Anda di halaman 1dari 30

Teori Tumbukan Molekul

Teori tumbukan adalah teori diusulkan oleh Max Trautz dan William Lewis
pada tahun 1916 dan 1918, yang secara kualitatif menjelaskan bagaimana reaksi
kimia terjadi dan mengapa laju reaksi berbeda untuk reaksi yang berbeda. Teori yang
menjelaskan bagaimana reaksi kimia terjadi dan mengapa tingkat reaksi mengubah.
Untuk reaksi terjadi partikel reaktan harus bertabrakan. Hanya sebagian tertentu dari
total tabrakan menyebabkan perubahan kimia; ini disebut tabrakan sukses. Tabrakan
berhasil memiliki energi yang cukup (aktivasi energi) pada saat dampak untuk
memutus ikatan yang ada dan membentuk ikatan baru, menghasilkan produk-produk
dari reaksi. Peningkatan konsentrasi reaktan dan meningkatkan suhu membawa
tabrakan tentang lebih dan karena itu lebih tabrakan berhasil, meningkatkan laju
reaksi. Ketika katalis yang terlibat dalam tabrakan antara molekul reaktan, energi
yang diperlukan untuk perubahan kimia berlangsung, dan karenanya tabrakan lebih
memiliki energi yang cukup untuk reaksi terjadi. Oleh karena itu laju reaksi
meningkat. Teori tumbukan berkaitan erat dengan kinetika kimia.
Menurut teori tumbukan suatu reaksi terjadi sebagai akibat dari tumbukan
yang terjadi antara partikel-partikel zat yang bereaksi. Oleh karena itu, sebelum dua
atau lebih partikel saling bertumbukan maka reaksi tidak akan terjadi. Teori tumbukan
didasarkan atas teori kinetik molekul gas yang beranggapan bahwa molekul
senantiasa bergerak dan sebagai hasil gerakannya terjadi tumbukan diantara molekul
itu sendiri dan dengan wadahnya. Tidak semua tumbukan akan menghasilkan reaksi,
karena tumbukan yang terjadi harus mempunyai energi yang cukup untuk
memutuskan ikatan-ikatan pada zat yang bereaksi.

Teori Kinetika Gas


Teori kinetika gas mencoba menerangkan perilaku gas dengan cara teoritis
dalam istilah gambar gas yang dipostulatkan dan asumsi tertentu yang berhubungan
dengan perilakunya.
Teori kinetika gas, didasarkan pada tiga asumsi:
1. Gas terdiri dari molekul dengan massa m diameter d dengan gerakan acak yang
tiada hentinya.
2. Ukuran molekulnya dapat diabaikan (dalam pengertian bahwa diameternya jauh
lebih kecil dari pada jarak rata-rata yang ditempuh antara tumbukan).
3. Molekulnya tidak berantaraksi, selain bertumbukan secara elastik sempurna jika
pemisahan antara pusatnya sama dengan d.
Adapun postulat dasar teori kinetika gas:
1. Gas dipandang tersusun dari partikel diskret kecil yang disebut molekul. Untuk
satu gas, semua molekul dipandang memiliki massa dan ukuran yang sama tetapi
berbeda dari gas ke gas.
2. Molekul dalam wadah dipercaya selalu bergerak tanpa henti dimana selama itu
mereka bertumbukan satu sama lain dan dengan dinding wadah.
3. Tembakan bertubi-tubi pada dinding wadah oleh molekul menimbulkan fenomena
yang kita sebut tekanan; dengan kata lain, gaya yang diberikan pada dinding per
satuan luas adalah gaya rata-rata per satuan luas yang molekul berikan dalam
tumbukannya dengan dinding.

4. Disebabkan oleh tekanan gas dalam wadah tidak berubah dengan waktu pada suatu
tekanan dan suhu tertentu, tumbukan molekuler harus tidak melibatkan kerugian
energi karena friksi. Dengan kata lain, semua tumbukan molekul adalah elastis.
5. Suhu absolut merupakan besaran yang berbanding lurus dengan energi kinetika
rata-rata dari semua molekul dalam sistem.
6. Pada tekanan yang relatif rendah, jarak rata-rata antar molekul adalah besar
dibandingkan dengan diameter molekul, dan dari sini gaya tarik antar molekul,
yang tergantung pada jarak pisah molekul, dapat dipandang diabaikan.
7. Akhirnya, karena molekul adalah kecil dibandingkan dengan jarak antar mereka,
volumenya bisa dipandang dapat diabaikan dibandingkan dengan volume total gas.
Tumbukan elastik adalah tumbukan dengan energi kinetik translasi total
sepasang molekul, sebelum dan sesudah tumbukan: sama; tidak ada transfer energi
pada cara gerakan dalam. Asumsi bahwa molekul tidak berantaraksi, menunjukkan
tidak adanya energi potensial antaraksi di antara molekul itu. Jadi, energi total sampel
merupakan jumlah energi kinetik molekul.
Tekanan Gas
Andaikan satu molekul gas yang bermassa m, bergerak dalam sebuah kubus
dengan laju vx yang searah dengan sumbu x. Molekul ini akan menumbuk dinding
sebelah

kanan

dan

memantul

balik

denagn

laju vx. Besarnya perubahan

momentum pada dinding kanan untuk satu tumbukan = mvx ( mvx ) = 2 mvx.

Misalkan ukuran kubus itu dengan luas A. Bagi setiap tumbukan, molekul
akan bergerak sejauh vx.t dalam selang waktu t.
Andaikan dalam kubus itu ada N molekul gas dan jumlah molekul gas
persatuan volume dinyatakan dengan N v, maka jumlah molekul dalam wadah
(kubus tersebut) yang bergerak untuk mencapai dinding sebelah kanan adalah
Nv A. vx.t. Secara rata-rata, setengah dari jumlah molekul yang ada bergerak
kekiri

dan

setengahnya

lagi bergerak

tumbukan dalam interval waktu t adalah

ke kanan. Sehingga rata-rata jumlah

(N

A.vx.t ). Dengan demikian total

perubahan momentum yang diberikan dalam interval waktu tersebut adalah


P = (Nv A.vx.t ) x (2 mvx ) = Nv A. m vx.t
Menurut Hukum Newton II, gaya ialah perubahan momentum per satuan waktu

Tekanan adalah gaya persatuan luas, maka

Dimana Nv (rapatan jumlah partikel) = N / V


Andaikan dalam kubus itu ada N molekul dan tumbukan berlaku ke semua
arah dengan laju rata-rata vx , vy dan vz dengan demikian dalam persamaan di atas
kecepatan molekul bergerak dinyatakan dalam kecepatan rata-rata, maka

Karena gerakan molekul gas acak dan dalam segala arah (dalam ruang tiga
dimensi), maka diasumsikan bahwa kecepatan rata-rata kuadrat kearah sumbu x, y,
dan z sama besarnya.
Maka

v2x = v2y = v2z


jadi

dan

v2 = v2x + v2y + v2z

c2 = v2 = 3 v2x
v2x =

1
3

v2 atau v2x =

1
3

c2

karena v

= v2y = v2z

sehingga

maka persamaan tekanan menjadi

atau
Karena N = n x Navogadro
Maka

Karena

(dimana k adalah tetapan Boltzmann), persamaan dapat diubah

menjadi

Distribusi Maxwell-Boltzmann sebagai Distribusi Kecepatan Molekul


Sekarang perhatikan sistem gas bervolume V yang mengandung molekul
dalam jumlah besar, N. Setiap molekul bergerak dengan kecepatan masing-

masing. Kecepatan suatu molekul tidak selalu sama, bisa berubah setiap saat.
Perubahan terjadi akibat tumbukan dengan sesama molekul. Tumbukan yang
menyebabkan pertukaran energi kinetik antara molekul tersebut dengan molekul yang
lain.

Kecepatan awal suatu molekul dengan kecepatan awal molekul yang lain
di antara tumbukan-tumbukan dapat saja sama dan dapat juga berbeda. Dengan
demikian ada sebaran jumlah molekul mulai dari kecepatan nol hingga kecepatan
sangat besar. Sebaran tersebut digambarkan dengan suatu fungsi distribusi
kecepatan molekul (v) yang disebut fungsi distribusi Maxwell-Boltzmann.
Molekul - molekul gas yang bergerak acak akan mengalami agihan
(distribusi) sedemikian rupa, sehingga jika kita dapat menggambarkan fraksi
molekul-molekul yang memiliki kecepatan dari vx sampai dengan vx + dvx sebagai
berikut

Fungsi distribusi Maxwell-Boltzmann digunakan untuk

menghitung

kecepatan ratarata c (mean speed) molekul dalam gas. Perlu dipahami bahwa fraksi
molekul atau jumlah relatif molekul yang mempunyai kecepatan v sampai v+dv
ditulis sebagai (v)dv. Perkalian fraksi molekul dengan kecepatan ditulis v(v)dv.
Kecepatan rata-rata c diperoleh dengan mengevaluasi integralnya,

Bentuk persamaan ini merupakan bentuk kontinyu (fungsi kontinyu) dari


perhitungan ratarata diskrit.

Karena nilai N1/N dan N2/N sangat kecil, maka bentuk diskrit tersebut perlu diubah ke
dalam bentuk kontuinyu:

dimana

Kecepatan partikel

gas

dapat dibagi

sehingga

ke dalam komponen-komponen

kecepatan yang tidak bergantung satu terhadap lainnya, sehingga probabilitas F(v x,
vy, vz ) dvx dvy dvz molekul akan mempunyai komponen-komponen kecepatan dalam
daerah vx sampai (vx + dvx), vy sampai (vy + dvy) dan vz sampai (vz + dvz), serta
probabilitas tersebut merupakan hasil perkalian probabilitas masing-masing
komponennya (pada setiap sumbu x, y, dan z).

Probabilitas F(vx, vy, vz ) hanya bergantung pada kecepatan kuadrat v2.


2

Dimana v

= v2x + v2y + v2z , tidak bergantung pada arah kecepatan masing-

masing. Sehingga F bisa dituliskan seperti fungsi F (v2x , v2y , v2z)

Persamaan ini menunjukkan bahwa probabilitas untuk mendapat molekulmolekul gas yang memiliki kecepatan dari v sampai dengan (v+dv) merupakan
fungsi differensial orde dua. Oleh sebab itu, perlu diupayakan fungsi-fungsi
yang

memenuhi

persamaan

tersebut. Dalam

hal

ini,

fungsi

eksponensial

merupakan fungsi yang cocok untuk persamaan tersebut. Dengan demikian, kita

dapat

memasukkan

fungsi

eksponensial

untuk

f(v)

dengan menggunakan

beberapa konstanta untuk mengkonversikan perubahan dari fungsi f(v) ke dalam


fungsi eksponensial.

Dimana

Maka persamaannya menjadi

Karena

maka jika kita hanya mengambil

fungsi dari molekul-molekul gas yang bergerak pada sumbu x saja, maka

Dimana nilai dari

Jadi pada sumbu x, y, dan z kita dapatkan fraksi molekul-molekul yang bergerak
dengan kecepatan vx sampai (vx + dvx), vy sampai (vy + dvy) dan vz sampai (vz + dvz),
yaitu

Dengan mensubstitusikan persamaan diatas ke dalam persamaan berikut ini maka


didapatkan persamaan,

Semua unsur dalam dvx, dvy, dvz pada titik vx ,vy ,vz merupakan perubahan volume
bola dengan jari-jari v sampai (v + dv). Perubahan volume ini adalah 4v2 dv. Oleh
karena itu dvx dvy dvz = 4v2 dv , sehingga persamaan menjadi

Persamaan ini dapat disubtitusike persamaan berikut

Berdasarkan pembahasan di atas, kita dapatkan dua macam kecepatan dari


molekul-molekul gas yang bergerak acak dan bebas, yaitu kecepatan alur

kuadrat rata-rata (crms) dan kecepatan rata-rata

. Namun masih ada satu lagi

kecepatan yang paling boleh jadi (c* ). Sedangkan dari kecepatan rata-rata dapat
diturunkan menjadi kecepatan relatif (crelative). Dengan demikian, ada empat macam
kecepatan yang dinyatakan untuk menentukan posisi molekul yang bergerak acak dan
bebas, yaitu:

a. Kecepatan alur kuadrat rata-rata (c rms), yaitu kecepatan akar pangkat dua
rata-rata (v2).

b. Kecepatan rata-rata ( c ), yaitu dengan merata-ratakan semua kecepatan


molekul yang bergerak dalam bidang tiga dimensi

c. Kecepatan relatif, Kecepatan rata-rata relatif yang merupakan kecepatan


rata-rata molekul mendekati molekul lain dapat pula dihitung dari fungsi
distribusi Maxwell-Boltzmann.

d. Kecepatan yang paling mungkin atau kecepatan paling boleh jadi (c*),
yaitu kecepatan molekul gas pada saat frekwensinya terbesar dan ditentukan
berdasarkan distribusi Maxwell-Boltzmann yang mencapai harga maksimum.

Jika v digantikan oleh c, maka persamaannya menjadi

Kecepatan yang paling mungkin (c*) ditentukan berdasarkan turunan pertama

dari persamaan tersebut yang berharga nol, atau


Sehingga didapatkan persamaan

dan diperoleh:

Frekwensi Tumbukan Antarmolekul


Tumbukan molekul tunggal dan tumbukan antar molekul sejenis (identik).
Teori

kinetika

gas

memungkinkan

kita

memperkirakan

frekwensi

tumbukan antar molekul dan jarak rata-rata yang ditempuh oleh molekul untuk
mencapai tumbukannya. Pendekatan paling sederhana untuk memcahkan masalah ini
adalah dengan mengganggap semua atom diam kecuali satu yang bergerak
sepanjang tabung. Jika atom bergerak dengan kecepatan rata-rata relatif terhadap
molekul lain
crel selama selang waktu t, di dalam tabung akan terjadi tumbukan dengan luas
= .d2 , menempuh jarak (sepanjang tabung) = c rel . t, dan volume tabung =
crel . t, (dimana = tampang lintang tumbukan). (Atkin, 2006, dan Oxtoby,
2008).

Jumlah molekul yang ada dalam silinder dengan volume tersebut adalah crel
. t. Nv . Dimana Nv adalah jumlah molekul persatuan volum, dan jumlah tumbukan

dalam waktu t sama dengan jumlah molekul dalam silinder (yaitu crel . t. Nv).
Dengan demikian, jumlah tumbukan persatuan waktu atau frekwensi tumbukannya
yaitu crel .Nv , dimana = .d2 dan

, sehingga frekwensi tumbukan

untuk atom/molekul tunggal (ZA) dapat dihitung dengan persamaan:

Jika yang dihitung adalah total tumbukan untuk dua buah molekul, maka
persamaan diatas harus diubah dengan mengalikan persamaan tersebut dengan
N (faktor berasal dari tumbukan A dengan A, atau A dengan A, dihitung sebagai
satu kali tumbukan). Jadi jumlah tumbukan persatuan volum persatuan waktu untuk
tumbukan antar molekul sejenis adalah

Dimana

Tumbukan antar molekuk tak sejenis (tidak identik)


Selanjutnya tumbukan yang ditinjau adalah tumbukan antar molekul tak
sejenis (berbeda), maka perumusannya perlu dimodifikasi. Tumbukan terjadi bila dua
molekul saling mendekat dalam jarak d. Jarak sebesar ini disebut sebagai

diameter tumbukan. Harga diameter tumbukan tersebut bagi molekul-molekul


model bola keras yang sejenis sama dengan diameter molekul bola keras tersebut.
Untuk molekul model bola keras A dan B yang tak sejenis, maka massa
molekulnya merupakan massa molekul terreduksi , dan diameter tumbukannya
adalah rata-rata dari diameter kedua molekul yang bertumbukan.

Jumlah tumbukan satu molekul A dengan molekul B adalah

Atau

Jalan bebas rata-rata

Diantara tumbukan-tumbukan yang beruntun, sebuah molekul dalam suatu gas akan
bergerak dengan laju yang konstan sepanjang sebuah garis lurus. Jarak rata-rata
diantara tumbukan-tumbukan yang beruntun seperti itu dinamakan jalan bebas ratarata (mean free path = ). Jika molekul bergerak dengan kecepatan c dan
bertumbukan dengan molekul-molekul lain secara beruntun dengan frekwensi Z,
waktu untuk mencapai tumbukan yang satu dengan lainnya adalah 1/Z dan jarak
antar tumbukan dinyatakan dengan c /Z (dimana Z adalah frekwensi tumbukan
molekul tunggal), sehingga jalan bebas rata-ratanya adalah

Dimana

atau
Sehingga diperoleh persamaan

Teori Tumbukan dan Pengaruh Suhu Terhadap Laju Reaksi


Sebagaimana di bahas dalam teori kinetika gas bahwa kecepatan tumbukan
untuk atom atau molekul tunggal dinyatakan oleh persamaan

Untuk kecepatan tumbukan antara molekul satu dengan molekul lain yang sama
jenisnya dinyatakan dalam persamaan

Sedangkan untuk tumbukan antar molekul yang tak sejenis, misalnya tumbukan
antara molekul A dengan molekul B, telah dinyatakan ke dalam persamaan

Kita tinjau sekarang reaksi bimolekuler untuk membahas teori tumbukan dan
pengaruh suhu terhadap laju reaksi. Menurut teori tumbukan bimolekuler ini,
laju reaksi adalah hasil kali dari frekwensi tumbukan dan fraksi tumbuksn yang
memiliki cukup energi. Untuk tumbukan antar molekul sejenis, kita hubungkan
persamaan di atas dengan tetapan laju reaksi orde dua, untuk reaksi (Oxtoby, 2008):

Setiap

tumbukan

yang

efektif

dari sepasang molekul A tersebut

menghasilkan penurunan jumlah molekul A dalam campuran reaksi sebanyak dua


kali, Jadi, laju perubahan jumlah molekul A persatuan volume adalah

Karena harga tetapan laju reaksi (kr) melibatkan jumlah mol A per volume, yaitu
[A], bukan jumlah molekul A, maka keduanya (jumlah molekul A dan [A])
dihubungkan oleh :

Dengan mengambil definisi laju reaksi untuk reaksi orde dua di atas

Sedangkan hukum laju untuk kedua reaksi tersebut adalah


Untuk reaksi ; 2A produk, hukum lajunya:

Jika kedua persamaan laju reaksi disederhanakan dan didapatkan nilai kr yaitu

Selanjutnya untuk reaksi orde dua dengan dua reaktan yang berbeda, maka
jumlah tumbukan antara molekul A dan molekul B, dihitung dengan persamaan di
atas. Dengan cara yang sama untuk reaksi

Diperoleh:

Sedangkan hukum laju untuk kedua reaksi tersebut adalah


Untuk reaksi ; A + B produk, hukum lajunya:

Jika kedua persamaan laju reaksi disederhanakan dan didapatkan nilai kr yaitu

Seberapa jauh teori tumbukan bimolekuler sederhana ini sesuai dengan hasil
eksperimen?

Namun, yang pasti

bahwa

harga

tetapan

laju

reaksi

sangat

dipengaruhi oleh suhu reaksi, yang berarti bahwa bila suhu semakin besar,
maka harga tetapan laju juga semakin besar akibatnya laju reaksi makin cepat.
Dengan mencocokkan data laju reaksi elementer fasa gas dalam bentuk
persamaan Arrhenius, energi aktivasi dan faktor preeksponensial A dapat
diperoleh dan hasilnya kemudian dibandingkan dengan teori, bila diameter
molekulnya

diketahui.

Hubungan

persamaan kr dari persamaan diatas dengan

persamaan Arrhenius akan menghasilkan harga faktor A.


Jika

dihubungkan dengan
Didapatkan harga faktor A yang masih berhubungan dengan suhu

Meskipun faktor A masih mengandung fungsi T, tetapi jika range perubahan


suhu tidak lebar, maka perubahan harga A tidak signifikan, sehingga dapat diabaikan.
Dengan demikian, pada range perubahan suhu yang sempit, harga A dianggap
konstan, sehingga persamaan Arrhenius tetap berlaku.
Teori tumbukan didasarkan atas teori kinetik gas yang mengamati tentang
bagaimana suatu reaksi kimia dapat terjadi. Menurut teori tersebut kecepatan reaksi
antara dua jenis molekul A dan B sama dengan jumlah tumbukan yang terjadi per
satuan waktu antara kedua jenis molekul tersebut. Jumlah tumbukan yang terjadi per
satuan waktu sebanding dengan konsentrasi A dan konsentrasi B. Jadi makin besar
konsentrasi A dan konsentrasi B akan semakin besar pula jumlah tumbukan yang
terjadi.
Kelemahan teori tumbukan:
1. Tidak semua tumbukan menghasilkan reaksi sebab ada energi tertentu yang harus
dilewati (disebut energi aktivasi = energi pengaktifan) untuk dapat menghasilkan
reaksi. Reaksi hanya akan terjadi bila energi tumbukannya lebih besar atau sama
dengan energi pengaktifan (Ea).
2. Molekul yang lebih rumit struktur ruangnya menghasilkan tumbukan yang tidak
sama jumlahnya dibandingkan dengan molekul yang sederhana struktur ruangnya.

Efektifitas Tumbukan
Tumbukan yang menghasilkan reaksi kita sebut tumbukan efektif. Molekul
pereaksi dalam wadahnya selalu bergerak kesegala arah, dan berkemungkinan besar

bertumbukan satu sama lain, baik dengan molekul yang sama maupun berbeda.
Tumbukan itu dapat memutuskan ikatan dalam molekul pereaksi dan kemudian
membentuk ikatan baru yang menghasilkan molekul hasil reaksi. Tumbukan yang
menghasilkan reaksi disebut tumbukan efektif dan tumbukan yang tidak menghasilkan
reaksi disebut tumbukan tidak efektif. Sebelum tumbukan terjadi, partikel-partikel
memerlukan suatu energi minimal yang dikenal dengan energi pengaktifan atau
energi aktivasi (Ea).
Sebagai contoh, reaksi antara atom kalium (KCl) dan metil iodide (CH 3I) dengan
reaksi berikut:
KCl + CH3I KI + CH3Cl. Maka, tumbukan yang efektif akan terjadi bila kedaaan
molekul sedemikian rupa sehingga antara atom-atom yang berukuran sama saling
bertabrakan.
Supaya terjadi banyak tumbukan, maka terjadi penambahan molekul pereaksi.
Karena dengan bertambahnya molekul pereaksi, dimungkinkan banyak tumbukan
efektif yang terjadi untuk menghasilkan molekul hasil reaksi.
Bila kaca dilempar dengan batu tetapi tidak pecah, berarti energi kinetik batu
tidak cukup untuk memecahkan kaca. Demikian pula, bila telah terjadi tabrakan
molekul pereaksi, walaupun sudah bertabrakan langsung dengan posisi yang efektif,
tetapi ternyata energi kurang tidak akan menimbulkan reaksi. Energi minimum yang
harus dimiliki oleh partikel pereaksi sehingga menghasilkan tumbukan efektif disebut
energi pengaktifan (Ea = energi aktivasi).
Korelasi jumlah tumbukan dengan mekanisme reaksi

Reaksi yang hanya melibatkan satu partikel mekanismenya sederhana dan kita
tidak perlu memikirkan tentang orientasi dari tumbukan. Reaksi yang melibatkan
tumbukan antara dua atau lebih partikel akan membuat mekanisme reaksi menjadi
lebih rumit.
1. Reaksi yang melibatkan tumbukan antara dua partikel
Sudah merupakan suatu yang tak pelak lagi jika keadaan yang melibatkan dua
partikel dapat bereaksi jika mereka melakukan kontak satu dengan yang lain. Mereka
pertama harus bertumbukan, dan lalu memungkinkan terjadinya reaksi.
Kenapa memungkinkan terjadinya reaksi? Kedua partikel tersebut harus
bertumbukan dengan mekanisme yang tepat, dan mereka harus bertumbukan dengan
energi yang cukup untuk memutuskan ikatan-ikatan.
2. Orientasi dari tumbukan
Pertimbangkan suatu reaksi sederhana yang melibatkan tumbukan antara dua
molekul etena CH2=CH2 dan hidrogen klor, HCl sebagai contoh. Keduanya bereaksi
untuk menghasilkan kloroetan.

Sebagai hasil dari tumbukan antara dua molekul, ikatan rangkap diantara dua karbon
berubah menjadi ikatan tunggal. Satu hidrogen atom berikatan dengan satu karbon
dan atom klor berikatan dengan satu karbon lainnya.
Reaksi hanya dapat terjadi bila hidrogen yang merupakan ujung dari ikatan HCl mendekati ikatan rangkap karbon-karbon. Tumbukan selain daripada itu tidak
bekerja dikarenakan kedua molekul tersebut akan saling bertolak.

Tumbukan-tumbukan(collisions) yang ditunjukkan di diagram, hanya tumbukan 1


yang memungkinkan terjadinya reaksi.
Mungkin Anda bertanya-tanya mengapa tumbukan 2 tidak bekerja dengan
baik. Ikatan rangkap dikelilingi oleh konsentrasi negatifitas yang tinggi sebagai akibat
elektron-elektron yang berada di ikatan tersebut. Pendekatan atom klor yang memiliki
negatifitas lebih tinggi ke ikatan rangkap menyebabkan tolakan karena kedua-duanya
memiliki negatifitas yang tinggi.
Di dalam tumbukan yang melibatkan partikel-partikel yang tidak simetris,
Anda dapat menduga mekanisme melalui bagaimana cara mereka bertumbukan untuk
menentukan dapat atau tidaknya suatu reaksi terjadi.

Teori Keadaan Transisi

Teori tumbukan yang telah dibahas dalam kegiatan belajar terdahulu dapat
digunakan untuk menghitung tetapan laju reaksi secara teoritis, namun teori ini
mempunyai kelemahan terutama untuk molekul yang lebih kompleks, karena hasil
perhitungan teoritis menyimpang dari hasil pengamatan. Oleh sebab itu
dikembangkan teori baru yaitu teori kompleks teraktivasi untuk memodifikasi
kekurangan teori tumbukan tersebut.
Suatu teori dapat digunakan pada suatu sistem, bila sistem tersebut memenuhi
anggapan dasar yang diambil pada waktu teori tersebut dirumuskan. Anggapan yang
paling mendasar dari teori ini adalah bahwa dalam suatu reaksi sebelum pereaksi
berubah menjadi produk pereaksi akan melalui tahap suatu keadaan transisi dimana
keadaan transisi ini bukan merupkan hasil antara. Keadaan transisi ini dicapai setelah
pereaksi memiliki sejumlah energi tertentu yang disebut sebagai energi aktivasi.
Pada keadaan transisi, pereaksi akan berada sebagai kompleks teraktivasi,
yang kemudian akan berubah menjadi produk. Perubahan pereaksi menjadi produk
hanya tergantung pada dapat tidaknya pereaksi mencapai keadaan transisi. Jadi dapat
dikatakan bahwa keadaan transisi tergantung pada keberhasilan pereaksi melampaui
energi penghalang reaksi yang besarnya sama dengan besar energi aktivasi.

Reaksi antara reaktan A dan reaktan B akan memiliki energy potensial yang
harus di penuhi agar reakan A dan reaktan B dapat bertumbukan dan mengalami
reaksi kimia.

Pada kurva sumbu horizontal menggambarkan jalanya peristiwa reaksi


individual (tumbukan biomolekul dalam reaksi gas) ini merupakan yang di sebut
dengan koordinat reaksi. Pada mulanya hanya terdapat reaktan A dan B. Saat
peristiwa reaksi di mulai terjadilah tumbukan antara A dan B. Bersentuhan
mengalami distorsi molekul dan mempertukarkan electron atau atom. Energi
potensial pun naik mendekati nilai maksimum dalam reaksi tersebut. Sampai
pada titik maksimum dari naik naiknya energy potensial tersebut merupakan
klimaks dari reaksi. Karena kedua molekul reaktan telah mencapai suatau derajat
kedeketan dan distorsi yang apabila di lanjutkan lagi terbentuk produk hasil reakasi.
Keadaan kritis inilah yang di sebut dengan

keadaan transisi.

Untuk

memahami lebih lanjut tentang keadaan transisi dari suatu reaksi maka dapat di
ilustrasika sebagai berikut ini:

Pada reaksi di atas terjadi pemutusan ikatan A-A dan B-B dan
pembentukan

ikatan baru pada A-B dengan penggambaran reaksi dan keadaan

transisi sebagai berikut.

Persamaan Eyring
teori keadaan transisi menggambarkan keadaan reaksi antara reaktan A dan B
menghasilkan formasi kompleks teraktivasi C

Dengan menyatakan PA = RT [A], PB = RT [B], dan PC = RT [C*], didapatkan persamaan

Kompleks teraktivasi akan menjadi produk P dengan konstanta laju reaksi k

Sehingga menjadi

Dimana k adalah konstanta laju unimolekuler dan K adalah konstanta kesetimbangan


Laju pengurangan kompleks teraktivasi

Konsentrasi Kompleks teraktivasi

Dimana

Fungsi partisi untuk vibrasi yaitu

Sehingga dapat dituliskan

q adalah fungsi partisi untuk semua vibrasi lain dalam kompleks itu. Maka koefisien

K adalah

Konstanta Laju

Dengan harga k dan K sudaah diketahui dapat disubtitusikan ke persamaan

Tumbukan Partikel Tak Berstruktur


Dua partikel fasa gas tak berstruktur A dan B yang bertumbukan
menghasilkan kompleks teraktifkan menyerupai molekul diatom, karena reaktan itu
merupakan atom tak berstruktur, maka satu-satunya kontribusi pada fungsi
partisinya adalah keadaan translasi.

Kompleks teraktifkan merupakan kumpulan diatom dengan masaa mc = ma + mb dan


momen inersia I. Kompleks mempunyai cara vibrasi, tetapi sesuai dengan gerakan
sepanjang garis koordinat reaksi sehingga tidak muncul dalam qc . Fungsi molar
kompleks teraktifkan itu

Anda mungkin juga menyukai