Anda di halaman 1dari 5

Dialog Malin Kundang

Pada suatu hari, hiduplah sebuah keluarga di pesisir pantai wilayah


Sumatra. Keluarga itu mempunyai seorang anak yang diberi nama Malin
Kundang. Karena kondisi keluarga mereka sangat memprihatinkan, maka
ayah malin memutuskan untuk pergi ke negeri seberang.
Ayah: Anakku dan istriku, kemarilah. Ayah ingin berbicara dengan kalian
berdua
Ibu: Ada apa ayah?
Malin: Iya, ada apa?
Ayah: Ayah ingin minta izin untuk mencari nafkah di negeri seberang.
Tanah di negeri ini sudah mulai sedikit dan tidak berkualitas lagi. Ayah
berjanji akan kembali dengan membawa uang yang banyak
Ibu: Semua keputusan ini bergantung pada Malin, anak kita. Malin, kamu
setuju tidak?
Malin: Aku setuju bu. Tapi ayah harus berjanji jika kembali ke sini harus
membawa makanan yang banyak ya.
Ayah: Tentu saja lah nak. Oke, besok teman ayah akan menjemput ayah
pada jam 8 pagi.
Keesokan harinya...
Teman ayah: Tok tok tok.. Permisi
Malin: Iya, mau cari siapa?
Teman ayah: Ayah kamu mana dik Malin?
Malin: Oh, cari ayah. Sebentar ya. Mari silahkan masuk dulu. Saya
panggilkan ayah
Ayah: Eh kamu. Sudah lama menunggu ya?
Teman ayah: Eh, ayo buruan. Nanti telat loh kapalnya
Ibu: Yah, bekalnya sudah ibu persiapkan loh. Hati-hati di jalan ya yah.
Malin, ucapkan selamat tinggal pada ayah
Malin: Selamat tinggal yah...
Ayah: Selamat tinggal. Jangan lupa ya untuk selalu menjaga ibumu itu.

Lalu ayah Malin dan temannya pun pergi ke negeri seberang


menggunakan kapal milik teman Ayah Malin tersebut. 5 bulan kemudian..
Malin: Bu, Malin lapar. Ayah dimana sih?
Ibu: Ibu enggak tahu. Katanya sih sudah berjanji untuk kembali tiap
sebulan sekali.
Malin: Ayah pembohong. Malin benci ayah.
Ibu: Jaga mulutmu itu nak. Ayah itu juga termasuk orang tuamu. Jika
tidak ada ayah, maka kamu juga tak ada di sini
Malin: Oke deh bu. Malin minta maaf.
Kehidupan di keluarga tersebut sangat memprihatinkan. Selalu
kelaparan. 10 tahun kemudian, Malin beranjak dewasa. Ia telah banyak
menguasai tentang tekhnik dalam perkapalan. Karena ia tak ingin hidup
miskin, ia meminta izin kepada ibunya untuk berlayar ke negeri seberang.
Malin: Bu, malin sudah bisa mengendalikan kapal dan sekarang Malin
ingin pergi ke negeri seberang, boleh enggak bu?
Ibu: Malin anakku, jika kamu pergi ke negeri seberang, siapa yang akan
menemani ibu disini? Ibu disini hanya memiliki kamu saja Malin.
Malin: Tapi Malin tak ingin hidup seperti ini bu. Malin ingin mencoba
peruntungan di negeri seberang. Ayolah bu, izinkan Malin.
Ibu: Jika itu memang maumu, baiklah, akan ibu izinkan. Tapi berjanjilah
jika kamu akan kembali. Jangan seperti ayahmu itu.
Malin: Iya bu, Malin berjanji. Besok Malin akan berangkat ke negeri
seberang menggunakan kapal yang Malin pinjam ke teman Malin.
Ibu: Oke malin. Ibu akan persiapkan bekal buat kamu besok.
Keesokan harinya...
Malin: Bu, malin izin pergi dulu ya bu.
Ibu: Iya nak, hati-hati di jalan ya dan selalu berdoalah pada yang diatas.
Malin: Tentu saja bu
Lalu Malin pergi meninggalkan ibunya sendirian di rumah. Tiba-tiba,
saat disepanjang perjalanan, kapal Malin diserang oleh bajak laut.
Bajak Laut A: Hei kau, serahkan bekal mu itu!

Bajak Laut B: Iya, serahkan, atau kau akan kubunuh.


Malin: Tidak, ini bukan makananku, tapi makanan teman ku! (kata malin
berbohong)
Bajak Laut A: Jangan bohong kau, serahkan atau kau akan kubunuh!
Malin: Tidak akan!
Bajak Laut B : Kebanyakan omong kau. Bakk... (memukul perut Malin)
Malin: Akh..
Bajak Laut A: Serahkan atau tidak?
Malin: Tidak.. (dengan nada mendesah)
Bajak Laut B: Kau ingin bermain kasar ya? Bukk... (memukul perut Malin
hingga Malin pingsan)
Bajak Laut A: Ingin kita apa kan dia?
Bajak Laut B: Kita ikat saja. Lalu kita tinggalkan dia disini sendirian.
Bajak Laut A: Kau sangat pintar teman. Ayo kita ikat.
Setelah Malin diikat oleh kedua bajak laut itu, Malin ditinggal
sendirian sedangkan bekalnya dirampas. Tak lama kemudian, Malin
tersadar dari pingsannya. Lalu ia berusaha untuk melepaskan ikatannya.
Karena tubuhnya lemah, maka ia pasrah sedangkan kapalnya terus
berjalan karena arus di laut. Tak lama kemudian, kapalnya berhenti di
sebuah pantai. Lalu Malin berusaha untuk melepaskan ikatannya tetapi
tetap tidak berhasil. Akhirnya dengan sisa tenaga yang ada, Malin berjalan
hingga tiba di sebuah desa.
Malin: Tolong, tolong.
Gadis A: Eh, lihat tuh. Ada yang minta tolong. Mari kita tolong dia
Gadis B: Ayo
Lalu mereka berdua melepaskan ikatan tali Malin.
Malin: Terima kasih ya telah membantu melepaskan ikatanku.
Gadis A: Iya sama-sama
Gadis B: Ngomong-ngomong, anda kok bisa tiba di pulau ini?

Malin: Ya, waktu di jalan menuju ke sini, saya diserang oleh Bajak Laut.
Bekal saya dirampas dan saya pun diikat. Lalu kapal saya berjalan tanpa
arah hingga akhirnya saya tiba disini.
Gadis A: Wah, kasihan sekali anda. Pasti anda kelaparan. Ayo mari ke
rumahku.
Malin: Wah, tidak usah. Terima kasih banyak ya
Gadis B: Terus abang nanti tinggal dimana?
Malin: Itu urusan gampang deh.
Lalu kedua gadis itu meninggalkan Malin sendirian. Karena rasa
penasaran Malin dengan desa ini, ia pun berjalan mengelilingi desa ini.
Lalu Malin menyadari bahwa desa tersebut merupakan desa yang subur.
Berkat keuletan dan kegigihannya dalam bekerja, Malin lama kelamaan
berhasil menjadi seorang yang kaya raya. Ia memiliki banyak kapal
dagang dengan anak buah yang jumlahnya lebih dari 100 orang. Setelah
menjadi seorang yang kaya raya, akhirnya ia mempersunting seorang
gadis.
Malin: Mau kah kau menjadi istriku?
Gadis: Hmmm, bagaimana ya?? Hmm... Mau deh..
Setelah beberapa lama menikah, Malin dan istrinya melakukan
pelayaran dengan kapal yang besar dan indah disertai anak buah kapal
serta pengawalnya yang banyak. Ibu Malin Kundang yang setiap hari
menunggui anaknya, melihat kapal yang sangat indah itu, masuk ke
pelabuhan.
(suara kapal)
Ibu: Wah, ada kapal. Itu pasti kapal anakku.
Lalu ibu Malin Kundang menuju ke pelabuhan. Sampai di pelabuhan,
Ia melihat ada dua orang yang sedang berdiri di atas geladak kapal. Ia
yakin kalau yang sedang berdiri itu adalah anaknya Malin Kundang
beserta istrinya.
Ibu: Maliiinn.. (berteriak dari kejauhan)
Istri Malin: Siapa itu?
Malin: Entahlah.. (sambil turun dari kapal beserta istrinya)
Malin Kundang pun turun dari kapal. Ia disambut oleh ibunya.
Setelah cukup dekat, ibunya melihat belas luka dilengan kanan orang

tersebut, semakin yakinlah ibunya bahwa yang ia dekati adalah Malin


Kundang.
Ibu: Malin anakku, mengapa kau pergi begitu lama dan tidak
mengirimkan kabar untuk ibumu ini?
Istri Malin: Siapa dia?
Malin: Entahlah, mungkin hanya seorang pengemis yang mengaku
sebagai ibuku saja (mendorong ibu Malin hingga terjatuh)
Mendengar pernyataan dan diperlakukan semena-mena oleh
anaknya, ibu Malin Kundang sangat marah. Ia tidak menduga anaknya
menjadi anak durhaka.
Ibu: Oh Tuhan, kalau benar ia anakku, aku sumpahi dia menjadi sebuah batu
(mengadahkan tangannya ke atas)
Tidak berapa lama kemudian angin bergemuruh kencang dan badai
dahsyat datang menghancurkan kapal Malin Kundang. Setelah itu tubuh
Malin Kundang perlahan menjadi kaku
Malin: Tubuhku....
Istri Malin: Malin, engkau kenapa?
Malin: Tubuhku tak bisa ku gerakkan
Tak lama kemudian, tubuh Malin berubah menjadi batu.

Anda mungkin juga menyukai