6-NHL-21020-N1J1
DI
PROJEK
KALTIM 5
Dosen Pembimbing I
MUHAMMAD SHAH, ST., MT.
NIP. 1959 0916 1988 0310 03
Dosen Pembimbing II
SUDIYONO, ST., MT
NIP. 1969 1004 1997 0210 01
PUPUK
LEMBAR PENGESAHAN
PROPOSAL TUGAS AKHIR
2.
3.
4.
5.
6.
7.
b. Bidang Ilmu
c. Katagori Tugas Akhir
Pelaksana Tugas Akhir
a. Nama Lengkap
b. NRP
c. Jurusan/Program Studi
d. Universitas/Institut/Politeknik
e. Alamat Rumah
f. No. Telepon
g. Alamat Email
Dosen Pembimbing
a. Dosen pembimbing 1
b. Dosen Pembimbing 2
Lokasi Penelitian
Lama Penelitian
Biaya yang diperlukan
Sumber Dana
Mengetahui,
Dosen Pembimbing 1
Dosen Pembimbing 2
Sudiyono, ST., MT
Menyetujui,
Ketua Jurusan
ii
DAFTAR ISI
Lembar Pengesahan i
Daftar isi
ii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ........................................................................................
2.2
2.3
2.4
7.
2.5
2.6
2.7
2.8
Tracer material
10
2.9
13
13
14
15
16
21
21
23
24.
25
26
28
31
35
36
40
40
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
PUPUK KALTIM 5 (PKT-5) adalah suatu projek petrochemical plant yang
memproduksi bahan kimia berupa urea dan ammonia. pada plant PKT-5 terdapat
dua area yang berbeda yakni urea plant area dan ammonia plant area. plant PKT-5
tidak akan terlepas dari desain sistem perpipaan. Sistem perpipaan berfungsi sebagai
media penyalur fluida dari equipment ke equipment lain. proses penyaluran fluida
yang terjadi antar equipment di mungkinkan terjadinya perubahan pada fluida yang
mengalir akibat pengaruh dari lingkungan.
Salah satu perubahan yang sering terjadi akibat pengaruh lingkungan pada
fluida yang mengalir yakni perubahan temperature, yang dapat mengakibatkan
perubahan fase fluida, nilai viskositas fluida, dan terjadinya kondensasi pada fluida
gas yang dapat mengganggu sistem proses yang terjadi pada plant tersebut. Untuk
mengatasi masalah tersebut dapat dilakukan metode heat tracing sebagai metode
untuk menjaga temperature pada pipa yang dianggap memerlukan penjagaan
temperature secara khusus. Metode heat tracing sendiri memiliki beberapa jenis
yakni steam tracing, electric tracing, dan thermal fluid tracing. Untuk
pengaplikasian di projek PKT-5 menggunakan metode steam tracing yang memiliki
kelebihan dari segi ekonomis dan teknis.
steam tracing merupakan salah satu metode heat tracing yang memanfaatkan
steam sebagai media penghantar panas. Metode ini selalu menjadi pilihan utama
dalam pengaplikasian metode heat tracing pada suatu petrochemical plan.
Dikarenakan pada sebuah petrochemical plan terdapat sistem pembangkit uap yang
dinamakan utilities system yang dapat dimanfaatkan sebagai suplai steam untuk
kebutuhan dari steam tracing. metode ini memiliki availabity sistem yang baik,
sehingga steam tracing memiliki kelebihan dari segi ekonomis maupun teknis
dibandingkan dengan metode heat tracing lainnya pada plan PKT-5.
Pada projek PKT-5 di urea area plant terdapat banyak pipa yang perlu untuk
dijaga temperature-nya menggunakan metode steam tracing, agar temperature
fluida memenuhi sistem proses yang di butuhkan pada plant tersebut. Line number
pipa yang dianalisa pada tugas akhir ini adalah line number 6-NHL-21020-N1J1.
Pada line number ini menghubungkan equipment 6 NHL 21020 dengan equipment
EE101. Dengan demikian dapat dilakukan desain steam tracing yang sesuai dengan
kebutuhan yang diperlukan untuk menjaga temperature line pipa tersebut. Desain
analisa steam tracing yang dilakukan meliputi jumlah tracer yang diperlukan,
menghitung berapa heat loss yang terjadi pada jalur tracer dari supply manifold
menuju pipa yang akan di tracing, dan menghitung berapa jumlah kalor yang
berpindah dari tracer menuju pipa. tugas akhir ini menitik beratkan pada desain
analisa perpindahan kalor yang terjadi pada line pipa line number 6-NHL-21020N1J1.
1.2
Perumusan Masalah
Dalam menganalisa perpindahan kalor pada sistem perpipaan yang dilakukan
perlakuan steam tracing, maka beberapa permasalahan yang harus diselesaikan
khususnya terkait dengan pemenuhan ASME B 31.3 2010 adalah sebagai berikut:
1.
Bagaimana desain routing pipa dari tracer supply manifold menuju pipa proses
yang akan di tracing pada line number 6-NHL-21020-N1J1?
2.
Berapa heat loss yang timbul akibat routing pipa dari tracer manifold menuju
pipa proses yang akan di tracing pada line number 6-NHL-21020-N1J1?
3.
Berapa nilai efisiensi perpindahan panas yang terjadi pada pipa apabila metode
steam tracing yang dipakai menggunakan jenis bare tracing pada line number 6NHL-21020-N1J1?
4.
Berapa nilai effisiensi perpindahan panas yang terjadi pada pipa apabila metode
steam tracing yang dipakai menggunakan jenis conduction tracing pada line
number 6-NHL-21020-N1J1?
5.
1.3
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini antara lain:
1.
Menentukan desain routing pipa dari tracer manifold menuju pipa yang akan di
tracing.
2
2.
Menentukan nilai heat loss yang timbul akibat routing pipa dari tracer manifold
menuju pipa yang akan di tracing.
3.
Menentukan nilai effisiensi perpindahan panas yang terjadi pada pipa apabila
metode steam tracing yang dipakai menggunakan jenis bare tracing
4.
Menentukan nilai effisiensi perpindahan panas yang terjadi pada pipa apabila
metode steam tracing yang dipakai menggunakan jenis conduction tracing
5.
Menentukan jumlah dan posisi penyangga yang optimal pada critical line yang
dianalisa.
1.4
Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.
2.
Dapat dijadikan acuan untuk perhitungan pada sistem perpipaan yang memiliki
keidentikan.
3.
Dari pengerjaan tugas akhir ini akan dihasilkan jurnal tugas akhir yang
berjudul analisa perpindahan panas pada pengaplikasian metode steam tracing.
1.5
Batasan Penelitian
Batasan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:
1. Code yang digunakan adalah ASME B31.3 process pipingedisi 2008
2. Sistem perpipaan yang akan dianalisa adalah sistem perpipaan unit urea pada
line number 6-NHL-21020-N1J1,
(PKT-5).
3. Instalasi steam tracing yang digunakan pada penelitian ini adalah bare tracing
dan conduction tracing.
4. Analisa perpindahan panas pada steam tracing ini, hanya menggunakan satu pipa
tracer.
5. Material pipa yang akan di tracing adalah jenis stainless steel 316L.
6. Material pipa tracer yang digunakan adalah jenis cooper.
7. tegangan yang terjadi akibat instalasi steam tracing diabaikan.
8. Analisa perhitungan biaya instalasi bare tracing dan conduction racing pada
penelitian di projek PKT-5 ini, tidak meperhitungkan segi constructability antara
lain:
3
a. Welding process
b. Alat berat
c. Traffic (transport)
d. Schedule construcbility
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
2.2
menentukan
temperature
desain,
setidaknya
harus
minimum
temperature
adalah
temperature
terendah
yang
desain khusus dan kualifikasi material yang dibutuhkan. (ASME B31.3 para
301.3.1)
2.3
steam tracing selalu menjadi pilihan yang paling mudah untuk diterapkan pada
sistem heat tracing, dikarenakan sistem pendistribusian steam
dan sistem
pengembali saling terhubung dengan sistem energy dari plant tersebut. Sehingga
dapat memudahkan dalam hal instalasi dan sumber panas (steam) yang digunakan
dalam sistem steam tracing.
2.4
Instrument yang digunakan untuk mengontrol gas proses atau aliran fluida yang
memiliki titik tuang 32F (0C) dan diatasnya. Aliran ini mungkin mengandung
heavy residual, pitch atau proses kimia seperti phenol yang dapat memadat pada
suhu lingkuangan lebih dari 32F (0C). isntalasi seperti ini harus dipanasi
j.
2.6
b. Steam tracing digunakan terutama untuk menjaga temperature pada pipa dan
equipment dengan cara menentukan heat loss yang terjadi pada pipa dan
equipments lalu mengganti heat loss yang hilang tersebut dengan panas dari
steam tracer. Pada penentuan desain sistem dari steam tracing ada 6 faktor yang
dapat memperngaruhi:
1. Nominal pipe size
2. Temperature pipa yang diminta
3. low ambient temperature
4. Tracer type, size and number
5. Steam inlet temperature
6. Insulation type and thikckness
2.7
Tracer material
Material tracer yang digunakan pada sistem steam tracing diharuskan memiliki
fleksibelitas yang tinggi sehingga dimungkinkan untuk digunakan dalam instalasi
yang memiliki sudut-sudut yang rumit seperti instalasi steam tracing pada valve,
pompa, elbow, strainer dan equipment lain. sehingga instalasi sistem steam tracing
dapat lebih optimal bila digunakan pada equipment yang memiliki geometri yang
rumit karena material tracer dapat mengikuti alur dari equipment yang akan di
tracing. Dan juga material tracer harus memiliki sifat tahan bocor ketika
menyalurkan media pemanas.
10
Direkomendasikan material tracing yang digunakan berupa tube dari pada berupa
pipa, dikarenakan thermal expansion yang terjadi pada tube lebih mudah terjadi dan
tracer dapat lebih dekat lebih dekat dengan permukaan pipa yang dipanasi atau
equipment sehingga dapat terjadi perpindahan panas yang lebih tinggi dari tracer
menuju pipa.
Pemilihan material tracer harus memenuhi kebutuhan panas dan instalasi yang
dibutuhkan. persyaratan pemilihan material tracer ditentukan oleh material pipa
proses, temperature pipa proses dan tracer, tekanan media pemanas dan lingkungan.
Dan material tracer harus terbuat dari bahan logam. Beberapa material yang
direkomendasikan sebagai material tracer:
a. Copper tubing ASTM Standards B68 and B75.
11
12
2.9
media
insulasi tambahan,
sehingga
panas
dapat berfungsi
yang terbuang
3
4
5
6
7
8
14
besi yang dipanaskan ke ujung lain yang tidak dipanaskan (TCold). Itulah contoh
sederhana proses berlangsungnya perpindahan panas.
Nilai perpindahan panas ini dinamakan laju perpindahan panas dan dirumuskan
sebagai panas yang mengalir persatuan waktu. Laju perpidahan panas secara
koduksi dirumuskan sebagai perkalian antara konduktivitas panas (Thermal
Conductivity, k) dengan luas penampang (A) dan selisih suhu kedua titik (THotTCold) dibagi dengan jarak kedua titik (x).
2.11.1 Mekanisme perpindahan panas konduksi
Ketika salah satu bagian benda dengan temperature yang lebih tinggi bersentuhan
dengan benda dengan temperature yang rendah, maka energi akan berpindah dari
benda bertemperatur tinggi (THot) menuju bagian benda yang bertemperatur
rendah (TCold). Adanya tambahan energi menyebabkan atom dan molekul penyusun
benda bergerak semakin cepat. Ketika bergerak, maka molekul tersebut akan
memiliki energi kinetik (EK = mv2). Molekul-molekul yang bergerak lebih cepat
(energi kinetiknya lebih besar) menumbuk molekul yang berada di sebelahnya.
Molekul tadi menumbuk lagi molekul lain yang berada di sebelah. Demikian
seterusnya. Jadi molekul-molekul saling bertumbukan, sambil memindahkan energi.
Perpindahan panas yang terjadi melalui tumbukan antara molekul pernyusun benda
inilah yang dinamakan perpindahan panas secara konduksi.
15
Dari ilustrasi yang digambarkan diatas, sebatang pipa pejal pada salah satu bagian
ujungnya dipanaskan oleh sebatang lilin yang menyala dinyatakan memiliki
temperatur yang lebih tinggi (THot) sedangkan ujung benda yang terletak di sebelah
kanan memiliki temperature yang lebih rendah (TCold). Karena adanya perbedaan
suhu (THot TCold), maka panas berpindah dari bagian benda yang bertemperatur
tinggi menuju benda yang bertemperatur rendah (arah aliran panas ke kanan). Jika
benda yang dilewati panas memiliki luas penampang (A) dan panjang (x).
Dari ilustrasi diatas maka dapat dikalkulasi Jumlah panas yang berpindah dalam
selang waktu tertentu (Q/s) berbanding lurus dengan perbedaan suhu (THot TCold),
luas penampang (A), sifat konduktivita termal dari suatu benda (k = konduktivitas
termal) dan berbanding terbalik dengan panjang benda (x). Rumus laju perpindahan
panas (q) secara konduksi dapat dirumuskan sebagai berikut :
=
=
. .
)(
(2.1)
(2.2)
Dimana :
2.12
THot
TCold
16
2.13
(2.3)
Kapasitas kalor ( C )
Kapasitas kalor atau kapasitas panas (biasanya dilambangkan dengan kapital C,
sering dengan subskripsi) adalah besaran terukur yang menggambarkan banyaknya
kalor yang diperlukan untuk menaikkan suhu suatu zat (benda) sebesar jumlah
tertentu (misalnya 10C).
=
(2.4)
17
Gambar 2.11 mekanisme perpindahan panas konduksi pada material dengan fase-fase yang berbeda
Sumber : Yunus A Cengel, 1994, Heat and Mass Transfer
2.14
18
Konveksi bebas muncul ketika gerak fluida disebabkan oleh gaya apung yang
berasal dari perbedaan massa jenis akibat perbedaan di dalam fluida. Konveksi tak
bebas adalah istilah yang digunakan ketika aliran di dalam fluida diinduksi oleh
benda eksternal, seperti kipas, pengaduk, dan pompa, sehingga menyebabkan
konveksi induksi buatan.
Pendinginan atau pemanasan konveksi di banyak kasus dapat dijelaskan oleh
Hukum Newton tentang pendinginan: Kecepatan hilangnya panas pada benda
sebanding dengan perbedaan antara benda tersebut dengan lingkungannya.
Meskipun begitu, dari definisinya, hukum Newton tentang pendinginan ini
membutuhkan kecepatan panas hilang yang membentuk garis linear pada grafik
fungsi (sebanding dengan). Padahal, secara umum, konveksi tidak pernah
membentuk garis lurus. Maka, hukum Newton tidak berlaku.
disebut dengan internal flow. Adapun aliran yang terjadi dalam pipa adalah
fluida yang dibatasi oleh suatu permukaan. Sehingga lapisan batas tidak dapat
berkembang secara bebas seperti halnya pada aliran luar.
Gambar 2.13 perpindahan panas konveksi. (a) konveksi paksa, (b) konveksi alamiah,
(c) pendidihan, (d) kondensasi
= .
..(
(2.5)
),
dan juga kecepatan fluida (fluid velocity) (v).konveksi juga tergantung pada factor
bentuk (geometri) dan kekasaran (roughness) dari permukaan benda padat tersebut,
dan factor lain adalah tipe dari aliran fluida apakah laminar atau turbulen.
20
2.15
Dimana
(2.6)
Daerah transisi yaitu daerah perubahan aliran laminar menjadi turbulen juga akan
tergantung pada tingkat gangguan terhadapa aliran oleh kekasaran permukaan,
getaran pipa dan juga fluktuasi dari, untuk tujuan praktis maka angka reynold
daerah transisi terjadi pada :
2.16
Re < 2300
aliran laminar
aliran transisi
Re > 10000
aliran turbulent
Angka nusselt
Angka nusselt adalah angka yang tidak memiliki satuan dan besar nilainya akan
menentukan nilai koefisien konveksi (h), didefinisikan dengan formula berikut:
=
Dimana
(2.7)
LC = panjang dari obyek,
h
= koefisien konveksi,
= konduktivitas thermal dari fluida
2.17
Tahanan thermal
Dari ketiga perumusan tersebut terlihat bahwa laju aliran perpindahan panas
persatuan luas tergantung dari beda temperatur dan media yang dilaluinya. Hal
21
tersebut analog dengan arus listrik (laju aliran muatan listrik per satuan luas
penghantar) tergantung dengan beda potensial antara ujung penghantar dan bahan
hantaran
qkond=Qkond/A =k.(Ts1-Ts2)/t
(2.8)
qkonv=Qkonv/A =h.(Ts-T)
(2.9)
i=q/A=V/R
(2.10)
Dari keanalogan tersebut dapat diturunkan persamaan tahanan termal suatu bahan
Rkond = t/k dan Rkonv = l/h. Dengan pendekatan tersebut, jika panas mengalir melalui
dinding yang berlapis dengan berbagai konfigurasi maka besarnya laju perpindahan
panasnya dapat ditentukan. Contoh : suatu dinding kapal dengan konfigurasi sebagai
berikut :
Dinding luar tercelup air laut dengan koefisien konveksi h1 sehingga R1= 1/h1,
dinding luar terbuat dari plat baja dengan tebal t2 dan konduktivitas termal k2
sehingga R2 = t2 /k2, lapisan kedua merupakan rongga udara dengan tebal t3 dan
konduktifitas termal k3 sehingga R3= t3/k3, lapisan ketiga isolasi glass wol dengan
tebal t4 dan konduktifitas termal k4 sehingga R4 = t4/k4, lapisan keempat hard flex
dengan tebal t 5 dan konduktifitas termal k5 sehingga R5= t5/ k5, dinding dalam ruang
menghadap ke udara luar dengan koefisien konveksi h6
Tahana total dinding tersebut adalah
Rt= R1+R2+R3 +R4 + R5 + R6 =
(2.11)
Dari perumusan tersebut dapat digunakan untuk menghitung jumlah kalor yang
mengalir persatuan luas dinding jika temperatur air dan temperatur udara ruangan
diketahui
22
q = ( Ta- Tu)/ Rt
(2.12)
(2.13)
Q=U.A.(Ta-Tu)
(2.14)
Nilai U sangat penting didalam menentukan berapa jumlah panas dari luar yang
masuk ke dalam ruangan
2.18
Gambar 2.15 Rangkaian tahanan thermal yang mengalir menembus 3 lapisan dan dimana bagian
dalam dan luar lapisan mengalami perpindahan panas konveksi
(2.15)
=
=
(2.16)
23
2.19
24
Berdasarkan grafik diatas terdapat proses perubahan wujud zat yang disebut
membeku dan melebur. Untuk membeku dan melebur terdapat kalor yang
dibutuhkan yang disebut kalor laten lebur atau beku sebesar:
=
(2.17)
Begitupula dengan proses perubahan wujud zat berupa menguap dan mengembun,
membutuhkan kalor untuk menguap sebesar:
=
(2.18)
Keterangan:
L = kalor laten lebur ( 80 kal/gr)
U = kalor laten uap
2.20
Masing-masing dari setiap proses perubahan suhu maka akan memiliki kalor yang
berbeda, seperti terlihat pada gambar. untuk menghitung total hanya perlu
menjumlahkan kalor setiap proses. Hukum Termodinamika Pertama berbunyi
"energi tidak dapat diciptakan dan dimusnahkan tetapi dapat dikonversi dari suatu
bentuk ke bentuk yang lain." Hukum pertama adalah prinsip kekekalan energi yang
25
Line number
Istilah line number suatu sistem perpipaan merupakan kode untuk
mengidentifikasi suatu jalur pipa dalam suatu projek. kode-kode dalam suatu line
number memiliki arti seperti ukuran pipa, jenis fluida yang mengalir, kode nomer
pipa. Pengkodean line number akan sangat berguna dalam mengidentifikasi suatu
jalur perpipaan dikarenakan terdapat kode-kode yang menginformasikan mengenai
jalur perpipaan tersebut. Dalam setiap projek biasanya memiliki ciri khusus dalam
pengkodean suatu line number, seperti halnya pengkodean line number di projek
PKT-5. berikut merupakan penulisan line number di projek PKT-5:
6 SL 10001 - ASA2 - (H)
6
SL
10001
ASA2
(H)
mengenai pengkodean line number diatas, berikut merupakan penjelasan dari setiap
kode tersebut:
26
RATING
Material
A1A2
A1A2V
A1K0
A1K0J
A1K1
A1K1U
A1L1
A1Z0
A1Z0U
A2K0
AAA21
AAA2U1
AAX2
ABA2
ABK0
AFZ0
AFZ0U
ALK0
ANA2
ASA2
ASA2J
ASG2
AUA2P
B1A2
B1J1
B1K0
B1K0J
B1K1
B1L1
BNA2
BSA2
BSG2
DSA2
ESG2
F1A2
F1K0
G1A2
M1J1
N1J1
NSA2
TXK0
150#
150#
150#
150#
150#
150#
150#
150#
150#
150#
150#
150#
150#
150#
150#
150#
150#
150#
150#
150#
150#
150#
150#
300#
300#
300#
300#
300#
300#
300#
300#
300#
600#
900#
1500#
1500#
2500#
200 K
300 K
350 K
STD
C.S
C.S
304 S.S
304 S.S
304 S.S
304 S.S
316 S.S
FRP
HDPE
304 S.S
C.S
C.S
C.S (GALV)
C.S
304 S.S
FRP
HDPE
304 S.S
C.S
C.S
C.S
9Cr-1M0-V
C.S
C.S
316 LS.S
304 S.S
304 S.S
304 S.S
316 S.S
C.S
C.S
9Cr-1Mo-V
C.S
9Cr-1Mo-V
C.S
304 S.S
C.S
316 LS.S UG
316 LS.S
C.S
304 S.S
27
Steam
tracing calculation
Table 2.3 tabel kode insulasi projek PKT-5
2.22
Kode Insulasi
Description
(H)
Insulasi panas
(C)
Insulasi dingin
(P)
pada gambar diatas dapat diketahui perpindahan panas yang terjadi pada masingmasing area pada pipa tracer yakni diantaranya:
a. Qtl
b. Qta
c. Qal
28
d. Qpl
Dari ke empat area tersebut nilai Qtl dapat diabaikan dikarenakan perpindahan
panas tersebut mengarah ke insulasi dan tidak berpengaruh besar pada pipa proses.
Secara ideal nilai Qta merupakan penjumlahan dari Qal dan Qpl sehingga untuk
dapat menjaga suhu suatu pipa proses, nilai Qta minimal harus sama dengan
penjumlahan Qal dan Qpl. Berikut merupakan beberapa rumus perhitungan untuk
steam tracing metode bare tracing:
1. Sudut antara pipa proses dengan pipa tracer
=
(2.19)
) tan
(2.20)
3. Exposed area
=2
(2.21)
29
(2.22)
(2.23)
= (2 (1,25 + 0,75 ) )
(2.24)
(2.25)
(2.26)
(2.27)
(2.28)
+ 20%
(2.29)
(2.30)
30
( ,
)(
(
) )
(2.31)
(2.32)
(2.33)
100%
(2.34)
pada gambar diatas dapat diketahui perpindahan panas yang terjadi pada masingmasing area pada pipa tracer tipe conduction tracing yakni diantaranya:
a. Qca
b. Qcp
c. Qal
d. Qpl
Secara ideal nilai Qca dan Qcp merupakan penjumlahan dari Qal dan Qpl sehingga
untuk dapat menjaga suhu suatu pipa proses, nilai Qca dan Qcp minimal harus sama
dengan penjumlahan Qal dan Qpl. Berikut merupakan beberapa rumus perhitungan
untuk steam tracing metode bare tracing:
(2.35)
(2.36)
32
)(0,4714
2 (
))
) ,
(
(
) ,
(2.37)
(2.38)
(2.39)
(2.40)
(2.41)
)(
(
( ,
) )
(2.42)
( + )
(2.43)
(2.44)
(2.45)
33
(2.46)
100%
(2.47)
34
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1
3.1.1
analisa
perpindahan
panas
pada
steam
traing
Studi lapangan
35
Studi literatur
Pada
tahap
ini
dilakukan
pengumpulan
teori-teori
yang
diangkat
adalah
teori
yang
berhubungan
dengan
thermodynamic.
3.1.2
Studi Literatur
Pada
tahap
ini
dilakukan
pengumpulan
teori-teori
yang
Survey Lapangan
Pada tahap ini pengamatan dilakukan tidak secara langsung
terhadap kondisi aktual di lapangan, melainkan pengamatan
dilakukan di Departemen Piping dengan melihat langsung dari
pengerjaan 3D dengan menggunakan software PDMS versi 12.0.
Dari pengamatan ini didapatkan posisi dan model jalur perpipaan di
line number 6-NHL-21020-NIJI, pada Proyek Pupuk Kalimantan
Timur-V (PKT-5)
36
2.
3.
4.
Desain tracer pipe routing dari steam supply manifold menuju pipa
proses yang di tracing.
5.
Menghitung heat loss akibat tracer pipe routing dari steam supply
manifold menuju pipa yang di tracing.
6.
7.
8.
9.
10. Perhitungan massa uap yang dibutuhkan pada bare tracing dan
conduction tracing.
11. Perhitungan effisiensi perpindahan panas yang terjadi pada bare
tracing dan conduction tracing.
12. Perhitungan dari segi ekonomi untuk instalasi bare tracing dan
conduction tracing.
3.1.4
37
3.2
Identifikasi masalah
Tahap identifikasi awal
Penetapan tujuan
Studi literatur
Survey lapangan
Pengumpulan data
Penentuan temperature
steam tracing
Menghitung heat loss steam
akibat routing pipa tracer
TIDAK
TIDAK
B
38
Menghitung effisiensi
perpindahan panas bare tracing
Menghitung effisiensi
perpindahan panas conduction
tracing
Menghitung dan
membandingkan biaya instalasi
bare tracing dan conduction
tracing
Tahap pengolahan data dan analisa
Kesimpulan dan saran
Tahap pengolahan data dan analisa
END
39
40
DAFTAR PUSTAKA