REKONSTRUKSI PALEODEMOGRAFI
MELALUI ANALISIS GENETIKA
MOLEKULER: Penentuan Ukuran
Populasi Efektif dan Jenis Kelamin
Populasi Purba
Sumarlina (16/401975/PBI/01424)
PROGRAM PASCASARJANA
BIOLOGI
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2016
0
DAFTAR ISI
Halaman Judul
Daftar Isi...........................................................................................................i
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................1
B. Rumusan Masalah ...........................................................................2
C. Tujuan ..............................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A. Rekonstruksi Paleodemografi Melalui Analisis Genetika
Molekuler ........................................................................................3
B. Penentuan Ukuran Populasi Efektif Melalui Analisis
Genetika Molekuler..........................................................................5
C. Penentuan Jenis Kelamin Melalui Analisis Genetika Molekuler.....10
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan .....................................................................................16
B. Saran ................................................................................................16
Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Rekonstruksi
populasi
merupakan
metode
yang
digunakan
untuk
genetika
molekuler
dapat
digunakan
untuk
melengkapi
data
BAB II
PEMBAHASAN
(Waldir, 2010)
apabila
ada
banyak
variasi
dalam
sebuah
populasi,
sehingga
dan berjumlah lebih dari satu juta kopi tersebar diseluruh genom manusia
(Szmulewicz, Novick, & Herrera, 1998). Alu banyak ditemukan khususnya pada
genom perimata dan berasal dari genom ancestor supraperimata. Insersi Alu telah
diimplikasikan pada beberapa penyakit menurun pada manusia dan berbagai
bentuk kanker. Studi tentang Alu sangat penting untuk mempelajari genetika
populasi dan evolusi perimata, termasuk evolusi manusia. Alu merupakan unsur
retrosposons (gen yang dapat memperkuat diri dalam genom dan merupakan
komponen yang tersebar pada sebagaian besar organisme eukarotik) dan mirip
seperti salinan DNA yang terbuat dari RNAs yang dikodekan oleh RNA
polymerase III. Alu pada perimata membentuk rekaman fosil yang relatif mudah
untuk diuraiakan melalui insersi Alu memiliki karakteristik yang mudah terbaca
dan terekam dari genom generasi ke generasi. Sebagaian besar insersi
Alu
individu. Sjdin et al. (2012) juga menyimpulkan bahwa sensus penduduk yang
sebenarnya pada awal Homo sapiens berjumlah sekitar 1000.000 sampai 300.000
individu. Para peneliti juga mencatat bahwa model yang mereka buat tidak
menyetujui asumsi mengenai teori populasi bottleneck awal (Pre-Out-of-Africa)
yang mempengaruhi semua Homo sapiens.
Kelompok Alu (Alu Family) merupakan kelompok gen berulang pada genom
manusia. Alu modern terdiri dari sekitar 300 pasang basa dan diklasifikasikan
sebagai SINEs (short interspersed nuclear elements) diantara kelas (kelompok)
DNA berulang lainnya. Struktur khasnya ialah 5Part A-A5TACA6 Part B
PolyA Tail -3, dimana part A dan part B merupakan urutan nukelutida yang mirip.
Panjang ekor PolyA bervariasi diantara kelompok Alu. Ada lebih dari satu juta
Alu yang tersebar dalam genom manusia dan diperkirakan mencapai sekitar 10,7%
dari keseluruhan genom manusia. Namun, kurang dari 0,5% yang bersifat
polimorfik (AM, et al., 2001).
Gambar 2.3 Kariotipe limfosit wanita (46, XX) dengan Alu sebagai markernya
(hijau) (Bolzer, et al., 2005)
Alu merupakan salah satu penyebab umum terjadinya mutasi pada manusia,
namun mutasi tersebut sering terbatas pada daerah non-coding, sehingga hanya
memberikan dampak kecil terhadap pembawanya. Hal ini menunjukkan bahwa
mutasi yang diberikan mungkin tidak menyebabkan perbedaan apapun (atau hanya
menyebabkan sedikit perbedaan) yang muncul pada fenotip individu yang
DNAnya mengalami mutasi karena Alu. Meskipun demikian, variasi yang
dihasilkan dapat digunakan untuk mempelajari perubahan dan pewarisan sifat pada
populasi manusia (Batzer & Deininger, 2002), serta efek mutagenetik dari Alu
(Shen, et al., 2011). Estimasi ukuran populasi efektif manusia melalui analisis
unsur Alu dilakukan dengan menghitung rasio polimorfisme pada suatu populasi
tanpa perlu mengetahui proses mutasi dan laju insersinya (Sherry, et al., 1997).
spesiasi. Hal ini menunjukkan bahwa ukuran populasi efektif yang dideteksi
melalui unsur Alu memiliki peran yang penting dalam rekostruksi populasi masa
lampau. Penelitian-penelitian dengan menggunakan prinsip unsur Alu ini telah
mengarahkan para peneliti untuk menyimpulkan bahwa ukuran populasi efektif
manusia diduga sekitar ~ 18.000 selama satu sampai dua milyar tahun tearkhir.
Pada beberapa kasus, insersi Alu berkaitan dengan efek spesifik pada
manusia, terutama penyakit. Insersi Alu dapat menyebabkan kelainan menurun
pada manusia. Namun, sebagian besar variasi Alu berperan sebagai marker yang
memisahkan diri dari penyakit sehingga kehadiran alel Alu belum tentu berarti
bahwa pembawanya akan mengidap kelainan tertentu. Publikasi pertama yang
melaporkan adanya rokombinan Alu yang menyebabkan kelainan menurun ialah
pada tahun 1995 tentang kanker kolorektal nonpolyposis menurun (Nystrom-Lahti,
et al., 1995). Beberapa penyakit yang berkaitan dengan insersi Alu diantaranya
kanker payudara, hemophilia, neurofibromatosis, dan diabetes mellitus tipe II.
Selain itu, ada beberapa penyakit yang berkaitan dengan variasi nukleutida DNA
tunggal pada Alu yang mempengaruhi level transkripsinya. Penyakit tersebut
diantaranya Alzheimer, kanker paru-paru, dan kanker gastrik. Hal ini menunjukkan
bahwa Alu bukan hanya dapat digunakan untuk mengestimasi ukuran populasi,
tetapi juga dapat menjadi dasar data pendukung paleodemografi lainnya, salah
satunya penyakit yang menyebabkan kematian populasi purba. Data tersebut
penting dalam penentuan tingkat mortalitas populasi purba.
Selain dengan menggunakan Alu sebagai indicator untuk mengetahui ukuran
populasi efektif, beberapa analisis genetika molekuler lainnya juga dapat
dilakukan. Salah satunya ialah dengan menghitung Linkage Disequilibrium (LD)
suatu populasi yang dihitung dari kromosom-spesifik dengan mekanisme tertentu
(Tenesa, et al., 2007). Pendekatan lain yang dapat digunakan dalam penentuan
ukuran populasi efektif iaah laju mutasi (Harpending, et al., 1997). Metode-metode
tersebut dapat digunakan sebagai alternative-alternatif untuk melengkapi data
rekonstruksi paleodemografi.
10
(Butler,
2005).
Fragmen-fragmen
pasangan
basa
dapat
11
molekuler SRY telah banyak digunakan dalam penentuan jenis kelamin dari
material rangka (Palmirotta., et al, 1997) (Luptakova., et al, 2011) dan sering
dikombinasikan dengan penanda amelogenin (Cunda., et al, 2000).
Gambar 2.5 Contoh tampilan hasil elektropherogram DNA dari salah satu sampel
12
Gambar 2.6 Gambaran tahapan penelitian sampel DNA dari populasi purba
dengan PCR (Zink, Reischl, Wolf, & Nerlich, 2002)
Salah satu contoh aplikasi analisis genetik dalam penentuan jenis kelamin
populasi purba adalah penelitian yang dilakukan oleh Boberova et al (2012) pada
hasil ekskavasi populasi dari pemakaman di daerah Pohansko, Czech Republic
yang sebagian besar terdiri dari rangka anak-anak dan potongan-potongan rangka
dari individu yang tidak diketahui jenis kelaminnya. Identifikasi molekuler jenis
kelamin pada sampel-sampel tersebut dilakukan dengan menggunakan amplifikasi
PCR dengan penanda molekuler berupa amelogenin dan SRY. Hasil identifikasi
13
Laki-laki; 27
Individu dewasa tak teridentifikasi; 36
Perempuan ; 40
Gambar
2.7
Diagram hasil penentuan jenis kelamin populasi purba di daerah
Pohansko dengan analisis antropologi (khususnya analisis skeleton)
14
Perempuan; 55
Anak laki-laki; 28
Individu dewasa tak teridentifikasi; 18
Gambar
2.8
Diagram hasil penentuan jenis kelamin populasi purba di daerah
Pohansko dengan analisis genetika molekuler (Penanda molekuler
SRY dan amelogenin)
Data pada kedua diagram diatas menunjukkan bahwa analisis genetika
molekuler dapat menjadi solusi untuk melengkapi data paleodemografi dalam hal
penentuan jenis kelamin. Data individu dan anak-anak yang sebelumnya tidak
dapat diidentifikasi melalui analisis antropologi (skeletal) dapat diidentifikasi
dengan analisis genetika molekuler yang telah dilakukan. Jumlah individu yang
tidak teridentifikasi lebih dapat diminimalisir. Jumah anak yang tak teridentifikasi
hanya 39 anak. Hal tersebut terjadi karena beberapa faktor seperti kontaminasi,
minimnya bahan sampel DNA, dan sebagainya.
Salah satu tantangan dalam melakukan rekonstruksi paleodemografi dengan
analisis genetika molekuler adalah adanya pengaruh kontaminasi. Oleh karena itu,
sterilisasi pada proses pengamatan sampel dengan analisis genetika molekuler
harus maksimal. Sterilisasi peralatan yang digunakan dapat dilakukan dengan
pemberian ethanol, larutan bleaching, dan radias UV (Boberova, Drozdova, &
Pizova, 2012). Penggunaan pipet sekali pakai juga dapat meningkatkan sterilitas
sampel. Selain itu, harus dipastikan bahwa jumlah sampel DNA yang diisolasi
15
16
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil studi literature dan analisis yang telah dilakukan, dapat
diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. Analisis genetika molekuler memiliki peran yang penting dalam rekonstruksi
paleodemografi sebagai salah satu metode yang dapat digunakan untuk
melengkapi data paleodemografi yang didasarkan pada karakter-karakter
genetik dan variasi genetik yang mempengaruhi proses terjadinya evolusi.
2. Penentuan ukuran populasi efektif melalui analisis genetika molekuler dapat
dilakukan dengan pengamatan unsur Alu (Arthrobacter luteus) pada genom
manusia.
3. Penentuan jenis kelamin populasi purba dengan analisis genetika molekuler
dapat dilakukan dengan menggunakan pangamatan aDNA dengan penanda
molekuler amelogenin dan SRY.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan tersebut, dapat diusulkan beberapa saran antara lain:
1. Hendaknya dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai penggunaan analisis
genetika molekuler dalam mendukung proses rekonstruksi paleodemografi.
2. Penerapan rekonstruksi paleodemografi dengan analisis genetika molekuler
harus dilakukan dengan metode yang tepat dan teliti, sehingga menghasilkan
data yang valid.
3. Penerapan rekonstruksi paleodemografi seharusnya dikembangkan di Indonesia
dengan lebih cepat dan tepat karena Indonesia mmeiliki banyak tempat-tempat
yang kaya akan fosil-fosil populasi purba. Dengan demikian rekonstruksi
paleodemografi di Indonesia dapat berkembang secara mandiri.
17
Daftar Pustaka
AM, R. -E., ML, C., E., V., RK, G., SV, N., AH, S., et al. (2001). Alu Insertion
Polymorphism for The Study of Human Genomic Diversity. Genetics, 279290.
Anonim. (2014, August 10). PIXNIO: Science. Dipetik October 29, 2016, dari
PIXNIO: http://www.pixnio.com/science
Batzer, M. A., & Deininger, P. L. (2002). Alu Repeats and Human Genomic Diversity.
Nature, 370-379.
Boberova, K., Drozdova, E., & Pizova, K. (2012). pplication of Molecular Genetic
Methods in Antropological and Paleodemographic Studies of Fragmentary
and Damaged Skeletal Material from Rescue Excavations. Journal of Life
Sciences, 961-969.
Bolzer, A., Kreth, G., Solovei, I., Koehler, D., Saracoglu, K. F., Muller, S., et al.
(2005, April 26). Public Library of Science. Dipetik October 23, 2016, dari
www.plos.org
Butler, J. (2005). Forensic DNA Typing, Biology, Technology, and Genetics of STR
Markers. Amsterdam, Boston, Heidelberg, London, New York, Oxford,
Paris, San Diego, San Fransisco, Singapore, Sydney, Tokyo: Elsevier
Academic Press.
Cunda, E., Clisson, I., Fily, M., Santos, A. L., Silva, A. M., & Umbelino, C. (2000).
Children at the Convent: Comparing Historical Data, Morphology and DNA
Extracted from Ancient Tissues for Sex Diagnosis at Santa Clara-a-Velha
(Coimbra, Portugal). Journal of Archaeological Science, 949-952.
Drummond, A., Rambaut, A., & Shapiro, B. P. (2005). Bayesian Coalescent Inference
of Past Population Dynamics from Molecular Sequences. Oxford Journals,
1185-1192.
Ewens, W. J. (2004). Mathematical Population Genetics (2nd Edition). New York:
Springer-Verlag.
Frankham. (1995). Effective Population Size/Adult Population Size Ratios in
Wildlife: A Review. Genetics Research, 95-107.
18
Gilbert, M., Bandelt, H., Hofreiter, M., & Barnes, I. (2005). Assesing Ancient DNA
Studies. Trends in Ecoogy and Evolution, 541-544.
Harpending, H. C., Batzer, M. A., Gurvens, M., Jorde, L. B., Rogers, A. R., & Sherry,
S. T. (1997). Genetic Traces of Ancient Demography. Proceedings of the
National Academy of Sciences of the United States of America, 1961-1967.
Julian, H. (2010). Evolution: The Modern Synthesis. Cambridge: MIT Press.
Luptakova, L., Babelova, A., Omelka, R., Vondrakova, M., & Bauerova, M. (2011).
Sex Determinaton of Early Medieval Individuals Through Nested PCR
Using A New Primet Set in the SRY Gene. Forensic Science International,
1-5.
Mayr, E., & Provine, W. B. (1998). The Evolutionary Synthesis: Perspectives on the
Unification of Biology. Cambridge: Harvard University Press.
Mullis, K. B., & Faloona, F. A. (1987). Specific Synthesis of DNA in vitro via a
Polymerase-catalyzed Chain Reaction. Elsevier, 335-350.
Nystrom-Lahti, M., Kristo, P., Nicolaides, N. C., Chang, S.-Y., Aaltonen, L. A.,
Moisio, A.-L., et al. (1995). Founding Mutations and Alu Mediated
Recombination in Hereditary Colon Cancer. Nature, 1203-1206.
Palmirotta, R., & et-al. (1997). Use of a Multiplex Polymerase Chain Reaction Assay
in the Sex Typing of DNA Extracted from Archeological Bone. International
Journal of Osteoarchaeology, 605-609.
Santos, F., Pandya, A., & Tyler-Smith. (1998). Reliability of DNA-based Sex Tests.
Nature Genetics, 103.
Schmid, C. W., & Deininger, P. L. (1975). Sequence Organization of The Human
Genome. Cell, 345-358.
Shen, S., Lin, L., Cai, J. J., Jiang, P., Kenkei, E. J., Stroik, M. R., et al. (2011).
Widespread Establishment and Regulatory Impact of Alu Exons in Human
Genes. PNAS, 2837-2842.
Sherry, S., Harpending, H., Batzer, M., & Stoneking, M. (1997). Alu Evolution in
Human Population: Using the Coalescent to Estimate Effective Population
Size. Genetics, 1977-1982.
19
Szmulewicz, M. N., Novick, G. E., & Herrera, R. J. (1998). Effects of Alu Insertion
on Gene Function. Electrophoresis, 1260-1264.
Tenesa, A., Navarro, P., Hayes, B. J., Duffy, D. L., Clarke, G. M., Goddard, M. E., et
al. (2007). Recent Human Effective Population Size Estimated From
Linkage Disequilibrium. Genome Research.
Waldir. (2010, March 6). Population Curve. Dipetik October 21, 2016
Zink, A. R., Reischl, U., Wolf, H., & Nerlich, A. G. (2002). Molecular Analysis of
Ancient Microbial Infection. Oxford Journal, 141-147.
20