memperluas Pasar Baqa di Jalan Sultan Hasanuddin, Samarinda Seberang. Hal
tersebut dinilai efektif dan dapat mengurangi konsentrasi jual-beli di satu pasar
tertentu.
Ke depan jika tak ada rintangan pengurusan administrasi kependudukan, izin usaha
kecil menengah, dan izin mendirikan bangunan dilimpahkan ke masing-masing
kecamatan. Jadi, meminimalkan kepadatan masyarakat di pusat kota, paparnya.
Terkait kemacetan parah di Sungai Dama, orang nomor dua di Samarinda ini mengaku
sempat melontarkan wacana penyelesaian jangka panjang dari berbagai masukan
masyarakat untuk membangun flyover seperti di Air Hitam. Namun, untuk jangka
pendek, jelas dia, kemacetan diurai dengan membuat jalan alternatif terlebih dahulu.
Pertama dari Jalan Rumbia tembus Sambutan, idealnya memang flyover tapi harus
melihat juga kemampuan APBD Samarinda saat ini belum bisa, ujarnya. (him/far/k15)

Pembangunan Jalan Layang di Kaltim sudah


mendesak
Samarinda - Anggota DPRD Kalimantan Timur Irwan Faisal menilai pembangunan
jalan layang atau "flyover" di provinsi ini mendesak, karena volume kendaraan terus
meningkat dan kemacetan sudah terjadi di sejumlah titik.
"Pembangunan 'flyover' sejatinya merupakan alternatif solusi mengurangi kemacetan
yang terjadi di kota besar. Dengan volume kendaraan yang semakin meningkat setiap
tahunnya, tentunya keberadaan jalan layang ini diharapkan akan membantu lancarnya
arus lalu lintas," katanya di Samarida, Selasa.
Ia mengatakan wacana pembangunan "flyover" di beberapa daerah termasuk di
Kalimantan timur mendapat respons positif dari berbagai kalangan, namun wacana
tersebut juga memunculkan pro kontra.

Sebagian menganggap bahwa pembangunan jalan layang tersebut belum terlalu perlu.
Sebagian lagi menganggap, perbaikan infrastruktur yang sudah ada lebih penting.
Menurut dia, tidak ada yang salah dalam pembangunan "flyover" di Kalimantan timur.
Pro kontra adalah hal yang wajar dalam pandangan menyikapi program pembangunan
pemerintah daerah Kaltim.
"Pro dan kontra dalam menilai suatu program pembangunan adalah hal yang wajar,
inilah dinamikanya, sah-sah saja. Namun alangkah lebih baiknya jika masyarakat
mendukung apa yang dilakukan pemerintah daerah dalam hal pembangunan, karena
tujuannya baik untuk kemajuan kaltim," katanya.
Irwan mengatakan pembangunan "flyover" di kaltim merupakan solusi yang konkret
dalam menata kota yang semakin tidak rapi, dan harus diakui bahwa perkembangan
kota di Kaltim sekarang cukup pesat.
"Kebutuhan infrastruktur sebagai penunjang sangat dibutuhkan, namun saat ini yang
terpenting adalah perluasan atau pengembangan kota," ujarnya.
Dia mencontohkan dua kota besar di Kaltim, yakni Samarinda dan Balikpapan. Kedua
kota ini yang paling siap untuk dilakukannya pembangunan jalan layang mengingat
tingkat pertumbuhan kendaraan di Balikpapan dan Samarinda cukup pesat dari tahun
ke tahun.
"Kota Samarinda dan Balikpapan merupakan kota yang paling siap dalam hal
pembangunan 'flyover', mengingat semakin banyaknya kendaraan yang mengakibatkan
kemacetan arus lalu lintas, namun saya berpikir alangkah baiknya jika dilakukan
perluasan wilayah terlebih karena masih banyak wilayah-wilayah di samarinda dan
Balikpapan yang masih memerlukan pengembangan," katanya.
Politikus dari partai Golkar ini menerangkan bahwa pembangunan "flyover" memang
mendesak, namun butuh waktu mengingat masih banyak kebutuhan infrastruktur yang
lain dan dianggap layak serta mendesak sekali.
"Kita masih stagnan dalam mengatasi masalah banjir, menurut saya inilah yang harus
menjadi fokus terlebih dahulu, dan masalah kemacetan mungkin solusi alternatifnya
adalah dengan melakukan pelebaran jalan," kata Irwan.
Jadi, kata dia, dengan anggaran yang besar untuk pembangunan "flyover" bisa kita
alihkan ke sektor-sektor infrastruktur yang lain yang dirasa sangat prioritas.
Irwan mengatakan masyarakat harus mendukung penuh program-program
pembangunan yang telah direncanakan oleh pemerintah daerah.

"Dengan anggaran APBD sebesar Rp9,3 triliun dirasa cukup untuk di distribusikan ke
sektor-sektor prioritas dalam menunjang program pemerintah dalam hal pembangunan
daerah. Harapan saya masyarakat Kaltim mendukung penuh program pembangunan
yang telah direncanakan tersebut," kata Irwan.
http://www.beritasatu.com/nasional/221041-pembangunan-jalan-layang-di-kaltimsudah-mendesak.html

Flyover Muara Rapak Banyak Saingan Kementerian PU


Tinjau Skala Prioritas
BALIKPAPAN - Pembangunan jalan layang atau flyover di simpang Muara Rapak,
Balikpapan Utara, tak akan terealisasi dalam waktu dekat. Pasalnya, sampai saat ini
belum jelas sumber pendanaannya. Proyek ini harus bersaing dengan beberapa proyek
lain untuk mendapat kucuran duit dari APBN.
Kemungkinan untuk mendapat anggaran dari APBD provinsi maupun kota juga tipis
mengingat masih ada proyek-proyek besar, seperti Stadion Batakan, Balikpapan Islamic
Center (BIC), dan RSUD yang juga butuh banyak rupiah.
Soal flyover, harus lihat dulu skala prioritasnya. Karena banyak sekali di Kaltim ini yang
hampir semuanya prioritas. Seperti Jembatan Pulau Balang, Jalan Tol, dan Pelabuhan
Maloy. Jika memang flyover harus dibangun, mau tidak mau ya dibangun, tapi dilihat
dulu apa benar flyover itu satu-satunya jalan keluar, kata Direktur Teknik Ditjen Bina
Marga Kementerian PU Subagyo saat menghadiri The 2nd International Seminar on
Infrastructure Development di Hotel Novotel, kemarin (3/6).
Seperti diketahui, banyak tanjakan di Balikpapan yang terlalu panjang dan curam.
Tanjakan Muara Rapak menjadi salah satu yang direncanakan dibangun flyover,
mengingat banyaknya kecelakaan di lokasi tersebut.
Subagyo menjelaskan, idealnya sudut tanjakan itu tidak boleh lebih dari 6 persen. Jika
lebih, solusinya adalah dipangkas supaya lebih landai. Kalau belum bisa dipotong, bisa
dipasang rambu-rambu tanjakan tajam. Selain itu bisa dibuat jalan alternatif, sehingga
saat kendaraan tak kuat menanjak atau saat turun dan rem blong bisa langsung
berbelok dan berhenti, tambahnya.
Namun, melihat kondisi simpang Muara Rapak, hal tersebut sudah tak bisa dilakukan.

Lantaran, jalan sudah dikepung dengan permukiman dan pertokoan. Menanggapi hal
tersebut, Subagyo akan berkoordinasi terlebih dahulu dengan UPT PU Bagian Selatan
Taufik Hidayat.
Seperti diketahui, pemerintah kota berencana membangun jalan layang untuk
mengantisipasi kecelakaan yang melibatkan raksasa jalanan di simpang Muara Rapak.
Tak hanya di situ, pemerintah kota juga berencana membangun di simpang Tugu
Beruang Madu, Damai untuk memecah kemacetan.
PT Asha Planindo Konsultan sudah melakukan pemaparan terkait pembangunan jalan
layang ini. Jika tidak ada kendala, dibutuhkan waktu selama 18 bulan untuk
membangun Muara Rapak saja. Estimasi pembiayaan berkisar pada angka Rp 235 miliar
untuk Muara Rapak dan Rp 133 miliar untuk kawasan Damai. Nominal tersebut di luar
dana pembebasan lahan.
Struktur jembatan memakai box girder. Selain indah, bentuknya juga pipih. Lebih
berestetika serta cukup produktif. Jarak jembatan layang Muara Rapak lebih pendek
ketimbang Damai. Panjangnya 500 meter dan lebar 14 meter untuk empat lajur.
Sementara di simpang Tugu Beruang Madu atau Damai panjangnya 600 meter, lebar 7
meter untuk dua lajur. (*/rsh/tom/k8)

Badan Flyover Samarinda Seberat 250 Ton Jatuh


Saat Diangkat
SAMARINDA, BERITAKALTIM.com- Impian masyarakat Samarinda segera dioperasikannya
flyover yang menghubungkan Jalan Juanda AW Syahranie, nampaknya bakal tertunda, setelah
pengangkatan bentang tengah di simpang Air Hitam mengalami kegagalan. Diduga akibat ada
tali seling yang putus, bentang flyover jatuh ketika pengangkatan telah mencapai 2 meter.
Peristiwa jatuhnya badan flyover itu terjadi Kamis (5/11/2015)), sekitar pukul 22.00. Wali Kota
Syaharie Jaang dan Wakil Wali Kota Nusyirwan Ismail yang datang ingin menyaksikan prosesi
pengangkatan bentang jalan sepanjang 60 meter itu, ikut terkejut dan tidak mengira terjadi
insiden itu.
Jatuhnya bentang flyover yang diperkirakan beratnya 250 ton itu membuat tanah sekitar
bergetar. Rombongan wali kota dan para pimpinan serta pekerja Proyek PT Wika (Wijaya Karya)
selaku kontraktor tidak bisa memberikan penjelasan apa penyebabnya, kecuali mengatakan
kemungkinan karena ada seling yang putus.

Tidak ada korban jiwa akibat peristiwa tersebut. Pihak kontraktor PT Wika dan konsultan
pengawas Taufik Renaldi menolak memberikan keterangan, namun berjanji akan
menjelaskannya setelah pihaknya mencari tahu apa penyebabnya.
Malam itu juga, kawasan proyek di simpang Air Hitam diisolasi untuk menyelidiki penyebab
gagalnya pengangkatan bentang flyover. Akibat insiden ini kemungkinan penyelesaian proyek
tertunda karena untuk memastikan apakah bentang flyover yang menghubungkan jalan Juanda
dengan AW Syahranie itu masih bagus setelah terhempas dari ketinggian 2 meter saat
diangkat. #l

Mau Dipasang, Bentang Flyover Ambruk di Depan


Wali Kota
SAMARINDA Bentang tengah flyover Air Hitam di Samarinda jatuh saat hendak
dipasang, Kamis (5/11) malam. Diduga sling di sisi Jalan Juanda putus. Kejadian itu
disaksikan Wali Kota Samarinda Syaharie Jaang bersama wakilnya, Nusyirwan Ismail.
Bentang mulai diangkat sekitar pukul 22.00 Wita. Saat diangkat, bentang berukuran 60
meter x 9 meter itu sempat bertahan sekitar 15 menit di udara. Lalu, beton puluhan ton
itu jatuh menggelegar. Debu beterbangan. Jaang dan Nusyirwan tak berbicara sepatah
kata pun.
No comment, ucap Nusyirwan.
Kontraktor Pengawas dari CV Perentjana Djaja, Taufiq Reynaldi, menerangkan bahwa
bentang jatuh karena sling putus. Dia enggan menjawab mengenai dugaan kesalahan
teknis. Dia menuturkan, pihaknya masih berdiskusi untuk mengevaluasi peristiwa
semalam.

Belum diketahui pula, bentang jatuh dari ketinggian sekitar 2 meter itu tetap digunakan
atau tidak. Namun, untuk mendatangkan badan jalan baru, perlu waktu sebulan.
Simpang empat Air Hitam ditutup sejak September. Sebelumnya, Safety, Health,
Environment PT Wijaya Karya, Agus Zaini, menerangkan bahwa sebelum diangkat, alat
pengangkat bentang diperiksa Dinas Tenaga Kerja terlebih dahulu. Mau dilihat item
portal itu baik atau belum. Jadi, belum diangkat bukan karena telat, ucap dia, Rabu
(4/11).
Alat itu memiliki loading test. Bentang diangkat setinggi 1 meter kemudian diamati
selama sejam. Pengamatan untuk mengetahui ada perubahan struktur atau tidak di alat
pengangkat dan tali sling. Dia menjelaskan, progres proyek sekitar 77 persen.
Bila tak ada perubahan struktur, baru kami angkat. Uji itu untuk melihat struktur dan
tingkat kestabilan, jelas dia.
Bentang yang dipasang berukuran 60 meter dengan lebar 9 meter. Total balok cor
model T berjumlah 28 buah. Balok merupakan bentang tengah terpanjang dalam
pembuatan flyover yang pernah dikerjakan di Indonesia. Selain itu, tak ada pilar
penyangga. Agus menyebut, hal tersebut merupakan pekerjaan tersulit dan sangat
krusial.
Proyek yang dikerjakan sejak Mei tahun lalu itu ditarget rampung akhir Desember.
Progres setidaknya sudah 70 persen. Dia berupaya proyek tersebut tidak molor.
Kalaupun terjadi, bakal diadendum.
Bergantung di lapangan. Kalau karena pembebasan lahan, kami adendum. Tapi kalau
kendala di lapangan, kami upayakan tidak terlambat, tegas dia.
Setelah kejadian semalam, pekerja menutup bentang dengan terpal. Sebagian lagi
mengelas bagian atas bentang. Semua pekerja juga memilih bungkam.
Kontrak pekerjaan yang menghubungkan Jalan Juanda dengan Jalan AW Sjahranie
tersebut berakhir pada 6 November 2015. Dibangun sepanjang 610 meter dan
dikerjakan PT Wijaya Karya dengan total nilai kontrak Rp 116 miliar. (*/hdd/fel/k8)

Anda mungkin juga menyukai