PENDAHULUAN
Berbagai upaya untuk meningkatkan pendidikan telah banyak dilakukan oleh
pemerintah, namun hasilnya belum dapat memuaskan. Hal ini mungkin terjadi
karena banyak faktor yang mendasarinya, baik pada faktor intern siswa maupun
ekstern siswa, atau juga mungkin pada kemapanan sumber daya manusia guru dan
kelengkapan sarana belajar mengajar yang terdapat dalam lembaga tersebut.
Bahkan ada beberapa pandangan kalangan yang cukup ekstrim yang mengatakan
bahwa pemerintah terlalu mengkebiri pada proses pencapaian tersebut dengan
menentukan standar yang seragam dalam mengukur keberhasilan suatu
pembelajaran dengan hanya mematok pada nilai ujian akhir nasional. Hingga kini,
pengajaran dengan pedoman ajar telah menggunakan beberapa kali pergantian
kurikulum, dari kurikulum 1974, 1984, 1994, dan 2004. Karena kurikulum yang
terakhir ini juga masih mendapat kritikan dengan dianggap belum mencapai
maksimal, pemerintah melakukan penyempurnaan kurikulum tersebut dengan
mengembangkan kurikulum 2006 dengan istilah Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan.
Berkaitan dengan pernyataan di atas, Hamied (2001) menyatakan bahwa dalam
revisi kurikulum banyak aspek yang perlu dipertimbangkan untuk meningkatkan
kualitas pendidikan, diantara guru sebagai pelaksana kurikulum yang berada di
garis depan. Kegagalan kurikulum 1984 dan 1994 ditenggarai berada pada tataran
implementasi karena kebanyakan guru kurang memahami pesan-pesan kurikulum
yang berlaku dan standar yang telah ditetapkan.
B.TINJAUAN PUSTAKA
1).Pengertian Kurikulum
Sehubungan dengan banyaknya definisi tentang kurikulum, dalam
implementasi kurikulum kiranya perlu melihat definisi kurikulum yang tercantum
dalam Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
pasal 1 ayat (19) yang berbunyi: kurikulum adalah seperangkat rencana dan
pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan
sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan
pendidikan tertentu. Lebih lanjut pada pasal 36 ayat (3) disebutkan bahwa
kurikulum disusun sesuai dengan jenjang dan jenis pendidikan dalam kerangka
Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan:
a. peningkatan iman dan takwa;
b. peningkatan akhlak mulia;
c. peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik;
d. keragaman potensi daerah dan lingkungan;
e. tuntutan pembangunan daerah dan nasional;
f. tuntutan dunia kerja;
g. perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;
h. agama;
i. dinamika perkembangan global; dan
j. persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan
Pasal ini jelas menunjukkan berbagai aspek pengembangan kepribadian
peserta didik yang menyeluruh dan pengembangan pembangunan masyarakat dan
bangsa, ilmu, kehidupan agama, ekonomi, budaya, seni, teknologi dan tantangan
kehidupan global. Artinya, kurikulum haruslah memperhatikan permasalahan ini
dengan serius dan menjawab permasalahan ini dengan menyesuaikan diri pada
kualitas manusia yang diharapkan dihasilkan pada setiap jenjang pendidikan.
2).SEJARAH KURIKULUM DI INDONESIA
Sejarah kurikulum pendidikan di Indonesia kerap berubah setiap ada pergantian
Menteri Pendidikan, sehingga mutu pendidikan Indonesia hingga kini belum
memenuhi standar mutu yang jelas dan mantap. Dalam perjalanan sejarah sejak
tahun 1945, kurikulum pendidikan nasional telah mengalami perubahan, yaitu
pada tahun 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994, 2004, dan 2006. Perubahan
tersebut merupakan konsekuensi logis dari terjadinya perubahan sistem politik,
sosial budaya, ekonomi, dan iptek dalam masyarakat berbangsa dan bernegara.
Sebab, kurikulum sebagai seperangkat rencana pendidikan perlu dikembangkan
secara dinamis sesuai dengan tuntutan dan perubahan yang terjadi di masyarakat.
Semua kurikulum nasional dirancang berdasarkan landasan yang sama, yaitu
Pancasila dan UUD 1945, perbedaannya pada penekanan pokok dari tujuan
pendidikan serta pendekatan dalam merealisasikannya.
bahasa
Belanda,
artinya
rencana
pelajaran,
lebih
pendidikan
ditetapkan
Pancasila.
yaitu MBO (management by objective) yang terkenal saat itu, kata Drs. Mudjito,
Ak, MSi, Direktur Pembinaan TK dan SD Depdiknas.
Metode, materi, dan tujuan pengajaran dirinci dalam Prosedur Pengembangan
Sistem Instruksional (PPSI). Zaman ini dikenal istilah satuan pelajaran, yaitu
rencana pelajaran setiap satuan bahasan. Setiap satuan pelajaran dirinci lagi:
petunjuk umum, tujuan instruksional khusus (TIK), materi pelajaran, alat
pelajaran, kegiatan belajar-mengajar, dan evaluasi. Kurikulum 1975 banyak
dikritik. Guru dibikin sibuk menulis rincian apa yang akan dicapai dari setiap
kegiatan pembelajaran.
5)Kurikulum 1984
Secara umum dasar perubahan kurikulum 1975 ke kurikulum 1984 di antaranya
adalah
sebagai
berikut.
1)Terdapat beberapa unsur dalam GBHN 1983 yang belum tertampung ke dalam
kurikulum
pendidikan
dasar
dan
menengah.
anak
didik
tingkat
atas
termasuk
Pendidikan
Luar
Sekolah.
lapangan
kerja.
Atas dasar perkembangan itu maka menjelang tahun 1983 antara kebutuhan atau
tuntutan masyarakat dan ilmu pengetahuan/teknologi terhadap pendidikan dalam
kurikulum 1975 dianggap tidak sesuai lagi, oleh karena itu diperlukan perubahan
kurikulum. Kurikulum 1984 tampil sebagai perbaikan atau revisi terhadap
kurikulum 1975.
Kurikulum ini banyak dipengaruhi oleh aliran psikologi Humanistik, yang
memandang anak didik sebagai individu yang dapat dan mau aktif mencari
sendiri, menjelajah dan meneliti lingkungannya. Oleh sebab itu kurikulum 1984
menggunakan pendekatan proses, disamping tetap menggunakan orientasi pada
tujuan.
Kurikulum 1984 mengusung process skill approach. Meski mengutamakan
pendekatan proses, tapi faktor tujuan tetap penting. Kurikulum ini juga sering
disebut Kurikulum 1975 yang disempurnakan. Posisi siswa ditempatkan sebagai
subjek belajar. Dari mengamati sesuatu, mengelompokkan, mendiskusikan,
hingga melaporkan. Model ini disebut Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau
Student Active Leaming (SAL).
Tokoh penting dibalik lahirnya Kurikulum 1984 adalah Profesor Dr. Conny R.
Semiawan, Kepala Pusat Kurikulum Depdiknas periode 1980-1986 yang juga
Rektor IKIP Jakarta sekarang Universitas Negeri Jakarta periode 19841992. Konsep CBSA yang elok secara teoritis dan bagus hasilnya di sekolahsekolah yang diujicobakan, mengalami banyak deviasi dan reduksi saat diterapkan
secara nasional. Sayangnya, banyak sekolah kurang mampu menafsirkan CBSA.
Yang terlihat adalah suasana gaduh di ruang kelas lantaran siswa berdiskusi, di
sana-sini ada tempelan gambar, dan yang menyolok guru tak lagi mengajar model
berceramah. Penolakan CBSA bermunculan.
Setelah berjalan selama lebih kurang sepuluh tahun, implementasi kurikulum
tahun 1984 terasa terlalu membebani guru dan murid mengingat jumlah materi
yang terlalu banyak jika dibandingkan dengan waktu yang tersedia.
6)Kurikulum 1994 dan Suplemen Kurikulum 1999
Kurikulum 1994 bergulir lebih pada upaya memadukan kurikulum-kurikulum
sebelumnya. Jiwanya ingin mengkombinasikan antara Kurikulum 1975 dan
Kurikulum 1984, antara pendekatan proses, kata Mudjito menjelaskan.
Sayang, perpaduan tujuan dan proses belum berhasil. Kritik bertebaran, lantaran
beban belajar siswa dinilai terlalu berat. Dari muatan nasional hingga lokal.
Materi muatan lokal disesuaikan dengan kebutuhan daerah masing-masing,
misalnya bahasa daerah kesenian, keterampilan daerah, dan lain-lain. Berbagai
kepentingan kelompok-kelompok masyarakat juga mendesakkan agar isu-isu
tertentu masuk dalam kurikulum. Walhasil, Kurikulum 1994 menjelma menjadi
kurikulum super padat. Kejatuhan rezim Soeharto pada 1998, diikuti kehadiran
Suplemen Kurikulum 1999. Tapi perubahannya lebih pada menambal sejumlah
materi.
Terdapat ciri-ciri yang menonjol dari pemberlakuan kurikulum 1994, di antaranya
sebagai
berikut:
1)Pembagian
tahapan
pelajaran
di
sekolah
dengan
sistem
caturwulan
kepada
materi
pelajaran/isi)
jawaban),
dan
penyelidikan.
konsep
menyelesaikan
dan
pengajaran
soal
dan
yang
menekankan
keterampilan
pemecahan
masalah.
6)Pengajaran dari hal yang konkrit ke hal yang abstrak, dari hal yang mudah ke
hal yang sulit, dan dari hal yang sederhana ke hal yang komplek.
7)Pengulangan-pengulangan materi yang dianggap sulit perlu dilakukan untuk
pemantapan
pemahaman
siswa.
(content
oriented),
di
antaranya
sebagai
berikut:
1)Beban belajar siswa terlalu berat karena banyaknya mata pelajaran dan
banyaknya
materi/substansi
setiap
mata
pelajaran
2)Materi pelajaran dianggap terlalu sukar karena kurang relevan dengan tingkat
perkembangan berpikir siswa, dan kurang bermakna karena kurang terkait dengan
aplikasi
kehidupan
sehari-hari.
1999.
Penyempurnaan
mempertimbangkan
prinsip
tersebut
dilakukan
penyempurnaan
dengan
kurikulum,
tetap
yaitu:
masyarakat.
serta
sarana
pendukungnya.
pelajaran
dan
kesesuaian
dengan
tingkat
perkembangan
siswa.
kurikulum
tidak
mempersulit
guru
dalam
mengajar,
dan
pemberdayaan
sumber
daya
pendidikan
dalam
pengembangan kurikulum sekolah. Kurikulum ini berorientasi pada: (1) hasil dan
dampak yang diharapkan muncul pada diri peserta didik melalui serangkaian
pengalaman belajar yang bermakna, dan (2) keberagaman yang dapat diwujudkan
sesuai dengan kebutuhannya.
mengeksplorasi
kemampuan/potensi
peserta
didik
secara
optimal,
dan
bangsanya.
Kurikulum
ini
dapat
memberikan
dasar-dasar
dan
penilaian
hasil
belajar
secara
nasional
serta
pedoman
sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik (3) Kurikulum
disusun sesuai dengan jenjang pendidikan dalam kerangka Negara Kesatuan
Republik Indonesia dan pada pasal 38 ayat 91) Kerangka dasar dan struktur
kurikulum pendidikan dasar dan menengah ditetapkan oleh pemerintah.
Perbandingan KBK dengan kurikulum 1994
Perbedaan mendasar antara Kurikulum 1994 dengan KBK seperti tertera
dalam buku Pengelolaan Kurikulum di Tingkat Sekolah (Anonim, Depdiknas
2003) terletak pada penguasaan kompetensi, yakni merupakan gabungan
pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang diwujudkan dalam
kebiasaan berpikir dan bertindak yang dilakukan secara konsisten. Sedangkan
kurikulum 1994 meskipun telah menggabungkan ketiga ranah tersebut, tetapi
ketiganya belum nampak dilakukan secara bersama-sama dan menjadi kebiasaan
berpikir dan bertindak, apalagi kebiasaan yang dilakukan secara konsisten. Jadi
perbedaan utama keduanya adalah penekanan pada kompetensi dan latihan
kompetensi yang dilakukan secara terus menerus, serta pembiasaan dalam
kehidupan sehari-hari.
Berikut ini beberapa persamaan dan perbedaan KBK dan kurikulum 1994
berdasarkan kajian pustaka dan pengalaman di lapangan:
Kurikulum Berbasis
Kurikulum 1994
Kompetensi (KBK)
PERSAMAAN
1. Pendidikan dasar 9 tahun
1. Pendidikan dasar 9 tahun
2. Penekanan pada
kemampuan Membaca,
Berhitung
untuk mencapai
mencapai kompetensi
kompetensi
4. Adanya muatan lokal
5. Alokasi waktu setiap jam
SMA/MA/SMK
SMA/MA/SMK
PERBEDAAN
1. Pemberdayaan sekolah dan1. Sentralistik
daerah
2. Memuat Standar
Kompetensi
kompetensi
3. Tidak ada kegiatan
3. Kegiatan pembiasaan
pembiasaan perilaku
(PBK)
kenyataannya masih
6. Pendekatan tematik di
didominasi penilaian
pilihan ganda
6. Pendekatan tematik di kelas
kelompok usia
7. Kesinambungan
pemeringkatan
TIK
disarankan
7. Tidak ada kesinambungan
pemeringkatan kompetensi
XII
sampai kelas XII
8. Diversifikasi: kurikulum 8. Tidak ada diversifikasi:
layanan khusus dan
standar internasional
9. Silabus disusun oleh
guru/sekolah/daerah untuk
mengembangkan
dan kemampuannya
Kurikulum 1994
Kompetensi (KBK)
10. Penilaian pada setiap
per aspek
nilai
pelajaran/minggu lebih
banyak
sedikit
8)KTSP 2006
Awal 2006 ujicoba KBK dihentikan. Muncullah Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan. Pelajaran KTSP masih tersendat. Tinjauan dari segi isi dan proses
pencapaian target kompetensi pelajaran oleh siswa hingga teknis evaluasi tidaklah
banyak perbedaan dengan Kurikulum 2004. Perbedaan yang paling menonjol
adalah guru lebih diberikan kebebasan untuk merencanakan pembelajaran sesuai
dengan lingkungan dan kondisi siswa serta kondisi sekolah berada. Hal ini
disebabkan karangka dasar (KD), standar kompetensi lulusan (SKL), standar
kompetensi dan kompetensi dasar (SKKD) setiap mata pelajaran untuk setiap
satuan pendidikan telah ditetapkan oleh Departemen Pendidikan Nasional. Jadi
pengambangan perangkat pembelajaran, seperti silabus dan sistem penilaian
merupakan kewenangan satuan pendidikan (sekolah) dibawah koordinasi dan
supervisi pemerintah Kabupaten/Kota.
KTSP ini merupakan bentuk implementasi dari UU No. 20 tahun 2003 tentang
sistem pendidikan nasional yang dijabarkan ke dalam sejumlah peraturan antara
kurikulum
2006
(KTSP)
tergantung
pada
situasi
diberlakukan. Kelebihan-kelebihan
1.
Mendorong
terwujudnya
dan
KTSP
otonomi
kondisi
pada
saat
ini
antara
sekolah
dalam
kurikulum
lain
pendidikan.
Tidak dapat dipungkiri bahwa salah satu bentuk kegagalan pelaksanaan kurikulum
dimasa lalu adalah adanya penyeragaman kurikulum diseluruh Indonesia, tidak
melihat situasi riil dilapangan, dan kurang menghargai potensi keunggulan lokal.
Untuk itulah kehadiran KTSP diharapkan dapat memberikan jawaban yang
konkrit terhadap mutu dunia pendidikan di Indonesia. Dengan semangat otonomi
itu, sekolah bersama dengan komite sekolah dapat secara bersama-sama
merumuskan kurikulum sesuai dengan kebutuhan situasi dan kondisi lingkungan.
2. Mendorong guru, kepala sekolah dan pihak manajemen untuk semakin
meningkatkan kreatifitasnya dalam penyelenggaraan program pendidikan.
Dengan berpijak pada panduan KTSP sekolah diberi kebebasan untuk merancang,
mengembangkan, dan mengimplementasikan kurikulum sekolah sesuai dengan
situasi, kondisi dan potensi keunggulan local yang bisa dimunculkan oleh sekolah.
3. KTSP sangat memungkinkan bagi tiap sekolah untuk mengembangkan mata
pelajaran tertentu bagi kebutuhan siswa.KTSP menitikberatkan pada mata
pelajaran tertentu yang dianggap paling membutuhkan siswanya. Sebagai contoh
sekolah yang berada dalam kawasan pariwisata dapat lebih menfokuskan pada
PEMBAHASAN
1)
Kurikulum 1984
Pada kurikulum ini lebih menekankan cara belajar siswa aktif (CBSA) dimana
siswa ditempatkan sebagai subjek belajar. Namun CBSA ini mendapat banyak
penolakan dikarenakan dengan sistem CBSA ini kelas menjadi gaduh karena
siswa yang berdiskusi. Kurikulum 1984 ini juga dianggap membenai guru dan
murid karena banyaknya materi yang ada. Dan hal tesebut tidak sebanding
dengan waktu yang tersedia.
2)
Kurikulum 1994
Pada kurikulum 1994 mulai digunakan sistem caturwulan disekolah untuk
membagi tahapan pelajaran. Ada beberapa masalah dalam pelaksanaan kurikulum
1994 diantaranya yaitu terdapat jumlah mata pelajaran yang banyak ditambah
dengan jumlah materi ditiap pelajaran yang banyak pula. Selain itu materi
pelajaran tersebut dianggap terlalu sulit dan kurang bermanfaat untuk kehidupan
sehari-hari karena tidak dapat diaplikasikan.
3)
4)
kurikulum sesuai dengan kondisi maupun situasi sekolah tersebut. Namun KTSP
yang dianggap sebagai kurikulum yang bersifat desentralisasi dalam kenyataannya
masih saja bersifat sentralisasi dengan tetap dilaksanakannya UAN yang bersifat
nasional sebagai standar kelulusan bagi tiap pelajar.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim.2003.Pelayanan Profesional Kurikulum 2004: Pengelolaan Kurikulum di
Tingkat Sekolah. Jakarta:Depdiknas.
Bagus,
Andi.
2008. Kurikulum
Pendidikan
di
Indonesia.
2006. Persoalan
Implementasi
Kurikulum
Berbasis