LP + LK TB Paru + Efusi Pleura
LP + LK TB Paru + Efusi Pleura
DI SUSUN
OLEH :
SUBHAN
NIM 010030170 B
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan Kasus Asuhan Keperawatan Klien TBC Paru dengan Efusi Pleura
Di Ruang Paru LK RSUD Dr. Soetomo Surabaya.
Subhan
NIM. 010030170 B
Mengetahui
Pembimbing Akademik
Tintin Sukartini
NIP. 132 255 158
LAPORAN PENDAHULUAN
TUBERKOLUSIS PARU DENGAN EFUSI PLEURA
1.
Definisi
a.
Tuberkolusis
Tuberkolusis paru adalah suatu penyakit menular yang disebabkan
oleh basil Mikrobacterium tuberkolusis yang merupakan salah satu penyakit
saluran pernafasan bagian bawah yang sebagian besar basil tuberkolusis
masuk ke dalam jaringan paru melalui airbone infection dan selanjutnya
mengalami proses yang dikenal sebagai focus primer dari ghon (Hood
Alsagaff, th 1995. hal 73).
b.
Efusi pleura
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat cairan
berlebihan di rongga pleura, dimana kondisi ini jika dibiarkan akan
membahayakan jiwa penderitanya (John Gibson, MD, 1995, Waspadji
Sarwono (1999, 786).
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan
cairan dari dalam kavum pleura diantara pleura parietalis dan pleura
viseralis dapat berupa cairan transudat atau cairan eksudat ( Pedoman
Diagnosis danTerapi / UPF ilmu penyakit paru, 1994, 111).
Penyebab efusi pleura bisa bermacam-macam seperti gagal
jantung, adanya neoplasma (carcinoma bronchogenic dan akibat metastasis
tumor yang berasal dari organ lain), tuberculosis paru, infark paru, trauma,
pneumoni, syndroma nefrotik, hipoalbumin dan lain sebagainya. (Allsagaaf
H, Amin M Saleh, 1998, 68)
Berdasarkan jenis cairan yang terbnetuk, cairan pleura dibagi menjadi transudat,
eksudat dan hemoragis
1) Transudat dapat disebabkan oleh kegagalan jantung kongestif (gagal
jantung kiri), sindroma nefrotik, asites (oleh karena sirosis kepatis),
syndroma vena cava superior, tumor, sindroma meig.
2) Eksudat disebabkan oleh infeksi, TB, preumonia dan sebagainya, tumor,
ifark paru, radiasi, penyakit kolagen.
3) Effusi hemoragis dapat disebabkan oleh adanya tumor, trauma, infark
paru, tuberkulosis.
(Ni
Luh
Gede.Y.A.SKp.1995.hal
124.
Drs.H.Syaifuddin.B.Ac.1997.hal 91).
2) Difusi Gas.
Difusi Gas adalah bergeraknya gas CO2 dan CO3 atau partikel
lain dari area yang bertekanan tinggi kearah yang bertekanann rendah.
Difusi gas melalui membran pernafasan yang dipengaruhi oleh factor
ketebalan membran, luas permukaan membran, komposisi membran,
koefisien difusi O2 dan CO2 serta perbedaan tekanan gas O2 dan
CO2. Dalam Difusi gas ini pernfasan yang berperan penting yaitu
alveoli dan darah. (Ni Luh Gede.Y.A. SKP. Th 1995 hal 124, Drs. H.
Syaifuddin. B.Ac.1997 hal 93 .Hood .Alsegaff th 1995 . hal 36-37).
3) Transportasi Gas
Transportasi gas adalah perpindahan gas dari paru ke jaringan
dan dari jaringan ke paru dengan bantuan darah (aliran darah).
Masuknya O2 kedalam sel darah yang bergabung dengan hemoglobin
yang kemudian membentuk oksihemoglobin sebanyak 97% dan sisa 3
% yang ditransportasikan ke dalam cairan plasma dan sel .(Ni Luh
Gede Y. A. Skp th1995 hal 125 Hood Alsegaff th 1995 hal 40).
Permukaan rongga pleura berbatasan lembab sehingga mudah
bergerak satu ke yang lainnya (John Gibson, MD, 1995, 123). Dalam
keadaan normal seharusnya tidak ada rongga kosong diantara kedua
pleura karena biasanya hanya terdapat sekitar 10-20 cc cairan yang
merupakan lapisan tipis serosa yang selalu bergerak secara teratur
(Soeparman, 1990, 785). Setiap saat jumlah cairan dalam rongga
pleura bisa menjadi lebih dari cukup untuk memisahkan kedua pleura,
maka kelebihan tersebut akan dipompa keluar oleh pembuluh limfatik
(yang membuka secara langsung) dari rongga pleura ke dalam
mediastinum. Permukaan superior dari diafragma dan permukaan
lateral dari pleura parietis disamping adanya keseimbangan antara
produksi oleh pleura parietalis dan absorbsi oleh pleura viseralis . Oleh
karena itu ruang pleura disebut sebagai ruang potensial. Karena ruang
ini normalnya begitu sempit sehingga bukan merupakan ruang fisik
yang jelas. (Guyton dan Hall, Ege,1997, 607).
b.
Patofisiologi
Penyebaran kuman Mikrobacterium tuberkolusis bisa masuk
melalui tiga tempat yaitu saluran pernafasan, saluran pencernaan dan adanya
luka yang terbuka pada kulit. Infeksi kuman ini sering terjadi melalui udara
(airbone) yang cara penularannya dengan droplet yang mengandung kuman
dari orang yang terinfeksi sebelumnya .(Sylvia.A.Price.1995.hal 754)
Penularan tuberculosis paru terjadi karena penderita TBC
membuang ludah dan dahaknya sembarangan dengan cara dibatukkan atau
dibersinkan keluar. Dalam dahak dan ludah ada basil TBC-nya, sehingga
basil ini mengering lalu diterbangkan angin kemana-mana. Kuman terbawa
angin dan jatuh ketanah maupun lantai rumah yang kemudian terhirup oleh
manusia melalui paru-paru dan bersarang serta berkembangbiak di paruparu. (dr.Hendrawan.N.1996,hal 1-2 )
Pada permulaan penyebaran akan terjadi beberapa kemungkinan
yang bisa muncul yaitu penyebaran limfohematogen yang dapat menyebar
melewati getah bening atau pembuluh darah. Kejadian ini dapat meloloskan
kuman dari kelenjar getah bening dan menuju aliran darah dalam jumlah
kecil yang dapat menyebabkan lesi pada organ tubuh yang lain. Basil
tuberkolusis yang bisa mencapai permukaan alveolus biasanya di inhalasi
sebagai suatu unit yang terdiri dari 1-3 basil. Dengan adanya basil yang
mencapai ruang alveolus, ini terjadi dibawah lobus atas paru-paru atau
dibagian atas lobus bawah, maka hal ini bisa membangkitkan reaksi
peradangan. Berkembangnya leukosit pada hari hari pertama ini di gantikan
oleh makrofag.Pada alveoli yang terserang mengalami konsolidasi dan
menimbulkan tanda dan gejala pneumonia akut. Basil ini juga dapat
menyebar melalui getah bening menuju kelenjar getah bening regional,
sehingga makrofag yang mengadakan infiltrasi akan menjadi lebih panjang
dan yang sebagian bersatu membentuk sel tuberkel epitelloid yang
dikelilingi oleh limfosit,proses tersebut membutuhkan waktu 10-20 hari.
Bila terjadi lesi primer paru yang biasanya disebut focus ghon dan
bergabungnya serangan kelenjar getah bening regional dan lesi primer
dinamakan kompleks ghon. Kompleks ghon yang mengalami pencampuran
ini juga dapat diketahui pada orang sehat yang kebetulan menjalani
pemeriksaan radiogram rutin.Beberapa respon lain yang terjadi pada daerah
nekrosis adalah pencairan, dimana bahan cair lepas kedalam bronkus dan
menimbulkan kavitas.Pada proses ini akan dapat terulang kembali dibagian
selain paru-paru ataupun basil dapat terbawa sampai ke laring ,telinga
Dampak Masalah
Pada keadaan tubericulosis paru muncul bermacam macam masalah baik bagi
penderita maupun keluarga.
a.
Terhadap penderita
Sebagaimana penderita penyakit yang lain, pada pasien effusi pleura akan
mengalami suatu perubahan baik bio, psiko sosial dan spiritual yang akan
selalu menimbulkan dampak yang diakibatkan oleh proses penyakit atau
yang
dampak
kecemasan
akan
keberhasilan
pengobatan,
ASUHAN KEPERAWATAN
Pemberian Asuhan Keperawatan merupakan proses terapeutik yang
melibatkan hubungan kerjasama dengan klien, keluarga atau masyarakat untuk
mencapai tingkat kesehatan yang optimal (Canpernito, 2000,2).
Perawat memerlukan metode ilmiah dalam melakukan proses terapeutik
tersebut yaitu proses keperawatan. Proses keperewatan dipakai untuk membantu
perawat dalam melakukan praktek keperawatan secara sistematis dalam mengatasi
masalah keperawatan yang ada, dimana keempat komponennya saling mempengaruhi
satu sama lain yaitu : pengkajian, perencanaan, implementasi dan evaluasi yang
membentuk suatu mata rantai (Budianna Keliat, 1994,2).
Dalam memberikan asuhan keperawatan digunakan metode proses
keperawatan yang dalam pelaksanaannya dibagi menjadi 4 tahap yaitu : Pengkajian,
perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. (H. Lismidar, 1990, IX).
PENGKAJIAN
Pengkajian adalah komponen kunci dan pondasi proses keperawatan, pengkajian
terbagi dalam tiga tahap yaitu, pengumpulan data, analisa data dan diagnosa
keperawatan. (H. Lismidar, 1990. Hal 1).
Pengumpulan data
Dalam pengumpulan data ada urutan urutan kegiatan yang dilakukan yaitu:
1) Identitas klien
Nama, umur, kuman TBC menyerang semua umur, jenis kelamin, tempat
tinggal (alamat), pekerjaan, pendidikan dan status ekonomi menengah kebawah dan
satitasi kesehatan yang kurang ditunjang dengan padatnya penduduk dan pernah
punya riwayat kontak dengan penderita TB patu yang lain. (dr. Hendrawan Nodesul,
1996. Hal 1).
2) Keluhan Utama
Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien mencari
pertolongan atau berobat ke rumah sakit. Biasanya pada pasien dengan effusi pleura
didapatkan keluhan berupa sesak nafas, rasa berat pada dada, nyeri pleuritik akibat
iritasi pleura yang bersifat tajam dan terlokasilir terutama pada saat batuk dan
bernafas serta batuk non produktif.
10
11
Pola eliminasi
Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan mengenai kebiasaan
ilusi dan defekasi sebelumdan sesudah MRS. Karena keadaan umum pasien yang
lemah, pasien akan lebih banyak bed rest sehingga akan menimbulkan konstipasi,
selain akibat pencernaan pada struktur abdomen menyebabkan penurunan
peristaltik otot-otot tractus degestivus.
Klien TB paru tidak mengalami perubahan atau kesulitan dalam miksi
maupun defekasi.
12
f)
j)
13
Sistem pernapasan
Pada sistem pernapasan pada saat pemeriksaan fisik dijumpai :
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi : Suara napas brokial dengan atau tanpa ronki basah, kasar dan yang
nyaring. (Purnawan. J. dkk, 1982, DR. Dr. Soeparman, 1998. Hal 718)
Inspeksi pada pasien effusi pleura bentuk hemithorax yang sakit mencembung,
iga mendatar, ruang antar iga melebar, pergerakan pernafasan menurun.
Pendorongan mediastinum ke arah hemithorax kontra lateral yang diketahui dari
posisi trakhea dan ictus kordis. RR cenderung meningkat dan Px biasanya
dyspneu.
Fremitus tokal menurun terutama untuk effusi pleura yang jumlah cairannya >
250 cc. Disamping itu pada palpasi juga ditemukan pergerakan dinding dada yang
tertinggal pada dada yang sakit.
Suara perkusi redup sampai peka tegantung jumlah cairannya. Bila cairannya
tidak mengisi penuh rongga pleura, maka akan terdapat batas atas cairan berupa
garis lengkung dengan ujung lateral atas ke medical penderita dalam posisi
duduk. Garis ini disebut garis Ellis-Damoisseaux. Garis ini paling jelas di bagian
depan dada, kurang jelas di punggung.
Auskultasi Suara nafas menurun sampai menghilang. Pada posisi duduk cairan
14
makin ke atas makin tipis, dan dibaliknya ada kompresi atelektasis dari parenkian
paru, mungkin saja akan ditemukan tanda-tanda auskultasi dari atelektasis
kompresi di sekitar batas atas cairan. Ditambah lagi dengan tanda i e artinya
bila penderita diminta mengucapkan kata-kata i maka akan terdengar suara e
sengau, yang disebut egofoni (Alsagaf H, Ida Bagus, Widjaya Adjis, Mukty
Abdol, 1994,79)
b) Sistem kordiovaskuler
Pada inspeksi perlu diperhatikan letak ictus cordis, normal berada pada
ICS 5 pada linea medio claviculaus kiri selebar 1 cm. Pemeriksaan ini bertujuan
untuk mengetahui ada tidaknya pembesaran jantung. Palpasi untuk menghitung
frekuensi jantung (health rate) dan harus diperhatikan kedalaman dan teratur
tidaknya denyut jantung, perlu juga memeriksa adanya thrill yaitu getaran ictus
cordis. Perkusi untuk menentukan batas jantung dimana daerah jantung terdengar
pekak. Hal ini bertujuan untuk menentukan adakah pembesaran jantung atau
ventrikel kiri. Auskultasi untuk menentukan suara jantung I dan II tunggal atau
gallop dan adakah bunyi jantung III yang merupakan gejala payah jantung serta
adakah murmur yang menunjukkan adanya peningkatan arus turbulensi darah.
Adanya takipnea, takikardia, sianosis, bunyi P2 yang mengeras. (DR.Dr.
Soeparman, 1998. Hal 718).
c)
Sistem neurologis
Pada inspeksi tingkat kesadaran perlu dikaji Disamping juga diperlukan
pemeriksaan GCS. Adakah composmentis atau somnolen atau comma. refleks
patologis, dan bagaimana dengan refleks fisiologisnya. Selain itu fungsi-fungsi
sensoris juga perlu dikaji seperti pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan
dan pengecapan.
Kesadaran penderita yaitu komposments dengan GCS : 4 5 6.
d) Sistem gastrointestinal
Pada inspeksi perlu diperhatikan, apakah abdomen membuncit atau datar,
tepi perut menonjol atau tidak, umbilicus menonjol atau tidak, selain itu juga
perlu di inspeksi ada tidaknya benjolan-benjolan atau massa.
Auskultasi untuk mendengarkan suara peristaltik usus dimana nilai
normalnya 5-35 kali permenit. Pada palpasi perlu juga diperhatikan, adakah nyeri
tekan abdomen, adakah massa (tumor, feces), turgor kulit perut untuk mengetahui
derajat hidrasi pasien, apakah hepar teraba, juga apakah lien teraba. Perkusi
15
abdomen normal tympanik, adanya massa padat atau cairan akan menimbulkan
suara pekak (hepar, asites, vesika urinarta, tumor).
Adanya nafsu makan menurun, anoreksia, berat badan turun. (DR.Dr.
Soeparman, 1998. Hal 718).
e)
Sistem muskuloskeletal
Pada inspeksi perlu diperhatikan adakah edema peritibial, palpasi pada
kedua ekstremetas untuk mengetahui tingkat perfusi perifer serta dengan
pemerikasaan capillary refil time. Dengan inspeksi dan palpasi dilakukan
pemeriksaan kekuatan otot kemudian dibandingkan antara kiri dan kanan.
Adanya keterbatasan aktivitas akibat kelemahan, kurang tidur dan keadaan
sehari hari yang kurang meyenangkan. (Hood Al Sagaff, 1995. Hal 87).
f)
Sistem integumen
Inspeksi mengenai keadaan umum kulit higiene, warna ada tidaknya lesi
pada kulit, pada Px dengan effusi biasanya akan tampak cyanosis akibat adanya
kegagalan sistem transport O2. Pada palpasi perlu diperiksa mengenai kehangatan
kulit (dingin, hangat, demam). Kemudian texture kulit (halus-lunak-kasar) serta
turgor kulit untuk mengetahui derajat hidrasi seseorang.
Pada kulit terjadi sianosis, dingin dan lembab, tugor kulit menurun.
g) Sistem pengindraan
Pada klien TB paru untuk pengindraan tidak ada kelainan.
h) Sistem genetalia
Biasanya klien tidak mengalami kelainan pada genitalia.
9) Pemeriksaan penunjang
a)
Pemeriksaan Radiologi
Tuberkulosis paru mempunyai gambaran patologis, manifestasi dini berupa
suatu koplek kelenjar getah bening parenkim dan lesi resi TB biasanya terdapat di
apeks dan segmen posterior lobus atas paru paru atau pada segmen superior
lobus bawah. (Dr. dr. Soeparman. 1998). Hal 719).
Pada fluoroskopi maupun foto thorax PA cairan yang kurang dari 300 cc
tidak bisa terlihat. Mungkin kelainan yang tampak hanya berupa penumpukkan
kostofrenikus. Pada effusi pleura sub pulmonal, meski cairan pleura lebih dari 300
cc, frenicocostalis
16
memastikan dilakukan dengan foto thorax lateral dari sisi yang sakit (lateral
dekubitus) ini akan memberikan hasil yang memuaskan bila cairan pleura sedikit
(Hood Alsagaff, 1990, 786-787).
b) Pemeriksaan laboratorium
(1) Darah
Adanya kurang darah, ada sel sel darah putih yang meningkatkan
serta laju endap darah meningkat terjadi pada proses aktif. (Head Al Sagaff.
1995. Hal 91).
(2) Sputum
Ditemukan adanya Basil tahan Asam (BTA) pada sputum yang
terdapat pada penderita tuberkulosis paru yang biasanya diambil pada pagi
hari. (DR. Dr. Soeparman dkk, 1998. Hal 719, Barbara. T. long. Long. Hal
447, th 1996).
(3) Test Tuberkulosis
Test tuberkulosis memberikan bukti apakah orang yang dites telah
mengalami infeksi atau belum. Tes menggunakan dua jenis bahan yang
diberikan yaitu : Old tuberkulosis (OT) dan Purifled Protein Derivative
(PPD) yang diberikan dengan sebuah jarum pendek (1/2 inci) no 24 26,
dengan cara mecubit daerah lengan atas dalam 0,1 yang mempunyai
kekuatan dosis 0,0001 mg/dosis atau 5 tuberkulosis unit (5 TU). Reaksi
dianggap bermakna jika diameter 10 mm atau lebih reaksi antara 5 9 mm
dianggap meragukan dan harus di ulang lagi. Hasil akan diketahui selama 48
72 jam tuberkulosis disuntikkan. (DR. Dr. Soeparman, 1998, hal 721,
Sylvia. A. price, 1995, hal 755, Barbara. C. long, 1996, hal 446).
Dalam pemeriksaan cairan pleura terdapat beberapa pemeriksaan antara lain :
a.
Pemeriksaan Biokimia
Secara biokimia effusi pleura terbagi atas transudat dan eksudat yang
perbedaannya dapat dilihat pada tabel berikut :
Transudat
Eksudat
<3
>3
< 0,5
> 0,5
< 200
> 200
17
< 0,6
> 0,6
< 1,016
> 1,016
Rivalta
Negatif
b.
c.
Transudat
: jernih, kekuningan
Eksudat
: kuning, kuning-kehijauan
Hilothorax
Empiema
Empiema anaerob
: berbau busuk
Mesotelioma
Banyak Limfosit
Misotel banyak
Sitologi
d.
Bakteriologis
Jenis kuman yang sering ditemukan dalam cairan pleura adalah pneamo cocclis,
E-coli, klebsiecla, pseudomonas, enterobacter. Pada pleuritis TB kultur cairan
terhadap kuman tahan asam hanya dapat menunjukkan yang positif sampai 20
% (Soeparman, 1998: 788).
18
ANALISA DATA
Data yang telah dikumpulkan kemudian dianalisa untuk menentukan masalah
klien. Masalah klien yang timbul yaitu, sesak napas, batuk, nyeri dada, nafsu makan
menurun, aktivitas, lemas, potensial, penularan, gangguan tidur, gangguan harga diri.
Setelah semua data dikumpulkan, kemudian dikelompokkan dan dianalisa
sehingga dapat ditemukan adanya masalah yang muncul pada klien tuberkulosis paru
komplikasi effusi pleura. Selanjutnya masalah tersebut dirumuskan dalam diagnosa
keperawatan.
DIAGNOSA KEPERAWATN
Tahap akhir dari perkajian adalah merumuskan Diagnosa keperawatan. Diagnosa
keperawatan merupakan suatu pernyataan yang jelas tentang masalah kesehatan klien
yang dapat diatas dengan tindakan keperawatan (H. Lismidar, 1990, 12).
Penentuan diagnosa keperawatan harus berdasarkan analisa data sari hasil pengkajian,
maka diagnosa keperawatan yang ditemukan di kelompokkan menjadi diagnosa
aktual, potensial dan kemungkinan. (Budianna Keliat, 1994,1)
Dari analisa data diatas yang ada dapat dirumuskan diagnosa keperawatan
pada klien dengan tuberkulosis paru komplikasi effusi pleura sebagai berikut :
1) Ketidakefektifan pola pernapasan sehubungan dengan sekresi mukopurulen dan
kurangnya upaya batuk (Marilyn E. Doenges, 1999)
2) Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang sehubungan dengan
keletihan, anorerksia atau dispnea. (Marilyn. E. Doenges, 1999)
3) Resiko terhadap transmisi infeksi sehubungan dengan kurangnya pengetahuan
tentang resiko potogen. (Marilyn. E. Doenges, 1999)
4) Kurang pengetahuan mengenai kondisi, aturan pengobatan sehubungan dengan
kurangnya informasi tentang proses penyakit dan penatalaksanaan perawatan
dirumah.
5) Ketidakefektifan bersihan jalan napas yang berhubugan dengan sekret kental,
kelemahan dan upaya untuk batuk. (Marilyn. E. Doenges, 1999)
6) Potensial terjadinya kerusakan pertukaran gas sehubungan dengan penurunan
permukaan efektif proses dan kerusakan membran alveolar kapiler. (Marilyn.
E. Doenges, 1999)
7) Ganggguan pemenuhan kebutuhan tidur sehubungan daerah sesak napas dan
nyeri dada. (lynda, J. Carpenito, 1998).
8) Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan menurunnya ekspansi
paru sekunder terhadap penumpukkan cairan dalam rongga pleura (Susan Martin
Tucleer, dkk, 1998).
19
2.
Kriteria hasil :
3.
dipsnea berkurang.
Rencana tindakan
a)
Bantu dan ajakan klien berbalik posisi, batuk dan napas dalam setiap 2 jam
sampai 4 jam.
f)
20
4.
Rasional
a)
Batuk dan napas dalam yang tetap dapat mendorong sekret laluar.
f)
2.
Diagnosa keperawatan kedua : Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang
sehubungan dengan anoreksia, keletihan atau dispnea.
1) Tujuan : terjadi peningkatan nafsu makan, berat badan yang stabil dan bebas
tanda malnutrisi
2) Kriteria hasil
-
3) Rencana tindakan
a)
Mencatat status nutrisi klien, turgor kulit, berat badan, integritas mukosa
oral, riwayat mual / muntah atau diare.
Dorong makan sedikit dan sering dengan makanan tinggi protein dan
karbohidrat.
f)
4) Rasional
a)
b) Membantu
dalam
mengidentifukasi
kebutuhan
kekuatan
khusus.
d) Menurunkan rasa tidak enak karena sisa sputun atau obat untuk pengobatan
respirasi yang merangsang pusat muntah.
e)
f)
21
3.
3) Rencana tindakan.
a)
b) Anjurkan klien untuk batuk / bersin dan mengeluarkan pada tisu dan hindari
meludah serta tehnik mencuci tangan yang tepat.
c)
f)
4) Rasional
a)
Orang yang terpajan ini perlu program terapi obat intuk mencegah
penyebaran infeksi
d) Pengetahuan tentang faktor ini membantu klien untuk mengubah pola hidup
dan menghindari insiden eksaserbasi
e)
f)
Klien
memperlihatkan
peningkatan
tingkah
pengetahuan
mengenai
perawatan diri.
22
3) Rencana tindakan
a)
Jelaskan dosis obat, frekuensi pemberian, kerja yang diharapkan dan alasan
pengobatan lama,kaji potensial interaksi dengan obat lain.
Dorong klien atau orang terdekat untuk menyatakan takut atau masalah,
jawab pertanyaan secara nyata.
f)
Berikan intruksi dan imformasi tertulis khusus pada klien untuk rujukan
contoh jadwal obat.
Belajar tergantung pada emosi dan kesiapan fisik dan ditingkatkan pada
tahapan individu.
f)
23
3) Rencana tindakan :
a)
Berikan klien posisi semi atau fowler tinggi, bantu klien untuk batuk dan
latihan untuk nafas dalam.
f)
b) Pengeluaran sulit jika sekret sangat tebal sputum berdarah kental diakbatkan
oleh kerusakan paru atau luka brongkial dan dapat memerlukan evaluasi
lanjut.
c)
f)
24
2) Kreteria hasil :
-
3) Rencana tindakan
a)
d) Tingkatkan tirah bang / batasi aktivitas dan bantu aktivitas perawatan diri
sesuai keperluan
e)
f)
4) Rasional
a)
TB paru menyebabkan efek luas dari bagian kecil bronko pneumonia sampai
inflamasidifus luas. Efek pernapasan dapat dari ringan sampai dispnea berat
sampai distress pernapasan
f)
7.
25
2) Kriteria hasil :
-
3) Rencana tindakan
a)
4) Rasional
a)
8.
Kriteria hasil :
-
Rencana tindakan :
a.
b.
26
c.
Baringkan pasien dalam posisi yang nyaman, dalam posisi duduk, dengan kepala
tempat tidur ditinggikan 60 90 derajat.
Rasional : Penurunan diafragma memperluas daerah dada sehingga ekspansi
paru bisa maksimal.
d.
Observasi tanda-tanda vital (suhu, nadi, tekanan darah, RR dan respon pasien).
Rasional : Peningkatan RR dan tachcardi merupakan indikasi adanya penurunan
fungsi paru.
e.
f.
Bantu dan ajarkan pasien untuk batuk dan nafas dalam yang efektif.
Rasional : Menekan daerah yang nyeri ketika batuk atau nafas dalam.
Penekanan otot-otot dada serta abdomen membuat batuk lebih efektif.
g.
Kolaborasi dengan tim medis lain untuk pemberian O 2 dan obat-obatan serta foto
thorax.
Rasional : Pemberian oksigen dapat menurunkan beban pernafasan dan
mencegah terjadinya sianosis akibat hipoxia. Dengan foto thorax dapat
dimonitor kemajuan dari berkurangnya cairan dan kembalinya daya kembang
paru.
9.
Kriteria hasil :
-
Rencana tindakan :
a.
b.
27
c.
d.
e.
f.
g.
10. Diagnosa Keperawatan Cemas atau ketakutan berhubungan dengan adanya ancaman
kematian yang dibayangkan (ketidakmampuan untuk bernafas).
Tujuan
Kriteria hasil :
-
Rencana tindakan :
a.
Berikan posisi yang menyenangkan bagi pasien. Biasanya dengan semi fowler.
b.
c.
d.
28
e.
f.
g.
11. Diagnosa Keperawatan Gangguan pola tidur dan istirahat berhubungan dengan batuk
yang menetap dan nyeri pleuritik.
Tujuan
Kriteria hasil :
-
Pasien tidak sesak nafas, pasien dapat tidur dengan nyaman tanpa mengalami
gangguan, pasien dapat tertidur dengan mudah dalam waktu 30-40 menit dan
pasien beristirahat atau tidur dalam waktu 3-8 jam per hari.
Rencana tindakan :
a.
b.
c.
d.
melaksanakan
aktivitas
sehari-hari
Kriteria hasil :
-
Rencana tindakan :
29
a.
Evaluasi respon pasien saat beraktivitas, catat keluhan dan tingkat aktivitas serta
adanya perubahan tanda-tanda vital.
Raasional : Mengetahui sejauh mana kemampuan pasien dalam melakukan
aktivitas.
b.
c.
d.
e.
f.
Rencana tindakan :
a.
c.
Kaji ulang tanda atau gejala yang memerlukan evaluasi medik cepat (contoh,
30
Kaji ulang praktik kesehatan yang baik (contoh, nutrisi baik, istirahat, latihan).
Rasional : Mempertahankan kesehatan umum meningkatkan penyembuhan dan
dapat mencegah kekambuhan.
PELAKSANAAN
Implementasi merupakan pelaksanaan rencana keperawatan oleh perawat terhadap
pasien. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan rencana
keperawatan diantaranya :
Intervensi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi ;
ketrampilan interpersonal, teknikal dan intelektual dilakukan dengan cermat dan
efisien pada situasi yang tepat, keamanan fisik dan psikologis klien dilindungi serta
dokumentasi intervensi dan respon pasien.
Pada tahap implementasi ini merupakan aplikasi secara kongkrit dari rencana
intervensi yang telah dibuat untuk mengatasi masalah kesehatan dan perawatan yang
muncul pada pasien (Budianna Keliat,SKp. tahun 1994,4).
Pada tahap pelaksanaan ini, fase pelaksanaan terdiri dari berbagai kegiatan yaitu :
1.
2.
3.
4.
b.
c.
31
d.
e.
f.
g.
penatalaksanaan
kesehatan,
meliputi
kebiasaan
yang
tidak
suatu tindakan
berhasil atau tidak dan sejauh mana tujuan yang telah ditetapkan itu tercapai dalam
jangka waktu tertentu sesuai dengan rencana yang ditentukan, adapu alternatif
tersebut adalah :
1.
Tujuan tercapai
2.
3.
32
DAFTAR PUSTAKA
Alsagaff Hood, Abdul Mukty, (1995). Dasar Dasar Ilmu Penyakit Paru. Airlangga
University Press. Surabaya.
Amin muhammad, Hood Alsagaff. (1989). Pengantar Ilmu Penyakit Paru. Airlangga
University Press. Surabaya.
Blac,MJ Jacob. (1993). l.uckman & Sorensens Medical surgical Nursing A
Phsycopsicologyc Approach. W.B. Saunders Company. Philapidelpia.
Barbara Engram. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Vol. 1.
Penerbit EGC. Jakarta.
Carpenito, L.J., (1999). Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan. Ed. 2. EGC
Jakarta.
Diana C. Baughman. ( 2000 ), Patofisiologi, EGC, Jakarta.
Hudak & Gallo, ( 1997 ). Keperawatan kritis : suatu pendekatan holistic, EGC,
Jakarta
Keliat, Budi Anna. (1991). Proses Keperawatan. Arcan. Jakarta.
Mansjoer, Arif., et all. (1999). Kapita Selekta Kedokteran. Fakultas Kedokteran UI :
Media Aescullapius Jakarta.
Marylin E doengoes. (2000). Rencana Asuhan keperawatan Pedoman untuk
Perencnaan /pendokumentasian Perawatan Pasien. EGC.Jakarta.
Soeparman, Sarwono Waspadji. (1990). Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Balai Penerbit
FKUI. Jakarta.
Sylvia Anderson Price, Lorraine McCarty Wilson. (1995). Patofisiologi Konsep
Klinis Proses - Proses Penyakit. EGC. Jakarta.
Yunus Faisal. (1992). Pulmonologi Klinik. Bagian Pulmonologi FKUI. Jakarta.
33
: Paru Laki-Laki
Tanggal Pengkajian
: 08.00 WIB
: 10079691
Diagnosa
------------------------------------------------------------------------------------------------I.
II.
IDENTITAS
Nama
: Tn. Harianto
Umur
: 18 tahun
Jenis kelamin
: Laki-Laki
Agama
: Islam
Suku/bangsa
: Jawa/Indonesia
Pendidikan
: SLTA
Pekerjaan
: Pelajar
Alamat
Ditanggung oleh
: JPS
: Thyfoid.
: Obat-obat Thyfoid.
3. Kebiasaan berobat
: Ke Puskesmas.
4. Alergi
: (-).
III.
34
: Tiba-tiba
IV.
: (-).
2.
: (-).
V.
VI.
Keadaan Umum
Klien dalam keadaan lemah.
2.
Tanda-Tanda Vital
Suhu 36,8 celcius, pada axilla, nadi 100 x/menit, tidak teratur, Tensi :
120/80 mmHg. Lengan kanan, RR = 30 x/menit, dengan memakai
pernapasan perut dan bantuan otot pernapasan sternokleidomastoid.
3.
Body System
1) Pernapasan (B1)
Hidung terpasang kanula oksigen 2 lt/menit
Trachea tidak ada kelainan
Terdapat retraksi dada, napas dangkal.
Suara tambahan terdengar bunyi ronchi.
Bentuk dada simestris.
2) CardioVaskuler (B2)
Dada terasa neyri bila untuk membatukan dahak., palpitasi tidak ada,
clubbing fingger tidak ada.
Suara jantung normal.
Edema : tidak ada.
35
3) Persyarafan (B3)
Kesadaran Compomentis, GCS : 4 - 5 - 6
Kepala dan wajah : tak da kelainan.
Mata : sklera putih, Conjungtiva :merah muda, pupil : isokor.
Leher : tak ada kelaianan.
Reflek batuk ada, tapi tidak keras.
Persepsi sensoris :
Pendengaran
: normal /dbn.
Penciuman
: normal /dbn.
Pengecapan
: normal /dbn.
Penglihatan
: normal /dbn.
Perabaan
: normal /dbn.
Frekuensi
: 7 8 X/hari
Waktu
: Tak tentu.
Warna
: kuning
Bau
: Khas.
36
Sosial / Interaksi
Klien baik berinteraksi dengan keluarga, perawat dan klien lainnya.
Reaksi saat interaksi : kooperatif
Konsep diri
Klien merasa minder bertemu teman-temannya dan meragukan bagaimana
keadaan penyakit yang akan datang.
Spiritual
Konsep tentang penguasa kehidupan Allah
Sumber kekuatan/harapan di saat sakit : Allah.
Ritual agama yang bermakna/berarti/diharapkan saat ini : sholat 5 waktu.
Sarana/peralatan/orang yang diperlukan untuk melaksanakan ritual agama
yang diharapkan saat ini lewat ibadah.
Keyakinan/kepercayaan bahwa Tuhan akan menolong dalam menghadapi
situasi sakit saat ini : Ya.
Keyakinan/kepercayaa bahwa penyakit dapat disembuhkan : ya
Persepsi terhadap penyebab penyakit : cobaan/peringatan.
Pemeriksaan Penunjang
Photo thoraks terakhir :
-
Cor
Hb.
: 14 gr/dl
Hematokrit/PCV : 42,9 %
(L : 40 54 %
P : 37 47 %)
Eritrosit
: 5,12 juta
Leukosit
: 6.940/cmm
(4.000 - 11.000/cmm)
Trombosit
: 253.000
(150.000 450.000/cmm)
LED
SGOT
: 31,5 U/L
SGPT
: 26,8 U/L
( 0,25)
LDH
(240 480)
: 1315,7 u/l
(13,5 - 18,9).
37
Pleura :
-
Protein
: 5,5 g/dl
Glukosa
: 43 mg/dl
Jumlah sel
: 160
Mono
: 95 %
Poli
:5%
Rivalta
: Positif
Gram
BTA
Terapi
1.
Prednison
4 x 3 tablet.
2.
Cyfotaxim
2 x 500 mg
3.
OAT Kategori I
-
R : 1 x 450 mg.
H : 1 x 300 mg.
Z : 1 x 1000 mg.
E : 1 x 750 mg.
Codein 3 x 20 mg.
4.
5.
Diet TKTP.
Subhan
NIM.: 010030170 B
38
ANALISA DATA
NO
DATA
KEMUNGKINAN
MASALAH
PENYEBAB
S:
Kurangnya
Resiko
pengetahuan
tentang terhadap
O:
resiko potogen.
transmisi
Klien
mengatakan
kurang
infeksi
mengetahui tentang proses penularan
penyakit serta sifat penyakit.
S:
Kurangnya informasi Kurang
tentang proses penyakit pengetahuan
dan
penatalaksanaan mengenai
Klien
mengatakan
kurang perawatan.
kondisi,
mengetahui tentang proses penyakit,
aturan
sifat
penyakit,
pemeriksaan
pengobatan
diagnostik,
tujuan
tindakan
perawatan maupun pengobatan yang
diprogramkan.
serta
kurangnya
pengetahuan tentang diet dan
Lamanya perawatan, banyaknya
biaya perawatan dan pengobatan.
O:
39
NO
1.
2.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
TUJUAN DAN
KRITERIA HASIL
Resiko terhadap transmisi infeksi yang
sehubungan
dengan
kurangnya
pengetahuan tentang resiko potogen.
Tujuan : klien mengalami penurunan
potensi untuk menularkan penyakit
seperti
yang
ditunjukkan
oleh
kegagalan
kontak
klien
untuk
mengubah tes kulit positif.
Kriteria hasil :
1. Klien mengalami penurunan resiko
menularkan
penyakit
yang
ditunjukkan oleh kegagalan kontak
klien.
INTERVENSI
1.
2.
3.
RASIONAL
4.
5.
6.
6.
1.
Identifikasi kemungkinan
komplikasi jangka panjang.
kambuh
atau 2.
40
pengobatan.
Kriteria hasil :
1. Klien dan keluarga menyatakan
pemahaman penyebab masalah.
2. Klien dan keluarga mampu
mengidentifikasi tanda dan gejala
yang memerlukan evaluasi medik.
3. Klien dan keluarga mengikuti
program
pengobatan
dan
menunjukkan perubahan pola
hidup yang perlu untuk mencegah
terulangnya masalah.
4. Klien memperlihatkan peningkatan
tingkah pengetahuan mengenai
perawatan diri.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
5.
6.
7.
8.
Berulangnya
effusi
pleura
memerlukan
intervensi medik untuk mencegah, menurunkan
potensial komplikasi.
Mempertahankan
kesehatan
umum
meningkatkan
penyembuhan
dan
dapat
mencegah kekambuhan.
Belajar tergantung pada emosi dan kesiapan
fisik dan ditingkatkan pada tahapan individu.
Dapat menunjukkan kemajuan atau pengaktifan
ulang penyakit atau efek obat yang memerlukan
evaluasi lanjut.
Meningkatkan kerjasama dalam program
pengobatan dan mencegah penghentian obat
sesuai perbaikan kondisi klien.
Mencegah dan menurunkan ketidaknyamanan
sehubungan dengan terapi dan meningkatkan
kerjasama dalam program.
Memberikan kesempatan untuk memperbaiki
kesalahan konsepsi / peningkatan ansietas.
41
TINDAKAN KEPERAWATAN
NO. DX
1.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
2.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
IMPLEMENTASI
Mengidentifikasi orang lain yang berisiko. Contah anggota
rumah, sahabat.
Menganjurkan klien untuk batuk / bersin dan mengeluarkan
pada tisu dan hindari meludah serta tehnik mencuci tangan yang
tepat.
Mengkaji tindakan. Kontrol infeksi sementara, contoh masker
atau isolasi pernafasan.
Mengidentifikasi faktor resiko individu terhadap pengatifan
berulang tuberkulasis.
Menekankan pentingnya tidak menghentikan terapi obat.
Mengkolaborasikan dan melaporkan ke tim dokter.
Mengkaji patologi masalah individu.
Mengidentifikasi kemungkinan kambuh atau komplikasi jangka
panjang.
Mengkaji ulang tanda atau gejala yang memerlukan evaluasi
medik cepat (contoh, nyeri dada tiba-tiba, dispena, distress
pernafasan).
Mengkaji ulang praktik kesehatan yang baik (contoh, nutrisi
baik, istirahat, latihan).
Mengkaji kemampuan klien untuk belajar mengetahui masalah,
kelemahan, lingkungan, media yang terbaik bagi klien.
Mengidentifikasi gejala yang harus dilaporkan keperawatan,
contoh hemoptisis, nyeri dada, demam, kesulitan bernafas.
Menjelaskan dosis obat, frekuensi pemberian, kerja yang
diharapkan dan alasan pengobatan lama, kaji resiko interaksi
dengan obat lain.
EVALUASI
S:
O : Klien mengalami penurunan resiko menularkan penyakit yang
ditunjukkan oleh kegagalan kontak klien.
A : Tujuan tercapai
P : Intervensi dihentikan
S:
O:
Klien memperlihatkan peningkatan tingkah pengetahuan mengenai
perawatan diri.
Klien dan keluarga menyatakan pemahaman penyebab masalah.
Klien dan keluarga mampu mengidentifikasi tanda dan gejala yang
memerlukan evaluasi medik.
Klien mengikuti program pengobatan dan menunjukkan perubahan
pola hidup yang perlu untuk mencegah terulangnya masalah.
tetapi keluarga masih belum mengikuti mengikuti program
pengobatan seperti halnya klien.
A : Tujuan tercapai sebagian
P : Intervensi dilanjutkan
42
8.
43