Laporan Kasus Dispepsia
Laporan Kasus Dispepsia
DISPEPSIA
Oleh
Nasrani Widiyanata Sibarani
0908113622
Pembimbing :
dr. H. ANDI ZAINAL, SpPD, KGEH, FINASIM
KEPANITRAAN KLINIK
BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU
RSUD ARIFIN ACHMAD PEKANBARU
2014
BAB 1
PENDAHULUAN
Dispepsia merupakan keluhan umum yang dalam waktu tertentu dapat
dialami seseorang.1 Keluhan dispepsia merupakan keadaan klinis yang sering
dijumpai dalam praktek sehari-hari. Diperkirakan hampir 30% kasus pada praktek
umum dan 60% pada praktek gastroenterologist merupakan kasus dispepsia ini.
Istilah dispepsia mulai gencar dikemukakan sejak akhir tahun 80-an yang
menggambarkan keluhan atau kumpulan gejala (sindrom) yang terdiri dari nyeri
atau rasa tidak nyaman di epigastrium, mual, muntah, kembung, cepat kenyang,
rasa perut penuh, sendawa, regurgitasi, dan rasa panas yang menjalar di dada.1,3,4
Secara umum, dispepsia terdiri dari dispepsia organik (40%), dimana sindrom ini
dapat didasari oleh berbagai penyakit diantaranya penyakit esofago-gastroduodenal, hepato-pankreato-bilier, dan gangguan kardiak, dan dispepsia
fungsional
(60%),
biasanya
tidak
ditemukan
lesi
struktural
mukosa
gastroduodenum.2
Berdasarkan penelitian pada populasi umum didapatkan bahwa 15-30%
orang dewasa pernah mengalami hal ini dalam beberapa hari. Hanya sebagian
kecil terdokumentasi penyebab organiknya, sehingga diasumsikan sebagian besar
adalah dispepsia fungsional. Data di negara barat menunjukkan angka prevalensi
dispepsia berkisar 7-41%, tapi hanya 10-20% yang mencari pertolongan medis.
Angka insidens dispepsia diperkirakan antara 1-8%.1 Data Depkes tahun 2004
menempatkan dispepsia di urutan ke 15 dari daftar 50 penyakit dengan pasien
rawat inap terbanyak di Indonesia dengan proporsi 1,3%. Pada dispepsia
fungsional, umur penderita dijadikan pertimbangan sering ditemukan pada usia
diatas 20 tahun sedangkan dispepsia organik seperti kasus keganasan sering
ditemukan pada usia diatas 45 tahun. Wanita lebih sering daripada laki-laki.2
DISPEPSIA
1. Definisi dan klasifikasi
Dispepsia merupakam keluhan umum yang dalam waktu tertentu dapat
dialami seseorang. Berdasarkan konsensus Roma II tahun 2000, disepakati bahwa
definisi dispepsia adalah nyeri atau rasa tidak nyaman di daerah perut atas bagian
tengah atau epigastrium. Secara garis besar dispepsia dibagi dua kelompok, yaitu
kelompok penyakit organik (ulkus peptikum,gastritis, kolelitiasis,dll) dan
gangguan fungsional.1
penyakit
yang
dapat
menyebabkan
sindroma
dispepsia.
Dialami
sekitar
20%-30%
populasi
di
dunia
setiap
Gangguan fungsional
4. Patofisiologi
Patofisiologi dari dispepsia organik tergantung dari penyakit organik yang
mendasarinya. Sedangkan pada dispepsia fungsional, proses patofisiologis yang
paling banyak dibicarakan dan potensial berhubungan dengan dispepsia
fungsional, yaitu: 1
pada
pemeriksaan
g. Hormonal
Peran hormonal belum jelas dalam patogenesis dispepsia fungsional.
Dilaporkan adanya penurunan kadar motilin yang menyebabkan gangguan
motilitas
antroduodenal.
Dalam
beberapa
percobaan,
progesteron,
diperlukan
anamnesis
lengkap
diantaranya, berapa sering terjadi keluhan dispepsia, sejak kapan terjadi keluhan,
adakah berkaitan dengan konsumsi makanan, konsumsi obat tertentu dan aktivitas
tertentu dapat menghilangkan keluhan atau memperberat keluhan, adakah nafsu
makan menghilang, muntah, muntah darah, BAB berdarah, batuk atau nyeri dada.
Pasien juga ditanya ada konsumsi obat obat tertentu, atau dalam
masaterdekat pernah operasi saluran cerna, ada riwayat penyakit ginjal, jantung
atau paru. Riwayat minum obat termasuk minuman yang mengandung alkohol
dan jamu yang dijual bebas di masyarakat. Hubungan dengan jenis makanan
tertentu perlu diperhatikan. Tanda dan gejala "alarm"(alarm simptom) seperti
disfagia, berat badan turun, nyeri menetap dan hebat, nyeri yang menjalar ke
punggung, muntah yang sangat sering, hematemesis, melena atau jaundice
kemungkinan besar adalah merupakan penyakit serius yang memerlukan
pemeriksaan seperti endoskopi dan / atau USG atau CT-Scan untuk mendeteksi
6
struktur
peptik,
adenokarsinoma
gaster
atau
esophagus,
penyakit
epigastrik
- Dispepsia tipe dismotilitas yang dominan
keluhan kembung, mual, muntah, rasa
penuh dan cepat kenyang
- Dispepsia tipe non-spesifik, tidak ada
keluhan yang dominan
PF
Tidak ditemukan kelainan intraabdomen/
organomegali
Pemeriksaan penunjang
Radiologi, endoskopi, dan laboratorium
tidak ada kelainan dan dalam batas normal
3. Bersifat idiopatik
4. Berhubungan dengan faktor psikososial
6. Diagnosis
Diagnosis dispepsia fungsional adalah diagnosis yang telah ditetapkan,
dimana pertama sekali penyebab kelainan organik atau struktural harus
disingkirkan melalui pemeriksaan. Pemeriksaan yang pertama dan banyak
membantu adalah pemeriksaan qendoskopi. Oleh karena dengan pemeriksaan ini
dapat terlihat kelainan di esofagus, lambung dan duodenum. Diikuti dengan USG
dan
penyebab
lain
yang
dapat
memberikan
perubahan
10
Terapi umum:9
A. Istirahat
B. Diet
a. Seimbang antara karbohidrat, protein, lemak, dan vitamin
11
2. Medikamentosa:
Pengobatan dispepsia mengenal beberapa golongan obat, yaitu:1
a. Antasid
Antasida merupakan obat yang paling umum dikonsumsi oleh pasien
dispepsia, tapi dalam studi metaanalisis, obat ini tidak lebih unggul
dibandingkan plasebo. Golongan obat ini mudah didapat dan murah.
Antasid akan menetralisir sekresi asam lambung. Antasid biasanya
mengandung Na bikarbonat, Al(OH)3, Mg(OH)2, dan Mg triksilat.
Pemberian antasid jangan terus-menerus, sifatnya hanya simtomatis, untuk
mengurangi rasa nyeri. Mg triksilat dapat dipakai dalam waktu lebih lama,
juga berkhasiat adsorben sehingga bersifat nontoksik, namun dalam dosis
besar akan menyebabkan diare karena terbentuk senyawa MgCl2.
b. Antikolinergik
Kerja obat ini tidak spesifik. Obat yang agak selektif yaitu pirenzepin
bekerja sebagai anti reseptor muskarinik yang dapat menekan seksresi
asam lambung sekitar 28-43%. Pirenzepin juga memiliki efek sitoprotektif.
c. Antagonis reseptor H2
Obat ini juga umum diberikan pada pasien dispepsia. Umumnya
manfaatnya ditujukan untuk menghilangkan rasa nyeri ulu hati. Golongan
obat ini banyak digunakan untuk mengobati dispepsia organik atau
esensial seperti tukak peptik. Obat yang termasuk golongan antagonis
respetor H2 antara lain simetidin, roksatidin, ranitidin, dan famotidin.
d. Penghambat pompa asam (proton pump inhibitor = PPI)
12
Golongan obat ini mengatur sekresi asam lambung pada stadium akhir dari
proses sekresi asam lambung. Obat-obat yang termasuk golongan
PPIadalah omeperazol, lansoprazol, dan pantoprazol.
e. Sitoprotektif
Prostoglandin sintetik seperti misoprostol (PGE1) dan enprostil (PGE2).
Selain bersifat sitoprotektif, juga menekan sekresi asam lambung oleh sel
parietal. Sukralfat berfungsi meningkatkan sekresi prostoglandin endogen,
yang selanjutnya memperbaiki mikrosirkulasi, meningkatkan produksi
mukus dan meningkatkan sekresi bikarbonat mukosa, serta membentuk
lapisan protektif (site protective), yang bersenyawa dengan protein sekitar
lesi mukosa saluran cerna bagian atas (SCBA).
f. Golongan prokinetik
Obat yang termasuk golongan ini, yaitu sisaprid, domperidon, dan
metoklopramid. Golongan ini cukup efektif untuk mengobati dispepsia
fungsional dan refluks esofagitis dengan mencegah refluks dan
memperbaiki bersihan asam lambung (acid clearance).
g. Psikoterapi
Kadang kala juga dibutuhkan psikoterapi dan psikofarmaka (obat
antidepresi dan antianxietas) pada pasien dengan dispepsia fungsional,
karena tidak jarang keluhan yang muncul berhubungan dengan faktor
kejiwaan seperti cemas dan depresi.
9. Prognosis
Dispepsia fungsional yang ditegakkan setelah pemeriksaan klinis dan
penunjang yang akurat mempunyai prognosis yang baik.1
13
ILUSTRASI KASUS
Identitas Pasien
Nama
: Ny. H
Umur
: 47 tahun
Jenis kelamin
: Perempuan
Pekerjaan
Alamat
: -
Masuk RS
: 27 Mei 2013
Medical record
: 81.32.53
ANAMNESIS (autoanamnesis)
Keluhan Utama
Nyeri ulu hati yang semakin berat sejak satu hari sebelum masuk rumah sakit
(SMRS).
Riwayat Penyakit Sekarang
Sejak 5 bulan sebelum masuk rumah sakit pasien sering merasakan nyeri ulu
hati yang hilang timbul dan tidak menjalar, perut terasa kembung, mual, cepat
kenyang, rasa perut tak nyaman bertambah setelah makan. Jika nyeri ulu hati
timbul pasien membeli obat di warung dan biasanya nyeri hilang. Pasien tidak
14
ada mengeluhkan muntah, demam, BAB berwarna hitam dan penurunan berat
badan.
Lima hari sebelum masuk rumah sakit pasien mengeluhkan nyeri ulu hati yang
hilang timbul dan tidak menjalar. Pasien juga mengeluhkan mual dan tidak ada
muntah, perut terasa kembung dan terasa penuh, cepat kenyang, sering
sendawa, rasa penuh dan rasa tak nyaman bertambah saat dan setelah makan.
Demam (-), sakit tenggorakan (-), mancret (-), nyeri dada (-). BAK dan BAB
tidak ada keluhan.
2 hari SMRS pasien mengeluh sakit kepala, nyeri dirasakan seperti ditekan,
terasa berat pada tengkuk, dan badan terasa lemas, tidak bisa tidur nyenyak.
Satu hari sebelum masuk rumah sakit pasien merasakan nyeri ulu hati yang
semakin berat, nyeri terasa menyesak, nyeri dirasakan semakin bertambah
setelah pasien makan. Pasien juga mengeluhkan perut kembung, mual, muntah
berwarna kekuningan bercampur dengan makanan dan darah (-). Muntah
mengaku muntah terjadi setelah makan dan minum. Pasien juga mengeluhkan
nafsu makan berkurang dan badannya lemas.
Riwayat Penyakit Dahulu
15
Pasien sering minum jamu sehat ( 2 kali dalam sehari) pasien tidak tahu
kapan mulai minum jamu
Jarang berolahraga
PEMERIKSAAN FISIK
Kesadaran
: Komposmentis
Keadaan umum
Vital Sign
Tekanan darah
: 180/100 mmHg
Frekuensi nadi
Frekuensi napas
: 24x/menit
Suhu
: 37,20 C (aksila)
Keadaan gizi
Berat badan
: 55 kg
Tinggi badan
: 167 cm
Kepala Leher
Kulit dan wajah
: udem (-)
Mata
:
Konjungtiva pucat (-/-)
Sklera ikterik (-/-)
Refleks cahaya (+/+) , isokor, diameter 2mm/2mm
Lidah
: Tidak kotor
Paru:
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi : Vesikuler (+/+), Wheezing (-/-), ronki (-/-) pada semua lapangan
paru
Jantung:
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Palpasi
: Supel, nyeri tekan pada epigastrium (+), hepar dan lien tidak
teraba, murphy sign (-), tidak teraba massa, balloement (-/-)
Ekstremitas
Akral hangat
Oedem (-/-)
CRT < 2 detik
Pemeriksaan Penunjang
28/05/2013
Darah rutin
Hb
: 13,1 gr/dl
Ht
: 39,2 vol%
Leukosit
: 11.400 /ul
17
GDS
: 151 mg/dl
BUN
: 10,9 mg/dl
CREA
: 0,82mg/dl
UREA
: 23,3
AST
: 44,8 IU/L
ALT
: 54 IU/L
BUN
: 10,9
RESUME
Ny. H, perempuan, 47 tahun, ibu rumah tangga, datang ke RSUD AA dengan
keluhan utama nyeri pada ulu hati yang semakin berat sejak 1 hari sebelum masuk
rumah sakit. Dari anamnesa didapatkan bahwa pasien mengeluhkan nyeri ulu hati
semakit berat setelah makan, mual (+), muntah (+), kembung (+), cepat kenyang
dan rasa penuh sejak 5 hari SMRS. Dari pemeriksaan fisik ditemukan tekanan
darah 180/100 mmHg dan ditemukan nyeri tekan pada epigastrium.
DAFTAR MASALAH
Sindroma dispesia
Hipertensi grade II
DIAGNOSA
Dispepsia fungional tipe dismotilitas + Hipertensi Grade II
RENCANA PENATALAKSANAAN
Non farmaka :
Istirahat/ tirah baring
Modifikasi gaya hidup
o Menghentikan konsumsi makanan yang pedas dan jamu
o Mengendalikan stres
o Jadwal makan harus teratur
Farmaka :
18
IVFD RL 20 tt/mnt
Inj. Ranitidin 2x50mg
Domperidon 3x10 mg
Antasid syr 3xCI
Hyosin N 3x1
Amlodipin 1x5 mg
Valsartan 1X80 mg
FOLLOW UP PASIEN
28 Mei 2013
S : nyeri ulu hati (+), mual (+), muntah (+), pusing (-), badan lemas, nafsu makan
kurang.
O : Kesadaran : Komposmentis
TD : 160/100 mmHg
RR
: 20 x/mnt
: 36,90C
: 80 x/menit
RR
: 22x/mnt
: 36,90C
: 95 x/menit
19
RR
: 20 x/mnt
N : 93 x/menit
: 36,7 0C
20
PEMBAHASAN
Dispepsia merupakan nyeri atau perasaan yang tidak nyaman di daerah
perut kanan atas atau epigastrium. Dispepsia secara umum dibagi dua yaitu
dispepsia organik dimana ditemukan adanya kelainan organik dan dispepsia
nonorganik (fungsional) dimana tidak ditemukan adanya kelainan struktural. Dari
anamnesis pada pasien ini didapatkan keluhan utama yang membawa pasien
datang berobat ke rumah sakit adalah nyeri ulu hati yang semakin berat sejak satu
hari sebelum masuk rumah sakit. Nyeri ulu hati ini telah timbul sejak 5 bulan
SMRS, nyeri ulu hati dirasakan hilang timbul, tidak menjalar dan tidak ada
muntah. Dari anamnesis juga didapatkan beberapa faktor resiko yang dapat
menyebabkan timbulnya keluhan dispepsia diantaranya : pasien suka makanan
yang pedas, pasien mengalami stress dalam menghadapi masalah kelurga, jadwal
makan pasien tidak teratur, pasien sering minum jamu sehat. Keluhan-keluhan
yang dirasakan pasien ini merupakan kumpulan gejala yang ditemukan pada
sindroma dispepsia.
Dari pemeriksaan fisik ditemukan nyeri tekan pada epigastirum, tidak
ditemukan adanya organomegali. Pasien juga menyangkal adanya BAB berwarna
hitam, muntah berwarna hitam, demam, penurunan berat badan, sakit tenggorokan
dan riwayat keganasan pada saluran cerna. Hal ini dapat menyingkirkan diagnosis
dispepsia organik dan keluhan pasien ini lebih mengarah pada dispepsia
fungsional.
Dari anamnesis ditemukan bahwa keluhan dominan pasien adalah rasa
kembung, cepat kenyang, rasa tidak nyaman semakin bertambah setelah makan,
nyeri semakin bertambah setelah pasien makan dan pasien mengaku muntah
setelah makan. Keluhan yang dirasakan pasien ini mengarah ke dispepsia
fungsioanal tipe dismotiliti. Hal ini juga sesuai dengan kriteria dispesia fungsional
tipe dismotiliti berdasarkan konsensus Roma II dimana dispepsia sudah
berlangsung sukurang-kurangnya 12 minggu dengan keluhan kembung, mual, rasa
penuh, cepat kenyang dan rasa nyeri ulu hati yang bertambah setelah makan yang
dominan.
21
Dari pemeriksaan fisik diketahui tekanan darah tinggi pasien ini yaitu
180/100 mmHg. Dari hasil pemeriksaan fisik dapat disimpulkan bahwa pasien ini
menderita Hipertensi stage II. Hal ini ditandai dari adanya keluhan sakit kepala,
nyeri dirasakan seperti ditekan, terasa berat pada tengkuk, dan badan terasa lemas.
Anamnesis dan pemeriksaan fisik pada pasien dispepsia yang belum
diinvestigasi terutama harus ditujukan untuk mencari kemungkinan adanya
kelainan organik sebagai kausa dispepsia. Pasien dispepsia dengan alarm
symptoms kemungkinan besar didasari kelainan organik. Termasuk dalam alram
symptoms secaa umum, yaitu : disfagia, weight loss, bukti perdarahan saluran
cerna (melena, hematemesis, hematokhezia, anemia defisiensi besi, tanda
obstruksi saluran cerna. Pasien dengan alram symtoms perlu dilakukan endoskopi
segera untuk menyingkirkan penyakit tukak peptik dengan komplikasinya, GERD,
atau keganasan.
Pada pasien ini tidak ditemukan adanya alarm symtoms. Rasa perut yang
cepat penuh pada pasien ini bukanlah suatu tanda obstruksi saluran cerna namun
pada pasien ini terjadi perlambatan pengosongan lambung sehingga perutnya
terasa cepat penuh. Pada pasien ini tidak tidak didapatkan adanya keluhan nyeri
menelan, muntah dan perubahan pola BAB dapat menyingirkan diagnosis banding
Gastroesophageal Reflux Disease (GERD) dan Iritable Bowel Syndrome (IBS).
Prinsip penatalaksanaan dispepsia pada pasien ini sesuai dengan
penatalaksanaan dispepsia tanpa alarm symtoms, yaitu dengan menggunakan
terapi empirik. Hal ini sesuai dengan konsensus nasional Helicobacter pylory,
dimana pasien dengan dispepsia sebelum diperiksa Helicobacter pylory perlu
diberikan terapi empirik terlebih dahulu, yaitu penghambat reseptor H2 dan
penghambat pompa proton selama 2 minggu. Jika tidak ada perbaikan maka perlu
dilakukan evalusi untuk mengidentifikasi Helicobacter pylory. Pemeriksaan
Helicobacter pylory terdiri dari pemeriksaan invasif dan noninvasif. Pemeriksaan
noninvasif terdiri dari urea breath test (UBT), serologi IgG H.pylori dan stool
antigen test (SAT), sedangkan pemeriksaan invasif dapatdilakukan dengan 3 cara,
yakni rapid urea test, pemeriksaan histologi dan kultur.
Endoskopi direkomendasikan sebagai investigasi pertama pada evaluasi
penderita dispepsia dan sangat penting untuk dapat mengklasifikasikan keadaan
22
pasien apakan dispepsia organik atau fungsional. Dan dengan endoskopi dapat
dilakukan biopsi mukosa untuk mengetahui keadaan patologis mukosa lambung.
DAFTAR PUSTAKA
1. Djojoningrat D. Dispepsia fungsional. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B,
Alwi I, Setiadi S, editor. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid I. Edisi 4.
Jakarta: Pusat penerbitan departemen ilmu penyakit dalam FKUI; 2006.
352-4.
2. Tbm Calcaneus Online. Dispepsia. 2009; http://www.tbmcalcaneus.org
diakses 29 Oktober 2012.
3. Zainal A. Sindroma Dispepsia. Pekanbaru: FK UR; 2009.
23
24