Anda di halaman 1dari 6

Ghania Zhafira Ulfa TUGAS NASKAH DRAMA

XI MIPA 4 (14)
Bahasa Indonesia

Raja di Negeri Minahasa


Tema : Kerajaan
Alur : Maju
Pemeran : 5 orang
Penokohan : 1. Raja Kabasaran (angkuh, pemalas, cepat menyadari kesalahan)
2. Putri Pakarena (bijaksana, cerdas, tegas)
3. Penasihat Katrili (patuh, sopan, bijaksana)
4. Bosara (dermawan, murah senyum, ramah)
5. Kakek pengemis (miskin, mudah bersyukur)

Prolog
Pada pagi hari yang tenang di dalam Kerajaan Minahasa, Sang Raja tengah duduk bersantai di
singgasananya sembari bermabuk ria. Sudah selama 1 bulan Raja Kabasaran tidak melaksanakan
tugasnya sebagai seorang pemimpin negara, melainkan hanya bersenang-senang di istananya. Hal
ini dikarenakan pemasokan negeri mereka yang terus meningkat selama 5 tahun terakhir,
menyebabkan kekayaan tiada tara yang menghampiri Kerajaan Minahasa. Namun sayang,
kekayaan itu nyatanya telah membuat Sang Raja menjadi buta dan malas.
Dialog
Raja Kabasaran : “Aah, memang pada dasarnya bir adalah minuman yang paling menyegarkan!
Tuhan pasti sedang berpihak denganku sekarang. Aku benar-benar menjalani
kehidupan seperti surga.” (sembari meminum bir)
(Penasihat Katrili memasuki ruangan)
Penasihat Katrili : “Wahai Yang Mulia Raja Kabasaran, izinkan hamba untuk mengantarkan pesan
dari salah satu tamu yang telah datang ke kerajaan kita pada pagi hari ini. Beliau
adalah Putri Pakarena dari Kerajaan Gowa.” (membungkukkan badan dengan
hormat)
Raja Kabasaran : (menaikkan sebelah alis) “Apa? Kenapa kita memiliki tamu yang tak diundang?”
Penasihat Katrili : “Dengan segala hormat, Yang Mulia. Surat izin berkunjung Putri Pakarena telah
sampai di istana pada 2 hari yang lalu, dan telah ditandatangani oleh Yang
Mulia.”
Raja Kabasaran : “Hah… benarkah? Aku lupa pernah menandatanganinya. Ya sudah, suruh saja
dia masuk.” (sembari berdecak tidak peduli)
Penasihat Katrili : “Baik, Yang Mulia.” (membungkuk hormat kemudian membukakan pintu ruang
singgasana)
(Putri Pakarena memasuki ruangan)
Putri Pakarena : “Wahai Sang Raja Minahasa, saya ajukan permohonan maaf yang sebesar-
besarnya karena tidak memberikan seutas kabar di waktu keberangkatan saya.
Sebelumnya, izinkan saya untuk memperkenalkan diri terlebih dahulu sebagai
utusan dari Kerajaan Gowa.” (membungkuk hormat)
Raja Kabasaran : (mengibaskan tangan, tidak peduli) “Aku tidak perlu formalitas darimu. Segera
katakan padaku, urusan apa yang dimiliki Kerajaan Gowa dengan kerajaanku?”
Putri Pakarena : “Sebelumnya, Yang Mulia. Saya ingin bertanya, apakah Yang Mulia tahu
bagaimana kondisi dari para rakyat Kerajaan Minahasa?”
Raja Kabasaran : “Pertanyaan macam apa itu? Secara tidak langsung, kamu baru saja menuduhku
sebagai seorang raja yang lalai dengan pertanyaan itu!” (membentak penuh
amarah)
Putri Pakarena : (menundukkan kepala dan memejamkan mata dengan perlahan) “Baiklah,
maafkan saya atas pertanyaan yang lancang tersebut, Yang Mulia. Dari sini, saya
akan membuat asumsi bahwa Anda sebagai seorang raja yang baik tentunya
mengetahui kondisi rakyat Anda. Lantas, apakah Anda keberatan bila kami
mengajukan perundingan untuk membuat perbatasan antara wilayah pedesaan
Minahasa dengan pedesaan Gowa?”
Raja Kabasaran : “Perbatasan? Jangan membodohiku. Perbatasan adalah bahasa halus dari perang
dingin. Apa yang membuat Kerajaan Gowa ingin membuat perbatasan dengan
Kerajaan Minahasa?” (menatap tajam sembari menegakkan posisinya)
Putri Pakarena : (mengernyitkan dahi heran) “Yang Mulia, bukankah Anda mengatakan bahwa
Anda mengetahui kondisi dari rakyat Anda sendiri?”
Raja Kabasaran : (mengangkat kepalanya dengan angkuh) “Ya! Tentu aku tahu! Dan kenapa kamu
menjawab pertanyaanku dengan pertanyaan?!”
Putri Pakarena : “Kalau begitu, maka saya yakin Anda pun tahu bahwa kondisi ekonomi dan
perdagangan rakyat Anda tengah mengalami penurunan, jumlah kriminal yang
meningkat tajam, serta banyaknya angka kematian akibat kelaparan yang terjadi
kepada rakyat Anda.” (berkata dengan tegas)
Raja Kabasaran : (terkejut) “A-Apa maksudmu?! Kerajaanku adalah salah satu kerajaan paling
kaya dan subur di dunia ini! Kalau kamu berbicara sembarangan lebih jauh lagi
mengenai kondisi rakyatku, aku akan mengirimmu untuk eksekusi!”
Putri Pakarena : “Sembarangan? Yang Mulia, saya bisa membuktikannya kepada Yang Mulia saat
ini juga. Penasihat Katrili, apakah yang saya ucapkan adalah sebuah
kebohongan?” (menoleh kepada Penasihat Katrili)
Penasihat Katrili : (gugup) “Dengan segala hormat, Yang Mulia Raja Kabasaran. Kondisi rakyat
kita mengalami krisis ekonomi dan kesehatan yang parah selama 1 bulan
terakhir. Jumlah kriminalitas juga meningkat tajam karena kemiskinan yang
terjadi dimana-mana.”
Raja Kabasaran : “Apa? Bagaimana bisa?!” (terbelalak, tidak percaya)
Putri Pakarena : “Terdapat kabar burung di seluruh kerajaan bahwa Raja Kabasaran kehilangan
kemampuan memimpinnya. Saya datang kesini untuk melihatnya secara
langsung, dan ternyata kabar tersebut tidak salah. Anda bahkan tidak tahu-
menahu mengenai kondisi rakyat Anda, namun masih mengakui sebuah
kebohongan.” (menatap tajam)
Raja Kabasaran : “Tidak! Kerajaanku memiliki kekayaan yang luar biasa melimpahnya! Hal
seperti kemiskinan dan kelaparan tidak mungkin terjadi di sini! Aku tidak akan
percaya kalau tidak melihatnya dengan kedua mataku sendiri!” (berdiri dengan
gelisah)
Penasihat Katrili : “Kalau begitu, Yang Mulia. Apakah Yang Mulia berkenan untuk melakukan
kunjungan langsung ke pemukiman rakyat? Sudah selama 1 bulan Yang Mulia
tidak lagi melakukannya. Saya menyarankan untuk melakukan kunjungan secara
rahasia agar bisa melihat langsung kondisi rakyat.”
Putri Pakarena : “Bagi saya, itu ide yang bagus. Saya akan menemani Yang Mulia dan
menunjukkannya secara langsung.”
Raja Kabasaran : “Baiklah. Pelayan! Siapkah 2 jubah dan 2 kuda untukku dan Putri Pakarena! Aku
akan keluar istana hari ini!” (menggerakkan tangan untuk memerintahkan para
pelayan)
(Raja Kabasaran dan Putri Pakarena langsung menuju ke pemukiman rakyat dengan penyamaran
rahasia mereka. Mereka menuju salah satu desa yang sebelumnya merupakan desa dengan
ekonomi paling makmur, yaitu Desa Makassar.)
(Setelah sampai, Raja Kabasaran melihat kondisi rakyat Desa Makassar yang membuat iba. Ada
banyak orang yang tergeletak pingsan karena penyakit, pengemis yang meminta uang di jalan,
dan para bandit yang merampok setiap rumah.)
Raja Kabasaran : (terbelalak kaget, tidak percaya) “Apa…? Apa yang terjadi di sini? Terakhir aku
berkunjung 1 bulan yang lalu, desa ini penuh dengan pedagang yang menjajakan
dagangannya, pertunjukkan menghibur bagi anak-anak, dan rakyat yang menari
bersama untuk merayakan kesuksesan panen mereka. Kemana mereka semua?”
(berkata dengan terbata-bata)
Putri Pakarena : (menghela napas) “Yang Mulia, memang benar adanya seperti itulah kondisi
Desa Makassar saat 1 bulan yang lalu. Namun setelah Yang Mulia mulai
bermalas-malasan dan tidak lagi mengurus urusan kerajaan, seluruh desa di
Kerajaan Minahasa jatuh miskin. Ada banyak rakyat dari Kerajaan Minahasa
yang melakukan migrasi illegal ke kerajaan-kerajaan lain, salah satunya adalah
Kerajaan Gowa. Bukan kami tidak ingin membantu, namun jumlah penduduk
migrasi yang berlebih juga dapat menyebabkan ketidakseimbangan ekonomi di
kerajaan kami. Tentu kami tidak bisa menerimanya. Itulah kenapa saya
mengajukan perbatasan dengan Kerajaan Minahasa.”
Raja Kabasaran : (berbicara dalam hati) “Jadi selama ini … aku benar-benar sudah melalaikan
tugasku sebagai seorang raja dan membiarkan rakyatku sendiri menderita.
Pemimpin macam apa aku ini?”
(Tiba-tiba saja, muncul seorang anak perempuan yang mengalihkan perhatian Raja Minahasa.
Anak perempuan itu bernama Bosara, seorang penduduk Desa Makassar. Awalnya dia terlihat
menoleh kesana-kemari untuk memastikan bahwa para bandit sudah pergi, sebelum akhirnya
menghampiri seorang pengemis).
Bosara : (memberikan sebuah roti kepada pengemis) “Permisi Kakek, aku masih memiliki
roti sisa sarapan tadi pagi. Karena sekarang aku sudah tidak lapar lagi, jadi
Kakek bisa memilikinya.” (berkata sambal tersenyum manis)
Kakek : (menerima roti dengan mata berkaca-kaca) “Terima kasih banyak, Nak. Semoga
kebaikanmu ini akan dibalas suatu hari nanti, Kakek benar-benar bersyukur
masih ada anak sebaik dirimu. Terima kasih banyak.”
Bosara : “Tidak apa, Kek. Sebagai manusia, sudah sewajarnya kita saling berbagi. Dan
terima kasih juga untuk doanya, Kek. Semoga Kakek juga mendapat rezeki lebih
di kemudian hari.” (sembari tersenyum manis)
(Putri Pakarena mendekati Bosara)
Putri Pakarena : “Nak, boleh aku tahu siapa namamu?”
Bosara : (menoleh kaget) “Ya, memang ada apa, ya?”
Putri Pakarena : “Saya salah seorang dokter dari desa Kerajaan Gowa yang hanya sekedar singgah
disini. Awalnya saya dengar desa ini merupakan desa paling makmur di
Kerajaan Minahasa, jadi saya mencoba kemari untuk membeli beberapa bahan
pokok sebagai bekal perjalanan. Tapi, mengapa kabar yang saya dengar sangat
berbeda dengan kenyataannya?”
Raja Kabasaran : (berbicara dalam hati) “Apa dia sedang berpura-pura menjadi dokter untuk
menggali informasi? Kalau benar, sandiwaranya bagus sekali.”
Bosara : “Ah, benarkah? Namaku Bosara. Aku bisa memberi tahumu sekarang, tapi
saranku sebaiknya kita berteduh dulu di tempat yang lebih aman. Saat pagi dan
siang hari, biasanya para bandit sering berkeliaran untuk merampas harta
apapun. Jadi, tidak aman berada di tempat terbuka seperti ini.”
Putri Pakarena : (mengangguk) “Aku mengerti. Bisakah kamu tunjukkan jalannya?”
Bosara : “Dengan senang hati!”
(Mereka bertiga lalu memasuki sebuah balai yang tertutup. Di sana, Bosara menyajikan sedikit
makanan untuk Raja Kabasaran dan Putri Pakarena).
Bosara : “Maafkan aku… hanya ini saja yang bisa kusajikan. Akhir-akhir ini, kondisi
ekonomi keluargaku sangat menurun. Bahkan untuk sesuap nasi di setiap harinya
pun sudah mulai sulit.” (sembari menyerahkan satu piring berisi 3 buah pisang
goreng).
Putri Pakarena : “Tidak apa-apa, kami juga hanya akan sebentar di sini. Aku hanya ingin
mengetahui mengenai apa yang terjadi dengan desa ini.”
Bosara : “Ah, benar juga. Sebenarnya, kabar yang kamu dengar tidak sepenuhnya salah.
Namun itu dulu, tepatnya 1 bulan yang lalu. Desa Makassar memang pernah
menjadi desa paling makmur, namun semenjak desa kami berhenti mendapatkan
bahan pangan dari kerajaan, kami kehilangan sumber mata pencaharian kami.
Entah bagaimana itu bisa terjadi.”
Raja Kabasaran : “Tapi, bukankah persediaan bahan pangan Desa Makassar bahkan sudah lebih
dari cukup untuk waktu setahun? Mengapa dalam waktu sebulan saja bisa
langsung habis?”
Bosara : (menoleh ke arah Raja Kabasaran) “Itu… sebenarnya aku tidak tahu boleh
menceritakannya atau tidak, terlebih kalian orang luar Kerajaan Minahasa. Jadi
kuharap jadikan ini rahasia saja, ya.”
(Bosara mendekatkan tubuhnya lalu memelankan suaranya)
Bosara : “Sebenarnya, sejak awal ada beberapa pihak bangsawan yang melakukan
korupsi. Memang benar, jatah bahan pangan yang diberikan kerajaan untuk kami
bahkan cukup untuk waktu 1 tahun. Namun pihak-pihak yang melakukan
korupsi itu membuat persediaan bahan pangan terus berkurang setiap bulannya
untuk keuntungan mereka sendiri, dan puncaknya adalah bulan lalu. Kami
bahkan tidak bisa bertahan lebih dari seminggu. Terlebih dengan jumlah bandit
yang terus meningkat, akhirnya desa kami mencapai titik terpuruknya.”
Putri Pakarena : “Apa?! Korupsi?! Itu hal yang tidak bisa dimaafkan!” (menggeram kesal)
Raja Kabasaran : (berbicara dalam hati)”Bahkan adanya korupsi pun tidak pernah kuketahui…
aku benar-benar raja yang lalai.”
Bosara : “Tapi, tenang saja! Aku memang tidak tahu dimana dia sekarang dan sedang apa,
namun Raja Kabasaran pasti akan segera mengatasi semuanya!”
(Raja Kabasaran dan Putri Pakarena menatap Bosara dengan kaget)
Raja Kabasaran : “Raja Kabasaran …?”
Bosara : (mengangguk dengan semangat) “Iya! Kalau kamu tidak tahu, beliau adalah raja
kami! Dialah yang membuat Kerajaan Minahasa mencapai puncak emasnya dan
membantu Desa Makassar menjadi desa yang makmur! Aku yakin dia tidak akan
membiarkan kondisi ini berlangsung lama!”
Putri Pakarena : (mengamati perubahan raut wajah Raja Kabasaran) “Kamu benar, Raja
Kabasaran yang agung tersebut pasti tidak akan membiarkan kondisi ini
berlangsung lama.”
Raja Kabasaran : (menunduk cukup lama) “Iya, akan kupastikan raja bodoh itu segera melakukan
sesuatu setelah ini.”
Bosara : (tidak terima) “Eh, jangan sebut raja kami bodoh! Kalau dia bodoh, tidak
mungkin bisa membuat wilayah kekuasaannya semakin besar!”
Raja Kabasaran : (tersenyum tulus dan mengusap rambut Bosara) “Terima kasih, Bosara. Kamu
benar-benar anak yang baik.”
Bosara : “Ah, bukan apa-apa. Lagipula aku hanya menyediakan pisang goreng, hehehe.”
(tertawa kecil).
Raja Kabasaran : (berbisik) “Putri Pakarena, ayo kita kembali. Ada banyak yang harus kulakukan
saat ini. Aku tidak bisa hanya bersantai-santai saja saat rakyatku menderita.”
(Raja Kabasaran berdiri dari duduknya dengan berapi-api, diikuti oleh senyuman Putri Pakarena
di sampingnya. Sementara Bosara menatap mereka dengan heran).
Putri Pakarena : “Baiklah, ayo kita selesaikan semua ini!” (ikut berdiri dengan semangat)
Epilog
Setelahnya, Raja Kabasaran dan Putri Pakarena kembali ke kerajaan. Dibantu dengan kecerdasan
Putri Pakarena, mereka berhasil mengatasi segala masalah kerajaan dengan cepat dalam kurun
waktu beberapa bulan. Dan dengan beberapa saran Penasihat Katrili, mereka berhasil menghukum
pihak-pihak yang melakukan korupsi. Selain itu, Raja Kabasaran juga membuka sistem pendidikan
gratis, dan Bosara merupakan salah satu anak yang mendapatkan beasiswa tersebut. Setahun
kemudian, Putri Pakarena menikah dengan Raja Kabasaran dan menjadi ratu baru Kerajaan
Minahasa. Pada akhirnya, Kerajaan Minahasa berhasil mendapatkan kembali kemakmurannya.
Pesan Moral
• Hidup seperti roda yang berputar. Ada kalanya di bawah, ada pula saatnya di atas. Begitu pula
dengan kondisi Kerajaan Minahasa. Meski pernah memasuki masa kejayaannya, namun
mereka juga dapat kehilangan kejayaan mereka hanya dalam sekejap. Maka dari itu, jangan
biarkan kekayaan maupun kesenangan membutakanmu, terlebih membuatmu menjadi sosok
yang malas. Rasa malas tersebut bukan hanya merugikanmu, namun juga bisa merugikan
orang lain.
• Jangan kehilangan sikap rendah hati dan dermawan meskipun kondisimu sedang tidak baik.
Seperti Bosara, meski keluarganya sendiri sedang jatuh dalam kemiskinan, namun dia tetap
membantu orang lain yang kesulitan. Pada akhirnya, dia mendapatkan balasan atas perbuatan
baiknya, dengan mendapatkan kesempatan untuk menempuh pendidikan secara gratis.

Anda mungkin juga menyukai